1 Proses Perekayasaan
Pelaporan keuangan adalah stuktur dan proses akuntasi yang menggambarkan bagaimana
informasi keuangan disediakan dan dilaporkan untuk mencapai tujuan ekonomik dan sosial
negara. Pengertian ini lebih luas daripada apa yang dideskripsi oleh Financial Accounting
Standards Board (FASB) dalam Statements of Financial Accounting Concepts. FASB mengartikan
pelaporan keuangan sebagai system dan sarana penyampaian (means of communication)
informasi tentang segala kondisi dan kinerja perusahaan terutama dari segi keuangan dan tidak
terbatas pada apa yang dapat disampaikan melalui statemen keuangan.
Stuktur akuntansi melukiskan unsur-unsur (pihak-pihak dan sarana-sarana) yang terlibat dalam
dan terpengaruh oleh penentuan/penyediaan informasi keunagan dan saling hubungan antara
unsur-unsur tersebut. Pihak yang terlibat (berkepentingan) meliputi pelaku dan institusi
misalnya penyusun standar, profesi, pemerintah, badan pembina pasar modal, perusahaan
sebagai entitas, analis, manajer, akuntan publik dan pemakai laporan. Pengertian proses
akuntansi dalam pelaporan keuangan adalah mekanisme tentang bagaimana pihak-pihak dan
sarana-sarana pelaporan berkerja dan saling berinteraksi sehingga dihasilkan informasi
keuangan yang diwujudkan dalam bentuk laporan/statemen keuangan termasuk mekanisme
untuk menentukan kewajaran statemen keuangan.
Pelaporan keuangan sebagai sistem nasional merupakan hasil perekayasan akuntansi ditingkat
nasional. Perekayasaan akuntansi adalah proses pemikiran logis dan objektif untuk membangun
suatu struktur dan mekanisme pelaporan kuangan dalam suatu negara untuk menunjang
tercapainya tujuan negara.
Ditinjau dari pendekatan penalaran,, proses yang dilukiskan dalam Gambar 2.1 merupakan
proses penalaran deduktif-normatif. tujuan sosial dan ekonomik negara dianggap telah
disepakati atau sesuatu yang berian (given) dan menjadi premis dalam penalaran. Validitan
konklusi yang dimuat dalam rerangka konseptual dapat dievaluasi atas dasar kelogisan atau
penalaran (logical validity).
Sebagai penalaran dedukatif-normatif, Hendriksen (1982) menguraikan aspek-aspek yang harus
dipertimbangkan dalam proses perekayasaan untuk menghasilkan rerangka teoretis akutansi
(theoretical framework for accounting) yaitu:
2) Pernyataan tentang tujuan pelaporan keuangan yang diturunkan dari pernyataan postulat.
3) Evaluasi tentang kebutuhan informasi oleh pihak yang dituju (pemakai) dan kemampuan
pemakai untuk memahami, menginterpretasi, dan menganalisis informasi yang disajikan.
5) Evaluasi tentang pengukuran dan proses penyajian untu mengkomunikasi informasi tentang
perusahaan dan lingkugannya.
6) Penentuan dan evaluasi terhadap kendala-kendala pengukuran dan deskripsi unit usaha
beserta lingkungannya.
8) Perancang bagunan struktur dan system informasi akutansi (produser, metoda, dan teknik)
untuk menciptakan, menangkap, mengolah, meringkas, dan menyajikan informasi desuai
dengan standar atau prinsip akutansi berterima
Proses semantik ini tidak lain adalah memilih dan menyimbolkan objek-objek fisik kegiaan
perusahaan yang relevan menjadi objek-objek (disebut elemen-elemen) statemen keuangan.
Elemen-elemen itu sendiri belum bermakna dan menjadi informasi sebelum diukur dengan cara
tertentu agar besar-kecilnya (magnitude) elemen dapat dirasakan manfaat atau pengaruhnya.
Agar dapat diolah dan disajikan dalam bentuk informasi keuangan, objek-objek fisis harus
dikuantifikasi ke dalam satuan yang homogenus sehingga satuan tersebut dapat
menggambarkan besarnya (size) dan hubungan (relationship) antarobjek. Dari segi akuntansi,
aliran fisis perusahaan akhirnya direpresentasi dalam bentuk satuan uang hasil pengukuran
elemen yang menjadi bahan olah dan data dasar akuntansi. Jumlah rupiah sebagai hasil
pengukuran ini disebut dengan kos (cost).
