Anda di halaman 1dari 42

Week 2

ACTIVITY BASED COSTING & ACTIVITY BASED MANAGEMENT

A. LIMITATIONS OF FUNCTIONAL-BASED COST ACCOUNTING SYSTEMS


Penetapan biaya tingkat pabrik dan seluruh departemen berdasarkan jam kerja langsung,
jam mesin, atau tindakan berbasis volume lainnya berhasil digunakan oleh banyak organisasi.
Namun pendekatan penetapan biaya ini sama saja dengan pendekatan rata-rata dan dapat
menghasilkan biaya yang terdistorsi, atau tidak akurat.
Kebutuhan akan biaya produk yang lebih akurat telah memaksa banyak perusahaan untuk
melihat prosedur penetapan biaya mereka.
Dua faktor utama yang menjadikan penentuan biaya tingkat pabrik dan departemen
berbasis unit dirasa kurang tepat untuk menetapkan biaya overhead secara akurat:
1. Proporsi biaya overhead yang tidak terkait unit ke total biaya overhead adalah besar.
2. Tingkat keanekaragaman produk sangat tinggi.

Nonunit-Related Overhead Costs


Penggunaan penilaian tingkat pabrik atau tingkat departemen mengasumsikan bahwa
konsumsi suatu produk sumber daya overhead terkait erat dengan unit yang diproduksi.
Tetapi bagaimana jika ada kegiatan tingkat nonunit? kegiatan yang tidak dilakukan
setiap kali unit produk diproduksi? biaya yang terkait dengan kegiatan tingkat nonunit ini
mungkin bervariasi (naik atau turun) dengan unit yang diproduksi. Biaya-biaya ini bervariasi
dengan faktor-faktor lain, di samping unit, dan mengidentifikasi faktor-faktor semacam itu
sangat membantu dalam memprediksi dan mengelola biaya-biaya ini.

Activity-Based Costing Hierarchy


Type of Cost Description of Cost Driver
Unit-level Varies with output volume (ex. unit); traditional variable cost
Batch-Level Varies with the number of batches produced
Product-sustaining Varies with the number of products lines
Facility-sustaining Necessary to operate the plant facility but doesn’t vary with
units, batches, or product lines
Product Diversity
Kehadiran keanekaragaman produk juga diperlukan untuk terjadinya distorsi biaya
produk.
Keragaman produk berarti produk mengkonsumsi aktivitas overhead dalam proporsi yang
berbeda secara sistematis. Ini dapat terjadi karena beberapa alasan, termasuk perbedaan dalam
1. Ukuran produk
2. Kompleksitas produk
3. Waktu penyetelan
4. Ukuran batch

Costing Accuracy
Karena tingkat biaya overhead unit tidak akurat, produk harus mengkonsumsi aktivitas
non-unit-level dalam proporsi yang sangat berbeda dari unit level.
Dalam lingkungan produk yang beragam, penetapan biaya berdasarkan aktivitas
menjanjikan akurasi yang lebih besar.

B. PERHITUNGAN BIAYA PRODUK BERDASARKAN AKTIVITAS


2 tahap perhitungan biaya overhead berdasarkan fungsional, yaitu:
1. Biaya overhead dibebankan ke suatu unit organisasi (pabrik atau departemen)
2. Biaya overhead kemudian dibebankan ke objek biaya
2 tahapan proses system biaya berdasarkan aktivitas (activity-based costing system), yaitu:
1. Menelusuri biaya ke aktivitas
2. Menelusuri biaya aktivitas ke objek biaya

Mengidentifikasi Aktivitas dan Atributnya


Aktivitas adalah tindakan yang diambil atau pekerjaan yang dilakukan oleh peralatan atau
orang untuk orang lain. Berikut ini beberapa contoh serangkaian pertanyaan kunci untuk
mengidentifikasi aktivitas antara lain:
1. Berapa jumlah karyawan di departemen Anda?
2. Apakah yang mereka kerjakan?
3. Apakah para pelanggan di luar departemen Anda menggunakan peralatan?
4. Apa saja sumber daya yang digunakan oleh setiap aktivitas?
5. Apakah output dari setiap aktivitas?
6. Siapakah atau apakah yang menggunakan output dari aktivitas?
7. Berapakah waktu yang dihabiskan oleh para pekerja untuk setiap aktivitas?
Kamus Aktivitas
Kamus aktivitas berisi daftar aktivitas dalam organisasi dan beberapa atribut aktivitas
yang penting. Atribut aktivitas adalah informasi keuangan dan nonkeuangan yang menjelaskan
masing-masing aktivitas. Contoh atribut aktivitas mengenai tujuan penghitungan biaya:
 Jenis sumber daya yang dikonsumsi
 Jumlah waktu yang dihabiskan (%) di suatu aktivitas oleh para pegawai
 Objek biaya yang mengonsumsi output aktivitas
 Ukuran dari output aktivitas
 Nama aktivitas

Membebankan Biaya ke Aktivitas


Perusahaan perlu membebankan biaya sumber daya ke aktivitas dengan menggunakan
penelusuran langsung dan penelusuran pemicu. Untuk sumber daya tenaga kerja biasanya
menggunakan matriks distribusi kerja. Matriks distribusi kerja mengidentifikasi jumlah tenaga
kerja yang dikonsumsi oleh setiap aktivitas yang diperoleh dari proses wawancara atau survey
tertulis.

Membebankan Biaya ke Produk


Biaya aktivitas dibebankan ke produk dengan mengalikan tariff aktivitas yang telah
ditentukan sebelumnya dengan pemakaian aktivitas, seperti diukur oleh pemicu aktivitas.
Untuk menghitung tariff aktivitas, kapasitas praktis dari setiap aktivitas harus ditentukan.
Untuk membebankan biaya, jumlah dari setiap aktivitas yang dikonsumsi oleh setiap produk
juga harus diketahui

C. STRATEGIC ACTIVITY-BASED MANAGEMENT BAGI CUSTOMER


DAN SUPPLIER
Peningkatan biaya bukan saja hanya berasal dari sektor produksi tapi juga berasal dari
konsumen, jaringan distribusi dan pengiriman serta suplier.
Manager dengan pemahaman yang lebih akurat tentang cost untuk customer-customer
yang berbeda dapat mengambil berbagai kebijakan-kebijakan diantaranya:
– Melindungi dan meningkatkan business kepada konsumen yang paling menguntungkan
– Hitung ulang biaya servise, didasarkan cost atas servise
– Pemberian discount bila perlu untuk mendapatkan keuntungan dari pengurangan cost
atas pelayanan konsumen.
– Menegosisikan secara win-win relationship dengan cost yang lebih rendah pada
customer yang cooperative.
– Mencoba menarik customer yang menghasilkan keuntungan tinggi dari kompetitor lain.

Customer Costing
Tidak semua konsumen menerima cost yang sama atas servise charge yang dikeluarkan
perusahaan. Activity Based Costing memungkinkan manager mengidentifikasikan
karakteristik setiap konsumen, mana konsumen yang perlu biaya lebih besar dan mana yang
lebih rendah untuk biaya jasa/ pelayanan.
Memanage cost yang tinggi dan rendah untuk jasa/ pelayanan kepada customer.
Karakteristik tinggi rendah biaya jasa pada konsumen:
Pelayanan dengan Cost Tinggi Pelayanan dengan Cost Rendah
Order sesuai pesanan Order produk yang sudah ada
Jumlah order kecil Jumlah order yang tinggi
Order yang tidak dapat diprediksikan Order bisa diprediksikan
Pengiriman sesuai permintaan Pengiriman secara standart
Perubahan syarat pengiriman Tak ada perubahan syarat pengiriman
Proses manual Proses elektronis
Support pra penjualan yang besar
Sedikit bahkan tanpa support pra jual
(marketing, teknis, dan sumber-
(standart harga dan order)
sumber penjualan)
Support paska jual yang besar (instalasi,
Tanpa biaya paska jual
training, garansi, layanan di lapangan)
Ketergantungan atas perusahaan yang Pengiriman kembali sesuai barang yang
menghandle persediaan ada
Pembayaran yang tidak lancar Pembayaran tepat waktu

Memanage sustomer yang tidak menguntungkan


Beberapa perusahaan yang kurang menguntungkan tersebut biasanya adalah customer
baru. Biaya dikeluarkan untuk mengundang mereka menjadi customer perusahaan. Customer
mungkin memberikan kita sedikit order sebagai uji coba awal untuk menentukan bisnis
selanjutnya sehingga mereka bisa menilai sejauh mana suplier baru dapat men-support mereka.
Perusahaan berusaha menjadikan customer baru ini sebagai customer jangka panjang sehingga
dalam hal ini perusahaan mengeluarkan banyak dana yang dalam ABC model diistilahkan
sebagai cost to serve sebagai investasi untuk mendapatkan customer baru.
Perusahaan berharap agar secepatnya customer ini memberikan keuntungan melalui
kombinasi volume penjualan, margin yang lebih tinggi, dan cost to serve yang lebih rendah.
Customer lain yang kurang profit mungkin juga adalah perusahaan yang prestisius
karena mereka dikenal sebagai perusahaan besar yang memiliki supplier yang berkualitas
sehingga menjadi supplier perusahaan tersebut adalah mendapatkan nilai tambah yang besar.
Dalam hal ini keuntungan didapat dari customer lain yang menilai kita sebagai perusahaan
bonafit karena menjadi suplier perusahaan bonafit tersebut.
Bila customer yang tidak menguntungkan ini telah bekerjasama dengan perusahaan
dalam jangka waktu yang sangat lama, maka mungkin sudah waktunya perusahaan memutus
hubungan kerja ini atau biarkan mereka memutus kerja sama ini dengan sendirinya. Misalnya
perusahaan melakukan perjanjian ulang tentang teknis dan sistem marketing pada customer
yang tidak menguntungkan ini, dengan demikian bila perjanjian tersebut dirasa kurang
menguntungkan customer tadi maka dengan sendirinya mereka akan mengundurkan diri dari
kerjasama tersebut.

Hubungan dengan Suplier


– Kinerja manager pembelian dievaluasi dengan purchase price varians . Varians yang tidak
menguntungkan bila harga beli aktual melewati standart harga dan varian yang
menguntungkan bila kurang dari standart harga yang ditetapkan. Manager pembelian
segera mengambil tindakan bagaimana mengurangi resiko dari varian yang kurang
menguntungkan tersebut. Mereka dapat mengidentifikasikan sumber-sumber pembelian
dengan harga lebih rendah dengan melakukan cara-cara pembelian:
– Dalam jumlah besar, mendapatkan keuntungan dari discount atas volume yang diberikan
suplier.
– Dari supplier-suplier kecil/ bukan terkenal yang kualitas dan performancenya kurang dari
supplier yang selama ini dipakai.
– Dari suplier lokal yang biaya pengiriman tidak dibebankan yang memberikan harga sedikit
lebih rendah.
– Dari suplier di negara-negara dengan upah rendah
– Dari suplier yang memiliki overhead rendah karena mereka tidak melakukan investasi atas
teknologi dan sistem
– Dari suplier dengan sumber-sumber teknis dan teknologi yang rendah.
Memilih suplier dengan cost rendah bukan harga rendah
Beberapa pengembangan berikut ini mengindikasikan mengapa suplier tidak boleh
dipilih hanya berdasar atas rendahnya harga. Manager pembelian tidak dapat dinilai dari
kemampuannya menghindari varian harga pembelian yang tidak menguntungkan. Suplier yang
terbaik adalah yang dapar mengirim barangnya dengan cost yang lebih rendah bukan harga
yang terrendah. Apakah dalam hal ini harga pembelian tidak terlalu penting. Tentu penting,
tapi harga pembelian hanyalah satu komponen dari total cost untuk mendapatkan material.
Total cost untuk mendapatkan material menunjukan banyaknya perusahaan yang terlibat dalam
aktifitas yang berhubungan dengan pembelian.

