Anda di halaman 1dari 2

Salah sambung

Seorang gadis berbadan tinggi, dengan mata belo dan sedikit tomboy terlihat
berjalan tergesa-gesa sembari merapikan seragam, suaranya yang lantang terdengar
dari kantin hingga lapangan depan, ia memanggil temanya dengan niatan meminjam
ikat pinggang, raut wajahnya yang selengekan terlihat sedikit panik diikuti dengan
nafas yang ngos-ngosan, gadis itu adalah aku, Citra, seorang anak guru matematika
yang duduk di kelas 2 SMA, entahlah kebiasaan ku terlambat selalu terjadi pada hari
Senin, rasanya malas sekali bangun pagi dan mengikuti upacara, tapi tenang aku tetap
berjiwa nasionalis kok, buktinya aku lebih mencintai produk dalam negri daripada
produk luar negri hehe. Aku terkenal sebagai anak yang sopan di sekolah, selalu ramah
terhadap siapapun termasuk guru, dan selalu menjaga bahasaku ketika aku berbicara
dengan orang yang lebih tua dariku.

Biasanya selesai upacara aku selalu pergi ke kantin bersama 5 orang temanku, tapi
kali ini hanya satu yang ikut, perkenalkan, namanya Budi dia sahabat karibku sejak SMP
di lingkungan sekolah dia lebh akrab di panggil dengan sebutan bodi, aku dan budi
sering melakukan ativitas bersama, mulai dari bimbel hingga camping berdua, eitsss
dia cewek ya, nama panjangnya Budi Nurgayatri.

Sesampainya di kantin ternyanta 4 orang temanku sudah jajan duluan mereka adalah
Juni, Yeyen, Sri dan Putri, mereka terlihat membeli mi instan dan soto, “widih pesta ni”
ucapku dengan nada bercanda, “iya dong pesta, ya kali 2 tahun sekolah cuma beli nasi
kucing sama ciki doang” sahut juni, ya walaupun aku tau di antara mereka pasti ada aja
yang ngebon. Tak berselang lama yeyen membuka pembicaraan, “eh bod, WhatsApp
mu kok ga bisa di hubungin” tanya yeyen kepada budi dengan wajah penasaran
“nomer ku baru yen, nanti kalian save nomerku yang baru ya” ucap budi, “ya elah
nomer gonta-ganti, kayak kang tipu berkedok minta pulsa kamu bod” jawab Sri sambil
menegak es jeruk diikuti tawa lirih kita ber enam, celetukan sri memang bisa bikin cair
suasana.

Tak lama kemudian bel tanda masuk kelas berbunyi, kita langsung buru-buru menuju
kelas, Jam pertama adalah pelajaran sosiologi, tanpa menunggu lama, datanglah
seorang ibu dengan setelan blazer dan aksesoris yang terlihat mencolok dilengkapi
sepatu bermerek khas anak muda, yaps dia adalah bu Budi, guru paling nyentrik di
SMA ku, beliau juga sering mengenenakan aksesori kepala seperti jepit rambut dan
bando dengan aksen bunga-bunga, sungguh fashionable bukan.

Pelajaran berjalan seperti biasanya hingga bel pulang berbunyi, setelah sampai di
rumah aku langsung ganti baju cuci kaki serta cuci muka, lalu aku teringat akan
rencanaku untuk menyimpan nomer baru budi yang hendak kuberi nama bodi hudi
budi , hehe maaf ya aku memang suka ngasal kalo ngasih nama kontak, ah sudah
lupakan, setalah nomornya kusimpan aku langsung tidur, ngantuk sekali rasanya. Aku
terbangun pukul setengah tiga sore, dengan mata yang belum terbuka sepenuhnya aku
mengecek ponselku dan membuka WhatsApp, pada bagian status aku melihat kontak
dengan nama akhir budi membuat setatus berita kematian, sontak saja aku langsung
membalas status tersebut menggunakan bahasa jawa, begini “sopo sing mati bod” jika
di artikan dalam bahasa indonesia adalah “siapa yang meninggal bud” semabari aku
membalas dalam hatiku berkata “Ya Allah semoga saudara budi yang meninggal
khusnul khotimah”, selepas itu aku melanjutkan aktivitasku seperti biasa, tiba-tiba hp
ku berbunyi tanda ada pesan masuk, ku bukalah pesan tersebut, ternyata oh ternyata
budi yang aku kira temanku tadi salah besar, ternyata dia adalah Bu Budi guru
sosiologiku, aku langsung terdiam dan terpaku di tempat tanpa kata, dengan badan
gemetar aku lupa bahwa aku juga menyimpan nomer Bu budi guruku dengan nama
“Bu Budi Budi”, otaku seakan berhenti bekerja, aku shock sejadi-jadinya, masih
mending jika membalasnya menggunakan bahasa indonesia, aku membalasnya
menggunakan bahasa jawa dan lebih parahnya lagi aku memanggilnya Bod. Bu budi
membalas dengan mengatakan “horoh karo gurune kok njangkar” yang artinya “hayo
sama gurunya kok lancang”, keringatku menetes semakin deras dan aku segera
membalasnya dengan permintaan maaf, yang aku takutkan adalah jika nilai sosiologiku
menjadi C dan citra ku sebagai anak yang sopan hancur.

Kesesokan harinya aku berangkat sekolah dengan hati dag dig dug, sesampainya di
sekolah aku langsung menuju ruang guru dan mencari Bu Budi untuk meminta maaf
secara langsung. Bu Budi pun keluar dari ruang guru dan mengajakku duduk berdua,
disitu aku benar-benar takut, setelah aku menyampaikan permintaan maaf ku dan
menjelaskan alasanku mengapa hal itu bisa terjadi ternyata Bu Budi tidak bereaksi
seperti yang aku bayangkan, beliau malah tertawa mendengarkan penjelasanku lalu
berkata “Nggak apa -apa ibu tau pasti kamu salah membalasnya, ibu kan juga tau kamu
punya teman yang namanya sama dengan ibu” mendengar ucapan tersebut aku
langsung lega sekali walaupun masih tersisa rasa tidak enak, tapi sudah benar-benar
membuatku jauh lebih baik, aku langsung berterimaksih kepada Bu Budi, lalu bu budi
menyuruhku untuk segera masuk kelas, aku pun mengiyakan.

Itulah cerita salah sambungku yang cukup membuatku gemetar dan berkeringat,
untuk kedepannya aku akan lebih teliti lagi da lam membalas pesan atau status, tidak
lagi-lagi aku membalas saat mataku belum terbuka sepenuhnya. Sudah dulu ya heheh
terimakasih semoga terhibur

Anda mungkin juga menyukai