2. 5 Proses Saksama
Untuk mencapai kualitas yang tinggi dan andal, proses perekayasaan harus dilakukan melalui
tahap-tahap dan prosedur yang saksama dan teliti. Hal ini diperlukan mengingat dokumen yang
dihasilkan akan mempunyai status sebagai pernyataan resmi atau statemen (statements) yang
mempunyai tingkat keautoritatifan tinggi. Prosedur ini berlaku dalam penyusunan baik
rerangka konseptual maupun standar akuntansi yang berstatus statemen. Berikut ini adalah
proses-proses saksama (due process) yang dilaksanakan FASB dalam menyusun pernyataan
resmi.
b) Mengadakan riset dan analisis. Tugas ini biasanya dilakukan oleh staf teknis FASB dan satuan
tugas (task force) yang terdiri atas ahli di luar FASB yang ditunjuk atau dikomisi oleh FASB. Hasil
analisis diterbitkan dalam bentuk laporan Riset (Research Reports).
c) Menyusun dan mendistribusi Memorandum Diskusi (Discussion Memorandum) kepada
setiap pihak yang berkepentingan. Memorandum ini berisi analisis terinci semua aspek masalah
yang telah disidangkan pada tingkat awal (early deliberation).
d) Mengadakan dengar pendapat umum (public hearing) untuk membahas masalah yang
diungkapkan dalam Memorandum Diskusi.
e) Menganalisis dan mempertimbangkan tanggapan public atas Memorandum Diskusi (baik dari
dengar pendapat maupun dari tanggapan tertulis).
f) Menerbitkan draf awal standar yang diusulkan yang dikenal dengan nama Exposure Draft (ED)
untuk mendapatkan tanggapan tertulis dalam waktu 30 hari setelah penerbitan.
h) Memutuskan apakah jadi menerbitkan suatu statemen atua tidak. Statemen dapat
diterbitkan kalau mayoritas anggota menyetujui.
Prosedur di atas mengisyaratkan bahwa suatu statemen memerlukan waktu yang cukup lama
untuk dapat disahkan dan diterbitkan. Penerbitan selain dalam bentuk statemen juaga harus
mengikuti prosedur saksama tetapi tidak seketat statemen karena bentuk penerbitan yang lain
tersebut umumnya hanya bersifat memodifikasi, mengklarifikasi, atau memperluas arti tetapi
tidak dapat mengganti atau meniadakan suatu statemen. Suatu statemen (sebagian atau
seluruhnya hanya dapat diganti atau diubah dengan penerbitan statemen baru.
Rerangka Konseptual
Dalam perekayasaan akuntansi, jawaban atas pertanyaan perekayasaan akan menjadi
konsep-konsep terpilih yang dituangkan dalam dokumen resmi yang di Amerika disebut
rerangka konseptual (conceptual framework). Bila operasi akuntansi dianalogi dengan kegiatan
kenegaraan, rerangka konseptual dapat dianalogi dengan konstitusi sedangkan prosesnya dapat
dianalogi dengan proses pemikiran dalam pembuatan konstitusi negara. Karena factor
lingkungan dan kebutuhan unik tiap negara harus dipertimbangkan, rerangka konseptual yang
dikembangkan dalam negara yang satu dapat berbeda dengan rerangka konseptual negara yang
lain. Dengan kata lain, rerangka konseptual akan unik untuk tiap negara.
Tanpa rerangka konseptual sebagai “konstitusi”makan sangat sulitlah bagi penyusun
standar untuk mengevaluasi argumen bahwa perlakuan akuntansi tertentu lebih baik dalam
menggambarkan realitas ekonomi atau untuk menilai bahwa perlakuan akuntansi tertentu lebih
efektif daripada perlakuan yang laindalam rangka mencapai tujuan sosial dan ekonomik. Tanpa
rerangka konseptual, tidak dapat dihindari kemungkinan para penyususun standar untuk
menggunakan konsep-konsep menurut selera sendiri tanpa suatu haluan yang jelas sehingga ada
kemungkinan “ganti dewan ganti standar.” Akibatnya, standar akuntansi yang diterbitkan tidak
pernah konsisten.
