Anda di halaman 1dari 15

SEJARAH PERKEMBANGAN PENGATURAN LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Hukum Tentang Lembaga
Negara
Dosen : Dr. W. M. Herry Susilowati, S.H.,M.Hum.

Disusun oleh :
Kelompok 3 - Kelas B
Ethania S. Duha 6051901150
Kristian Djaya 6052001025
Devita Keren Siwi 6052001096
Tubagus Zharfan Ks 6052001132
Tiara Alvyya Shafiya 6052001172
Alya Desira Regina 6052001173
Valerie Keisha Albertine 6052001287
Galuh lintang kencana 6052001427
Lovelyn Tayuwijaya 6052001432
Namirah Salsabila 6052001441
Margareta Manika Budiantoro 6052001475
Ichbal Zul Hilmi 6052001477

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN


PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Lembaga negara sendiri merupakan kata serapan dari bahasa belanda yaitu
staatsorgan atau bila diterjemahkan dalam Bahasa Inggris merupakan political
institutions. Untuk mengenal istilah lembaga negara secara lebih mendalam kita dapat
mengacu pada pemikiran dari Hans Kelsen mengenai the concept of the State Organ,
hal ini disampaikan oleh Hans Kelsen di dalam bukunya yang berjudul General Theory
of Law and State. Dalam bukunya Hans Kelsen mengungkapkan bahwa “Whoever
fulfills a function determined by the legal order is an organ,” siapa saja yang
menjalankan suatu fungsi yang ditentukan oleh suatu Tata Hukum (legal order)
merupakan suatu organ.1
Suatu Lembaga negara atau organ negara memiliki ciri-ciri dalam arti sempit
yang bisa kita uraikan seperti: (i) Organ negara itu dipilih atau diangkat untuk
menduduki suatu jabatan atau fungsi tertentu; (ii) Fungsi dari organ tersebut dijalankan
sebagai suatu profesi utama dan secara hukum yang bersifat eksklusif; (iii) Karena
suatu profesi dan fungsinya, ia berhak mendapat imbalan gaji dari negara. Maka dapat
kita lihat bahwa lembaga negara dalam arti sempit dapat dikaitkan dengan jabatan atau
pejabat (officials), yaitu jabatan umum, jabatan publik (public office), dan pejabat umum,
pejabat publik (public officials)
1.2. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengaturan lembaga negara pada Zaman Hindia Belanda?
2. Bagaimana pengaturan lembaga negara pada era UUD 1945 Periode I?
3. Bagaimana pengaturan lembaga negara pada era Konstitusi RIS 1949?
4. Bagaimana pengaturan lembaga negara pada era UUDS 1950?
5. Bagaimana pengaturan lembaga negara pada UUD 1945 Periode II?
6. Bagaimana pengaturan lembaga negara pada UUD 1945 Pasca Perubahan
I, II, III, dan IV?

