Anda di halaman 1dari 27

2.

1 Proses Perekayasaan

Pelaporan keuangan adalah stuktur dan proses akuntasi yang menggambarkan bagaimana
informasi keuangan disediakan dan dilaporkan untuk mencapai tujuan ekonomik dan sosial
negara. Pengertian ini lebih luas daripada apa yang dideskripsi oleh Financial Accounting
Standards Board (FASB) dalam Statements of Financial Accounting Concepts. FASB mengartikan
pelaporan keuangan sebagai system dan sarana penyampaian (means of communication)
informasi tentang segala kondisi dan kinerja perusahaan terutama dari segi keuangan dan tidak
terbatas pada apa yang dapat disampaikan melalui statemen keuangan.

Stuktur akuntansi melukiskan unsur-unsur (pihak-pihak dan sarana-sarana) yang terlibat dalam
dan terpengaruh oleh penentuan/penyediaan informasi keunagan dan saling hubungan antara
unsur-unsur tersebut. Pihak yang terlibat (berkepentingan) meliputi pelaku dan institusi
misalnya penyusun standar, profesi, pemerintah, badan pembina pasar modal, perusahaan
sebagai entitas, analis, manajer, akuntan publik dan pemakai laporan. Pengertian proses
akuntansi dalam pelaporan keuangan adalah mekanisme tentang bagaimana pihak-pihak dan
sarana-sarana pelaporan berkerja dan saling berinteraksi sehingga dihasilkan informasi
keuangan yang diwujudkan dalam bentuk laporan/statemen keuangan termasuk mekanisme
untuk menentukan kewajaran statemen keuangan.

Pelaporan keuangan sebagai sistem nasional merupakan hasil perekayasan akuntansi ditingkat
nasional. Perekayasaan akuntansi adalah proses pemikiran logis dan objektif untuk membangun
suatu struktur dan mekanisme pelaporan kuangan dalam suatu negara untuk menunjang
tercapainya tujuan negara.

Perekayasan akuntansi berkepentingan dengan pertimbangan untuk memilih dan


mengaplikasikan ideologi, teori, konsep dasar dan teknologi yang tersedia secara teoretis dan
praktis untuk mencapai tujuan ekonomik dan sosial negara dengan mempertimbangkan faktor
sosial, ekonomik, politik dan budaya negara. Proses perekayasan akuntansi dapt dilukiskan
dengan Gambar 2.1 berikut ini.

Dalam perekayasaan tersebut, tujuan negara dijabarkan dalam tujuan pelaporan


keuangan. Harapannya adalah pencapaian tujuan akutansi dengan sendiri akan membantu
tercapainnya tujuan negara. Proses tersebut merupakan manifestasi dari pendifinisian akutansi
sebagai teknologi.
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan perekayasaan (kotak ketiga dari atas melibatkan
pertimbangan dan pemeliharaan berbagai gagasan tentang ideology filsofi, paridigma, dan
konsep dasar untuk menjamin agar tujuan pelaporan tercapai 5. Proses perekayasaan ini pada
dasarmya adalah proses untuk menjawab pertanyaan mendasar yaitu bagaimana suatau kegiatan
operasi perusahaan disimbolkan dalam bentuk ststmen keuanggan sehingga orang yang dituju
dapat membayangkan perusahaan secara financial tanpa harus menyaksikan secara fasis operasi
perusahaan (misalnya mengunjngi kantor/pabrik).
Sesuai dengan teori komunikasi (auntansi sebagai bahasa bisnis), penyimbolan kegiatan
fisis adalah menentukan objek-objek fisis yang dianggap penting bagi yang dituju statemen dan
menyimbolkannya dalam bentuk elemen-elemen statemen keuangan beserta pengukurannya.
Proses ini dapat menyimbolkan kondisi fisis suatu wilayah geografis dalam bentuk peta
(misalnya peta jalan atau road map) sehingga orang yang belum pernah melewati wilayah
tersebut dapat memperoleh gambaran yang meyakinkan mengenai wilayah tersebut hanya
dengan melihat peta jalan. Tentu saja, agar peta tidak menyesatkan pemakai, dia harus dapat
dipercaya (reliable) dan dapat diuji kebenarannya (verifiable). Artinya, apa yang termuat dalam
peta tersebut menyatakan keadaan senyatanya jalan-jalan di wilayah yang dipetakan. Oleh karena
itu, teori dan konsep atau rerangka pembuatan peta yang baik harus diikuti.
Analogi lain adalah pembuatan undang-undang dasar suatu negara. Proses pemikiran
dan pertimbangan dalam pembuatan undang-undang dasar atau konstitusi dapat disebut sebagai
perekayasaan. Pembuatan undang-undang dasar melibatkan pertanyaan-pertanyaan mendasar
seperti apa ideologi dan tujuan negara, apa bentuk pemerintaha, apa syarat untuk menjadi kepala
pemerintah, siapa pemegang kedaulatna rakyat, apa sistem ekonomi yang dianut, dan
sebagainya.

2.2Perekayasaan Sebagai Proses Deduktif

Ditinjau dari pendekatan penalaran,, proses yang dilukiskan dalam Gambar 2.1 merupakan
proses penalaran deduktif-normatif. tujuan sosial dan ekonomik negara dianggap telah
disepakati atau sesuatu yang berian (given) dan menjadi premis dalam penalaran. Validitan
konklusi yang dimuat dalam rerangka konseptual dapat dievaluasi atas dasar kelogisan atau
penalaran (logical validity).
Sebagai penalaran dedukatif-normatif, Hendriksen (1982) menguraikan aspek-aspek yang harus
dipertimbangkan dalam proses perekayasaan untuk menghasilkan rerangka teoretis akutansi
(theoretical framework for accounting) yaitu:

1) Pernyataan postulat yang menggambarkan karakteristik unit-unit usaha (entitas pelapor )


dan lingkugannya.

2) Pernyataan tentang tujuan pelaporan keuangan yang diturunkan dari pernyataan postulat.

3) Evaluasi tentang kebutuhan informasi oleh pihak yang dituju (pemakai) dan kemampuan
pemakai untuk memahami, menginterpretasi, dan menganalisis informasi yang disajikan.

4) Penentuan atau pemilihan tentang apa yang harus dilaporkan.

5) Evaluasi tentang pengukuran dan proses penyajian untu mengkomunikasi informasi tentang
perusahaan dan lingkugannya.

6) Penentuan dan evaluasi terhadap kendala-kendala pengukuran dan deskripsi unit usaha
beserta lingkungannya.

7) Pengembangan dan penyusunan pernyataan umum (general proposisition) yang dituangkan


dalam bentuk suatu dokumen resmi yang menjadi pedoman umum dalam menyususn standar
akutansui.

