Oleh:
Gusti Panca, S. Par
2109360
Jovan A Asyraf, S. Ikom
2105287
Debby Rusmiati, S. M
2105460
Muhammad Fikriyananda, S. Par
2012948
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Makalah Artikel tentang “Analisis Perencanaan di Desa Wisata
Cisambeng Kabupaten Majalengka” dan manfaatnya untuk masyarakat.
Artikel ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan dan perancangan
Artikel ini. Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak dan
berbagai sumber penulisan yang telah berkontribusi dalam pembuatan Penulisan
ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat, tata bahasa dan keterbatasan informasi. Oleh karena itu, penulis
dengan segala kekurangannya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
penulis dapat memperbaiki artikel ilmiah ini.
Akhir kata saya berharap semoga artikel tentang “Analisis Perencanaan di Desa
Wisata Cisambeng Kabupaten Majalengka” dapat memberikan manfaat. inpirasi
dan wawasan terhadap pembaca.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pariwisata berkembang menjadi industri potensial yang dapat memberikan
kontribusi besar terhadap pergerakan ekonomi suatu negara. Latar belakang
motivasi wisatawan yang berbeda-beda berdampak pada berkembangnya daya
tarik wisata yang menawarkan berbagai atraksi wisata sesuai dengan kebutuhan
wisatawan dalam melakukan aktivitas wisata.
Saat ini Kabupaten Majalengka sedang berupaya untuk mengembangkan
daerahnya, salah satunya dalam sektor pariwisata. Kabupaten Majalengka
mempunyai potensi pariwisata diantaranya ada potensi wisata alam, potensi wisata
religi dan sejarah, potensi wisata belanja, potensi wisata edukasi, potensi wisata
budaya dan potensi wisata gastronomi.
Kabupaten Majalengka memiliki keunggulan lokal berupa banyaknya
destinasi wisata alam, hal ini tentunya tidak lepas dari kondisi geografis
Kabupaten Majalengka yang memiliki wilayah pegunungan dan berbukit, serta
wilayah daratan. Beberapa contoh destinasi tujuan wisata unggulan yang ada di
Kabupaten Majalenka yang diuraikan pada tabel 1.2 berikut:
Destinasi Wisata Unggulan Di Kabupaten Majalengka
1
10 Jatiwangi Art Factory (JAF) Budaya Jatisura
1
Niche Travel adalah perjalanan yang menarik sejumlah orang secara
khusus yang tertarik pada sesuatu atau bisa dibilang perjalanan ‘khusus’. Maka
dari itu wisata gastronomi ini merupakan salah satu jenis wisata yang memiliki
peminat khusus yang mengacu pada proses perjalanan dengan tujuan menikmati
makanan dan minuman sebagai faktor utama bagi wisatawan.
Berdasarkan paparan diatas, perlu dilakukan penelitian untuk menyusun
strategi pengembangan wisata gastronomi dengan dibuatnya perencanaan program
pola perjalanan dan paket wisata gastronomi di Kabupaten Majalengka khususnya
desa wisata di Desa Cisambeng. Penelitian ini bertujuan sebagai saran atau
masukan terhadap pemangku kepentingan (stakeholder) agar bisa mengembangkan
wisata gastronomi dan desa wisata berbasis wisata gastronomi yang ada di
Kabupaten Majalengka dan menjadikan Kabupaten Majalengka sebagai salah satu
kota wisata gastronomi .
1. 2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana potensi wisata gastronomi dalam pengembangan desa wisata di
desa Cisambeng Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka?
2. Apa saja elemen penting yang menunjang di Desa Cisambeng Kecamatan
Palasah Kabupaten Majalengka?
3. Bagaimana rencana strategis yang digunakan pada wisata gastronomi di
Desa Cisambeng Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka?
4. Bagaimana perencanaan strategis yang digunakan untuk memasarkan
konsep community based tourism pada Desa Cisambeng Kecamatan
Palasah Kabupaten Majalengka?
5. Bagaimana perencanaan monitoring dan evaluasi Desa Cisambeng
Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka?