1 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 43

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Zaman Hindia Belanda
Pada 30 Mei 1619, VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) datang merebut
pelabuhan Jakarta, pantai utara Pulau Jawa. VOC memperoleh sebuah pelabuhan
permanen dan galangan kapal untuk kegiatan perdagangan, pusat pemerintahan, dan
administrasi. Sejak itu, Batavia berkedudukan sebagai pemerintahan pusat VOC di
Asia. Di sana terdapat gubernur jenderal (gouverneur jendral) dan anggota Raad van
Ned-Indië (Dewan Hindia). Lembaga-lembaga pemerintahan pusat dan rumah para
pegawai Kompeni terpusat dalam Kasteel (Benteng) Batavia.2 Inventaris menyeluruh,
terutama arsip-arsip yang pada zaman VOC, disimpan dalam Kasteel.3
Pada RR 1836, pemerintah pusat Hindia Belanda ialah Gouverneur-Generaal,
wakil Raja Belanda yang diangkat dan diberhentikan Raja. Gouverneur-Generaal
menguasai, mengatur, dan mengurus Hindia Belanda di bawah pengawasan Raja.
Gouverneur-Generaal didampingi Raad van Ned-Indië yang diangkat dan diberhentikan
Raja. Raad van Ned-Indië sekaligus menjadi Dewan Penasihat Gouverneur-Generaal.4
Pada 1 Januari 1800, VOC diambil alih oleh pemerintah Bataafse Republiek
(selanjutnya menjadi Koninklijk Holand). Raja Belanda (Louis Napoleon) menunjuk
Daendels sebagai Gubernur Jenderal di Nusantara. Daendels bertugas menjaga
Nusantara (khususnya Pulau Jawa) dari serangan Inggris. Dari tugas tersebut, timbul
kebijakan-kebijakan, seperti kerja paksa/rodi pembuatan jalan Anyer-Panarukan,
Sumedang-Bandung, dan pangkalan angkatan laut di Banten. Dalam bidang
pemerintahan, Pulau Jawa terbagi menjadi sembilan karesidenan (prefektur). Dalam
bidang hukum, hukum Eropa diberlakukan dengan tetap memberlakukan hukum
pribumi jika tidak bertentangan dengan hukum Eropa. 5
Lembaga pemerintahan dan peradilan pada 1808-1811 di antaranya adalah
Algemene Rekenkamer (Badan Umum Pengawas Keuangan). Pada 1808, Daendels
2 Hendrik E. Niemeijer, ”Pengurus Pusat VOC dan lembaga-lembaga pemerintahan kota Batavia (1619-
1811) – sebuah pendahuluan”, Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta, 2007, hlm. 87.
3 Ibid.
4 123dok, ”Sejarah Singkat Konstitusi Hindia Belanda”, diakses dari http://text-
id.123dok.com/document/ky6m6n55q-sejarah-singkat-konstitusi-hindia-belanda.html pada tanggal 26
September 2021.
5 Maria Ulfah, “Sejarah Tata Hukum Indonesia”, slide 5.

3
membuat Generaal Rekenkamer van Indie. Berdasarkan ICW (UU Keuangan), General
Rekenkamer tidak lagi melaporkan hasil pemeriksaan keuangan ke gouvernur general,
melainkan ke parlemen belanda (staten general). Di Indonesia, General Rekenkamer
menjadi BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Ia mengawasi pendapatan dan
pengeluaran badan pemerintahan di Hindia Belanda, termasuk di tingkat lokal. 6
Selain itu, ada Raad van Justitie (Dewan Peradilan, 1620-1809) di daerah
Batavia (Jakarta), Semarang dan Surabaya. Tugas dan wewenang RvJ adalah lembaga
peradilan orang Eropa untuk perkara perdata dan pidana, lembaga peradilan harian
orang Cina yang menggugat perkara perdata, dan pengadilan banding. RvJ juga
memeriksa putusan pengadilan keresidenan dan landraad yang meminta banding.
Terakhir, Landraad, yaitu peradilan/majelis kehakiman untuk pribumi di Jawa,
Madura, kota kabupaten, dan beberapa kota lain. Landraad mengadili perkara perdata
maupun pidana. Landraad mengadili pribumi yang diperkenankan oleh UU dalam
tingkat pertama dan perkara banding yang diajukan regentschapsgerecht. Landraad
mengadili orang Cina dan TA lainnya dalam pidana. Dalam perdata, Landraad
mengadili tingkat pertama orang TA bukan Cina yang berlaku hukum adatnya. 7
Selain itu, Hindia Belanda mengalami transisi hukum, seperti masa Besluiten
Regerings, Regerings Reglement, dan Indische Staatsregeling (IS). Menurut IS 1925,
lembaga pemerintahan pusat Hindia Belanda terdiri atas Opperbestuur, Gouverneur
Generaal, Raad van Nederlands Indië, Volksraad, Raad van Nederlands Indië,
Hooggerechtshof, dan Algemene Rekenkamer. Opperbestuur adalah pemerintahan
tertinggi dipegang oleh Koning (Kroon)/Raja Belanda. Ia memegang kekuasaan
tertinggi atas Hindia Belanda. Volksraad atau Dewan Rakyat adalah badan parlemen
Hindia Belanda. Anggota Dewan menjabat empat tahun. Hooggerechtshof adalah
peradilan tertinggi di Hindia Belanda atau sekarang dikenal sebagai Mahkamah Agung.
2.2. UUD 1945 Periode I
Pada masa awal kemerdekaan, lembaga negara seperti MPR dan DPR belum
dapat dibentuk secara utuh mengingat sibuknya Indonesia dalam usaha
mempertahankan kemerdekaannya. Oleh sebab itu dibentuklah Komite Nasional
6 Hendrik E. Niemeijer, ”Pengurus Pusat VOC dan lembaga-lembaga pemerintahan kota Batavia (1619-
1811) – sebuah pendahuluan”, Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta, 2007.
7 R. Abdoel Djamali, “Pengantar Hukum Indonesia Edisi Revisi”, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005,
hlm. 33-40.

