Anda di halaman 1dari 31

Referat

Penyakit Jantung Koroner

Oleh :

Prayoga Perdana Rivai, S.Ked

Preceptor :

dr. Rina Kriswiastiny, Sp. PD

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RS PERTAMINA BINTANG AMIN
BANDAR LAMPUNG
2018
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................................
1
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................
2
DAFTAR TABEL .....................................................................................................
2

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 3


1.1. Latar Belakang........................................................................................ 3
1.2. Tujuan Penulisan .................................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Anatomi Arteri Koroner Jantung ........................................................... 5
2.2. Definisi................................................................................................... 7
2.3. Epidemiologi.......................................................................................... 7
2.4. Faktor Resiko ........................................................................................ 9
2.5. Patogenesis Plak Aterosklerosis............................................................. 11
2.6. Klasifikasi .............................................................................................. 14
2.7. Pendekatan Diagnostik .......................................................................... 17
2.8. Penatalaksanaan ..................................................................................... 21
2.9. Komplikasi ............................................................................................ 25
2.10. Prognosis .............................................................................................. 25

BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... 26


DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 29

1
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Cabang Arteri Koroner ..................................................................... 5


Gambar 2. Sirkulasi Koroner .............................................................................. 6
Gambar 3. Perbandaingan antara factor risiko tradisional dan non tradisional
Untuk PJK ........................................................................................10
Gambar 4. Struktur normal arteri .......................................................................12
Gambar 5. Patogenesis aterosklerosis ................................................................14

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pendekatan Diagnostik CAD .............................................................17

2
3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Coronary Artery Disease (CAD) atau dikenal juga dengan Coronary

Heart Disease (CHD)/Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kondisi

dimana terjadi penyempitan arteri koroner. Penyempitan tersebut dapat

disebabkan antara lain aterosklerosis, berbagai jenis arteritis, emboli

koronaria, dan spasme sehingga menyebabkan terbatasnya aliran darah

yang mengalir dalam arteri koroner. Akibat dari terbatasnya suplai darah

pada jantung adalah iskemia, sehingga CAD juga terkadang disebut

Ischemic Heart Disease (IHD).1,2 Gejala dari CAD pertama kali

digambarkan oleh William Heberden, seorang dokter Inggris. Beliau

menggunakan istilah ‘angina pectoris’ yang berasal dari bahasa Latin

yaitu ‘angere’ yang berarti tercekik atau tertekan dan ‘pectoris’ yang

berarti dada. Deskripsi klasik ini masih berlaku hingga saat ini.3

Di Indonesia, penyakit jantung cenderung meningkat sebagai

penyebab kematian. Data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun

1996 menunjukkan bahwa proporsi penyakit ini meningkat dari tahun ke

tahun sebagai penyebab kematian. Tahun 1975 kematian akibat penyakit

jantung hanya 5,9%, tahun 1981 meningkat sampai dengan 9,1%, tahun

1986 melonjak menjadi 16% dan tahun 1995 meningkat menjadi 19%.

