Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PENGKONDISIAN

SINYAL SENSOR DAN AKUISISI


DATA SENSOR
[Teknologi Sensor]

Dimas Rifki irawan


Farhan Ramadhan
Fuad Firdaus
Reihan Pahlevi

UNIVERSITAS GUNADARMA
PENDAHULUAN

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul " MAKALAH
PENGKONDISIAN SINYAL SENSOR DAN AKUISISI DATA SENSOR" dengan
tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Teknologi Sensor. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang manusia Sensor bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Andini selaku guru Mata Pelajaran


Teknologi Sensor. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Depok, 10 Oktober 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Makalah

Pada saat ini sensor merupakan komponen penting dalam praktik. Disadari
atau tidak kita sebenarnya hampir setiap hari berhubungan dengan sensor ini. Telah
banyak perkembangan yang telah dicapai pada bidang ini, baik dari segi teknologi
maupun dari segi fungsi.Terkait dengan perkembangan teknologi yang begitu luar
biasa pada saat ini, banyak sensor telah diproduksi dengan ukuran sangat kecil hingga
orde nanometer sehingga menjadikan sensor sangat mudah digunakan dan dihemat
energinya

Sensor pada dasarnya dapat dipandang sebagai sebuah perangkat atau Device
yang berfungsi mengubah suatu besaran mekanik menjadi besaran listrik, sehingga
keluarannya dapat diolah dengan rangkaian listrik atau sistem digital. Namun,
umumnya output suatu sensor tidak dapat langsung diproses ke mikrokontroller
karena output dari sensor belum tentu sebuah tegangan karena input yang dibutuhkan
mikrokontroller adalah sebuah tegangan

Berdasarkan hal di atas makalah dengan judul “Pengkondisian Sinyal Sensor


dan akuisisi data sensor” ini dibuat. Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan
mahasiswa dapat memahami definisi, fungsi, prinsip kerja, cara kerja, karakteristik,
komponen.

1.2 Batasan Masalah

Pembahasan pada makalah ini adalah seputar pengkondisian sinyal sensor dan
akuisisi data sensor,yang meliputi:
a. Pengkondisian sinyal sensor yang meliputi Rangkaian Resistensi
Sensor,rangkaian pengukuran kapasistansi,pengukuran induktasi pada
rangkaian,penguat operasional dan penguat instrument

b. Akuisisi data sensor yang meliputi konsep data sensor,arsitektur akuisisi data
sensor dan rangkaian antar muka elektronik

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, antara lain sebagai berikut :

1. Memberikan pengetahuan tentang pengkondisian sinyal sensor dan akuisisi


data sensor.

2. Memberikan pengetahuan dasar bagi mahasiswa tentang pengkondisian sinyal


sensor dan akuisisi data sensor.

1.4 Metode Penulisan

Dalam menyusun makalah ini, kami selesaikan dengan menggunakan


beberapa metode penulisan, antara lain sebagai berikut :

1. Metode kepustakaan

Yaitu melakukan pengumpulan data dengan cara membaca dari buku-buku


referensi.

2. Metode analisa

yaitu dengan menganalisa cara kerja sensor dan akuisisi datanya , sehingga
diperoleh gambaran awal dari pengkondisian sinyal sensor dan akuisisi data sensor ,
yang bisa kita gunakan sebagai landasan pemahaman setelah memperoleh teori yang
didapatkan dari metode kepustakaan.

3. Metode interview / cross check

yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada narasumber , guna


mendapatkan jawaban yang menjadi kesepakatan atau kesepahaman bersama.
1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

BAB II ISI

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN


BAB II

ISI

2.1 Pengkondisian Sinyal Sensor


Pengkondisian sinyal merupakan suatu konversi sinyal menjadi bentuk yang
lebih sesuai yang merupakan antarmuka dengan elemen-elemen lain dalam suatu
kontrol proses. Prinsip kerja sensor ialah mengubah suatu besaran non elektris yang
terukur menjadi suatu besaran elektris. Pengkondisian sinyal dibagi menjadi dua
bagian, yaitu pengkondisi sinyal secara analog dan secara digital. Pengkondisian
secara analog menghasilkan sinyal keluaran yang masih merepresentasikan sinyal
analog yang variabel. Pada aplikasi pemrosesan digital, beberapa pengkondisi sinyal
analog tertentu dilakukan sebelum konversi.