D. PROCESS VALUE ANALYSIS


Process Value Analysis merupakan suatu analisa yang menghasilkan informasi tentang
mengapa dan bagaimana suatu aktivitas atau pekerjaan dilakukan. Analisa ini menekankan
pada upaya untuk memaksimumkan sistem penilaian kinerja secara keseluruhan dari pada
performance individu. Process Value Analysis dilakukan dengan 3 langkah di bawah ini:
1. Driver analysis untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan biaya suatu Aktivitas.
Setiap aktivitas pasti membutuhkan input dan menghasilkan output. Input aktivitas
merupakan sumber-sumber ekonomi yang dibutuhkan dalam melaksanakan suatu aktivitas,
sedangkan output aktivitas merupakan produk yang dihasilkan dari suatu aktivitas. Output
yang dihasilkan oleh suatu akitivitas perlu diukur dalam satuan kuantitatif tertentu yang
disebut dengan Activity Output Measure. Analisa Driver bertujuan untuk menunjukan
penyebab munculnya biaya aktivitas.

2. Activity analysis Analisa aktivitas merupakan inti dari process value analysis. Analisa
aktivitas merupakan suatu proses identifikasi, penjabaran serta evaluasi aktivitas-aktivitas
yang dilakukan oleh suatu organisasi. Analisa aktivitas diharapkan mampu menjawab 4
pertanyaan berikut ini:
a. Aktivitas-aktivitas apa saja yang dilaksanakan?
b. Berapa jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam pelaksanaan setiap aktivitas?
c. Berapa jumlah waktu dan sumber-sumber ekonomi lainnya yang dibutuhkan oleh
setiap aktivitas?
d. Bagaimana manfaat aktivitas bagi organisasi secara keseluruhan organisasi ?
Dalam analisa aktivitas, aktivitas dapat dibedakan menjadi 2 jenis aktivitas yaitu:
A. Aktivitas Bernilai Tambah (Value-Added Activities)
Merupakan aktivitas yang diperlukan untuk tetap dapat mempertahankan kegiatan
operasional perusahaan. Dapat pula dikatakan bahwa aktivitas bernilai tambah adalah
aktivitas yang diperlukan dan sudah dilaksanakan dengan efisien. Biaya untuk
melaksanakan aktivitas bernilai tambah disebut dengan biaya aktivitas bernilai tambah.
Aktivitas yang dapat dikategorikan sebagai aktivitas bernilai tambah meliputi:
- Required Activities, merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk memuhi
peraturan atau perundangan yang berlaku
- Discretionary activities, merupakan aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi 3
kriteria berikut yaitu
(1) aktivitas menyebabkan adanya perubahan sifat atau bentuk
(2) perubahan sifat atau bentuk tidak dapat dilakukan oleh aktivitas sebelumnya
(3) aktivitas yang memungkinkan aktivitas lain untuk dilaksanakan.

B. Aktivitas Tidak Bernilai Tambah (Non Value-Added Activities)


Merupakan aktivitas yang tidak diperlukan atau diperlukan tetapi dilaksanakan dengan
tidak efisien. Biaya untuk melaksanakan aktivitas ini disebut dengan biaya aktivitas
tidak bernilai tambah. Biaya inilah yang harus dieliminasi karena menimbulkan adanya
pemborosan. Contohnya:
 Scheduling, merupakan aktivitas penjadwalan proses produksi untuk setiap jenis
produk
 Moving, merupakan aktivitas pemindahan bahan, barang dalam proses dan barang
jadi dari satu departemen ke departemen lain.
 Waiting, merupakan aktivitas menunggu tersedianya bahan baku, menunggu
datangnya BDP yang dikirimkan dari bagian atau departemen lain
 Inspeksi, merupakan aktivitas pemeriksaan barang untuk meyakinkan bahwa
barang telah memenuhi spesifikasi atau kualitas yang diharapkan.
 Storing, merupakan aktivitas penyimpanan bahan, Barang Dalam Proses, produk
selesai sebagai persediaan di gudang menunggu waktu pemakaian atau pengiriman.
Hasil akhir yang ingin dicapai dalam analisa aktivitas adalah penurunan biaya (cost
reduction) yang ditimbulkan karena adanya continues improvement. Dalam lingkungan yang
kompetitif, perusahaan harus mampu mengirimkan produk yang diinginkan konsumen, dalam
waktu yang tepat serta harga yang rendah. Hal ini mendorong perusahaan harus selalau
melakukan perbaikan yang terus menerus dalam melaksanakan aktivitasnya. Analisa aktivitas
dapat menurunkan biaya malalui dengan 4 cara berikut ini:
Activity Memfokuskan pada Aktivitas tidak bernilai tambah, dengan
elimination mengidentifikasikan kemudian mengeliminasi aktivitas tersebut.
Activity Strategi berbeda membutuhkan aktivitas berbeda. Dipilih aktivitas yang
selection biayanya rendah untuk hasil yang sama.
Activity Pengurangan waktu dan konsumsi sumber ekonomi yang diperlukan
reduction suatu aktivitas.
Peningkatan efisiensi aktivitas dengan memanfaatkan skala ekonomi,
Activity
khususnya dengan meningkatkan jumlah kuantitas cost driver tanpa
sharing
meningkatkan biaya aktivitasnya.

3. Activity Performace Measurement yaitu pengukuran performance dalam pelaksanaan


suatu aktivitas dengan menggunakan alat ukur finansial maupun non finansial. Alat ukur
yang digunakan harus mampu mengetahui bagaimana suatu aktivitas dilaksanakan dan
hasil yang dicapai. Alat ukur ini juga diharapkan mampu menunjukan perbaikan yang
secara terus menerus dilakukan perusahaan. Penilaian dipusatkan pada 3 hal yaitu waktu,
kualitas serta efisiensi.
a. Waktu
 Reliability : Jumlah pengiriman yang tepat waktu atau jumlah pengiriman
 Responsiveness : cycle time (waktu untuk melaksanakan 1 aktivitas), velocity
(jumlah output aktivitas yang dihasilkan dalam satuan waktu tertentu)
 Manufacturing cycle efficiency : waktu pemrosesan/(waktu proses+ waktu
perpindahan + waktu inspeksi + waktu tunggu )
b. Kualitas
Untuk aktivitas pembelian ukuran kualitas dapat dinilai dengan Jumlah
kesalahan atau jumlah total permintaan pembelian, jumlah kesalahan setiap order
pembelian.
c. Efisiensi
 Efisiensi operasi: Output/Bahan, Output/JKL, Output/ Jam Mesin
 Efisiensi mesin : % kapasitas mesin yang terpakai
 Persediaan : Perputaran persediaan, jumlah persediaan, lamanya persediaan
Week 3
TIME DRIVEN ACTIVITY BASED COSTING

PENGERTIAN TIME-DRIVEN ACTIVITY BASED COSTING (TD-ABC)


Menurut Kaplan (2004:7), TD-ABC merupakan suatu pendekatan dalam akuntansi biaya yang
lebih mudah dan lebih murah dibandingkan sistem ABC. Sedangkan menurut Lambino (2007),
TD-ABC juga merupakan model inovasi yang tersedia bagi organisasi untuk memperoleh
kejelasan tentang biaya dan laba yang akan diperoleh perusahaan yang telah menjual produk
atau jasa pada pelanggan. Lambino (2007) juga menjelaskan bahwa:
1. TD-ABC merupakan model yang dapat diestimasi dan diinstal dengan cepat.
2. TD-ABC dapat dengan mudah diupdate untuk merefleksikan perubahan dalam proses,
variasi pesanan serta biaya dari sumber daya yang digunakan.
3. Data TD-ABC dapat diperoleh dari System Customer Relation Management (CRM)
dan Enterprise Resource Planning (ERP)
4. TD-ABC dapat divalidasi dengan melakuka n observasi langsung terhadap estimasi
model waktu.
5. TD-ABC secara eksplisit mampu memisahkan kapasitas sumber daya terpakai dari
kapasitas sumber daya yang tidak terpakai untuk keperluan management action.
6. TD-ABC mengeksploitasi time question yang menggabungkan berbagai variasi
pesanan.

Sistem TD-ABC Sebagai Solusi Permasalahan Sistem ABC


Menurut Kaplan dan Norton (2004:7) adalah sebagai berikut:
1. Konsumsi waktu dan biaya untuk proses interview dan survey.
2. Data untuk ABC bersifat subyektif dan sulit divalidasi.
3. ABC sangat mahal baik dalam proses, pelaporan, maupun penyimpanannya.
4. Banyak model ABC tidak menyediakan integrasi data perusahaan secara menyeluruh
untuk memanfaatkan peluang profitabilitas perusahaan.
5. Model ABC cukup sulit diupdate untuk menyesuaikan dengan perubahan lingkungan.
Pembebanan Sumber Daya Sistem TD-ABC Pada Objek Biaya
Sistem TD-ABC membebankan biaya sumber daya secara langsung pada obyek biaya
melalui dua cara, yaitu:
1. Menghitung biaya kapasitas sumber daya.
2. Menggunakan capacity cost rate untuk menentukan alokasi biaya terhadap masing-
masing obyek biaya. Menurut pengukurannya, terdapat dua jenis pengukuran tingkat
biaya kapasitas atau capacity cost rate, yaitu tingkat biaya kapasitas untuk departemen-
departemen dan kapasitas penggunaan tiap-tiap transaksi di departemen-departemen
tersebut.

TIME-DRIVEN ACTIVITY BASED COSTING: PENDEKATAN YANG SEDERHANA


DAN AKURAT
Pendekatan alternatif untuk mengestimasi model ABC, yaitu Time-Driven Activity Based
Costing, mampu mengatasi segala keterbatasan dari Traditional ABC. Time-Driven
Activity Based Costing memerlukan dua estimasi baru yaitu:
1. Biaya per unit darikapasitas yang tersedia
2. Konsumsi unit waktu oleh setiap aktifitas

Estimasi Biaya Per Unit


Prosedur yang baru dimulai dengan menggunakan informasi yang sama dengan pendekatan
Traditional ABC, yaitu:
1. Menentukan besarnya biaya dari sumber daya yang menyediakan kapasitas.
2. Mengestimasi kapasitas aktual dari sumber daya yang tersedia.
Dengan estimasi dari:
1. Biaya dari kapasitas yang tersedia
2. Kapasitas pada prakteknya dari sumber daya yang tersedia, maka dapat dihitungbiaya
per unit dari kapasitas yang tersedia sebagai berikut:
Estimasi Unit Waktu
Bagian kedua dari informasi baru yang diperlukan pada pendekatan Time-Driven
ABC adalah estimasi waktu yang diperlukan untuk melakukansuatu transaksi. Prosedur
Time-Driven ABC menggunakan estimasi waktuyang diperlukan setiap saat transaksi
terjadi. Estimasi unit waktu ini menggantikan proses interview pekerja untuk mempelajari
berapa persen waktu pekerja yang dihabiskan untuk semua aktifitas.