8) Perancang bagunan struktur dan system informasi akutansi (produser, metoda, dan teknik)
untuk menciptakan, menangkap, mengolah, meringkas, dan menyajikan informasi desuai
dengan standar atau prinsip akutansi berterima

2.3 Siapa Merekayasa


Proses perekayasaan bukan suatau upaya perseorangan (one-man show) tetapi
merupakan upaya tim yang melibatakan berbagai disipli intelektual dan kekuatan polotik
mengingat perekayasaan tersebut merupakan suatu proses yang serius yang hasilnya berdampak
luas dan panjang. Telah disinggung sebelummnya bahwa pelaporan keuangan mempunyai
dampak ekonomik dan sosial karena pelakoran keuangan merupakan sarana atau wahana dalam
pengalokasian sumber daya ekonomik. Oleh karena itu, badan legislatif pemerintah (dalam hal
ini DPR atau bahkan MPR) mempunyai peran penting dalam hal ini mengigat rerangka
konseptul mempunyai fungsi semacam undang-undang dasar (konstitusi).
Idealnya, badan legislatif membentuk komite atau tim khusus yang ada di bawah
kendalinya untuk perekayasaan di tingkat nasional seperti misalnya Securities and Exchaange
Comiisison (SEC) yang ada di bawah Kongres Amerika. Walaupun dalam kenyataannya
perekayasaan di tingkat nasional secara teknis diserahkan oleh badan legislatif kepada profesi
atau badan khusus untuk tujuan itu (sepeerti Badan Pengawas Pasar Modal/BAPEPAM), tetapi
badan legislatif mempunyai kekuatan yuridis dan politis untuk menentukan hasil akhir
perekayasaan (dalam bentuk hak veto atau amandemen).

2.4 Aspek Semantik dalam Perekayasaan

Proses semantik ini tidak lain adalah memilih dan menyimbolkan objek-objek fisik kegiaan
perusahaan yang relevan menjadi objek-objek (disebut elemen-elemen) statemen keuangan.
Elemen-elemen itu sendiri belum bermakna dan menjadi informasi sebelum diukur dengan cara
tertentu agar besar-kecilnya (magnitude) elemen dapat dirasakan manfaat atau pengaruhnya.
Agar dapat diolah dan disajikan dalam bentuk informasi keuangan, objek-objek fisis harus
dikuantifikasi ke dalam satuan yang homogenus sehingga satuan tersebut dapat
menggambarkan besarnya (size) dan hubungan (relationship) antarobjek. Dari segi akuntansi,
aliran fisis perusahaan akhirnya direpresentasi dalam bentuk satuan uang hasil pengukuran
elemen yang menjadi bahan olah dan data dasar akuntansi. Jumlah rupiah sebagai hasil
pengukuran ini disebut dengan kos (cost).

2. 5 Proses Saksama

Untuk mencapai kualitas yang tinggi dan andal, proses perekayasaan harus dilakukan melalui
tahap-tahap dan prosedur yang saksama dan teliti. Hal ini diperlukan mengingat dokumen yang
dihasilkan akan mempunyai status sebagai pernyataan resmi atau statemen (statements) yang
mempunyai tingkat keautoritatifan tinggi. Prosedur ini berlaku dalam penyusunan baik
rerangka konseptual maupun standar akuntansi yang berstatus statemen. Berikut ini adalah
proses-proses saksama (due process) yang dilaksanakan FASB dalam menyusun pernyataan
resmi.

a) Mengevaluasi masalah (preliminary evaluation). Dalam tahap ini FASB mengidentifikasi


masalah akuntansi dan pelaporan.

b) Mengadakan riset dan analisis. Tugas ini biasanya dilakukan oleh staf teknis FASB dan satuan
tugas (task force) yang terdiri atas ahli di luar FASB yang ditunjuk atau dikomisi oleh FASB. Hasil
analisis diterbitkan dalam bentuk laporan Riset (Research Reports).
c) Menyusun dan mendistribusi Memorandum Diskusi (Discussion Memorandum) kepada
setiap pihak yang berkepentingan. Memorandum ini berisi analisis terinci semua aspek masalah
yang telah disidangkan pada tingkat awal (early deliberation).

d) Mengadakan dengar pendapat umum (public hearing) untuk membahas masalah yang
diungkapkan dalam Memorandum Diskusi.

e) Menganalisis dan mempertimbangkan tanggapan public atas Memorandum Diskusi (baik dari
dengar pendapat maupun dari tanggapan tertulis).

f) Menerbitkan draf awal standar yang diusulkan yang dikenal dengan nama Exposure Draft (ED)
untuk mendapatkan tanggapan tertulis dalam waktu 30 hari setelah penerbitan.

g) Menganalisis dan mempertimbangkan tanggapan tertulis terhadap ED.

h) Memutuskan apakah jadi menerbitkan suatu statemen atua tidak. Statemen dapat
diterbitkan kalau mayoritas anggota menyetujui.

I) Menerbitkan statemen yang bersangkutan.

Prosedur di atas mengisyaratkan bahwa suatu statemen memerlukan waktu yang cukup lama
untuk dapat disahkan dan diterbitkan. Penerbitan selain dalam bentuk statemen juaga harus
mengikuti prosedur saksama tetapi tidak seketat statemen karena bentuk penerbitan yang lain
tersebut umumnya hanya bersifat memodifikasi, mengklarifikasi, atau memperluas arti tetapi
tidak dapat mengganti atau meniadakan suatu statemen. Suatu statemen (sebagian atau
seluruhnya hanya dapat diganti atau diubah dengan penerbitan statemen baru.

2.6 Konsep Informasi Akuntansi


Nilai informasi adalah kemampuan informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan
keyakinan pemakai dalam pengambilan keputusan. Simbol-simbol (elemen-elemen) yang
termuat dalam seperangkat statemen keuangan sebenarnya tidak mempunyai makna kalau tiap
elemen diinterpretasi sebagai objek yang berdiri sendiri. Artinya, satu elemen dan jumlah
rupiahnya belum memberikan informasi kalau tidak dihubungkan dengan elemen lainnya. Semua
elemen harus diinterptretasi sebagai satu kesatuan. Dalam teori komunikasi, informasi
semantiklah yang sebenarnya ingin disampaikan kepada pemakai sehingga akan terjadi efek
pemengaruhan. Ibarat sebuah kalimat, statemen keuangan berisi rangkaian elemen-elemen (kata-
kata) yang baru ditangkap maknya kalau bentuk, isi dan susunan statemen diartikan secara
kontekstual dengan pedoman yang disepakati. Dalam akuntansi, pedoman yang dimaksud adalah
prinsip akuntansi berterima umum (PABU) terutama standar akuntansi. Informasi semantik ini
harus ditangkap secara ontekstual melalui tiga komponen sebagai satu kesatuan yaitu elemen
atau objek (objects), ukuran dalam unit moneter (size), dan hubungan (relationship) antarelemen.

Rerangka Konseptual
Dalam perekayasaan akuntansi, jawaban atas pertanyaan perekayasaan akan menjadi
konsep-konsep terpilih yang dituangkan dalam dokumen resmi yang di Amerika disebut
rerangka konseptual (conceptual framework). Bila operasi akuntansi dianalogi dengan kegiatan
kenegaraan, rerangka konseptual dapat dianalogi dengan konstitusi sedangkan prosesnya dapat
dianalogi dengan proses pemikiran dalam pembuatan konstitusi negara. Karena factor
lingkungan dan kebutuhan unik tiap negara harus dipertimbangkan, rerangka konseptual yang
dikembangkan dalam negara yang satu dapat berbeda dengan rerangka konseptual negara yang
lain. Dengan kata lain, rerangka konseptual akan unik untuk tiap negara.
Tanpa rerangka konseptual sebagai “konstitusi”makan sangat sulitlah bagi penyusun
standar untuk mengevaluasi argumen bahwa perlakuan akuntansi tertentu lebih baik dalam
menggambarkan realitas ekonomi atau untuk menilai bahwa perlakuan akuntansi tertentu lebih
efektif daripada perlakuan yang laindalam rangka mencapai tujuan sosial dan ekonomik. Tanpa
rerangka konseptual, tidak dapat dihindari kemungkinan para penyususun standar untuk
menggunakan konsep-konsep menurut selera sendiri tanpa suatu haluan yang jelas sehingga ada
kemungkinan “ganti dewan ganti standar.” Akibatnya, standar akuntansi yang diterbitkan tidak
pernah konsisten.
Menurut Kam (1990) manfaat-manfaat rerangka konseptual sebagai berikut:
a. Memberikan pengarahan atau pedoman kepada badan yang bertanggungjawab dalam
penyusunan/penetapan standar akuntansi.
b. Menjadi acuan dalam memecahkan masalah-masalah akuntansi yang dijumpai dalam
praktik yang perlakuannya belum diatur dalam standar atau pedoman spesifik.
c. Menentukan batas-batas pertimbangan (bounds of judgment) dalam penyusunan statemen
keuangan.
d. Meningkatkan pemahaman pemakai statemen keuangan dan meningkatkan keyakinan
terhadap statemen keuangan.
e. Meningkatkan keterbandingan statemen keuangan antarperusahaan.

