Anda di halaman 1dari 32

LITERASI ANAK, REMAJA, DAN ANAK BERKEBUTUHAN

KHUSUS (ABK)

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Psikologi Literasi

Dosen Pengampu:
Novia Solichah, M. Psi

Disusun oleh :
Kelompok 2
1. Nadia Feni Isdianti 18410103
2. Khilmi Rahmawati 18410106
3. Febi Nurus Kusumawati 18410118
4. Mutiah Silmi Syarifah 18410124
5. Ike Nur Safitri 18410148
6. Kenia Hairunnisa 18410184

Psikologi Literasi B

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah segala puji bagi Allah SWT Sang Pencipta bumi dan langit, Pencipta
manusia dan segala jenis makhluk hidup dan benda mati. Bagi-Nya segala pujian di dunia
dan di akhirat. Bagi-Nya segala rasa syukur yang tiada terkira. Dialah Sang Maha
Pengampun dan Maha Pengasih.yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang
besar kepada hamba-Nya berupa kemauan dan kesempatan untuk menyusun makalah ini
yang berjudul ―Literasi Anak, Remaja, Dan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)‖
Kami sampaikan shalawat serta salam atas manusia yang diutus sebagai rahmat bagi
sekalian alam, junjungan kita Nabi Muhammad SAW. dan juga atas keluarga beliau dan
para sahabat serta orang – orang yang mengikuti jejak beliau sampai hari kiamat. Semoga
kita mendapat syafaat dari beliau kelak di hari kiamat. Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas untuk mengikuti mata kuliah ―Psikologi Literasi‖ di bawah bimbingan
dosen kami Novia Solichah, M. Psi
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangannya, untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik, saran, dan tanggapan dari para pembaca sehingga
kami dapat memperbaiki makalah kami selanjutnya.

Malang, 16 September 2020

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1


A. Latar Belakang Masalah........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
C. Tujuan ...................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3


A. Konsep Literasi Pada Anak ...................................................................... 3
B. Konsep Literasi Pada remaja .................................................................... 11
C. Konsep Literasi Pada Anak Kebutuhan Khusus (ABK) .......................... 18

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 24


A. Kesimpulan............................................................................................... 24
B. Saran ......................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 27

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Literasi merupakan suatu kemampuan dalam berbahasa seseorang mulai dari
menyimak, membaca, berbicara, dan juga menulis. Kemampuan membaca dan menulis
ini sangat diperlukan dalam membangun sebuah sikap kreatif dan jugra kritis dari
fenomena kehidupan seseorang untuk menumbuhkan dan melestarikan budaya bangsa.
Kegiatan literasi dapat dilakukan dimanapun baik dalam kelas maupun luar kelas yang
mana berujuan untuk mendapatkan keterampilan dalam berkomuniakasi, mengolah, dan
juga mengkomunikasikan suatu informasi.
Pengembangan berliterasi pada seseorang sangat dibutuhkan dalam
perkembangannya sendiri. Literasi sendiri bukan hanya dalam kegiatan menulis dan
membaca, namun juga kemampuan yang mencakup pengetahuan dan juga kecakapan dari
pengetahuan tertentu. Mulai dari litarai teknologi, digital, finansial, informasi, dan juga
pula politik. Hal ini juga berlaku pada kaum generasi muda yang mana mereka cenderung
sibuk dengan gawai, game dan juga hal-hal yang seharusnya tidak perlu. Perlunya
kesadaran berliterasi bagi kaum muda demi kemajuan bangsa agar menjadi lebih baik.
Makalah ini membahas mengenai konsep literasi yang ada pada anak, remaja, dan
juga ABK. Hal ini termasuk dalam memahami konsep berliterasi bagi anak, remaja, dan
Anak kebutuhan Khusu (ABK).

B. Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka beberapa masalah yang
dapat penulis rumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana Konsep Literasi pada Anak?
2. Bagaimana Konsep Literasi pada Remaja?
3. Bagaimana Konsep Literasi pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)?

1
C. Tujuan
Bedasarkan penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan
sebagai berikut:
1. Mengetahui Konsep Literasi pada Anak
2. Mengetahui Konsep Literasi pada Remaja
3. Mengetahui Konsep Literasi pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Literasi Anak
1. Literasi Anak
Pada dasarnya literasi pada anak anak muncul seiring dengan interaksinya dengan
dunia luar sejak pertama kali ia dilahirkan. Namun demikian, para ilmuwan ada yang
berpendapat bahwa sebenarnya interaksi bayi sudah muncul sejak dalam kandungan.
Menurut Carr & Lehrer (2002: 37) berpendapat bahwa interkasi bayi dengan dunia
luar dapat terlihat ketika bayi melakukan gerakan menendang yang merupakan bentuk
tanggapan saat ia belajar untuk memperhatikan suara orang terdekat. Saat anak telah
dilahirkan orang tua memulai perannya sebagai guru yang mengajarkan literasi awal
kepada anak. Orang tua dapat mengajarkan kata kata kepada bayi, ia mendengarkan
bunyinya sambil mengalami sensasi tertentu. Misalnya, ketika orang tua mengatakan
kata tepuk, bayi mendengar bunyi, t.e.p.u.k, kemudian orang tua menepuk perutnya.
Literasi awal anak muncul secara alami baik dipengaruhi faktor dari dalam diri
sendiri maupun faktor dari luar terkait dengan rangsangan atau stimulasi bahasa dari
orang lain. Stimulasi memberikan dampak yang positif bagi perkembangan bayi kelak
dikemudian hari. Bayi memiliki kemampuan luar biasa untuk beradaptasi dengan
lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Pengalaman dengan lingkungan tersebut
menentukan bagaimana ia akan mengekspresikan dan mengontrol emosi bergaul
dengan orang lain dan melihat pembelajaran (Arnold & Colburn, 2005: 37).
Stimulasi yang paling baik pada tahap literasi adalah dengan membacakan cerita,
kisah atau dongeng (Suyadi, 2010), selain itu bermain, bercerita, dan bernyanyi juga
berperan penting dalam setiap kegiatan, karena berbagai kegiatan dapat disampaikan
dengan menyenangkan dan menarik bagi anak (Inten, Permatasari, & Mulyani, 2016).
Stimulasi melalui bermain dapat menarik minat anak sehingga anak tidak merasa
kesulitan untuk fokus, tidak mudah bosan dan capek. Anak tidak membutuhkan
stimulasi yang tidak dirasakan sebagai belajar tetapi sebagai bermain yang sesuai
dengan kebutuhan perkembangannya (Ruhaena, 2015). Pakar dalam bidang
perkembangan kanak-kanak percaya bahwa bermain adalah cara terbaik bagi anak-