Menurut Kam (1990) manfaat-manfaat rerangka konseptual sebagai berikut:
a. Memberikan pengarahan atau pedoman kepada badan yang bertanggungjawab dalam
penyusunan/penetapan standar akuntansi.
b. Menjadi acuan dalam memecahkan masalah-masalah akuntansi yang dijumpai dalam
praktik yang perlakuannya belum diatur dalam standar atau pedoman spesifik.
c. Menentukan batas-batas pertimbangan (bounds of judgment) dalam penyusunan statemen
keuangan.
d. Meningkatkan pemahaman pemakai statemen keuangan dan meningkatkan keyakinan
terhadap statemen keuangan.
e. Meningkatkan keterbandingan statemen keuangan antarperusahaan.
2. 8 Model
Salah satu model yang banyak dikenal saat ini adalah rerangka konseptual yang
dikembangkan oleh FASB yang memuat empat komponen konsep penting yaitu :
a) Tujuan pelaporan keuangan
b) Kriteria kualitas informasi
c) Elemen-elemen statemen keuangan
d) Pengukuran dan pengakuan
Empat komponen tersebut membentuk satu kesatuan yang saling berkaitan. FASB
menuangkan empat komponen tersebut dalam beberapa dokumen resmi berupa pernyataan
(Statement of Financial Accounting Concept/SFAC) Yaitu :
SFAC No. 1 : Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises
SFAC No. 2 : Qualitative Characteristics of Accounting Information
SFAC No. 3 : Elements of Financial Statement of Business Enterprises
SFAC No. 4 : Objectives of Financial Reporting by Nonbusiness Organizations
SFAC No. 5 : Recognition and Measurement in Financial Statements of Business Enterprises
SFAC No. 6 : Elements of Financial Statements
SFAC No. 7: Using Cash Flow Information and Present Value in Accounting Measurement.
Komponen (a) dituangkan secara resmi dalam bentuk SFAC No. 1 dan No. 4.
Dimasukannya tujuan untuk organisasi nonbisnis dalam rerangka konseptual memberi isyarat
bahwa FASB bermaksud merancang rerangka konseptual yang luas mencakupi operasi kedua
jenis organisasi tersebut. Komponen (b) dituangkan dalam SFAC No. 2. Komponen (c)
dituangkan dalam SFAC No. 3 yang telah diganti dengan SFAC No. 6. Penggantian ini
dilakukan mengingat SFAC No. 3 belum mencakup elemen-elemen statemen keuangan untuk
organisasi-organisasi non bisnis tetapi hanya mencakup elemen-elemen untuk entitas bisnis.
Oleh karena itu, nama konsep untuk SFAC No. 6 diperluas menjadi Elements of Finansial
Statements bukan lagi Elements of Financial Statement of Bisnis Enterprises. Komponen (d)
dicakupi dalam SFAC No. 5 5 dan No. 7.
Untuk komponen tujuan, IASC menyebutnya sebagai tujuan statemen keuangan bukan
tujuan pelaporan keuangan sebagaimana FASB menyebutnya meskipun IASC menegaskan
bahwa statemen keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Karena
lingkungan penerapan standar IASC adalah internasional, karakteristik lingkungan negara
menjadi tidak relevan. Hal ini barangkali menyebabkan IASC tidak lagi menggunakan istilah
pelaporan keuangan dalam rerangka konseptualnya karena makna tujuan pelaporan keuangan
sebagaimana didefinisi FASB sebenarnya mengandung konteks lingkungan FASB menyatakan
hal ini secara eksplisit sebagai berikut :
Thus, the objectives set forth stem largely from the needs of those for wohom the
information is intended, which in turn depend significantly on the natute of the
economic activities and decisions with which the users are involved. Accordingly the
objectives in this statements are affected by economic, legal, political and social
environment in the United States.
Karena memperhatikan factor lingkungan dalam penyusunannya, rerangka konseptual
versi FASB lebih menggambarkan suatu hasil proses perekayasaan yang merupakan konsekuensi
dari pengertian akuntansi sebagai teknologi. Oleh karena itu, rerangka konseptual versi FASB
sebenarnya lebih cocok untuk dijadikan suatu model perekayasaan dalam pengembangan
rerangka konseptual untuk suatu negara. Lebih dari itu, rerangka konseptual FASB banyak
memuat penalaran dan argument untuk memilih konsep-konsep yang relevan.
