Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN BERKELANJUTAN


“COLLABORATIVE CARE”
DOSEN PENGAMPU : FARIDAH HARIYANI M.Keb.

KELOMPOK 3 :
1. SRI DARMAYANTI
2. AGUSTINA ENANG
3. SALMAWATI
4. FITRIYAWATI
5. ITSNA ARYANI
6. SURIANI
7. APRIDIAN RAHMAWATI
8. RUAMALENY

POLTEKKES KEMENKES KALIMANTAN TIMUR


JURUSAN SERJANA TERAPAN KEBIDANAN
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunianya sehinngga kami dapat menyelesaikan makalah ini, yaitu
dengan judul ”Collaborative Care”, tepat pada waktunya. Makalah ini disusun
dalam rangka untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Asuhan Kebidanan
Berkelanjutan.

Dalam menyusun makalah ini kami mahasiswa kelompok 3 bekerjasama


dalam menyelesaikan makalah yang ditugaskan oleh dosen pembimbing Ibu
Faridah Hariyani. M.Keb. Kami berterima kasih kepada teman teman yang telah
bekerjasama dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca agar makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Demikian makalah ini dibuat, semoga bermanfaat bagi kami sendiri


khususnya dan bagi pembaca umumnya. Kami mengucapkan banyak terima kasih.

Paser, 09 Agustus 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………... ..3
A. Latar Belakang……………………………………………….............3
B. Tujuan………………………………………………………………...3
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………….4
A. Model Asuhan Kebidanan………………………………………….....4
B. Pengertian Collaborative Care………………………………………..6
C. Elemen – elemen Collaborative Care………………………………..10
D. Bentuk – bentuk Collaborative Care…………………………………11
E. Kelebihan Collaborative Care………………………………………..12
F. Kekurangan Collaborative Care……………………………………...13
G. Komunikasi Efektif…………………………………………………..13
BAB III PENUTUP…………………………………………………………14
A. Kesimpulan…………………………………………………………..14
B. Saran………………………………………………………………....14
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….15

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kolaborasi digunakan untuk menjelaskan praktik dua pihak atau lebih
dalam mencapai tujuan bersama dan melibatkan proses kerja
masingmasing maupun kerja bersama dalam mencapai tujuan bersama
tersebut. Motivasi utama adalah memperoleh hasilhasil kolektif yang tidak
mungkin dicapai jika masingmasing pihak bekerja sendirisendiri, para
kolaborator mengharapkan hasilhasil yang inovatif, merupakan terobosan,
serta prestasi yang memuaskan. Kolaborasi dilakukan agar memungkinkan
muncul saling pengertian dan realisasi visi bersama dalam lingkungan dan
sistem yang komplek. Efektivitas hubungan kolaborasi profesional
memberikan respek yang saling menguntungkan baik setuju maupun
ketidak setujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Kerjasama, berbagi
tugas, tanggung jawab dan tanggung gugat yang didasari kepentingan
bersama dalam mencapai tujuan bersama untuk akan mencapai outcome
yang lebih baik. Pengelolaan pasien secara interdisiplin memungkinkan
terjadinya sebuah kerjasama antara sebuah tim yang terdiri dari tenaga
profesional kesehatan dan seorang pasien didalam sebuah pendekatan yang
meliputi cara partisipasi, kolaborasi dan koordinasi untuk berbagi
pembuatan keputusan terkait masalah-masalah kesehatan pasien. Untuk
menciptakan sebuah praktik kolaboratif interdisiplin yang berorientasi
pada pasien, maka diperlukan perubahan yang mendasar pada sikap
profesional kesehatan yang akan menjadikannya sebuah pendekatan.
Perubahan menuju praktik kolaboratif interdisiplin memerlukan perubahan
pada nilainilai para profesional kesehatan yang ada saat ini, pola
sosialisasi dan struktur organisasi pada tempat kerja.untuk memfasilitasi
sebuah perubahan menuju praktik kolaboratif interdisiplin maka ada
kebutuhan untuk menciptakan sebuah budaya baru pada sistem pelayanan
kesehatan yang mendukung sebuah kepercayaan, yaitu sebuah keinginan
untuk berbagi dalam pembuatan keputusan perawatan pasien dan termasuk
keterlibatan pasien dan keluraga didalam diskusi tentang perawatan