3
anak mempelajari konsep yang kemudian digunakan untuk mempelajari hal-hal baru
dimasa datang (Puteh & Ali, 2011)
Stimulasi literasi anak prasekolah merupakan pemberian rangsangan yang
menyenangkan pada pikiran anak dalam keterampilan keaksaraan berupa kemampuan
membaca dan menulis dengan menirukan suatu kata, memperkaya perbendaharaan
kata, meniru huruf melalui kegiatan bermain, bernyanyi dan bercerita pada anak usia
4 hingga 6 tahun. Terdapat beberapa tahapan perkembangan literasi berupa, anak
menyadari kata pertama, memahami bentuk huruf, dan mampu menggunakan bahasa
lisan untuk menyimak, mendengar maupun berbicara melalui beberapa tindakan,
antara lain tindakan dalam memahami suatu teks dan membuat suatu coretan.
Menurut Chairilsyah kemampuan literasi yang dimiliki oleh anak dapat
berpengaruh terhadap perkembangan sosial emosional, perkembangan kognitif dan
bahasa anak. (Khirjan, 2020). Akan tetapi fenomena yang tampak sekarang ini
sebagian besar orang tua menuntut anak agar memahami tentang konsep literasi ini
tidak cukup hanya diperkenalkan melalui kegiatan bermain saja akan tetapi
pembelajaran literasi yang memuat unsur membaca menulis dan berhitung dapat
diwujudkan dalam pembelajaran yang terpisah tujuannya agar anak benar-benar
mahir membaca, menulis dan berhitung pada saat lulus dari jenjang pendidikan anak
usia dini dan dapat mudahkan anak masuk ke sekolah dasar atau madrasah. Bentuk
kemampuan literasi dini yang akan dimiliki anak yakni early literacy skill:
a. Print Motivation, akan tumbuh konstruksi positif bahwa membaca buku adalah
sesuatu yang menyenangkan artinya sebagai orang tua dan guru mampu
memunculkan minat dan menikmati buku. Seorang anak dengan Print
motivation akan sedang berproses mencintai membaca, bermain dengan buku,
dan berpura-pura menulis, perjalanan ke perpustakaan yang terasa
menyenangkan, memotivasi anak untuk membaca buku di perpustakaan, orang
tua mengajarkan bertukar buku antara anak dan orang tua atau anak bertukar
buku dengan teman lainnya diusia anak usia dini, mendorong motivasi cetak
pada anak dengan membuat waktu membaca khusus bersama denganorang tua,
membuat buku yang mudah diakses anak. Mengajak bicara anak tentang
bagaimana berproses untuk membaca dan / atau menulis hampir setiap hari.

4
b. Vocabularry adalah anak akan mengetahui nama-nama benda dan hal hal
disekelilingnya, artinya adalah mampu mengetahui kosa kata yang lebih, artinya
anak-anak tahu sebelum mereka masuk sekolah, hal itu lebih baik. Anak-anak
yang belum pernah menemui kata akan memiliki kesulitan membaca buku di
kemudian hari. Kemudian Narative skill dimana anakmampu menceritakan
kemali teks isi buku,
c. Phonological awareness yakni kemampuan untuk mendengar dan memainkan
bunyi dari sebuah kata sederhana. letter knowledge artinya anak akan
mengetahui huruf dapat di baca, memiliki nama dan bunyi pada benda-benda.
mengetahui bahwa huruf adalah berbeda beda, dan bebrapa huruf terlihat sam
dan setiap huruf memiliki nama dan berkaitan dengan suara tertentu Antara
kemampuan yang dievaluasi secara tradisional, salah satu yang terlihat untuk
menjadi pembaca yang berprestasi di identifikasi huruf dengan sendiri. Di dalam
sistematika menulis seperti yang kita miliki, yang abjad, anak- anak belajar
untuk memecahkan kode yang ditulis dengan menggabungkan unit-unitnya,
disebut grafem, unit dari suara, disebut fonem. Proses membalik tulisan dan
melibatkan terjemahan unit dari suara, fonem, unit dari cetakan, grafem. Pada
kasus keduanya anak harus mampu untuk mengenali perbedaan huruf, untuk
mengerti bahwa masing-masing huruf berbeda.
d. Narrative skill adalah kemampuan untuk mendiskripsikan sesuatu dan kejadian
untuk diceritakan kembali. Ada hubungan yang erat antara berbicara bahasa dan
menuliskan bahasa. Pertama, kata-kata tercetak diakui, pemahaman tentang teks
sangat tergantung pada kemampuan bahasa lisan pembaca. Perkembangan
bahasa pada anak usia preskul terkait dengan prestasi membaca. Sejumlah studi
mendukung kesumpulan ini dengan mendemontrasikan korelasi antara
kemampuan lisan dan membaca. Pendek kata, anak.

2. Tahap Perkembangan Literasi Anak


Tahapan perkembangan literasi awal anak menurut Kurniawan (2018:4—7)
dibagi dalam lima tahapan. Kelima tahapan literasi awal atau perkembangan
membaca pada anak sebagai berikut;

5
a. Pertama, tahap fantasi (magical stage) yaitu tahap menjadikan buku sebagai
media yang menyenangkan.
b. Kedua, tahap pembentukan (self concept stage) yaitu tahap pembentukan diri,
anak sudah melakukan kegiatan pura pura membaca dan mulai memahami
gambar berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Anak juga menggunakan
bahasa yang tidak sesuai dengan tulisan yang ada dibuku.
c. Ketiga, tahap membaca gambar (bridging reading stage), yaitu tahap
menumbuhkan kesadaran akan tulisan dalam buku dan menemukan kata yang
pernah ditemui sebelumnya, anak juga sudah mulai mengenal huruf.
d. Keempat, tahap pengenalan bacaan (take off reader stage), yaitu anak sudah
tertarik pada bacaan dan dapat membaca tanda tanda disekitar lingkungan.
e. Kelima, tahap membaca lancar (independent reader stage), yaitu anak sudah
lancar membaca tanpa didampingi orang tua maupun guru. Orang tua hendaknya
menyediakan aneka buku bacaan.
Aktivitas pengembangan kemampuan dasar literasi harus disesuiakan dengan
kebutuhan perkembangan anak usia dini (developmental appropriate). Menurut
Sumarwan (2016: 22—27) membagi tahapan perkembangan literasi anak usia dini
sebagai berikut;
a. Tahap bulan pertama, mendengarkan secara cermat dan merekam segala macam
bentuk informasi tentang bahasa, walaupun otaknya belum sepenuhnya mengerti
atau mampu mengontrol organ tubuh yang berfungi untuk bersuara.
b. Pertengahan tahun pertama, bayi mulai mengoceh yang menandakan bayi
memiliki kemampuan linguistic. Namun, puncaknya pada mengoceh biasanya
dicapai antara 9 dan 12 bulan. Pada sekitar 10 bulan usia, beberapa bayi mulai
merespons petunjuk kata yang diucapkan.
c. Mendekati usia 12 bulan, pusat bicara otak telah mengembangkan kemampuan
untuk memungkinkan bayi menghasilkan kata pertama yang yang merupakan
prestasi besar dan tonggak bagi kemampuan berbahasa anak.
d. Usia 2 tahun, perkembangan kosakata dan kemampuan menggabungkan kata-
kata ini menandai permulaan perkembangan bahasa yang cepat.

6
e. Usia 3 tahun, anak telah mampu memproduksi tiga kata. Mereka memahami
90% dari apa yang diucapkan. Bagi anak usia tiga tahun percakapan merupakan
hal yang sangat dinikmatinya.
f. Usia 4 tahun, anak mampu berbicara dalam lima sampai enam kata dan
memperluas kata kata untuk menciptakan makna baru.
g. Usia 5 tahun, anak semakin pintar dalam mengomunikasikan gagasan dan
perasaan mereka dengan kata—kata. Pada usia ini, anak anak senang
menggunakan bahasa untuk memeragakan permainan dan cerita.
Tahap tahap perkembangan literasi selanjutnya dikemukakan Solchan
(2017:217— 220) yang membagi perkembangan literasi awal anak berdasarkan
perkembangan fisik, mental, intlektual dan sosial, seperti;
a. Tahap pralinguistik, pada tahap ini bunyi yang dihasilkan mendekati vocal dan
konsonan. Akan tetapi, bunyi tersebut belum mengacu pada kata atau kalimat.
Pada tahap ini fase perkembangan anak pun terbaca, seperti pada usia 0—2 bulan
anak mengeluarkan bunyi reflektif (batuk, bersin, sendawa, telanan, dan
tegukan). Pada usia 2—5 tahun, anak mulai mendekut dan mengeluarkan bunyi
vocal yang bercampur konsonan. Bunyi ini muncul akibat respons terhadap
senang melihat seseorang. Pada usia 4—7 bulan, bunnyi yang dikeluarkan agak
utuh dan frekunesi lama. Konsonan /m/ dan /n/ sudah muncul. Pada usia 6—12
bulan, anak mulai berceloteh.
b. Tahap holofrasa, pada tahap ini anak menggunakan satu kata yang mewakili ide.
Kata kata yang diucapkan anak merupakan kata yang kerap dikuasai anak. Kata
kata ini berkaitan dengan kegiatan rutin anak dan pemanggilan orang orang
sekitar, benda atau objek. Usia pada tahap ini berkisar 12—18 bulan.
c. Tahap dua kata, pada tahap ini anak telah berusia 18—24 bulan. Pada tahap ini
gramatika anak berkembang dengan cepat. Dalam bertutur anak anak sudah
mulai menggunakan dua kata, misalnya papa ikut, mama bobok, dll.
d. Tahap telegrafis, pada tahap ini anak berhasil menghasilkan ujaran dalam bentuk
kalimat pendek.