Asumsi pelandas (underlying assumptions) dan konsep pemertahanan kapital
(conscepts of capital maintenqance) tidak disajikan dalam FASB sebagai komponen yang
digunakan FASB didalam penjelasan, argument, dan penalaran yang menyertai tiap komponen
konsep. Misalnya konsep pemertahanan capital digunakan sebagai konsep dasar dalam SFAC
No. 5 (prg 45-48) dan SAFC No. 6 (prg 70-72). Asas akrual (accrual basis) dijadikan penjelasan
dan penalaran dalam SFAC No. 6 (Prg. 134-145).
... knowledge of the objectives and concepts the Board will use in developing standards should
also enable those who are affected by or interested in financial accounting standardfs to
understand better the purpose, content, and characteristics of information provided by
financial accounting and reporting. That knowledge is expect to enhance the usefulness of and
confidence in financial accounting and reporting.
Dengan demikian penalaran dan argument yang melekat dalam tiap penjelasan konsep-konsep
dalam rerangka konseptual versi FASB membentuk seperangkat pengetahuan (knowledge) yang
dapat dipandang sebagai suatu teori deduktif, normative untuk memahami lebih baik (to
understand better) mengapa konsep tertentu dipilih bukan yang lain dan apa implikasinya.
Validitas teori ini dapat dievaluasi/diverifikasi atas dasar penalaran logis yang melandasi tiap
argumen. Oleh karena itu, sebagai suatu pengetahuan untuk pembelajaran atau sebagai
teknologi berpikir untuk pengembangan rerangka konseptual baru disuatu negara, rerangka
konseptual FASB lebih unggul dibanding rerangka konseptual versi IASC. Dengan kata lain bila
transfer teknologi (dalam pengertian penalaran logis) untuk pembelajaran teori akuntansi harus
dipilih, rerangka konseptual versi FASB merupakan sumber yang tepat.
Di bidang akademik, rerangka konseptual merupakan materi yang sangat berharga dalam
pengajaran teori akuntansi yang mempunyai dampak dalam perbaikan atau pemajuan praktik.
Dengan memahami proses perekayaan dan rerangka konseptual, mahasiswa akan selalau dapat
menjelaskan mengapa standar akuntansi yang sekarang berjalan dipilih dan bukan yang lain.
Lebih dari itu pada saat belajar atau setelah lulus mahasiswa akan mampu untuk mengevaluasi
keefektifan praktik akuntansi dalam pencapaian tujuan pelaporan keuangan.
Pemahaman akuntansi melalui model seperti yang dijelaskan diatas akan membuat mahasiswa
selalu mempunyai perseptikf yang luas dan jangka panjang. Perspektif yang luas ini diperlukan
agar mereka yang akhirnya bergerak dalam profesi akuntansi akan selalu dapat memahami
perkembangna baru dalam akuntansi dan akan berkurang resistence to changenya. Pandangan
yang luas ini akan membentuk sikap proaktif dalam mengantisipasi perubahan atau gagasan
baru dan bukan sikap reaktif dan defensive terhadap perubahan atau gagasan baru. Sikap
semacam ini sangat diperlukan dalam pengembangan akuntansi disuatu negara tertentu.
Sebagai alat akuntansi dan rerangka konseptualnya bukan merupakan sesuatu yang steril
terhadap perubahan. Rerangka konseptual sebagai hasil perekayasaan harus selalau dievaluasi
keefektifannya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, perubahan dan modifikasi
selalu harus dilakukan bila perubahan tersebut memang menempatkan akuntansi menjadi lebih
efektif sebagai alat. Perubahan dapat terjadi pada rerangka konseptual atau standar akuntansi
yang telah diterbitkan. Kebutuhan untuk evaluasi ini akan banyak memicu penelitian (baik
akademik maupun professional) dibidang akuntansi untuk menguji apakah tujuan pelaporan
keuangan benar-benar telah tercapai dengan adanya stndar akuntansi tertentu. Dengan
mengacu pada rerangka konseptual, penelitian dalam bidang akuntansi dapat diarahkan untuk
menemukan prinsip, metode dan prosedur baru dalam memecahkan masalah-masalah
akuntansi yang timbul. Penelitian semacam ini akan banyak membuahkan gagasan-gagasan
baru yang pada gilirannya akan menunjang pengembangan praktik dan profesi akuntansi di
suatu wilayah (negara) tertentu. Aspek kependidikan dan pembelajaran atau pembelajaran
(learning) seperti inilah yang menjadi fokus penulisan buku ini.