Sensus nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian karena

4
penyakit kardiovaskuler termasuk penyakit jantung koroner adalah sebesar

26,4 %, dan sampai dengan saat ini PJK juga merupakan penyebab utama

kematian dini pada sekitar 40% dari sebab kematian laki-laki usia

menengah.4 Literatur lain menyebutkan, juga berdasarkan survei kesehatan

rumah tangga, angka kematian karena penyakit kardiovaskular semakin

meningkat di Indonesia. Pada tahun 1980 menduduki urutan ketiga (9,9%),

tahun 1986 urutan kedua (9,7%) dan tahun 1992 telah menduduki urutan

pertama sebagai penyebab kematian bagi penduduk usia lebih dari 45

tahun yaitu sebanyak 16,4%. Pada SKRT tahun 1995, proporsi penyakit

sistem sirkulasi ini meningkat cukup pesat dan pada tahun 2009 tetap

menduduki urutan pertama sebagai sebab kematian di Indonesia.5

Berdasarkan data di atas, menjadi suatu keharusan bagi para calon

dokter umum yang nantinya juga akan terjun ke masyarakat untuk

memahami CAD sehingga mampu melakukan tindakan tepat berupa

tindakan pendahuluan dalam kasus gawat darurat sebelum merujuk

mengingat CAD merupakan salah satu kompetensi dokter umum dengan

level 3B.6

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Arteri Koroner Jantung

Jantung manusia normal memiliki dua arteri koroner mayor yang

keluar dari aorta yaitu right coronary artery dan left main coronary artery,

dinamakan koroner karena bersama dengan cabangnya ia melingkari

jantung seperti crown (mahkota, corona). Arteri koroner meninggalkan

aorta lebih kurang ½ inci di atas katup semilunar aorta.3,7

Gambar 1. Cabang Arteri Koroner.9

Left main coronary artery bercabang menjadi dua, yaitu left anterior

descendens yang memberikan perdarahan pada area anterior luas ventrikel

kiri, septum ventrikel dan muskulus papillaris anterior, sementara left

circumflex memberikan perdarahan pada area lateral ventrikel kiri dan area

6
right coronary artery dominan kiri. Right coronary artery memberikan

perdarahan pada SA node, AV node, atrium kanan, ventrikel kanan,

ventrikel kiri inferior, ventrikel kiri posterior dan muskulus papillaris

posterior.3,7,8

Gambar 2. Sirkulasi Koroner: (a) wilayah LAD; (b) wilayah RCA dan LCX; (c)
perfusis septal. Bagian anterior diperfusi oleh cabang septal dari LAD dan bagian inferior
diperfusi oleh cabang septal posterior descending coronary artery (RCA atau sedikit
LCX). Angka menunjukkan: (1) Left Main Coronary Artery; (2) LAD; (3) LCX; (4)
RCA; (5) First septal branch; (6) First diagonal branch; (7) RV branch; (8) Posterior
descending from the RCA; (9) Posterolateral from the RCA; (10) Obtuse marginal (OM)
from the LCX; (11) Posterolateral from the LCX; (12) AV node branch (RCA). 8

7
2.2. Definisi

Coronary Artery Disease (CAD) atau dikenal juga dengan Coronary

Heart Disease (CHD)/Penyakit Jantung Koroner (PJK) didefinisikan

sebagai penyakit jantung dan pembuluh darah yang disebabkan karena

penyempitan arteri koroner. Penyempitan tersebut dapat disebabkan antara

lain aterosklerosis, berbagai jenis arteritis, emboli koronaria, dan spasme.

Oleh karena aterosklerosis merupakan penyebab terbanyak (99%), maka

pembahasan tentang PJK pada umumnya terbatas pada penyebab

tersebut.1,2,4,10,11

Arterosklerosis pada dasarnya merupakan suatu kelainan yang terdiri

atas pembentukan fibrolipid dalam bentuk plak-plak yang menonjol atau

penebalan yang disebut ateroma yang terdapat di dalam tunika intima dan

pada bagian dalam tunika media. Proses ini dapat terjadi pada seluruh

arteri, tetapi yang paling sering adalah pada left anterior descendent arteri

coronaria, proximal arteri renalis dan bifurcatio carotis.11

2.3. Epidemiologi

Saat ini penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu

di dunia. Pada tahun 1999 sedikitnya 55,9 juta atau setara dengan 30,3%

kematian di seluruh dunia disebabkan oleh penyakit jantung. Menurut

Badan Kesehatan Dunia (WHO), 60% dari seluruh penyebab kematian

penyakit jantung adalah penyakit jantung koroner (PJK).4 Di Amerika

Serikat diperkirakan 13,7 juta penduduk mengalami PJK, termasuk di

8
dalamnya 7,2 juta penduduk mengalami infark miokard. Pada kelompok

usia lebih dari 30 tahun, 213 dari 100.000 individu mengalami PJK. The

Centers of Disease Control and Prevention memperkirakan harapan hidup

orang Amerika akan meningkat 7 tahun jika PJK dan komplikasinya

dieradikasi.12

Di Indonesia, penyakit jantung juga cenderung meningkat sebagai

penyebab kematian. Data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun

1996 menunjukkan bahwa proporsi penyakit ini meningkat dari tahun ke

tahun sebagai penyebab kematian yaitu urutan ke-11 (1972), menjadi

urutan ke-3 (1986) dan menjadi penyebab kematian utama pada tahun

1992, 1995 dan 2001. Tahun 1975 kematian akibat penyakit jantung hanya

5,9%, tahun 1981 meningkat sampai dengan 9,1%, tahun 1986 melonjak

menjadi 16% dan tahun 1995 meningkat menjadi 19%. Sensus nasional

tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian karena penyakit kardiovaskuler