7
3. Peran Orang Tua dan Guru Dalam Memberikan Literasi Pada Anak
a. Peran Orang Tua Dalam Memberikan Literasi Pada Anak
Dalam sebuah keluarga, tentunya yang sangat berperan adalah ayah dan
ibu (orang tua) dalam mendidik anak. Orang tua sebagai lingkungan pertama dan
utama dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya
disinilah dimulai suatu proses pendidikan. Sehingga orang tua berperan sebagai
pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan
yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam keluarga,
sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalahdalam keluarga.
Peranan Keluarga Menurut Stephen R. Covey — Berbicara mengenai
peranankeluarga, berikut 4 hal penting menurut Stephen R. Covey, yaitu:
1) Modelling, orangtua merupakan model atau panutan anak-anaknya.Orangtua
memengaruhi secara kuat sekali dalam hal keteladanan bagi sang anak.Baik
hal positif ataupun negatif, orangtualah yang pertama dan terdepan yang
dijadikan teladan oleh anak. Orangtua menjadi pola pembentukan "Way of
Life" atau gaya hidup anak. Cara berpikir dan perbuatan anak dibentuk oleh
cara berpikir dan berbuat orangtuanya. Dengan cara seperti inilah orangtua
mewarisi perbuatan dan pola pikir buat anaknya.
2) Mentoring, artinya kemampuan untuk menjalin atau membangun hubungan,
menanamkan kasih sayang kepada orang lain, atau pemberian perlindungan
kepada orang lain secara mendalam, jujur dan tanpa syarat.
3) Organizing, keluarga juga merupakan analogi dari perusahaan kecil yang
memerlukan kerjasama tim, dalam menyelesaikan permasalahan, tugas, atau
memenuhi kebutuhan keluarga.
4) Teaching, orangtua sebagai guru di lingkungan keluarga. Orangtua
mengajarkan kepada anak-anaknya tentang hukum-hukum atau prinsip dasar
kehidupan. Di sinilah orangtua diuji kompetensinya untuk menciptakan
kemampuan sadar pada diri anak, yaitu anak sangat menyadari apa yang
dikerjakannya dan memahami alasan mengapa mengerjakan hal itu. Di

8
sinilah anak akan merasa enjoy dengan pekerjaannya tanpa sedikitpun ada
rasa terpaksa karena orangtuanya.
b. Peran Guru Dalam Memberikan Literasi Pada Anak
Peran guru merupakan kunci pembelajaran di sekolah yang mampu
memberikan lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan belajar anak
serta salah satu yang mendukung dalam perkembangan literasi anak usia dini
dalam pendidikan formal (Zhang, Diamond & Powell, 2015; Chang & So, 2015).
Sehingga peran guru di sekolah dalam memngembangkan literasi anak usia dini
dapat dipaparkan lebih lanjut sebagai berikut:
1) Peran Guru Sebagai Fasilitator
Peran guru sebagai fasilitator dalam mengembangakan literasi anak usia
dini dapat berdasarkan penelitian dapat tercermin dalam bentuk pembelajaran
yang menyenangkan, sehingga mampu menarik keaktifan anak dalam
pembelajaran literasi. Penelitian Hudson dan Test (2011) mengungkapkan
bahwa pembacaan cerita yang dilakukan guru mampu memberikan dukungan
pada pembelajaran literasi di sekolah. Peran guru sebagai fasilitator yang
selanjutnya tercermin pada pembelajaran literasi dengan menggunakan
teknik bernyanyi yang mampu menarik perhatian anak. Penelitian Walton
(2014) bahwa dengan teknik bernyanyi guru dapat lebih efektif dalam
pengajaran fonemik pada anak, pemahaman dan pengucapan huruf pada
literasi awal.
2) Peran Guru Sebagai Demonstran
Peran guru sebagai demonstran dapat diwujudkan dengan melakukan
pembelajaran literasi di sekolah menggunakan teknik pencontohan langsung.
Keaktifan anak pada kegiatan pembelajaran ini sebagai berikut : kegiatan
guru menunjukkan gambar yang ada di buku/ dipapan tulis, melihat dan
menyebutkan huruf yang ada pada gambar, memasangkan gambar dengan
gambar yang ada, melafalkan nama-nama huruf, melihat dan menyebutkan
nama dari tiap huruf yang ditunjukkan guru, mengeja sambil mengenali huruf
yang ada dibuku/ dipapan tulis, mengenal huruf yang telah diacak dengan
baik, mengikuti membaca yang telah dicontohkan oleh guru, membaca 2-3

9
kalimat dengan benar. Hal tersebut didukung penelitian Fisher dan Frey
(2015) mengungkapkan bahwa penggunaan teknik demonstrasi dalam
perkembangan literasi anak mencakup: komprehensi, pemahaman kata,
sturuktur kalimat, serta bentuk kalimat.
3) Peran Guru Sebagai Pengarah
Selain berperan sebagai fasilitator, guru juga berperan sebagai pengarah
dalam mengembangkan literasi anak usia 4-6 tahun. Bimbingan guru penting
diberikan pada anak saat pembelajaran literasi berlangsung (Han, 2014)
dalam bentuk interpretasi untuk melatih anak agar siap dalam pembelajaran
literasi selanjutnya (Hanke, 2015; Han, 2014). Peran guru sebagai pengarah
tercermin selama dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan cara
guru memberikan contoh satu-persatu kepada anak jika anak mengalami
kesulitan dalam membedakan pengucapan huruf atau mengeja kata. Selain
itu, bentuk pengarahan juga dilakukan oleh guru dengan cara guru berkeliling
selama pembelajaran berlangsung sambil bertanya kepada anak tentang
pengetahuan huruf anak, sehingga guru mampu secara maksimal mengetahui
tingkat pengetahuan anak tentang huruf yang nantinya menjadi bekal dalam
pembelajaran literasi. Hal tersebut didukung penelitian Otaiba, Lake,
Greulich, Folsom dan Guidri (2012) menjelaskan bahwa, memberikan
bimbingan pada anak sebelum dilakukan pendidikan literasi mampu
mengetahui kemampuan dasar anak sehingga mampu dijadikan pertimbangan
dalam memberikan pendidikan literasi sesuai dengan tahapan perkembangan
anak.
4) Peran Guru Sebagai Motivator
Peran guru sebagai motivator dalam perkembangan literasi ini bertindak
sebagai pemberi masukan yang positif pada anak (Matta, 2011). Bentuk
motivasi yang diberikan guru pada anak yakni berupa pujian. Pujian tersebut
diberikan oleh guru sebagai bentuk penghargaan pada anak ketika anak
mampu menyebutkan huruf atau kata yang ditunjuk oleh guru baik dipapan
tulis maupun dibuku selama proses pembelajaran literasi. Hal tersebut
didukung oleh penelitian Marinak, Malloy dan Gambrell (2010) bahwa,

10
motivasi yang diberrikan guru di sekolah mampu mempengaruhi
keberhasilan literasi anak di sekolah. Peran guru sebagai fasilitator, pengarah
dan motivator dalam perkembangan literasi anak usia dini mampu
memberikan dampak yang signifikan pada perkembangan literasi anak usia
4-6 tahun.