2.1.1 Rangkaian Resistansi Sensor

Perangkat yang bersifat resistif selalu mengikuti kaidah Hukum Ohm yang
menyatakan bahwa tegangan (V) resistor sama dengan arus yang mengalir (I)
melalui rangkaian dikalikan dengan nilai resistansi resistor, dirumuskan:

V = I.R

Selain itu, pada rangkaian sensor juga terdapat pernyataan bahwa jumlah arus yang
masuk suatu titik (I1, I2, I3) pada rangkaian sama dengan jumlah arus yang keluar (I).
Hukum tersebut merupakan Hukum Kirchoff pada analisis rangkaian dan dapat
digunakan untuk mengubah arus menjadi tegangan dari suatu sensor yang
dirumuskan:
I = I1+I2 +I3

Misalnya pada rangkaian sensor derajat keasaman (pH) terdapat elemen yang bekerja
dengan model elektrolisis. Besar pH tersebut berkorelasi dengan jumlah elektron
yang mengalir pada rangkaian atau disebut arus listrik sensor (Is). Disisi lain,
perangkat yang memanfaatkan sensor tersebut memerlukan masukan berupa besaran
tegangan. Oleh karena itu diperlukan resistor untuk mengubah besar arus menjadi
tegangan keluaran sensor (Vs) seperti ditunjukkan pada rangkaian Gambar ini

Penggunaan sistem rangkaian tersebut sering dijumpai di industri dimana sensor


dikondisikan untuk mengeluarkan besaran arus dengan rentang 4 - 20 mA. Dalam
sistem instrumentasi, perangkat ini disebut dengan nama transmitter. Keluaran
transmitter dapat diubah menjadi tegangan dengan cara memberikan resistor beban
pada keluaran transmitter tersebut. Contoh konfigurasi transmitter dari sensor suhu
Resistance Temperature Detector (RTD) Pt100 ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Konfigurasi transmitter untuk sensor suhu RTD Pt100

Rangkaian Jembatan Wheatstone secara umum dapat digunakan sebagai pembagi


tegangan sederhana. Rangkaian Jembatan Wheatstone merupakan rangkaian pembagi
tegangan yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 dan dikombinasikan dengan pembagi
tegangan kedua yang terdiri dari resistor tetap. Pada gambar tersebut, rangkaian
Jembatan Wheatstone digunakan untuk pengkondisian sinyal dari sensor Light
Dependent Resistor (LDR) yaitu sensor cahaya yang bekerja dengan konsep resistif.
Tambahan titik pembagi pada rangkaian tersebut berfungsi untuk membuat tegangan
referensi sama dengan keluaran pembagi tegangan di beberapa nilai resistansi.
Keluaran pembagi sinyal sensor dan pembagi referensi sama ketika nilai resistensi
sinyal sensor ada pada nilai awal dan perubahan hambatan sensing menyebabkan
sedikit perbedaan pada dua tegangan.

2.1.2 rangkaian pengkuran kapasitansi

Banyak sensor yang bekerja dengan merespon sinyal fisis dan


menghasilkan perubahan kapasitansi. Pada dasarnya, semua kapasitor memiliki
impedansi (z) seperti ditunjukkan pada persamaan (2.3).

1 1
(2.3)
Z= =

iC i(2fC)

Dimana f adalah frekuensi osilasi dalam satuan Hz, ω dalam satuan rad/s, dan C
adalah kapasitansi dalam satuan farad, i dalam persamaan tersebut adalah bilangan
imajiner yang menandakan pergeseran fasa antara arus yang melalui kapasitor dan
tegangan kapasitor.

Kapasitor ideal tidak dapat mengalirkan arus DC karena ada pemisahan


fisik antara elemen konduktif. Namun, tegangan osilasi menginduksi muatan
osilasi pada pelat kapasitor yang bertindak jika ada muatan yang mengalir melalui
rangkaian. Ketika osilasi berbalik arah sebelum muatan yang cukup besar
menumpuk, maka tidak akan terjadi masalah. Resistansi efektif kapasitor
merupakan karakteristik yang berarti ketika berbicara tentang tegangan osilasi.
Melalui konsep tersebut, kapasitor terlihat seperti resistor.

Pengukuran kapasitansi suatu rangkaian banyak dilakukan dengan


menggunakan rangkaian osilator pengubah kapasitansi menjadi pulsa. Rangkaian
tersebut mampu mengukur kapasitansi dengan baik, tetapi bukan pada pengukuran
kinerja yang sangat tinggi, karena perubahan pulsa mengakibatkan noise muatan
pada rangkaian. Muatan yang diberikan tersebut mengakibatkan tegangan offset
dan kesalahan yang sangat sulit dihilangkan. Oleh karena itu, pengukuran
kapasitansi yang akurat masih memerlukan rangkaian presisi yang mahal.

