rumusan kepemimpinan lapangan para komandan regu sampai Panglima Besar Jenderal Sudirman dalam mempertahankan kemerseaan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menghadapi Sekutu dan agresi Belanda, serta digunakan sebagai referensi dalam menjalankan kegiatan kepemimpinan di lingkungan TNI AD. a. Takwa. Seorang pemimpin yang baik harus memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini berarti adanya pemahaman bahwa setiap orang memiliki posisi yang sama dihadapan Tuhan. Pemahaman ini akan mendorong pemimpin untuk mengapresiasi bahwa dirinya bukanlah seorang yang superior, yang memiliki kekuasaan untuk menentukan nasib orang lain, terutama pengikutnya. Pemahaman tentang adanya kekuatan yang lebih tinggi ini juga akan membuat seseorang memahami bahwa dirinya tidaklah lebih tinggi dari orang lain, dan sebaliknya harus menunjukkan rasa cinta, pengertian dan persaudaraan dengan orang lain, sikap-sikap yang dibutuhkan untuk mengarahkan dan mengembangkan anak buah. Melalui ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, pemimpin akan dapat bertindak adil, teguh, jujur, berterus terang, sabar, dan rendah hati. b. Ing Ngarso Sung Tulodo. Secara filosofis, asas ini berarti bahwa seorang pemimpin adalah seorang yang memiliki keberanian untuk berada di depan anak buahnya, terutama dalam menghadapi ketidakpastian dan marabahaya. Memimpin dalam upaya menghadapi tantangan di semua peristiwa, ia harus mampu bekerja keras, menanamkan disiplin bagi diri sendiri dan pengikutnya, dan menjadi teladan dalam menunaikan tugas untuk kepentingan bersama. Tidak hanya sigap dalam memberi perintah, seorang pemimpin juga harus bijaksana saat memberikan arahan, saran, dan dukungan. Dalam terminologi praktis militer, asas ini juga menuntut seorang pemimpin militer untuk mahir dalam aspek-aspek teknis dan taktis militer, serta mampu menunjukkannya pada anak buah. c. Ing Madyo Mangun Karso. Seorang pemimpin harus dapat menjadi sumber dorongan dari tengah, bersedia untuk berada bersama-sama anak buahnya, senasib sepenanggungan, dapat meningkatkan motivasi tempur, dan etos kerja mereka. Selalu berada di tengah-tengah anak buahnya, ia mampu memahami persepsi anak buahnya namun dapat bertindak dengan cepat tetapi tepat sesuai tuntutan situasi. Dalam terminologi praktis militer hal ini berarti bahwa pemimpin harus bersedia untuk memahami kesulitan- kesulitan yang dihadapi oleh anak buah, dan siap untuk berpartisipasi bersama dalam melaksanakan tugas-tugas yang berbahaya, sehingga dapat menghayati peristiwa-peristiwa menyedihkan yang dialami oleh para anak buahnya. d. Tut Wuri Handayani. Pada saat yang tepat, seorang pemimpin harus mampu untuk berada di belakang pengikutnya. Namun demikian hal ini tidak berarti ia adalah seorang pengecut, yang bersembunyi di belakang kekuatan anak buahnya. Ia harus bersedia untuk memberi kebebasan dan dukungan agar pengikutnya bersedia untuk mengambil inisiatif, memiliki keyakinan diri dan tidak tergantung pada pemimpinnya. Ia harus bersedia untuk memberikan umpan balik kepada anak buahnya berdasarkan rasa tanggung jawab dan pemahaman bahwa keberhasilan pelaksanaan tugas mereka adalah merupakan upaya bersama. Karena itu, walaupun sang pemimpin berada di belakang, fungsinya adalah untuk memberikan kekuatan dan mendorong moril anak buah dalam setiap langkah dan tindakan yang diambil oleh anak buahnya. e. Waspada Purba Wisesa. Seorang pemimpin harus memiliki kewaspadaan dan dapat melihat apa yang akan terjadi di