2. 8 Model
Salah satu model yang banyak dikenal saat ini adalah rerangka konseptual yang
dikembangkan oleh FASB yang memuat empat komponen konsep penting yaitu :
a) Tujuan pelaporan keuangan
b) Kriteria kualitas informasi
c) Elemen-elemen statemen keuangan
d) Pengukuran dan pengakuan

Empat komponen tersebut membentuk satu kesatuan yang saling berkaitan. FASB
menuangkan empat komponen tersebut dalam beberapa dokumen resmi berupa pernyataan
(Statement of Financial Accounting Concept/SFAC) Yaitu :
SFAC No. 1 : Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises
SFAC No. 2 : Qualitative Characteristics of Accounting Information
SFAC No. 3 : Elements of Financial Statement of Business Enterprises
SFAC No. 4 : Objectives of Financial Reporting by Nonbusiness Organizations
SFAC No. 5 : Recognition and Measurement in Financial Statements of Business Enterprises
SFAC No. 6 : Elements of Financial Statements
SFAC No. 7: Using Cash Flow Information and Present Value in Accounting Measurement.

Komponen (a) dituangkan secara resmi dalam bentuk SFAC No. 1 dan No. 4.
Dimasukannya tujuan untuk organisasi nonbisnis dalam rerangka konseptual memberi isyarat
bahwa FASB bermaksud merancang rerangka konseptual yang luas mencakupi operasi kedua
jenis organisasi tersebut. Komponen (b) dituangkan dalam SFAC No. 2. Komponen (c)
dituangkan dalam SFAC No. 3 yang telah diganti dengan SFAC No. 6. Penggantian ini
dilakukan mengingat SFAC No. 3 belum mencakup elemen-elemen statemen keuangan untuk
organisasi-organisasi non bisnis tetapi hanya mencakup elemen-elemen untuk entitas bisnis.
Oleh karena itu, nama konsep untuk SFAC No. 6 diperluas menjadi Elements of Finansial
Statements bukan lagi Elements of Financial Statement of Bisnis Enterprises. Komponen (d)
dicakupi dalam SFAC No. 5 5 dan No. 7.

2.9 Rerangka Konseptual Versi IASC


Rerangka konseptual versi International Accounting Standards Committee (IASC)
disebut Framework for the Preparation and Presentation of Financial Statements dan
diterjemahkan oleh IAI sebagai Rerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan,
mempunyai komponen konsep yang mirip dengan komponen konsep versi FASB yaitu :
 The Objective of Financial Statements
 Underlying Assumptions
 Qualitative Characteristics of Financial Statement
 The Elemens of Financial Statements
 Recognition of The Elements of Financial Statement
 Measurement of The Elements of Financial Statement
 Concepts of Capital Maintenance and The Determination of Profit.

Untuk komponen tujuan, IASC menyebutnya sebagai tujuan statemen keuangan bukan
tujuan pelaporan keuangan sebagaimana FASB menyebutnya meskipun IASC menegaskan
bahwa statemen keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Karena
lingkungan penerapan standar IASC adalah internasional, karakteristik lingkungan negara
menjadi tidak relevan. Hal ini barangkali menyebabkan IASC tidak lagi menggunakan istilah
pelaporan keuangan dalam rerangka konseptualnya karena makna tujuan pelaporan keuangan
sebagaimana didefinisi FASB sebenarnya mengandung konteks lingkungan FASB menyatakan
hal ini secara eksplisit sebagai berikut :
Thus, the objectives set forth stem largely from the needs of those for wohom the
information is intended, which in turn depend significantly on the natute of the
economic activities and decisions with which the users are involved. Accordingly the
objectives in this statements are affected by economic, legal, political and social
environment in the United States.
Karena memperhatikan factor lingkungan dalam penyusunannya, rerangka konseptual
versi FASB lebih menggambarkan suatu hasil proses perekayasaan yang merupakan konsekuensi
dari pengertian akuntansi sebagai teknologi. Oleh karena itu, rerangka konseptual versi FASB
sebenarnya lebih cocok untuk dijadikan suatu model perekayasaan dalam pengembangan
rerangka konseptual untuk suatu negara. Lebih dari itu, rerangka konseptual FASB banyak
memuat penalaran dan argument untuk memilih konsep-konsep yang relevan.
Asumsi pelandas (underlying assumptions) dan konsep pemertahanan kapital
(conscepts of capital maintenqance) tidak disajikan dalam FASB sebagai komponen yang
digunakan FASB didalam penjelasan, argument, dan penalaran yang menyertai tiap komponen
konsep. Misalnya konsep pemertahanan capital digunakan sebagai konsep dasar dalam SFAC
No. 5 (prg 45-48) dan SAFC No. 6 (prg 70-72). Asas akrual (accrual basis) dijadikan penjelasan
dan penalaran dalam SFAC No. 6 (Prg. 134-145).

2.10 Aspek Kependidikan

Karena FASB mencanangkan agar rerangka konseptual mengandung aspek kependidikan


kepada pemakai (educational aspect), FASB memasukkan deskripsi argument dan penalaran
yang cukup rinci dalam tiap uraian konsep. Aspek kependidikan atau pembelajaran ini telah
disinggung sebelumnya dalam manfaat rerangka konseptual. Secara spesifik, FASB
menyebutkan :

... knowledge of the objectives and concepts the Board will use in developing standards should
also enable those who are affected by or interested in financial accounting standardfs to
understand better the purpose, content, and characteristics of information provided by
financial accounting and reporting. That knowledge is expect to enhance the usefulness of and
confidence in financial accounting and reporting.

Dengan demikian penalaran dan argument yang melekat dalam tiap penjelasan konsep-konsep
dalam rerangka konseptual versi FASB membentuk seperangkat pengetahuan (knowledge) yang
dapat dipandang sebagai suatu teori deduktif, normative untuk memahami lebih baik (to
understand better) mengapa konsep tertentu dipilih bukan yang lain dan apa implikasinya.
Validitas teori ini dapat dievaluasi/diverifikasi atas dasar penalaran logis yang melandasi tiap
argumen. Oleh karena itu, sebagai suatu pengetahuan untuk pembelajaran atau sebagai
teknologi berpikir untuk pengembangan rerangka konseptual baru disuatu negara, rerangka
konseptual FASB lebih unggul dibanding rerangka konseptual versi IASC. Dengan kata lain bila
transfer teknologi (dalam pengertian penalaran logis) untuk pembelajaran teori akuntansi harus
dipilih, rerangka konseptual versi FASB merupakan sumber yang tepat.

