Anda di halaman 1dari 8

Uji Efektivitas Minyak Kelapa (Cocos Nucifera) terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus

dalam Penangangan Infeksi Secara In Vitro


2.1 Deskripsi Tanaman Kelapa (Patarana)
Kelapa (Cocos nicifera) merupakan komoditas startegis yang memiliki peran sosial,
budaya, dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Tumbuhan ini dimanfaatkan
hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna,
khususnya bagi masyarakat pesisir. Hasil kelapa yang diperdagangkan sejak zaman dahulu
adalah minyak kelapa, yang sejak abad ke 17 telah dimasukkan ke Eropa dari Asia (Sutara,
2013).
Kelapa telah ditanam hampir di seluruh Indonesia dan luas arealnya pun terus
meningkat. Pada tahun 1986 luas areal perkebunan kelapa baru 3.113.000 ha, maka pada
tahun 1990 telah mencapai 3.334.000 ha,dan diperkirakan pada tahun 1993 luas perkebunan
kelapa mencapai 3.624.000 ha. Namun yang menjadi sentral produksinya adalah Aceh,
Sumatra Utara, Riau, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa timut, Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, NTT dan Maluku. Adanya potensi yang sangat besar
ini harus dimanfaatkan agar tingkat pendapatan petani juga dapat meningkat (Muis &
Fajrin, 2016).
Potensi Tanaman kelapa di Provinsi Aceh dapat dilihat dari keadaan luas tanam, luas
panen, produksi dan potensi peningkatan produksi tanaman. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS), luas tanaman kelapa di Provinsi Aceh adalah 101.751 ha dan produksi
56.875 ton setara kopra. Selama lima tahun terakhir luas tanaman kelapa mulai turun sejak
tahun 2005, terutama akibat tsunami yang menyebabkan banyak tanaman rusak. Upaya
rehabilitasi tanaman tidak mampu meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman kelapa
rakyat ini. Oleh sebab itu produksi kelapa di daerah ini mulai tahun 2005 menurun rata-rata
9 persen pertahun dengan perkiraan 33.833 ton (Terpadu & Provinsi, 2013).

2.1.1 Definisi Tanaman Kelapa


Kelapa (Cocos nucifera) adalah anggota tunggal dalam marga Cocos dari suku Arenan
atau Arecace. Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna karena seluruh bagian
tanaman ini bermanfaat bagi kehidupan manusia, sehingga tanaman kelapa dijuluki “Tree of
Life”. Tanaman kelapa juga memiliki nilai budaya dan ekonomi yang cukup tinggi dalam
kehidupan masyarakat (Karakter & Kelapa, 2014).

2.1.2 Toksonomi Tanaman Kelapa


Toksonomi tanaman kelapa menurut Natural Resources Conservation Service.
Classification for Kingdom Plantea Down to Species Murraya koenigii (L.) Spreng adalah
sebagai berikut (Argiculture, 2019).
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Arecidae
Ordo : Arecales
Famili : Palmae
Genus : Cocos
Spesies : (Cocos nucifera L)