Update Model
Dengan pendekatan Time-Driven ABC, manajer perusahaan dapat dengan mudah
men-update model Time-Driven ABC perusahaannya untuk mencerminkan perubahan
kondisi operasionalnya. Selain itu, manajer juga dapat dengan mudah meng-update tarif cost
driver untuk aktifitasnya. Ada dua hal yang menyebabkan tarif cost driver untuk aktifitas
berubah, yaitu:
1. Perubahanpada harga dari kapasitas yang tersedia mempengaruhi tarif biaya per jam
2. Perubahan pada tarif cost driver merupakan perubahan pada efisiensi aktivitas.
Adapun kunci utama dari Time-Driven ABC adalah:
1. Estimasi kapasitas pada prakteknya dari sumber daya yang terlibat dan biayanya
2. Estimasi unit waktu untuk melaksanakan aktivitas transaksi.

IMPLEMENTASI SISTEM TIME-DRIVEN ACTIVITY BASED COSTING


Menurut Kaplan dan Lambino (2007), ada dua pertanyaan penting yang harus dijawab
sebelum mengimplementasikan TD-ABC, yaitu:
 Berapa banyak biaya yang dibutuhkan kapasitas sumber daya masing-masing proses?
 Berapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu aktivitas?
Selain itu, menurut Lambino (2007), ada tiga langkah yang harus dilakukan agar suatu
perusahaan berhasil dalam mengimplementasikan TD-ABC, yaitu antara lain:
1. Mempersiapkan model.
2. Mendefinisikan data-data yang dibutuhkan, menentukan akses terhadap data tersebut,
serta melaksanakan analisis data.
3. Mengembangkan model dengan menggunakan software untuk menghasilkan informasi
awal tentang biaya dan profitabilitas.
KEUNTUNGAN SISTEM TIME-DRIVEN ACTIVITY BASED COSTING
Menurut Kaplan dan Norton (2004), keuntungan sistem TD-ABC adalah sebagai berikut:
1. Lebih mudah dan lebih cepat untuk membangun model akurat
2. Integrasi yang bagus dengan data yang tersedia dari ERP dan CRMS
3. Model dengan pemeliharaan yang cepat dan murah
4. Menyediakan efisiensi proses dan penggunaan kapasitas
5. Dapat digunakan di berbagai industri / perusahaan dengan kompleksitas pelanggan,
produk, channel, segmen pasar dan proses, serta jumlah konsumen yang banyak.

TD-ABC memudahkan perusahaan untuk meningkatkan proses sistem cost management.


Informasi biaya yang dihasilkan akan lebih akurat walaupun berdasarkan proses dan aktivitas
yang sangat beragam dan spesifik. Menurut Barrett (2007), TD-ABC menghitung cost driver
rate berdasarkan practical capacity dari resources yang tersedia, mengukur atau mengestimasi
jumlah waktu untuk sebuah aktivitas. Jumlah transaksi sangat fundamental bagi perhitungan
TD-ABC.

PENGAPLIKASIAN SISTEM TIME-DRIVEN ACTIVITY BASED COSTING


Dalam aplikasinya, pertama kali dihitung biaya pengadaan resource capacity kemudian
mengkalkulasikan seluruh resource cost. Kemudian total biaya tersebut dibagi dengan
kapasitas untuk menentukan capacity cost rate. Langkah berikutnya, TD-ABC menggunakan
capacity cost rate untuk menggerakkan resource cost ke cost object dengan mengestimasi
kebutuhan resource capacity (time) yang dibutuhkan oleh cost object. Dalam hal ini TD-ABC
mampu menghitung reasource capacity untuk cost object yang unik dan terdiversifikasi.

Menurut Kaplan & Anderson (2007), terdapat keuntungan dari aplikasi model TD-ABC:
1. Permodelan lebih mudah dan cepat.
2. Mudah diintegrasikan dengan aplikasi ERP dan CRM.
3. Menggerakkan biaya ke transaksi dengan karakteristik (order, proses, konsumen,
supplier) yang spesifik.
4. Proses capture data ekonomi operasi dapat dilakukan bulanan.
5. Proses efisiensi dan capacity utilization lebih visible.
6. Forecast resources demand, memungkinkan perusahaan menganggarkan resource
capacity dengan dasar prediksi jumla order dan kompleksitas.
7. Mudah untuk diaplikasikan dalam enterprise wide model melalui aplikasi dan program
database.
8. Perbaikan model cepat dan murah.
9. Menyediakan informasi yang jelas untuk memudahkan pengguna mengidentifikasi akar
masalah.
10. Dapat digunakan pada industri atau perusahaan apapun dengan kompleksitas yang
tinggi.

Implementasi Time-Driven Activity Based Costing (TD-ABC) Untuk Pengambilan


Keputusan yang Berkelanjutan
Menurut tulisan Van Meensel J, Ghent University, “Time driven activity based costing
for sustainability decisions”, menyimpulkan bahwa TD-ABC dapat digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan yang berkelanjutan. Pengambilan keputusan yang berkelanjutan sangat
berkaitan erat dengan keputusan tentang bagaimana tanggung jawab sosial suatu perusahaan
terhadap lingkungannya atau corporate social responsibility yang kemudian disingkat CSR.
Meensel mengatakan metodologi TD-ABC yang dikemukakan oleh Kaplan dan
Anderson (2004) diadopsi untuk menghitung estimasi jumlah jam tenaga kerja yang
dibutuhkan, tingkat investasi pada perhitungan space lantai yang dibutuhkan serta jumlah
nutrient emissions yang dikeluarkan dalam proses produksi dan jumlah pendapatan yang
diterima dari suatu kegiatan produksi.

Implementasi Time-Driven Activity Based Costing (TD-ABC) pada Penerapan Six


Sigma
Tujuan umum dari Six Sigma adalah “mengurangi tingkat kesalahan dan waktu siklus”
yang dilakukan secara terus menerus. Dalam filosofi Six Sigma ada tiga komponen utama yang
menjadi pusat perhatian dan semua kegiatan usaha difokuskan pada komponen-komponen ini.
Ketiga komponen ini menjadi satu kesatuan terpadu yang tidak bisa dipisahkan. Tiga
komponen tersebut antara lain:
 pelanggan (customer)
 proses usaha (business process)
 karyawan (employee).
Penekanan hanya kepada pelanggan tanpa memperhatikan proses usaha yang stabil dan
kepuasan karyawan, akan menyebabkan pemenuhan kebutuhan pelanggan yang bersifat
sementara (temporary fulfillment). Penekanan hanya pada efisiensi proses usaha tanpa
memperhatikan kepuasan pelanggan dan karyawan akan menimbulkan efisiensi tanpa
dibarengi dengan efektivitas sehingga kelanggengan usaha tidak bisa dipertahankan.
Berikut adalah beberapa hasil penemuan atas implementasi TD-ABC pada penerapan Six
Sigma antara lain:
1. Terdapat enam komponen utama konsep Six Sigma sebagai strategi bisnis yaitu
1) Benar-benar mengutamakan pelanggan
2) Manajemen yang berdasarkan data dan fakta
3) Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan
4) Manajemen yang proaktif
5) Kolaborasi tanpa batas
6) Selalu mengejar kesempurnaan
2. Konsep Six Sigma sebagai strategi bisnis dilakukan dengan 2 (dua) analisis, yaitu:
 Berdasarkan analisis SWOT
 Pencocokan berdasarkan tahap-tahap dalam penerapan Six Sigma.
3. Prosedur Six Sigma pada Industri Kecil Menengah (IKM) merupakan proses pengkajian
melalui sistem berdaur dari berbagai kegiatan terdapat lima tahapan yaitu:
1) Pengembangan fokus masalah penelitian
2) Perencanaan tindakan perbaikan
3) Pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan interpretasi
4) Analisis dan refleksi
5) Perencanaan tindak lanjut

TIME-DRIVEN ABC VERSUS TRADITIONAL ABC


Week 4
TARGET COSTING & LIFE CYCLE COSTING

TARGET COSTING
Menurut Robert S.Kaplan dan A.A. Atkonsin (1998:224), target costing adalah alat
manajemen biaya yang digunakan perencana selama produk dan desain proses untuk
mendorong upaya peningkatan yang bertujuan mengurangi produksi di masa depan produk.
Sedangkan, pengertian target costing menurut Revee (2000:385) adalah target costing
didefinisikan sebagai alat manajemen biaya untuk mengurangi biaya keseluruhan produk
selama seluruh siklus hidupnya dengan bantuan produksi, teknik, R&D, pemasaran dan
departemen akuntansi.
Dapat disimpulkan bahwa
 Target Costing adalah metode perencanaan laba dan manajemen biaya yang difokuskan
pada produk dengan mempertimbangkan proses manufaktur
 Metode target costing ini dapat digunakan oleh perancang sebelum produk dan proses
desain dilakukan untuk mencapai tujuan perbaikan usaha pada pengurangan biaya
operasional produk di masa depan
 Target costing lebih ke arah customer oriented, semuanya ditentukan oleh konsumen
dari harga, kualitas dan fungsi yang dibutuhkan oleh konsumen
 Target costing merupakan perbedaan antara harga jual produk atau jasa yang diperlukan
untuk mencapai pangsa pasar tertentu dengan laba per satuan yang diinginkan
perusahaan. (Hansen dan Mowen, 2009:361).

KARAKTERISTIK TARGET COSTING


1. Target costing digunakan pada tahap perencanaan dan desain
2. Target costing merupakan perencanaan biaya yang berujung pada pengurangan biaya
3. Target costing lebih cocok digunakan oleh perusahaan yang berorientasi pada perakitan
yang membuat beranekaragaman produk dalam jumlah sedang dan sedikit
dibandingkan dalam industri yang berorientasi pada proses yang ditandai dengan
produksi yang terus menerus dan bersifat masal.
4. Target costing digunakan untuk pengendalian spesifikasi desain dan teknik produksi
KELEMAHAN TARGET COSTING
Menurut Menurut Atkinson (2007) target costing memiliki beberapa kelemahan yaitu:
1. Kurangnya pemahaman konsep target costing.
2. Implementasi yang kurang dalam konsep teamwork.
3. Penyebab karyawan terlalu lelah.
4. Waktu pengembangan yang terlalu lama.