B. Literasi Remaja
1. Pengertian Literasi Remaja
Literasi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membaca maupun
menulis. Sedangkan remaja adalah masa transisi perkembangan dari masa kanak –
kanak menuju dewasa, yakni dimulai kisaran usia 12 tahun dan berakhir pada usia
akhir belasan tahun atau awal dua puluh tahun.1 Remaja dapat dikatan sebagai
generasi penerus bangsa, seorang remaja pada zaman saat ini tidak bisa lepas dari
internet yakni terlebih pada media sosial, dikarenakan internet dan media sosial saat
ini sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia terutama dalam hal komunikasi,
pencarian informasi terkait pendidikan, dan pencarian tentang hal – hal yang belum
remaja ketahui. Jadi dalam hal ini literasi remaja itu tidak hanya berkaitan dengan
baca tulis saja, namun mencakup terkait kemampuan dalam hal membaca, memahami
dan dalam hal komunikasi. Pada masa awal perkembangan ini literasi dapat dikatakan
sebagai sebuah kemampuan yang dapat menggunakan bahasa, dan gambar beberapa
hal yang beragam yakni untuk membaca, mendengarkan, menulis, melihat, berbicara,
dan berpikir kritis mengenai suatu hal yang telah dilihat maupun dipahami.
Remaja dapat dikatan sebagai generasi penerus bangsa, seorang remaja pada
zaman saat ini tidak bisa lepas dari internet yakni terlebih pada media sosial,
dikarenakan internet dan media sosial saat ini sangat berpengaruh bagi kehidupan
manusia terutama dalam hal komunikasi, pencarian informasi terkait pendidikan, dan
pencarian tentang hal – hal yang belum remaja ketahui. Jadi dalam hal ini literasi
remaja itu tidak hanya berkaitan dengan baca tulis saja, namun mencakup terkait
kemampuan dalam hal membaca, memahami dan dalam hal komunikasi. Pada masa
awal perkembangan ini literasi dapat dikatakan sebagai sebuah kemampuan yang

1
Khamim Zarkasih P. 2017. “Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa Remaja”. APLIKASIA. Vol 17(1), hlm 25

11
dapat menggunakan bahasa, dan gambar beberapa hal yang beragam yakni untuk
membaca, mendengarkan, menulis, melihat, berbicara, dan berpikir kritis mengenai
suatu hal yang telah dilihat maupun dipahami. Pada era saat ini adanya dukungan dari
perkembangan berikutnya terkait literasi yang ada kaitannya dengan berkembangnya
teknologi informasi dan komunikasi. Maka dari adanya perkembangan teknologi
informasi tersebut memicu perubahan besar dalam teknologi digital.2
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi itu sangat cepat dan pesat
yakni membawa seseorang memasuki era internet, dan hampir seluruh individu di
dunia ini terhubung dalam satu jaringan global. Pada era modern ini remaja harus
pintar – pintar untuk mengoperasikan internet dengan baik, karena internet akan
berdampak positif bila dioperasikan atau digunakan dengan benar dan tepat, namun
juga dapat berdampak negatif apabila tidak dioperasikan dengan baik dan tidak tepat
dalam menggunakan internet. Setiap remaja pasti memiliki kemampuan masing –
masing dalam mengoperasikan internet yakni dengan cara menyaring atau memilah
informasi yang positif maupun negatif. Media sosial terdapat literasi media yang
digunakan untuk mengakses media sosial dalam memahami secara kritis tentang
media, dan adanya kemampuan dalam berkomunikasi dengan menggunakan internet
melalui beberapa aplikasi. Pada saat ini banyak sekali aplikasi yang dapat digunakan
untuk melancarkan komunikasi atau bertukar pesan. Penggunaan media sosial harus
memiliki kemampuan teknik untuk menggunakan meddia tersebut, memiliki
kemampuan kognitif yakni dengan cara memahami atau menganalisis sebuah konten
yang ada pada sosial media, memiliki kemampuan dalam hal komunikasi.3
Adanya perubahan yang dialami terkait teknologi informasi dan komunikasi itu
sangat berpengaruh pada pendidikan juga, namun tidak di lupakan peran guru juga
sangat penting bagi literasi remaja yakni guru. Jadi seorang guru itu harus selalu
memikirkan perilakunnya, karena hal – hal yang dilakukan guru pasti akan dijadikan
contoh atau teladan untuk muridnya begitupun bagi masyarakat. 4

2
Nani Pratiwi & Nola Pritanova. 2017. “Pengaruh Literasi Digital terhadap Psikologis Anak dan Remaja”. Jurnal
SEMANTIK. Vol 6(1), hlm 16
3
Rico Muhammad Aziz, dkk. 2020. “Tingkat Literasi Media Remaja Desa Dalam Pemanfaatan Media Sosial”. Jurnal
Sains Komunikasi Dan pengembangan Masyarakat, hlm 812
4
Kristi Wardani. 2010. “Peran guru Dalam Pendidikan Karakter Menurut Konsep Pendidikan Ki Hadjar
Deawantara”. Proceeding Of The International Conference On Teacher Education, hlm 231

12
Pada hal literasi ini juga guru memiliki peran untuk memberi pengertian dan
penjelasan pada anak didiknya terkait perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi pada saat ini, dan adanya hubungan trekait literasi remasi dengan media
digital atau internet. Apalagi pada masa saat ini yang mengharuskan pembelajaran
melalui media online.

2. Literasi Bagi Remaja


Remaja yang hidup pada era modern saat ini sering dikenal dengan sebutan
generasi millennial. Saat ini realita kehidupan remaja generasi millennial sangat
menyita perhatian dan perbincangan. Perkembangan teknologi yang sudah maju dan
pesat menyebabkan adanya perbedaan kehidupan antara remaja pada saat ini dengan
remaja pada zaman dulu. Terlebih dengan munculnya internet yang dapat dikatakan
sangat berdampingan dengan kehidupan remaja millennial, karena internet sangat
berperan dalam kehidupan. Internet dapat memberikan dampak positif dan negatif
terhadap perkembangan pendidikan remaja. Dampak positif dari internet yakni
mempermudah akses dalam mencari informasi untuk keperluan pendidikan dan
mempermudah interaksi antar individu dnegan individu yang lain. Dampak negatif
dari internet yakni banyak remaja yang mengalami kecanduan yang disebabkan
karena menggunakan internet secara berlebihan, hampir 24 jam lebih remaja
menghabiskan waktu untuk mengakses media sosial. Pemanfaatan teknologi yang
kurang maksimal tersebut disebabkan oleh pola pemikiran remaja yang belum matang
untuk menghadapi kemajuan teknologi. Sebenarnya, mengakses media sosial juga
termasuk dalam sarana membaca. Namun, jika internet tidak dimanfaatkan
semaksimal mungkin dan dijadikan sebagai sesuatu yang informatif serta menambah
intelektual, internet hanya akan menjadi sarana membaca yang sia- sia. Selain itu,
kehadiran internet membuat menurunnya kemampuan membaca konvesional pada
kalangan remaja.5
Berdasarkan survei oleh Program for International Student Assessment (PISA)
yang dirilis Organization for Economic Co- operation and Development (OEDC)
pada 2019 menunjukkan bahwa tingkat literasi Indonesia berada pada peringkat ke 60
5
Zakiyah Mustafa Husba, dkk. 2018. “Remaja, Literasi, Dan Penguatan Pendidikan Karakter (Sulawesi Tenggara:
Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara)”, hlm 12

