606 3854 1 PB
606 3854 1 PB
4 (2016) 138-146
I N F O R M A S I A R T IK E L ABSTRACT
Article history: This paper examines spatial planning and consistency between planning and field
Dikirim tanggal: 15 Oktober 2016 condition facts. The author collected the data from Observations, interviews, and
Revisi pertama tanggal: 20 Oktober 2016 documentation. Results: Findings showed that spatial planning at Kepanjen Urban
Diterima tanggal: 08 November 2016 Areas is relevant to the ninth principles of spatial planning in accordance with the
Tersedia online tanggal: 28 November 2016
Law on Spatial Planning and also control results (licensing) and the nine aspects of
the control system to see the consistency of the implementation of Kepanjen Urban
Keywords: planning, spatial, urban areas Area 2014-2034. The results indicate that spatial planning of Kepanjen Urban Area
of Kepanjen, consistency is relevant with the nine principles of spatial planning but there has been no form of
partnership in planning. There is consistency in the implementation of Kepanjen
Urban Area 2014-2034 in 12 suburbs/villages.
INTISARI
Tulisan ini menelaah tentang perencanaan tata ruang dan konsistensi antara
perencanaan dengan fakta di lapangan. Data berasal dari observasi, wawancara dan
dokumentasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa perencanaan tata ruang di BWP
Kepanjen memperhatikan 9 (Sembilan) asas penataan ruang dan konsistensi
pelaksanaan RDTR BWP Kepanjen ditinjau dari hasil kontrol perijinan dan sistem
pengendalian yang meliputi 9 (Sembilan) aspek. Kesimpulannya, dalam
perencanaan tata ruang di BWP Kepanjen belum terdapat bentuk kemitraan dan
terdapat konsistensi pelaksanaan RDTR BWP Kepanjen Tahun 2014-2034 pada 12
(dua belas) kelurahan/ desa.
Bagian Wilayah Perkotaan (BWP) Kepanjen dikembangkan lagi oleh Cooke (Allmendinger, 2009),
termasuk kawasan perkotaan dalam Wilayah yang mengemukakan pendapat bahwa teori prosedural
Pengembangan Kepanjen yang diarahkan sebagai Pusat dan substantif adalah salah dalam suatu dualisme. Cooke
Kegiatan Lokal (PKL) yang diprediksi akan mengalami mengemukakan tiga teori perencanaan dan hubungan
perkembangan cukup pesat terutama setelah pusat spasial antara lain teori dari proses pembangunan, teori
kegiatan Pemerintahan Kabupaten Malang pindah ke dari proses perencanaan, dan teori- teori negara.
BWP Kepanjen. Oleh karena itu, BWP Kepanjen Pendapat yang dikemukakan oleh Taylor dan Cooke
memerlukan perencanaan tata ruang yang komprehensif mendapatkan kritik dari Yiftachel (Allmendinger, 2009)
Perencanaan yang disusun di BWP Kepanjen sudah karena mereka dianggap (a) gagal dalam menjelaskan
disahkan dalam bentuk Peraturan Daerah Kabupaten yang berkaitan dengan teori prosedural dan substantif; (b)
Malang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Rencana Detail penafsiran teori- teori yang tidak akurat, seolah- olah
Tata Ruang Bagian Wilayah Perkotaan Kepanjen Tahun mereka bersaing dalam menjelaskan fenomena umum;
2014 – 2034. dan (c) tidak menetapkan batasan yang jelas untuk bidang
Berdasarkan pengamatan sementara dilapangan, penelitian perencanaan. Dalam upaya mengatasi hal
terdapat konsistensi pelaksanaan Rencana Detail Tata tersebut, Yiftachel membingkai teori perencanaan
Ruang Bagian Wilayah Perkotaan Kepanjen Tahun 2014 menjadi tiga pertanyaan antara lain perdebatan analitis
– 2034 yang ditunjukkan melalui rekomendasi pengajuan (apakah perencanaan kota?); bentuk debat perkotaan
ijin masyarakat. Dan beberapa ketidakkonsistenan (apakah rencana perkotaan yang baik);dan perdebatan
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai peruntukan seperti prosedural (apakah proses perencanaan yang baik?).
pembangunan ruko deret pada peruntukan ruang untuk Yiftachel menyatakan bahwa tiga bentuk teori telah
ruko tunggal dan pembangunan sarana kesehatan yang dikembangkan saling melengkapi karena mereka
dekat dengan permukiman. dijalankan pada tingkat yang berbeda dari proses sosial.
