Anda di halaman 1dari 4

7.

Kepemimpinan Sebelas asas kepemimpinan merupakan


rumusan kepemimpinan lapangan para komandan regu sampai Panglima
Besar Jenderal Sudirman dalam mempertahankan kemerseaan dan
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menghadapi
Sekutu dan agresi Belanda, serta digunakan sebagai referensi dalam
menjalankan kegiatan kepemimpinan di lingkungan TNI AD.
a. Takwa. Seorang pemimpin yang baik harus memiliki
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini
berarti adanya pemahaman bahwa setiap orang memiliki posisi yang
sama dihadapan Tuhan. Pemahaman ini akan mendorong pemimpin
untuk mengapresiasi bahwa dirinya bukanlah seorang yang superior,
yang memiliki kekuasaan untuk menentukan nasib orang lain,
terutama pengikutnya. Pemahaman tentang adanya kekuatan yang
lebih tinggi ini juga akan membuat seseorang memahami bahwa
dirinya tidaklah lebih tinggi dari orang lain, dan sebaliknya harus
menunjukkan rasa cinta, pengertian dan persaudaraan dengan
orang lain, sikap-sikap yang dibutuhkan untuk mengarahkan dan
mengembangkan anak buah. Melalui ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, pemimpin akan dapat bertindak adil, teguh, jujur,
berterus terang, sabar, dan rendah hati.
b. Ing Ngarso Sung Tulodo. Secara filosofis, asas ini berarti
bahwa seorang pemimpin adalah seorang yang memiliki keberanian
untuk berada di depan anak buahnya, terutama dalam menghadapi
ketidakpastian dan marabahaya. Memimpin dalam upaya
menghadapi tantangan di semua peristiwa, ia harus mampu bekerja
keras, menanamkan disiplin bagi diri sendiri dan pengikutnya, dan
menjadi teladan dalam menunaikan tugas untuk kepentingan
bersama. Tidak hanya sigap dalam memberi perintah, seorang
pemimpin juga harus bijaksana saat memberikan arahan, saran, dan
dukungan. Dalam terminologi praktis militer, asas ini juga menuntut
seorang pemimpin militer untuk mahir dalam aspek-aspek teknis dan
taktis militer, serta mampu menunjukkannya pada anak buah.
c. Ing Madyo Mangun Karso. Seorang pemimpin harus dapat
menjadi sumber dorongan dari tengah, bersedia untuk berada
bersama-sama anak buahnya, senasib sepenanggungan, dapat
meningkatkan motivasi tempur, dan etos kerja mereka. Selalu
berada di tengah-tengah anak buahnya, ia mampu memahami
persepsi anak buahnya namun dapat bertindak dengan cepat tetapi
tepat sesuai tuntutan situasi. Dalam terminologi praktis militer hal ini
berarti bahwa pemimpin harus bersedia untuk memahami kesulitan-
kesulitan yang dihadapi oleh anak buah, dan siap untuk
berpartisipasi bersama dalam melaksanakan tugas-tugas yang
berbahaya, sehingga dapat menghayati peristiwa-peristiwa
menyedihkan yang dialami oleh para anak buahnya.
d. Tut Wuri Handayani. Pada saat yang tepat, seorang pemimpin
harus mampu untuk berada di belakang pengikutnya. Namun
demikian hal ini tidak berarti ia adalah seorang pengecut, yang
bersembunyi di belakang kekuatan anak buahnya. Ia harus bersedia
untuk memberi kebebasan dan dukungan agar pengikutnya bersedia
untuk mengambil inisiatif, memiliki keyakinan diri dan tidak
tergantung pada pemimpinnya. Ia harus bersedia untuk memberikan
umpan balik kepada anak buahnya berdasarkan rasa tanggung
jawab dan pemahaman bahwa keberhasilan pelaksanaan tugas
mereka adalah merupakan upaya bersama. Karena itu, walaupun
sang pemimpin berada di belakang, fungsinya adalah untuk
memberikan kekuatan dan mendorong moril anak buah dalam setiap
langkah dan tindakan yang diambil oleh anak buahnya.
e. Waspada Purba Wisesa. Seorang pemimpin harus memiliki