Kapasitor memiliki impedansi yang besar (umumnya > 1 megaOhm) karena


sebagian besar kapasitansi sensor yang relatif kecil (100 pF) dan frekuensi
pengukuran berada di kisaran 1-100 kHz. Impedansi yang tinggi mengakibatkan
mudahnya sinyal pengganggu untuk memasuki rangkaian sebelum dikuatkan dan
menimbulkan masalah untuk mengekstraksi sinyal yang terukur. Pada pengukuran
kapasitif rangkaian, hal tersebut penting untuk meminimalkan pemisahan fisik
antara kapasitor dan penguat pertama. Pada mikrosensor yang terbuat dari silikon,
masalah tersebut dapat diselesaikan dengan memadukan rangkaian pengukuran dan
elemen kapasitansi pada chip yang sama.

Rangkaian osilator untuk pengkondisian sinyal yang relevan pada


pengukuran kapasitif salah satunya adalah multivibrator yaitu rangkaian listrik
yang bergetar dalam suatu keadaan level tegangan. Ada empat macam
multivibrator yaitu bistabil (flip-flop), monostabil, astabil dan schimith trigger.
Bistabil mempunyai dua keadaan stabil, monostabil memiliki satu keadaan stabil,
astabil selalu bergetar (berubah keadaan) antara dua keadaan stabil dan schimth-
trigger merupakan komparator dengan histerisis.

Multivibrator monostabil dapat dirangkai menggunakan IC 555 seperti


ditunjukkan Gambar 2.4. Dari rangkaian internal yang dimiliki oleh IC 555 dapat
dijelaskan sebagai berikut:

a. Pada waktu Vcc dihubungkan ke sumber, maka tegangan pada pin


trigger menjadi sebesar 1/3 Vcc, keadaan ini membuat output
komparator K1 tinggi, flip-flop FF dalam keadaan set dan output IC555
tinggi.
b. Keadaan tersebut menyebabkan transistor off karena 𝑄̅ pada flip-flof FF
rendah. Selama keadaan ini, maka kapasitor C1 mulai melakukan
pengisian muatan.
c. Pada saat pengisian muatan mencapai 2/3 Vcc maka tegangan input
non-inversi komparator T1 tinggi, output komparator T2 menjadi tinggi
sehingga flip-flop FF terjadi reset yang menyebabkan output IC555
rendah.
d. Sesaat kemudian keadaan 𝑄̅ pada flip-flop FF tinggi dan transistor C 1
menjadi aktif sehingga transistor tersebut menghubungkan kapasitor C1
ke ground dan membuang muatan.
e. Selanjutnya dimulai kembali pengisian muatan dan proses tersebut
berulang kembali dengan output IC555 menjadi tinggi kembali.
Pada sistem rangkaian internal IC555 tersebut dapat diketahui bahwa lama
pengisian kapasitor C1 dan kecepatan pemberian muatan yang diatur melalui R1
dan R2 sangan menentukan periode atau frekuensi keluaran IC555. Semakin besar
kapasitansi C1 maka periode keluaran IC555 semakin besar sehingga frekuensi
sinyal osilasi keluaran IC555 semakin kecil.

K2

FF

K1

Gambar 2.4. Rangkaian multivibrator astabil dengan IC 555

Periode pengisian kapasitor C1 (T1) dirumuskan :

T1 = 0,693 (R1 + R2) C

Periode pengosongan muatan kapasitor C1 (T2) dirumuskan :

T2 = 0,693 R2 C

Periode total dari rangkaian adalah :

T1 + T2 = 0,693 (R1 + 2R2) C


Oleh karena itu frekuensi dari osilator astabil multivibrator tersebut adalah :

f =1 = 1.44 (2.4)

T (R1+ 2R2C)

2.1.3 pengukuran induktasi pada rangkaian

Induktansi merupakan elemen dasar resistif. Resistansi dari sebuah induktor


diberikan oleh persamaan (2.4).