1. 3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui potensi wisata gastronomi dalam pengembangan desa
wisata pada Desa Cisambeng Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka?
2. Untuk mengetahui elemen penting yang menunjang di Desa Cisambeng
Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka?
1
3. Untuk mengetahui rencana strategis yang digunakan pada wisata
gastronomi di Desa Cisambeng Kecamatan Palasah Kabupaten
Majalengka?
4. Untuk mengetahui rencana strategis yang digunakan untuk memasarkan
konsep community based tourism pada Desa Cisambeng Kecamatan
Palasah Kabupaten Majalengka?
5. Untuk mengetahui perencanaan monitoring dan evaluasi Desa Cisambeng
Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka?
1
BAB II
LITERATURE REVIEW/KAJIAN PUSTAKA
2. Literature review/ Kajian pustaka
2.1 Pariwisata
Pariwisata telah lama menjadi perhatian, baik dari segi ekonomi, politik,
administrasi kenegaraan, maupun sosiologi, sampai saat ini belum ada kesepakatan
secara akademis mengenai apa itu pariwisata. Secara etimologi, kata pariwisata berasal
dari bahasa Sansekerta yang terdiri atas dua kata yaitu pari dan wisata. Pari berarti
“banyak” atau “berkeliling”, sedangkan wisata berarti “pergi” atau “bepergian”. Atas
dasar itu, maka kata pariwisata seharusnya diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan
berkali- kali atau berputar-putar, dari suatu tempat ke tempat lain, yang dalam bahasa
Inggris disebut dengan kata “tour”, sedangkan untuk pengertian jamak, kata
“Kepariwisataan” dapat digunakan kata “tourisme” atau “tourism” (Suwena &
Widyatmaja, 2010)
Sementara itu[ CITATION Pen03 \l 1033 ], mendefinisikan pariwisata sebagai
suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar
tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan, baik
karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan maupun
kepentingan lain seperti karena sekedar ingin tahu, menambah pengalaman ataupun
untuk belajar.
2.2 Community Based Tourism (CBT)
Community based tourism telah banyak dilakukan di negara berkembang untuk
mengatasi berbagai masalah ketimpangan sosial dan tidak meratanya ekonomi pada
negara negara tersebut (Ohe, 2019). Menurut (Suansri, 2003) "CBT adalah pariwisata
yang menitikberatkan keberlanjutan lingkungan, sosial, dan budaya kedalam satu
kemasan. Hal ini dikelola dan dimiliki oleh masyarakat, untuk masyarakat, dengan
tujuan memungkinkan pengunjung untuk meningkatkan kesadaran mereka dan belajar
tentang masyarakat dan lokal cara hidup”. Pemahaman lain menyebutkan bahwa CBT
merupakan penekanan akan konservasi wilayah/budaya, pengembangan suatu daerah
wisata dan valorisasi kekayaan budaya lokal (Stronza, 2008). CBT merupakan
penerapan strategi yang relevan untuk pengembangan masyarakat yang dilatar belakangi
karena ikut mempromosikan inklusi sosia yang terjadi pada masyarakat tersebut,
1
pembedayaan masyarakat, kesataraan gender hingga permasalahan sosial dan
lingkungan (Bartholo et al., 2008). Menurut buku (Moscardo, 2008) CBT merupakan
sebuah pariwisata yang berbasis pada negotiation dan participation dengan stakeholder
kunci (masyarakat) dalam sebuah destinasi wisata. Artinya dalam proses pengembangan
dan manajemen pariwisata tidak lepas dari keterlibatan masyarakat. Pengembangan
Community Based Tourism (CBT) telah menarik perhatian berbagai negara berkembang
bahkan hingga negara maju sekalipun
Hatton (1999) mengumpulkan studi kasus dari 12 negara dan wilayah yang
berbeda di kawasan Asia dan Pasifik. Manhas (2014) berfokus pada studi kasus CBT di
India yang mencakup daerah pedesaan. Seiring dengan meningkatnya minat dalam CBT,
pendekatan untuk mempelajari CBT juga telah beragam. Dittmann (2009) membahas
kasus pariwisata kotapraja dengan berfokus pada Cape Town di Afrika Selatan dari
perspektif manajemen destinasi. Burgos dan Mertens (2017) membahas manajemen
CBT di Brasil dari sudut pandang jaringan sosial.