In our opinion. The financial statemtens refered to above present fairly, in all material
respects, the financial position of X Company as of (at) December 31, 19xx , and the
results of its operations and its cash flows for the year then ended, in conformity with
generally accepted accounting principles.
(Menurut pendapat kami, statement keuangan yang disebut diatas menyajikan secara
wajar, dalam segala hal yang material, posisi keuangan perusahaan X pada 31 Desember
19xx, dan hasil operasinya dan aliran kasnya untuk tahun yang terakhir pada tanggal
tersebut, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
Mengapa kriteria kewajaran penyajian statemen keuangan adalah PABU bukan Standar
AKuntansi Keuangan (untuk laporan auditor di Indonesia) atau Financial Accounting Standar
(untuk laporan auditor di Amerika. Berikut ini beberapa alasan yang dapat menjelaskan hal ini.
Pertama, tidak semua ketentuan perlakuan akuntansi dapat atau telah dituangkan dalam
bentuk standar akuntansi. Kewajaranb penyajian juga harus dievaluasi secara luas atas dasar
ketentuan-ketentuan lain yang mengikat. Termasuk dalam ketentuan lain adalah peraturan
perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan oleh badan selain penyusun/penetap standar
(misalnya BAPEPAM).
Kedua, bila standar akuntasi secara eksplisit dijadikan kriteria dan dinyatkaan dalam
laporan auditor, dikhawatirkan terjadi bahwa kewajabaran hanyak bersifat formal (teknis) bukan
bersifat substantive. Artinya standar akunsi akan memenuhi standar minimal dan ada
kemungkinan evaluator atau auditor hanya memenuhi standar minimal tersebuty untuk
menentukan kewajaran. Dapat terjadi hal-hal penting yang tidak diatur dalam standar akuntansi
tidak dipertimbangkan secara seksama atau bahkan diabaikan.
Ketiga, untuk mencapai kualitas informasi yang tinggi, ukuran kewajaran harus
merupakan suatu rerangka pedoman (a framework of guidelines) yang cukup komprehensif
meliputi aspek teknis dan konseptual (subtantif atau ideal). Pedoman semacam itu mirip dengan
apa yang terjadi dalam penentuan kriteria perbuatan etis (ethical conduct). Apakah suatu
perbuatan dikatan etis secara profesional harus dinilai atas dasar rerangka pedoman yang di
Amerika dikenal sebagai kode etik /perbuatan professional (code of professional conduct) yang
komprehensif. Rerangka pedoman ini terdiri atas standar ideal (principles), kaidah atau aturan
perbuatan (rules of conduct), penjelasan resmi (interpretations) dan petunjuk teknik (ethical
rulings) yang keseluruhannya membentuk hierarki. Kaidah perbuatan merupakan standar
minimal yang harus dipernuhi agar secara professional suatu perbuatan akuntan dapat dikatakan
etis atau tidak (substandard). Kaidah ini dapat dipaksakan penegakannya oleh profesi dan
pelanggaran terhadapnya dikenai sanksi etis.
2.12Tiga Pengertian Penting
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya terdapat tigas istilkah atau konsep
penting yang sangat berbeda maknanya yaitu prinsip akuntansi (accounting principles), standar
akuntansi (accounting standard), dan prinsip akuntansi berterima umum (generally accepted
accounting principles).
Prinsip akuntansi adalah segala ideologi, gagasan, asumsi, konsep, postulat, kadiah, prosedur,
metode dan teknik akunansi yang tersesdia baik secara teoritis maupun praktis yang ebrfungsi
sebagai pengetahuan (knowledge). Tersedianya secara teoritis artinya prinsip tersebut masih
dalam bentuk gagasan akademik yang belum dipraktikkan tetapi mempunyai manfaat dan
potensi yang besar untuk diterapkan. Misalnya metode penentuan nilai asset atas dasar aliran
kas diskunan (discounted cash flow), nilai sekarang (current value), atau daya beli konstan
(constan purchasing power) merupakan prinsip akuntansi yang tersedia secara teoritis. Tersedia
secara praktis artinya prinsip tersebut telah dipraktikkan dan diangap prakteik yang baik dan
bermanfaat. Praktikk ini dapat terjadi didalam negeri atau di negara lain. Misalnya, metode
penentuan depresiasi yang dipilih kaca mata negara lain (misalnya Indonesia). Demikian juga
cara menilai asset di Jerman termasuk salah satu prinsip akuntansi bagi Indonesia. Standar
akuntansi yang diterapkan disuatu negara pun (atau standar akuntansi internasional) dapat
menjadi sumber rinsip akuntansi bagi negara lain.