Di bidang akademik, rerangka konseptual merupakan materi yang sangat berharga dalam
pengajaran teori akuntansi yang mempunyai dampak dalam perbaikan atau pemajuan praktik.
Dengan memahami proses perekayaan dan rerangka konseptual, mahasiswa akan selalau dapat
menjelaskan mengapa standar akuntansi yang sekarang berjalan dipilih dan bukan yang lain.
Lebih dari itu pada saat belajar atau setelah lulus mahasiswa akan mampu untuk mengevaluasi
keefektifan praktik akuntansi dalam pencapaian tujuan pelaporan keuangan.

Pemahaman akuntansi melalui model seperti yang dijelaskan diatas akan membuat mahasiswa
selalu mempunyai perseptikf yang luas dan jangka panjang. Perspektif yang luas ini diperlukan

agar mereka yang akhirnya bergerak dalam profesi akuntansi akan selalu dapat memahami
perkembangna baru dalam akuntansi dan akan berkurang resistence to changenya. Pandangan
yang luas ini akan membentuk sikap proaktif dalam mengantisipasi perubahan atau gagasan
baru dan bukan sikap reaktif dan defensive terhadap perubahan atau gagasan baru. Sikap
semacam ini sangat diperlukan dalam pengembangan akuntansi disuatu negara tertentu.

Sebagai alat akuntansi dan rerangka konseptualnya bukan merupakan sesuatu yang steril
terhadap perubahan. Rerangka konseptual sebagai hasil perekayasaan harus selalau dievaluasi
keefektifannya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, perubahan dan modifikasi
selalu harus dilakukan bila perubahan tersebut memang menempatkan akuntansi menjadi lebih
efektif sebagai alat. Perubahan dapat terjadi pada rerangka konseptual atau standar akuntansi
yang telah diterbitkan. Kebutuhan untuk evaluasi ini akan banyak memicu penelitian (baik
akademik maupun professional) dibidang akuntansi untuk menguji apakah tujuan pelaporan
keuangan benar-benar telah tercapai dengan adanya stndar akuntansi tertentu. Dengan
mengacu pada rerangka konseptual, penelitian dalam bidang akuntansi dapat diarahkan untuk
menemukan prinsip, metode dan prosedur baru dalam memecahkan masalah-masalah
akuntansi yang timbul. Penelitian semacam ini akan banyak membuahkan gagasan-gagasan
baru yang pada gilirannya akan menunjang pengembangan praktik dan profesi akuntansi di
suatu wilayah (negara) tertentu. Aspek kependidikan dan pembelajaran atau pembelajaran
(learning) seperti inilah yang menjadi fokus penulisan buku ini.

2.11 Prinsip Akuntansi Berterima Umum


Rerangka konseptual yang berfungsi semacam konstitusi hanya memuat konsep-konsep
umum yang secara keseluruhan dapat dianggap sebagai “Konstitusi Akuntansi“ disuatu negara.
Sebagaimana dilukiskan dalam gambar di bawah ini konstitusi tersebut harus dijabarkan dalam
bentuk ketentuan atau pedoman operasional, teknik atau praktis agar mempunyai pengaruh
langsung terhadap praktik dan perilaku. Pedoman dapat ditentukan secara resmi oleh badan yang
berwenang dalam bentuk standar akuntansi (accounting standards) atau dapat juga pedoman-
pedoman yang baik dan telah banyak dipraktikan (sound accounting practices) dapat digunakan
sebagai acuan bila hal tersebut tidak bertentangan dengan rerangka konseptual atau didukung
berlakunya secara autoritatif (mempunyai authoritative support). Kedua pedoman tersebut secara
keseluruhan membentuk rerangka pedoman operasional yang disebut generally accepted
accounting principles /GAAP (Prinsip akuntansi berterima umum/PABU).
Sebagai pedoman operasional PABU akhirnya akan menjadi kriteria untuk menentukan
apakah statemen keuangan sebagai media pelaporan keuangan telah menyajikan informasi
keuangan dengan baik, benar dan jujur yang secara teknis disebut menyajikan secara wajar
(present fairly). Standar akuntansi hanya merupakan salah satu kriteria (meskipun utama) untuk
menentukan kewajaran. Itulah sebabnya laporan auditor standar tidak menggunakan frasa
“standar akuntansi” untuk menegaskan adanya kewajaran tetapi frasa “prinsip akuntnasi
berterima umum” Auditing Standards Board (ASB) misalnya memberi contoh ungkapan
paragraph pendapat dalam laporan audit standar sebagai berikut :

In our opinion. The financial statemtens refered to above present fairly, in all material
respects, the financial position of X Company as of (at) December 31, 19xx , and the
results of its operations and its cash flows for the year then ended, in conformity with
generally accepted accounting principles.
(Menurut pendapat kami, statement keuangan yang disebut diatas menyajikan secara
wajar, dalam segala hal yang material, posisi keuangan perusahaan X pada 31 Desember
19xx, dan hasil operasinya dan aliran kasnya untuk tahun yang terakhir pada tanggal
tersebut, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