2.3 Desa Wisata
Desa wisata dapat dipahami sebagai program kepariwisataan yang secara
konseptual, sebagai keadaan pikiran dan secara teknis sesuai dengan aktivitas, tujuan,
dan karakteristik sekitar (Trispa et al., 2021). Meskipun begitu definisi dari desa wisata
itu sendiri tidak dapat dipastikan karena karakteristik area desa yang dijadikan tempat
wisata berbeda di setiap negara.
Salah satu hal yang menarik dalam menciptakan suatu kawasan pariwisata ialah
berdasarkan kebudayaan yang terdapat pada kawasan tersebut. Kondisi inilah yang
mendasari terciptanya kegiatan pariwisata di suatu desa karena kekhasan budaya
masyarakat yang mendiami daerah tersebut. Mengutip pernyataan [ CITATION Had12 \l
1033 ]
1. Aksesbilitasnya baik,
2. Memiliki obyek-obyek menarik berupa alam, seni budaya, legenda, makanan
lokal, dan sebagainya.
3. Dukungan penuh dari masyarakat lokal dan aparat desa
4. Keamanan di desa tersebut terjamin.
5. Tersedia akomodasi, telekomunikasi, dan tenaga kerja yang memadai.
6. Beriklim sejuk atau nyaman
1
7. Berhubungan dengan obyek wisata lain yang sudah dikenal oleh masyarakat luas
Desa wisata sebagai suatu destinasi wisata yang menarik, efisien dan berdaya
saing tinggi tidak dapat hadir dan terbentuk secara kebetulan tetapi harus melalui
perencanaan yang baik sehingga mendukung dalam pengembangan kepariwisataan
(Lusticky & Kincl, 2012).
2.4 Planning / Perencanaan
Planning merupakan unsur penting dalam mendukung keberhasilan suatu
tempat wisata dan setiap programnya agar dapat berjalan dengan baik. Dalam
memahami sebuah perencanaan dapat dikatan sebagai hal yang tidak dapat dipisahkan
dalam pengembangan banyak hal dikatikan dengan perencanaan dalam mengumpulkan
informasi, menentukan strategi,merumuskan masalah, membuat kerangka kerja hingga
penempatan waktu pelaksanaan implementasi dan memonitori setiap pelaksanaan yang
sudah di rencanakan (Morrison, 2013).
Perencanaan menguraikan jalan untuk mewujudkan tujuan CBT yang telah
diharapkan, namun perencanaan hanya dapat dilakukan ini setelah menyelesaikan studi
kelayakan pada tempat tersebut. Bagi perencanaan menjadi dua aspek: kapasitas
masyarakat dan pemasaran CBT. Setelah selesai, implementasikan rencana, pantau
kemajuan dan terakhir evaluasi proyek (Suansri, 2003). Sebelum melakukan
perencanaan perlu adanya sebuah kesimpulan yang diambil berdasarkan analisa
strenghts, weakness, opprtunities,dan threats yang pada akhirnya akan melahirkan nya
4 kemungkinan strategi yang diantara nya ialah :
2.4.1. Turn Outward (Strengths and Opportunities)
Jika Kondisi eksternal dan internal yang menguntungkan bagi masyarakat atau
komunitas. Rencanakan cara untuk menggunakan kekuatan dan peluang untuk
mengembangkan komunitas.
2.4.2. Turn Inward (Strengths and Threats)
Jika Kondisi eksternal tidak mendukung akan suatu tindakan terhadap kondisi internal,
tetapi komunitas memiliki peran yang kuat. Rencanakan cara untuk terlindungi dari
faktor eksternal dan bekerja dengan kelompok (komunitas) dalam masyarakat untuk
mempertahankan dan membangun kekuatan mereka.
2.4.3. Strengthen (Weaknesses and Opportunities)
1
Meskipun kondisi eksternal menguntungkan, masyarakat memiliki kelemahan.