Standar akuntansi adalah konsep, prinsip, metode teknik dan lainnya yang sengaja dipilih atas
dasar rerangka konseptual oleh badan penyusun standar (atau yang berwenang) untuk
diberlakukan dalam suatu lingkungan/negara dan dituangkan dalam bentuk dokumen resmi
guna mencapai tujuan pelaporan keuangan negara tersebut. Standar akuntansi ditetapkan
untuk menjadi pedoman utama dalam memperlakuan (pendefinisian, pengukuran, pengakuan,
penilaian dan penyajian suatu objek, elemen, atau pos pelaporan.
PABU adalah suatu rerangka pedoman yang terjadi atas standar akuntansi dan sumber-sumber
ain yang didukung berlakunya secara resmi (yuridis) teoritis dan praktis Accounting Principes
Board (APB) menyatakan :
Generaly accepted accounting principles encompass the conventionas, rules, and
procedures necessary to define accounting practice ata particular time. The standard of
generally accepted accounting principles includes not only broad guidelines of general
application, hut also detailed practices and procedures.
Petunjuk luas (broad guidelines) dan petunjuk teknis (detailed practices and procedures) secara
keseluruhan membentuk the standar of GAAP. Makna standar dalam definisi APB tersebut
sebenarnya adalah apa yang dalam pembahasan ini disebut rerangka pedoman. Rubin (1984)
menyebutnya sebagai The House of GAAP. Selanjutnya APB menggambarkan rerangaka
pedoman tersebut sebagai suatu hirarki yang terdiri atas beberapa prinsip menurut tingkat
keabstrakan atau keteknisananya yaitu pervasive, principle, broad operating pinciciple dan
detailed principles.
Dapat disimpulkan bahwa PABU tidak sama dengan standar akuntansi dan keduanya juga harus
dibedakan dengan pengertian prinsip akuntansi. Ketiga pengertian tersebut saling berkaitan
dan membentuk pengertian PABU sebagai suatu rerangka pedoman.
Gambar 2.4
Rerangka PABU Versi AA
Sebagai Embrio APB Statement No. 4 memuat komponen-komponen rerangka konseptual yang
ditunjkkan gambar dalam tiga kotak pertama diatas GAAP. Bandingkan gambar tersebut dengan
rerangka konseptual versi FASB dalam gambar. Komponen konsep penting dalam gambar 2.4
adalah tujuan akuntansi keuangan dan elemen dasar statemen keuangan. Kedua komponen ini
pada dasarnya berisi hal yang sama dengan komponen dalam rerangka konseptual FASB.
Komponen karakteristik kualitatif informasi dalam rerangka konseptual disebut sebagai tujuan
kualitatif (qualitative objective). Komponen pengukuran dan pengakuan dalam rerangka
konseptual FASB dimuat dalam prinsip mendasar (pervasif) dan operasi umum dalam APB
Statement No. 4. Sementara itu, ciri dasar yang dikemukakan dalam APB Statement No. 4
tersebar dalam bebrabagi komponen konsep versi FASB sebagai basis penalaran, penjelasan
dan argumen.
Ditinjau dari proses perekayasaan yang dilukiskan dalam gambar GAAP versi APB dalam gambar
sebenarnya merupakan sasaran atau jembatan untuk menjabakan atau mengoperasionalkan
konsep-konsep diatasnya agar secara langsung mempengaruhi bentuk, isi dan jenis statement
keuangan. Dengan kara lain GAAP versi APB merupakan pedoman operasional dalam praktis
akuntansi.
Dari apa yang dibahas diatas dapat disimpulkan bahwa PABU bukan merupakan satu buku atau
dokumen tetapi lebih merupakan rerangka pedoman yang terdiri atas berbagai sumber dengan
berbagai tingkat keautoritatifan yang membentuk suatu hierarki. Steven Rubin menganalogi
hierarki tersebut dengan suatu bentuk bangunan rumah (disebut The house of GAAP).