Mengapa kriteria kewajaran penyajian statemen keuangan adalah PABU bukan Standar
AKuntansi Keuangan (untuk laporan auditor di Indonesia) atau Financial Accounting Standar
(untuk laporan auditor di Amerika. Berikut ini beberapa alasan yang dapat menjelaskan hal ini.
Pertama, tidak semua ketentuan perlakuan akuntansi dapat atau telah dituangkan dalam
bentuk standar akuntansi. Kewajaranb penyajian juga harus dievaluasi secara luas atas dasar
ketentuan-ketentuan lain yang mengikat. Termasuk dalam ketentuan lain adalah peraturan
perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan oleh badan selain penyusun/penetap standar
(misalnya BAPEPAM).
Kedua, bila standar akuntasi secara eksplisit dijadikan kriteria dan dinyatkaan dalam
laporan auditor, dikhawatirkan terjadi bahwa kewajabaran hanyak bersifat formal (teknis) bukan
bersifat substantive. Artinya standar akunsi akan memenuhi standar minimal dan ada
kemungkinan evaluator atau auditor hanya memenuhi standar minimal tersebuty untuk
menentukan kewajaran. Dapat terjadi hal-hal penting yang tidak diatur dalam standar akuntansi
tidak dipertimbangkan secara seksama atau bahkan diabaikan.
Ketiga, untuk mencapai kualitas informasi yang tinggi, ukuran kewajaran harus
merupakan suatu rerangka pedoman (a framework of guidelines) yang cukup komprehensif
meliputi aspek teknis dan konseptual (subtantif atau ideal). Pedoman semacam itu mirip dengan
apa yang terjadi dalam penentuan kriteria perbuatan etis (ethical conduct). Apakah suatu
perbuatan dikatan etis secara profesional harus dinilai atas dasar rerangka pedoman yang di
Amerika dikenal sebagai kode etik /perbuatan professional (code of professional conduct) yang
komprehensif. Rerangka pedoman ini terdiri atas standar ideal (principles), kaidah atau aturan
perbuatan (rules of conduct), penjelasan resmi (interpretations) dan petunjuk teknik (ethical
rulings) yang keseluruhannya membentuk hierarki. Kaidah perbuatan merupakan standar
minimal yang harus dipernuhi agar secara professional suatu perbuatan akuntan dapat dikatakan
etis atau tidak (substandard). Kaidah ini dapat dipaksakan penegakannya oleh profesi dan
pelanggaran terhadapnya dikenai sanksi etis.
2.12Tiga Pengertian Penting
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya terdapat tigas istilkah atau konsep
penting yang sangat berbeda maknanya yaitu prinsip akuntansi (accounting principles), standar
akuntansi (accounting standard), dan prinsip akuntansi berterima umum (generally accepted
accounting principles).
Prinsip akuntansi adalah segala ideologi, gagasan, asumsi, konsep, postulat, kadiah, prosedur,
metode dan teknik akunansi yang tersesdia baik secara teoritis maupun praktis yang ebrfungsi
sebagai pengetahuan (knowledge). Tersedianya secara teoritis artinya prinsip tersebut masih
dalam bentuk gagasan akademik yang belum dipraktikkan tetapi mempunyai manfaat dan
potensi yang besar untuk diterapkan. Misalnya metode penentuan nilai asset atas dasar aliran
kas diskunan (discounted cash flow), nilai sekarang (current value), atau daya beli konstan
(constan purchasing power) merupakan prinsip akuntansi yang tersedia secara teoritis. Tersedia
secara praktis artinya prinsip tersebut telah dipraktikkan dan diangap prakteik yang baik dan
bermanfaat. Praktikk ini dapat terjadi didalam negeri atau di negara lain. Misalnya, metode
penentuan depresiasi yang dipilih kaca mata negara lain (misalnya Indonesia). Demikian juga
cara menilai asset di Jerman termasuk salah satu prinsip akuntansi bagi Indonesia. Standar
akuntansi yang diterapkan disuatu negara pun (atau standar akuntansi internasional) dapat
menjadi sumber rinsip akuntansi bagi negara lain.
Standar akuntansi adalah konsep, prinsip, metode teknik dan lainnya yang sengaja dipilih atas
dasar rerangka konseptual oleh badan penyusun standar (atau yang berwenang) untuk
diberlakukan dalam suatu lingkungan/negara dan dituangkan dalam bentuk dokumen resmi
guna mencapai tujuan pelaporan keuangan negara tersebut. Standar akuntansi ditetapkan
untuk menjadi pedoman utama dalam memperlakuan (pendefinisian, pengukuran, pengakuan,
penilaian dan penyajian suatu objek, elemen, atau pos pelaporan.
PABU adalah suatu rerangka pedoman yang terjadi atas standar akuntansi dan sumber-sumber
ain yang didukung berlakunya secara resmi (yuridis) teoritis dan praktis Accounting Principes
Board (APB) menyatakan :
Generaly accepted accounting principles encompass the conventionas, rules, and
procedures necessary to define accounting practice ata particular time. The standard of
generally accepted accounting principles includes not only broad guidelines of general
application, hut also detailed practices and procedures.
Petunjuk luas (broad guidelines) dan petunjuk teknis (detailed practices and procedures) secara
keseluruhan membentuk the standar of GAAP. Makna standar dalam definisi APB tersebut
sebenarnya adalah apa yang dalam pembahasan ini disebut rerangka pedoman. Rubin (1984)
menyebutnya sebagai The House of GAAP. Selanjutnya APB menggambarkan rerangaka
pedoman tersebut sebagai suatu hirarki yang terdiri atas beberapa prinsip menurut tingkat
keabstrakan atau keteknisananya yaitu pervasive, principle, broad operating pinciciple dan
detailed principles.
Dapat disimpulkan bahwa PABU tidak sama dengan standar akuntansi dan keduanya juga harus
dibedakan dengan pengertian prinsip akuntansi. Ketiga pengertian tersebut saling berkaitan
dan membentuk pengertian PABU sebagai suatu rerangka pedoman.

2.13 Berlaku atau Berterima


Dalam pembahasan sampai titik ini, istilah berterima digunakan sebagai pada kata accepted
dalam istilah generally accepted accounting principles. Sementara itu IAI (dalam buku Standar
Profesinal Akuntan Publik /SPAP) menggunakan istilah berlaku dan bahkan GAAP diterjemahkan
dalam laporan auditor menjadi “prinsip akuntansi yangn berlaku umum di Indonesia”. GAAP
bukan skadar frasa tetapi sudah menjadi istilah teknis akuntansi (a technical accounting rerm).
Oleh kaena itu pengindonesiaannya juga harus didasarkan pada makna teknis yang melekat
pada istilah tersebut.
Beberapa penyimpangan makna terjadi dalam istilah “yang berlaku umum di Indonesia”.
Pertama, penggunaan kata “yang” menjadikan istilah tersebut sebagai ungkapan atau frasa
umum dan bukan lagi istilah teknis yang generic. Misalnya pengertian “Isteri saya yang cantik”
sangat berbeda dengan pengertian “isteri cantik saya”. Penggunaan kata y”yang “ mempunyai
konotasi bahwa ada pasangan “yang tidak” padahal maksud generally accepted yang generic
tidak harus mempunyai komplemen atau pasangan generally unaccepted atau not generally
accepted.
Kedua, penambahan kata “di” untuk menunjukkan bahwa GAAP tersebut adalah bersifat atau
untuk Indonesia juga tidak tepat secara makna. Sebagai istilah teknis yang generic, penulisan
generally accepted accounting principles tidak pernah memakai huruf besar kecualisebagai
singkatan (yaitu GAAP). GAAP memang lahir di Amerika sehingga kalau istilah tersebut berdiri
sendiri tanpa pengawas, istilah tersebut sering diasosiasi dengan GAAP Amerika (US-GAAP).
Kata Amerika (US) disini secara bahasa adalah kata sifat yang mewatasi GAAP sehingga GAAP
yang dimaksud berkarakteristik, bersifat atau berkaitan dengan Amerika. Makna yang sama
berlaku untuk Japan GAAP, Canadian GAAP, atau Indonesia GAAP sehingga kalau istilah-istilah
ini diindonesiakan, istilah yang semestinya adalah PABU di Kanada dan PABu di Indonesia. Yang
jelas “US Dollar” atau “Australian Dollar” yang harus diartikan “Dollar Amerika” atau “Dollar
Australia” tidak sama maknanya dengan “dollar Amereika” atau “dollar Australia”.
Ketiga, makna berlakunya juga berbentuk dengan berterima. Berlaku mengandung makna
efektif atau secara yuridis ditetapkan padahal makna generally acceted adalah mewatas bahwa
rerangka pedoman meliputi pula konvensi, kebiasaan, praktik yang dianggap atau disepakati
sebagai prnsip yang baik dan bermanfaat (misalnya praktik industri/industry practices).
Rerangka pedoman tidak hanya berisi ketentuan-ketentuan yang diturunkan secara resmi oleh
badan penyusun standar. Hal ini sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh APB
berikut.
Generally accepte accounting principles are conventiona – that is, they become generally
accepted by agreement (often tacit agrrement) rather that by formal derivation from a set
of postulates or basic concepts. The principles have development on the basis of
experience, reason, custom, usage and to a significant exten, practical necessity.
Oleh karena itu, makna “berlaku” jelas tidak tepat kalau digunakan sebagai padan kata
accepted dalam konteks GAAP. Berterima berarti “dalam keadaan diterima dan dipakai”.
Berbeda dengan “diterima” yang bermakna proses atau kejadian pada saat tertentu, kata
“berterima” mempunyai makna sebagai keadaan menerima atau menyetujui. Bila orang
menyatakan “berterima kasih’ berarti bahwa orang itu menyatakan dia dalam keadaan
menerima kasih itu (berupa pemberian bantuan atau lainnya sebagai tanda kasih atau
kepedulian). Sebagi contoh lain, seandainya undang-undang pemakaiannya helm dicabut dan
ternyata banyak orang tetap memakai helm maka dapat dikatakan pemakaian helm tersebut
telah “berterima” bukannya “diterima “ apalagi “berlaku”.
Jadi pemaknaan yang paling tepat untuk GAAP adalah prinsip akuntansi berterima umum
(PABU) GAAP merupakan jargon penting dan strategik sehingga penerjemahannya harus
benar-benar tepat. Bila harus diberi pewatas lingkup penerapan (misalnya Indonesia) istilah
yang tepat adalah prinsip akuntansi berterima umum Indonesia (PABU).