4
pasien. Disiplin ilmu kebidanan adalah ilmu yang bersifat progresif dan
terbuka terhadap kemajuan dan perkembangan ilmu. Semakin kompleknya
permasalahan yang dihadapi pasien membutuhkan asuahan keperawatan
yang lebih komprehensif dan kolaborasi interdisiplin guna menunjang
tujuan yang maksimal dan kualitas asuhan kebidanan.

B. Tujuan
a. untuk menjelaskan pengertian Collaborative Care.
b. Untuk menjelaskan model pelaksanaan Collaborative Care.
c. Untuk menjelaskan elemen dalam melaksanakan Collaborative Care.
d. Untuk memaparkan kelebihan dan kekurangan Collaborative Care.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Model Asuhan Kebidanan
Model asuhan kebidanan didasarkan pada kenyataan bahwa kehamilan
dan persalinan merupakan episode yang normal dalam siklus kehidupan
wanita. Model asuhan kebidanan mencakup hal-hal sebagai berikut : (Yulifah
dan Surachmindari, 2013).
1. Memonitor keadaan fisik, psikologi, dan kesejahteraan social dari ibu
dalam masa reproduksi
2. Memberikan konseling, pendidikan dan asuhan berkesinambungan pada
saat hamil, mendampingi persalinan, dan memberikan asuhan postpartum
3. Meminimalkan bentuk-bentuk intervensi teknologi.
4. Mengidentifikasi dan merujuk wanita yang membutuhkan penangganan
lebih lanjut.
Model asuhan dalam kebidanan terbagi atas 4 yakni Primary Care,
Continuity of Care, Partnership Care dan Collaborative Care.

B. Pengertian Collaborative Care


Collaborative care adalah hubungan kerja diantara tenaga kesehatan
dalam memberikan pelayanan kepada pasien/klien dalam melakukan diskusi
tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling
berkonsultasi atau komunikasi serta masing-masing bertanggung jawab pada
pekerjaannya. Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu
pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh
kolaborator. Kolaborasi merupakan proses kompleks yang membutuhkan
sharing pengetahuan dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat
pasien. Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga
professional. Tujuan pelayanan ini adalah berbagi otoritas dalam pemberian
pelayanan berkualitas sesuai ruang lingkup masing-masing (Wahyuningsih
dkk, 2010).

6
1. Tujuan Collaborative Care
Tujuan Collaborative Care adalah untuk membahas masalah-
masalah tentang klien dan untuk meningkatkan pamahaman tentang
kontrbusi setiap anggota tim serta untuk mengidentifikasi cara-cara
meningkatkan mutu asuhan klien. Agar hubungan kolaborasi dapat
optimal, semua anggota profesi harus mempunyai keinginan untuk
bekerjasama. bidan dan tim medis lain merencanakan dan
mempraktekkan disiplin ilmunya sebagai kolega, bekerja saling
ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagai nilai-
nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang
berkonstribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat
(Soepardan, 2015).
Collaborative care adalah layanan yang dilakukan oleh bidan
sebagai anggota tim secara bersama-sama dengan profesi lain dalam
rangka pemberian asuhan kebidanan (Heryani, 2011).