Gambar tersebut sebenarnya merupakan cara menyajikan secara visual pengertian PABU
sebagai rerangka pedoman (a framework of GAAP) yang dideskripsi oleh AICPA dalam SAS No.
43 yang sekarang sudah diganti dengan SAS no. 69. Hierarki dilukiskan sebagai lantai rumah
bertingkat dengan fondasi berupa landasan konseptual. Tiap lantai menggambarkan tingkat
keautoritatifan dengan lantai paling bawah (first floor) berisi sumber yang paling autoritatif.
Makin keatas, suatu sumber makin berkurang tingkat keautoritatifannya.
Rerangka pedoman PABU versi Rubin hanya ditujukan untuk entitas nonkepemerintahan
sebagaimana tertuang dalam SAS No. 43. Telah disebutkan sebelumnya bahwa entitas bisnis
(khususnya swasta) dan entitas nonbisnis atau nonlaba (nonprofit atau non-for-profit)
keduanya duacu sebagai entitas nonkepemerintahan (nongovernmental) sebagai pasangan
entitas kepemerintahan (governmental entities). Karena tujuan, karakteristik, dan jurisdiksi
operasi entitas kepemerintahan yang berbeda, diperlukannya pelaporan keuangan yang
berbeda pula. Untuk itu, dibentuklah Governmental Accounting Standards Board (GASB) yang
bertanggungjawab untuk menentukan PABU (terutama standar akuntansi) untuk entitas
kepemerintahan. Dengan kata lain, entitas nonkepemerintahan berada di bawah jurisdiksi
(lingkup/kekuasaan hukum) FASB dan entitas kepemerintahan dibawah jurisdiksi GASB.
Dengan adanya dua badan penyusun standar tersebut, lingkup GAAP sebagai rerangka
pedoman perlu direvisi dan diperluas SAS No. 43 belum memisahkan sumber-sumber prinsip
yang berlaku bagi entitas nonkepemerintahan dan kepemerintahan. Pengumuman resmi
(pronouncement) dari FASB dapat mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi atau mengubah
GAAP entitas kepemerintahan kecuali kalau GASB menegasinya (mengeluarkan apa yang sering
disebut “negative standards”). Hal ini sangat merepotkan GASB dan membingungkan para
praktisi yang berkecimpung dalam entitas kepemerintahan.
Untuk mengatasi hal diatas, Financial Accounting Foundation (FAF), yaitu badan yang
membawakan FASB dan GASB, meminta untuk mengubah hierarki GAAP sehingga FASB dan
GASB masing-masing mempunyai tanggungjawab utama dalam penyusunan standar untuk
entitas yang berada di bawah yurisdiksinya. Dengan pemisahan tanggung jawab ini, suatu
entitas yang berada di bawah yrisdiksi GASB tidak harus mengubah prinsip pelaporannya
sebagai akibat dari standar yang dikeluarkan oleh badan yang lain (FASB), demikian pula
sebaliknya. Tuntutan ini melahirkan SAS No.69 (pengganti SAS No.43) yang mendeskripsi GAAP
sebagai dua hierarki parallel, satu untuk entitas nonkepemerintahan dan yang lain untuk entitas
kepemerintahan.
Standar professional akuntan public (SPAP) disusun dari dua sumber yaitu American Institute Of
Certified Public Accountants (AICPA), Codification of Statements on Auditing Standards (SAS)
dan International Federation of Accountants (IFA), International Standards on Auditing.
Rerangka pedoman PABU Indonesia secara structural diadopsi sumber pertama yaitu AU § 411
yang berasal dari SAS No. 69 tetapi hanya diambil untuk entitas nonkepemerintahan (bisnis dan
nonbisnis) Rerangka pedoman tersebut disajikan dalam Gambar dihalaman berikut. Rerangka
ini mungkin tidak berlaku lagi atau berubah kalau profesi di Indonesia mengadopsi secara
penuh standar akuntansi internasional.
Jadi, adopsi diatas sebenarnya belum lengkap karena belum memasukkan sumber-sumber
pedoman untuk organisasi kepemerintahan. IAI sebenarnya sudah dilengkapi dengan
kompartemen akuntansi sektor public yang berkepentingan dengan penentuan rerangka
konseptual dan standar akuntansi untuk entitas sector public (state and local governments).