13
dari 70 negara yang artinya Indonesia berada pada peringkat 10 terbawah terkait
tingkat literasi (Tribun News, 2021). Bagaimana seharusnya remaja Indonesia
membudayakan literasi dengan tantangan globlasisasi seperti ini? Budaya literasi
dimaksudkan agar remaja menjadi pribadi yang intelek dan memiliki keterampilan.
Kecerdasan dan keterampilan dapat diperoleh dari banyaknya ilmu pengetahuan yang
didapat baik secara lisan maupun tulisan, sehingga dengan demikian bangsa akan
menjadi berkualitas karena memiliki masyarakat yang cerdas dan memiliki
keterampilan. Semakin banyak individu yang yang mencari ilmu pengetahuan, maka
semakin tinggi peradabannya dan budaya suatu bangsa berjalan seiring budaya
literasi.6
Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja Indonesia harus dapat menyesuaikan diri
dengan perkembangan teknologi saat ini dan memperkaya diri dengan ilmu
pengetahuan. Penanaman budaya literasi dapat berjalan baik jika individu-individu
mengetahui bagaimana cara menggunakan dan memanfaatkan teknologi dengan baik
dan bijak. Banyak hal yang dapat dimanfaatkan dari internet seperti, jika malas
membaca buku konvesional dapat dilakukan dengan membaca di dunia maya dengan
bahan bacaan yang informatif dan sumbernya jelas agar terhindar dari berita hoaks,
internet juga menyediakan fasilitas buku digital yang dapat diakses tanpa batas, dan
melalui internet remaja dapat mengasah kemampuan dalam menulis agar tulisan
tersebut dapat dibaca oleh public. Dengan demikian, ilmu yang didapatkan dari
internet dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar. 7

3. Peran Literasi Dalam Mengembangkan Kecerdasan Berpikir dan Emosi Remaja


Seperti pemaparan sebelumnya bahwa literasi berperan penting bagi masyarakat.
Dengan keterampilan literasi, masyarakat akan cerdas dalam menghadapi
perkembangan zaman di era globalisasi ini. Dengan semakin maraknya media
informasi yang datang, masyarakat akan lebih mampu bijak menerima dan menyaring
informasi tersebut. Dengan demikian, masyarakat tidak akan mudah terpengaruh oleh
informasi-informasi yang belum tentu kebenarannya, yang membuat daya pikirnya
salah sehingga dapat berdampak pula pada emosinya yang menjadi tidak baik. Karena
6
ibid
7
ibid, hlm. 13

14
itu, pembelajaran literasi sangat diperlukan untuk meminimalisir segala ke-
mungkinan-kemungkinan tidak baik tersebut.8
Remaja adalah bagian dari masyarakat. Baik dan buruknya suatu masyarakat,
dapat tercermin dari para remaja itu sendiri. Dalam hal ini, remaja memiliki peranan
penting sebagai penentu citra di suatu masyarakat. Salah satu faktor yang menentukan
baik dan buruknya remaja adalah faktor kognitif serta emosi remaja itu sendiri.
Karena itu, penting bagi remaja untuk bisa belajar mengolah kecerdasan berpikir dan
emosinya tersebut dengan baik. Hal inilah yang menjadi salah satu pentingnya
pembelajaran literasi untuk remaja.9
a. Pembelajaran Literasi dan Perkembangan Berpikir Remaja
Pada umumnya terdapat ciri-ciri perkembangan berpikir pada remaja,
sebagai berikut:10
1) Pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan
Dalam periode ini, remaja memiliki kapasitas untuk memperoleh dan
menggunakan pengetahuan secara efisien mencapai puncaknya. Remaja yang
memiliki kemampuan dalam berliterasi, akan lebih mampu memproses
informasi yang berkembang cepat tersebut. Sehingga diolahnya menjadi
informasi yang bermanfaat, dan membuatnya menjadi lebih produktif untuk
masyarakat. Dengan demikian, mereka tidak mudah menyerap setiap
informasi yang diperolehnya tersebut.
2) Mampu merumuskan perencanaan strategis atau pengambilan keputusan
Semakin banyak informasi yang diperoleh, maka semakin luas juga
wawasan remaja. Dengan demikian, remaja mampu merumuskan suatu
perencanaan yang baik juga mampu dalam pengambilan keputusan. Dengan
membiasakan diri untuk membaca, maka membuat daya pikir remaja tidak
tertungkung dengan satu informasi atau pemahaman saja. Maka demikian,
daya pikirnya pun semakin berkembang dan bervariatif.

8
Khusnul Khotima. 2018. “Peran Pembelajaran iterasi Dalam Mengembangkan Kecerdasan Berpikr dan Emosi
Remaja (Sebagai Wacana)”, Jurnal Empower: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, Vol. 3 No. 2, hlm 50
9
ibid., hlm 51
10
ibid

15
3) Mampu berpikir abstrak, sistematis, dan hipotesis
Pembelajaran literasi juga dapat dikatakan sebagai upaya untuk melatih
daya imajinasi dalam diri remaja. Kemampuan berpikir abstrak sudah mulai
muncul pada periode ini. Dengan demikian, dengan belajar literasi, maka
mereka juga belajar melatih daya imajinasinya sehingga dapat terarah dengan
baik. Selain melatih daya imajinasi, pembelajaran literasi juga dapat melatih
daya pikir kritis mereka. Banyaknya informasi yang diterima, membuat
mereka selalu haus dalam mencari serta menggali lebih dalam lagi tentang
informasi tersebut, sehingga mereka akan terus bisa belajar untuk melakukan
hipotesis.
b. Pembelajaran Literasi dan Perkembangan Emosi Remaja
Berikut adalah beberapa pemaparan komponen penting dalam kecerdasan
emosi beserta peran pembelajaran literasi dalam mempengaruhinya.11
1) Mengenali emosi diri (kesadaran diri) Pembelajaran
Pembelajaran literasi yang dicanangkan untuk remaja dapat membuat
remaja mampu me-ngenali emosi diri mereka. Dengan terus memperbanyak
pengetahuan serta wawasan yang dimiliki karena membaca, maka mereka
akan lebih mampu membuat tolak ukur atas kemampuan yang ada dalam diri
mereka. Sebab, dengan mengenali emosi, artinya mereka telah mampu
memiliki sebuah kesadaran akan diri sendiri. Selain itu, daya rasionalitas
mereka akan semakin tumbuh, sehingga setiap apa yang mereka putuskan
berdasarkan alasan yang masuk akal.
2) Mengelola emosi
Bertambahnya wawasan membuat remaja lebih bijak dalam menyikapi
ataupun mengambil keputusan. Hal tersebut karena dengan memiliki
kemampuan literasi, mereka akan bisa mengolah setiap informasi dengan
lebih baik lagi, sehingga setiap informasi yang ada tidak mereka serap secara
mentahmentah. Dengan memiliki kemampuan dalam mengelola emosi, secara
tidak langsung mereka akan semakin pandai dan cerdas dalam menangani
perilaku negatif yang ada dalam diri mereka. Hal ini disebabkan, semakin

11
ibid., 53

16
luasnya wawasan yang dimiliki, membuat mereka memiliki sebuah
pengontrolan emosi dalam diri. Sehingga, mereka akan mampu meng-uasai,
mengelola, dan mengarahkan emosinya dengan baik.
3) Motivasi diri
Seseorang yang memiliki budaya literasi dalam dirinya, maka akan
semakin cemerlang pemikirannya. Hal ini disebabkan banyak hal yang mau ia
pelajari, baik dari orang lain maupun pengalaman yang dialaminya. Pelajaran-
pelajaran tersebut, ia jadikan sebagai motivasi untuk dirinya. Dengan
memiliki kemampuan literasi, akan membentuk para remaja untuk memiliki
keyakinan dalam dirinya.
4) Mengenali emosi orang lain (empati)
Pembiasaan dalam berliterasi juga berpengaruh terhadap hubungan sosial
remaja. Dengan memahami diri sendiri, maka mereka juga akan mampu
memahami orang lain. Hal ini dikarenakan, dalam pembelajaran literasi,
remaja selalu belajar untuk membaca situasi atau keadaan lingkungan sekitar.
Sehingga, pembelajaran literasi tersebut akan membuat remaja lebih mampu
untuk berempati terhadap orang lain, menyesuaikan diri dengan lingkungan,
serta mampu memahami perasaan atau emosi orang lain.
5) Membina hubungan dengan orang lain (sosialisasi)
Ketika remaja mau untuk mempelajari literasi, maka secara tidak langsung
mereka juga mau membuka diri dengan setiap informasi yang ada, bahkan
tidak hanya itu, melainkan juga mau membuka diri dengan lingkungan sekitar.
Memiliki pemahaman akan emosi orang lain, membuat mereka lebih bijak
dalam memahami dan bertindak men-jalin hubungan dengan lingkungannya.
Sebab, mereka akan lebih memahami bahwa mereka adalah bagian dari
masyarakat dan butuh untuk berinteraksi dalam lingkungan masyarakat.
Karena itulah mereka akan bisa membina baik hubungan dengan orang lain.