Merujuk pada hal diatas, rumusan masalah Yiftachel menginterpretasikan sendiri dalam kerangka
penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah perencanaan tata teori substantif dan prosedural, sangat penting untuk
ruang di Bagian Wilayah Perkotaan Kepanjen?; dan memisahkan dua teori tersebut karena (a) teori prosedural
Bagaimanakah konsistensi pelaksanaan RDTR BWP terlalu banyak preskriptif sedangkan teori analitis jelas;
Kepanjen Tahun 2014 – 2034?. Dengan tujuan penelitian dan (b) dua teori tersebut tidak selalu berkaitan dengan
meliputi: 1) Mendeskripsikan dan menganalisis fenomena atau permasalahan yang sama. Perbedaan
perencanaan tata ruang di Bagian Wilayah Perkotaan antara teori substantif dan prosedural diperkuat oleh
Kepanjen; dan 2) Mengidentifikasi dan menganalisis Faludi dan Yiftachel sepaham bahwa kedua teori tersebut
konsistensi pelaksanaan RDTR BWP Kepanjen Tahun diperlukan dalam perencanaan dan tidak mendominasi
2014 – 2034. satu sama lain.
2. Teori 2.2 Tata Ruang
2.1 Teori Perencanaan Tata ruang adalah wujud struktur dan pola ruang.
Struktur ruang merupakan susunan pusat-pusat
Teori perencanaan yang digunakan adalah model permukiman dan sistem jaringan sarana prasarana yang
perencanaan yang dikemukakan oleh Andreas Faludi mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat secara
(1973), yaitu: teori prosedural dan substantif. Dimana hierarkis dan memiliki hubungan fungsional. Pola ruang
teori prosedural seharusnya memiliki porsi yang lebih adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
besar dalam menjalankan fungsinya. Sedangkan teori yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
substantif sebagai pendukung teori prosedural. Tetapi peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
kenyataannya teori substantif berperan lebih besar
melalui metode analisis yang diserap oleh teori 2.3 Konsistensi
prosedural. Konsistensi menekankan pada kegiatan
Beberapa ahli teori melakukan upaya untuk mengungkapkan kemampuan manajemen puncak dan
mengembangkan perspektif baru terkait teori jajarannya di lingkungan pemerintah daerah, dalam
perencanaan. Salah satu upaya yaitu dengan merencanakan program berkelanjutan dan proyek
memperhitungkan pluralisasi teori yang dikemukakan tahunan yang berkesinambungan (konsisten) dalam arti
oleh Nigel Taylor (dalam Allmendinger, 2009). Taylor saling menunjang, baik dalam tahun anggaran yang sama,
membuat konsepsi alternatif dalam upaya untuk beralih dua tahun anggaran, atau lebih secara berkelanjutan.
dari teori prosedural dan substantif. Dengan menolak Konsistensi sebuah program dan proyek dapat dilihat dari
dualisme Faludi, Taylor menggantinya dengan menyoroti hasil kontrol dan sistem pengendalian (Nawawi, 2003).
perbedaan antara teori sosiologi (berdasarkan empiris) Pengendalian (controlling) mempunyai peran yang
dan filosofis (ideologis dan normatif). Pendekatan Taylor sangat penting. Pengendalian merupakan usaha untuk
139
Rina Trivinata/ JIAP Vol. 2 No. 4 (2016) 138-146
mengevaluasi apakah tujuan yang telah ditetapkan dapat sama. Serta lintas pemangku kepentingan yang diperoleh
dicapai, apabila tidak dapat dicapai maka dicari faktor dari masukan masyarakat dan swasta pada saat seminar
penyebabnya sehingga dapat dilakukan perbaikan mulai dari seminar pendahuluan, fakta dan analisa, dan
(corrective action)(Amirullah, 2015). seminar akhir.
3. Metode Penelitian 4.1.2 Keserasian, Keselarasan, dan Keseimbangan
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif Potensi pembangunan pusat perekonomian terletak
kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui di Kelurahan Kepanjen tetapi tidak sejalan dengan Desa
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data Dilem karena desa tersebut didominasi oleh peruntukan
menggunakan model interaktif Milles, Huberman dan perumahan. Sedangkan Kelurahan Penarukan juga tidak
Saldana. Menurut Miles, Huberman dan Saldana (2014) sejalan dengan Kelurahan Kepanjen karena di Kelurahan
terdapat empat tahapan yang harus dilakukan yaitu: Penarukan diarahkan pusat pemerintahan Kabupaten
pengumpulan data, kondensasi data, penyajian data, serta Malang. Potensi pertanian tertinggi pada Desa Kemiri
penarikan kesimpulan: verifikasi dengan proses siklus selain lahan pertanian yang luas, sarana pendukung
dan interaktif. pertanian juga tersedia di desa tersebut seperti KUD.
