Anda di halaman 1dari 52

PROPOSAL PENELITIAN

AKSES PELAYANAN KESEHATAN DI DAERAH TERPENCIL


DESA BANTILANG KECAMATAN TOWUTI
KABUPATEN LUWU TIMUR
TAHUN 2020

Oleh

Karmila
141 2015 0281

PEMINATAN ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian............................................................................. 6

D. Manfaat penulisan ........................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 8

A. Pengertian akses............................................................................. 8

B. Konsep DTPKT ............................................................................. 10

C. Pelayanan Kesehatan ................................................................... 14

D. Faktor yang Mempengaruhi Pelayanan Kesehatan....................... 22

BAB II KERANGKA KONSEP ................................................................ 25

A. Dasar Pemikiran Variable yang Ditelitih ........................................ 25

B. Kerangka Konsep .......................................................................... 26

C. Defenisi Oprasional dan Kriteria Objektif Variabel yang Ditelitih ... 26


BAB IV METODE PENELITIAN .............................................................. 34

A. Jenis Penelitian ............................................................................. 34

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 34

C. Populasi dan sampel .................................................................... 34

D. Teknik Pengambilan Sampel ......................................................... 36

E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 36

F. Sumber Data ................................................................................. 37

G. Paengelolaan Data dan Analisis Data ........................................... 37

H. Penyajian Data .............................................................................. 39

I. Langkah – Langkah Penelitian ...................................................... 39

J. Jadwal Penelitian .......................................................................... 40

K. Organisasi Penelitian .................................................................... 41

KUESIONER PENELITIAN ..................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 47


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan dalam suatu unsur

kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai cita-cita bangsa

Indonesia. Sesuai amanat pasal 14 UU No.36 tahun 2016 tentang

kesehatan, “pemerintahan bertanggung jawab untuk merencanakan,

mengatur, menyelenggarakan, membina dan mengawasi

penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh

masyaraka.” Namun pemerataan upaya kesehatan di Indonesia belum

dapat dilaksanakan secara optimal karena kendala geografis dan social,

yaitu mereka yang tertinggal di daerah Terpencil, Perbatasan, dan

Kepulauan.

Tujuan nasional bangsa Indonesia telah tercantum dalam

pembukaan UUD 1945 salah satu upaya untuk mencapai tujuan

tersebut adalah diselenggarakannya program pembangunan nasional

secara meneluruh dan berkesnambungan. Pembangunan kesehatan

merupakan pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap orang

agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Pemerintahan menetapkan ketepatan MPR RI Nomor X Tahun 1998

tentang Pokok-pokok Reformasi Pembanginan, yang mengamanatkan

perlu dilakukannya pembaharuan melalui reformasi total kebijakan


pembangunan dalam segala bidang. Utuk bidang kesehatan telah

ditetapkan gerakan pembangunan berwawasan kesehatan, yaitu

Indonesia sehat 2011 (Depkes Ri, 2010).

Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatab

Kabupaten dan Kota yang bertanggung jawab terhadap

penyelenggaraan pembangunan di suatu daerah. Didalam menjalankan

peranan sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten

atau Kota (UPTD), puskesmas berperan penting dalam

penyelenggaraan sebagai tugas teknis oprasional Dinas Kesehatan

Kabupaten Kota dan merupakan unit pembangunan kesehatan di

Indonesia.

Pelayanan kesehatan diamanatkan dalam UUD 1945 adalah

pelayanan yang mampu diperoleh oleh seluruh lapisan msyarakat

secara adil, demokrasi, terbuka dan partisipatif, pemerintahan

bertanggung jawab serta menyediakannya sebagi suluruh masyarakat

Indonesia. Salah satu prioritas pembangunan nasional adalah

pembangunan daerah tertinggal, perbatasan, dan kepualauan, hal ini

didukung oleh kebijakan lainnya seperti perpres No 78 tahun 2013

tentang pengelolaan pulau-pulau kecil, Renstra Kementrian Kesehatan

2015-2019 No HK.02.02/MENKES/52/2015 dimana salah satu sarana

pokok adalah meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan

dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan

perbatasan.
Akses pelayanan kesehatan adalah kemampuan setiap orang

dalam mencari pelayanan kesehatan sesuai dengan yang mereka

butuhkan. Dimensi akses meliputi secara fisik (termasuk secara

geografis), biaya, maupun akses secara sosial. Akses pelayanan

kesehatan di Indonesia masih merupakan sebuah masalah. Masalah

tersebut merupakan sebuah konsekuensi dari kondisi geografis dan bias

sangat ekstrim antar wilayah.

Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya

pembangunan nasional yang diselenggarakan pada semua bidang

keshidupan. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan dan kemampuan hudup sehat bagi setiap orang

agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Dengan demikian

pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya utama untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang pada gilirannya

mendukung percepatan pencapaian sasaran pembangunan nasional.

Daerah yang dikategorikan tertinggal yaitu daerah yang kurang

berkembang jika dibandingkan dengan daerah lain dengan skala

nasional dengan berpenduduk relative tertinggal hal ini secara umum

disebabkan karena letak geografis terlalu sulit di jangkau baik oleh

media komunikasi maupun transportasi. Menurut Kementrian Negara

pembangunan daerah tertinggal, kriteria tertinggal dikategorikan melalui

pendekatan enam kriteria dasar yaitu perekenomian masyarakat,

sumber daya manusia, prasarana (infrastruktur) kemampuan keuangan


local, akses dan karakteristik daerah serta beberapa kabupaten yang

berbatasan dengan negara tetangga, kepulauan terluar, daerah rawan

bencana dan daerah konflok (Keputusan Mentri Negara Pembangunan

Daerah Tertinggal, no. 01/KEP/MPDT/I/2012).

Dari 456 kabupaten / kota dikelompokkan berdasarkan daftar

daerah tertinggal menjadi 122 kabupaten (PERPRES 131 Tahun 2015),

daerah perbatasan dan 19 kepulauan serta 35 daerah terpencil

(Kementrian Negara Percepatan Daerah Tertinggal)

PERMENKES RI no.6 Tahun 2013, Daerah terpencil adalah

daerah yang sulit di jangkau karena sebab keadaan geografis

(kepulauan, pegunungan, daratan, hutan, dan rawa), transportasi,

sosial, dan ekonomi. Sedangkan daerah perbatasan adalah kabupaten

/ wilayah geografis yang berhadapan dengan negara tetangga, dengan

penduduk yang bermukim diwilayah tersebut disatukan melalui

hubungan sosial – ekonomi, dan sosial – budaya dengan cakupan

wilayah administrasi tertentu setelah ada kesepakatan atar negara yang

berbatasasn. Daerah kepulauan yaitu daerah pulau – pulau kecil

berpenduduk termasuk pulau – pulau kecil terluar.

Daerah tertinggal, perbatasan, kepulauan dan terpencil memiliki

wilayah topografi yang ekstrim sehingga pelayanan kesehatan tidak

dapat di peroleh masyarakat secara maksimal, keterbatasan tersebut

bukan hanya karena letak geografis tetapi kekurangan tenaga

kesehatan yang ada, sarana dan prasarana terbatas seperti obat, alat
penunjang medis dan diagnosis, juga infrastruktur yang tertinggal (Sri

Wiyanti 2015).