17
C. Literasi Anak Berkebutuhan Khusus
1. Pengertian Anak Kebutuhan Khusus
Pendidikan menjadi salah satu kebutuhan dasar paling penting bagi setiap
individu untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Negara
memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan terbaik bagi setiap
warga negaranya. Hal ini berlaku bagi setiap individu tanpa terkecuali, termasuk anak
berkebutuhan khusus sesuai dengan UU No 20 tahun 2003 pasal 4 ayat 1 yang
mengemukakan sistem pendidikan yang dilakukan secara demokratis, adil dan tidak
membeda-bedakan individu dengan cara menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Menurut Heward (2002) menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah
anak yang memiliki ciri dan karakteristik khusus berbeda dengan anak-anak pada
umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosional dan
fisik. Hal ini sependapat dengan Bachri (2010) yang menyatakan bahwa anak
kebutuhan khusus mempunyai ciri-ciri karakteristik intelektual, fisik dan emosional
yang rendah atau lebih tinggi dibandingkan dengan teman-teman sebayanya.

2. Klasifikasi Anak Kebutuhan Khusus


Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kelainan secara fisik,
mental maupun intelegensi. Menurut Mukhtar (2014), secara umum anak
berkebutuhkan khusus dibagi menjadi dua yaitu:
a. Potensi CIBI
1) Cerdas Istimewa yakni anak yang memiliki ciri dapat berpikir cepat, kreatif,
mandiri, dapat bertanggung jawab terhadap tugas, prestasi yang
mengagumkan dan bakat yang luarbiasa. Secara fisik anak tidak memiliki
masalah.
2) Bakat Istimewa yakni anak dengan bakat yang sangat menonjol diantaran
teman sebayanya.
b. Berkelainan baik fisik, mental, intelektual, emosi dan social
Menurut IDEA atau Individual with Disabilities Education act Amendments
yang dibuat pada tahun 1999 dan ditinjau ulang pada tahun 2004, anak
berkebutuhan khusus diklasifikasikan sebagai berikut.

18
1) Anak dengan Gangguan Fisik yaitu anak-anak yang memiliki kelainan atau
disfungsi pada fisiknya. Terdapat beberapa kategori anak dengan gangguan
fisik.
a) Tunanetra yaitu gangguan di mana mata sebagai sumber menerima
informasi visual tidak berfungsi (blind/low vision).
b) Tunarungu yaitu gangguan pada alat pendengaran dimana seseorang
kehilangan berkomunikasi secara verbal.
c) Tunadaksa yaitu gangguan yang berupa kelainan atau cacat permanen
pada alat gerak (tulang, sendi dan otot).
2) Anak dengan Gangguan Emosi-Prilaku adalah anak yang memiliki emosi
prilaku yang berbeda dengan anak seusianya. Berikut adalah kategori anak
dengan gangguan emosi-prilaku.
a) Tunalaras yaitu anak yang memiliki kesulitan dalam menyesuaikan
diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan aturan atau norma-norma
yang ditetapkan dalam masyarakat
b) Tunawicara yaitu anak yang memiliki gangguan dalam berkomunikasi.
Diantaranya yaitu anak dengan kelainan suara, artikulasi atau
kelancaran dalam berbicara. sehingga menyebabkan penyimpangan
bentuk bahasa, isi bahasa dan fungsi bahasa sehingga lawan bicara
sukar untuk memahami maksudnya.
c) Hiperaktif yaitu kelainan atau penyimpangan tingkah laku yang tidak
normal, yang disebabkan karena disfungsi neurologis. Gejala
utamanya adalah ketidakmampuan dan kesulitan untuk mengendalikan
gerak dan memusatkan perhatian.
3) Anak dengan Gangguan Intelektual adalah anak yang memiliki kelainan
pada kognitifnya.
a) Tunagrahita yaitu anak yang secara nyata memiliki kesusahan,
keterbelakangan dan hambatan perkembangan mentalserta intelektual
yang jauh di bawah rata-rata anak pada umumnya, sehingga
menyebabkan kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik,
komunikasi dansosial.

19
b) Anak lamban belajar (slow learner) yaitu anak yang memiliki
kesulitan dalam belajar, Anak memiliki potensi sedikit dibawah
normal, namun belum tergolong tunagrahita (IQ sekitar 70-90).
c) Anak berkesulitan belajar Khusus yaitu anak yang memiliki kesulitan
dalam tugas-tugas akademik khsusus. Seperti kurangnya kemampuan
menulis, membaca dan menghitung.
d) Anak berbakat yaitu anak yang memiliki kemampuan intelektual atau
kecerdasan yang luar biasa atau diatas rata-rata anak pada umumnya.
(1) Anak berbakat memiliki potensi kecerdasan (intelegensi),
kreativitas, dan tanggung jawab (task commitment) yang sangat
tinggi, sehingga untuk mengeluarkan dan mewujudkan potensi
yang dimiliki menjadi prestasi nyata, membutuhkan pelayanan
pendidikan khusus.
(2) Autisme yaitu gangguan pada sistem syaraf pusat yang
menyebabkan terjadinya gangguan perkembangan, sehingga
mengakibatkan gangguan berinteraksi sosial, berprilaku dan
berkomunikasi.
(3) Indigo yaitu anak yang sejak lahir memiliki kemampuan khusus
yang tidak dimiliki manusia pada umumnya.

3. Literasi Bagi Anak Kebutuhan Khusus


Literasi pada Webster’s Englis Dictionary (2006) yakni dalam Bahasa Inggris
Literacy dan juga berasal dari bahasa Latin Littera (huruf) yakni melibatkan
penguasaan system dari tulisan-tulisan dan juga konvensi yang menyertai. Literasi
umumnya berhubungan dengan Bahasa dan juga bagaimana Bahasa tersebut dapat
digunakan. Literasi diartikan bahwa kemampuan yang memiliki hubungan dengan
jemampuan seseorang dalam membaca, menyimak, menulis, dan berbicara. Cristianti
(2013) mengartikan bahwa literasi adalah kemampuan membaca, menulis, atau melek
aksara.

20
Tahun 2015, pemerintah pada Permendikbud no. 23 tahun 2015
mengimplementasikan Gerakan Literasi Nasional (GLN) untuk dapat meningkatkan
minat baca masyarakat Indonesia. Anak kebutuhan Khusus disekolahkan kepada
sekolah inklusi. Kondisi anak kebutuhan khusus membuat budaya literasi akan
disesuaikan dengan hambatan dan masalah dari setiap anak Gerakan inipun hingga
jauh sampai kepelosok negeri mulai dari jenjang Pendidikan tingkat PAUD, sekolah
dasar, sekolah menengah dan hingga Pendidikan tinggi. Tingkatan penalaran dan juga
pemahaman mengenai suatu konteks permasalahan pada tingkat keahlian tertentu
sangat penting dalam penumbuhan karakter bagi siswa, terkhusus pada Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) yang ada di Sekolah Luar biasa. Dalam hal ini sangat
penting bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) karena bermanfaat bagi proses
perkembangan ABK dikarenakan literasi bukan hanya sebuah hal dalam kemampuan
menulis dan membaca, namun metode dan juga cara dalam menanamkan karakter
yang baik pada ABK.
Budaya literasi yang dapat dilakukan oleh guru pada siswa ABK diantaranya
dapat dengan mendongeng, menyimak sebuah cerita, mendengarkan rekaman cerita
dari guru yang mengajar, dan lain lain (Ardina & Sophia, 2018).
Pada proses membacaya, mereka menirukan kata atau kalimat yang diberikan
oleh guru, sedangkan dalam menulis mereka melakukan bersamaan dan bebarengan
saat membaca. Mereka diminta agar menulis sesuai dengan instruksi yang ada di
buku. Orang tua dan juga guru sangat diperukan dalam mendampingi mereka dalam
melakukan aktivitas literasi tersebut. Anak kebutuhan khusus yang belum dapat
membaca dengan lancar tetap bisa berkontribusi dalam gerakan budaya literasi
dengan cara menyimak cerita yang memalui buku cerita atau buku cerita bergambar.
Maka budaya literasi akan terjadi melalui proses imajinasi dan merangkai cerita
melalui gambar ke gambar lainnya. Serta anak kebutuhan khusus tunarungu dapat
menggunakan penggunaan literasi media teknologi untuk meningkatkan kemampuan
literasi. Teknologi dapat membantu anak anak dengan gangguan pendengaran untuk
dapat mengoperasikan secara mandiri berbagai alat seperti komputer dan saluran
internet sebagai alat bantu dalam belajar dan berkomunikasi, contohnya aplikasi
maupun berbasis web untuk tunarungu (Di Mascio, Tania dan Rosella Genari, 2010).