termasuk penyakit jantung koroner adalah sebesar 26,4%.4,13

Literatur lain menyebutkan, juga berdasarkan survei kesehatan

rumah tangga, angka kematian karena penyakit kardiovaskular semakin

meningkat di Indonesia. Pada tahun 1980 menduduki urutan ketiga (9,9%),

tahun 1986 urutan kedua (9,7%) dan tahun 1992 telah menduduki urutan

pertama sebagai penyebab kematian bagi penduduk usia lebih dari 45

tahun yaitu sebanyak 16,4%. Pada SKRT tahun 1995, proporsi penyakit

sistem sirkulasi ini meningkat cukup pesat dan pada tahun 2009 akan tetap

menduduki urutan pertama sebagai sebab kematian di Indonesia.5

9
2.4. Faktor Resiko

Faktor risiko untuk penyakit jantung koroner tidak dipublikasikan

secara formal sampai dilakukannya penelitian pendahuluan oleh

Framingham Heart Study di awal tahun 1960(14). Framingham Heart Study

berpendapat bahwa PJK bukanlah penyakit manusia lanjut usia (manula)

atau nasib buruk yang tidak dapat dihindari. Dalam hubungan ini dikenal

adanya “Faktor Risiko PJK”, yaitu kondisi yang berkaitan dengan

meningkatnya risiko timbulnya PJK. Faktor risiko tersebut diantaranya

adalah tekanan darah, merokok, lipid, diabetes mellitus, obesitas, dan

riwayat keluarga dengan penyakit jantung.4

Referensi lain menyebutkan bahwa faktor risiko terjadinya PJK

dibagi menjadi faktor risiko konvensional, faktor risiko yang dapat

dimodifikasi dan faktor risiko non-tradisional. Faktor risiko konvensional

terdiri atas: usia >45 tahun pada pria dan >55 tahun pada wanita, riwayat

sakit jantung dini pada keluarga dimana ayah atau saudara laki-laki

didiagnosis mengalami sakit jantung sebelum usia 55 tahun dan ibu atau

saudara perempuan didiagnosis mengalami sakit jantung sebelum usia 65

tahun dan perbedaan ras. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi terdiri atas:

kadar kolesterol darah tinggi, hipertensi, merokok, Diabetes Mellitus,

obesitas, kurangnya aktivitas fisik, sindroma metabolik, stress dan depresi.

Sedang faktor risiko non-traditional terdiri atas: peningkatan kadar CRP di

darah, peningkatan lipoprotein a, peningkatan homosistein, aktivator

plasminogen jaringan, fibrinogen, dan berbagai faktor lain seperti end-

10
stage renal disease (ESRD), penyakit inflamasi kronik yang

mempengaruhi jaringan ikat seperti lupus, rheumatoid arthritis, infeksi

human immunodeficiency virus (HIV) (acquired immunodeficiency

syndrome [AIDS] dan highly active antiretroviral therapy [HAART].