2. Tugas kolaborasi/kerjasama dalam kebidanan (Endang dan Elisabeth,


2014).
a. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan
sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
1) Mengkaji masalah yang berkaitan dengan komplikasi dan
keadaan kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi
2) Menentukan diagnosis, prognosa dan prioritas kegawatan yang
memerlukan tindakan kolaborasi
3) Merencanakan tindakan sesuai dengan prioritass kegawatan dan
hasil kolaborasi serta kerjasama dengan klien
4) Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana dan dengan
melibatkan klien
5) Mngevaluasi hassil tindakan yang telah diberikan
6) Menyusun rencana tindakan lanjut bersama klien

7
7) Membuat pencatatan dan pelaporan
b. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi
dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan
tindakan kolaborasi
1) Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus resiko tinggi dan
keadaan kegawat daruratan yang memerlukan pertolongan
pertama dan tindakan kolaborasi
2) Menentukan doagnosis, prognosa dan prioritas sesuai dengan
faktor risiko dan keadaan kegawatdaruratan pada kasus resiko
tinggi
3) Menyusun rencana asuhan kebidanan pada kasus ibu hamil
resiko tinggi dan memberikan pertolongan pertama sesuai
dengan prioritas
4) Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama
5) Membuat rencana tindakan lanjut bersama klien
6) Membuat catatan dan laporan
c. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan
denga resiko tinggi dan keadaan kegawatan yang memerlukan
pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan
klien dan keluarga
1) Mengkaji kebutuhan asuhan pada ibu dalam masa nifas dengan
resiko tinggi dan keadaan kegawat daruratan yang memerlukan
pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi
2) Menentukan doagnosis, prognosa dan prioritas sesuai dengan
faktor resiko dan keadaan kegawatan
3) Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa
persalinan dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai
prioritas
4) Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa
persalinan dengan resiko tinggi dan memberikan pertolongan
pertama sesuai prioritas

8
5) Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama
pada ibu hamil dan resiko tinggi
6) Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien/keluarga
7) Membuat catatan dan laporan
d. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan
resiko tinggi dan pertolongan pertama dalam keadaan kegawatan
yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan
keluarga.
1) Mengkaji kebutuhan asuhan pada ibu dalam masa nifas dengan
resiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan
pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi
2) Menentukan doagnosis, prognosa dan prioritas sesuai dengan
faktor resiko dan keadaan kegawatdaruratan
3) Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas
dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai prioritas
4) Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu masa nifas
dengan resiko tinggi dan pertolongan kegawatdaruratan
5) Melaksanakan asuhan kebidanan dengan resiko tinggi dan
memberikan pertolongan pertama sesuai prioritas
6) Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama
7) Menyusun rencana tindak lanjut bersama keluarga/klien
8) Membuat catatan dan laporan
e. Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko
tinggi dan yang mengalami komplikasi serta kegawatan yang
memerlukan tindakan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan
melibatkan klien dan keluarga
1) Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
dengan resiko tinggi dan keadaan kegawatan daruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi
2) Menentukan doagnosis, prognosa dan prioritas sesuai dengan
faktor resiko dan kegawat daruratan

9
3) Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
dengan resiko tinggi dan memerlukan pertolongan pertama
sesuai prioritas
4) Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan
resiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas
5) Mengevaluasi hasil asuhan dan pertolongan pertama telah
diberikan
6) Menyusun rencana tindakan lanjut bersama klien/keluarga
f. Memberikan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan
yang mengalami komplikasi serta kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi dengan melibatkan keluarga.
1) Mengkaji kebutuhan asuhan pada balita dengan resiko tinggi
dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan
kolaborasi
2) Menentukan doagnosis, prognosa dan prioritas sesuai dengan
faktor resiko dan keadaan kagawatan
3) Menyusun rencana asuhan kebidanan pada balita dengan resiko
tinggi dan memerlukan pertolongan pertama sesuai prioritas
4) Mengevaluasi hasil asuhan dan pertolongan pertama yang telah
diberikan
5) Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien/keluarga
6) Membuat catatan dan laporan