Diwilayah kecamatan Towuti ada bebrapa daerah yang termasuk

dalam kategori daerah tertinggal salah satunya adalah desa Bantilang,

dengan jarak tempuh 2 – 3 jam melaluli akses perairan. Desa Bantitang

yang terletak diseberang danau Towuti dengan luas wilayah 5.018 km 2

dengan jumlah penduduk 2.018 jiwa, berdasarkan jenis kelamin laki –

laki 1.016 jiwa dan perempuan sebanyak 1.002 jiwa (Data Statistik

Kecamatan Towuti Tahun 2019).

Diwilayah kecamatan Towuti tepatnya di seberang danau Towuti

memiliki 5 desa namun hanya memiliki satu puskesmas sebagai

pelayanan kesehatan yang terletak didesa Bantilang. Pelayanan yang

diberikan disesuaikan dengan waktu bekerja petugas kesehatan dan

beberapa petugas pelayanan kesehatan seperti dokter spesialis, dokter

umum yang bertempat tinggal diluar Kawasan puskesmas yang waktu

kerjanya tidak menentu.

Salah satu penghambat proses pelayanan kesehatan adalah

belum tersedianya pembangkit listrik secara optimal, penyediaan listrik

di desa Bantilang hanya pada jam 17:00 – 06:00. Penggunaan layanan

kesehatan di Puskesmas Bantilang mengalami peningkatan, terbukti

dengan meningkatnya jumlah kunjungan dipuskesmas pada tahun 2018

sebanyak 650 orang, sedangkan pada tahun 2019 terjadi peningkatan


sebanyak 948 orang dan jumlah kinjungan rawat jalan sebanyak 943

orang (Data Puskesmas Bantilang 2019).

Berdasarkan observasi yang saya lakukan, adapun akses

pelayanan pada proses rujukan pasien di Puskesmas bantilang sangat

memakan waktu yang cukup lama pasalnya masyarakat dan tenaga

kesehatan menggunakan kapal ambulans dengan waktu tempuh sekitar

1 – 2 jam namun, ambulans tersebut hanya bias digunakan ketikan

diluar jam aktifitas kapal penumpang. Setelah sampai dipelabuhan

selanjutnya yang akan dirujuk dipindahkan ke ambulans yang

disediakan oleh tenaga kesehatan dan waktu tempuh kerumah sakit

sekitar 1 – 2 jam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masakah penelitian ini

adalah bagaimana akses pelayanan kesehatan didaerah terpencil Desa

Bantilang Kec. Towuti Kab. Luwu Timur?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui akses pelayanan kesehatan di daerah

terpencil Desa Bantilang.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui akses pelayanan kesehatn di daerah terpencil

berdasarkan jarak desa Bantilang dengan Pelayanan kesehatan


b. Untuk mengetahui kemampuan masyarakat dalam menerima

pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan faktor sosial

dan budaya.

c. Untuk mengetahui akses pelayanan kesehatan berdasarkan

ketersedian pelayanan kesehatan.

d. Untuk mengetahui kesanggupan masyarakat dalam

menggunakan fasilitas kesehatan.

e. Untuk mengetahui kesesuaian antara pelayanan kesehatan dan

kebutuhan masyarakat.

D. Manfaat Penulisan

1. Teoritis

a. Sebagai referensi pengembangan ilmu program studi kesehatan

secara khusus tentang akses pelayanan kesehatan yang ada di

daerah terpencil.

b. Sebagai informasi awal dan menambah wawasan serta

penerapan ilmu selama masa prkuliahan.

2. Praktis

a. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi sarana dan

referensi untuk mengembangkan ilmu tentang aksesibilitas

kesehatan

b. Menjadi bahan masukan dalam mengambil kebujakan khusus

pelayanan kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan,

kepulauan dan terpencil.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Akses

Akses adalah kemudahan dalam menggunakan dan memasuki

suatu hal. Akses terhadap pelayanan kesehatan adalah kemudahan

yang diberikan kepada setiap masyarakat dalam menggunakan

kesempatan untuk memasuki dan mendapatkan pelayanan kesehatan.

Sudiro, 2014:4 mengemukakan bahwa akses adalah faktor untuk

menilai mutu pelayanan kesehatan dalam hubungannya dengan

kualitas pelayanan kesehatan. Apabila pelayanan kesehatan yang

diberikan tidak cukup kualitasnya, juga berarti tidak bermutu baik.

Dalam pelayanan kesehatan, akses selalu di defenisikan sebagai

akses layanana, penyedia atau institusi, sehingga di defenisikan sebgai

peluang atau kemudahan konsumen atau msyarakat mampu

menggunakan layanan yang sesuai dengan kebutuhan mereka

(Levesque Jean-Frederic, dkk, 2013:1).

Pohan (2010), lokasi fasilitas kesehatan sangat mempengaruhi

akses msyarakat, sehingga msyarakat mudah menjangkau pelayanan

kesehatan tanpa terhalang oleh keadaan geografis, ekonomi, sosial,

organisasi dan bahasa. Kemudahan akses ini di asumsikan dengan

jarak lama perjalanan, jenis tranfortasi dan hambatan fisik lain yang

dapat menghalangi sesorang untuk mendapatkan layanan kesehatan.


Ferdic Levesque, Mark F Harris dan Grant Russell (2013:4)

membuat lima dimensi akses layanan kesehatan yaitu:

a. Jarak

Jarak adalah letak wilayah yang berhubungan dengan

keterjangkauan tempat dan waktu tempuh. Keterjangkauan tempat

berhubungan dengan tempat dan lokasi saranan pelayanan

kesehatan dan tempat tinggal masyarakat dapat di ukur dengan jarak

dan waktu.

b. Kemampuan menerima

Berhubungan faktor sosial budaya yang memungkinkan

msyarakat menerima pelayanan yang diberikan.

c. Ketersediaan

Mengacu kepada pelayanan kesahatan yang dapat di jangkau

di manapun dan kapanpun. Ketersediaan ini tidak hanya secara fisik,

namun secara sumberdaya mampu memberikan pelayanan sesuai

kemampuan

d. Kesanggupan pengguna

Mengacu kepada kemampuan dari pengguna untuk

menggunakan fasilitas kesehatan secara ekonomi maupun sosial.

e. Kesesuaian

Mengacu kepada kesesuaian antara pelayanan kesehatan

yang di berikan dan kebutuhan dari petugas.


B. Konsep Daerah Tertinggal, Perbatasan, Kepulauan dan Terpencil

(DTPKT)

a. Pengertian DTPKT

Derah tertinggal adalah daerah yang tidak mengalami

perkembangan dalam industri modern dan pada umumnya memiliki

standar hidip yang rendah. Berdasarkan teori meodernisasi, daerah

tertinggal yang disebabkan oleh kurangnya infrastruktur dan

komunikasi, sikap tradisonal masyarakat, kurangnya pembagian

kerja, riterasi yang rendah, dan struktur tradisional (Kuhnen, 2013).