Dengan rerangka pedoman diatas, makna PABU hanya dibatasi untuk entitas
nonkepemerintahan sehingga ukuran kewajaran penyajian statemen keuangan untuk entitas
kepemerintahan belum jelas. Artinya, belum jelas apakah frasa “menyajikan secara waja. Sesuai
dengan prinsip akuntansi berterima umum Indonesia” masih dapat dipakai.
Dalam hal ini kejadian yang sangat khusus atua yang masih baru dalam dunia akuntansi
(misalnya masalah off balance sheet financing) yang perlakuannya tidak dapat dicari dalam
berbagai sumber sebelumnya, akuntan dapat mendasarkan diri pada prinsip-prinsip akuntansi
(termasuk metode dan teknik) yang dibahas dalam buku teks atau yang disarankan para ahli
dalam artikel ilmiah atau akademik. Tentu saja kelayakan perlakuan harus dinilai atas dasar
rerangkan konseptual dan dipertimbangkan secara professional.
2.19.1 Definisi
PABU memberi batasan atau definisi (definition) berbagai elemen, pos, atau objek statemen
keuangan atau istilah yang digunakan dalam pelaporan keuangan agar tidak terjadi kesalahan
klasifikasi oleh penyusun dan kesalahan interpretasi oleh pemakai. Definisi akan sangat kritis
untuk elemen atau pos statemen keuangan. Batasan tersebut diperlukan karena laporan keuangan
banyak menggunakan istilah atau nama-nama yang digunakan sehari-hari yang sudah terlanjur
mempunyai arti umum. Hal ini sering menimbulkan salah arti di pihak pemakai karena pemakai
cenderung mengartikan istilah dengan pengertian umum yang acapkali berbeda dengan arti yang
dimaksudkan dalam laporan keuangan.
2.19.2 Pengukuran/Penilaian
Pengukuran (measurement) adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada
suatu objek yang terlibat dalam suatu transaksi keuangan. Jumlah rupiah ini akan dicatat untuk
dijadikan data dasar dalam penyusunan statemen keuangan. Pengukuran lebih berhubungan
dengan masalah penentuan jumlah rupiah (kos) yang dicatat pertama kali pada saat sutau
transaksi terjadi. Berkaitan dengan hal ini misalnya bahwa kos asset tetap adalah semua
pengeluaran dalam rangka memperoleh aset tetap tersebut sampai siap digunakan.
Pengukuran sering pula disebut penilaian (valuation). Akan tetapi, penilaian lebih ditujukan
untuuk penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada sutau elemen atau pos pada saat
dilaporkan dalam statemen keuangan. Penilaian berkaitan dengan masalah apakah misalnya
sediaan dilaporkan sebesar kos atau harga pasar. Teori akuntansi menawarkan beberapa
pendekatan penilaian antara lain : kos historis, kos pengganti, kos likuidasi, harga masukan,
harga keluaran, dan daya beli konstan yang akan dibahas di bab lain buku ini.
2.19.3 Pengakuan
Pengakuan (recognition) ialah pencatatan suatu jumlah rupiah (kos) ke dalam system
akuntansi sehingga jumlah tersebut akan mempengaruhi suatu pos dan terefleksi dalam laporan
keuangan. Jadi, pengakuan berhubungan dengan masalah apakah suatu transaksi dicatat
(dijurnal) atau tidak. PABU memberi pedoman tentang pengakuan ini dengan menetapkan
beberapa kriteria pengakuan agar suatu jumlah rupiah (kos) suatu objek transaksi dapat diakui
serta saat pengakuanya. Misalnya, PABU (dalam rerangka konseptual) memberi pedoman
tentang kriteria yang harus dipenuhi untuk mengakui pendapatan atau biaya.
Secara spesifik, FASB menyatakan dalam pengantar SFAC No. 2 bahwa SFAC tidak
dengan sendirinya :
Dengan pernyataan di atas, FASB sebenarnya menetapkan agar para akuntan dan auditor tidak
begitu saja meniadakan standar yang bertentangan dengan rerangka konseptual dengan
memanfaatkan ketentuan 203 dari kaidah perbuatan (Rules od Conduct) dalam kode etika
professional (Code of Professional Ethics) AIC-PA.