KEUNTUNGAN TARGET COSTING


1. Harga jual produk ditetapkan terlebih dulu, sedangkan target margin laba dan target
cost ditetapkan kemudian. Jika target margin laba perusahaan ditingkatkan, maka
perusahan harus melakukan penghematan dan perekayasaan nilai pada biaya produksi
serta biaya non-produksi untuk mencapai target cost yang ditetapkan berdasarkan harga
jual.
2. Memungkinkan perusahaan untuk mengurangi biaya selama desain daripada mereduksi
biaya setelah proses desain.
3. Target costing memastikan profitabilitas dalam jangka pendek dan panjang, karena
produk yang dihasilkan memiliki margin rendah atau tidak menguntungkan selama
pengembangan produk baru dapat dengan cepat jatuh.
4. Tim desain dalam target costing berfokus pada pelanggan utama dan kesediaan mereka
untuk membayar fitur produk.

PROSES TARGET COSTING


Terdapat empat langkah utama yaitu:
1. Market Driven Costing
Proses ini dimulai dengan mengidentifikasi target harga penjualan yang merupakan
harga antisipasi produk saat diluncurkan. Harga ini harus dapat mencerminkan nilai
pertentangan antara current cost dengan allowable cost memberikan tim proyek hasil
pengamatan dari produk dimata konsumen, antisipasi relatif fungsional dan harga jual
dari penawaran yang kompetitif dan tujuan strategi perusahaan untuk produk.
2. Product-Level Target Costing
Proses ini dimulai dengan biaya umum (current cost) dari produk yang dituju. Tanda
suatu perkiraan dari pentingnya kesempatan pengurangan biaya yang harus
diidentifikasi untuk mencapai allowable cost.
Tujuan pengurangan biaya tersebut dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Bagian yang dapat diterima
b. Bagian yang tidak dapat diterima
3. Component-Level Target Costing
Dalam proses ini, tim desain target costing untuk setiap komponen yang berada di dalam
produk yang akan datang, target cost pada tingkat komponen ini harga jual supplier. Oleh
karena itu, component-level target cost ini menyebabkan tekanan kompetitif yang dihadapi
oleh perusahaan terutama membangun oleh supplier. Fungsi utama tersebut mencerminkan
kemampuan kerja yang penting dimana produk harus memilikinya dalam memenuhi
permintaan fungsi utamanya. Chained Target Costing
Sistem chained target costing adalah rantai dimana output dari sistem target cost pembeli
menjadi input dari sistem target cost supplier. Persaingan dihadapi oleh pembeli kepada
perancang produk supplier. Jika supplier-nya supplier juga menggunakan target costing,
maka rangkaian ini dilanjutkan pada supply chain.

ALAT-ALAT TARGET COSTING


1. Tear Down Analysis
Tear Down Analysis atau reverse engineering adalah proses untuk mengevaluasi
produk pesaing dengan mengidentifikasi kesempatan dalam meningkatkan produk
dengan cara mengambil bagian per bagian dari produk pesaing untuk mengidentifikasi
fungsi dan desain produk serta untuk membuat kesimpulan tentang proses pembuatan
produk. Tear Down Analysis menyediakan pandangan pada biaya dari produk dan
mengungkapkan keuntungan dan kerugian yang berhubungan dengan pendekatan
desain pada produk.
2. Value Engineering
Value engineering juga dikenal sebagai value analysis yang merupakan sistematika
berdasarkan tim. Pendekatan ini untuk mengevaluasi desain produk dalam memenuhi
permintaan untuk mengidentifikasi alternatif yang akan meningkatkan nilai produk,
didefinisikan sebagai rasio dari fungsi untuk harga. Karena itu, ada 2 cara untuk
meningkatkan nilai yaitu, penganggaran fungsional yang tetap mengurangi biaya atau
penganggaran biaya konstan dan meningkatkan fungsi. dan
3. Reengineering
Reengineering merupakan aktivitas pendesainan kembali suatu rancangan atau
keberadaan proses dan itu diarahkan oleh keinginanuntuk memperbaiki biaya produk
dan kualitas atribut.

PENENTUAN BIAYA MENGGUNAKAN METODE TARGET COSTING


Biaya Produksi = Harga Jual – Laba Yang Diinginkan Perusahaan Dari Harga Jual

CONTOH SOAL TARGET COSTING


Sebuah perusahaan X mempertimbangkan memproduksi mesin penggali baru. Spesifikasi
produk saat ini dan pangsa pasar yang di target meminta harga jual mesin penggali baru adalah
Rp 25.000.000,-. Laba yang diinginkan oleh perusahaan adalah Rp 5.000.000,- per unit. Target
cost dihitung sebagai berikut :
Target cost = Rp 25.000.000,- – Rp 5.000.000,- = Rp 20.000.000,-
Pada saat sekarang ini, biaya produksi sesungguhnya perusahaan adalah Rp.23.000.000,-.
Dengan demikian pengurangan biaya yang harus dilakukan agar perusahaan dapat mencapai
target cost adalah sebesar Rp 3.000.000,- ( Rp.23.000.000 – Rp 20.000.000,- ). Perusahaan
harus mengupayakan pengurangan biaya dengan menganalisis biaya produksi perusahaan dan
mengurangi biaya-biaya yang dapat dikurangkan untuk mencapai target cost tersebut. Target
costing menyajikan informasi perbandingan biaya produk sesungguhnya dengan target cost
secara periodik untuk memungkinkan manajemen memantau kemajuan program
pengurangan biaya menuju target cost.
LIFE CYCLE COSTING

Life cycle costing merupakan teknik manajemen yang digunakan untuk


mengidentifikasi dan memonitor biaya produk selama siklus hidupnya. Siklus hidup meliputi
semua tahap, mulai dari perancangan produk dan pembelian bahan baku hingga pengiriman
dan pelayanan atas produk yang sudah jadi. Life cycle costing memberikan perspektif jangka
panjang karena mempertimbangkan semua biaya selama umur produk atau jasa.
Total biaya selama siklus hidup dibagi menjadi 3, yaitu:
1 Biaya hulu, terdiri dari riset dan pengembangan, desain yang membuat prototype,
pengujian, teknis, dan pengembangan kualitas.
2 Biaya produksi, terdiri dari pembelian, biaya produksi langsung, biaya produksi
tidak langsung.
3 Biaya hilir, terdiri dari pemasaran dan distribusi pengemasan, pengangkutan, contoh,
promosi, advertensi, dan pelayanan serta garansi keluhan, pelayanan,
pertanggungjawaban produk, dukungan kepada pelanggan.

A. Biaya Hulu
a. Desain
Biaya desain mempengaruhi sebagian besar lainnya yang dikeluarkan selama siklus
produk tersebut. Faktor – faktor penentu keberhasilan pada tahap desain antara lain:
 Mempercepat waktu peluncuran ke pasar
 Menurunkan biaya layanan/perbaikan yang diharapkan
 Mempermudah produksi
 Merencanakan dan mendesain proses
Ada empat metode desain yang umum sebagai berikut :
Rekayasa Teknik dimana desainer produk bekerja secara terpisah dari fungsi
Teknik pemasaran dan produksi untuk mengembangkandesain dengan
Dasar rencana dan spesifikasi khusus.
Pembuatan Mode dimana model – model fungsional dikembangkan dan di uji
Prototipe coba oleh para teknisi dan pemakaian yang dipilih untuk percobaan.
Templating Merupakan mtode desain produk yang ada pada saat ini ditambahkan
atau dikurangi agar sesuai dengan spesifikasi produk baru yang
diharapkan.
Rekayasa Merupakan perkembangan penting baru yang merupakan pengganti
Simultan pendekatan rekayasa dasar, sebaliknya rekayasa simultan merupakan
pendekatan yang terintegrasi, dimana proses desain/teknis dilakukan
selama siklus hidup biaya oleh tim –tim lintas fungsi
b. Pengujian
Proses dan materi pengujian yang dipilih biasanya dilakukan dengan menerapkan
dengan teknik-tenik ekperimental secara formal dan sekaligus dijadikan landasan untuk
tahap perencanaan berikutnya yang lebih mendetail, yang nantinya akan diuji. Pada
tahap pelaksanaan masih akan dilakukan pengujian lebih lanjut, sampai dihasilkan
produk yang benar-benar optimal hingga dapat dianggap selesai.
c. Pengembangan Kualitas
Dalam zaman quality assurance, konsep kualitas mengalami perluasan, dari konsep
yang sempit, hanya terbatas pada tahap produksi, ke tahap desain dan koordinasi
dengan departemen jasa

B. Biaya Produksi
Biaya produksi meliputi semua biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi yaitu
semua biaya dalam rangka pengolahan bahan baku menjadi produk selesai yang siap untuk
dijual. Biaya produksi dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu :
a. Biaya Bahan Baku
Bahan baku adalah berbagai macam bahan yang diolah menjadi produk selesai dan
pemakaiannya dapat diidentifikasikan secara langsung, atau diikuti jejaknya , atau
merupakan bagian dari produk tertentu. Biaya bahan baku adalah harga perolehan
berbagai macam bahan baku yang dipakai di dalam kegiatan pengolahan produk.
b. Biaya Tenaga kerja Langsung
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang jasanya dapat diidentifikasikan atau
diikuti jejak manfaatnya pada produk tertentu. Biaya tenaga kerja langsung adalah
balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada tenaga kerja langsung dan jejaknya
manfaatnya dapat diidentifikasikan pada produk tertentu.
c. Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga
kerja langsung, contohnya seprti biaya reparasi dan pemeliharaan aktiva tetap pabrik.
 Biaya Produksi Langsung
Biaya langsung, berkaitan dengan obyek biaya tertentu dan dapat ditelusuri ke
obyek biaya tersebut dengan cara yang layak secara ekonomi (efektif-biaya).
Contoh; biaya kaleng atau botol untuk produk teh botol.
 Biaya Produksi Tak Langsung
Berkaitan dengan obyek biaya tertentu namun tidak dapat ditelusuri ke obyek
biaya tersebut dengan cara yang layak secara ekonomi (efektif-biaya).
Contoh; biaya gaji supervisor

C. Biaya Hilir
a. Biaya Pemasaran
Biaya Pemasaran adalah meliputi semua dalam melaksanakan kegiatan pemasaran atau
kegiatan untuk menjual barang dan jasa perusahaan kepada para pembeli sampai
dengan pengumpulan piutang menjadi kas. Sesuai dengan fungsi pemasaran, biaya
pemasaran digolongkan menjadi :
1 Biaya untuk menimbulkan pesanan, contohnya seperti biaya promosi dll.
2 Biaya untuk melayani pesanan, diantaranya :
 Biaya fungsi penggudangan dan penyimpanan produk selesai
 Biaya fungsi pengepakan dan pengiriman
 Biaya fungsi pemberian kredit dan penagihan piutang
 Biaya fungsi administrasi penjualan.
b. Biaya Promosi
Biaya promosi merupakan sejumlah dana yang dikucurkan perusahaan ke dalam
promosi untuk meningkatkan penjualan. Biaya Promosi dapat dikategorikan sebagai
biaya langsung apabila terkait langsung dengan suatu produk atau proyek. Tetapi
apabila Biaya Promosi ini bersifat umum untuk seluruh kegiatan perusahaan, ia dapat
dikategorikan sebagai biaya operasi.
c. Biaya Layanan Konsumen
Biaya Layanan konsumen adalah sekumpulan biaya yang dikeluarkan untuk
mengevaluasi, mendapatkan, dan menggunakan produk atau jasa tersebut.