Daerah tertinggal, perbatasan, kepulauan dan terpencil

(DTPKT) masih belum didefenisikan secara komperhensif. Akan

tetapi ada beberapa rujukan yang memiliki istila terkait misalnya,

daerah tertinggal didefenisikan berdasarkan kondisi sosial, ekonomi,

budaya dan wilayah (baik pada aspek alam manusianya maupuan

prasarana penduduknya) (Bakom humas 2010, Efendi 2012).

b. Faktor penyebab

Faktor yang berhubungan dengan suatu daerah yang

dikatakan sebagai daerah tertinggal, antara lain sebagai berikut

(Bappenas, 2011):

1. Geografis

Umumnya secara geografis daerah taertinggal relative sulit

disangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan

atau pegunungan, kepulauan, pesisir dan pulau – pulau terpencil


atau kaena faktor alam lainnya sehingga sulit dijangkau oleh

jaringan baik transportasi maupun media social.

2. Sumber daya alam

Beberapa daera tertinggal memiliki potensi sumber daya

alam, derah yang memiki sumber daya alam yang besar namun

lingkungan sekitarnya merupakan daerah di lindungi atau ataiu

tidak dapayt di ekspektasikan, dan daerah tertinggal akibat

pemanfaatan sumber daya alam berlebihan.

3. Sumber daya manusia

Pada umumnya msyarakat di daerah tertinggal mempunyai

Pendidikan, pengetahuan, dan ketelampilan yang relative

rendah, serta kelembagaan adat yang belum berkembang

4. Prasarana dan sarana

Keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi,

air bersih, irigasi, kesehatan, Pendidikan, dan layanan lainnya

yang menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal tersebut

mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan

sosial.

5. Daerah rawan bencana dan konflik sosial

Seringnya suati daerah mengalami bencana alam dan konflik

sosial dapat menyebabkan terganggunya kegiatan pebangunan

sosial ekonomi.
6. Kebijakan pembangunan

Suatu derah menjadi daerah tertinggal dapat disebabkan oleh

beberapa kebijakan yang kurang memihak pada pembangunan

daerah tertinggal, kesalahan pendekatan dan prioritas

pembangunan perencanaan.

Penetapan kriteria daerah tertinggal di lakukan dengan

menggunakan pendekatan berdasarkan perhitungan 6 (enam) kriteria

dasar, antara lain perekonoian masyarakat, sumber daya manusia,

prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan local (cela fisikal),

aksesibilitas dan karakteristik daerah, serta berdasarkan kabupaten yang

berada di daerah perbatasan antar negara dan pulau – pulau kecil daerah

rawan bencana dan daerah rawan konflik. Ke enam kriterian ini di olah

dengan menggunakan data potensi desa (podes), 2013 dan Survei Sosial

Ekonomi Nasional (susenas), 2012 dan data keuangan 2014 departemen

keuangan.
Tabel II daerah terpencil dan sangat terpencil menurut kepmenkes Nomor

949 Tahun 2013 dan Pemenkes 1239/MENKES/PER/XII/2013

(Kemenkes, 2016)

Kriteria Daerah Terpencil Daerah Sangat Terpencil


Daerah yang sangat sulit Daerah yang sangat sulit
di jangkau di jangkau
Pegunungan, pedalaman, Pegunungan, pedalaman,
dan rawa – rawa dan rawa – rawa
Rawan bencana alam Pulau kecil atau gugus
Letak Geografis baik gempa, longsor, pulau daerah pesisir
maupun gunung api
Berada di wilayah
perbatasan negara lain,
baik darat maupun di
pulau – pulau kecil terluar
Transportasi yang umum Transportasi yang
di gunakan (darat/udara) umumnya digunakan
rutin maksimal dua kali (darat/air/udara) rutin
seminggu. maksimal 1 (satu) kali
seminggu
Waktu pulang-pergi Waktu tempuh pulang-
memerlukan lebih dari 6 pergi memerlukan lebih
Akses (enam jam perjalanan). dari 8 (delapan) jam
transportasi perjalanan.
Transportasi yang
sewaktu-waktu terhalang
iklim/cuaca (seperti:
musim angin,
gelombang,dan lain-lain).
Tidak ada transportasi
umum
Sosial ekonomi Kesulitan pemenuhan Kesulitan pemenuhan
bahan pokok bahan pokok
Kondisi keamanan Kondisi keamanan
C. Pelayanan kesehatan

Menurut pendapat levey dan loomba (1973) dalam azwar (2010)

yang di maksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upayah

yang di selenggarakan sendiri atau Bersama-sama dalam suatu

organisasi untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit serta

memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, dan

ataupun masyarakat. Bentuk dan jenis pelayanan kesehatan di tentukan

oleh:

1. Pengorganisasian pelayanan, apakah dilaksanakan secara sendiri

atau Bersama-sama dalam suatu organisasi.

2. Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencakupkegiatan

pemeliharaan kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan

penyakit, memulihkan kesehatan atau kombinasi.

3. Sasaran pelayanan kesehatan, apakah untuk perseorangan,

keluarga, kelompok atau untuk masyarakat secara keseluruhan.

Bentuk dan jenis pelayanan kesehatan di bedakan menjadi 2 jenis,

yaitu:

1. Pelayanan kedokteran

Pelayanan kedokteran (medical services) bertujuan untuk

menyembuhkan penyakit atau memulihkan kesehatan dimana

yang menjadi sasaran utamanya adalah individu dan keluarga.

Pelayanan kedokteran dapat di laksanakan secara mandiri

maupun Bersama-sama dalam suatu organisasi.


2. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan masyarakat (public health services)

bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta

upaya pencegahan penyakit. Sasaran utamanya adalah

kelompok dan masyarakat. Biasanya pelayanan kesehatan

masyarakat di laksanakan secara Bersama-sama dalam suatu

organisasi.

a. Syarat pokok pelayanan kesehatan

Syarat-syarat pokok yang harus dimiliki oleh pelayanan

kesehatan yang baik menurut Azwan (2010) adalah:

1. Tersedia dan berkesinambungan

Semuan jenis pelayanan kesehatan di butuhkan masyarakat

harus tersedia, tidak sulit ditemukan dan sedia setiap saat

masyarakat membutuhkannya.

2. Dapat diterima dan wajar

Pelayanan kesehatan dapat diterima (acceptable) dan

sifatnya wajar (appropriate) sehingga tidak bertentangan dengan

keyakinan dan kepercayaan masyarakat yaitu adat istiadat

maupun kebudayaan setempat.

3. Mudah dicapai

Lokasi pelayanan kesehatan seharusnya mudah dicapai

(accessible) sehingga dapat mewujudkan pelayanan kesehatan

yang baik dan merata.