XL =2 f L
(2.5)

Dimana XL adalah resistansi induktif, L adalah induktansi induktor, dan f adalah


frekuesi. Resistansi pada persamaan (2.4) dapat dibandingkan dengan resistansi
dari setiap elemen pasif lain dalam rangkaian pembagi tegangan atau dalam
rangkaian jembatan. Sensor induktif umumnya memerlukan teknik mahal untuk
pembuatan struktur mekanik sensor, sehingga rangkaian yang murah umumnya
tidak banyak digunakan. Hal tersebut sebagian besar disebabkan karena induktor
adalah perangkat yang umumnya tiga dimensi, yaitu terdiri dari kawat melingkar.
Akibatnya, pengukuran rangkaian induktif yang paling sering digunakan
mengandalkan pendekatan pembagi resistansi.

2.1.4 Penguat Operasional

Sensor yang berkembang saat ini banyak yang memiliki sinyal keluaran
sangat rendah. Sinyal keluaran tersebut, biasanya memiliki taraf yang terlalu kecil
untuk langsung digunakan pada masukan sistem akuisisi data, sehingga diperlukan
adanya pengutan. Dua contoh sensor yang termasuk dalam kategori low-gain yaitu
termokopel dan elemen strain-gage yang biasanya memiliki keluaran skala penuh
kurang dari 50 mV. Sebagian besar sistem akuisisi data menggunakan jenis
rangkaian berbeda untuk memperkuat sinyal keluaran sebelum diproses. Rangkaian
analog modern ditujukkan untuk sistem akuisisi data yang terdiri dari penguat
operasional dasar terpadu yang dikonfigurasikan dengan mudah untuk penguat atau
sebagai sinyal buffer.

Penguat operasional terintegrasi, terdiri atas banyak komponen rangkaian,


tetapi biasanya digambarkan pada diagram skematik sebagai diagram blok
fungsional sederhana. Beberapa resistor dan kapasitor eksternal menentukan
bagaimana penguat tersebut bekerja dalam sistem. Penguat operasional
dioperasikan dengan sederhana, cukup memberikan nilai resistor eksternal
sehingga sangat mudah digunakan dalam pengkondisian sinyal. Penguat
operasional dibedakan menjadi penguat membalik dan penguat tak membalik.
Perbedaan dari kedua rangkaian tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.5. Kedua
rangkaian tersebut memiliki sifat keluaran dan besar penguatan yang berbeda.

Penguat Membalik

Sistem penguat operasional membalik merupakan sistem penguat yang


paling dasar dari konfigurasi penguatan sinyal. Rangkaian menerima sinyal
masukan, kemudian menguatkannya, dan membalikkan polaritas pada bagian
keluaran. Rangkaian peguat tak- membalik ditunjukkan pada Gambar 2.5a. Gain
loop terbuka penguat operasional berada pada orde ratusan ribu.

𝑅𝑓
𝑉𝑖𝑛

𝑉𝑜𝑢
𝑉𝑜𝑢
A

𝑅𝑖

(b)

(a)

Gambar 2.5 Dua tipe dasar penguat operasional (a) membalik, dan (b) tak-membalik

Penguat ideal yang menggunakan turunan fungsi transfer memberikan gain


tidak terhingga untuk menyederhanakan turunan tanpa menghasilkan kesalahan
signifikan dalam menghitung gain. Gain yang tinggi tersebut, membuat tegangan
masukan hanya memperhatikan pembagi tegangan yang terdiri dari resistor Rf dan
Ri. Tanda negatif pada fungsi transfer tersebut menunjukkan bahwa sinyal keluaran
memiliki polaritas masukan terbalik. Tanpa menurunkan fungsi transfer, keluaran
dihitung dari persamaan:

Rf
Vo =− .Vin
(2.6)
Ri

Pada persamaan tersebut Vo adalah tegangan sinyal keluaran (Volt), Vin adalah
tegangan sinyal masukan (Volt), Rf adalah resistor feedback (KiloOhm), dan Ri
adalah resistor masukan (KiloOhm).

Penguat Tak-membalik

Penguat operasional tak membalik mirip dengan rangkaian membalik tetapi


fase keluaran sinyalnya sesuai dengan masukannya. Rangkaian penguat
operasional tak-membalik ditunjukkan pada Gambar 2.5b. Selain itu, persamaan
gain hanya bergantung pada pembagi tegangan yang terdiri dari Rf dan Ri yaitu:

Rf +Ri .Vin (2.7) Vo = Ri 


Dimana Vo adalah tegangan sinyal keluaran (Volt), Vin adalah tegangan sinyal
masukan (Volt), Rf adalah resistor feedback (KiloOhm), dan Ri adalah resistor
masukan (KiloOhm).