2.14 Isi PABU Sebagai Rerangka Pedoman


Telah dibahas sebelumnya bahwa kriteria kewajaran penyajian informasi dalam bentuk
statemen keuangan adalah suatu rerangka pedoman (the framework of GAAP) dan bukan semata-
mata standar akuntasi. Rerangka pedoman ini berisi komponen-komponen yang tersusun secara
hirarkis baik atas dasar tingkat konseptualitas maupun autoritas. Rerangka pedoman ini
mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kebutuhan praktis dan profesi.

2.15 PABU Versi APB


APB sebenarnya telah meletakkan dasar-dasar penting penyusunan dokumen yang
sekarang dikenal dalam rerangka konseptual. APB menyebutnya sebagai Basic Concepts and
Accounting Principles Underlyng Financial Statements of Business Enterprise. Dokumen ini
(APB Statement No. 4) dapat dipandang sebagai embrio rerangka konseptual PABU yang
didefinisi APB merupakan bagian dari okumen tersebut. PABU versi APB dilukiskan dalam
gambar berikut ini.

Gambar 2.4
Rerangka PABU Versi AA
Sebagai Embrio APB Statement No. 4 memuat komponen-komponen rerangka konseptual yang
ditunjkkan gambar dalam tiga kotak pertama diatas GAAP. Bandingkan gambar tersebut dengan
rerangka konseptual versi FASB dalam gambar. Komponen konsep penting dalam gambar 2.4
adalah tujuan akuntansi keuangan dan elemen dasar statemen keuangan. Kedua komponen ini
pada dasarnya berisi hal yang sama dengan komponen dalam rerangka konseptual FASB.
Komponen karakteristik kualitatif informasi dalam rerangka konseptual disebut sebagai tujuan
kualitatif (qualitative objective). Komponen pengukuran dan pengakuan dalam rerangka
konseptual FASB dimuat dalam prinsip mendasar (pervasif) dan operasi umum dalam APB
Statement No. 4. Sementara itu, ciri dasar yang dikemukakan dalam APB Statement No. 4
tersebar dalam bebrabagi komponen konsep versi FASB sebagai basis penalaran, penjelasan
dan argumen.

Ditinjau dari proses perekayasaan yang dilukiskan dalam gambar GAAP versi APB dalam gambar
sebenarnya merupakan sasaran atau jembatan untuk menjabakan atau mengoperasionalkan
konsep-konsep diatasnya agar secara langsung mempengaruhi bentuk, isi dan jenis statement
keuangan. Dengan kara lain GAAP versi APB merupakan pedoman operasional dalam praktis
akuntansi.

2.16 PABU Versi Rubin

Dari apa yang dibahas diatas dapat disimpulkan bahwa PABU bukan merupakan satu buku atau
dokumen tetapi lebih merupakan rerangka pedoman yang terdiri atas berbagai sumber dengan
berbagai tingkat keautoritatifan yang membentuk suatu hierarki. Steven Rubin menganalogi
hierarki tersebut dengan suatu bentuk bangunan rumah (disebut The house of GAAP).

Gambar tersebut sebenarnya merupakan cara menyajikan secara visual pengertian PABU
sebagai rerangka pedoman (a framework of GAAP) yang dideskripsi oleh AICPA dalam SAS No.
43 yang sekarang sudah diganti dengan SAS no. 69. Hierarki dilukiskan sebagai lantai rumah
bertingkat dengan fondasi berupa landasan konseptual. Tiap lantai menggambarkan tingkat
keautoritatifan dengan lantai paling bawah (first floor) berisi sumber yang paling autoritatif.
Makin keatas, suatu sumber makin berkurang tingkat keautoritatifannya.

2.17 PABU Versi SAS No. 69

Rerangka pedoman PABU versi Rubin hanya ditujukan untuk entitas nonkepemerintahan
sebagaimana tertuang dalam SAS No. 43. Telah disebutkan sebelumnya bahwa entitas bisnis
(khususnya swasta) dan entitas nonbisnis atau nonlaba (nonprofit atau non-for-profit)
keduanya duacu sebagai entitas nonkepemerintahan (nongovernmental) sebagai pasangan
entitas kepemerintahan (governmental entities). Karena tujuan, karakteristik, dan jurisdiksi
operasi entitas kepemerintahan yang berbeda, diperlukannya pelaporan keuangan yang
berbeda pula. Untuk itu, dibentuklah Governmental Accounting Standards Board (GASB) yang
bertanggungjawab untuk menentukan PABU (terutama standar akuntansi) untuk entitas
kepemerintahan. Dengan kata lain, entitas nonkepemerintahan berada di bawah jurisdiksi
(lingkup/kekuasaan hukum) FASB dan entitas kepemerintahan dibawah jurisdiksi GASB.

Dengan adanya dua badan penyusun standar tersebut, lingkup GAAP sebagai rerangka
pedoman perlu direvisi dan diperluas SAS No. 43 belum memisahkan sumber-sumber prinsip
yang berlaku bagi entitas nonkepemerintahan dan kepemerintahan. Pengumuman resmi
(pronouncement) dari FASB dapat mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi atau mengubah
GAAP entitas kepemerintahan kecuali kalau GASB menegasinya (mengeluarkan apa yang sering
disebut “negative standards”). Hal ini sangat merepotkan GASB dan membingungkan para
praktisi yang berkecimpung dalam entitas kepemerintahan.
Untuk mengatasi hal diatas, Financial Accounting Foundation (FAF), yaitu badan yang
membawakan FASB dan GASB, meminta untuk mengubah hierarki GAAP sehingga FASB dan
GASB masing-masing mempunyai tanggungjawab utama dalam penyusunan standar untuk
entitas yang berada di bawah yurisdiksinya. Dengan pemisahan tanggung jawab ini, suatu
entitas yang berada di bawah yrisdiksi GASB tidak harus mengubah prinsip pelaporannya
sebagai akibat dari standar yang dikeluarkan oleh badan yang lain (FASB), demikian pula
sebaliknya. Tuntutan ini melahirkan SAS No.69 (pengganti SAS No.43) yang mendeskripsi GAAP
sebagai dua hierarki parallel, satu untuk entitas nonkepemerintahan dan yang lain untuk entitas
kepemerintahan.

2.18 PABU Versi SPAP

Standar professional akuntan public (SPAP) disusun dari dua sumber yaitu American Institute Of
Certified Public Accountants (AICPA), Codification of Statements on Auditing Standards (SAS)
dan International Federation of Accountants (IFA), International Standards on Auditing.
Rerangka pedoman PABU Indonesia secara structural diadopsi sumber pertama yaitu AU § 411
yang berasal dari SAS No. 69 tetapi hanya diambil untuk entitas nonkepemerintahan (bisnis dan
nonbisnis) Rerangka pedoman tersebut disajikan dalam Gambar dihalaman berikut. Rerangka
ini mungkin tidak berlaku lagi atau berubah kalau profesi di Indonesia mengadopsi secara
penuh standar akuntansi internasional.