4. Mudah dijangkau

Pelayanan kesehatan sebaiknya mudah dijangkau oleh

masyarakat terutama dari segi biayanya. Sehingga sangat

penting mengupayakan biaya pelayanan kesehatan yang sesuai

dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

5. Bermutu

Mutu (quality) adalah yang menunjuk pada tingkat

kesempurnaan penyelenggaraan pelayanan kesehatan, yang

mana pelayanan kesehatan diharapkan dapat memuaskan para

pengguna jasa dan dari segi penyelenggaraannya harus sesuai

dengan kode etika dan standar yang telah di tetapkan.

b. Ciri-ciri model pelayanan di DTPK

Sesuai dengan karakteristik yang berbeda tersebut, maka

rencana pembngunan pelayanan kesehatan di DTPK perlu dibagi

menjadi 3 model dasar:

1. Model pelayanan kesehatan di daerah terpenci.l

2. Model pelayanan kesehatan di daerah perbatasan.

3. Model pelayanan kesehatan di kepulauan.

Adapun ciri-ciri dari masing-masing model dapat di uraikan

sebagai berikut:

1. Model pelayanan kesehatan di daerah terpencil.


a. Perencanaan difokuskan untuk menghilangkan kesenjangan

pelayanan akibat keterpencilan daerah dengan cara

memperkuat fasilitas kesehatan yang ada.

b. Penguatan keterampilan fasilitan kesehatan dasar.

c. Penguatan kemampuan rumah sakit yang berada di wilayah

cakupan rujukannya, sebagai pusat rujukan medis.

2. Model pelayanan kesehatan di daerah perbatasan.

a. Perencanaan di fokuskan untuk mencapai tujuan pelayanan

kesehatan yang berperan sebagai informasi. Rujukan

kesehatan dan pelayanan kesehatan dengan pembangunan

unit pelayanan kesehatan yang responsif dan kompetitif

terhadap pelayanan kesehatan di daerah perbatasan.

b. Membangun kerja sama dengan negara tetangga dalam

rujukan gawat darurat.

c. Adanya koordinasi pelayanan kesehatan antara pemda atau

dinas kesehatan dengan kantor kesehatan pelabuhan.

3. Medel pelayanan kesehatan di daerah kepulauan

a. Perencanaan di fokuskan untuk mencapai pusat jejaringan

pelayanan kesehatan rujukan

b. Evakuasi di lakukan berdasarkan konsep wilayah cakupan

rujukan

c. Pengembangan tanaman obat keluarga.


c. Jenis pelayanan kesehatan di DTPK

Jenis pelayanan kesehatan di DTPK (Kemenkes RI, 2012), antara

lain:

1. Pelayanan dasar

Sesuai dengan SK Menkes 128 Tahun 2013, Puskesmas di

DTPK mempunyai fungsi:

a. Unit pelaksana teknis

Unsur pelaksana teknis dinas kesehatan Kabupaten

atau Kota Puskesmas melaksanakan sebagian kegiatan

teknis penunjang dinas kesehatan kabupaten atau kota.

b. Pembangunan kesehatan

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang

dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan

untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan

hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi – tingginya yang dapat

terwujud.

c. Pertanggungan penyelenggaraan

Penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh

upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten atau

kota adalah dinas kesehatan, sedangkan puskesmas

pertanggung jawab hanya untuk sebagian bembangunan


kesehatan yang di sebabkan oleh dinas kesehatan sesuai

dengan kemampuannya.

d. Wilayah kerja

Wilayah kerja Puskesmas meliputi wilayah

administratif, yaitu suatu wilayah kecamatan, satu atau dua

beberapa desa/kelurahan di suatu wilayah kecamatan, di

setiap kecamatan harus ada satu Puskesmas.

2. Pelayanan rumah sakit

Sesuai dengan UU RS no 44 Tahun 2009, pada pasal 47,

disebutkan:

a. Rumah sakit dapat berbentuk rumah sakit menetap, rumah

sakit bergerak dan rumah sakit lapangan.

b. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara

penyelengaraan Rumah Sakit bergerak dan Rumah Sakit

lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atur

dengan Peraturan Mentri

3. Pelayanan kesehatan oleh Tim Pelayanan Kesehatan Bergerak

(TPKB)

Menjangkau masyarakat kampung, desa yang letaknya jauh

dari saranan pelayanan yang ada, mengingat penduduk di DTPK

tersebar dalam kelompok yang relative kecil.

4. Pelayanan rujukan
Dinas kesehatan Bersama rumah sakit membangun dan

mengfungsikan sistem rujukan kabupaten yang efektif dan

efisien. Pelayanan yang di lakukan oleh TPKB adalah pelyanan

rujukan yang merupakan bagian dari pola rujukan dari

kabupaten. Pola rujukan yang menggunakan pola pendekatan

wilayah administratif dan pola pendekatan wilayah cakupan

rujukan.

d. Maslah pelayanan kesehatam

Perkembangan ilmu dan tegnologi mengakibatkan terjadinya

perubahan dalam pelayanan kesehatan. Dalam pengantar

Administrasi Kesehatan, Azwar (2010) menjelaskan bahwa

perubahan dapat mengakibatkan kelima syarat pokok pelayanan

kesehatan tidak dapat terpenuhi sehingga dapat menimbukan

berbagai masalah dalam pelayanan kesehatan yaitu:

1. Pengkotaan dalam pelayanan kesehatan (fragmented health

services)

Hal ini sangat erat hubungannya dengan munculnya

spesialis dan sub spesialis dalam pelayanan kesehatan dan tidak

terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan.

2. Sifat pelayanan kesehatan

Perubahan muncul akibat adanya pengkotaan dalam

pelayanan kesehatan sehingga berpengaruh terhadap hubungan

antara dokter dan pasien, hal ini menyebabkan perhatian


penyelenggara pelayanan kesehatan tidak dapat diberikan

secara menyeluruh dan hanya fokus pada keluhan dan organ

tubuh yang sakit saja.

Sebuah antisipasi utuk mengembalikan agar tidak terjadi

permasalahan dalam pelayanan kesehatan adalah kembali kebentuk

pelayanan yang menyeluruh dan terpadu yakni memnggunakan

pendekatan yang memperhatian berbagai aspek kehidupan dari

para pemakai jasa pelayanan kesehatan tersebut.

e. Stratifikasi pelayanan kesehatan

Azwar (2010) stratifikasi pelayanan kesehatan di Indonesia

dibedakan menjasdi 3 macam, yakni:

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama

Merupakan pelayanan yang bersifat pokok/primer (primary

health services) yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar

msyarakat dan berguna untuk upaya peningkatan derajat

pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan ini bersifat rawat

jalan.

2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua

Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health

services) merupakan pelayanan kesehatan lanjutan yang

biasanya bersifat rawat inap sehingga dalam

penyelenggaraannya di butuhkan tenaga – tenaga medis.

3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga


Pelayanan kesehatan tangkat tingga (tertiary health services)

sifatnya lebih kompleks yang umumnya si selenggarakan oleh

tenaga – tenaga sub spesialis.