2.1.5 Penguat Instrumen

Masalah Efek Thevenin terjadi ketika sensor memiliki resistansi yang besar
karena arus sensor hanya berorde nanoAmpere, sedangkan impedansi input lebih
rendah dari resistansi sensor tersebut. Efek ini berakibat dengan jatuhnya tegangan
sensor yang akan dikuatkan. Penguat yang digunakan dalam kasus ini harus
memiliki arus masukan yang sangat rendah, drift, dan tegangan offset; gain
tegangan yang stabil dan akurat; serta memiliki Common Mode Rejection Ratio
(CMRR) yang tinggi.

Walaupun pada umumnya penguat operasional (Op-amp) dengan berbagai


jenis dan rasio resistor yang ketat sering digunakan, desain penguat instrumentasi
lebih baik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Misalnya sensor akan diubah
datanya menjadi data digital menggunakan Analog to Digital Converter (ADC).
Tegangan sinyal yang diukur sering kali jauh lebih kecil dari tegangan masukan
maksimum yang diizinkan dari sistem ADC. Misalnya, sinyal 0 Volt hingga 100
miliVolt jauh lebih kecil dari pada ADC rentang 0 Volt hingga 5 Volt. Gain
sebesar 50 dibutuhkan untuk mendapatkan resolusi maksimum pada pengukuran
tersebut.

Penguat instrumentasi mampu memperoleh gain dari 1 hingga lebih dari 10.000,
tetapi dalam sistem multiplexing, gain biasanya terbatas pada rentang 1 hingga
1.000.

Penguat instrumentasi memiliki keluaran impedansi rendah yang ideal


untuk mengoperasikan masukan ADC. Ciri khas dari ADC yaitu tidak memiliki
impedansi masukan yang tinggi atau konstan. Oleh karena itu sinyal masukan
harus memiliki impedansi serendahrendahnya. Beberapa penguat instrumentasi
memiliki kelemahan pada tegangan offset, error gain, keterbatasan bandwidth, dan
settling time. Tegangan offset dan error gain dapat dikalibrasi sebagai bagian dari
pengukuran, tetapi bandwidth dan settling time merupakan parameter yang
membatasi frekuensi dari sinyal yang dikuatkan dan frekuensi di mana pengalihan
(switching) masukan sistem dapat mengalihkan saluran antar sinyal. Rangkaian
tegangan DC stabil yang diterapkan ke penguat instrumentasi dengan cepat
menghasilkan sinyal yang sulit untuk dikuatkan.

Penguat instrumentasi terintegrasi adalah penguat operasional berkualitas


tinggi yang memiliki jaringan feed back internal yang presisi. Hal tersebut ideal
untuk mengukur sinyal tingkat rendah pada lingkungan yang memiliki noise tanpa
kesalahan. Selain itu, juga dapat menguatkan sinyal lemah pada titik tengah
tegangan common mode tinggi. Penguat instrumentasi terintegrasi sangat cocok
untuk koneksi langsung ke berbagai macam sensor seperti strain gauge,
termokopel, RTD, arus shunt, dan load cells. Itu semua biasanya dikonfigurasi
dengan tiga penguat operasional yaitu dua masukan diferensial dan satu penguat
keluaran diferensial. Beberapa memiliki pengaturan gain internal dari 1 hingga 100
dan lainnya dapat diprogram.

Rangkaian penguat instrumen perlu resistor-resistor yang presisi untuk


memperoleh Common Mode Rejection Ratio (CMMR) yang tinggi. Untuk
memberikan kemudaan para pengguna penguat instrument maka rangkaian
tersebut telah diproduksi menjadi satu cips IC yang disebut IC penguat instrumen.
Salah satu tipe yang popular dengan harga yang terjangkau adalah IC penguat
instrument tipe INA103. Diagram pin dari IC penguat instrumen tersebut
ditunjukkan pada Gambar 2.6. Pada Gambar tersebut terlihat resistor-resistor yang
digunakan pada parameter penguatan dan harus memiliki kemiripan tinggi untuk
memperoleh nilai Common Mode Rejection Ratio (CMMR) tinggi telah
terintegrasi di dalam IC INA103.