C. Elemen-elemen Collaborative Care


1. Harus melibatkan tenaga ahli dengan keahlian yang berbeda,yang dapat
bekerjasama secara timbal balik dengan baik
2. Anggota kelompok harus bersikap tegas dan mau bekerjasama
3. Kelompok harus memberi pelayanan yang keunikannya dihasilkan dari
kombinasi pandangan dan keahlian yang diberikan oleh setiap anggota
tim tersebut.
4. Kerjasama, Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan
bersedia untuk memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan

10
kepercayaan. Asertifitas penting ketika individu dalam tim mendukung
pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa
pendapatnya benar-benar didengar dan konsensus untuk dicapai.
Tanggung jawab, mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil
konsensus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya.
5. Komunikasi, Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung
jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan
issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup
kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya.
6. Koordinasi, Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam
perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang
berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan.
7. Kepercayaan, Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen
kolaborasi. Tanpa rasa pecaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi
ancaman, menghindar dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi
(Heryani, 2011).
Kriteria kolaborasi menurut Yulifah dan Surachmindari (2013)
terwujudnya suatu kolaborasi tergantung pada beberapa kriteria, yaitu:
1. Adanya saling percaya dan menghormati
2. Saling memahami dan menerima keilmuan masing-masing
3. Memiliki citra diri positif
4. Memiliki kematangan professional yang setara (yang timbul dari
pendidikan dan pengalaman).
5. Mengakui sebagai mitra kerja bukan bawahan
6. Keinginan untuk bernegoisasi.

D. Bentuk-bentuk Collaborative Care


Berikut merupakan bentuk/jenis kolaborasi tim kesehatan,
diantaranya: (Kozie dkk, 2010).
1. Fully Integrated Major
Bentuk kolaborasi yang setiap bagian dari tim memiliki tanggung jawab
dan kontribusi yang sama untuk tujuan yang sama.

11
2. Partially Integrated Major
Bentuk kolaborasi yang setiap anggota dari tim memiliki tanggung jawab
yang berbeda tetapi tetap memiliki tujuan bersama
3. Joint Program Office
Bentuk kolaborasi yang tidak memiliki tujuan bersama tetapi memiliki
hubungan pekerjaan yang menguntungkan bila dikerjakan bersama.
Menurut Family Health Teams (2015), terdapat 12 jenis kolaborasi
tim, yaitu perawatan reproduktif primer (misalnya, pre-natal, kebidanan,
pasca persalinan, dan perawatan bayi baru lahir); perawatan kesehatan mental
primer, perawatan paliatif primer; in-home/fasilitas penggunaan yang
mendukung pelayanan; pelayanan koordinasi/care navigation; pendidikan
pasien dan pencegahan; pre-natal, kebidanan, pasca melahirkan, dan
perawatan bayi baru lahir; program penanganan penyakit kronis-diabetes,
penyakit jantung, obesitas, arthritis, asma, dan depresi; promosi kesehatan
dan pencegahan penyakit; kesehatan ibu/anak; kesehatan kerja; kesehatan
lansia; pengobatan kecanduan; pelayanan rehabilitas; dan pengasuhan.

E. Kelebihan Collaborative Care


Kelebihan yang didapatkan dengan diterapkannya kolaborasi antar
profesi kesehatan, antara lain: (Marimbi, 2010).
1. Kemampuan dari pelayanan kesehatan yang berbeda dapat
terintegrasikan sehingga terbentuk tim yang fungsional
2. Kualitas pelayanan kesehatan dan jumlah penawaran pelayanan
meningkat sehingga masyarakat mudah menjangkau pelayanan
kesehatan
3. Bagi tim medis dapat saling berbagi pengetahuan dari profesi
kesehatan lainnya dan menciptakan kerjasama tim yang kompak
4. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik profesional.
5. Memaksimalkan produktivitas serta efektifitas dan efisiensi sumber daya.
6. Meningkatkan profesionalisme, loyalitas, dan kepuasan kerja.
7. Meningkatkan kohesivitas antar tenaga kesehatan profesional.