D. Faktor yang Mempengaruhi Pelayanan Kesehatan

Natoadmodjo (2012) dalam Ilmu Perilaku Pesehatan menuliskan

bahwa rendahnya pemanfaatan (utilisasi) fasilitas kesehatan seperti

puskesmas, rumah sakit dan sebagainya sering di hubungkan dengan

masalah pelayanan kesehatan masyarakat secara fisik aupun sosial,

biaya/tarif yang tinggi dan faktor dari masyarakat itu sendiri, yaitu

presepsi dan konsep msyarakat tentang kesehatan.

a. Peroilaku pencarian pelayanan kesehatan

Respon anggota msyarakat apabila sakit beragam,

Notoadmodjo menjelaskan dalam Ilmu Pelayanan Kesehatan (2010)

adalah sebagai berikut:

1. No action (tidak berbuat apa – apa)

Alasan dari tindakan ini adalah kondisi kesehatan tidak

menggunakan kegiatan / aktifitas sehari – hari mereka. Prioritas

tugas / pekerjaan yang lain lebih penting dari pada mengobati

sakitnya. Alasan lain karena letak fasilitas kesehatan yang jauh,

petugasnya tidak ramah, takut mahal biaya, takut dokter, takut

pergi rumah sakit dan sebagainya.

2. Self streatment atau self medication (tindakan mengobati sendiri


Alasan biasa sama dengan no acton atau alasan lain karena

orang tersebut percaya pada diri sendiri berdasarkan

pengalaman pengobatan yang lalu dan berhasil atau sembuh

sehingga tidak perlu mencari pengobatan dari luar. Contoh

tindakan ini adalah perlu mencari pengobatan yang dibeli di

warung / apotik, minum jamu, kerokan dan pijat.

3. Tradisional remedy (mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan

tradisional)

Masyarakat umumnya masih kental dengan perilaku ini,

masalah sehat – sakit bersifat budaya darida gangguan fisik.

Pengobatan dukun yangmerupakan dari masyarakat,

pengobatan merupakan kebudayaan masyarakat sehingga lebih

dapat diterima dari pada dokter, bidan, perawat dan tenega

kesehatan lainnya.

4. Propessional (mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan

modern)

Fasilitas kesehatan milik pemerintah, swasta, balai,

pengobatan, puskesmas, rumah skatit dan dokter praktek

merupakan fasilitas modern.

Perilaku mencari pengobatan erat kaitannya dengan presepsi

masyarakat terhadap sehat – sakit. Kedua hal tersebut menjadi pokok

pemanfaatan fasilitas kesehatan yang disediakan. Maka dari itu untuk

meningkatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas perlu ditunjang


dengan penelitian sosial budaya masyarakat, presepsi dan perilaku

masyarakat.

b. Konsep pelayanan kesehatan

Pada prinsip pelayanan kesehatan berdasarkan kepada kedua

kategori sasaran dan orientasinya, yaitu:

1. Ketegori yang berorientasi kepada publik / masyarakat

Orientasi pelayanan kesehatan publik adalah pencegahan

dan peningkatan pelayanan kesehatan ini terdiri sanitasi

lingkungan, seperti air bersih, saranan pembangunan limbah,

perlindungan kualitas udara dan imunisasi. Intinya pelayanan

yang lebih di arahkan langsung ke publik daripada ke perorangan

secara khusus.

2. Kategori yang berorientasi kepada individu / perorangan

Orientasi pelayanan kesehatan ini adalah penyembuhan dan

pengobatan yang ditujukan langsung pada individu yang

umumnya mengalami kesehatan atau penyakit.

3. Unitas analisis

Alasan utama dari perbedaan ini adalah ciri – ciri khas individu

mungkin menjadi penanggung jawab bagi sejumlah eoisede,

sedangkan ciri khas dari system pembahasan menjadi tanggung

jawab utama bagi sejumlah akibat dari kontak, episode, dan

volume pelayanan kesehatan yang digunakan oleh faktor- faktor

yang berbeda.
BAB III

KERANGKA KONSEP

D. Dasar Pemikiran Variable yang Ditelitih

Lokasi fasilitas kesehatan sangat mempengaruhi akses

masyarakat, sehingga msyarakat mudah menjangkau pelayanan

kesehatan tanpa terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi,

organisasi dan bahasa. Kemudahan akses ini di asumsikan dengan

jarak, lama tempuh, biaya perjalanan, jenis transportasi dan hambatan

lainnya yang dapat menghambat msyarakat ke layanan kesehatan

(pohan, 2013).

Berdasarkan teori yang di kemukakan oleh Jean-frederic

Levesque, Mark F dan Grant Rusulla (2013: 4) membuat lima dimensi

layanan yaitu:

a. Jarak

b. Kemampuan

c. Ketersediaan

d. Kesanggupan

e. Dan kesesuaian
E. Kerangka Konsep

Kerangka kosep disusun berdasarkan penelitian yang akan

dilakukan dan sebagai batasan dalam penelitian yang akan di lakukan.

Kerangka konsep yang di susun oleh peneliti dalam penelitian adalah

sebagai berikut:

Jarak

Kemampuan

Akses pelayanan
ketersediaan kesehatan

kesanggupan

kesesuaian

Gambar III. 1 Kerangka Konsep

F. Defenisi Oprasional dan Kriteria Objektif Variabel yang Ditelitih

1. Jarak

Jarak adalah letak wilayah yang berhubungan dengan

keterjangkauan tempat dan waktu tempuh. Keterjangkauan tempat

berhubungan dengan tempat lokasi dan sarana pelayanan.

Kesehatan dan tempat tinggal masyarakat dapat di ukur dari jarak

dan waktu.
Sangat mudah : apabila responden Sangkat mudah menjangkau

pelayanan kesehatan

Mudah : Apabila responden mudah menjangkau pelayanan

kesehatan

Tidak mudah : Apabila responden sangat sulit untuk menjangkau

pelayanan kesehatan

Sekor tertinggi dan terendah dari seluruh jawaban responden

dihitung dengan formulasi berikut:

Jumlah pertanyaan :5

Jumlah pilihan :3

Setiap pertanyaan berskala 1-3

Jumlah sekor tertinggi = sekor tertinggi x jumlah prtanyaan

= 3 x 5 = 15 (100%)

Jumlah sekor terendah = sekor terendah x jumlah pertanyaan

= 1 x 5 = 5 (5/15x100% = 33,3%

Range = sekor tertinggi – sekor terendah

= 100% - 33,3% = 67%

Kemudian diukur dengan rumus

Dimana : I = R/K

I : interval = interval kelas

R : range = (skor tertinggi – skor terendah)

K : kategori = jumlah kategori 2 ( cukup dan kurang)

Sehingga di peroleh
I = 67/2 = 33,5%

Kriteria penilaian = skor tertinggi – interval

= 100% - 33,5%

Kriteria objektif

a. Cukup = apabila responden memiliki skor ≥ 66.5%

b. Kurang = apabila responden memiliki skor < 66.5%

2. Kemampuan menerima

Berhubungan dengan faktor sosial budaya yang

memungkinkan masyarakat menerima pelayanan yang di tawarkan.