Sebagian faktor risiko konvensional dan modifikasi disebut juga faktor

risiko mayor.14

Gambar 3. Perbandingan antara faktor risiko tradisional dan non-tradisional untuk


PJK.14

11
Gambar di atas merupakan perbandingan biomarker faktor risiko

tradisional dan non-tradisional untuk PJK. Pada gambar tampak daftar

biomarker nontradisional berkembang lebih banyak daripada faktor risiko

tradisional (standar) untuk memprediksi kejadian kardiovaskular di masa

depan, namun tidak lebih berat jika dibandingkan faktor risiko tradisional

dan hanya ditambahkan pada pasien dengan faktor risiko moderat sampai

standar.14

2.5. Patogenesis Plak Aterosklerosis

Struktur arteri koroner jantung yang sehat terdiri atas 3 lapisan, yaitu

intima, media dan adventitia. Intima merupakan lapisan monolayer sel-sel

endotel yang menyelimuti lumen arteri bagian dalam. Sel-sel endotel

menutupi seluruh bagian dalam sistem vaskular hampir seluas 700 m2 dan

dengan berat 1,5 kg. Sel endotel memiliki berbagai fungsi, diantaranya

menyediakan lapisan nontrombogenik dengan menutupi permukaannya

dengan sulfat heparan dan melalui produksi derivat prostaglandin seperti

prostasiklin yang merupakan suatu vasodilator poten dan penghambat

agregasi platelet.15 Rusaknya lapisan endotel akan memicu terjadinya

aterosklerosis sebagaimana yang akan dijelaskan kemudian.

12
Gambar 4. Struktur normal arteri.16

Ada beberapa hipotesis yang menerangkan tentang proses

terbentuknya aterosklerosis, seperti monoclonal hypothesis, lipogenic

hypothesis dan response to injure hypothesis. Namun yang banyak

diperbincangkan adalah mengenai response to injure hypothesis sebagai

berikut:11,17

a. Stage A: Endothelial injure

Endotelial yang intak dan licin berfungsi sebagai barrier yang

menjamin aliran darah koroner lancar. Faktor risiko yang

dimiliki pasien akan memudahkan masuknya lipoprotein densitas

rendah yang teroksidasi maupun makrofag ke dalam dinding

arteri. Interaksi antara endotelial injure dengan platelet, monosit

dan jaringan ikat (collagen), menyebabkan terjadinya

penempelan platelet (platelet adherence) dan agregasi trombosit

(trombosit agregation).

13
b. Stage B: Fatty Streak Formation.

Pembentukan fatty streak merupakan pengendapan kolesterol-

kolesterol yang telah dioksidasi dan makrofag di bawah

endothelium arteri. Low Density Lipoprotein (LDL) dalam darah

akan menyerang endotel dan dioksidasi oleh radikal-radikal

bebas pada permukaan endotel. Lesi ini mulai tumbuh pada masa

kanak-kanak, makroskopik berbentuk bercak berwarna

kekuningan, yang terdiri dari sel-sel yang disebut foam cells. Sel-

sel ini ialah sel-sel otot polos dan makrofag yang mengandung

lipid, terutama dalam bentuk ester cholesterol.

c. Stage C: Fibrosis Plaque Formation

Formasi plak fibrosis terdiri atas inti atau central cholesterol dan

tutup jaringan ikat (cap fibrous). Formasi ini memberikan dua

gambaran tipe yaitu Stable fibrous plaque dan Unstable fibrous

plaque.

14
\

Gambar 5. Patogenesis aterosklerosis.16

2.6. Klasifikasi

Pada patogenesis aterosklerosis telah dijelaskan bahwa di akhir

pembentukannya dalam lumen arteri, dapat bersifat sebagai plak yang

stabilatau plak vulnerable (tak stabil). Oleh karena itu penyakit jantung

koroner memberikan dua manifestasi klinis penting yaitu Angina Pektoris

Stabil dan Sindrom Koroner Akut.11

15
1. Angina Pektoris Stabil

Angina Pektoris adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia

miokardium. Iskemia miokardium merupakan hasil dari

ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen

miokard. Iskemia miokard dapat disebabkan oleh stenosis arteri

koroner, spasme arteri koroner dan berkurangnya kapasitas

oksigen di darah.18,20

2. Sindroma Koroner Akut

Sindroma Koroner Akut merupakan sekumpulan gejala klinis

umum sebagai hasil akhir dari iskemia miokardial akut. Iskemia

akut biasanya disebabkan oleh rupturnya plak aterosklerosis atau

ditambah dengan trombosis intrakoroner. Sindroma koroner akut

meliputi Infark Miokard (disertai ST elevasi atau Non-ST

elevasi) dan Angina Pektoris Tak Stabil.12

a. Angina Pektoris Tak Stabil

Istilah angina tidak stabil pertama kali digunakan 3 dekade

yang lalu dan dimaksudkan untuk menandakan keadaan

antara infark miokard dan kondisi lebih kronis angina stabil.