4
Indonesia Pusat pada tanggal 29 Agustus 1945 untuk membantu presiden. Dalam
sidang pleno KNIP ke-2 tanggal 16-17 Oktober 1945 yang diadakan di Jakarta,
diterbitkan Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945. Berdasarkan
isi dari maklumat tersebut, KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan
garis-garis besar haluan negara. KNIP sendiri merupakan cikal bakal dari terbentuknya
lembaga-lembaga perwakilan indonesia yakni MPR dan DPR. 8
Pada periode ini, UUD 1945 mengatur kedudukan lembaga tertinggi, lembaga
tinggi negara, serta hubungan antar lembaga lainnya. UUD merupakan hukum tertinggi
dan kedaulatan rakyat diberikan pada MPR. Kemudian, MPR mendistribusikan
kekuasaannya kepada lembaga tinggi yang lainnya yaitu, Presiden, Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), dan Mahkamah Agung (MA). Organisasi Lembaga Negara pada periode ini:
2.2.1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Pada masa ini, MPR adalah lembaga tertinggi menurut UUD 1945, pemegang,
dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Dengan kata lain, MPR diberikan
kekuasaan tak terbatas karena kekuasaan ada di tangan rakyat dan sepenuhnya
dilakukan oleh MPR. MPR berwenang membuat keputusan yang tidak dapat dibatalkan
termasuk menetapkan GBHN, meminta pertanggungjawaban Presiden/mandataris
mengenai pelaksanaan GBHN, menyelesaikan pemilihan dan mengangkat Presiden
serta Wakil Presiden, dan mencabut mandat dan memberhentikan Presiden.
2.2.2. Presiden
Pada masa ini, Presiden memegang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan
yudikatif. Presiden juga tidak diatur dan tidak ditentukan masa jabatannya serta tidak
ada mekanisme pemberhentian presiden sehingga presiden pada masa ini dapat
menjabat seumur hidup. Wewenang presiden adalah mengangkat dan memberhentikan
BPK, menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, menetapkan
peraturan pemerintah, dan mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri.
2.2.3. Dewan perwakilan Rakyat (DPR)