Merujuk kepada Skala Likert dengan dua ktegori yaitu sikap

cukup dan sikap kurang, dimana setiap item mempunyai jawaban

untuk pertanyaan positif yaitu Sangat setuju (SS) = 4, setuju (S) = 3,

tidak setuju (TS) = 2, dan sangat tidak setuju (STS) = 1

Jumlah pertanyaan :5

Setiap pertanyaan berskala 1 – 4

Skor tertinggi = 5 x 4 = 20 (100%)

Skor terendah = 5 x1 = 5 (5/20 x 100% = 25%)

Range = skor tertinggi – skor terendah

= 100% - 25% = 75%

Kemudian diukur dengan rumus

Dimana : I = R/K

Keterangan :

I = Interval kelas
R = Skor tertinggi – skor terendah

K = Jumlah kategori 2 yaitu baik dan kurang baik

Maka,

I = R/K

= 75%/2

= 37,5%

Skor Standar = nilai tertinggi 40 atau 100% - nilai interval 37,5%

= (100 – 37,5 = 62,5%)

Kriteria objektif :

a. Psitif bila = skor jawaban responden ≥ 62,5%

b. Negatif = bila skor jawaban responden < 62,5%

3. Ketersediaan

Mengacu kepada pelayanan kesehatan yang dapat di

jangkau dimanapun dan kapanpun. Ketersediaan tidak hanya secara

fisik, namun secara sumber daya mampu memberikan pelayanan

sesuai kemampuan.

Merujuk kepada Skala Likert dengan dua ktegori yaitu sikap

cukup dan sikap kurang, dimana setiap item mempunyai jawaban

untuk untuk pertanyaan positif yaitu Sangat setuju (SS) = 4, setuju

(S) = 3, tidak setuju (TS) = 2, dan sangat tidak setuju (STS) = 1

Jumlah pertanyaan : 10

Setiap pertanyaan berskala 1 – 4

Skor tertinggi = 10 x 4 = 40 (100%)


Skor terendah = 10 x1 = 10 (10/40 x 100% = 25%)

Range = skor tertinggi – skor terendah

= 100% - 25% = 75%

Kemudian diukur dengan rumus

Dimana : I = R/K

Keterangan :

I = Interval kelas

R = Skor tertinggi – skor terendah

K = Jumlah kategori 2 yaitu baik dan kurang baik

Maka,

I = R/K

= 75%/2

= 37,5%

Skor Standar = nilai tertinggi 20 atau 100% - nilai interval 37,5%

= (100 – 37,5 = 62,5%)

Kriteria objektif :

c. Psitif bila = skor jawaban responden ≥ 62,5%

d. Negatif = bila skor jawaban responden < 62,5%

4. Kesanggupan pengguna

Mengacu kepada kemampuan dari pengguna untuk

menggunakan fasilitas kesehatan secara ekonomi maupun sosial.


Merujuk kepada Skala Likert dengan dua ktegori yaitu sikap

cukup dan sikap kurang, dimana setiap item mempunyai jawaban

yaitu :

a. Sangat benar =3

b. Benar =2

c. Tidak benar =1

Sekor tertinggi dan terendah dari seluruh jawaban responden

dihitung dengan formulasi berikut:

Jumlah pertanyaan :5

Jumlah pilihan :3

Setiap pertanyaan berskala 1 - 3

Jumlah sekor tertinggi = sekor tertinggi x jumlah prtanyaan

= 3 x 5 = 15 (100%)

Jumlah sekor terendah = sekor terendah x jumlah pertanyaan

= 1 x 5 = 5 (5/15x100% = 33,3%

Range = sekor tertinggi – sekor terendah

= 100% - 33,3% = 67%

Kemudian diukur dengan rumus

Dimana : I = R/K

I : interval = interval kelas

R : range = (skor tertinggi – skor terendah)

K : kategori = jumlah kategori 2 ( cukup dan kurang)

Sehingga di peroleh
I = 67/2 = 33,5%

Kriteria penilaian = skor tertinggi – interval

= 100% - 33,5%

Kriteria objektif

a. Cukup = apabila responden memiliki skor ≥ 66.5%

b. Kurang = apabila responden memiliki skor < 66.5%

5. Kesesuaian

Mengacu pada kesesuaian antara pelayanan kesehatan

yang diberikan dan kebutuhan dari pengguna.

Merujuk kepada Skala Likert dengan dua ktegori yaitu sikap cukup

dan sikap kurang, dimana setiap item mempunyai jawaban untuk

pertanyaan positif yaitu Sangat setuju (SS) = 4, setuju (S) = 3, tidak

setuju (TS) = 2, dan sangat tidak setuju (STS) = 1

Kesehatan dan tempat tinggal masyarakat dapat di ukur dari jarak

dan waktu

Sangat mudah : Apabila responden sangat mudah menjangkau

pelayanan kesehatan.

Mudah : Apabila responden mudah menjangkau pelayanan

kesehatan.

Tidak mudah : Apabila responden sulit menjangkau pelayanan

kesehatan.

Skor tertinggi dan terendah dari seluruh jawaban

responden di hitung dengan formulasi sebagai berikut:


Jumlah pertanyaan : 5

Jumlah pilihan :3

Setiap pertanyaan berskala 1 – 3

Jumlah skor tertinggi = skor tertinggi x jumlah oertanyaan

= 3 x 5 = 15 (100%)

Jumlah skor terendah = skor terendah x jumlah pertanyaan

= 1 x 5 = 5 (5/5 x 100% = 33,3%)

Range = skor tertinggi - skor terendah

= 100% - 33,3% = 67%

Kemudian diukur dengan rumus

Dimana : I = R/K

I: interfal = Interval kelas

R: range = Skor tertinggi – skor terendah

K: kategori = Jumlah kategori 2 (cukup dan kurang)

Sehingga diperoleh

I = 67/2 = 33,5 %

Kriteria penilaian = skor tertinggi – interfal

= 100% - 33,5%

Kriteria objektif :

a. Cukup = apabila responden memiliki skor ≥ 66,5%

b. Kurang = apabila responden memiliki skor < 66,5%


BAB IV

METODE PENELITIAN

L. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan

pendekatan cross sectional untuk mengetahui faktor yang mengetahui

akses pelayanan kesehatan daerah terpencil di Desa Bntilang

Kecamatan Towuti Kabupaten Luwu Timur.

M. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Bantilang,

Kecamatan Towuti Kabupaten Luwu Timur

b. Waktu penelitian

Adapun waktu penelitian yang akan di laksanakan pada bulan

Maret s/d April 2020

N. Populasi dan sampel

a. Populasi penelitian

Populasi penelitian ini adalah warga keluarga/rumah tangga yang

sudah balik atau dewasa yang bertempat tinggal di Desa Bantilang

Kecamatan Towuti Kabupaten Luwu Timur yang warganya berjumlah

sebanyak 320 jiwa

b. Sampel

Sampel adalah sebagian dari kuantitas populasi yang

mencerminkan dari keseluruhan populasi. Jumlah sampel yang akan


dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah sebagian

dari populasi dimana jumlah sampel didapatkan dengan

menggunakan rumus slovin. Jika besar populasi (N) diketahui, maka

dicari dengan

menggunakan rumus berikut:

keterangan:

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

d = tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan

(umumnya digunakan 1% atau 0,01, 5% dan 10% atau 0,1%).