Angina tidak stabil merupakan bagian dari sindrom koroner

akut dimana tidak ada pelepasan enzim dan biomarker

nekrosis miokard. Angina dari sindrom koroner akut

cenderung merasa lebih parah dari angina stabil, dan

biasanya tidak berkurang dengan istirahat beberapa menit

16
atau bahkan dengan tablet nitrogliserin sublingual. SKA

menyebabkan iskemia yang mengancam kelangsungan hidup

dari otot jantung. Kadang-kadang, obstruksi menyebabkan

SKA hanya berlangsung selama waktu yang singkat dan

tidak ada nekrosis jantung yang terjadi.1,21

b. Non STEMI

Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi

segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat

erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma

menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan

oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya

tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner.

Non STEMI memiliki gambaran klinis dan patofisiologi yang

mirip dengan Angina Tidak Stabil, sehingga penatalaksanaan

keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika

pasien dengan manifestasi klinis Angina Tidak Stabil

menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa

peningkatan biomarker jantung.22

c. STEMI

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya

terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak

setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah

17
ada sebelumnya. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner

terjadi secara cepat pada lokasi injury vaskular.22

2.7. Pendekatan Diagnostik

Berikut ini merupakan pendekatan diagnostik CAD yang penulis

sajikan dalam bentuk tabel yang bersumber dari beberapa literatur dengan

harapan bisa mempermudah penulis dan pembaca membandingkan

klasifikasi dari CAD baik ditinjau dari segi anamnesa, pemeriksaan fisik

sampai pada pemeriksaan penunjang.

Tabel 1. Pendekatan Diagnostik CAD.11,23

Sindrom Koroner Akut


Kriteria Angina Pektoris
Angina Pektoris
Diagnostik Stabil Non STEMI STEMI
Tak Stabil
Anamnesis Nyeri dada iskemik, identifikasi faktor pencetus dan atau faktor resiko.
Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut:
1. Lokasi: substernal, retrosternal dan prekordial.
2. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
3. Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi,
punggung/interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan.
4. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan
5. Hati-hati pada pasien diabetes mellitus, kerap pasien tidak mengeluh
nyeri dada akibat neuropati diabetik.

Berikut perbedaan nyeri dada jantung dan non-jantung

18
Jantung: Non Jantung:
Tegang tidak enak Tajam
Tertekan Ditusuk
Berat Seperti pisau
Mengencangkan/diperas Dijahit
Nyeri/pegal Ditimbulkan tekanan
Menekan/menghancurkan Terus menerus seharian
Anamnesis 1. Nyeri 1. Angina Gambaran 1. Nyeri dada
Khusus dada Istirahat: Angina klinis mirip >20 menit
berlangsung timbul saat Angina 2. Tidak
selama sekitar istirahat, >20 hilang dengan
Tidak Stabil
1-3 menit, dan menit istirahat
dapat >10′ 2. Angina maupun nitrat
2. Gejala Onset baru: baru 3. Tidak
sistemik (-) timbul dalam 2 selalu
seperti mual, bulan, aktivitas dicetuskan oleh
muntah, sehari-hari nyata aktivitas.
keringat dingin. terbatas seperti 4. Disertai
nyeri muncul saat gejala sistemik:
naik tangga 1 mual, muntah,
lantai dengan lemah, keringat
kecepatan biasa dingin.
(CCS III)
3. Angina
Progresif: dalam
2 bulan
bertambah
sering, lama dan
CCS naik
minimal menjadi
CCS III
Pemeriksaan 1. Bervariasi dan tidak spesifik
Fisik 2. Angina: tidak tampak sakit berat
3. Infark: tampak sakit berat dan gelisah