MANFAAT ANALISIS LIFE CYCLE COSTING


 Untuk meningkatkan kesadaran biaya. Penerapan LCC akan meningkatkan kesadaran
akan manajemen dan insinyur pada faktor-faktor yang mendorong biaya dan sumber
daya yang diperlukan oleh item, sehingga bisa dilakukan program pengurangan biaya.
 Seluruh biaya hidup evaluasi. LCC memungkinkan evaluasi pilihan bersaing
berdasarkan seluruh biaya hidup.
 Memaksimalkan pendapatan. Dengan menerapkan LCC, operasi dan biaya
pemeliharaan berkurang tanpa scarifying kinerja alat produksi melalui analisis
parameter kinerja dan biaya driver.
 Memahami prosedur untuk menerapkan LCC termasuk pengembangan Biaya Siklus
Hidup model untuk berbagai aplikasi.
 Memahami latar belakang teoritis nilai waktu uang dan analisis risiko serta dampaknya
terhadap proses pengambilan keputusan.
Week 5
ENVIRONMENTAL ACCOUNTING

A. Environmental Accounting
Menurut ISO 14001, lingkungan adalah keadaan sekeliling dimana organisasi
beroperasi, termasuk udara, air, tanah, sumber daya alam, flora, fauna, manusia dan
interaksinya. Lingkungan di Indonesia sering disebut lingkungan hidup. Menurut
Undang-undang no 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, definisi
lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia, dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Dampak lingkungan adalah perubahan apa pun pada lingkungan, baik yang merugikan
maupun yang bermanfaat, yang keseluruhannya atau sebagian disebabkan oleh
lingkungan dan organisasiOrganisasi dapat mengurangi dampak lingkungan dengan :
Pencegahan pencemaran menggunakan proses, praktek, teknik, bahan,
produk, jasa atau energi untuk menghindari, mengurangi atau mengendalikan
pembentukan emisi atau buangan pencemar atau limbah apapun

B. Akuntansi Manajemen Lingkungan


Menurut EPA (1995) mendefinisikan akuntansi manajemen lingkungan sebagai
proses pengidentifikasian, pengumpulan dan penganalisisan informasi tentang biaya-
biaya dan kinerja untuk membantu pengambilan keputusan organisasi. Akuntansi
manajemen lingkungan adalah hal yang tak terpisahkan dari unsur manajemen
perusahaan. Akuntansi manajemen lingkungan sendiri merupakan proses
pengidentifikasian, pengumpulan, perkiraan - perkiraan, analisis, laporan dan
pengiriman informasi tentang:
1. Informasi berdasarkan arus bahan dan energi
2. Informasi berdasarkan biaya lingkungan
3. Informasi lainnya yang terukur, dibentuk berdasarkan akuntansi manajemen
lingkungan untuk pengambilan keputusan bagi perusahaan
C. Tujuan Akuntansi Manajemen Lingkungan
a. Pemonitoran dan pengevaluasian informasi yang terukur dari keuangan maupun
manajemen
b. Pemonitoran arus data tentang bahan dan energi yang saling berhubungan secara
timbal balik guna meningkatan efisiensi pemanfaatan bahan-bahan maupun energi
c. Mengurangi dampak lingkungan dari operasi perusahaan, produk-produk dan jasa
d. Mengurangi risiko-risiko lingkungan
e. Memperbaiki hasil-hasil dari manajemen perusahaan

D. Keuntungan Penerapan Akuntansi Manajemen Lingkungan


a. Akuntansi manajemen lingkungan dapat membantu pengambilan keputusan
b. Akuntansi manajemen lingkungan meningkatkan performa ekonomi dan
lingkungan usaha.
c. Akuntansi manajemen lingkungan akan mampu memuaskan semua pihak terkait
d. Akuntansi manajemen lingkungan pada usaha secara simultan dapat meningkatkan
performa ekonomi maupun sisi lingkungan.

E. Biaya Lingkungan
Biaya lingkungan adalah biaya-biaya yang terjadi karena adanya kualitas
lingkungan yang buruk atau karena kualitas lingkungan yang buruk mungkin terjadi.
Maka, biaya lingkungan berhubungan dengan kreasi, deteksi, perbaikan, dan
pencegahan degradasi lingkungan (Hansen, 2007).
Biaya lingkungan berhubungan dengan biaya produk, proses, sistem atau fasilitas
penting untuk pengambilan keputusan manajemen yang lebih baik
Tujuan perolehan biaya adalah :
• Mengurangi biaya-biaya lingkungan
• Meningkatkan pendapatan dan memperbaiki kinerja lingkungan dengan
memberi perhatian pada situasi sekarang, masa yang akan datang dan biaya-
biaya manajemen yang potensial
Biaya-biaya lingkungan adalah pemakaian sumber daya disebabkan atau usaha-usaha
untuk:
1. Mencegah atau mengurangi bahan sisa dan polusi
2. Mematuhi regulasi lingkungan dan kebijakan perusahaan,
3. Kegagalan memenuhi regulasi dan kebijakan lingkungan
F. Kategori Biaya Lingkungan
1. Biaya Pencegahan : Biaya pencegahan merupakan investasi yang dibuat dalam
usaha untuk menjamin konfirmasi yang dibutuhkan.
Ex : kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam orientasi anggota tim, pelatihan dan
pengembangan standard perencanaan serta prosedur.
2. Biaya Penilaian : Biaya penilaian merupakan biaya yang terjadi untuk
mengidentifikasi kesalahan setelah kejadian.
Ex: kegiatan-kegatan seperti pengujian.
3. Biaya Kesalahan Internal : Biaya kesalahan internal merupakan biaya
memperkerjakan kembali dan biaya perbaikan sebelum diserahkan kepada
pelanggan.
Ex : memperbaiki kesalahan yang dideteksi sepanjang pengujian internal.
4. Biaya Kesalahan Eksternal : Biaya kesalahan eksternal merupakan biaya yang
memperkerjakan kembali dan biaya perbaikan setelah diserahkan kepada
pelanggan. Satu contoh akan memperkerjakan dan memperaiki hasil dari pengujian
yang diterima.

G. Biaya Deteksi Lingkugan


Biaya kesalahan eksternal merupakan biaya yang memperkerjakan kembali dan
biaya perbaikan setelah diserahkan kepada pelanggan. Satu contoh akan
memperkerjakan dan memperaiki hasil dari pengujian yang diterima. Standar
lingkungan dan prosedur yang diikuti oleh perusahaan didefinisikan dalam tiga cara:
1. Peraturan pemerintah,
2. Standar sukarela (ISO 14001) yang dikembangkan oleh International Standards
Organization
3. Kebijakan lingkungan yang dikembangkan oleh manajemen.
Contoh- contoh aktivitas deteksi adalah : audit aktivitas lingkungan, pemeriksaan
produk dan proses (agar ramah lingkungan), pengembangan ukuran kinerja lingkungan,
pelaksanaan pengujian pencemaran, verifikasi kinerja lingkungan dari pemasok, dan
pengukuran tingkat pencemaran.
H. Biaya kegagalan internal lingkungan
 Biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan karena diproduksinya limbah dan
sampah, tetapi tidak dibuang ke lingkungan luar.
 Biaya kegagalan internal terjadi untuk menghilangkan dan mengolah limbah
dan sampah ketika diproduksi.
Aktivitas kegagalan internal memiliki salah satu dari dua tujuan :
1. Untuk memastikan bahwa limbah dan sampah yang diproduksi tidak dibuang
ke lingkungan luar
2. Untuk mengurangi tingkat limbah yang dibuang sehingga jumlahnya tidak
melewati standar lingkungan.
Contoh-contoh aktivitas kegagalan internal adalah : pengoperasian peralatan untuk
mengurangi atau menghilangkan polusi, pengolahan dan pembuangan limbah-limbah
beracun, pemeliharaan peralatan polusi, lisensi fasilitas untuk memproduksi limbah dan
daur ulang sisa bahan

I. Biaya kegagalan eksternal lingkungan


 Biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan setelah melepas limbah atau sampah ke
dalam lingkungan. Biaya kegagalan eksternal dapat dibagi lagi menjadi kategori
yang direalisasi dan yang tidak direalisasi
 Biaya kegagalan eksternal yang direalisasi (realized external failure cost) adalah
biaya yang dialami dan dibayar oleh perusahaan
 Biaya kegagalan yang tidak dapat direalisasikan (unrealized external failure cost)
atau biaya sosial (societal cost), disebabkan oleh perusahaan tetapi dialami dan
dibayar oleh pihakpihak di luar perusahaan
 Contoh biaya kegagalan eksternal yang direalisasi adalah :
o pembersihan danau yang tercemar
o Pembersihan minyak yang tumpah
o Penyelesaian klaim kerusakan properti
o Pembaruan tanah ke keadaan alaminya
o Hilangnya penjualan karena reputasi yang buruk.
 Contoh biaya kegagalan eksternal yang tidak dapat direalisasi (Biaya Sosial) adalah
o Perawatan medis karena udara yang terpolusi (kesejahteraan individu)  yang
menanggung masyarakat yang terkena polusi
o Hilangnya kegunaan dana sebagai tempat rekreasi karena pencemaran
(degradasi),
o Hilangnya lapangan pekerjaan karena pencemaran (kesejahteraan individual),
o Rusaknya ekosistem karena pembuangan sampah padat (degradasi)
Week 6
BEYOND BUDGETING MODEL