Dik N = masyarakat dewasa dan d = 0,05 atau 5%, maka

perhitungan jumlah sampelnya adalah sebagai berikut:

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁 𝑥 𝑑2

230
𝑛= 2
1+230 𝑥 0,05

230
𝑛=
1 + 230 𝑥 0,0025

230
𝑛=
1,575

𝑛 = 146

Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 146 sampel


Kriteria inklusi dan Eksklusi yang digunakan dalam

penelitian ini antara lain:

a. Kriteria inklusi

Kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam

sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel

(Notoadmodjo, 2010) yaitu:

a. Merupakan penduduk dewasa di Desa Bantilang

b. Sehat jasmani dan rohani

c. Bersedia di wawancarai / mengisi kuesioner

b. Kriteria eksklusif

Kriteria dimana jubjek peneliti tidak dapat mewakili sampel

karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel peneliti

(notoadmodjo, 2002).

O. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Teknik Sampling Kebetulan (Accidental Sampling) yaitu suatu

teknik penarikan sampel yang paling sederhana, karena peneliti

memperoleh sampel dengan cara kebetulan saja dilokasi penelitian

dengan tidak menggunakan perencanaan tertentu (Pasolong, 2012).

P. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian ini

adalah:

1. Kuesioner
Dalam teknik pengumpulan data, dalam penelitian ini

menggunakan kuesioner. Kuesioner yang dibagikan merupakan

kuesioner baku atau sudah pernah di uji coba-kan. Pada kuesioner

harapan dan perepsi pelanggan menggunakan kuesioner dengan

skala likert. Pada kuesioner penilaian dan harapan terdiri dari 10

pertanyaan.

2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah

berlalu. Dokumentasi yang digunakan peneliti disini berupa foto atau

gambar. Hasil penelitian dari observasi dan wawancara akan

semakin sah dan dapat dipercaya apabila didukung oleh foto-foto.

Q. Sumber Data

a. Data primer

Data primer diperoleh langsung melalui kunjungan ke rumah dan

mewawancara langsung kepada responden dengan menggunakan

kuesioner.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diambil secara tidak

langsung oleh peneliti melalui pihak kedua. Sumber data sekunder

pada penelitian ini diperoleh dari laporan dan dokumen Puskesmas

Bantilang.

R. Paengelolaan Data dan Analisis Data

1. Pengolahan Data
Data primer dikumpulkan dalam penelitian ini akan diolah dengan

menggunakan fasilitas computer SPSS melalui prosedur sebagai

berikut:

a. Editing untuk memeriksa adanya kesalahan atau

kekuranglengkap data yang diisi responden.

b. Coding adalah memberikan kode nomor jawaban yang diisi oleh

responden yang ada dalam daftar pertanyaan, Hal ini untuk

memudahkan proses tabulasi data atau entry data.

c. Processing adalah semua kuesioner terisi penuh dan benar,

kemudian peneliti memproses data agar dapat dianalisis.

Processing data dapat dilakukan dengan cara memasukkan data

dari kuesioner kedalam program computer pengolah data.

d. Cleaning merupakan proses pembersihan data, langkah ini

merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang telah

dimasukkan ke dalam komputer. Tidak ditemukan kekeliruan

dalam memasukkan data dan nilainya sesuai dengan data yang

peneliti dapatkan.

2. Analisis Data

Proses analisis dilakukan dengan menggunakan program

analisis data yang telah tersedia dalam program SPSS baik analisis

univariat maupun analisis bivariat.

Analisis univariate bertujuan untuk mengetahui pengaruh

masing masing variabel independen dengan variabel dependen di


Desa Bantilang. Pada umumnya dalam analisis ini hanya

menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari setiap

variable (Notoatmodjo, 2010).

Dari hasil penelitian dideskripsikan dalam bentuk tabel,

grafik dan narasi, untuk mengevaluasi besarnya proposi masing-

masing variabel yang diteliti. Analisis bertujuan untuk melihat apakah

data layak untuk dianalisis, melihat gambaran data yang

dikumpulkan dan untuk dianalisis lebih lanjut.

S. Penyajian Data

Penyajian data pada penelitian ini yaitu hasil pengolahan data

tersebut disajikan dalam bentuk narasi dan table distribusi.

T. Langkah – Langkah Penelitian

Langkah – langkah dalam penelitian ini, prosedur yang di tetapkan

adalah sebagai berekikut:

a. Mengajukan judul dan di acc, kemudian.

b. Penelitian melakukan studi pendahuluan terkait penelitian yang akan

dilakukan di Desa Bantilang.

c. Selanjutnya penelitian menyusun proposal skripsi dan ujian seminar

proposal skripsi.

d. Kemudian peneliti mengusrus surat izin meneliti.

e. Pada saat penelitian, peneliti memberikan penjelasan awal terkait

penelitian yang akan di lakukan kepada responden.


f. Setelah menanda tangangani lembar persetujuan, responden akan

di wawancarai berdasarkan pertanyaan kuesioner yang di buat

peneliti.

g. Hasil dari kuesioner akan diolah dan di analisis.

U. Jadwal Penelitian

Des-2019 Jan-2020 Jul-2020 Agus-2020


Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
MenyusunProposal
Konsultasi
Proposal
Seminar Proposal
Perbaikan Proposal
Penelitian
Pengolahan Data
PenyusunanSkripsi
Seminar Akhir
V. Organisasi Penelitian

Pembimping I : Dr. A. Surahman Batara, Skm.,M.Kes

Pembimbing II : Dr. Nurmiati Muchlis,Skm.,M.Kes

Penelitian

Nama : Karmila

Stanbuk : 14120150281

Instansi Pendidikan : Administrasi Kebijakan Kesehatan Program

Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas

Muslim Indonesia
KUESIONER PENELITIAN

AKSES PELAYANAN KESEHATAN DI DAERAH TERPENCIL DESA

BANTILANG KECAMATAN TOWUTI KABUPATEN LUWU TIMUR

TAHUN 2020

A. Identitas Responden

1. No. Responden

2. Umur : Tahun

3. Alamat :

4. Jenis Kelamin : a. Laki laki

b. perempuan

5. Pekerjaan : a. Tidak Bekerja

b. PNS

c. Pegawai Swasta

d. Wiraswasta / Pedagang

e. Petani / Nelayan

f. Lain – lain

6. Pendidikan : a. Tidak sekolah / tamat SD

b. Tamat SD

c. Tamat SMP

d. Tamat SMA

e. Tamat Perguruan Tinggi

7. Pendapatan : Rp perbula
B. Jarak

1. Menurut pendapat anda, bagaimana jarak dari rumah ke

pelayanan kesehatan?

a. Jauh

b. Dekat

c. Sangat Jauh

2. bagaimana cara anda untuk mencapai tempat pelayanan

kesehatan dari rumah anda?