19
4. TD naik/turun/normal
5. HR naik/turun/normal
6. Tanpa komplikasi tidak ditemukan kelainan
7. Komplikasi gagal jantung: tanda-tanda gagal jantung
Pemeriksaan Penunjang
EKG ST depresi, T ST depresi, T Normal, ST ST elevasi > 2 mm
inverted simetris, inverted simetris, depresi > minimal pada 2
Gambaran Normal atau 0,05mV, T sandapan
kembali normal prekordial yang
transient inverted
saat serangan berdampingan atau
simetris;
reda. > 1mm pada 2
ada evolusi
sandapan
EKG
ekstremitas, LBBB
baru atau diduga
baru; ada evolusi
EKG.

 Fase hiperakut
(dalam waktu
menit sampai <2
jam)
 Fase akut dini (0-
12 jam): Elevasi
segmen ST:
cedera
miokardium,
bersifat
reversibel. Dapat
kembali ke garis
dasar dalam
beberapa jam.
Jika persisten
aneurisma
ventrikular.

20
 Fase akut
lanjutan: Gel. T
inversiàinfark
sejati: menetap
selama berbulan-
bulan sampai
bertahun-tahun.
 Q patologis
muncul beberapa
jam sejak onset
infark bahkan
beberapa hari dan
cenderung
menetap
sepanjang hidup
pasien
Laboratoriu Normal Normal Meningkat Meningkat
m enzim
jantung
(CKMB,
Troponin T,
I, LDH,
SGOT)

2.8. Penatalaksanaan

21
1. Angina Pektoris Stabil

Tujuan utama pengobatan adalah mencegah kematian dan terjadinya

serangan jantung (infark). Sedangkan yang lainnya adalah mengontrol

serangan angina sehingga memperbaiki kualitas hidup. Pengobatan

terdiri dari farmakologis dan non-farmakologis untuk mengontrol

angina dan memperbaiki kualitas hidup. Tindakan lain adalah terapi

reperfusi miokardium dengan cara intervensi koroner dengan balon dan

pemakaian stent sampai operasi CABG (bypass).11 Berikut 10 elemen

penting untuk penatalaksanaan angina stabil:

a. Aspirin dan anti angina

b. Beta bloker dan pengontrol tekanan darah

c. Cholesterol kontrol dan berhenti merokok

d. Diet dan atasi diabetes

e. Edukasi dan olah raga

2. Sindrom Koroner Akut

Berdasarkan triase dari pasien dengan kemungkinan SKA, langkah

yang diambil pada prinsipnya sebagai berikut :11

a. Jika riwayat dan anamnesa curiga adanya SKA

 Berikan asetil salisilat (ASA) 300 mg dikunyah,

berikan nitrat sublingual

 Rekam EKG 12 sadapan atau kirim ke fasilitas yang

memungkinkan

 Jika mungkin periksa petanda biokimia

22
b. Jika EKG dan petanda biokimia curiga adanya SKA: Kirim

pasien ke fasilitas kesehatan terdekat dimana terapi definitif

dapat diberikan

c. Jika EKG dan petanda biokimia tidak pasti akan SKA

 Pasien risiko rendah ; dapat dirujuk ke fasilitas rawat

jalan

 Pasien risiko tinggi : pasien harus dirawat

Penanganan di Instalasi Gawat Darurat:

Pasien-pasien yang tiba di UGD, harus segera dievaluasi karena kita

berpacu dengan waktu dan bila makin cepat tindakan reperfusi

dilakukan hasilnya akan lebih baik. Tujuannya adalah mencegah

terjadinya infark miokard ataupun membatasi luasnya infark dan

mempertahankan fungsi jantung. Manajemen yang dilakukan adalah

sebagai berikut:11

a. Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah:

 Pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12

sadapan,

 Periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT,

 Berikan segera: O2, infus NaCl 0,9% atau dekstrosa

5%,

 Pasang monitoring EKG secara kontinyu

 Pemberian obat:

23
- Nitrat sublingual / transdermal / nitrogliserin

intravena titrasi (kontraindikasi bila TD sistolik

< 90 mmHg, bradikardia (< 50 kpm)