Gambar 2.6 Diagram pin dari IC penguat instrumen


INA 103

2.2 Akuisisi Data Sensor


2.2.1 Pengertian Akuisisi Data Sensor

Akuisisi data adalah proses pengambilan data dari sensor yang diubah ke
sinyal listrik, dan dikonversi ke bentuk angka digital yang akan diproses dan
dianalisis melalui komputer. Bagian akuisisi data mulai dari unit pemprosesan sinyal,
sensor, perankat keras, dan unit komputer.
Akuisisi data butuh beberapa perangkat sensor sebagai pengkonversi data
variabel fisik ke variabel tegangan listrik. Konversi dari piranti sensor analog diubah
ke data digital menggunakan piranti Analog to Digital Converter(ADC).

Akurasi data dari mikrokontroler dipengaruhi dengan besarnya resolusi data


dari Analog to Digital Converter ADC.

Gambar 17. Diagram Blok Akuisisi Data

Akuisisi data dalam bahasa Inggris Data Acquisition disingkat DAQ adalah
proses sampling dari kondisi dunia nyata dan konversi dari sampel yang dihasilkan
menjadi nilai numerik digital yang dapat dimanipulasi oleh komputer. akuisisi data
dan sistem akuisisi data (disingkat dengan akronim DAS) biasanya melibatkan
konversi bentuk gelombang analog menjadi nilai digital untuk diproses. Komponen
dari sistem akuisisi data meliputi: Sensor yang mengkonversi parameter untuk sinyal-
sinyal listrik

2.2.2. Konsep Data Sensor

Data sensor adalah merupakan salah satu komponen penting sebagai


pengindera dari sistem. Bagian ini akan mengubah hal-hal yang dideteksi menjadi
besaran-besaran listrik sehingga dapat diproses oleh sistem elektronika seperti
mikrokontroler, PLC ataupun PC melalui ADC (Analog to Digital Converter) yang
mengubah sinyal elektronik menjadi data digital. Namun seringkali besaran listrik
yang dihasilkan sensor sangat kecil sehingga ADC tidak dapat memprosesnya secara
langsung. Untuk itu dibutuhkan rangkaian pengkondisi signal yang menguatkan
signal tersebut menjadi tegangan analog yang cukup besar.

2.2.3. Arsitektur Akuisisi Data Sensor

Sistem Akuisisi Data adalah kumpulan komponen yang saling bekerja sama
yang tujuannya melakukan pengumpulan, penyimpanan, pengolahan data, dan
melakukan distribusi data untuk menghasilkan informasi yang bermakna dan berguna
untuk proses pengambilan keputusan (decision making process).

Sistem akuisisi data dapat dikembangkan menjadi suatu sistem


pengukuran/pengambilan data jarak jauh yang disebut telemetri, dengan
menggunakan gelombang radio atau sinar infra merah yang biasanya disebut wireless
data tranfer system.

Sistem akuisisi data digunakan untuk mengukur dan mencatat sinyal yang
pada dasarnya diperoleh dengan dua cara.

 Sinyal yang berasal dari pengukuran langsung besaran-besaran listrik. Besaran


listrik itu bisa berupa tegangan, frekuensi, atau tahanan, dan hal-hal yang
sering dijumpai dalam pengujian komponen elektronik, penelitian lingkungan,
dan analisis kualitas.
 Sinyal yang asal dari transduser, misalnya strain-gage, termokopel, dan lain-
lain.

Sistem akuisisi data dapat dikelompokkan dalam dua kelas utama, yaitu
sistem akusisi data analog, dan sistem akuisisi data digital.
 Sistem akuisisi data analog mengukur informasi dalam bentuk analog, yaitu
fungsi yang kontinyu terhadap waktu.
 Sistem akusisi data digital mengukur informasi dalam bentuk digital, besaran
yang terdiri pulsa-pulsa diskrit yang tidak kontinyu terhadap waktu.

Secara umum, sistem akuisisi data analog digunakan bila memerlukan


bandwidth yang lebar, atau bila memerlukan ketelitian lebih rendah yang dapat
ditoleransi.

Sedangkan sistem akuisisi data digital digunakan bila proses fisik yang
dimonitor berubah secara lambat (bandwidth sempit), dan bila memerlukan ketelitian
tinggi serta biaya rendah untuk setiap kanal.

2.2.4. Rangkaian Antarmuka Elektronika: Analog to Digital Converter (ADC)


dan Digital to Analog Converter (DAC)

2.2.4.1 Rangkaian Analog to Digital Converter (ADC)

ADC (Analog To Digital Converter) adalah perangkat elektronika yang


berfungsi mengubah sinyal analog menjadi sinyal digital. ADC memiliki 2 karakter
prinsip, yaitu:

 Kecepatan sampling
 Resolusi.