a. Mudah

b. Sangat mudah

c. Tidak mudah

3. Berapa jarak dari rumah anda menuju tempat pelayanan

kesehatan?

a. ≤ 500 m

b. 500 – 1 km

c. ≥ 1 km

4. Bila anda akan pergi ke pelayanan kesehatan biasanya anda

menggunakan transportasi:

a. Jalan kaki

b. Motor / kendaraan pribadi

c. Angkutan umum

5. Berapa lama waktu tempuh dari rumah anda ke akses pelayanan

kesehatan?
a. ≤ 15 mnt

b. 15 – 30 mnt

c. ≥ 30 mnt

C. Kemampuan menerima

Jawablah dengan memberi tanda () pada pilihan anda

Sangat
Sangat Tidak
No. Pertanyaan Baik tidak
baik baik
baik
Bagaimana pendapat anda
1 tentang pelayanan diloket
pendaftaran
Bagaimana pendapat anda
2. tentang pelayanan di balai
pengobatan / poli umu
Bagaimana pendapat anda
3. tentang pelayanan pemberian
obat
Bagaimana pendapat anda
tentang kedisiplinan petugas
4.
kesehatan dalam memberikan
pelayanan
Bagai mana pendapat anda
tentang syarat – syarat untuk
5
mendapatkan pelayanan
keehatan

G. Ketersediaan

Sangat
Sangat Tidak
No. Pertanyaan Setuju tidak
setuju setuju
setuju
Puskesmas memiliki lokasi
1
yang strategis
Puskesmas memiliki tenaga
2
kesehatan yang lengkap
Puskesmas memiliki
3
peralatan medis yang lengkap
Puskesmas memiliki obat -
4
obatan yang lengkap
Puskesmas memiliki
5 kelengkapan fasilitas ruang
periksa
Puskesmas memiliki dokter
6
spesialis dan dokter umum
Puskesmas memiliki kondisi
7
lingkungan yang nyaman
Puskesmas memiliki tenaga
8
laboratorium
Puskesmas memiliki tenaga
kesehatan selalu ada dan
9
tepat memberikan pelayanan
kesehatan yang ada butuhkan
Puskesmas memiliki alat
10 transportasi untuk membawa
pasien yang akan di rujuk

H. Kesanggupan pengguna

1. Pernahka anda memeriksakan kesehatan anda?

a. Pernah

b. Kadang – kadang

c. Tidak pernah

2. Apa yang anda lakukan ketika sakit

a. Pergi ke pelayanan kesehatan

b. Pergi ke dukun / atau pengobatan alternatif

c. Tidak melalukan keduanya

3. Jika salah satu anggota keluarga anda sakit, apakan anda langsung

membawanya ke pskesmas?

a. Ya

b. Kadang – kadang

c. Tidak
4. Apakan anda setiap membutuhkan pelayanan kesehatan berkunjung

kepuskesmas?

a. Ya

b. Kadang – kadang

c. Tidak

5. Sudah berapa kali anggota keluarga anda berobat ke puskesmas

dalam satu tahu terakhir?

a. Sering (lebih dari 3 kali)

b. Jarang (kurang dari 3 kali)

c. Tidak pernah

I. Kesesuaian

Sangat
Sangat Tidak
No. pertanyaan setuju tidak
setuju setuju
setuju
Pelayanan yang di berikan
1 oleh puskesmas sesuai yang
di janjikan kepad pasien ?
Pelayanan puskesmas dapat
2
di andalkan ?
Penyampaian penyakit
3 (diagnose) di sampaikan
kepada anda dengan jelas ?
Petugas kesehatan
memberikan penjelasan
4 tentang dosis dan aturan
mengkonsumsi obat dengan
benar ?
Pelayanan puskesmas
5 dilakukan sesuai dengan
waktu yang di janjikan ?
DAFTAR PUSTAKA

Agung D, Suharmiati & Wahyu D, 2013. Kebijakan tentang pelayanan


kesehatan puskesmas di daerah terpencil perbatasan. Jurnal
penelitian system kesehatan, Vol. 16 No. 2.

Agung D, Suharmiati & Rofingatul, 2016. Aksesibilitas pelayanan kesehatan


di Indinesia, cetakan pertama, PT Kunisius DI Yogyakarta.

Dinas kab. Luwu Timur, 2018. Buku profil Kecamatan Tuwuti (online)
(http:www.luwutimurkab.go.id/lutim/index.php?option=com.tent&view
=article&id. Dinkes 1/10/2018)

Dwianty Irma, 2010. Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi


pemanfaatan puskesmas Liu. Skripsi fakultas ilmu kesehatan.

Grendo P, Irma B, 2018. Analisis implamentasi kebijakan sumber daya


kesehatan di puskesmas daerah tertinggal, perbatasan, dan
kepulauan. Jurnal media litbangkes, vol. 28 no 1.

Guspurnomo V, 2018. Konsep pengembangan a-govemment di daerah


tertinggal, (online). (https://www.academia.edu/35531823/konsep-
pengembangan-didaerah-tertinggal:2018)

Irwan B, AIny A, 2018. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan


pemanfaatan pelayanan kesehatan pada peserta jaminan kesehatan
nasional. Jurnal ilmu kesehatan masyarakat, (online)
(http://www.jikm.unsri.ac.id/index.php/jik)

Kementrian Kesehatan RI, 2013. pedoman penikatan akses pelayanan


kesehatan di DPTK

Kementrian Kesehatan RI, 2010. Pedoman pelayanan kesehatan di


puskesmas terpencil dan sangat terpencil didaerah tertinggal,
perbatasan dan kepulauan. Jakarta

LPDP. 2015. Tertinggal, terdepan dan terluar (perbatasan. Daftar daerah


tertinggal, 106.
Ignasius, Hasanbasri & lutfan, 2012. Kebijakan pemerintah dalam
meningkatkan system rujukan kesehatan daerah kepulauan di
kabupaten lingga. Jurnal kebijakan kesehatan Indonesia vol 01 No 01

Musadad, Anwar, 2018. Pelayanan kesehatan masyarakat. Jakarta: Rineka


cipta

Ngafiah, 2015. Akses msyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan


program BPJS kesehatan. Skripsi fakultas politik dan
kewarganegaraan. Universitas negri semarang tahun 2015.

Notoadmodjo, S, 1997. Ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta: PT. Rineka


cipta

Nara Adriana, 2014. Akses pelayanan kesehatan yang berhubungan


dengan pemanfaatan fasilitas di puskesmas kawung, jurnal public
health and preventive, vol 2 no 2.

Peraturan mentri kesehatan RI No 59, 2014. Standar tarif pelayanan dalam


penyelenggaraan program jaminan kesehatan.

Sri Wiyanti, 2016. Pola pemanfaatan pelayanan kesehatan daerah


tertinggal, perbatasan, kepulauan, dan terpencil. Jurnal P3DI Vol V,
No.12/II/P3DI/Juni/2013

Undang – undang Nomor 25 tahun 2011 tentang pelayanan publik

Undang – undang Nomor 36 tahun 2011 tentang kesehatan

Anda mungkin juga menyukai