12
8. Memberikan kejelasan peran dalam berinteraksi antar tenaga kesehatan
profesional.
9. Untuk tim kesehatan memiliki pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman

F. Kekurangan Collaborative Care


Masih adanya sebagian dokter yang melihat diri mereka sebagai
pemegang dominasi dalam semua masalah kesehatan dalam kolaborasi
disebabkan karena iklim dan kondisi sosial masih mendukung dominasi
dokter seperti budaya, perbedaan status, dan perbedaan gender.Di dalam
pelayanan kesehatan dokter masih dipandang superior dan perawat/bidan
subordinat, serta masih adanya pandangan dimana hubungan perawat/bidan
dan dokter tidak setara dan hirarkis (Family Health Teams, 2015).

G. Komunikasi Efektif
Salah satu yang menentukan kebehasilan Collaborative Care dan
merupakan salah satu indikator keselamatan pasien adalah komunikasi yang
efektif (Permenkes No 1691 Tahun 2011). Dalam indikator tersebut dikatakan
bahwa komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah
diberikan secara lisan, pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis (seperti
laboratorium klinis menelpon unit pelayanan pasien untuk melaporkan hasil
pemeriksaan segera/cito).

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kolaborasi adalah hubungan saling berbagi tanggung jawab
(Kerjasama) dengan rekan sejawat atau tenaga Kesehatan lainnya dalam
memberi asuhan pada pasien Dalam praktiknya, kolaborasi dilakukan
dengan mendiskusikan diagnosis pasien serta bekerjasama dalam
penatalaksanaan dan pemberian asuhan.
Masing- masing tenaga Kesehatan dapat saling berkonsultasi dengan tatap
muka langsung atau melalui alat komunikasi lainnya dan tidak perlu hadir
Ketika Tindakan dilakukan. Petugas Kesehatan yang ditugaskan
menangani pasien bertanggung jawab terhadap keseluruhan
penatalaksanaan asuhan.
Dalam praktik pelayanan kebidanan, layanan kolaborasi adalah
asuhan kebidananyang diberikan kepadaklien dengan tanggung jawab
Bersama semua pemberi pelayanan yang terlibat. Misalnya Bidan, dokter
atau tenaga kesehatan professional lainnya. Bidan merupakan anggota tim.

B. Saran
Sebaiknya bidan melakukan kolaborasi dengan sesama bidan atau
dengan tenaga Kesehatan lainnya jika menemukan pasien yang
membutuhkan penanganan yang tidak bisa ditangani bidan sendiri tapi
juga memerlukan bantuan tenaga Kesehatan lain.

14
DAFTAR PUSTAKA
Family Health Teams (2015). Guide to Collaborative Team Practice. Canada:
Ontario
Ikatan Bidan Indonesia. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI
Hhtp://repository.ac.id
JCI. (2007). Joint Commission International Acreditation of Health Care
Organization. Joint Commission Resources. Inc.

Kozier, Erb, Berman, Snyder. (2010). Buka Ajar Fundamental Keperawatan :


Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 7. Jakarta : ECG
Marimbi, Hanum. (2010). Etika dan Kode Etik Profesi Kebidanan. Yogyakarta ;
Mitra Cendikia

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Purwoastuti, Endang dan Elisabeth Siwi Walyani. (2014). Konsep Kebidanan.
Yogyakarta : Pustaka Baru Press
Soepardan, Suryani. (2015). Konsep Kebidanan. Jakarta : EGC.
Suarli, S dan Bahtiar. (2012). Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan
Praktis. Jakarta : Erlangga

Sujiati, Susanti. (2009). Buku Ajar Konsep Kebidanan Teori dan Aplikasi.
Jogyakarta: Nuha Medika
Undang-Undang Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang
Kebidanan

Wahyuningsih, Heni Puji. (2010). Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta:


Fitramaya
Yulifah, Rita dan Surachmindari. (2013). Konsep Kebidanan untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika

15

Anda mungkin juga menyukai