Kecepatan sampling ADC adalah menyatakan “seberapa sering sinyal analog


dikonversikan ke bentuk sinyal digital pada selang waktu tertentu”.
Gambar 18. Rangkaian ADC

Resolusi ADC adalah menentukan “ketelitian nilai hasil konversi ADC”.


Sebagai contoh ADC 8 Bit akan memiliki output 8 Bit data digital. Ini berarti sinyal
input dapat dinyatakan dalam 255 atau ( 2 – 1) nilai diskrit. ADC 12 Bit akan
memiliki output 12 Bit data digital. Ini berarti sinyal input dapat dinyatakan dalam
4096 data diskrit. Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa ADC 12 bit akan
memberikan resolusi yang lebih baik daripada ADC 8 Bit.

 Converter merupakan Alat bantu digital yang paling penting untuk teknologi


kontrol proses adalah yang menerjemahkan informasi digital ke bentuk analog
dan juga sebaliknya. Sebagian besar pengukuran variabel-variabel dinamik
dilakukan oleh piranti ini yang menerjemahkan informasi mengenai vaiabel ke
bentuk sinyal listrik analog. Untuk menghubungkan sinyal ini dengan sebuah
komputer atau rangkaian logika digital, sangat perlu untuk terlebih dahulu
melakukan konversi analog ke digital (A/D). Hal-hal mengenai konversi ini
harus diketahui sehingga ada keunikan, hubungan khusus antara sinyal analog
dan digital.

 Prinsip kerja ADC  adalah mengkonversi sinyal analog ke dalam bentuk


besaran yang merupakan rasio perbandingan sinyal input dan tegangan
referensi. Sebagai contoh, bila tegangan referensi 5 volt, tegangan input 3
volt, rasio input terhadap referensi adalah 60%. Jadi, jika menggunakan ADC
8 bit dengan skala maksimum 255, akan didapatkan sinyal digital sebesar 60%
x 255 = 153 (bentuk decimal) atau 10011001 (bentuk biner).

2.2.4.2. Jenis – Jenis ADC

1. ADC simultan

ADC simultan atau biasa disebut flash converter atau paralel converter. Input
analog Vi yang akan diubah ke bentuk digital diberikan secara simultan pada sisi +
pada komparator tersebut, dan input pada sisi – tergantung pada ukuran bit converter.
Ketika Vi melebihi tegangan input-dari suatu komparator, maka output komparator
adalah high, sebaliknya akan memberikan output low.

Gambar 19. Rangkaian ADC Simultan

3 Successive approximation ADC


Gambar 20. Rangkaian Successive Approximation

Pada gambar di atas ditunjukkan diagram ADC jenis SAR, yaitu dengan
memakai konvigurasi yang hampir sama dengan counter ramp tetapi dalam
melakukan trace dengan cara tracking dengan mengeluarkan kombinasi bit MSB = 1
= 1000 0000. Apabila belum sama (kurang dari tegangan analog input maka bit MSB
berikutnya = 1 = 1100 0000 dan apabila tegangan analog input ternyata lebih kecil
dari tegangan yang dihasilkan DAC maka langkah selanjutnya menurunkan kominasi
bit = 1010 0000.

Misal diberi tegangan analog input sebesar 6,84 volt dan tegangan referensi
ADC 10 volt sehingga tegangan keluaran sebagai berikut

Jika D7 = 1 maka V out = 5 volt

Jika D6 = 1 maka V out = 2,5 volt

Jika D5 = 1 maka V out = 1,25 volt

Jika D4 = 1 maka V out = 0,625 volt

Jika D3 = 1 maka V out = 0,3125 volt

Jika D2 = 1 maka V out = 0,1625 volt

Jika D1 = 1 maka V out = 0,078125 volt


Jika D0 = 1 maka V out = 0,0390625 volt

Setelah diberikan sinyal start maka konversi dimulai dengan memberikan


kombinasi 1000 0000 ternyata menghasilkan tegangan 5 volt dimana masih kurang
dari tegangan input 6,84 volt, kombinasi berubah menjadi 1100 0000 sehingga Vout
= 7,5 volt dan ternyata lebih besar dari 6,84 volt sehingga kombinasi menjadi 1010
0000 tegangan Vout = 6,25 volt. Kombinasi naik lagi 1011 0000 demikian seterusnya
hingga mencapai tegangan 6,8359 volt dan membutuhkan hanya 8 clock.