Jadi, adopsi diatas sebenarnya belum lengkap karena belum memasukkan sumber-sumber
pedoman untuk organisasi kepemerintahan. IAI sebenarnya sudah dilengkapi dengan
kompartemen akuntansi sektor public yang berkepentingan dengan penentuan rerangka
konseptual dan standar akuntansi untuk entitas sector public (state and local governments).
Dengan rerangka pedoman diatas, makna PABU hanya dibatasi untuk entitas
nonkepemerintahan sehingga ukuran kewajaran penyajian statemen keuangan untuk entitas
kepemerintahan belum jelas. Artinya, belum jelas apakah frasa “menyajikan secara waja. Sesuai
dengan prinsip akuntansi berterima umum Indonesia” masih dapat dipakai.

Dalam hal ini kejadian yang sangat khusus atua yang masih baru dalam dunia akuntansi
(misalnya masalah off balance sheet financing) yang perlakuannya tidak dapat dicari dalam
berbagai sumber sebelumnya, akuntan dapat mendasarkan diri pada prinsip-prinsip akuntansi
(termasuk metode dan teknik) yang dibahas dalam buku teks atau yang disarankan para ahli
dalam artikel ilmiah atau akademik. Tentu saja kelayakan perlakuan harus dinilai atas dasar
rerangkan konseptual dan dipertimbangkan secara professional.

2.19 Pedoman Tentang Apa?


Sebagai rerangka pedoman, PABU menetapkan untuk memperlakukan suatu objek yang
harus dilaporkan yang menyangkut hal-hal berikut ini:

2.19.1 Definisi
PABU memberi batasan atau definisi (definition) berbagai elemen, pos, atau objek statemen
keuangan atau istilah yang digunakan dalam pelaporan keuangan agar tidak terjadi kesalahan
klasifikasi oleh penyusun dan kesalahan interpretasi oleh pemakai. Definisi akan sangat kritis
untuk elemen atau pos statemen keuangan. Batasan tersebut diperlukan karena laporan keuangan
banyak menggunakan istilah atau nama-nama yang digunakan sehari-hari yang sudah terlanjur
mempunyai arti umum. Hal ini sering menimbulkan salah arti di pihak pemakai karena pemakai
cenderung mengartikan istilah dengan pengertian umum yang acapkali berbeda dengan arti yang
dimaksudkan dalam laporan keuangan.

2.19.2 Pengukuran/Penilaian
Pengukuran (measurement) adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada
suatu objek yang terlibat dalam suatu transaksi keuangan. Jumlah rupiah ini akan dicatat untuk
dijadikan data dasar dalam penyusunan statemen keuangan. Pengukuran lebih berhubungan
dengan masalah penentuan jumlah rupiah (kos) yang dicatat pertama kali pada saat sutau
transaksi terjadi. Berkaitan dengan hal ini misalnya bahwa kos asset tetap adalah semua
pengeluaran dalam rangka memperoleh aset tetap tersebut sampai siap digunakan.
Pengukuran sering pula disebut penilaian (valuation). Akan tetapi, penilaian lebih ditujukan
untuuk penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada sutau elemen atau pos pada saat
dilaporkan dalam statemen keuangan. Penilaian berkaitan dengan masalah apakah misalnya
sediaan dilaporkan sebesar kos atau harga pasar. Teori akuntansi menawarkan beberapa
pendekatan penilaian antara lain : kos historis, kos pengganti, kos likuidasi, harga masukan,
harga keluaran, dan daya beli konstan yang akan dibahas di bab lain buku ini.

2.19.3 Pengakuan
Pengakuan (recognition) ialah pencatatan suatu jumlah rupiah (kos) ke dalam system
akuntansi sehingga jumlah tersebut akan mempengaruhi suatu pos dan terefleksi dalam laporan
keuangan. Jadi, pengakuan berhubungan dengan masalah apakah suatu transaksi dicatat
(dijurnal) atau tidak. PABU memberi pedoman tentang pengakuan ini dengan menetapkan
beberapa kriteria pengakuan agar suatu jumlah rupiah (kos) suatu objek transaksi dapat diakui
serta saat pengakuanya. Misalnya, PABU (dalam rerangka konseptual) memberi pedoman
tentang kriteria yang harus dipenuhi untuk mengakui pendapatan atau biaya.

2.19.4 Penyajian dan Pengungkapan


Penyajian (presentation) menetapkan tentang cara-cara melaporkan elemen atau pos dalam
seperangkat statement keuangan agar elemen atau pos tersebut cukup informative.
Pengungkapan (disclosure) berkaitan dengan cara pembeberan atau penjelasan hal-hal
informatif yang dianggap penting dan bermanfaat bagi pemakai selain apa yang dapat
dinyatakan melalui statement keuangan utama. Standar akuntansi biasanya memuat ketentuan
tentang apakah suatu informasi atau objek harus digabung dengan pos statemen yang lain,
apakah suatu pos perlu dirinci, atau apakah suatu informasi cukup disajikan dalam bentuk
catatan kaki (foot-note).
Dengan hal-hal pokok yang diatur dalam rerangka PABU seperti diuraikan diatas, diharapkan
bahwa statemen keuangan ditafsirkan dengan benar dan tidak menyesatkan pemakaiannya.
Sebaliknya agar memperoleh pesan yang benar dari statemen keuangan, pemakai harus
menggunakan “tata bahasa” yang baik dan benar sesuai dengan rerangka pedoman PABU.
Dengan deikian komunikasi yang efektif akan terjadi dan tujuan pelaporan keuangan akan
tercapai.

2.20 Autoritas Rerangka Konseptual


Rerangka pedoman PABU versi Rubin dan SAS No.69 menempatkan rerangka
konseptual pada tingkat yang paling tidak autoritatif yaitu di tingkat 4 kanan dalam Rubin dan
dihierarki (ed) dalam SAS No.69. Secara teoritis, rerangkan konseptual mestinya menjadi
landasan rerangka PADU tersebut.
Hal seperti ini terjadi lantaran sejarah pengembangan standar professional di Amerika. Sebelum
dibentuk badan penyusun standar, AICPA banyak mengeluarkan penerbitan yang dianggap dapat
dijadikan sumber prinsip akuntansi. Karena dirasakan perlunya standar, dibentuklah Accounting
Principles Board (APB) yang ada dibawah AICPA untuk merumuskan standar akuntansi.
Penerbitan APB sering diangap bias dan menguntungkan auditor dan kliennya karena tidak ada
wakil dari pemakai laporan yang duduk dalam keanggotaan APB. Kemudian badan tersebut
diganti dengan Financial Accounting Standards Board (FASB) yang tidak berada di bawah
AICPA sehingga kedudukannya lebih netral.
Karena Rerangka konseptual dirancang untuk perbaikan masa depan, penyusunannya tidak
memperhatikan standar akuntansi yang telah diberlakukan. Jadi, dapat diantisipasi bahwa akan
banyak standar akuntansi yang tidak sesuai lagi dengan diberlakukannya rerangka konseptual.

Secara spesifik, FASB menyatakan dalam pengantar SFAC No. 2 bahwa SFAC tidak
dengan sendirinya :

a. Require a change in existing generally accepted accounting principles,

b). Amend, modify, or interpret Statements of Financial Accounting Standards,


Interpretations of the FASB, Opinion of the Accounting Principles Board, or Bulletin
of the Committee on Accounting procedures that are in effect, or

c. Justify either changing existing generally accepted accounting and reporting


practices or interpreting the pronouncements listed in item (b) based on personal
interpretation of the objectives and concepts in the Statements of Financial
Accounting Concepts.

Dengan pernyataan di atas, FASB sebenarnya menetapkan agar para akuntan dan auditor tidak
begitu saja meniadakan standar yang bertentangan dengan rerangka konseptual dengan
memanfaatkan ketentuan 203 dari kaidah perbuatan (Rules od Conduct) dalam kode etika
professional (Code of Professional Ethics) AIC-PA.