2.1.3 Morfologi Tanaman Kelapa


Tanaman kelapa terdiri atas akar, batang, daun, bunga dan buah (Ningrum, 2019).
1. Akar
Tanaman kelapa memiliki perakaran yang kuat. Akarnya bertipe serabut sebagaimana
tanaman monokotil lain. Jumlah akar serabut berkisar antara 2.000- 4.000, tergantung
kesehatan tanaman. Sebagian akar tumbuh mendatar dekat permukaan tanah, kadang-
kadang mencapai panjang 15 m, dan sebagian lagi masuk sampai kedalaman 2-3 m. Akar
tanaman kelapa tidak mampu menembus tanah yang keras. Akar serabut tanaman kelapa
memiliki tebal rata-rata 1 cm
2. Batang
Tanaman kelapa hanya mempunyai satu titik tumbuh terletak pada ujung dari batang,
sehingga tumbuhnya batang selalu mengarah ke atas dan tidak bercabang. Tanaman kelapa
tidak berkambium, sehingga tidak memiliki pertumbuhan sekunder. Luka-luka pada
tanaman kelapa tidak bisa pulih kembalih karena tanaman kelapa tidak membentuk kalus
(callus). Batang berangsur-angsur memanjang disebelah ujung yang berturut-turut tumbuh
daun yang berukuran besar dan lebar pada pertingkatan tumbuhan tertentu, dari ketiak-
ketiak daun secara berangsur-angsur keluar karangan bunga. Bagian batang yang
sebenarnya dari tanaman yang masih mudah baru kelihatan jelas kalau tanaman kelapa
telah berumur 3-4 tahun, bilamana daun-daun terbawah telah gugur. Pada umur itu bagian
pangkal batang telah mencapai ukuran besar dan tebal yang tepat.
3. Daun
Struktur daun kelapa terdiri atas tangkai (pelepah) daun, tulang poros daun, dan helai
daun. Tangkai daun terletak dibagian pangkal dengan bentuk melebar sebagai tempat
melekat tulang poros daun. Daun kelapa bersirip genap dan bertulang sejajar. Helai daun
berbentuk menyirip, berjumlah 100-130 lembar. Letak daun mengelilingi batang. Tajuk
dan terdiri atas 20-30 buah pelepah. Pada pohon yang sudah dewasa panjang pelepah
antara 5-8 m dengan berat rata-rata 15 kg. Jumlah anak daun 100-130 lembar (50-65)
pasang.
4. Bunga
Umumnya tanaman kelapa mulai berbunga pada umur 6-8 tahun. Namun sekarang
banyak jenis tanaman kelapa yang berbuah lebih cepat yaitu kelapa hibrida, yang mulai
berbunga pada umur 4 tahun. Bunga kelapa pada dasarnya merupakan bunga tongkol yang
dibungkus selaput upih yang keluar dari sela-sela pelepah daun. Bunga akan terbuka
namun upihnya mengering lalu jatuh. Upih yang kering dan jatuh disebut mancung. Bunga
kelapa tergolong bunga serumah (Monoecious), artinya alat kelamin jantan dan betina
terdapat pada satu bunga.
5. Buah
Pertumbuhan tanaman kelapa dibagi kedalam tiga fase : Fase1, berlangsung selama 4-6
bulan. Pada fase ini bagian tempurung dan sabut hanya membesar dan masih lunak.
Lubang embrio juga ikut membesar dan berisi penuh air. Fase 2, berlangsung selama 2-3
bulan. Pada fase ini tempurung berangsur-angsur menebal tetapi belum keras betul. Fase 3,
pada fase ini putih lembaga atau endosperm sedang dalam penyusunan, yang dimulai dari
pangkal buah berangsur-angsur menuju ke ujung. Pada bagian pangkal mulai tampak
bentuknya lembaga, warna tempurung berubah dari putih menjadi coklat kehitaman dan
bertambah keras

Gambar 1 : Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L)

2.1.4 Kandungan Tanaman Kelapa


Tanaman kelapa merupakan sumber komponen fitokimia yang berpotensi. Senyawa
fitokimia tersebut ada pada bagian-bagian tertentu dari tanaman kaya akan senyawa fenolik,
alkaloid, terpenoid dan steroid yang umumnya ditemukan dalam akar, batang, ranting dan daun.
Sejumlah komponen fitokimia seperti senyawa fenolik menunjukkan banyak hal efek biologis
termasuk antioksidan, antibakteri, antivirus, antiinflamasi, antialergi, antitrombik, aksi
vasodilatori (Katja & Edi, 2008)
Minyak kelapa terdiri dari gliserida, yaitu senyawa antara gliserin dengan asam lemak.
Kandungan asam lemak dari minyak kelapa adalah asam lemak jenuh yang diperkirakan 91%
terdiri dari Kaproat, kaprilat, kaprat, laurat, miristat, Palmatic, stearat, arachidic, dan asam lemak
tak jenuh sekitar 9% yang terdiri dari Oleat dan Linoleic. Kandungan utama minyak kelapa
adalah asam laurat dan asam kaprat, asam ini dalam tubuh manusia diubah menjadi monolaurin
dan monocaprin yang bersifat anti virus, anti bakteri dan anti jamur (Damin, Alam, & Sarro,
2017)