21
Serta ada bentuk media yang tujuannya untuk melatih kemampuan logika anak
tunarungu yaitu LODE atau logic based e-tool for deaf children (Genari, Rosella,
2010). Kemudian cara lain dalam mengaplikasikan literasi pada anak tungarungu
dapat menggunakan teknik contextual teaching and learning, siswa diminta
mengingat apa yang telah di lihat dan menceritakan pengalamannya, setelah itu guru
akan mengindentifikasi kemampuan yang dimiliki siswa (Kurniawati, Wijiastuti, &
Yuliati. 2020)
Bowens, J (2015) menyatakan bahwa keaksaraan dimulai di rumah, lalu
didukung oleh keberadaan guru di sekolah, dan juga terdapat sebuah interaksi dari
Tindakan yang berupa kegiatan dalam membaca dan juga menulis, orang tua juga
diharuskan agar dapat membuat lingkungan yang ada di rumah kondusif dan juga
dapat memiliki keterlibatan dalam model perilaku anak. Brand, dkk (2014)
menghubungkan antara sekolah dan juga lingkungan rumah mampu menjadikan
sebuah dasar yang kuat dalam lingkup pembelajaran keaksaraan demi perkembangan
anak.
Pada konteks sekolah membuktikan bahwa anak kebutuhan khusus yang
terlihat baik di sekolah berhubungan dengan pengasuhan dalam keluarga yang
memperhatikan pendidikan mereka. Komunikasi guru dan orang tua dapat saling
bertukar informasi tentang pekerjaan sekolah anak dan saling belajar. Hal ini
bertujuan untuk memperkuat hubungan antara guru dan orang tua dan meningkatkan
model komunikasi yang efektif antara guru dan orang tua dalam mendukung anak-
anak kebutuhan khusus belajar di sekolah maupun di rumah (Novianti, Santos,
Mastiani & Andini. 2016). Maka dari itu peran orang tua dan guru dapat menjadi
proaktif dan menjadi support system tepat guna mengembangkan kemampuan literasi
anak-anak. Kemudian Reese (dalam Kharizmi. 2015) menyatakan bahwa terdapat
tiga cara yang dapat dillakukan orang tua dalam meningkatkan kemampuan bahasa
dan literasi pada anak kebutuhan khusus yaitu menurut yaitu orang tua membaca
buku bersama-sama dengan anak, orang tua melakukan obrolan dengan anak dan
orang tua melakukan aktivitas menulis bersama dengan anak.
Agar dapat mencapai mengoptimalkan gerakan literasi, maka gerakan literasi
pada anak berkebutuhan khusus di Sekolah Inklusi semestinya mengembangkan

22
keterampilan berbahasa meliputi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Menurut Kariadi & Riyanton (2019) menyatakan bahwa kegiatan menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis pada siswa kebutuhan khusus dapat disesuaikan
dengan hambatan yang dialami oleh peserta didik yang dirancang untuk
memperhatikan perbedaan-perbedaan pada anak kebutuhan khusus.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa literasi memiliki peranan dalam mengembangkan kecerdasan berpikir
dan emosi anak, remaja serta anak kebutuhan khusus. Di mana, dengan banyaknya
wawasan yang mereka peroleh melalui literasi, dapat membuat mereka memiliki sikap
pengendalian diri dengan baik. Dalam kata lain, adanya budaya literasi yang tersemat
dalam diri, mampu membuat daya pikir dan emosi mereka menjadi terkontrol dengan
baik. Hal ini tentu menjadi point plus tersendiri, sebab mereka dapat memproses
perubahan dan perkembangan mereka dengan baik, terutama perkembangan berpikir dan
emosi.
Memberikan literasi kepada anak, remaja dan anak berkebutuhan khusus
memerlukan peran orang tua serta guru. Keterlibatan orang tua dalam mengembangkan
literasi anak, remaja dan anak berkebutuhan khusus diwujudkan melalui interaksi orang
tua (ayah dan ibu) dalam mengembangkan literasi anak di rumah, sehingga ayah dan ibu
berperan sebagai mentor dan teacher. Sedangkan peran guru dalam memberikan literasi
kepada anak, remaja dan anak berkebutuhan khusus, Guru memiliki peran sebagai
demonstrtator dan motivator, Peran guru sebagai demonstrator adalah peran untuk
mempertunjukkan kepada anak segala sesuatu yang dapat membuat anak lebih mengerti
dan memahami setiap pesan yang disampaikan, dalam proses pembelajaran, motivasi
merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi anak yang
kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kemampuannya yang kurang tetapi
dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk
mengerahkan segala kemampuannya. Guru sebagai mediator dan fasilitator, Mediator ini
dapat diartikan sebagai penengah dalam kegiatan belajar anak. Misalnya saja menengahi
atau memberikan jalan keluar atau solusi ketika diskusi tidak berjalan dengan baik.
Mediator juga dapat diartikan sebagai penyedia media pembelajaran, guru menentukan
media pembelajaran mana yang tepat digunakan dalam pembelajaran, selain itu guru
wajib memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar mengajar.

24
B. Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan diatas dengan ini memberikan
saran antara lain sebagai berikut :
1. Bagi orang tua
Saat ini orang tua dan anak-anak sudah akrab dengan teknologi digital, seperti
smartphone, laptop, dan internet. Fenomena ini dapat menjadi ladang potensial untuk
mengajarkan mengenai ragam sumber bacaan, seperti buku cetak, e-book, e-paper,
dan portal berita online. Menjadi bahaya terbesar adalah jika mereka terlalu
berlebihan dalam menggunakan teknologi tersebut hanya untuk main game dan
bersosial media. Padahal, teknologi juga menawarkan informasi dan bacaan yang jauh
lebih bermanfaat jika mereka mau menggunakannya. Oleh karena itu keluarga harus
dapat menjadi benteng sekaligus filter bagi anak.
a) Menciptakan budaya membaca dalam keluarga. Jadikan membaca sebagai
aktivitas menyenangkan. Orang tua dapat berperan sebagai inspirator maupun
fasilitator bagi anak. Sebagai inspirator, orang tua dapat memulainya dengan
membacakan cerita atau buku kepada anak ketika mau tidur. Menjadi panutan
bagi anak dalam kegiatan membaca. Jika orang tuanya suka membaca, hal ini
dapat merangsang anak untuk meniru apa yang dilakukan orang tuanya. Sebagai
fasilitator, orang tua dapat mengajak anak jalan-jalan ke toko buku dan
membelikan buku-buku yang menggugah minat baca anak. Kalau memungkinkan,
orang tua juga dapat membuat perpustakaan mini untuk anak.
b) Kondisikan rumah sebagai ruang belajar yang menyenangkan. Rumah sebagai
ruang belajar tidaklah harus mewah, besar, dan tersedia peralatan modern lainnya.
Untuk mewujudkan rumah sebagai ruang belajar dapat dimulai dari kebersihan
rumah terlebih dahulu. Jika kondisi rumah bersih, maka anak akan merasa
nyaman.
c) Orang tua disarankan untuk tidak sering menonton TV (Mendidik dengan
Keteladanan), Pada dasarnya anak meniru kebiasaan orang tuanya di rumah,
orang tualah yang pertama kali mengenalkan TV pada anak, orang tua yang
menyuguhkan anak-anak untuk menonton TV, karena dianggap sebagai solusi
agar tidak menganggu orang tuanya atau sebagai obat agar tidak rewel.