kewaspadaan dan dapat melihat apa yang akan terjadi di masa
depan. Hal ini berarti ia harus memiliki visi dan dapat memprediksi
apa-apa yang belum terlihat. Melalui penilaian, analisis dan
penjelasannya yang baik, seorang pemimpin harus tegas, tidak takut
untuk membuat keputusan yang sulit, serta berani mengoreksi anak
buahnya jika diperlukan. Waspada berarti penglihatan yang tajam,
sehingga prediksi tentang masa depan bisa menjadi akurat dan
keputusannya dapat menjadi tepat. Hal ini berarti seorang pemimpin
haruslah pandai, terampil, memiliki keahlian dan pengalaman, serta
memiliki kualitas pribadi yang dapat menciptakan kharisma yang
dibutuhkan untuk memimpin. Purba berarti seorang pemimpin harus
mampu mengendalikan semua kekuatan yang dimilikinya. Dengan
demikian, inti dari asas ini adalah bahwa seorang pemimpin yang
baik mendapatkan kekuatannya dari visi yang jelas dan kemampuan
untuk mengendalikan kekuatannya. Sedangkan wisesa berarti
seorang pemimpin haruslah memiliki kekuatan yang berasal dari
tingkat kebijaksanaan yang tinggi.
f. Ambeg Parama Arta. Ambeg berarti sifat-sifat bawaan (traits),
sedangkan parama arta berarti memahami esensi dari apa yang
penting. Seorang pemimpin harus memiliki rasa adil, mampu
membedakan apa yang penting dan apa yang tidak penting, serta
mampu memilih apa yang harus didahulukan. Dengan kata lain,
suatu kemampuan membuat prioritas sehingga keputusan yang
diambil akan dilihat adil.
g. Prasaja. Prasaja berarti sederhana. Seorang pemimpin harus
sederhana, transparan, jujur, tulus, ikhlas, dan toleran. Ia
seharusnya tidak hidup dalam kemewahan dan keserakahan.
h. Satya. Satya berarti loyal. Seorang pemimpin haruslah
memiliki loyalitas, mampu menjaga janjinya dan menunjukkan
keselarasan antara kata-kata dan tindakannya. Ia dapat dipercaya
karena kejujurannya, keterusterangannya, dan melaksanakan apa
yang dikatakanya. Karena itu, ia dianggap loyal kepada atasan,
rekan, dan anak buah. Ia berusaha untuk membuat hidupnya berarti
dengan memperhatikan kesejahteraan anak buahnya.
i. Gemi Nastiti. Seorang pemimpin memiliki sifat yang hemat,
berhati-hati dalam mengeluarkan uang dan tidak menghambur-
hamburkannya. Ia harus bersedia untuk bekerja dengan cara yang
efektif dan efisien, serta teliti dalam mengelola seluruh sumber daya
yang dipercayakan kepadanya. Ia harus menghindari perilaku yang
tidak memberikan manfaat bagi organisasi. Ia harus berhati-hati
dalam semua tindakannya, mampu memprediksi kondisi terbaik bagi
organisasinya dan menghindari musibah. Karena itu ia harus secara
sadar hidup dengan sederhana, dengan membatasi pengeluaran
dan menggunakan sumber daya hanya untuk kebutuhan yang
sebenarnya saja, sehingga memiliki persediaan untuk masa-masa
yang sulit.
j. Belaka. Seorang pemimpin harus bersikap terbuka,
komunikatif, dan bersedia memberikan anak buahnya kesempatan
untuk memberikan masukan, saran, dan umpan balik yang
membangun. Ia tidak merasa malu untuk belajar dari lingkungannya
bahkan dari anak buahnya, dalam rangka untuk memperbaiki
dirinya. Dengan kata lain, seorang pemimpin yang baik bersedia
untuk mengambil alih tanggung jawab atas perilakunya.
k. Legawa. Setiap saat, seorang pemimpin harus bersedia untuk
berkorban secara tulus. Saat menghadapi kekalahan dan
kekecewaan, ia harus mampu untuk menghibur dirinya, berdamai
dengan dirinya sendiri untuk kemudian bangkit dan kembali
menghadapi tantangan yang dihadapi. Jika waktunya sudah tiba, ia
harus bersedia untuk memberikan tanggung jawab dan posisinya
kepada generasi pemimpin berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai