5 LP Jiwa
5 LP Jiwa
PRAKTIK KLINIK
KEPERAWATAN JIWA
Disusun Oleh :
ENI IVANKA
2018012247
A. Pengertian
B. Penyebab
1. Jenis kelamin
2. Sisi social ekonomi
3. Berkabung
4. Status social
C. Tanda dan Gejala
Menurut Yosep (2010) tanda dan gejala isolasi sosial diantaranya :
1. Gejala subjektif
a) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c) Respon verbal kurang dan sangat singkat
d) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
e) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
f) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
2. Gejala Obyektif
a) Klien banyak diam dan tidak banyak bicara
b) Kontak mata kurang
c) Kurang spontan
d) Apatis
e) Mengisolasi diri
f) Aktivitas menurun
D. Proses Terjadi
Menarik Diri
(Keliat,2010)
E. Rentang Respon
Dalam membina hubungan social, individu berada dalam rentang
respon yang adaptif sampai dengan maladaptif. Respon adaptif merupakan
respon yang dapat diterima oleh norma-norma social dan kebudayaan yang
secara umum berlaku. Sedangkan respon maladaptive merupakan respon
yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat
diterima oleh norma social dan budaya setempat.
RENTANG RESPON SOSIAL
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Respon Maladaptif
F. Pohon Masalah
(Keliat, 2012)
Resiko perilaku kekerasan
terhadap diri sendiri
Akibat
Isolasi social:
Masala
menarik diri
h
Utama
Ketidakefektifan koping
keluarga: Ketidakmampuan
Gangguan konsep diri:
Penye
keluarga merawat klien harga diri rendah kronis
dirumah bab
G. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial
H. Intervensi Keperawatan (termasuk SP)
1. Intervensi keperawatan
Isolasi sosial dan kesepian adalah masalah utama untuk orang
dewasa yang lebih tua. Faktor-faktor yang dikaitkan dengan intervensi
paling efektif termasuk kemampuan beradaptasi, pendekatan
pengembangan masyarakat dan keterlibatan produktif. (Gardiner,
2018)
Perencanaan
Tujuan Kriteria hasil Intervensi
Klien dapat Klien dapat a. Bina hubungan saling percaya
membina mengungkapkan dengan menggunakan prinsip
hubungan perasaan dan komunikasi terapeutik.
saling keberadaannya secara b. Sapa klien dengan ramah, baik
percaya. verbal. verbal maupun non verbal.
Klien mau c. Perkenalkan diri dengan
menjawab sopan.
salam. d. Tanya nama lengkap klien da
Klien mau nama panggilan yang disukai
berjabat tangan. klien.
Klien mau e. Jelaskan tujuan pertemuan.
menjawab f. Jujur dan menepati janji.
pertanyaan. g. Tunjukan sikap empati dan
Klien mau
duduk
berdampingan
dengan perawat.
Klien dapat Klien dapat a. Kaji pengetahuan klien
menyebutkan menyebutkan penyebab tentang perilaku menarik diri
penyebab menarik diri berasal dan tanda-tandanya.
menarik diri. dari: b. Beri kesempatan klien untuk
Diri sendiri mengungkapkan perasaan
Orang lain penyebab menarik diri atau
(Azizah, L. M. A. 2018)
“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu
nama kita dan nama penggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh :
Nama saya S, senang dipanggil Si. Asal saya dari Bireun, hobi memasak ”
4. Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”
“S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan baik sekali”
“Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama
saya tidak ada. Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain.
Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan
hariannya”
“Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan
dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?”
“Baiklah, sampai jumpa, Selamat pagi”
Kondisi : Klien sudah berlatih berkenalan dengan pasien lain dan mau
terlibat dalam kegiatan bersama dengan aktif. Keluarga mengunjungi
klien, menanyakan keadaan klien dengan raut sedih.
Diagnosa keperawatan : Isolasi Sosial
Tujuan Khusus : TUK 6
Intervensi : SP 1 Keluarga
2. Fase Orientasi
" Apa masalah yang Bapak atau Ibu hadapi dalam merawat S ? Apa yang
sudah dilakukan?"
"Masalah yang dialami oleh anak S disebut isolasi sosial, ini adalah salah
satu gejala penyakit yang juga dialami oleh pasien pasien gangguan jiwa
yang lain.”
" Tanda-tandanya antara lain, tidak mau bergaul dengan orang lain
mengurung diri, kalau pun berbicara hanya sebentar dengan wajah
menunduk"
"Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang
mengecewakan saat berhubungan dengan orang lain seperti sering ditolak,
tidak dihargai atau berpisah dengan orang-orang terdekat."
" Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang bisa
mengalami halusinasi yaitu mendengar suara atau melihat bayangan an-
nur ada yang sebenarnya nya tidak ada."
"Untuk menghadapi keadaan yang demikian, Bapak dan anggota keluarga
lainnya nya, harus sabar menghadapi S dan untuk merawat es keluarga
perlu melakukan beberapa hal pertama, keluarga harus membina hubungan
saling percaya dengan S yang caranya adalah bersikap peduli dengan S
dan jangan ingkar janji, kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan
dorongan kepada S untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama dengan
orang lain berilah, pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi pasien."
"Selanjutnya Jangan biarkan aku sendiri buat rencana atau jadwal
bercakap-cakap dengan S misalnya salat bersama melakukan kegiatan
rumah tangga bersama dan rekreasi bersama."
"Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara
itu.
"Begini contoh komunikasinya nya, pa ": S bapak lihat sekarang kamu
sudah bisa bercakap-cakap dengan orang lain perbincangan nya juga
lumayan lama Bapak Senang sekali melihat perkembangan kamu Nak"
coba kamu bincang-bincang dengan saudara-saudara yang lain lalu
bagaimana kalau mulai sekarang kamu salat berjamaah. kalau nanti di
rumah kamu salat bersama-sama keluarga atau di mushola kampung .
Bagaimana S kamu mau coba kan Nak ?"
“Nah Coba sekarang bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya
contohkan "
" Bagus Pak Bapak telah memperagakan dengan baik sekali"
"Sampai sini ada yang ditanyakan Pak?."
4. Fase Terminasi
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI (DPD)
A. PENGERTIAN
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang yang
mengalami kelainan pada kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Tidak ada
keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian
kotor, bau badan, bau nafas dan penampilan tidak rapi (Rahmalia 2016).
Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang timbul
pada pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa kronis sering
mengalami ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala
perilaku negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam keluarga
maupun masyarakat (Purwanto 2015).
B. PENYEBAB
Menurut Rahmalia (2016) penyebab dari defisit perawatan diri diantaranya
:
1. Faktor presdiposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiw dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi
latihankemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri.
a. Body image : gambaran individu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan
fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik sosial : pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan
diri, maka kemungkinan akan terjadi peruabahan personal hygiene.
c. Status sosial ekonomi : personal hygiene memerlukan alat dan
bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi
yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan : pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.
Misanya, pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
e. Budaya : disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak
boleh dimandikan.
f. Kebiasaan orang : ada kebiasaan orang yang menggunakan produk
tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampoo
dan lain – lain.
g. Kondisi fisik atau psikis : pada keadaan tertentu/ sakit kemampuan
untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk
melakukannya.
C. TANDA DAN GEJALA
Menurut Fitria (2011) tanda dan gejala yang tampak pada klien yang
mengalami defisit perawatan diri adalah :
1. Mandi
2. Berpakaian
3. Makan
4. BAB/BAK
D. PROSES TERJADI
Menurut Purwanto (2015) proses terjadinya defisit perawatan diri yaitu :
Kurangnya perawatan diri pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari
ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias
diri secara mandiri, dan toileting ( Buang air besar [BAB] atau buang air
kecil [BAK]) secara mandiri.
E. RENTAN RESPON
Respon Adaptif Respon
Maladaptif
Keterangan :
1. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapat stresor dan mampu
untuk berperilaku adaptif , maka pola perawatan yang dilakukan klien
seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
2. Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan stresor
kadang kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan tidak peduli dan
tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.
(Direja 2011;Yusuf 2015)
F. POHON MASALAH
Makan,mandi,minum)
(Keliat 2011)
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit perawatan diri berpakaian , mandi, makan, eliminasi.
(NANDA
2018-2020)
H. INTERVENSI KEPERAWATAN
4 Eliminasi
1. Merespon saat NIC : Bantuan
(Purwanto 2015)
ORIENTASI
” Berapa lama kita berbicara ?. 20 menit ya...?. Mau dimana...?. disini aja ya. ”
KERJA
“Berapa kali T mandi dalam sehari? Apakah T sudah mandi hari ini? Menurut T
apa kegunaannya mandi ?Apa alasan T sehingga tidak bisa merawat diri? Menurut
T apa manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda orang
yang tidak merawat diri dengan baik seperti apa ya...?, badan gatal, mulut bau,
apa lagi...? Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut
T yang bisa muncul ?” Betul ada kudis, kutu...dsb.
“Apa yang T lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja T menyisir
rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa maksud atau tujuan sisiran dan
berdandan?”
”Apa pula yang dilakukan setelah makan?” Betul, kita harus sikat gigi setelah
makan.”
TERMINASI
sebutkan lagi apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah T lakukan tadi ?”.
”Bagaimana perasaan Tina setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya
kebersihan diri tadi ? Sekarang coba Tina ulangi lagi tanda-tanda bersih dan rapi”
”Bagus sekali mau berapa kali T mandi dan sikat gigi...?dua kali pagi dan sore,
Mari...kita masukkan dalam jadual aktivitas harian. Nach... lakukan ya T..., dan
beri tanda kalau sudah dilakukan Spt M ( mandiri ) kalau dilakukan tanpa disuruh,
B ( bantuan ) kalau diingatkan baru dilakukan dan T ( tidak ) tidak melakukani?
Baik besok lagi kita latihan berdandan. Oke?” Pagi-pagi sehabis makan.
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur
ORIENTASI
“Hari ini kita akan latihan berdandan, mau dimana latihannya. Bagaimana kalau di
ruang tamu ? lebih kurang setengah jam”.
KERJA
“Apa yang T lakukan setelah selesai mandi ?”apa T sudah ganti baju?
“Untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti pakaian
yang bersih 2x/hari. Sekarang coba bapak ganti baju.. Ya, bagus seperti itu”.
“Apakah T suka bercukur ?Berapa hari sekali bercukur ?” betul 2 kali perminggu
“Tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari Pak dirapikan ! Ya,
Bagus !” (catatan: janggut dirapihkan bila pasien tidak memelihara janggut)
TERMINASI
“Selanjutnya bapak setiap hari setelah mandi berdandan dan pakai baju seperti
tadi ya! Mari kita masukan pada jadual kegiatan harian, pagi jam berapa, lalu sore
jam berap ?
“Nanti siang kita latihan makan yang baik. Diruang makan bersama dengan pasien
yang lain.
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias
ORIENTASI
“Hari ini kita akan latihan berdandan supaya T tampak rapi dan cantik. Mari T
kita dekat cermin dan bawa alat-alatnya( sisir, bedak, lipstik )
KERJA
TERMINASI
“T jadi tampak segar dan cantik, mari masukkan dalam jadualnya. Kegiatan
harian, sama jamnya dengan mandi. Nanti siang kita latihan makan yang baik di
ruang makan bersama pasien yang lain”.
ORIENTASI
“Siang ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan
langsung di ruang makan ya..!” Mari...itu sudah datang makanan.“
KERJA
“Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita
praktekkan! “Bagus! Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap
kita berdoa dulu. Silakan T yang pimpin!. Bagus..
“Mari kita makan.. saat makan kita harus menyuap makanan satu-satu dengan
pelan-pelan. Ya, Ayo...sayurnya dimakanya.”“Setelah makan kita bereskan
piring,dan gelas yang kotor. Ya betul.. dan kita akhiri dengan cuci tangan. Ya
bagus!” Itu Suster Ani sedang bagi obat, coba...T minta sendiri obatnya.”
TERMINASI
”Apa saja yang harus kita lakukan pada saat makan, ( cuci tangan, duduk yang
baik, ambil makanan, berdoa, makan yang baik, cuci piring dan gelas, lalu cuci
tangan.)”
” Nach... coba T lakukan seperti tadi setiap makan, mau kita masukkan dalam
jadual?.Besok kita ketemu lagi untuk latihan BAB / BAK yang baik, bagaiman
kalau jam 10.00 disini saja ya...!”
“Kita akan membicarakan tentang cara berak dan kencing yang baik?
“ Kira-kira 20 menit ya...T. dan dimana kita duduk? Baik disana dech...!
KERJA
“Dimana biasanya Tono berak dan kencing?” “Benar Tono, berak atau kencing
yang baik itu di WC/kakus, kamar mandi atau tempat lain yang tertutup dan ada
saluran pembuangan kotorannya. Jadi kita tidak berak/kencing di sembarang
tempat ya.....”
“Sekarang, coba Tono jelaskan kepada saya bagaimana cara Tono cebok?”
“Sudah bagus ya Tono, yang perlu diingat saat Tono cebok adalah Tono
membersihkan anus atau kemaluan dengan air yang bersih dan pastikan tidak ada
tinja/air kencing yang masih tersisa di tubuh Tono”. “Setelah Tono selesai cebok,
jangan lupa tinja/air kencing yang ada di kakus/WC dibersihkan. Caranya siram
tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai tinja/air kencing itu tidak
tersisa di kakus/ WC. Jika Tono membersihkan tinja/air kencing seperti ini,
berarti Tono ikut mencegah menyebarnya kuman yang berbahaya yang ada pada
kotoran/ air kencing”
“Setelah Tono selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing yang ada di kakus/WC
dibersihkan. Caranya siram tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya
sampai tinja/air kencing itu tidak tersisa di kakus/ WC. Jika Tono membersihkan
tinja/air kencing seperti ini, berarti Tono ikut mencegah menyebarnya kuman
yang berbahaya yang ada pada kotoran/ air kencing”
“Jangan lupa merapikan kembali pakaian sebelum keluar dari WC/kakus, lalu cuci
tangan dengan menggunakan sabun.”
TERMINASI
ORIENTASI
“Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang dialami T dan bantuan
apa yang dapat diberikan.”
“Berapa lama waktu Bapak/ Ibu yang tersedia?, bagaimana kalau 20 menit?, mari
kita duduk di kantor perawat!”
KERJA
“Apa saja masalah yang Bapak/ Ibu rasakan dalam merawat T ?” Perawatan diri
yang utama adalah kebersihan diri, berdandan, makan dan BAB/BAK.
Bapak juga perlu mendampinginya pada saat merawat diri sehingga dapat
diketahui apakah T sudah bisa mandiri atau mengalami hambatan dalam
melakukannya.”
TERMINASI
“Dua hari lagi kita akan ketemu dan Bapak/Ibu akan saya dampingi untuk
memotivasi T dalam merawat diri.”
ORIENTASI
“Assalamualaikum Bapak/Ibu sesuai janji kita dua hari yang lalu kita sekarang
ketemu lagi”
“Bagaimana Bapak/Ibu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan
dua hari yang lalu?”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung keT ya?”
KERJA
“Sekarang anggap saya adalah T, coba bapak praktekkan cara memotivasi T untuk
mandi, berdandan, buang air, dan makan”
“Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat T”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat T ?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali
bapak dan ibu membesuk T”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan
kita akan mencoba lagi cara merawat T sampai bapak dan ibu lancar
melakukannya”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”
ORIENTASI
“Assalamualaikum Bapak/Ibu hari ini T sudah boleh pulang, untuk itu perlu
dibicarakan jadual T selama dirumah”
“Bagaimana pak, bu, selama bapak dan ibu membesuk apakah sudah terus dilatih
cara merawat T?”
“Nah sekarang mari kita bicarakan jadual di rumah tersebut disini saja?”
“ Pak / Bu..jadual yang telah dibuat selama T di rumah sakit tolong dilanjutkan
dirumah, baik jadual aktivitas maupun jadual minum obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan
oleh anak ibu dan bapak selama di rumah. Kalau misalnya T menolak terus
menerus untuk makan, minum, dan mandi serta menolak minum obat atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, maka segera hubungi Suster
S di Puskesmas Ingin Jaya, puskesmas terdekat dari rumah ibu dan bapak, ini
nomor telepon puskesmasnya: (0651) 446xxx.
TERMINASI
“ Bagaimana Pak, Bu...ada yang belun jelas ?. Ini jadual harian T untuk dibawa
pulang.” Dan ini surat rujukan untuk perawat K di puskesmas Indrapuri.”
“ Jangan lupa kontrol ke Puskesmas sebelum obat habis, atau ada gejala-gejala
yang tampak.” “ Silahkan selesaikan administrasinya.”
Nuha Medica.
SP).Jakarta:Salemba Medika.
2018-2020. (T. H. Herdman & S. Kamitsuru, Eds.) (11th ed.). Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN (RPK)
A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,orang lain dan
lingkungan yang merupakan respon dari kecemasan dan kebutuhan yang tidak
terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah tindakan fisik karena dorongan yang kuat dapat
menyebabkan orang lain atau objek lain (barang-barang rumah tangga) dalam
rangka untuk menyampaikan pesan , dimana perilaku menganggap perilakunya
benar dan tidak menimbulkan korban (Boyd & Nihart 1998).
B. PENYEBAB
Menurut Wijayaningsih (2015) resiko perilaku kekerasan yaitu :
1. Faktor predisposisi
a. Psikologis
Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua
insting. Kesatu insting hidup yang di ekspresikan dengan seksualitas,
dan kedua, insting kematian yang diekspresikan dengan agresifitas
.Pandangan psikologi lainya mengenai perilaku agresif, mendukung
pentingnya peran dari perkembangan predisposisi atau pengalaman
hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih
mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak.
b. Social budaya
Social-Learning Theory, teori yang dikembangkan oleh Bandura (1977)
ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon
lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin
sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan
untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan
emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya.
c. Biologis
Ada bebrapa penelitan membuktikan bahwa dorongan agresif
mempunyai dasar biologis. Penelitian neurobiology mendapatkan
bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus
(yang berada ditengah system limbic) binatang ternyata menimbulkan
perilaku agresif. Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan
perilaku agresif: serotonin, dopamine, norepinephrine, acetilcolin, dan
asam amino GABA.
2. Factor presipitasi
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa
dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau
lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang.
Ancaman dapat berupa internal maupun eksternal. Contoh stressor
eksternal: serangan secara psikis, kehilangan hubungan yang dianggap
bermakna, dan adanya kritikan dari orang lain. Sedangkan contoh dari
stressor internal: merasa gagah dalam bekerja, merasa kehilangan orang
yang dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita.
C. TANDA DAN GEJALA
Menurut Wijayaningsih (2015) tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan
diantaranya :
1. Emosi
a. tidak adekuat
b. tidak aman
c. rasa terganggu
d. marah (dendam)
e. jengkel
2. Intelektual
a. Mendominasi
b. Bawel
c. Sarkasme
d. Berdebat
e. Meremehkan
3. Fisik
a. muka merah
b. pandangan tajam
c. napas pendek
d. keringat
e. sakit fisik
f. penyalahgunaan zat
g. tekanan darah meningkat
4. Spiritual
a. Kemahakuasaan
b. kebijakan / kebenaran diri
c. keraguan
d. tidak bermoral
e. kebejatan
f. kreativitas terlambat
5. Terlambat
a. menarik diri
b. pengasingan
c. penolakan
d. kekerasan
e. ejekan
D. PROSES TERJADI
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehhidupan sehari-hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan masalah tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat
menimbulkan kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui
tiga cara, yaitu: mengungkapkan secara verbal, mekan dan menantang.
Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau
eksternal. Stressor internal seperti penyakit, hormonal, dendam, kesal
sedangkan stressor eksternal bias berasal dari ledekan, cacian, makian,
hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana, dan sebagainya. Hal
tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada system individu
(disruption and loss).
E. RENTAN RESPON
Adaptif
Maladatif
PERILAKU KEKERASAN
GANGGUAN KONSEP DIRI
:HARGA DIRI RENDAH
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko perilaku kekerasan
H. INTERVENSI
c. Simpulkan
4. Klien dapat bersama klien
mengidentifikasi tanda-tanda klien
perilaku kekerasan saat jengkel atau
yang biasa marah yang
dilakukan dialami
Kriteria evaluasi : Rasional:
a. Klien dapat Menarik
mengungkapkan kesimpulan
perilaku kekerasan bersama klien
yang dilakukan. supaya mengetahui
b. Klien dapat secara garis besar
bermain peran tanda-tanda marah
dengan perilaku atau jengkel.
kekerasan yang
biasa dilakukan. 4. Intervensi
c. Klien dapat a. Anjurkan klien
mengetahui cara mengungkapkan
yang biasa dapat perilaku kekerasan
menyelesaikan yang biasa
masalah atau tidak. dilakukan klien
Rasional :
Mengeksporasi
perasaan klien
terhadap perilaku
kekerasan yang
biasa dilakukan.
c. Bicarakan dengan
klien apakah
dengan cara yang
klien lakukan
masalahnya
selesai?
Rasional :
Dapat membantu
klien dalam
menemukan cara
yang dapat
menyelesaikan
masalah.
5. Intervensi
6. Klien dapat a. Bicarakan akibat
mengidentifikasi kerugian dari cara
cara kontruktif yang dilakukan
dalam berespons kilen
terhadap Rasional :
kemarahan secara Membantu klien
kontruktif. menilai perilaku
Kriteria hasil : kekerasan yang
a. Klien dapat biasa
melakukan cara dilakukannya.
berespon terhadap
kemarahan secara b. Bersama klien
kontruktif. menyimpulkan
akibat cara yng
dilakukan oleh
klien
Rasional :
Dengan
mengetahui akibat
perilaku kekerasan
diharapkan klien
merubah perilaku
distruktif yang
dilakukan menjadi
perilaku kontruktif.
c. Tanyakan pada
klien apakah ia
ingin mempelajari
cara baru yang
sehat?
Rasional :
Agar klien
mengetahui cara
berespon terhadap
kemarahan secara
kontruktif.
6. Intervensi
tanyakan pada
a. Tanyakan pada
klien apakah ia
ingin mempelajari
cara baru yang
sehat?
Rasional :
Dengan
mengidentifikasi
cara kontruktif
dalam berespons
terhadap
kemarahan dapat
membantu klien
menemukan cara
yang baik untuk
mengurangi
kejengkelanya
sehingga klien
tidak lagi stress.
b. Beri pujian jika
klien menemukan
cara yang sehat
Rasional :
Reinforcement
positif dapat
memotivasi dan
7. Klien dapat meningkatkan
mengontrol harga dirinya.
perilaku c. Diskusikan dengan
kekerasan. klien cara yang
Kriteria evaluasi sehat.
1. Klien dapat Rasionsl :
mengontrol - Secara fisik : tarik
perilaku kekerasan nafas jika sedang
- Fisik : tarik, marah atau
olahraga dan jengkel, memukul
menyiram benda atau kasur
tanaman atau olahraga atau
- Verbal : pekerjaan yang
mengatakan menguras tenaga.
secara langsung - Secara verbal :
dengan tidak bahwa anda
menyakiti sedang kesal,
- Spiritual : tersinggung/jengke
sembahyang, l (saya kesal anda
berdoa/ibadah berkata seperti
yang lain. itu;saya marah
karena mama saya
tidak memenuhi
keinginan saya).
- Secara sosial :
lakukan dalam
kelompok cara-
cara marah yang
sehat, latihan
asertif, latihan
manajemen
perilaku
kekerasan.
- Secara spiritual :
anjurkan klien
sembahyang,
berdoa/beribadah
lain : meminta
kepada tuhan
untuk diberi
kesabaran
mengadu kepada
tuhan kekerasan/
kejengkelan.
Rasional :
Berdiskusi dengan
klien untuk
memilih cara yang
lain sesuai dengan
8. klien mendapat kemampuan klien.
dukungan
keluarga dalam 7. Intervensi
mengontrol a. Bantu klien
kekerasan memilih cara yang
Kriteria Evaluasi: tepat untuk klien
a. Keluarga klien Rasional :
dappat Memberikan
menyebutkan stimulasi kepada
cara merawat klien untuk menilai
klien yang respon perilaku
berperilaku kekerasan secara
kekerasan tepat
b. Keluarga klien
merasa puas b. Bantu klien
dalam merawat mengidentifikasi
klien. manfaat cara yang
dipilih
Rasional :
Membantu klien
membuat
keputusan untuk
memilih cara yang
akan digunakan
dengan melihat
manfaatnya.
c. Bantu klien
menstimulasi cara
tersebut(roleplay)
Rasional :
Agar klien
mengetahui cara
marah yang
kontruktif.
d. Berikan
reinforcement
9. klien dapat positif atas
mengunakan keberhasilan klien
obat dngan menstimulus cara
benar (sesuai tersebut
program Rasional : pujian
pengobatan ). dapat
Kriteria Evaluasi: meningkatkan
a. klien dapat motivasi dan harga
menyebutkan diri klien
obat-obatan
yang diminum e. Anjurkan klien
dan menggunakan cara
kegunaannya yang telah
(jenis, waktu, dipilihnya jika ia
dosis dan efek). sedang kesal atau
b. Klien dapat jengkel.
minum obat
sesuai dengan
program 8. Intervensi :
pengobatan. a. Identifikasi
kemampuan
keluarga merawat
klien dari sikap
apa yang telah
dilakukan keluarga
terhadap klien
selama ini.
Rasional:
Kemampuan
keluarga dalam
mengidentifikasi
akan
memungkinkan
keluarga untuk
melakukan
penilaian terhadap
perilaku kekerasan.
b. Jelaskan peran
serta keluarga
dalam perawatan
klien.
Rasional:
Meningkat
pengetahuan
keluarga tentang
cara merawat klien
sehingga keluarga
terlibat dalam
perawatan klien.
c. Jelaskan cara-cara
merawat klien
- Terkait dengan
cara mengontrol
perilaku marah
secara konstruktif
- Sikap tenang
bicara tenang dan
jelas.
- Membantu klien
mengenal
penyebab marah.
Rasional:
Agar dapat
merawat klien
dengan perilaku
kekerasan klien.
d. Bantu kluarga
mendemonstrasika
n cara merawat
klien.
Rasional:
Agar keluarga
mengetahui cara
merawat klien
melalui
demonstrasi yang
dilihat oleh
keluarga secara
langsung.
e. Bantu keluarga
mengungkapk
an
perasaannya
setelah
melakukan
demonstrasi.
Rasional:
Mengeksplora
si perasaan
keluarga
setelah
melakukan
demonstrasi.
9. Intervensi :
a. Jelaskan jenis-
jenis obat yang
diminum klien
dan keluarga
Rasional:
Klien dapat
mengetahui
nama-nama obat
yang diminum
oleh klien
b. Diskusikan
manfaat minum
obatdan kerugian
berhenti minum
obat tanpa izin
dokter
Rasional:
Klien dan
keluarga dapat
mengetahui obat
yang dikonsumsi
oleh klien.
I. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
a. Proses Keperawatan
1. Kondisi
a. Klien sudah dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat
b. Klien dapat mengenal penyebab marah
2. Diagnose Keperawatan
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan dengan
perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
a. Klien mampu mengidentifikasi tanda gejala perilaku kekerasan
b. Klien mampu mengidentifikasi yang biasa dilakukan
c. Klien mampu mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan klien
b. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi,Mas Arif ?” , “Masih ingat nama saya ?”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Mas Arif saat ini?apakah ada
penyebab marah yang lain dan belum diceritakan
kemarin ?”.
c. Kontrak
1) Topik
“Seperti kesepakatan kemarin,pagi ini kita akan
bercakap-cakap tentang perasaan Mas Arif rasakan saat
marah, yang bias dilakukan saat marah dan akibat dari
tindakan yang telah dilakukan?”
2) Tempat
“Seperti kesepakatan kemarin kita bercakap-cakap di
taman ya !” “Atau mungkin mas Arif ingin tempat
lain ?”.
3) Waktu
“Mas Arif mau berapa lama kita bercakap-cakap ?” ,”15
menit, baiklah”.
2. Kerja
“Kemarin Mas Arif sudah menceritakan penyebab marah, Nah
ceritakan apa yang dirasakan mas Arif saat marah/saat memukul
ibu !” , saat mas Arif marah apakah ada perasaan
tegang,kesal,tegang, mengepalkan tangan, mondar mandir ?” ,
“atau mungkin ada hal lain yang dirasakan ?”.
A. MASALAH KEPERAWATAN
1. Kondisi
Klien sudah mengetahui perasan marah dan akibat tindakan yang
dilakukan saat marah, klien tenang dan kooperatif.
2. Diagnosa keperawatan
Risiko perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan
isolasi sosial menarik diri.
3. Tujuan Khusus
a. Memilih cara marah yang kontstruktif
b. Mengidentifikasikan satu cara marah yang konstruktif.
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat Pagi, Mas Arif!”.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Mas Arif saat ini?”
c. Kontrak
1) Topik
“Pagi hari ini kita akan berlatih cara mengungkapkan marah
yang sehat, benarkan mas?”.
2) Tempat
“Sesuai kesepakatan kemarin kita akan berlatih di ruan tamu
kan mas?”.
3) Waktu
“Berapa lama kita bercakap-cakap ?”. bagaimana kalau 15
menit?”.
2. Kerja
“Menurut mas Arif, bagaimana cara mengungkapkan marah yang
benar, tentunya tidak merugikan/membahayakan orang lain?”.......ya
trus, bagus!”. “Nah sekarang akan suster ajarkan !”.
“Yang pertama kita bisa ceritakan kepada orang lain yang membuat
kita kesal atau marah, misalnya dengan menggunakan : saya marah
dengan kamu!”, maka hati kita akan sedikit lega.”
“Yang kedua dengan menarik nafas dalam saat marah/jengkel sehingga
menjadi rileks”.
“Yang ketiga dengan mengambil air wudhu lalu sholat atau berdo’a
agar diberi kesabaran, tujuanya agar kita menjadi lebih tenang”.
“Yang keempat dengan mengalihkan rasa marah/jengkel kita dengan
aktivitas, misalnya dengan olahraga, membersihkan rumah,
membersihkan alat-alat rumah tangga seperti mencuci piring. Sehingga
energi kita menjadi berkurang dan dapat mengurangi ketegangan”.
“Susuter sudah jelaskan empat cara marah yang sehat, ada yang belum
jelas?”. “Nanti mas Arif bisa coba memilih salah satu cara untuk
dipraktikan”.”O......mau yang menarik nafas dalam!”, “baiklah ayo kita
mulai, coba ikuti suster, tarik nafas melalui hidung, ya bagus, tahan
sebentar dan keluarkan/tiup melalui mulut, ulangi sampai 5kali”. “Nah
kalu sudah merasa lega bisa mas Arif lanjutkan dengan olahraga,
membersihkan rumah atau kegiatan lain”.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaannya setelah berlatih cara marah yang sehat?”.
b. Evaluasi Objektif
“Coba ulangi lagi cara menarik nafas yang dalam yang sudah kita
pelajari tadi!”. “Bagus!”.
c. Rencana Tindakan Lanjut
“Tolong mas, nanti dicoba lagi cara yang sudah suster ajarkan dan
tolong jangan lupa ikuti kegiatan diruangan ya!”.
d. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau keluarga datang kita bercakap-cakap cara
marah yang sehat?”.
2) Tempat
“ Bagaimana kalau kita bercakap-cakap di ruang tamu ?”.
3) Waktu
“Mas mau berapa lama?”.”Bagaimana kalau 30 menit saja?”.
K. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : perilaku kekerasan pertemuan ke IV (empat)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
a. klien mengetahui cara mengungkapkan marah yang sehat
b. klien dapat mempraktikkan cara marah yang sehat
2. Diagnose keperawatan
Resiko perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan
isolasi sosial menarik diri
3. Tujuan khusus
Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan
1. Orientasi
a. salam terapeutik
“selamat pagi mas arif ?”. ini keluargannya ya ?”.
b. evaluasi
“bagaimana perasaan mas arif saat ini?”. Baik-baik saja kan, ada yang
ingin disampaikan?”. “O....saya suster dani yang merawat mas arif,
bapak namanya siapa?”. “pak eko ada hubungan apa dengan mas
arif?”.oooooo ayah, naiklah, kebetulan!”.
c. kontrak
1. topik
“pada kesempatan ini kita akan berbincang-bincang cara tentang
merawat mas arif dirumah”.” Bagaimana pak eko bersedian?”.
2. tempat
“bagaimana kita bercakap-cakap diruang tamu saja biar lebih
santai?”.
3. waktu
“berapa lama kita akan bercakap-cakap?” bgaimana kalau
30menit?”.
2. Kerja
“nah tolong ceritakan apa yang membuat mas arif dibawa ke rsj?”.
“terus apa yang dilakukann keluarga saat mas arif mondar mandir daan
marah-marah?” .....terus apa lagi pak ?”.
“apa yang diceritakan tadi tidak salah, akan tetepi ada cara lain yang
lebih menolong agar mas arif tidak melakukan tinndakan mecederai
orang lain dan merusak kaca lagi”.
“begini pak, ada beberapa cara yang dapat disarankan agar dilakukan
mas arif, misalnya dengan olahraga, membaca al qur’an,
membersihakan kamar mandi, mambersihkan rumah, memukul bantal
atau kasur, membantu orang tua bekerja?”.
3. Terminasi
a. evaluasi subyekif
“bagaimana perasaannya setelah tahu cara merawat mas arif?”.
b. Evaluasi obyektif
“coba sebutkan kembali berapa cara yang dapat dilakukan saat marah?”
“terus apa lagi?” ......bagus”.
c. rencana tindak lanjut
“jangan lupa besuk kalau mas arif sudah pulangdan seperti akan marah-
marah tolong ingatkan car-cara yang sudah diajarakan tadi yaa!”.
d. kontrak
1. topik
“bagaimana besuk kalau keluarga menengok lagi, kita akan
bercakap-cakap lagi tentang cara minum obat dan manfaatnya bagi
mas arif?”.
2. tempat
“kita bercakap-cakap ditempat ini lagi yaa?”.
3. waktu
“mau berapa lama?”.”bagaimana kalau 30menit saja?”. “sampai
jumpa!”.
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi
a. Klien mengetahui cara mengungkapkan marah yang sehat.
b. Klien dapat mempraktikan cara merawat pasien yang sedang
marah-marah
2. Diagnosa keperawatan
3. Tujuan Khusus
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat Pagi, Mas Arif dan Pak Eko ?”. Baik-baik sajakan?”.
b. Evaluasi/Validasi
c. Kontrak
1) Topik
2) Tempat
3) Waktu
“Berapa jenis obat yang diminum mas Arif tadi pagi?”. “Ya.....bagus”.
“jadi begini ya mas Arif, obat yang diminum tadi ada tiga macam, ini
obatnya
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaannya setelah bercakap-cakap tentang jenis
dan manfaat obat
Mas arif minum setiap hari ?”.
b. Evaluasi Objektif
“Coba sebutkan kembali jenis obat yang mas Arif, dan ambilkan
yang namanya HPD......dan seterusnya, sebutkan manfaatnya
sekalian!”.
ya kalau ada yang belum jelas bisa mas Arif tanyakan kembali
pda waktu
obat dan saat kontrol kembali, jangan lupa diawasi mas Arif
minum obat”.
d. Kontrak
1) Topik
2) Tempat
3) Waktu
A. Pengertian
Harga diri rendah adalah kondisi seseorang yang menilai keberadaan
dirinya lebih rendah dibandingkan orang lain yang berfikir adalah hal
negatif diri sendiri sebagai individu yang gagal, tidak mampu, tidak
berprestasi. (Keliat.2011).
Harga diri rendah adalah penilaian subjektif individu terhadap
dirinya, perasaan sadar atau tidak sadar dan persepsi terhadap fungsi,
peran, tubuh.
(Kusumawati,2010).
Harga diri rendah melibatkan evaluasi diri yang negative dan
berhubungan dengan perasaan yang lemah, tidak berdaya, putus asa,
ketakutan, rentan, rapuh, tidak lengkap, tidak berharga, dan tidak
memadai. (Stuart, Keliat, & Pasaribu, 2016).
Harga diri rendah adalah digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri dan harga diri merasa gagal mencapai keinginan.
Selain itu juga harga diri rendah adalah evaluasi dari atau kemampuan diri
yang negatif dan dipertahankan dalam waktu yang lama. (Direja, 2011).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri,dan sering disertai dengan kurangnya
perawatan diri,berpakaian tidak rapi,selera makan menurun, tidak berani
bertatap mika dengan lawan bicara, lebih banyak menundukan kepala,
berbicara lambat dan nada suara lemah (Keliat dalam Suerni,2013:161-
169).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gangguan
harga diri rendah adalah gangguan konsep diri dimana harga diri merasa
gagal mencapai keinginan, perasaan, tentang diri yang negatif dan merasa
dirinya lebih rendah dibandingkan orang lain.
B. Etiologi
Faktor predisposisi dan presipitasi
1. Faktor predisposisi
Faktor presdisposisi adalah suatu perubahan yang disebabkan oleh
ideal diri yang tidak realitis terjadi ketergantungan dan penolakan
terhadap orang lain,tidak memiliki tanggung jawab
personal,mengalami kegagalan berulang kali.,faktor yang
mempengaruhi HDR meliputi :
a. Faktor presdisposisi gangguan citra tubuh
1) Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh
2) Perubahan ukuran,bentuk dan penampilan tubuh
b. Faktor presdisposisi gangguan harga diri
1) Penolakan dari orang lain
2) Kurang penghargaan
2. Faktor presipitasi
Adalah suatu perubahan penampilan,bentuk tubuh,kegagalan yang
menyebabkan produktivitas menurun.
Faktor pencetus terjadinya konsep diri bisa timbul dari sumber internal
maupun ekternal klien yaitu :
a. Trauma
b. Ketegangan peran
(Yosep,2010)
C. Penyebab
Menurut Keliat (2014) Salah satu penyebab harga diri rendah yaitu
berduka disfungsional. Berduka disfungsional merupakan pemanjangan
atau tidak sukses menggunakan dalam respon inteketual dan emosional
individu dalam proses modifikasi konsep diri berdasarkan persepsi
kehilangan :
1. Rasa bersalah
2. Adanya penolakan
3. Marah sedih dan menanggis
4. Perubahan pola makan tidur,mimpi,konsentrasi,dan aktivitas
5. Merasa tidak berdaya
6. Penolakan orang tua
7. Ideal diri tidak realistis
8. Kurang maksimalnya peran diri dilingkungan masyarakat
9. Trauma fisik
D. Rentang Respon
Respon adaptif Respon maladaptif
POHON MASALAH
Penyebab Penyebab
( Yosep, 2010 ).
G. Mekanisme Koping
Mekanisme koping menurut Deden,2013:
Jangka pendek :
1. Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis: pemakaian
obat-obatan,kerja keras,menonton tv terus menerus.
2. Kegiatan mengganti identitas sementara : ikut kelompok
sosial,keagamaan, politik.
3. Kegiatan yang memberi dukungan sementara: kompetisi olahraga
konteks populeritas.
4. Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara
pennyalahgunaan obat-obatan
Jangka panjang :
1. Menutup identitas : terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi
dari orang-orang yang berarti,tanpa mengindahkan hasrat,aspirasi atau
potensi diri sendiri.
2. Identitas negatif : asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan
masyarakat.
Perenanaan
Tujuan Kriteria evaluasi
Tujuan umum Klien mampu
Intervensi
meningkatkan
harga diri
Tujuan Khusus 1. Kriteria Evaluasi : 1.1 Bina Hubungan saling
Klien dapat 1. Klien dapat percaya
membina mengungkapkan a. Sapa klien dengan ramah,
hubungan saling perasaannya baik
percaya 2. Ekspresi wajah verbal maupun nonverbal.
bersahabat. b. Perkenalkan diri dengan
3. Ada kontak sopan
mata c. Tanya nama lengkap klien
4. Menunjukkan dan
rasa senang. nama panggilan yang disukai
5. Mau berjabat klien
tangan d. Jelaskan tujuan pertemuan,
6. Mau menjawab jujur dan menepati janji.
salam e. Tunjukkan sikap empati dan
7. Klien mau menerima klien apa adanya.
duduk f. Beri perhatian pada klien
berdampingan 1.2 Beri kesempatan untuk
8. Klien mau mengungkapkan perasaan
mengutarakan tentang penyakit yang
masalah yang dideritanya
dihadapi 1.3 Sediakan waktu untuk
mendengarkan klien
1.4 Katakana pada klien bahwa
ia
adalah seorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta
mampu menolong dirinya
sendiri Hubungan saling
percaya akan menimbulkan
kepercayaan
klien pada perawat sehingga
akan
memudahkan dalam
pelaksanaan
tindakan selanjutnya
a. Proses Keperawatan
Kondisi Klien
Nn. Sisi (19 tahun) gelisah, sering melamun, terkadang juga menangis.
Mengatakan bahwa dirinya sudah tidak berguna lagi karena tidak mampu
mewujudkan impian orang tuanya untuk menjadi dokter. Sisi adalah salah
satu mahasiswi kedokteran tetapi Ia sebenarnya tidak menyukai jurusannya
tersebut, Ia bersedia kuliah di jurusan kedokteran karena keinginan orang
tuanya dan sebagai anak Ia juga berusaha membagiakan kedua orang tuanya
dengan menuruti perintah orang tuanya tersebut. Tetapi di saat sudah kuliah
Ia justru uring-uringan karena merasa memang itu bukan bidang yang
disuakainya. Alhasil nilai-nilainya jeblok dan Ia banyak dijauhi oleh teman-
temannya.
b. Diagnosa Keperawatan : Harga Diri Rendah
Tujuan:
1. Pasien dapat mengidentifikasi aspek positifnya
2. Pasien dapat menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
3. Pasien dapat mengetahui cara untuk meningkatkan rasa percaya dirinya.
c. Tindakan Keperawatan
1) Dorong individu untuk mengekspresikan perasannya, khususnya
mengenai pikiran, perasaan, dan pandangan dirinya:dulu dan saat ini,
serta harapan yang ingin diwujudkan terhadap dirinya sendiri.
2) Diskusikan aspek positif diri
3) Bantu pasien untuk menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
4) Bantu pasien untuk memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan
kemampuan klien
5) Melatih klien sesuai dengan kemampuan yang dipilih
6) Menganjurkan klien memasukkan kegiatan kedalam jadwal harian
d. Pelaksanaan
1) SP I :
Mendiskusikan Kemampuan dan Aspek Positif Yang dimiliki
pasien membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat
digunakan, membantu pasien memilih atau menetapkan kemampuan
yang akan dilatih melatih kemampuan yang sudah dipilih dan
menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam
rencana harian.
TINDAKAN ORIENTASI
Selamat pagi ? Perkenalkan nama saya Assa , Saya senangnya
dipanggil suster Assa. Saya adalah Mahsiswa ITS PKU yang sedang
praktek disini.Nama mbak siapa ya? Senangnya dipanggil apa. Oh, jadi anda
senangnya dipanggil Sisi saja. Saya lihat dari tadi Sisi melamun, ada yang
sedang dipikirkan. Bagimana kalau kita ngobrol-ngobrol dulu Sisi? Mau
berapa lama kira-kira kita ngobrolnya? Oke, Jadi Sisi maunya kita ngobrol-
bgobrolnya 30 menit. Baiklah mau dimana kita ngbrolnya Sisi? Oh, jadi kita
ngobrolnya diruang ini ya.
KERJA
Bagaimana perasaan Sisi saat ini? Oh jadi Sisi merasa hidup Sisi
sudah tidak berguna lagi dan pengen mengakhiri hidup Sisi. Mengapa Sisi
berkata demikian?Apa hobi yang sisi sukai? Oh, jadi Sisi suka
mengambar,mewarnai selain itu sisi senangnya apa aja. Bagaimana dengan
memasak?Melukis? bernyanyi? Waah...bagus sekali ada 5 kemampuan yang
sisi miliki.
Sisi dari kelima kegiatan tadi mana saja yang mungkin dan dapat kita
lakukan sekarang?bagaimana dengan menggambar?jadi sisi bersedia untuk
menggambar,kira-kiramau menggambar apa ya?oh ,jadi sisi mau
menggambar model-model baju. Sebentar suster sediakan peralatanya ya
sisi. Kira-kira sisi mau menggambar ditemenin suster atau tidak?waah,bagus
sekali gambaran sisi. Kira-kira sisi mau menggambar berapa banyak
ini,bagus sekali gambaran sisi. Oh,sisi jadi mau 3kali dalam sehari
menggambarnya. Bagaimana kalau kegiatan menggambarnya suster buatin
jadwalnya buat sisi?apakah sisi mau?oke,jadi sisi bersedia ya suster buatin
jadwalnya.
Coba sisi lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau
sisi mampu melakukan tanpa disuruh,tulis B(bantuan) jika diingatkan baru
bisamelakukan,dan tulis (T)atau tidak jika tidak bisa melakukan.
TERMINASI
Bagaimana perasaan Sisi setelah kita bercakap-cakap? Wah! Ternyata
Sisi punya bayak kelebihan ya salah satunya tadi menggambar desain baju
yang sangat bagus sekali,kemampuan ini dapat dilakukan juga dilakukan
dirumah setelah sisi pulang.Kira-kira besok Sisi maunya kita ketemu jam
berapa ? Baik! Jadi Sisi maunya kita ketemu jam 08.00 WIB dan tempatnya
diruang ini saja. Besok pagi kita akan bertemu kembali untuk bercakap-
cakap kembali mengenai kemampuan sisi yang lain yaitu mewarnai. Sisi
tadibilang suka mewarnai ya? Kalau begitu kita akan mewarnai jam 8
dikamar ini sehabis menggambar ya,Baik Sisi sampai jumpa besok. Selamat
pagi.
2) SP II Pasien :
Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan
kemampuan pasien.
Tujuan:
a) Pasien dapat melakukan dan memenuhi kegiatan sesuai dengan jadwal
yang telah dibuat.
b) Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa diganggu.
Tindakan Keperawatan :
1) Mengevaluasi kegiatan yang sudah dilakukan
2) Melatih kemampuan ke-2 yang telah disebutkan oleh klien
3) Menganjurkan klien memasukkan kegiatan tersebut jadwal kegiatan
harian.
TINDAKAN ORIENTASI
Pagi Sisi? Bagaimana perasaan Sisi hari ini? Apakah sudah dicoba
kegiatan yang kemarin sudah dimasukkan kedalam jadwal harian Sisi? Wah,
bagus sekali. Sudah berapa banyak gambar yang Sisi buat. Bolehkan suster
melihatnya.Wah, hebat bagus sekali gambarnya. Oya Sisi masih ingat ngaak
kita mau ngapain hari ini? Iya, benar sekali jadi, kemarin Sisi menyubutkan
selain Sisis suka menggambar desain Sisis juga suka mewarnai. Jadi, hari ini
kita akan latihan untuk mewarnai. Apakah Sisi bersedia? Kira-kira mau
berapa lama dengan suster?
Oh, jadi Sisis maunya 30 menit. Baiklah ruangnya disini saja. Baiklah
KERJA
Bagaiamana perasaan Sisi setelah menggambar begitu banyak gambar?
gambar-gambar desainnya bgasu-bagus sekali? Apa yang Sisi rasakan. Oh,
Sisi jadi merasa Sisi masih berguna, buktinya Sisi masih bisa membuat
gambar-gambar desain yang bagus sekali. Bagaiman dengan hobi Sisi yang
lain? Sisi masih ingat? Ya, bagus sekali Sisis masih ingat. Jadi Sisi punya
hobi lain yaitu: mewarnai. Bagaiman kalau Sisi selain membuat gambar
desain juga mewarnai gambar. Apakah Sisi bersedia? Baiklah, suster Assa
sediakan ya pensil warna dan bukunya. Sisi pengen ditemeni suster Assa
atau tidak mewarnainya. Kira-kira sisi mau mewarnai bagaimana. Oh, jadi
Sisi mau langsung membuat sekarang dan tidak ingin ditemani. Baiklah
suster tinggal dulu kira-kira 30 menit Suster Assa balik lagi kesini bagaiman
Sisi? Baik Sisi bagaiman dengan mewarnainya sudah semua diwarnainya.
Boleh suster Susi lihat . Oke suster lihat ya. Wah bagus sekali sisi
mewarnainya . Sisis hebat ya. Suster Assa saja tidak bisa mewarnai seperti
aslinya kayak begini. Bagaimana kalau Sisi mewarnai lagi. Nanti hasil
desainya yang sudah kita warnai kita jadikan buku. Bagaimana Sisi? Nah,
kira-kira Sisi mau buat berapa banyak nih dalam satu hari. Oh jadi Sisis mau
membuat tiga kali mewarnai selama satu hari. Bagaiman jika kegitan ini
suster Susi masukin dalam jadwal kegiatan harian Sisi. Apa sisi bersedia?
TERMINASI
Bagaimana perasaanya setelah kita bercakap-cakap dan latihan tadi? Jadi
berapa cara yang bisa Sisi lakukan pada saat-saat merasa jenuh dan tidak
berarti? Bagus sekali Sisi bisa menyebutkannya kembali. Baik besok suster
Assa akan bertemu dan ngobrol-ngobrol dengan orang tua Sisi, biasanya
orang tua Sisi berkunjung jam berapa? Oh, jadi orang tua Sisi biasanya
berkunjung jam satu siang. Baiklah besok suster Assa akan berkunjung
kesini dan ngobrol-ngobrol dengan orang tua Sisi di ruang depan kira-kira
jam dua siang, bagaimana Sisi bolehkah suster Assa ngobrol dengan
mereka? Baiklah samapai jumpa besok ya Sisi.selamat pagi.
Sp 1 Keluarga :
Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam menghadapi
pasien dirumah, menjelasakn tentang pengertian, tanda dan gejala
harga diri rendah menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri
rendah, mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan harga diri
rendah dan memberi kesempatan pada keluarga untuk
mempraktekkan cara merawat.
Orientasi :
“ selamat pagi!”
“bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat sisi?
Berapa lama waktu bapak ibu? 30 menit? Baik, mari duduk diruangan ini
saja ya”
Kerja:
“ya memang benar sekali pak, bu, sisi itu memang terlihat tidak percaya diri
dan sering menyalahkan dirinya sendiri. Misalnya pada sisi, sering
menyalahkan dirinya dan mengatakan dirinya adalah orang paling bodoh
sedunia. Dengan kata lain, anaka bapak ibu memiliki masalah harga diri
rendah yang ditandai dengan munculnya pikiran-pikiran yang selalu negatif
terhadap dirinya sendiri. Bila keadaan sisi terus menerus seperti itu, sisi bisa
mengalami masalah yang lebih berat lagi, misalnya sisi jadi malu bertemu
dengan orang lain dan memilih mengurung diri didalam kamar.”
“sampai disini, bapak ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri rendah?”
“bapak ibu apa saja kemampuan yang dimiliki sisi? Ya benar, dia juga
mengatakan hal yang sama (kalo sama dengan kemampuan yang dikatakan
klien)
“selain itu, bila sisi sudah tidak lagi dirawat dirumah sakit, bapak ibu tetap
perlu memantau perkembangan sisi. Jika masalah harga dirinya kembali
muncul dan tidak tertangani lagi, bapak ibu dapat membawa sisi ke rumah
sakit.”
“temui sisi dan tanyakan yang sudah dia lakukan, lalu berikan pujian yang
mengatakan: bagus sekali, gambar desainnya sisi”
Terminasi:
“dapatkah bapak ibu menjelaskan kembali masalah yang dihadapi sisi dan
bagaimana cara merawatnya?”
“bagus sekali bapak ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap bapak
ibu kemari lakukan seperti itu. Nanti dirumah juga demikian”
“ bagaimana kalau kita bertemu lagi 2 hari mendatang untuk latihan cara
memberi pujian langsung kepada sisi”
“jam berapa bapak ibu datang? Baik saya tunggu. Sampai jumppa kembali
bapak ibu”
Sp 2 Keluarga :
Orientasi
“ bapak ibu masih ingat latihan merawat keluarga bapak ibu seperti yang
kita pelajari 2 hari yang lalu?”
“ waktunya 20 menit”
Kerja :
“ hari ini saya datang bersama keluarga sisi. Seperti yang sudah saya
katakan sebelumnya, keluarga sisi juga ingin merawwat sisi agar sisi cepat
pulih”
“ nah pak bu sekarang bapak ibu bisa mempraktikkan apa yang sudah kita
latihkan beberapa hari lalu, yaitu memberikan pujian terhadap
perkembangan sisi”
“ Baiklah, sekarang saya dan orang tua sisi keruangan perawat dulu”
Terminasi :
“ mulai sekarang bapak ibu sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada
sisi”
Orientasi
“ karena hari ini sisi direncanakan pulang maka kita akan membicarakan
jadwal sisi selama dirumah.”
“ berapa lama bapak ibu ada waktu? mari kita bicarakan dirumah”
Kerja
“pak bu, ini jadwal kegiatan selama dirumah sakit. Coba diperhatikan,
apakah semua dapat dilaksanakan dirumah?” pak bu, jadwal yang telah
dibuat selama sisi dirawat dirumah sakit tolong dilanjutkan dirumah, baik
jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya.”
Terminasi
“ bagaimana pak bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal harian sisi. Jangan
lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau ada gejala yang
tampak. Silahkan selesaikan administrasinya.”
Daftar Pustaka
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
A. Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren : persepsi palsu. (Prabowo,
2014: 129).
Halusinasi adaah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsnagan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara.(Kusumawati & Hartono, 2012: 102).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalamai perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus
yang sebetulnya tidak ada. (Damaiyanti, 2012: 53).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien
mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada (AH Yusuf, Ryski & Hanik, 2015.120).
Halusinasi sebagai persepsi sensorik tanpa stimulasi eksternal dari organ
sensorik yang relevan. (Hussein, Kareem Nasir, 2019).
Sebuah pandangan umum dalam literatur filsafat adalah bahwa halusinasi
jenis merosot dari pengalaman persepsi. Saya berpendapat sebaliknya bahwa
halusinasi adalah jenis merosot imajinasi sensorik. (keith, 2015).
Intervensi Psikologis yang berfokus pada mengatasi halusinasi telah
mencakup strategi perilaku seperti gangguan, fokus, peningkatan perilaku
mengatasi, dan pendekatan yang berfokus pada konten makna pengalaman seperti
itu. (E.P. Carter, Karin, & Adrian Wells, 2018). Halusinasi visual (VH) adalah
salah satu gejala psikologis paling umum dari demensia with lewy bodies (DLB).
(K, Ukai, 2019).
B. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1. Faktor Perkembangan
misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan
pasien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya
percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2. Faktor Sosiokultural
seseorang yang merasa tidak diterima di ingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3. Faktor Biokimia
adanya stress yang berlebih dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
menyebabakan teraktivasinya neutransmitter otak.
4. Faktor Psikologi
tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab yaitu pasien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyataa menuju alam
hayal.
5. Faktor Genetik dan Pola Asuh
misalnya bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia
cenderung mengalamai skizofrenia karena faktor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
(Prabowo, 2014: 132-133)
b. Faktor Presipitasi
1. Biologis
Gangguan dalam momunikasi dan putaran balik otak, yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterprestasikan.
2. Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stress. (Prabowo, 2014 : 133)
4. Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan nyata dan tidak. Macam-macam perilaku, antara lain :
a. Perilaku fisik yaitu dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur
dalamwaktu yang lama.
b. Perilaku emosional yaitu perasaan cemas yang berlebihan atas dasar
problem yang tidak dapat diatasi.
c. Perilaku intelektual yaitu individu akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha
dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol
semua perilaku klien.
d. Perilaku sosial yaitu klien mengalami gangguan interaksi sosial
dalam fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup
bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan, seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi
sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia
nyata.
e. Dimensi spiritual yaitu secara spiritual klien halusinasi mulai
dengan kehampaan hidup, rutinitas, tidak bermakna, hilangnya
aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri, irama sirkardiannya terganggu. (Damayanti,
2012 : 57-58)
D. Proses terjadi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase memiliki
karakteristik yang berdeda yaitu :
a. Fase I
Di sini pasien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. Fase II
Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat cemas
seperti peningkatan tanda-tanda vital ( denyut jantung, pernapasan, dan
tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
c. Fase III
Di sini pasien sukar berhubungan dengan orang ain, berkeringat, tremor,
tidak mampu mematuhi perintah dari orang ain dan berada dalam kondisi
yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang
lain.
d. Fase IV
Di sni terjadi perikalu kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon terhadap perintah yang komplek dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi pasien sangat membahayakan. ( Prabowo,
2014: 130- 131)
E. Rentan respon
a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah
tersebut.
Macam-macam respon adaptif antara lain :
1. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli
4. Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran
5. Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan
c. Respon maladapttif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma social budaya dan lingkungan
Macam-macam respon maladaptif antara lain :
1. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial.
2. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.
4. Perilaku tidak terorganisi rmerupakan sesuatu yang tidak teratur
5. Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negative mengancam.
(Damayanti,2012: 54)
F. Pohon masalah
Pohon masalah menurut Fitria (2009 : 60 ) adalah sebagai berikut :
Effect Resiko tinggi perilaku kekerasan
G. Diagnosa keperawatan
Halusinasi (Gangguan Persepsi Sensori)
H. Intervensi keperawatan
SP 2 pasien : SP 2 Keluarga :
1. Mengevaluasi jadwal 1. Melatih keluarga
kegiatan harian pasien mempraktekkan cara
2. Melatih pasien merawat pasien dengan
mengendalikan halusinasi halusinasi.
dengan cara bercakap- 2. Melatih keluarga melakukan
cakap dengan orang lain cara merawat langsung
3. Menganjurkan pasien kepada pasien halusinasi
memasukkan dalam
jadwal kegiatan sehari-
hari
SP 3 pasien : SP 3 Keluarga :
1. Mengevaluasi jadwal 1. Membantu keluarga
kegiatan harian pasien membuat jadwal kegiatan
2. Melatih pasien aktifitas dirumah termasuk
mengendalikan halusinasi minum obat.
dengan melakukan 2. Menjelaskan follow up
kegiatan(kegiatan yang pasien setelah pulang
biasa dilakukkan pasien
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam
kegiatan sehari-hari
SP 4 pasien :
1. Evaluasi jadwal pasien
yang lalu (SP 1, 2, 3)
2. Menanyakan pengobatan
sebelumnya
3. Menjelaskan tentang
pengobatan
4. Melatih pasien minum
obat (5 benar)
5. Masukkan jadwal
STRATEGI PELAKSANAAN
SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara
mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara
pertama: menghardik halusinasi
1. Fase Prainteraksi : Klien mengatakan mendengar suara-suara yang ingin
membunuh dirinya. Klien memukul-mukul, melempar-lempar barang.
Klien sering melirik ke sisi kiri dengan ekspresi ketakutan.
2. Fase Orientasi
”Selamat pagi mbak. Saya perawat yang akan merawat mbak. Nama Saya
Febi Febria, senang dipanggil Febi. Nama mbak siapa? Senang dipanggil
apa” ”Bagaimana perasaan mbak hari ini? Apa keluhan mbak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama
ini mbak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di
ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit”
3. Fase Kerja
”Apakah mbak mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang
dikatakan suara itu?” ” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-
waktu? Kapan yang paling sering mbak dengar suara? Berapa kali sehari
mbak alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu
sendiri?” ” Apa yang mbak rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang mbak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara
itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk
mencegah suara-suara itu muncul? ” mbak , ada empat cara untuk
mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan menghardik suara
tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga,
melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat
dengan teratur.” ”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu
dengan menghardik”. ”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu
muncul, langsung mbak bilang, pergi saya tidak mau dengar, … Saya
tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara
itu tak terdengar lagi. Coba mbak peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba
lagi! Ya bagus mbak sudah bisa”
4. Fase Terminasi:
”Bagaimana perasaan mbak setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-
suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat
jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan
kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa mbak?
Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih?Dimana
tempatnya” ”Baiklah, sampai jumpa.Selamat pagi”.
SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua:
bercakap-cakap dengan orang lain
1. Fase Prainteraksi : Klien sudah mengenal isi halusinasinya suara yg
tidak ada wujudnya dan sudah berlatih menghardik bila suara itu
muncul.
2. Fase Orientasi :
“ Selamat pagi mbak. Bagaimana perasaan mbak hari ini? Apakah
suara-suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah
kita latih? Berkurangkan suara-suaranya? Bagus ! Sesuai janji kita tadi
saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 15 menit.
Mau di mana? Di sini saja?
3. Fase Kerja:
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau mbak mulai
mendengar suara-suara, langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol.
Minta teman untuk ngobrol dengan mbak. Contohnya begini; …
tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau
kalau ada orang dirumah misalnya Kakak mbak katakan: Kak, ayo
ngobrol dengan mbak. mbak sedang dengar suara-suara. Begitu mbak.
Coba mbak lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba
sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya mbak!”
4. Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan mbak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa
cara yang mbak pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus,
cobalah kedua cara ini kalau mbak mengalami halusinasi lagi.
Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian mbak.
Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara
teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan ke
mari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan
aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00?
Mau di mana/ Di sini lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi”.
SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:
melaksanakan aktivitas terjadwal
1. Fase Prainteraksi : Klien sudah berlatih cara mengontrol halusinasi
cara yg kedua yaitu bercakap dengan orang lain saat halusinasi
muncul. Pasien masih mendengar suara itu dimalam hari tetapi hanya
sebentar.
2. Fase Orientasi :
“Selamat pagi mbak. Bagaimana perasaan mbak hari ini? Apakah
suara-suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang
telah kita latih ? Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita, hari
ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah halusinasi yaitu
melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik kita
duduk di ruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 15
menit? Baiklah.”
3. Fase Kerja :
“Apa saja yang biasa mbak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus
jam berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai
malam). Wah banyak sekali kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan
hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali mbak bisa lakukan.
Kegiatan ini dapat mbak lakukan untuk mencegah suara tersebut
muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai
malam ada kegiatan.
4. Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan mbak setelah kita bercakap-cakap cara yang
ketiga untuk mencegah suarasuara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3
cara yang telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali.
Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian mbak. Coba lakukan
sesuai jadwal ya!(Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada
pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai
malam) Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita
membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam
berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan ya! Sampai
jumpa. Selamat pagi.
SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
1. Fase Prainteraksi : Pasien sudah jarang mendenagr suara
halusinasinya. Sudah mampu mempraktekkan cara mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dan membuat jadual harian.
2. Fase Orientasi:
“Selamat pagi mbak. Bagaimana perasaan mbak hari ini? Apakah
suara-suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang
telah kita latih ? Apakah jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ?
Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik. Hari ini kita akan
mendiskusikan tentang obat-obatan yang mbak minum. Kita akan
diskusi selama 15 menit sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya
mbak?”
3. Fase Kerja:
“mbak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah
suara-suara berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya
suara-suara yang mbak dengar dan mengganggu selama ini tidak
muncul lagi. Berapa macam obat yang mbak minum ? (Perawat
menyiapkan obat pasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari
jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk
menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali sehari jam nya
sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah
jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran biar
tenang. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh
diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus
obat, mbak akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan
semula. Kalau obat habis, mbak bisa minta ke dokter untuk
mendapatkan obat lagi. mbak juga harus teliti saat menggunakan obat-
obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya mbak harus memastikan
bahwa itu obat yang benar-benar punya mbak. Jangan keliru dengan
obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum
pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah
makan dan tepat jamnya. mbak juga harus perhatikan berapa jumlah
obat sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari”
4. Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan mbak setelah kita bercakap-cakap tentang obat?
Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba
sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal
minum obatnya pada jadwal kegiatan mbak. Jangan lupa pada
waktunya minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau di rumah.
Nah makanan sudah datang. Besok kita ketemu lagi untuk melihat
manfaat 4 cara mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau jam
berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa. Selamat pagi.
2. Fase Orientasi:
“ Selamat pagi Bapak/Ibu!”“Saya Febi Febria, perawat yang merawat
anak Bapak/Ibu.” “Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini? Apa
pendapat Bapak/Ibu tentang anak Bapak/Ibu?” “Hari ini kita akan
berdiskusi tentang apa masalah yang anak Bapak/Ibu alami dan
bantuan apa yang Bapak/Ibu bisa berikan.” “Kita mau diskusi di
mana? Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa lama waktu
Bapak/Ibu? Bagaimana kalau 15 menit”
3. Fase Kerja:
“Apa yang Bappk/Ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat mbaj.
Apa yang Bapak/Ibu lakukan?” “Ya, gejala yang dialami oleh anak
Bapak/Ibu itu dinamakan halusinasi, yaitu mendengar atau melihat
sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya. ”Tanda-tandanya bicara
dan tertawa sendiri, atau marah-marah tanpa sebab” “Jadi kalau anak
Bapak/Ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya suara itu
tidak ada.” ”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan
beberapa cara. Ada beberapa cara untuk membantu anak Bapak/Ibu
agar bisa mengendalikan halusinasi. Cara-cara tersebut antara lain:
Pertama, dihadapan anak Bapak/Ibu, jangan membantah halusinasi
atau menyokongnya. Katakan saja Bapak/Ibu percaya bahwa anak
tersebut memang mendengar suara atau melihat bayangan, tetapi
Bapak/Ibu sendiri tidak mendengar atau melihatnya”. ”Kedua,
jangan biarkan anak Bapak/Ibu melamun dan sendiri, karena kalau
melamun halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau
bercakap-cakap dengannya. Buat kegiatan keluarga seperti makan
bersama, sholat bersama-sama. Tentang kegiatan, saya telah melatih
anak Bapak/Ibu untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong
Bapak/Ibu pantau pelaksanaannya ya, dan berikan pujian jika dia
lakukan!” ”Ketiga, bantu anak Bapak/Ibu minum obat secara teratur.
Jangan menghentikan obat tanpa konsultasi. Terkait dengan obat ini,
saya juga sudah melatih anak Bapak/Ibu untuk minum obat secara
teratur. Jadi bapak/Ibu dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada 3
macam, ini yang orange namanya CPZ gunanya untuk menghilangkan
suara-suara atau bayangan. Diminum 3 X sehari pada jam 7 pagi, jam
1 siang dan jam 7 malam. Yang putih namanya THP gunanya
membuat rileks, jam minumnya sama dengan CPZ tadi. Yang biru
namanya HP gunanya menenangkan cara berpikir, jam minumnya
sama dengan CPZ. Obat perlu selalu diminum untuk mencegah
kekambuhan” ”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai
muncul, putus halusinasi anak Bapak/Ibu dengan cara menepuk
punggung anak Bapak/Ibu. Kemudian suruhlah anak Bapak/Ibu
menghardik suara tersebut. Anak Bapak/Ibu sudah saya ajarkan cara
menghardik halusinasi”. ”Sekarang, mari kita latihan memutus
halusinasi anak Bapak/Ibu. Sambil menepuk punggung anak
Bapak/Ibu, katakan: mbak, sedang apa kamu?Kamu ingat kan apa
yang diajarkan perawat bila suara-suara itu datang? Ya..Usir suara
itu, mbak. Tutup telinga kamu dan katakan pada suara itu ”saya tidak
mau dengar”. Ucapkan berulang-ulang, mbak” ”Sekarang coba
Bapak/Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan” ”Bagus
Pak/Bu”
4. Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan
memutuskan halusinasi anak Bapak/Ibu?”
“Sekarang coba Bapak/Ibu sebutkan kembali tiga cara merawat anak
bapak/Ibu” ”Bagus sekali Pak/Bu. Bagaimana kalau dua hari lagi kita
bertemu untuk mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung
dihadapan anak Bapak/Ibu” ”Jam berapa kita bertemu?” Baik,
sampai Jumpa. Selamat pagi.
3. Fase Kerja:
” Selamat pagi mbak” ”mbak, Bapak/Ibu mbak sangat ingin membantu
mbak mengendalikan suarasuara yang sering mbak dengar. Untuk itu pagi
ini Bapak/Ibu mbak datang untuk mempraktekkan cara memutus suara-
suara yang mbak dengar. Mbak, nanti kalau sedang dengar suara-suara
bicara atau tersenyum-senyum sendiri, maka Bapak/Ibu akan
mengingatkan seperti ini” ”Sekarang, coba Bapak/Ibu peragakan cara
memutus halusinasi yang sedang mbak alami seperti yang sudah kita
pelajari sebelumnya. Tepuk punggung mbak lalu suruh mbak mengusir
suara dengan menutup telinga dan menghardik suara tersebut” (saudara
mengobservasi apa yang dilakukan keluarga terhadap pasien)Bagus sekali!
Bagaimana mbak? Senang dibantu Bapak/Ibu? Nah Bapak/Ibu ingin
melihat jadwal harian mbak. (Pasien memperlihatkan dan dorong orang
tua memberikan pujian) Baiklah, sekarang saya dan orang tua mbak ke
ruang perawat dulu” (Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk
melakukan terminasi dengan keluarga).
4. Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mempraktekkan cara memutus
halusinasi langsung dihadapan anak Bapak/Ibu” ”Dingat-ingat pelajaran
kita hari ini ya Pak/Bu. Bapak/Ibu dapat melakukan cara itu bila anak
Bapak/Ibu mengalami halusinasi”. “bagaimana kalau kita bertemu dua hari
lagi untuk membicarakan tentang jadwal kegiatan harian anak Bapak/Ibu
untuk persiapan di rumah. Jam berapa Bapak/Ibu bisa datang?Tempatnya
di sini ya. Sampai jumpa.”
2. Fase Orientasi :
“Selamat pagi Pak/Bu, karena besok mbak sudah boleh pulang, maka
sesuai janji kita sekarang ketemu untuk membicarakan jadwal mbak
selama dirumah” “Bagaimana pak/Bu selama Bapak/Ibu membesuk
apakah sudah terus dilatih cara merawat mbak?” “Nah sekarang kita
bicarakan jadwal mba di rumah? Mari kita duduk di ruang perawat!”
“Berapa lama Bapak/Ibu ada waktu? Bagaimana kalau 15 menit?”
3. Fase Kerja :
“Ini jadwal kegiatan mbak di rumah sakit. Jadwal ini dapat dilanjutkan di
rumah. Coba Bapak/Ibu lihat mungkinkah dilakukan di rumah. Siapa yang
kira-kira akan memotivasi dan mengingatkan? ”Pak/Bu jadwal yang telah
dibuat selama mbak di rumah sakit tolong dilanjutkan dirumah, baik
jadwal aktivitas maupun jadwal minum obatnya” “Hal-hal yang perlu
diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak ibu
dan bapak selama di rumah. Misalnya kalau mbak terus menerus
mendengar suara-suara yang mengganggu dan tidak memperlihatkan
perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi Perawat
Febi di Rumah Sakit ini, ini nomor telepon: (0321) 554xxx. Selanjutnya
Perawat Febi yang akan membantu memantau perkembangan mbak
selama di rumah
4. Terminasi :
“Bagaimana Bapak/Ibu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan
cara-cara merawat mbak di rumah! Bagus(jika ada yang lupa segera
diingatkan oleh perawat. Ini jadwalnya untuk dibawa pulang. Selanjutnya
silakan ibu menyelesaikan administrasi yang dibutuhkan. Kami akan
siapkan mbak untuk pulang”
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, A, dkk. 2018. Buku Keperawatan Jiwa: Aplikasi Praktik Klinik. Mojokerto
: Karya Bina Sehat.
Allen, K. 2015. Hallucination and Imagination. Australian Journal of Philosophy.
Vol. 93 number 2. Diakses pada 25 februari 2020
http://tn5bn6xp5c.search.serialssolutions.com&rft_fal_fnt=info%3Aofi
%2Ffmt%3A.kev%3Amtx
%3ajournal&rft.genre=article&rft.atitle=hallucination+And+Imagination&r
ft.jtitle=Australasian+Journal+of+Philosophy&rft.ao=Keith+Allen&rft.date
=2015-06-01&rft.pub=Tailor+%26+Francis+Ltd&rft.issn=0004-
8402&rfteissn=147-
6828&rft.volume=93&rft.issue=2&rft.spage=287&rft.externalDocid=36932
82021¶mditc=en-US
E.P. Carter, Karin, & Adrian Wells. 2018. Effects of the Attention Training
Technique on Auditory Hallucinations in Schizo-Affective Disorder: A
Single Case Study. Vol. 2018. Diakses pada 26 februari 2020
https://www.hindawi.com/journals/crips/2018/1537237/
Eko, P. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Hussein, K, N. 2019. Hallucinations in Chronic Mental Illness–A Clinical Study
of Iraqi Patients. Vol. 10. Diakses pada 26 Februari 2020 http://e-
resources.perpusnas.go.id:2072/eds/detail/detail?vid=0&sid=f389e022-
ecab-465d-af28-7621791d173d%40pdc-v-
sessmgr02&bdata=JnNpdGU9ZWRzLWxpdmU
%3d#AN=139753615&db=edb
Kusumawati, F, H, Y. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika
Mukhripah, D, I . 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Sasi, I, M. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Ny. T. Dengan Gangguan Sensori
Presepsi: Halusinasi Pengelihatan Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa
Naimata Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Diakses pada 25 Februari
2020 (http://repository.poltekeskupang.ac.id/1108/1/inesia%20mariani
%20sasi.pdf)
Ukai, K. Department of Psychogeriatrics, Kamiiida Daiichi General Hospital,
Nagoya, Japan.; Department of Psychiatry, Nagoya University Graduate
School of Medicine, Nagoya, Japan. 2019. Tactile hallucinations in
dementia with Lewy bodies. Vol. 19. Diakses pada 26 Februari 2020
http://e-resources.perpusnas.go.id:2072/eds/detail/detail?
vid=0&sid=2f17145b-0ace-4bc1-9827-f9729c6ca4f7%40pdc-v-
sessmgr03&bdata=JnNpdGU9ZWRzLWxpdmU
%3d#AN=30734409&db=cmedm