Rencanakan cara untuk memperkuat kelemahan dan menggunakan peluang untuk
mendapatkan bantuan.
2.4.4. Protect or Retreat (Weaknesses and Threats)
Jika Komunitas berada dalam situasi yang paling buruk; ada eksternal ancaman dan
kelemahan internal. Rencanakan cara untuk melindungi dari atau mencegah dampak
negatif di masyarakat. Jangan dilanjutkan jika situasi di luar kemampuan masyarakat.
1
BAB III
PEMBAHASAN
1
tahulah mayoritas masyarakat Cisambeng mencari pundi-pundi rupiah. Hampir
sebagian besar masyarakat terjun dalam home industry tahu ini, baik sebagai
pemilik home industry tahu, sebagai pekerja di pabrik tahu, pedagang atau
reseller maupun pemasok tahu untuk para reseller.
Masyarakat Desa Cisambeng mungkin lebih identik dengan pengusaha
tahu, akan tetapi disamping itu ada banyak pula masyarakat yang memiliki
pekerjaan lain selain menjadi pengusaha tahu maupun pedagang tahu.
B. Destinasi Wisata Gastronomi
Desa Cisambeng terletak di Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka
Provinsi Jawa Barat. Desa Cisambeng terkenal dengan produksi Tahu, Tempe dan
Oncomnya. Hal ini yang menjadikan Desa Cisambeng sebagai salah satu destinasi
wisata gastronomi yang menawarkan para wisatawan untuk belajar bagaimana
untuk mengolah Tahu, Tempe, dan Oncom secara tradisional dan memberikan
edukasi seputar sejarah tahu di Desa Cisambeng serta berbaur dengan warga
sekitar dan mencoba belajar mengolah serta menyantap berbagai olahan makanan
khas Desa Cisambeng dan khas Kabupaten Majalengka. Banyak olahan makanan
khas Desa Cisambeng Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka dengan bahan
utama Tahu, Tempe dan Oncom, serta olahan makanan lainnya yang khas dari
Kabupaten Majalengka.
C. Analisis SWOT
1. Kekuatan (strength)
a) Ketika berwisata di Desa Cisambeng, wisatawan disuguhkan sebuah
atraksi wisata yaitu Cooking Class, dimana wisatawan bersama dengan
warga sekitar belajar dan ikut serta dalam mengolah masakan khas Desa
Cisambeng. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri terhadap wisatawan yang
ingin mencoba membuat olahan khas Desa Cisambeng.
b) Ketika berwisata di Desa Cisambeng, wisatawan di ajak untuk
mengunjungi sebuah pabrik pengolahan Tahu yang masih menggunakan
peralatan tradisional. Hal ini menjadi salah satu daya tarik yang
ditawarkan karena wisatawan bisa melihat teknik pengolahan Tahu secara
Tradisional
1
c) Pengunjung juga diajak mengunjungi salah satu Lab Tahu yang di
ciptakan komunitas Pabrik Tau. Disana wisatawan diajarkan mengenai
sejarah Tahu di Desa Cisambeng. Serta diajak untuk membuat Tahu
menggunakan peralatan yang modern.
2. Kelemahan (weakness)
a) Pemasaran masih belum maksimal dikarenakan kepengurusan masih
belum terorganisir.
b) Fasilitas yang ditawarkan masih seadanya dikarenakan wisata Desa
Cisambeng masih tergolong Baru.
3. Peluang (opportunities)
a) Terdapat peluang besar dikarenakan banyaknya destinasi wisata alam
yang ada disekitar Desa Cisambeng .
b) Dekat dengan gerbang tol Sumberjaya yang memudahkan bagi
wisatawan luar kota untuk mengunjungi Desa Cisambeng.
4. Ancaman (threats)
a) Wisatawan yang berniat untuk pergi berwisata ke Desa Cisambeng
tertunda akibat Pandemi COVID-19
b) Banyaknya pesaing dikarenakan banyaknya Desa Wisata yang ada di
Kabupaten Majalengka
c) Sudah banyaknya tempat penginapan seperti hotel yang menyebabkan
wisatawan lebih memilih menginap di hotel daripada menginap di Desa
Cisambeng.