- Aspirin 160-325 mg: bila alergi/tidak responsif

diganti dengan dipiridamol, tiklopidin atau

klopidogrel, dan

- Mengatasi nyeri: morfin 2,5 mg (2-4 mg)

intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai

dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg

intravena atau tramadol 25-50 mg intravena.

b. Hasil penilaian EKG, bila:

 Elevasi segmen ST > 0,1 mV pada 2 atau lebih sadapan

ekstremitas berdampingan atau > 0,2 mV pada dua atau

lebih sadapan prekordial berdampingan atau blok

berkas (BBB) dan anamnesis dicurigai adanya IMA

maka sikap yang diambil adalah dilakukan reperfusi

dengan :

- Terapi trombolitik bila waktu mulai nyeri dada

sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun dan

tidak ada kontraindikasi.

- Streptokinase: BP > 90 mmHg

- tPA: BP < 70mmHg

24
- Kontraindikasi: Riwayat stroke hemoragik,

active internal bleeding, diseksi aorta.

- Jika bukan kandidate reperfusi maka perlakukan

sama dengan NSTEMI/UAP.

- Angioplasti koroner (PTCA) primer bila

fasilitas alat dan tenaga memungkinkan. PTCA

primer sebagai terapi alternatif trombolitik atau

bila syok kardiogenik atau bila ada

kontraindikasi terapi trombolitik

 Bila sangat mencurigai ada iskemia (depresi segmen

ST, inversi T), diberi terapi anti-iskemia, maka segera

dirawat di ICCU; dan

 EKG normal atau nondiagnostik, maka pemantauan

dilanjutkan di UGD. Perhatikan monitoring EKG dan

ulang secara serial dalam pemantauan 12 jam

pemeriksaan enzim jantung dari mulai nyeri dada dan

bila pada evaluasi selama 12 jam, bila:

- EKG normal dan enzim jantung normal, pasien

berobat jalan untuk evaluasi stress test atau

rawat inap di ruangan (bukan di ICCU), dan

- EKG ada perubahan bermakna atau enzim

jantung meningkat, pasien di rawat di ICCU.

25
2.9. Komplikasi

Komplikasi akut infark adalah aritmia, aritmia yang sering

memberikan komplikasi adalah ventrikel vibrilasi. Ventrikel vibrilasi 95%

meninggal sebelum sampai rumah sakit. Komplikasi lain meliputi

disfungsi ventrikel kiri/gagal jantung dan hipotensi/syok kardiogenik.10

2.10. Prognosis

Prognosis pada penyakit jantung koroner tergantung dari beberapa hal

yaitu:10

a. Wilayah yang terkena oklusi

b. Sirkulasi kolateral

c. Durasi atau waktu oklusi

d. Oklusi total atau parsial

e. Kebutuhan oksigen miokard

Berikut prognosis pada penyakit jantung koroner:

a. 25% meninggal sebelum sampai ke rumah sakit

b. Total mortalitas 15-30%

c. Mortalitas pada usia < 50 tahun 10-20%

d. Mortalitas usia > 50 tahun sekitar 20%

26
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

1. Pada SKRT tahun 1995, proporsi penyakit sistem sirkulasi

meningkat cukup pesat dan pada tahun 2009 tetap menduduki urutan

pertama sebagai sebab kematian di Indonesia à para calon dokter

umum yang kelak terjun ke masyarakat harus memahami CAD

sehingga mampu mengenali dan melakukan tindakan tepat berupa

tindakan pendahuluan dalam kasus gawat darurat sebelum merujuk

mengingat CAD merupakan salah satu kompetensi dokter umum

dengan level 3B.

2. Penegakan diagnosis CAD didasarkan pada anamnesis dan

pemeriksaan penunjang berupa EKG dan pemeriksaan enzim

jantung.

3. Penatalaksanaan CAD didasarkan pada klasifikasi CAD.

3.2. Saran

1. Para panitra klinik diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam

menghadapi pasien dengan CAD pada berbagai kondisi khususnya di

daerah dengan keterbatasan fasilitas.