2.21 Struktur Akuntansi


Bila proses perekayasaan telah selesai serta diaplikasi, rerangka pedoman PABU telah
ditentukan, dan secara operasional pelaporan keuangan telah berlangsung maka pengertian
akuntansi dan teori akuntansi secara luas dapat dilukiskan dalam suatu diagram yang dapat
disebut sebagai struktur akuntansi. Untuk praktik akuntansi dalam suatu negara, struktur tersebut
menggambarkan pihak-pihak dan sarana-sarana yang terlibat dalam dan terpengaruh oleh
perekayasaan informasi keuangan dan saling hubungan antara berbagai pihak dan sarana
tersebut. Walaupun tidak semuanya tampak dalam gambar, pihak yang terlibat meliputi
individual dan institusi misalnya penyusunan standar, profesi, pemerintah, badan Pembina pasar
modal, perusahaan sebagai entitas, analis, manajer, akuntan publik, dan pemakai laporan.
Sarana-sarana yang membentuk struktur akuntansi meliputi misalnya peraturan pemerintah,
standar akuntansi, laporan keuangan, dan konvensi laporan. Struktur tersebut dapat dipandang
menggambarkan pengertian pelaporan keuangan sebagai mekanisme tentang bagaimana pihak-
pihak dan sarana-sarana pelaporan bekerja dan saling berinteraksi sehingga dihasilkan informasi
keuanggan yang diwujudkan dalam bentu statement keuangan termasuk fungsi auditor untuk
menentukan kewajaran statement keuangan.
Untuk menjelaskan pengertian akuntansi, struktur tersebut menggambarkan luas lingkup
(scope) akuntansi sebagai seperangkat pengetahuan sekaligus mengaitkannya dengan pengertian
akuntansi sebagai praktik dan profesi. Proses dan kegiatan yang dilukiskan diatas PABU
merupakan proses dan kegiatan perekayasaan yang melibatkan pengetahuan teori akuntansi
sebagai penalaran logis. Tensu saja proses ini tidak berhenti bila rerangka konseptual telah
tersusun. Rerangkan konseptual harus terbuka untuk dievaluasi dan diperbaiki (amended) sesuai
dengan perkembangan ekonomi dan bisnis. Kegiatan di bawah PABU meluskikan praktik
akuntansi termasuk fungsi auditor dalam system pelaporan keuangan dengan standar pengauditan
berterima umum (StaPBU) sebagai rerangka pedoman pelaksanaan audit.
Jadi, proses dan kegiatan di bawah PABU merupakan praktik pelaksanaan hasil
perekayasaan di tingkat perusahaan. Proses ini lebih berkepentingan dengan bagaimana entitas
pelapor (reporting entities) yang berada dalam suatu wilayah negara menyediakan dan
menyampaikan informasi keuangan dengan cara tertentu sesuai PABU. Oleh karena itu, bagian
ini sebenarnya menggambarkan definisi akuntansi secara sempit sebagai “suatu proses dengan
cara tertentu” cara tertentu tersebut tidak lain adalah PABU sebagai suatu rerangka pedoman.
Selain menggambarkan pengertian akuntansi dalam arti luas dan sempit, struktur di atas
juga mempunyai beberapa manfaat untuk menunjukkan bidang-bidang studi yang membentuk
seperangkat pengetahuan akuntansi, bidang-bidang pekerjaan (profesi) yang ditawarkan
akuntansi, dan fungsi auditor (akuntan publik) dalam praktik akuntansi.

2.22 Bidang Studi


Struktur diatas dapat menjadi bisnis untuk mengenali mata kuliah apa saja yang harus
ditawarkan dalam program studi akuntansi serta kompetensi apa yang harus dicapai oleh tiap
mata kuliah. Jadi, struktur diatas dapat dijadikan rerangka untuk menyusun kurikulum inti (core)
program studi akuntansi. Sebagai misal, kompetensi dan materi yang memampukan peserta didik
untuk merekayasa dapat diracik dalam bentuk mata kuliah Teori Akuntansi atau Perekayasaaan
Pelaporan Keuangan. Kompetensi dan materi untuk memberi kemampuan peserta didik satuan
mata kuliah Akuntansi Pengantar, Menengah dan Lanjutan. Mengapa mata kuliah Akuntansi
Manajemen, Sistem Informasi Akuntansi/Manajemen, Pengauditan, dan Analisis Statemen
Keuangan ditawarkan dalam kurikulum dapat dijelaskan dengan diagram di atas. Bila kesatuan
usaha diarahkan untuk entitas kepemerintahan, struktur di atas dapat dijadikan basis untuk
mendeskripsi lingkup akuntansi kepemerintahan (governmental accounting).

2.23 Bidang Profesi


Bila dipandang dari profesi atau pekerjaan yang ditawarkan oleh akuntansi, struktur
diatas juga dapat menggambarkan kesempatan karier bagi mereka yang menguasai seperangkat
pengetahuan akuntansi. Orang dapat terjun ke bidang pemerintahan untuk menjadi perekayasa
akuntansi dengan menjadi anggota legislatif (DPR), penyusun standar, badan pemeriksa
keuangan, badan pengawas keuangan pemerintah, atau Pembina pasar modal. Orang juga dapat
masuk ke sector swasta untuk menjadi akuntan perusahaan, kontroler, akuntan kos, atau anggota
komite anggaran. Struktur di atas juga menunjukkan bahwa orang dapat terjun ke layanan publik
dengan menjadi akuntan publik, konsultan manajemen, dan penyusun system informasi
akuntansi dan manajemen.

2.24 Fungsi Auditor Independen


Hal penting yang dapat digambarkan oleh struktur akuntansi adalah fungsi auditor independen
(akuntan publik) dalam pelaporan keuangan. Karena pihak pemakai biasanya terpisah dengan
pihak manajemen baik secara administratif maupun secara operasional, keterpisahan kedua pihak
ini menempatkan pemakai statemen sebagai pihak luar yang tidak dapat secara langsung ikut
dalam proses penyediaan data dan penyusunan statemen keuangan.
Dalam melaksanakan audit, auditor independen harus memenuhi kriteria dan standar
kualitas pengauditan yang disebut standar pengauditan berterima umum (StaPBU) atau
generally accepted auditing standards (GAAS). Sebagaimana makna PABU, StaPBU merupakan
suatu rerangka pedoman yang terdiri atas landasan konseptual operasional. Jadi, jelaslah
perbedaan makna dan fungsi antara PABU dan StaPBU dalam struktur diatas dan keduanya
tercantum dalam laporan auditor standar. Dalam laporan auditor bentuk baku (standar), IAI telah
mereduksi makna standar pengauditan berterima umum dengan digunakannya frasa “standar
auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia”. Frasa tersebut dapat diartikan
pedoman-pedoman resmi dalam bentuk pernyataan yang di Amerika disebut Statement on
Auditing Standards (SAS) padahalah yang dimaksud GAAS lebih dari sekedar pernyataan standar
pengauditan StaPBU (GAAS) meliputi pula landasan konseptual yang didalamnya memuat
konsep tentang independensi sikap mental (independence of mental attitude). Sikap mental ini
dideskripsi secara rinci dalam etika profesi. Dengan reduksi tersebut, dapat terjadi bahwa
akuntan publik hanya akan memenuhi standar sebatas yang diatur secara operasional tetapi tidak
berusaha untuk mencapai kualitas dan etika tinggi yang dituju oleh landasan konseptual.

 
 

Anda mungkin juga menyukai