D. ELEMEN PENTING DALAM TAHAP PERENCANAAN
Menurut Suansri (2003) terdapat lima elemen penting dalam tahap
perencanaan sebagai berikut:
1. Up to date dengan informasi terkini untuk menganalisis situasi dan
mempersiapkan planning untuk masa depan.
2. Partisipasi lokal dalam mengumpulkan informasi, menganalisis situasi dan
perencanaan.
3. Kerangka perencanaan yang jelas
4. Implementasi
1
5. Monitoring dan evaluasi
No Elemen Implementasi
1 Up to date dengan Latarbelakang terbentuk nya desa wisata karena
informasi terkini masyarakat terdampak covid-19. Sebagian besar
untuk menganalisis masyarakat desa cisambeng memiliki home industry.
situasi dan Adanya covid-19 memnyebabkan tahu dan tempe tidak
mempersiapkan terjual hingga akhirnya masyarakat membuat strategi
planning untuk untuk inovasi produk. Ide ini muncul karena situasi yang
masa depan. up to date.
1
E. Rencana Strategis
Sebelum melakukan tahap perencanaan, perlu memeriksa kesimpulan yang
diperoleh dan dirancang melalui analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman komunitas untuk membuat strategi bagi komunitas. Pada dasarnya ada 4
kemungkinan dari tahapan strategi:
Strategi Rencana Kerja
Turn Outward Pemasaran
Pengembangan Pariwisata
Pengembangan sumber daya manusia
Turn Inward Promosi CBT
Strengthen Pengembangan sumber daya manusia
Pengembangan Organisasi Masyarakat
Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Budaya
Pengembangan Infrastruktur dan
Layanan
Protect or Retreat Studi/Penelitian Kapasitas Masyarakat
Studi/Penelitian Dampak Pariwisata
Tabel 1 Rencana Strategi
Dari ke empat strategi diatas, desa wisata Cisambeng termasuk
kemungkinan dari tahapan strategi turn inward dengan rencana kerja promosi
CBT. Desa wisata Cisambeng sendiri sudah memiliki potensi wisata gastronomi
dengan kekhasan tahu dan tempe sehingga untuk strategi selanjutnya yaitu
promosi CBT.
Aktivitas Objektif Kelompok Proses Durasi Sumber Penanggungja-
Sasaran Daya wab
Mendalami Pengalaman Wisatawan Wisatawan Fullday Lokal Pemerintah
konsep dan edukasi mancanegara, diajak menuju Activity Desa
Gastronomi local dan laboratorium
vegetarian tahu dan tempe
enthusiast selanjtnya
1
belajar
pengolahan
tahu dan
tempe, cooking
class masakan
khas daerah,
dan inovasi
produk.
Tabel 2 Kerangka perencanaan
1
1. Perencanaan Membangun Komunitas di Masyarakat
a. Jenis Wisata
b. Layanan dan Kebutuhan
c. Fasilitas dan Infrastruktur
2. Rencana untuk memasarkan CBT
a. Wisatawan
b. Program
c. Promosi
1
Online:
Melalui media online dengan melakukan promosi pada media social,
google ads, marketplace, blog, vlog, OTA, membentuk campaign,
membuat SEO dan SEM seoptimal mungkin. Jika masyarakat desa
Cisambeng mengizinkan, bisa juga dengan menggunakan strategi viral
marketing dengan cara memunculkan konten konten yang kekinian dan
memiliki judul atau caption yang clickbait. Bisa juga dengan bekerasama
atau Invitation KOL (Key Opinion Leader) untuk mempromosikan desa
wisata Cisambeng melalui media sosial.
offline
Melalui offline membuat banner, sign ads, flyer, canvasing, government
partnership.
F. ELEMENTS OF BUILDING COMMUNITY CAPACITY
1. Type of Tourism.
1
serta didapatkan 2 pola perjalanan wisata gastronomi yang dapat
di implementasikan kepada wisatawan jika mengunjungi Desa
Cisambeng yaitu:
1
d) Kode Etik untuk Turis juga di atur sesuai kondisi alam dan masyarakat
setempat.