Pada saat ini anggaran tradisional masih banyak digunakan oleh sebagian
perusahaan swasta di seluruh dunia, tetapi kelemahan-kelemahan anggaran tradisional
yang banyak menghambat perkembangan inovasi perusahaan mendorong
dikembangkannya sistem anggaran yang lebih baik (better budgeting). Dengan konsep
baru yang dikembangkan saat ini yaitu Beyond Budgeting (disebut juga better
budgeting atau advanced budgeting) telah memberikan bukti dan analisa yang cukup
menjamin perusahaan untuk terus beradaptasi dengan perubahan yang begitu cepat.
Konsep beyond budgeting akan membebaskan orang-orang yang capable dari kontrak
kinerja yang bersifat top down yang tentunya akan membatasi mereka untuk melakukan
sumber dayanya Secara efektif untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan secara
konsisten. Dengan jumlah intellectual asset yang mencapai 8% 90% tentunya sumber daya
manusia merupakan asset yang paling besar dalam suatu perusahaan sehingga jika waktu
mereka sebagian besar digunakan untuk menyusun anggaran akan sangat tidak efisien dan
efektif. Dan setelah itu mereka akan bertindak untuk perusahaan dengan dibatasi oleh anggaran
yang sangat mengekang mereka untuk berinovasi dalam rangka memuaskan konsumen
yang tentunya akan berdampak pada peningkatan profitabilitas perusahaan secara
konsisten.
Penganggaran tradisional sebagai suatu instrumen manajemen dalam mengelola
perusahaan semakin terlihat sebagai suatu hambatan untuk mendorong manajer-manajer
perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaan secara maksimal, karena jumlah rupiah
budget sifatnya terus naik (incremental), menghabiskan banyak waktu sampai ratusan jam
pegawai, terfokus pada nilai rupiah, dan mengabaikan kinerja, dan mengarahkan
pegawai untuk memfokuskan pada sasaran-sasaran yang salah dengan mengorbankan
layanan konsumen dan keseluruhan tujuan perusahaan. Di samping itu juga penganggaran
disebut bersifat otokratik karena manajemen pusat menguasai dan membatasi
fleksibilitas manajer-manajer dibawahnya sehingga dapat membatasi kapasitas mereka untuk
berinovasi. Penganggaran juga dapat dilihat sebagai konsep yang usang dan kuno, dan sebagai
salah satu dari beberapa fungsi administrative yang teknologinya tidak banyak mengalami
kemajuan. Bahkan kegagalan perusahaan seperti Enron dan WorldCom sebagian disalahkan
karena insentif penganggaran yang menaikkan suatu “permainan” dan “pesan” angka.
Pada saat sekarang, untuk meraih sukses perusahaan harus melepaskan produk baru ke
pasar dengan interval waktu yang pendek, membentuk hubungan sistematik yang
menguntungkan dalam jangka panjang dengan konsumen dan partner kerja, secara
konstan mengembangkan sumber daya manusia perusahaan, dan memelihara karyawan yang
baik, dan paling tidak memuaskan permintaan investor dengan kinerja keuangan yang
baik. Oleh karena itu, sekarang perusahaan-perusahaan harus melakukan sesuatu yang
sangat berbeda pada waktu yang sama.
Manager lebih dituntut untuk mampu membaca situasi yang akan datang. Hal ini dapat
dicapai melalui kesempurnaan manajemen baik dari sistem yang digunakan sampai sumber
daya yang terlibat dalam pengelolaan manajemen tersebut. Menurut Hope dan Fraser (2001),
meninggalkan proses penganggaran tahunan membuka dua peluang. Pertama adalah
memungkinkan suatu keadaan proses manajemen yang lebih adaptif, dan yang kedua adalah
memungkinkan suatu organisasi yang terdesentralisasi secara radikal. Para penulis buku
tersebut menyajikan studi-studi kasus perusahaan yang berlokasi di Denmark, Perancis,
dan Swedia yang membuang penganggaran demi kepentingan proses-proses baru yang dikenal
dengan nama model beyond budgeting.

 Konsep Beyond Budgeting


Pada saat ini anggaran tradisional yang telah dijelaskan diatas masih banyak
digunakan oleh sebagian perusahaan swasta di seluruh dunia, tetapi kelemahan -
kelemahan anggaran tradisional yang banyak menghambat perkembangan inovasi
perusahaan yang merupakan kunci sukses untuk bertahan di dunia bisnis
mendorong dikembangkannya system anggaran yang lebih baik baik (better
budgeting). Dengan konsep baru yang dikembangkan saat ini yaitu beyond
budgeting (disebut juga better budgeting atau advanced budgeting) telah
memberikan bukti dan analisa yang cukup menjamin perusahaan untuk terus beradaptasi
dengan perubahan yang begitu cepat. Christensen dalam Government Finance Review
(2003) memberikan pernyataan pada beyond budgeting yaitu: “Beyond Budgeting is a
provocative book that does a respectable job of describing some of the frustrations
people experience with budgeting”. Jadi beyond budgeting ini merupakan konsep
yang sangat memprovokatif perusahaan - perusahaan yang merasa frustasi oleh sistem
penganggaran untuk mencoba mengoperasikan perusahaan dengan menggunakan
konsep beyond budgeting.
Beyond budgeting dapat mendukung setiap fungsi manajemen yang selalu
berinteraksi baik dengan lingkungan internal maupun eksternal perusahaan. Dengan
beyond budgeting, perusahaan mampu menjadi lebih adaptif dan dapat merespon lebih
cepat terhadap perubahan yang terjadi dari rencana yang telah ditetapkan. Disamping itu
juga sangat membantu manajemen dalam memamfaatkan seluruh potensi penuh
dari implementasi management tools lainnya seperti EVA (Economic Value Added),
Benchmarking, Balanced Scorecard, Activity-Based Management maupun Rolling
Forcasts. Semua tools tersebut mampu dijadikan partner oleh beyond budgeting dalam
merespon setiap keinginan dan kebutuhan manajemen. Hope dan Fraser mengemukakan
dalam Beyond Budgeting Round Table, Question and Answer (2001) mengenai
pengertian beyond budgeting adalah:
“Beyond budgeting is about releasing capable people from the chains of the top down
performance contract and enabling them to use the knowledge resources of the
organization to satisfy customers profitably and consistently beat the competition.
With intellectual assets accounting for 80-90% of shareholder value today, people really
are the organization’s most valuable asset. But the way the annual budget contract works
means that their energy and ingenuity is used more for negotiating the budget than
for creating value for customers and shareholders. The budget contract is a relic
from an earlier age. It is expensive, absorbs far too much time, adds little value, and should
be replaced by a more appropriate performance management model”.
Dari pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa konsep beyond budgeting akan
membebaskan orang-orang yang capable dari kontrak kinerja yang bersifat top down
yang tentunya akan membatasi mereka untuk melakukan sumber dayanya secara efektif
untuk meningkatkan profotabilitas perusahaan secara konsisten. Dengan jumlah
intellectual asset yang mencapai 8%-90% tentunya sumber daya manusia merupakan asset
yang paling besar dalam suatu perusahaan sehingga jika waktu mereka sebagian besar
digunakan untuk menyusun anggaran akan sangat tidak efisien dan efektif. Dan setelah itu
mereka akan bertindak untuk perusahaan dengan dibatasi oleh anggaran yang sangat
mengekang mereka untuk berinovasi dalam rangka memuaskan konsumen yang
tentunya akan berdampak pada peningkatan profitabilitas perusahaan secara konsisten.
Beyond budgeting yang menganggap bahwa kekuatan sumber daya manusialah
yang akan mampu memberikan perubahan setiap saat, bukan hanya sebuah
“kertas” dengan segudang rencana tertulis. Beyond budgeting memberikan kebebasan
manusia dalam melakukan setiap aktivitas yang berhubungan baik dari dalam maupun dari
luar perusahaan. Demikian juga halnya bagi perusahaan yang menghasilkan
produk, konsumen yang juga dianggap manusia menjadi sangat berarti dalam
membandingkan hasil yang telah dilakukan dengan menggunakan beyond budgeting
ini. Disamping itu manusia juga dianggap sebagai organization’s most valuable asset
(asset organisasi yang paling berharga) karena manusia mampu beradaptasi dan
memberikan respon langsung terhadap perubahan yang terjadi khususnya bagi
konsumen. Dalam hal ini value chain yang dipakai oleh perusahaan sangat
mendukung terlaksananya implementasi beyond budgeting. Sehingga konsumen tidak
dibiarkan dengan hanya cukup membeli produk saja, namun sampai kepada apa yang
dipakai oleh konsumen di “rumah” mereka menjadi sebuah masukan bagi perusahaan.
Berikut adalah berbagai pengembangan yang mendukung pelaksanaan beyond budgeting
menurut Daum (2002), yaitu:
1. Reduction of the level of detail of planning / level of detail dependent on the
planning area and the situation
2. Continuous rolling forecasting instead of only annual planning
3. Rolling strategic planning that can lead also to mid-year strategic
4. Non-financial performance measures (output-oriented) flow into
theoperational plan / budget, which are geared to relative (external) targets
5. Changes in the operational business or of strategic targets lead to mid-year
plan/budget adjustments
6. All operative areas are taken inti account, as a result trade-offs within a
company’s business system, such as between short term profit targets and long
term innovation objectives, become transparent early enough in order to be
managed actively
7. Clear top-down targets, but decentralized, operational planning
8. Use of software-based planning and performance management systems.
Dari kutipan di atas ternyata penerapan konsep beyond budgeting sebaiknya
harus didukung oleh paling kurang delapan hal yang telah diberikan di atas. Hal ini
dimaksudkan agar konsep yang akan diterapkan atas dasar prinsip-prinsip yang ingin
dikembangkan mampu teraplikasi dengan baik. Perombakan sistem manajemen secara
keseluruhan harus didukung oleh semua sektor. Dapat dilihat bahwa mulai dari
tingkatan level manajemen yang mempengaruhi penyusunan perencanaan sampai
kepada teknologi (software) yang dipakai harus menjadi pertimbangan. Misalnya pada
point 7 (tujuh) di atas apabila sebuah perusahaan masih mengandalkan sistem
pertanggungjawabannya atas sentralisasi, maka sebaiknya haru diganti menjadi
desentralisasi. Hal ini bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada setiap pihak
dalam mengambil keputusan sesuai dengan respon pada setiap perubahan yang ditemui
dalam operasi, sehingga akan mempercepat proses pengambilan keputusan.
Akhirnya keputusan yang diinginkan tidak lagi terhambat oleh prosedur yang
ada dan hal ini akan memberikan hasil secara langsung apa yang harus dilakukan
dalam waktu cepat. Dengan demikian penerapan konsep yang akan dilaksanakan akan
memberikan hasil yang maksimal sesuai dengan kebutuhan.
Selanjutnya Hope dan Fraser juga ikut mengemukakan dua belas prinsip beyond
budgeting dalam Beyond Budgeting Round Table (2001) yang secara jelas juga
dipaparkan ke dalam dua bentuk prinsip yang masing-masing terdiri dari enam prinsip
yang pertama menyangkut kinerja manajemen dan enam prinsip erikutnya
menyangkut kepemimpinan. Prinsip prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
Key performance management principles:
 Beat the competition
 Reward team-based competitive success
 Make strategy a continuous and inclusive process
 Draw resources when needed
 Coordinate cross-company interactions through “market-like” forces\
 Provide fast, open information for multi-level control
Key leadership principles:
 Create a performance climate based on sustained competitive success Build the
commitment of teams to a common purpose, clear values, and shared rewards
 Devolve strategy to front line teams and provide the freedom and capability to act
 Champion frugality and challenge the value-added contribution of all resource
 Organize around a network of teams that dynamically connect their capabilities
to serve the external customer
 Support transparent and open information systems

Dari beberapa pendapat di atas dapatlah disimpulkan bahwa pada umumnya konsep
dari beyond budgeting berbicara mengenai prinsip kinerja manajemen dan kepemimpinan.
Penggunaan konsep yang ditujukan kepada dua bagian terbesar tersebut akan menciptakan
kelonggaran yang tidak pernah diberikan oleh budget di masa lalu.
Keleluasaan yang ditawarkan oleh beyond budgeting lebih bersifat adaptif, dalam
beyond budgeting cukup mempertimbangkan kemampuan (capability) terutama sumber daya
yang menjalankan perusahaan (seperti yang terdapat dalam performance management
principle). Sehingga dapat kita lihat bahwa beyond budgeting selalu mensupport setiap tim
yang sukses melakukan kerjanya dalam hal apapun dengan memberikan reward
(penghargaan). Dan hal ini jelas sekali telah merupakan prinsip atau sebuah komitmen
yang harus dilaksanakan pada setiap kondisi perusahaan, tidak seperti yang diterapkan budget
di masa lalu yang hanya merupakan sebuah catatan lepas dalam buku manajemen jika
memungkinkan untuk dilaksanakan. Selanjutnya yang dapat dikaji lagi sebagai nilai lebih
konsep ini bahwa konsumen adalah orientasi perusahaan yang cukup diprioritaskan dalam
kelangsungan hidup perusahaan (dalam learedship principle).
Sebagaimana diketahui bahwa syarat suatu perusahaan akan terus mampu berjalan
apabila going concernnya terus berlanjut. Jaminan dari hal ini adalah bagaimana
perusahaan dapat survive dengan profit yang dihasilkan. Tentunya jawaban yang tepat adalah
bagaimana perusahaan harus mampu menciptakan produk yang dijadikan sebagai
sumber utama pendapatannya. Oleh karena itu kepekaan akan kebutuhan dan perubahan selera
konsumen terus diperhatikan. Tidak hanya cukup disitu, bagaimana prilaku konsumen
yang sedang in harus dapat dibuktikan dengan pasti oleh pihak perusahaan. Sehingga
dalam hal ini perusahaan tidak akan kalah atau ketinggalan dalam persaingan. Dengan
begitu perusahaan akan memperoleh jaminan bahwa keberadaannya akan dibutuhkan dalam
jangka waktu yang cukup lama.
Keandalan yang lain dari penerapan konsep ini dapat pula dilihat pada berbagai strategi
yang perlu dikembangkan baik dari sisi leadership maupun performanace manajemen.
Strategi yang diciptakan sangatlah fleksibel bagi para manager untuk mengambil keputusan
dengan cepat. Manager dituntut untuk terus berkolaborasi dengan bawahan dalam memberikan
input atau informasi atas setiap tindakan yang hendak dijalankan. Dalam hal ini manager sangat
sadar apabila kemampuan maupun ruang gerak yang dimilikinya adalah terbatas. Sehingga
disamping menciptakan suatu hubungan yang harmonis antara bawahan maupun atasan, dapat
pula menciptakan suatu bentuk kepemimpinan yang timbal balik. Dengan demikian garis
organisasi tidak hanya top down tetapi sekaligus berupa bottom up. Dan hal ini merupakan
gebrakan baru dalam pemikiran manajemen perusahaan dalam menjalankan fungsinya,
disamping memberikan “kebebasan” kepada setiap anggota organisasi dalam mengawasi dan
menjalankan aktivitas.
Week 7
QUALITY COST AND QUALITY MANAGEMENT

A. Pengertian Kualitas
Pengertian Kualitas Berikut merupakan rincian pengertian mengenai kualitas
menurut beberapa tokoh yaitu:
1. Kualitas menurut Assauri Sofjan merupakan faktor-faktor yang terdapat dalam suatu
barang atau hasil yang menyebabkan barang atau hasil tersebut sesuai dengan tujuan
untuk apa barang atau hasil dimaksudkan atau dibutuhkan (Assauri, 1993:121).
2. Menurut Vincent Gaspersz kualitas adalah sejumlah keistimewaan produk baik
keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan
pelanggan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu,
selain itu kualitas juga terdiri dari sesuatu yang bebas dari kekurangan atau
kerusakan (Gaspersz, 2002b:5).
3. Menurut A.V. Feigenbaum kualitas adalah keseluruhan gabungan karakteristik
produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, pemeliharaan yang membuat
produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapan-harapan pelanggan
(Feigenbaum, 1992:7).

B. Biaya Kualitas
Biaya Kualitas atau Quality Cost adalah Biaya-biaya yang timbul dalam
penanganan masalah Kualitas (Mutu), baik dalam rangka meningkatkan Kualitas
maupun biaya yang timbul akibat Kualitas yang buruk (Cost of Poor Quality)
Dengan kata lain, Biaya Kualitas (Quality Cost) adalah semua biaya yang
timbul dalam Manajemen Kualitas (Quality Management)

C. Kategori Biaya Kualitas


Pada dasarnya biaya kualitas dapat dikategorikan ke dalam empat jenis, yaitu :
1) Biaya Pencegahan (Prevention Costs)
Biaya-biaya yang berhubungan dengan upaya pencegahan yang terjadi
kegagalan internal maupun eksternal, sehingga meminimumkan biaya
kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal. Contoh biaya pencegahan :
 Quality Engineering
 Quality Training Programs
 Quality Planning
 Quality Reporting
 Supplier Evaluation and Selection
 Quality Audits
 Quality Circles
 Field Trials
 Design Review

2) Biaya Penilaian (Appraisal Costs)


Biaya penilaian dikeluarkan untuk menentukan apakah produk dan
layanan sesuai dengan kebutuhan mereka atau kebutuhan pelanggan. Contoh
dari biaya penilaian :
 Inspecting and Testing Materials
 Packaging Inspection
 Supervising Appraisal Activities
 Product Acceptance
 Process Acceptance
 Measurement (Inspection and Test) Equipment
 Outside Endorsements

3) Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Costs)


Biaya kegagalan internal dikeluarkan karena produk dan layanan tidak
sesuai dengan spesifikasi atau kebutuhan pelanggan. Ketidaksesuaian ini
terdeteksi sebelum dikirim atau dikirim ke pihak luar. Ini adalah kegagalan yang
terdeteksi oleh kegiatan penilaian. Contoh dari biaya kegagalan internal :
 Scarp
 Rework
 Downtime (karena cacat)
 Reinspection
 Retesting
 Design Changes
4) Biaya Kegagalan Eksternal (External Failure Costs)
Biaya kegagalan eksternal terjadi karena produk dan layanan gagal
memenuhi persyaratan atau memenuhi kebutuhan pelanggan setelah dikirim ke
pelanggan. Dari semua biaya kualitas, kategori ini bisa menjadi yang paling
dahsyat. Contoh dari biaya kegagalan eksternal :
 Recalls
 Lost Sales because of Poor
 Product Performance
 Returns and Allowances because of Poor Quality
 Warranties
 Repair
 Product Liability
 Customer Dissatisfaction
 Lost Market Share
 Complaint Adjustment

D. Pengukuran Biaya Kualitas


Biaya kualitas juga dapat diklasifikasikan sebagai dapat diobservasi atau
disembunyikan. Biaya kualitas yang dapat diobservasi adalah biaya yang tersedia dari
catatan akuntansi organisasi. Biaya kualitas tersembunyi adalah biaya peluang yang
dihasilkan dari kualitas buruk
Biaya kualitas tersembunyi ini dapat menjadi signifikan dan harus diperkirakan.
Meskipun memperkirakan biaya kualitas tersembunyi tidak mudah, tiga metode telah
disarankan:
(1) The Multiplier Method
Mengasumsikan bahwa total biaya kegagalan hanyalah beberapa kelipatan
biaya kegagalan terukur:
Total external failure cost = k (Measured external failure costs)
k = multiplier effect. Nilai k berdasarkan pengalaman
(2) The Market Research Method
Metode ini digunakan untuk menilai pengaruh kualitas yang buruk terhadap
penjualan dan pangsa pasar. Survei dan wawancara pelanggan dengan anggota
wiraniaga perusahaan dapat memberikan wawasan yang signifikan tentang
besarnya biaya tersembunyi perusahaan. Hasil riset pasar dapat digunakan untuk
memproyeksikan kerugian laba di masa depan yang disebabkan oleh kualitas yang
buruk

(3) The Taguchi Quality Loss Function


Metode ini mengasumsikan bahwa setiap variasi dari nilai target karakteristik
kualitas menyebabkan biaya kualitas tersembunyi
𝐿 (𝑦) = 𝑘(𝑦 − 𝑇)2
k = Konstanta proporsionalitas bergantung pada struktur biaya kegagalan
eksternal organisasi
y = Nilai aktual dari karakteristik kualitas
T = Nilai target karakteristik kualitas
L = Quality loss
𝑘 = 𝑐/𝑑 2
c = Kehilangan pada batas spesifikasi bawah atau atas
d = Jarak batas dari nilai target

E. Melaporkan Biaya Kualitas


Sistem pelaporan biaya kualitas sangat penting jika organisasi serius dalam
meningkatkan dan mengendalikan biaya kualitas. Langkah pertama dan paling
sederhana dalam menciptakan sistem seperti itu adalah menilai biaya kualitas aktual
saat ini. Daftar terperinci dari biaya kualitas aktual berdasarkan kategori dapat
memberikan dua wawasan penting.
1) Pertama, ini mengungkapkan besarnya biaya kualitas di setiap kategori, yang
memungkinkan manajer untuk menilai dampak keuangan mereka.
2) Kedua, ini menunjukkan distribusi biaya kualitas berdasarkan kategori, yang
memungkinkan manajer untuk menilai kepentingan relatif masing-masing
kategori.

Laporan Biaya Kualitas


Signifikansi finansial dari biaya kualitas dapat dinilai lebih mudah dengan
menyatakan biaya-biaya ini sebagai persentase dari penjualan actual

Distribusi Biaya Kualitas: The Acceptable Quality View


Menurut the acceptable quality view, ada tradeoff yang optimal antara kegagalan
dan biaya kontrol. Ketika biaya kontrol meningkat, biaya kegagalan harus berkurang.
Selama penurunan dalam biaya kegagalan lebih besar dari peningkatan yang sesuai
dalam biaya pengendalian, perusahaan harus terus meningkatkan upayanya untuk
mencegah atau mendeteksi unit yang tidak sesuai.
Akhirnya, suatu titik tercapai di mana setiap peningkatan tambahan dalam upaya
ini lebih mahal daripada pengurangan yang sesuai dalam biaya kegagalan. Poin ini
mewakili tingkat minimum total biaya kualitas. Ini adalah keseimbangan optimal antara
biaya kontrol dan biaya kegagalan dan mendefinisikan apa yang dikenal sebagai tingkat
kualitas yang dapat diterima (AQL). Dengan demikian, AQL mengidentifikasi
tingkat optimal unit yang rusak

Distribusi Biaya Kualitas : Zero-Defects View


Pada dasarnya, model zero-defects membuat klaim bahwa itu menguntungkan
untuk mengurangi unit yang tidak sesuai menjadi nol. Perusahaan yang menghasilkan
semakin sedikit unit yang tidak sesuai menjadi lebih kompetitif dibandingkan dengan
perusahaan yang melanjutkan dengan model AQL tradisional. Pada pertengahan 1980-
an, model zero-defect diambil selangkah lebih maju oleh model kualitas yang kuat,
yang menantang definisi unit yang rusak. Menurut pandangan kuat, kerugian dialami
dari memproduksi produk yang bervariasi dari nilai target; semakin besar jaraknya dari
nilai target, semakin besar kerugiannya.
Dengan kata lain, variasi dari yang ideal itu mahal, dan batas spesifikasi tidak
memiliki tujuan yang berguna dan, pada kenyataannya, bisa menipu. Model zero-defect
memahami biaya kualitas dan, dengan demikian, potensi penghematan dari upaya yang
lebih besar untuk meningkatkan kualitas (ingat faktor multiplikasi dari Westinghouse
Electric). Oleh karena itu, model kualitas yang kuat memperketat definisi unit yang
rusak, menyempurnakan pandangan kami tentang biaya kualitas, dan mengintensifkan
ras kualitas.