25
2. Bagi Guru atau Pendidik
a. Bangunan fisik sekolah dan peralatan yang dimiliki sekolah untuk
mengembangkan literasi dini harus sesuai dan layak untuk di gunakan. Disinilah
kondisi pendidikan saaat ini, pemerintah haruslah memperhatikan akan kondisi
saat ini dan pada giliranya perlu adanya upaya peningkatan sarana dan prasarana
pendidikan di seiap lingkungan pendidikan agar lembaga lembaga penidikan yang
masih memiliki sarana kurang memadai diberikan fasilitas yang cukup agar guru
dan para pendidik dapat ambil bagian didalam memanfaatkan fasilitas didalam
proses pembelajaran.
b. Kemudian Bagi sekolah yang sudah mulai mengenalkan gadget dan alat
komunikasi berbasis internet pada anak harus memiliki ketentuan sebagai berikut
guna tidak merusak alur literasi dini :
1) Frekuensi. Perlu dibuat ketentuan yang disepakati bersama tentang frekuensi,
atau seberapa sering gadget tersebut di gunakan, apakah seminggu sekali atau
dua kali, juga waktu penggunaannya dalam seminggu apakah di hari Sabtu
atau Minggu. Bila kesepakatan telah dibuat, maka guru diharapkan untuk
konsisten menegakkan aturan yang sudah dibuat, sehingga anak dapat belajar
tentang disiplin dari penegakan aturan yang dilakukan.
2) Durasi, selain jumlah waktu penggunaan gadget, lamanya waktu penggunaan
juga perlu dilakukan kesepakatan tentang lamanya waktu penggunaan gadget.
Apakah satu jam untuk tiap kali pemakaian, dan seterusnya. Kesepakatan
durasi ini perlu dilakukan agar anak tahu batas waktu.

26
DAFTAR PUSTAKA

Amariana, Ainin. (2012). ―Keterlibatan Orang Tua dalam Perkembangan Literasi Anak Usia
Dini”. Skripsi Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Andriani, Faricha. (2017). “Peran Guru Dan Orang Tua Dalam Mengembangkan Literasi Anak

Aplikasi dan Ilmu – Ilmu Agama : Vol.17 No. 1

Ardiana, E. & Sophia, C. (2018). ―Budaya Literasi Membaca Anak Autis SDLB”. Mimbar
Sekolah Dasar, 5(2) : 87-96. DOI: 10.17509/mimbar-sd.v5i2.7976

Aziz, R., Sarwoprasodjo, S. Wahyuni. (2020). ―Tingkat Literasi Media Remaja Desa Dalam
Pemanfaatan Media Sosial‖. Jurnal Sains Komunikasi Dan pengembangan Masyarakat.
Online Journal: Vol.4 No.6

Bowens, J. (2015). ―The Literacy Beliefs And Practices Of Highly Educated African American
Mothers ‖. Available from ProQuest Dissertations & Theses Full Text: The Humanities
and Social Sciences Collection. (1690277436). Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/1690277436?accountid=25704

Brand, S. T., Marchand, J., Lilly, E., & Child, M. (2014). ―Home-School Literacy Bags For
Twenty-First Century Preschoolers‖. Early Childhood Education Journal, 42(3), 163-170.
doi:http://dx.doi.org/10.1007/s10643-013-0603-8

Cahyani, Indah R. (2016). ―Peran Orang Tua dan Guru dalam Mengembangkan Literasi Dini
(Early Literacy) di Kabupaten Sidoarjo”. Program Studi Ilmu Informasi dan
Perpustakaan ,Departemen Informasi dan Perpustakaan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,
Universitas Airlangga

Cristianti, M. (2013). ―Membaca dan Menulis Permulaan Anak Usia Dini‖. Jurnal Pendidikan
Anak. Vol II No.2

Di Mascio, Tania dan Rosella Genari. 2010. ―A Usability Guide to Intelegent Web Tools for the
Literacy of Deaf People‖. [Pdf] www.irma-international.org. viewtitle (Akses 15
September 2021)

27
Gennari, Rosella. 2010. ―Elearning and Deaf Children: A Logic Based Web Tool‖ [Online]
www.academia.edu/19922309/ELearning_and_Deaf_Children_A_BasedWeb_Tool
(Akses 15 September 2021)

Husba, Z. M., Husba, D. P., Djo, M. C., Aqmarina, A. S., Sahih, A., Lutfi, M., et al. (2018).
―Remaja, Lterasi, dan Penguatan Pendidikan Karakter”. Sulawesi Tenggara: Kantor
Bahasa Sulawesi Tenggara.

Kariadi, M. T & Riyanton, M. (2019). ―Pola Literasi pada Siswa Berkebutuhan Khusus”.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ‖Pengembangan Sumber Daya Perdesaan
dan Kearifan Lokal Berkelanjutan IX‖ 19-20

Karisma. (2006). ―Webster’s English Dictionary”. Jakarta : Karisma

Kharizmi, M. (2015). ―Kesulitan Siswa Sekolah Dasar dalam Meningkatkan Kemampuan


Literasi‖. JUPENDAS, 2(2) : 11-21.

Khotima, K. (2018). ―Peran Pembelajaran iterasi Dalam Mengembangkan Kecerdasan Berpikr


dan Emosi Remaja‖. Jurnal Empower: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, 3(2), 39-
56.

Latif. (2019). ―Strategi Menghidupkan Literasi Awal Anak Usia Dini Rentang Usia Nol Sampai
Lima Tahun”. Jurnal Educhild (Pendidikan & Sosial) Vol. 8, No. 2, Agustus 2019, (59-
64)

Novianti, Santos, Mastiani & Andini. (2016). ―Model Komunikasi Efektif Antara Guru Dan
Orang Tua Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Pemberian Program Adl (Aktivitas
Keseharian) Dan Pola Asuh Di Sekolah Inklusif Kabupaten Bandung‖. Inclusive:
Journal of Special Education. Vol II (2) : 149

Pratiwi & Pritanova. (2017). ―Pengaruh Literasi Digital terhadap Psikologis Anak dan Remaja‖.
Jurnal SEMANTIK. Vol 6(1)

Putro, Zarkasih, K. (2017). ―Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa Remaja”. Jurnal

APLIKASIA: Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama. Vol. 17(1)

28
Salfiatika, Nur. (2021). ―Metode Peningkatan Kemampuan Literasi Awal Anak Usia Dini di TK
Pertiwi Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga”. Skripsi Program
Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut
Agama Islam Negeri Purwokerto

Tribun News. (2021, Maret 22). ―Tingkat Literasi Indonesia di Dunia Rendah, Ranking 62 Dari
70 Negara”. Retrieved September 15, 2021, from Tribun News:
https://m.tribunnews.com/nasional/2021/03/22/tingkat-literasi-indonesia-di-dunia-rendah-
ranking-62-dari-70-negara

Usia Dini”. (Skripsi). Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah


Surakarta. http://eprints.ums.ac.id/54223/12/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf

Wahyuni, Kristi. (2010). ―Peran guru Dalam Pendidikan Karakter Menurut Konsep Pendidikan
Ki Hadjar Deawantara”. Bandung

Wardani., K. ( 2010). ―Peran guru Dalam Pendidikan Karakter Menurut Konsep Pendidikan Ki
Hadjar Deawantara‖. Proceeding Of The International Conference On Teacher
Education

29

Anda mungkin juga menyukai