2.1.5 Khasiat Tananam Kelapa


Khasiat tanaman kelapa dibidang kesehatan sebagai berikut (Diba, Hastuti, & Jumari, 2018).
1. pengobatan gangguan mulut dan gigi diobati dengan minyak kelapa dan air kelapa.
2. pengobatan gangguan pencernaan dan ekskresi untuk diobati dengan akar kelapa, bluluk
kelapa, bunga kelapa, sabut kelapa, dan air kelapa.
3. pegobatan seriawan dengan minyak kelapa karena mengandung vitamin C.
4. pengobatan mengatasi gangguan batu ginjal karena kelapa memiliki kandungan kalium.
5. pengobatan demam, penyakit kulit luka bakar, kudis, eksema, gabag, bidur dengan daging
kelapa yang diolah dalam bentuk santan atau dikonsumsi segar, dan air kelapa.
6. Pelembut kulit dan anti mikroba yang mempercepat penyembuhan luka dengan minyak
kelapa karena minyak kelapa mengandung asam oleat dan laurat dan vitamin E.
7. obat cacing dengan mengkonsumsi daging kelapa karena mengandung asam laurat yang
mampu membunuh parasit.
8. anti racun karena air kelapa mengandung tannin yang memiliki aktivitas antioksidan yang
mampu menawar racun.
9. mengatasi busung lapar dengan daging kelapa karena daging kelapa mengandung banyak
kalori (17-359 kal per 100 gram).
10. pengobatan ambien pada ibu hamil dengan air kelapa dan minyak kelapa karena air kelapa
dan minyak kelapa dapat membersihkan saluran pencernaan sehingga mencegah
terjadinya sembelit dan terhindar dari ambeien.
11. menghilangkan pegal dengan memakai minyak kelapa dicampur minyak kayu putih
sebagai bahan dasar untuk pemijatan karena minyak kelapa memiliki sifat anti mikroba.
12. pengobatan beri-beri karena kekurangan vitamin B1 9 (tiamin) yang ditandai dengan
neuropati periferi anggota tubuh yang paling sering digunakan, lalu diikuti rasa gatal,
kaku, dan lemah dengan mengkonsumsi daging kelapa.
13. pengobatan kolera yang disebabkan disebabkan oleh bakteri Vibrio cholera dengan air
kelapa karena air kelapa mengandung asam laurat yang memungkinkan kelapa mampu
menekan pertumbuhan bakteri Vibrio cholera.
14. menurunkan hipertensi dengan mengkonsumsi daging kelapa karena kelapa mengandung
kalium menurunkan tekanan darah melalui natriuresis, penurunan aktivitas renin
angiotensin aldosteron (RAA), dan peningkatan neuronal Na pump yang mengakibatkan
aktivitas saraf simpatis menurun.
15. pencegahan hernia dengan mengkonsumsi daging kelapa karena kelapa memiliki
kandungan tanin yang dapat memperlancar sistem pencernaan sehingga dapat mencegah
terjadinya hernia.

2.2 Bakteri Staphylococcus Aureus


Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, tidak bergerak, ditemukan satu-
satu, berpasangan, berantai pendek, tidak bergerombol, dan tidak membentuk spora, tidak
berkapsul, atau dinding selnya mengandung dua komponen utama yaitu peptidoglikan dan
asam teikoat. Dapat melakukan metabolisme secara aerob dan anaerob. Staphylococcus
aureus adalah sel yang berbentuk bola dengan garis tengah 1 nm dan tersusun dalam
kelompok tak beraturan. Staphylococcus aureus dapat menghasilkan koagulase, suatu
protein yang mirip enzim yang dapat menggumpalkan plasma yang telah diberi oksalat atau
sitrat dengan bantuan suatu factor yang terdapat dalam benyak serum.
Staphylococcus aureus mudah tumbuh pada kebanyakan perbenihan bakteri dalam
aerobik atau mikroaerofilik. Bakteri ini tumbuh paling cepat pada suhu 37oC, tetapi
membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar(20-25oC). Staphylococcus aureus
membentuk koloni berwrna abu-abu sampai kuning emas tua. Staphylococcus aureus
menghasilkan katalase, yang membedakan dengan Streptococcus. Bakteri ini meragikan
banyak karbohidrad dengan lambat, menghasilkan asam laktat, tetapi tidak menghasilkan
gas. Staphylococcus aureus relatif resisten terhadap pengeringan, panas (bakteri ini tahan
pada suhu 50oC sampai 30 menit), dan terhadap natrium klorida 9% tetapi mudah dihambat
zat-zat kimia tertentu, seperti heksaklorofen 3%. Kepekaan Staphylococcus aureus terhadap
banyak antimikroba berbeda-beda (Brooks, Carroll, Butel, Morse, & Mietzner, 2013)

Klasifikasi bakteri Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut:


Kingdom : Monera
Divisi : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus

Gambar 2: Morfologi Bakteri Staphylococcus aureus

2.3 Ekstrasi
Ekstraksi merupakan suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat dalam bahan
alami atau berasal dari dalam sel dengan menggunakan pelarut dan metode yang tepat. Hasil
dari proses ekstraksi disebut dengan ekstrak (R. A. Chandra, 2017). Tujuan dari ekstraksi
adalah untuk memperoleh bahan aktif yang tidak diketahui atau sudah diketahui dan
mengidentifikasi metabolit sekunder dari tanaman atau makhluk hidup tertentu. Teknik
ekstraksi yang ideal adalah teknik yang mampu mengekstraksi bahan aktif yang diinginkan
sebanyak mungkin, cepat, mudah dilakukan, murah, ramah lingkungan, dan hasil yang
diperoleh selalu konsisten jika dilakukan berulang-ulang. Pemilihan teknik ekstraksi
bergantung pada bagian tanaman yang akan diekstraksi dan bahan aktif yang diinginkan
(Lully Hanni Endarini, 2016). Terdapat dua cara ekstraksi secara garis besar, yaitu cara
dingin dan cara panas. Ekstraksi cara dingin diantaranya adalah maserasi dan perkolasi,
sedangkan ekstraksi cara panas adalah dengan pemasakan, dekoksi, infus, refluks, dan
sokletasi (A. Chandra & Novalia, 2014).