Desa Jenggolo kurang sejalan dengan Desa Kemiri
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan karena luas lahan pertanian yang mulai tergeser dengan
pembangunan permukiman penduduk dan sarana
BWP Kepanjen terbagi menjadi empat kelurahan
pendukung yang kurang (dapat dilihat pada gambar 1).
dan 14 desa yaitu Kelurahan Kepanjen; Kelurahan
Cepokomulyo; Kelurahan Penarukan; Kelurahan Keserasian antara struktur ruang dan pola ruang
Ardirejo; Desa Dilem; Desa Ngadilangkung; Desa dapat dilihat dari hasil pemetaan yang telah disusun tidak
Mojosari; Desa Jatirejoyoso; Desa Curungrejo; Desa hanya teoritis tetapi juga berdasarkan analisis kondisi
Sukoraharjo; Desa Kedungpedaringan; Desa Tegalsari; eksisting fisik wilayah, sosial budaya
Desa Panggungrejo; Desa Mangunrejo; Desa Kemiri; kemasyarakatannya, dan memperhatikan keselarasan
Desa Jenggolo; Desa Sengguruh; dan Desa Talangagung. antara kehidupan manusia dengan lingkungannya.
BWP Kepanjen memiliki luas wilayah 4.624,4 ha dengan Pertumbuhan dan perkembangan antar kelurahan dan
sektor pertanian menjadi andalan dalam pembangunan desa di Perkotaan Kepanjen belum seimbang, dari hasil
ekonomi masyarakatnya dan secara geografis BWP peninjauan lapangan dapat dilihat bahwa di Kelurahan
Kepanjen terletak di pusat wilayah Kabupaten Malang. Kepanjen, Cepokomulyo, dan sekitarnya perkembangan
Karakteristik pola penggunaan lahan di BWP wilayahnya sangat pesat dengan sarana prasarana
Kepanjen dapat digambarkan, yaitu sebagai berikut: kebutuhan masyarakat yang lengkap dibandingkan
a) Secara keseluruhan penggunaan lahan non pertanian dengan Desa Kemiri dan sekitarnya yang minim sarana
cenderung mengumpul didaerah pusat kota, yaitu prasarana. Dalam peta rencana pola ruang dapat dilihat
Kelurahan Kepanjen dan sekitarnya; dan pembagian zona yang terintegrasi pada setiap kelurahan
b) Jenis kegiatan disepanjang jalan utama cenderung dan desa sehingga menjadi kesatuan yang utuh dalam
untuk kegiatan yang bersifat komersial seperti: perencanaan Perkotaan Kepanjen dengan meninjau
perdagangan, jasa dan pelayanan umum (pendidikan, kemampuan Pemerintah Daerah Kabupaten Malang baik
perkantoran pemerintah, dan sebagainya). secara finansial maupun sumber daya manusianya.
4.1 Perencanaan Tata Ruang di Bagian Wilayah 4.1.3 Keberlanjutan
Perkotaan Kepanjen
Dokumen RDTR BWP Kepanjen dilengkapi dengan
Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
studi dokumen ditemukan beberapa hal sebagai berikut: Penyusunan KLHS merupakan amanat UU No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
4.1.1 Keterpaduan
Hidup. KLHS RDTR BWP Kepanjen Tahun 2014-2034
RDTR BWP Kepanjen diselenggarakan dengan memuat tentang Kebijakan, Rencana dan/ atau Program
menyatukan kepentingan yang bersifat lintas sektor RDTR BWP Kepanjen, identifikasi isu-isu pembangunan
(perumahan, perdagangan dan jasa, perkantoran, industri, berkelanjutan yang meliputi isu strategis, isu strategis
pelayanan umum, perlindungan setempat, peruntukan hipotesis, dan isu strategis prioritas. Kajian pengaruh
khusus, dan peruntukan lain). Lintas wilayah antar dampak Kebijakan, Rencana dan/ atau Program RDTR
kelurahan dan desa yaitu setiap perencanaan disesuaikan BWP Kepanjen terhadap pembangunan berkelanjutan,
dengan karakteristik masing- masing kelurahan dan desa mitigasi dampak, serta rekomendasi alternatif- alternatif
sehingga perencanaan untuk setiap sub BWP terdiri dari penyelesaian masalah.
dua atau lebih kelurahan/ desa yang mempunyai karakter
140
Rina Trivinata/ JIAP Vol. 2 No. 4 (2016) 138-146
141
Rina Trivinata/ JIAP Vol. 2 No. 4 (2016) 138-146
142
Rina Trivinata/ JIAP Vol. 2 No. 4 (2016) 138-146
143
Rina Trivinata/ JIAP Vol. 2 No. 4 (2016) 138-146
144
Rina Trivinata/ JIAP Vol. 2 No. 4 (2016) 138-146
145
Rina Trivinata/ JIAP Vol. 2 No. 4 (2016) 138-146
146