masa depan. Hal ini berarti ia harus memiliki visi dan dapat memprediksi apa-apa yang belum terlihat. Melalui penilaian, analisis dan penjelasannya yang baik, seorang pemimpin harus tegas, tidak takut untuk membuat keputusan yang sulit, serta berani mengoreksi anak buahnya jika diperlukan. Waspada berarti penglihatan yang tajam, sehingga prediksi tentang masa depan bisa menjadi akurat dan keputusannya dapat menjadi tepat. Hal ini berarti seorang pemimpin haruslah pandai, terampil, memiliki keahlian dan pengalaman, serta memiliki kualitas pribadi yang dapat menciptakan kharisma yang dibutuhkan untuk memimpin. Purba berarti seorang pemimpin harus mampu mengendalikan semua kekuatan yang dimilikinya. Dengan demikian, inti dari asas ini adalah bahwa seorang pemimpin yang baik mendapatkan kekuatannya dari visi yang jelas dan kemampuan untuk mengendalikan kekuatannya. Sedangkan wisesa berarti seorang pemimpin haruslah memiliki kekuatan yang berasal dari tingkat kebijaksanaan yang tinggi. f. Ambeg Parama Arta. Ambeg berarti sifat-sifat bawaan (traits), sedangkan parama arta berarti memahami esensi dari apa yang penting. Seorang pemimpin harus memiliki rasa adil, mampu membedakan apa yang penting dan apa yang tidak penting, serta mampu memilih apa yang harus didahulukan. Dengan kata lain, suatu kemampuan membuat prioritas sehingga keputusan yang diambil akan dilihat adil. g. Prasaja. Prasaja berarti sederhana. Seorang pemimpin harus sederhana, transparan, jujur, tulus, ikhlas, dan toleran. Ia seharusnya tidak hidup dalam kemewahan dan keserakahan. h. Satya. Satya berarti loyal. Seorang pemimpin haruslah memiliki loyalitas, mampu menjaga janjinya dan menunjukkan keselarasan antara kata-kata dan tindakannya. Ia dapat dipercaya karena kejujurannya, keterusterangannya, dan melaksanakan apa yang dikatakanya. Karena itu, ia dianggap loyal kepada atasan, rekan, dan anak buah. Ia berusaha untuk membuat hidupnya berarti dengan memperhatikan kesejahteraan anak buahnya. i. Gemi Nastiti. Seorang pemimpin memiliki sifat yang hemat, berhati-hati dalam mengeluarkan uang dan tidak menghambur- hamburkannya. Ia harus bersedia untuk bekerja dengan cara yang efektif dan efisien, serta teliti dalam mengelola seluruh sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Ia harus menghindari perilaku yang tidak memberikan manfaat bagi organisasi. Ia harus berhati-hati dalam semua tindakannya, mampu memprediksi kondisi terbaik bagi organisasinya dan menghindari musibah. Karena itu ia harus secara sadar hidup dengan sederhana, dengan membatasi pengeluaran dan menggunakan sumber daya hanya untuk kebutuhan yang sebenarnya saja, sehingga memiliki persediaan untuk masa-masa yang sulit. j. Belaka. Seorang pemimpin harus bersikap terbuka, komunikatif, dan bersedia memberikan anak buahnya kesempatan untuk memberikan masukan, saran, dan umpan balik yang membangun. Ia tidak merasa malu untuk belajar dari lingkungannya bahkan dari anak buahnya, dalam rangka untuk memperbaiki dirinya. Dengan kata lain, seorang pemimpin yang baik bersedia untuk mengambil alih tanggung jawab atas perilakunya. k. Legawa. Setiap saat, seorang pemimpin harus bersedia untuk berkorban secara tulus. Saat menghadapi kekalahan dan kekecewaan, ia harus mampu untuk menghibur dirinya, berdamai dengan dirinya sendiri untuk kemudian bangkit dan kembali menghadapi tantangan yang dihadapi. Jika waktunya sudah tiba, ia harus bersedia untuk memberikan tanggung jawab dan posisinya kepada generasi pemimpin berikutnya.