Anda di halaman 1dari 23

 

Ketika ingin mendekatkan diri pada Allah: lakukan kewajiban


Ketika ingin dicintai Allah: lakukan sunnah
Kewajiban tidak cuma aspek ibadah personal, namun juga kewajiban atas hukum syara’ lain. Seperti melakukan hukum rajam pada
pezina, dll.
Sunnah membantu kita untuk tidak abai pada aktivitas kita sehari-hari.
Setiap anggota tubuh kita akan dimintai pertanggungjawaban di yaumul akhir nanti. Harus makin berhati-hati untuk bertindak.
Manusia mendapat keistimewaan dari Allah, jika meminta pada Allah maka akan diberi.
Pada QS Al Mulk, yang akan dinilai adalah amal perbuatan kita, mana yang lebih baik amalannya.
Yang dilihat adalah amal yang baik, bukan amal yang banyak. Baik = sesuai dengan tuntutan Allah. Kualitas, bukan kuantitas. Sesuai
dulu, baru diperbanyak. Ada hadist mengatakan lebih baik sedikit tapi konsisten.
Unsur pokok ihsanul amal:
1. Ikhlas, dijaga niatnya hanya untuk Allah.
2. Sesuai hukum syara’. Harus tahu tata cara melaksanakannya bagaimana.
Niat begitu penting kedudukannya, karena niat faktor yang menentukan nilai di mata Allah.
Niat saja sudah mendatangkan pahala, apalagi kalau diwujudkan.
Orang ikhlas insya Allah tidak akan disesatkan oleh iblis. Niat yang ditujukan untuk Allah akan membuat orang itu lebih kuat.
Murnikan ketaatan kita hanya pada Allah pencipta kita.
Syarat diterimanya amal: ikhlas untuk Allah.
Ikhlas: membersihkan akal dan jiwa dari perhatian manusia, Orang ikhlas tidak akan goyah ketika dipuji atau dicela manusia.
Ikhlas berpengaruh pada datangnya pertolongan Allah. Semakin sempurna niat hanya untuk Allah, makin pertolongan Allah makin
besar. Pada zaman Rasulullah, banyak peperangan yang dimenangkan umat muslim karena niat yang benar sehingga pertolongan
Allah datang. Senantiasa evaluasi niat kita pada Allah.
Amalan yang diterima adalah yang sesuai dengan ajaran Rasulullah. Bukan “katanya”. Harus jelas dalilnya. Maka dari itu harus ngaji.
Apalagi sekarang informasi sudah sangat mudah didapat, sehingga tidak ada lagi alasan untuk tidak mencari tahu. Tidak boleh
melakukan ibadah yang dicampur dengan ritual yang tidak ada tuntunannya dalam Islam.
Harus dipahami bahwa amalan yang diterima harus ikhlas karena Allah dan benar sesuai syariat.
Hukum syara yaitu seruan Allah sebagai pembuat hukum yang terkait amal perbuatan manusia.
Rasulullah adalah sebaik-baiknya contoh yang telah Allah berikan kepada ummat Islam.
Hukum syara’ terkait benda: mubah sebelum ada dalil yang mengharamkan
Hukum syara’ terkait manusia: terikat pada hukum syara’
Jika belum ada hukumnya, maka dilakukan istihaj.
Standar melakukan sesuatu adalah halal dan haram.
Wajib: mengerjakan berpahala, meninggalkan berdosa
Sunnah: mengerjakan berpahala, meninggalkan tidak apa-apa (tapi merugi)
Mubah: pilihan, lakukan hal-hal yang tidak membuat kita lalai
Makruh: tidak apa mengerjakan, ketika ditinggalkan berpahala
Haram: dikerjakan berdosa
Seorang muslim harus selalu menstandarkan perilaku dan pemikiran kita dengan Islam. Belum dikatakan beriman jika belum terikat
pada hukum Allah di semua aspek kehidupannya dan ia memperjuangkan hal itu.

Anda mungkin juga menyukai