Robust Quality View and Quality Cost Distribution


Exhibit 14-8 menunjukkan fungsi biaya kualitas yang konsisten dengan tampilan
kualitas yang kuat. Pada dasarnya, yang terjadi adalah ketika perusahaan meningkatkan
biaya pencegahan dan penilaian mereka dan mengurangi biaya kegagalan mereka,
mereka menemukan bahwa mereka kemudian dapat mengurangi biaya pencegahan dan
penilaian mereka. Apa yang awalnya tampak sebagai trade-off ternyata merupakan
pengurangan permanen dalam biaya untuk semua kategori biaya kualitas. Ada beberapa
perbedaan utama.
1) Biaya kontrol tidak meningkat tanpa batas ketika mendekati kondisi cacat nol
yang kuat didekati.
2) Mengendalikan biaya dapat meningkat dan kemudian menurun ketika negara kuat
didekati.
3) Biaya kegagalan dapat didorong ke nol.

The Role of Activity Based Management


Penetapan biaya berbasis aktivitas dapat digunakan untuk menghitung biaya
kualitas per unit produk perusahaan. Setelah sistem ABC diterapkan, satu-satunya
persyaratan adalah mengidentifikasi kegiatan yang terkait dengan kualitas, seperti
pekerjaan inspeksi, pengerjaan ulang, dan garansi.
ABC dapat digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi objek biaya dengan
masalah kualitas, seperti produk berkualitas rendah, proses berkualitas rendah, dan
pemasok berkualitas rendah. Ini kemudian dapat memungkinkan manajemen biaya
kualitas yang lebih fokus.
Manajemen berbasis aktivitas juga bermanfaat. ABM mengklasifikasikan kegiatan
sebagai nilai tambah dan bukan nilai tambah dan hanya menyimpan aktivitas yang
menambah nilai. Prinsip ini dapat diterapkan untuk kegiatan yang berhubungan dengan
kualitas. Kegiatan penilaian dan kegagalan serta biaya terkaitnya tidak bernilai tambah
dan harus dihilangkan (akhirnya). Kegiatan pencegahan — dilakukan secara efisien —
dapat diklasifikasikan sebagai nilai tambah dan harus dipertahankan.
Penyebab utama (pendorong biaya) juga dapat diidentifikasi, terutama untuk
kegiatan yang gagal, dan digunakan untuk membantu manajer memahami apa yang
menyebabkan biaya kegiatan. Informasi ini kemudian dapat digunakan untuk memilih
cara-cara mengurangi biaya kualitas ke tingkat yang ditunjukkan dalam Exhibit 14-8.
Akibatnya, manajemen berbasis aktivitas mendukung pandangan nol-cacat yang kuat
dari biaya kualitas. Tidak ada trade-off yang optimal antara biaya kontrol dan
kegagalan; yang terakhir adalah biaya yang tidak bernilai tambah dan harus dikurangi
menjadi nol. Beberapa kegiatan kontrol tidak bernilai tambah dan harus dihilangkan.
Kegiatan kontrol lainnya adalah nilai tambah tetapi dapat dilakukan secara tidak efisien,
dan biaya yang disebabkan oleh inefisiensi adalah nilai tambah. Dengan demikian,
biaya untuk kategori ini juga dapat dikurangi ke tingkat yang lebih rendah.

F. Informasi Biaya Kualitas dan Pengambilan Keputusan


Melaporkan biaya kualitas dapat meningkatkan perencanaan manajerial,
kontrol, dan pengambilan keputusan. Misalnya, jika perusahaan ingin menerapkan
program rekayasa ulang proses untuk meningkatkan kualitas produknya, maka perlu
menilai yang berikut: biaya kualitas saat ini berdasarkan item dan kategori, biaya
tambahan yang terkait dengan program, dan penghematan yang diproyeksikan.
berdasarkan item dan kategori. Kapan biaya dan penghematan akan terjadi juga harus
diproyeksikan. Kemudian, analisis penganggaran modal dapat dilakukan untuk
menentukan manfaat dari program yang diusulkan. Jika hasilnya baik dan program
dimulai, maka penting untuk memantau program melalui pelaporan kinerja.
Menggunakan informasi biaya kualitas untuk mengimplementasikan dan memantau
keefektifan program berkualitas hanya satu penggunaan sistem biaya kualitas.
Penggunaan penting lainnya juga dapat diidentifikasi. Informasi biaya kualitas adalah
input penting untuk pengambilan keputusan manajemen. Penting juga bagi pihak luar
karena mereka menilai kualitas perusahaan, melalui program seperti ISO 9000.

2 Konteks Pembuatan Keputusan


Manajer membutuhkan informasi biaya berkualitas dalam sejumlah konteks
pengambilan keputusan. Dua konteks ini adalah penetapan harga strategis dan analisis
biaya-volume-laba

G. Mengontrol Biaya Kualitas


Manajemen biaya kualitas yang baik mensyaratkan agar biaya kualitas dilaporkan dan
dikendalikan (kontrol memiliki penekanan pengurangan biaya). Kontrol
memungkinkan manajer untuk membandingkan hasil aktual dengan hasil standar untuk
mengukur kinerja dan mengambil tindakan korektif yang diperlukan. Laporan kinerja
biaya kualitas memiliki dua elemen penting, yaitu hasil aktual dan standar atau hasil
yang diharapkan.
Memilih Standar Kualitas
1. Pendekatan Tradisional
Dalam pendekatan tradisional, standar kualitas yang sesuai adalah tingkat kualitas
yang dapat diterima (AQL). AQL hanyalah pengakuan bahwa sejumlah produk
cacat akan diproduksi dan dijual.
2. Pendekatan Kualitas Total
Pertanyaan-pertanyaan ini mencerminkan sikap baru terhadap kualitas. Standar
yang lebih masuk akal adalah menghasilkan produk seperti yang seharusnya.
Standar ini akan disebut sebagai standar cacat-nol yang kuat. Ini mencerminkan
filosofi kontrol kualitas total dan panggilan untuk produk dan layanan yang akan
diproduksi dan dikirim yang memenuhi nilai yang ditargetkan. Jadi, ketika kita
mengatakan zero defect, kita mengacu pada unit cacat dalam arti kuat.
3. Mengkuantifikasi Standar Kualitas
Kualitas dapat diukur dengan biayanya; ketika biaya kualitas menurun, kualitas
yang lebih tinggi menghasilkan — setidaknya sampai titik tertentu. Bahkan jika
standar zero defect tercapai, perusahaan harus tetap memiliki biaya pencegahan
dan penilaian.
4. Standar Fisik
Untuk manajer lini dan personel operasi, ukuran kualitas fisik — seperti jumlah
cacat per unit, persentase kegagalan eksternal, kesalahan tagihan, kesalahan
kontrak, dan ukuran fisik lainnya — mungkin lebih bermakna. Untuk tindakan
fisik, standar kualitas adalah nol cacat atau kesalahan. Tujuannya adalah membuat
semua orang melakukannya dengan benar pada kali pertama.
5. Penggunaan Standar Sementara
Bagi sebagian besar perusahaan, standar zero defect adalah tujuan jangka panjang.
Kemampuan untuk mencapai standar ini sangat terkait dengan kualitas pemasok.
Bagi sebagian besar perusahaan, bahan dan layanan yang dibeli dari pihak luar
merupakan bagian penting dari biaya produk. Standar kualitas sementara ini
menyatakan sasaran kualitas untuk tahun itu.

Jenis-Jenis Laporan Kinerja Kualitas


Laporan kinerja berkualitas mengukur kemajuan yang direalisasikan oleh
program peningkatan kualitas organisasi. Tiga jenis kemajuan dapat diukur dan
dilaporkan:
 Kemajuan sehubungan dengan standar atau tujuan periode saat ini (laporan
standar sementara)
 Tren kemajuan sejak dimulainya program peningkatan kualitas (laporan tren
multi-periode)
 Kemajuan sehubungan dengan standar atau tujuan jangka panjang (laporan
jangka panjang)
1. Laporan Standar Sementara
Organisasi harus menetapkan standar kualitas sementara setiap tahun dan membuat
rencana untuk mencapai tingkat yang ditargetkan ini. Karena biaya kualitas adalah
ukuran kualitas, level yang ditargetkan dapat dinyatakan dalam dolar yang
dianggarkan untuk setiap kategori biaya kualitas dan untuk setiap item biaya dalam
kategori tersebut. Pada akhir periode, laporan kinerja kualitas sementara
membandingkan biaya kualitas aktual untuk periode tersebut dengan biaya yang
dianggarkan. Laporan ini mengukur kemajuan yang dicapai dalam periode relatif
terhadap tingkat kemajuan yang direncanakan untuk periode tersebut.
2. Laporan Tren Beberapa Periode
3. Laporan Jangka Panjang
Pada akhir setiap periode, laporan yang membandingkan biaya kualitas aktual periode
tersebut dengan biaya yang akhirnya ingin dicapai perusahaan harus disiapkan.
Laporan ini memaksa manajemen untuk selalu mengingat sasaran mutu tertinggi,
mengungkapkan ruang yang tersisa untuk perbaikan, dan memfasilitasi perencanaan
untuk periode mendatang. Di bawah filosofi zero-defect, biaya kegagalan seharusnya
hampir tidak ada.
4. Insentif untuk Peningkatan Kualitas
Sebagian besar organisasi memberikan pengakuan moneter dan nonmoneter untuk
kontribusi signifikan terhadap peningkatan kualitas. Dari dua jenis insentif, banyak
ahli kualitas percaya bahwa nonmoneter lebih berguna.
5. Insentif Nonmoneter
Seperti halnya anggaran, partisipasi membantu karyawan menginternalisasi tujuan
peningkatan kualitas sebagai milik mereka. Salah satu pendekatan yang digunakan
oleh banyak perusahaan dalam upaya mereka untuk melibatkan karyawan adalah
penggunaan formulir identifikasi penyebab kesalahan. Identifikasi penyebab
kesalahan adalah program di mana karyawan menggambarkan masalah yang
mengganggu kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan dengan benar pertama
kali.
6. Insentif Moneter
Gainsharing menyediakan insentif tunai untuk seluruh tenaga kerja perusahaan yang
terkait dengan peningkatan kualitas atau produktivitas.

Anda mungkin juga menyukai