2.2.4.3. Rangkaian Digital to Analog Converter (DAC)

DAC ( Digital To Analog Converter ) adalah perangkat elektronika yang


berfungsi untuk mengubah sinyal digital ( diskrit ) menjadi sinyal analog ( kontinyu ).
Aplikasi DAC ( Digital To Analog Converter ) ini adalah sebagai antarmuka
( interface ) antara perangkat yang bekerja dengan sistem digital dan perangkat
pemroses sinyal analog. Perangkat DAC ( Digital To Analog Converter ) bisa berupa
rangkaian elektronika dan chip IC DAC.

2.2.4.4. Fungsi DAC

Biasanya DAC ( Digital To Analog Converter ) sering digunakan pada


perangkat digital pada bagian output untuk membuat sinyal analog setelah
sebelumnya sinyal diproses dalam bentuk digital. Cara kerja DAC ( Digital to Analog
Convertion ) sesuai dengan namanya Digital to Analog Convertion maka fungsi
utama DAC adalah merubah sinyal digital menjadi sinyal analog Rangkaian DAC
lebih simpel daripada rangkaian ADC.

2.2.4.5 Rangkaian DAC

Rangkaian dasar DAC ( Digital to Analog Convertion ) terdapat 2 tipe, yaitu


Binary-weighted DAC dan R/2R Ladder DAC. Kedua tipe DAC tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:

1. Binary-weighted DAC
Gambar 21. Rangkaian Binary – Weighted
DAC

Suatu rangkaian Binary-weighted DAC dapat disusun dari beberapa Resistor


dan Operational Amplifier yang diset sebagai penguat. Secara prinsip rangkaian DAC
diatas dapat dijelaskan sebagai berikut ini :

Resistor 20 kΩ menjumlahkan arus yang dihasilkan oleh penutupan switch-


switch D0 sampai D3. Selanjutnya resistor – resistor ini akan diberi skala nilai
sedemikian rupa sehingga mencukupi bobot biner ( binary-weighted ) dari arus yang
kemudian akan dijumlahkan oleh resistor 20 kΩ. Dengan menutup switch D0
mengakibatkan arus 50 μA mengalir melalui resistor 20 kΩ, menghasilkan tegangan
-1 V pada Vout.

2. R/2R Ladder DAC

Gambar 22. Rangkaian R/R2 Ladder DAC


Selain Binary Weighted DAC, ada metode lain dari konversi Digital to
Analog yaitu R/2R Ladder. Metode ini banyak digunakan dalam IC-IC DAC. Dalam
rangkaian R/2R Ladder, hanya dua nilai resistor yang diperlukan, yang dapat
digunakan untuk IC DAC dengan resolusi 8, 10 atau 12 bit.

2.2.4.6. Cara Kerja DAC

Cara kerja DAC ( Digital to Analog Convertion ) sesuai dengan namanya


Digital to Analog Convertion maka fungsi utama DAC adalah merubah sinyal digital
menjadi sinyal analog Rangkaian DAC lebih simpel daripada rangkaian ADC.
BAB III

Kesimpulan dan Saran

3.1 Kesimpulan

Pada umumnya sinyal keluaran sensor memiliki taraf listrik yang masih rendah
sehingga sinyal tersebut harus dikondisikan agar dapat diproses untuk keperluan
selanjutnya. Bagian pengkondisian sinyal sensor yang sangat umum adalah sistem
penguatan, Setiap elemen sensor memiliki perbedaan sistem konfigurasi sehingga
diperlukan model pengkondisian dan penguatan sinyal yang berbeda dan keluaran
parameter listrik yang berbeda pula.

Setelah sinyal output dikondisikan maka yang terakhir adalah Akuisisi Data
Sensor yaitu proses pengambilan data dari sensor yang diubah ke sinyal listrik, dan
dikonversi ke bentuk angka digital yang akan diproses dan dianalisis melalui
komputer. Bagian akuisisi data mulai dari unit pemprosesan sinyal, sensor, perankat
keras, dan unit komputer.. Permasalahan ini sangat penting karena pengukuran,
pengendalian, pengontrolan, dan pemrosesan berbasis komputer memiliki keuntungan
ekonomi yang tinggi

3.2 Saran

Makalah ini tidak lah sempurna karena pembahasan ditekankan pada pemahaman
sistem penguatan sensor dan akuisisi datanya karena pengkondisian sinyal yang lain
dapat dilakukan secara digital di bagian prosesor menggunakan mikrokontroler,
komputer, PLC, DCS, atau SCADA.

Anda mungkin juga menyukai