2. Para panitra klinik diharapkan mampu memberikan edukasi untuk

faktor risiko yang dapat dimodifikasi dalam rangka mencegah dan

27
meminimalisir kejadian CAD di masyarakat dengan meningkatkan

kemampuan komunikasi efektif.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Katz MJ. 2010. Coronary artery disease. Atrain Education [serial online]
2010 [cited 2017 Mar 17]; Available from: URL:
http://www.atrainceu.com/pdf/41_Coronary_Artery_Disease_CAD.pdf
2. Bryg RJ. 2009. Coronary artery disease. WebMD [serial online] 2009
[cited 2017 Mar 17]; Available from: URL: http://www.webmd.com/heart-
disease/guide/heart-disease-coronary-artery-disease?page=3
3. Deckelbaum L. Heart attacks and Coronary artery disease. Chapter 11.
[cited 2017 Mar 17]; Available from: URL:
http://www.med.yale.edu/library/heartbk/11.pdf. p.133.
4. Supriyono M. 2008. Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap
kejadian penyakit jantung koroner pada kelompok usia < 45 tahun (studi
kasus di RSUP dr. Kariadi dan RS Telogorejo Semarang). Semarang:
Undip.
5. Makmun LH, Alwi I & Ranitya R. 2009. Panduan tatalaksana sindrom
koroner akut dengan elevasi segmen ST. Jakarta: Interna Publishing.
6. Cabin HS. The heart and circulation. Chapter 1. [cited 2017 Mar 17];
Available from: URL: http://www.med.yale.edu/library/heartbk/1.pdf. p.5.
7. DeLuna B. 2006. The heart walls and coronary circulation. Chapter 1.
[cited 2017 Mar 17]; Available from: URL:
http://www.blackwellpublishing.com/content/BPL_Images/Content_store/
Sample_chapter/9781405157865/Bayes9781405157865_4_001.pdf
8. http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/1/18/Coronary_art
eries.svg/512px-Coronary_arteries.svg.png
9. Homoud MK. 2008. Coronary artery disease. New England Medical
Center.
10. Darmawan A. 2010. Penyakit jantung koroner. Yogyakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah.

29
11. Kim MC, Kini AS & Fuster V. 2011. Definitions of acute coronary
syndromes. In Hurst’s The Heart. Vol. 2. 13th ed. New York: McGraw-
Hill. p.1287.
12. Asri WS, Vivi S & Primasari. 2006. Profil penyakit jantung koroner (pjk)
dan faktor risiko pjk pada penduduk miskin perkotaan di jakarta.
Puslitbang Biomedis dan Farmasi, Badan Litbang Kesehatan.
13. Boudi FB. Risk factors for coronary artery disease. Medscape [serial
online] 2011 [cited 2017 Mar 17]; Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/164163-overview
14. McPherson JA. Coronary Artery Atherosclerosis. Medscape [serial online]
2011 [cited 2017 Mar 17]; Available from: URL:
http://www.acbd.monash.org/atherosclerosis-presentation.pdf
15. Pratanu S. Regresi aterosklerosis.CDK 102 1995 (15):p.14.
16. Rahman Muin. 2006. Angina pektoris stabil. In Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 4th ed. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam:
Jakarta. p:1611.
17. Depre C, Vatner SF, Gross GJ. 2011. Coronary blood flow and miocardial
ischemia in Hurst’s The Heart. Vol. 2. 13th ed. New York: McGraw Hill.
p.1242.
18. Alaeddini J. Angina pectoris. Medscape [serial online] Oct 2011 [cited
2017 Mar 17]; Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/150215-overview#showall
19. Tan WA. Unstabe angina. Medscape [serial online] May 2011 [cited 2017
Mar 17]; Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/159383-overview#showall
20. Harun S, Alwi I. 2006. Infak miokard akut tanpa elevasi ST. In Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam. p:1626.
21. Thaler MS. 2009. Satu-satunya buku EKG yang anda perlukan. Editor
edisi bahasa indonesia Teuku Istia Muda Perdan, Aryandhito Widhi
Nugroho. Ed 5. Jakarta: EGC

30

Anda mungkin juga menyukai