2.4 Uji Efektivitas Antibakteri


Penentuan kepekaan suatu bakteri terhadap obat antibakteri dapat dilakukan dengan
metode difusi atau dilusi. Metode-metode tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan
potensi antibakteri dalam sampel atau kepekaan mikroorganisme (Brooks et al., 2013).
Parameter yang digunakan untuk menentukan kepekaan suatu agen antibakteri adalah
dengan mengamati diameter zona hambat yang terbentuk pada saat dilakukan uji kepekaan.
Pengamatan terbentuknya zona hambat dilakukan setelah 24 jam inkubasi. Diameter zona
hambat diukur secara vertikal dan horizontal menggunakan jangka sorong dalam satuan
milimeter (mm). Daerah bening merupakan petunjuk kepekaan bakteri terhadap bahan uji
atau antibakteri yang dinyatakan dengan lebar diameter zona bening. Formulasi untuk
menghitung zona hambat adalah sebagai berikut (Wigunarti, Pujiyanto, & Suprihadi, 2019):
Keterangan:
d1 = diameter vertikal zona bening pada media
d2 = diameter horizontal zona bening pada media
Klasifikasi daya hambat pertumbuhan bakteri (Greenwood, 1995).
Daya Hambat Bakteri Klasifikasi

<10 mm Tidak efektif


10-15 mm Lemah
16-20 mm Sedang
>20 mm Kuat
Daftar Pustaka
Argiculture, U. S. D. of. (2019). Natural Resources Conservation Service. Classification for
Kingdom Plantae Down to Species (Cocos nucifera L).
Brooks, G. F., Carroll, K. C., Butel, J. S., Morse, S. A., & Mietzner, T. A. (2013). Jawetz,
Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology. Bmj (26th ed., Vol. 317). New York:
McGraw-Hill Education.
Chandra, A., & Novalia. (2014). Studi Awal Ekstraksi Batch Daun Stevia Rebaudiana Bertoni
dengan Variabel Jenis Pelarut dan Temperatur. Universitas Katolik Parahyangan.
Chandra, R. A. (2017). Daya Antibakteri Ekstrak Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi
Linn) terhadap Pertumbuhan Bakteri Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
secara In Vitro, 1–86.
Damin, S., Alam, N., & Sarro, D. (2017). Karakteristik Virgin Coconut Oil ( VCO ) Yang Di
Panen. Jurnal Agrotekbia, 5(4), 431–440.
Diba, F., Hastuti, D., & Jumari. (2018). Kelapa Sebagai Komponen Bahan Ramuan Obat di
Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Pura Pakualaman Coconut as Component of
Medicinal Material In Ngayogyakarta Hadiningrat Palace and Pura Pakualaman. Jurnal
Penelitian Dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, 2(1), 23–28.
Greenwood, D. (1995). Antimicrobial Chemotherapy (3rd ed.). New York: Oxford University
Press.
Karakter, K., & Kelapa, T. (2014). Keanekaragaman Karakter Tanaman Kelapa (Cocos nucifera
L. ) Yang Digunakan Sebagai Bahan Upacara Padudusan Agung. Jurnal Biologi, 17(1), 15–
19.
Katja, D. G., & Edi, S. (2008). Oksigen Singlet Dari Daun Kelapa. Chemistry Progress, 1(2),
78–84.
Lully Hanni Endarini. (2016). Farmakognisi dan fitokimia. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Muis, A., & Fajrin, M. (2016). Analisis Produksi Dan Pendapatan Usaha Tani Kelapa Dalam Di
Desa Tindaki Kecamatan Parigi Selatan Kabupaten Parigi Moutong. E-Journal Agrotekbis,
4(April), 210–216.
Ningrum, M. S. (2019). Pemanfaatan Tanaman Kelapa (Cocos nucifera) Oleh Etnis Masyarakat
di Desa Kelambir dan Desa Kubah Sentang Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli
Serdang.
Sutara, F. M. P. dan P. K. (2013). Etnobotani Kelapa (Cocos Nucifera L.) Di Wilayah Denpasar
dan Badung. Jurnal Simbiosis, 1(2), 2.
Terpadu, K., & Provinsi, D. I. (2013). Potensi Produksi dan Kinerja Investasi Industri
Pengolahan Kelapa Terpadu di Provinsi Aceh. Jurnal Agrisep Unsyiah, 14(1), 1–9.
Wigunarti, A. H., Pujiyanto, S., & Suprihadi, A. (2019). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Biji
Kelor (Moringa oleifera L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus dan
Bakteri Escherichia coli. Berkala Bioteknologi, 2(2), 107–114.

Anda mungkin juga menyukai