1
tahun. Menanggapi keragaman ini, Anda dapat mengatur tiga jenis
program wisata yang berbeda:
3. Promotion
Consider 3 elements:
Saluran pemasaran dengan menggunakan media massa, dinas
pariwisata pemerintah atau bisa uga dengan menggunakan
metode dari mulut ke mulut.
Media Periklanan seperti brosur, video, poster atau internet.
Ciri khas masyarakat yang berbeda dengan destinasi lainnya,
dalam hal ini yaitu 80% masarakat desa Cisambeng yang
merupakan pengrajin tahu dan tempe.
1
Proses pengembangan CBT harus kooperatif dari awal sampai
akhir untuk memberikan rasa kepemilikan proyek kepada masyarakat
setempat dan untuk membangun kapasitas yang diperlukan untuk
menangani dan mengelola CBT. Masyarakat harus menetapkan
indikatornya sendiri dan melakukan pemantauan setiap tiga bulan untuk
menentukan apakah CBT mencapai tujuannya. Organisasi fasilitator juga
dapat melakukan pemantauan untuk penggunaannya sendiri
1
BAB IV
KESIMPULAN
1
Bujdoso, Z., Manhas, P. S., Ramjit, David, L., & Nedelea, A. (2014). Application
of Promotion Tools in Hospitality and Tourism Industry and Its Role in
Developing the Jammu and Kashmir As a Tourist Destination. Revista de
Turism - Studii Si Cercetari in Turism / Journal of Tourism - Studies and
Research in Tourism, 18(18), 37–43.
Burgos, A., & Mertens, F. (2017). Participatory management of community-based
tourism: A network perspective. Community Development, 48(4), 546–565.
https://doi.org/10.1080/15575330.2017.1344996
Dittmann, M. (2009). Community Based Toruism: Modern Destination
Management: in Peripheral Areas, Based on the Example of Cape Town,
South Africa and Its Townships. VDM Publishing.
Hadiwijoyo, S. (2012). Perencanaan pariwisata perdesaan berbasis masyarakat:
Sebuah pendekatan konsep. Graha Ilmu
Hatton, M. J. (1999). Community-based tourism in the Asia-Pacific (Vol. 99).
School of Media Studies.Bartholo, R., Sansolo, D. G., & Bursztyn, I. (2008).
Turismo de Base Comunitária.
Bujdoso, Z., Manhas, P. S., Ramjit, David, L., & Nedelea, A. (2014). Application
of Promotion Tools in Hospitality and Tourism Industry and Its Role in
Developing the Jammu and Kashmir As a Tourist Destination. Revista de
Turism - Studii Si Cercetari in Turism / Journal of Tourism - Studies and
Research in Tourism, 18(18), 37–43.
Burgos, A., & Mertens, F. (2017). Participatory management of community-based
tourism: A network perspective. Community Development, 48(4), 546–565.
https://doi.org/10.1080/15575330.2017.1344996
Morrison, A. M. (2013). Marketing and managing tourism destinations. In
Marketing and Managing Tourism Destinations.
https://doi.org/10.4324/9780203081976
Moscardo, G. (2008). Building Community Capacity For Tourism Development
(Issue September).
Ohe, Y. (2019). Community-based rural tourism and entrepreneurship: A
microeconomic approach. In Community-based Rural Tourism and
Entrepreneurship: A Microeconomic Approach. https://doi.org/10.1007/978-
1
981-15-0383-2
Stronza, A. (2008). Ecotourism equations: Do economic benefits equal
conservation? In Ecotourism and Conservation in the Americas.
https://doi.org/10.1079/9781845934002.0163
Suansri, P. (2003). Community based tourism handbook. In Community Based
Tourism Handbook.
Suwena, I. K., & Widyatmaja, I. G. N. (2010). Pengetahuan Dasar Ilmu
Pariwisata.
Trispa, E. R., Kaloka, D. B., Harmadi, C. K., Puspamika, S., & Rizqullah, G.
(2021). Perencanaan Ekowisata Kampung Blekok Berbasis Community
Based Tourism (CBT). Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota, 33–44.