8 Nurul Huda, Hukum Lembaga Negara, Refika Aditama, Bandung, 2020, hlm 62.

5
Wewenang DPR pada masa UUD 1945 periode I, yaitu memberikan persetujuan
atas RUU, mengajukan rancangan UU, memberikan persetujuan atas PERPU, dan
memberikan persetujuan atas APBN
2.2.4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
BPK merupakan lembaga yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara. Anggotanya dipilih oleh DPR dengan pertimbangan
DPD dan diresmikan oleh presiden. Pasal 23 ayat 5 UUD 1945 menetapkan bahwa
untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu badan
pemeriksa keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang.
2.2.5. Mahkamah Agung (MA)
MA merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama dengan MK dan
bebas dari pengaruh cabang kekuasaan lainnya. MA membawahi badan peradilan
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama dan militer, serta
lingkungan peradilan tata usaha negara. MA berwenang dalam kekuasaan kehakiman
secara utuh karena merupakan lembaga kehakiman satu-satunya pada saat itu. 9
2.3. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949
Konstitusi RIS adalah konstitusi yang berlangsung di RIS sejak 27 Desember
1949 dikembalikan lagi menjadi negara kesatuan RI pada 17 Agustus 1950. Konstitusi
RIS merupakan hasil dari Konferensi Meja Bundar yang Merupakan hasil kesepakatan
tiga pihak, yakni Republik Indonesia; Majelis Permusyawaratan Federal (BFO); dan
Belanda. Kesepakatan tersebut disaksikan United Nations Commission for Indonesia
(UNCI) sebagai perwakilan PBB, disahkan sebagai UU landasan negara bersesuaian
dengan pembentukan RIS.
2.3.1 Presiden dan Wakil Presiden
Lembaga kepresidenan bersifat personal terdiri atas seorang presiden, yang
menjabat pada saat itu yaitu Soekarno dan yang menjabat sebagai Presiden Indonesia
yaitu Assaat. Presiden dipilih oleh Dewan Pemilih yang terdiri atas utusan negara-
negara bagian dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum menjalankan tugasnya, presiden
bersumpah dihadapan Dewan Pemilih. Konstitusi RIS mengatur posisi dan kekuasaan,

9 Nurul Huda, Hukum Lembaga Negara, Refika Aditama, Bandung, 2020, hlm 45-47.

6
tugas dan kewenangan, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan secara lebih
rinci. Hal yang mengatur tentang lembaga kepresidenan diatur didalam pasal.
2.3.2 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Pada saat awal kemerdekaan lembaga negara yang diamanatkan UUD 1945
belum dibuat. Sesuai pasal 4 tentang aturan peralihan dalam UUD 1945, maka
dibentuklah Komite Nasional Pusat (KNIP). Komite ini merupakan awal mula
terbentuknya badan legislatif di Indonesia. KNIP memiliki anggota berjumlah 150
anggota. KNIP sebagai MPR bersidang sebanyak 6 kali, saat mengerjakan DPR
dibentuk Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, Badan tersebut berhasil menyetujui
RUU 133 berdampingan dengan mosi, resolusi, usul dan lain-lain pada saat itu. Namun
pada masa ini tidak diketahui secara pasti bagaimana keberadaan DPR karena sedang
terjadi kekacauan politik, dimana fokus utama berada di pemerintah federal RIS.
2.3.3 Senat
Senat merupakan salah satu Legislatif yang berlaku pada saat itu. Memiliki 32
anggota, setiap negara bagian memiliki 2 perwakilan.
2.3.4 Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah Agung Republik Indonesia Serikat sebagai Pengadilan Tertinggi
pada saat itu, sedangkan Badan-Badan pengadilan lain menjadi urusan masing-masing
negara bagian. Undang-Undang yang mengatur Mahkamah Agung Republik Indonesia
Serikat adalah Undang-Undang No. 1 tahun 1950 tanggal 6 Mei 1950 (l-N. tahun 1950
No. 30) yaitu tentang Susunan dan Kekuasaan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Serikat yang mulai berlaku tanggal 9 Mei 1950.
2.3.5 Dewan Pengawas Keuangan (DPK)
Terbentuknya Dewan Pengawas Keuangan di Bogor yang merupakan salah satu
alat perlengkapan negara RIS, lokasinya di bekas kantor Algemene Rekenkamer pada
masa pemerintahan Netherland Indies Civil Administration (NICA) Ketua Dewan
Pengawas Keuangan pada periode tersebut yaitu R. Soerasno sejak tanggal 31
Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa
Keuangan di Yogyakarta.

2.4. Undang-Undang Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950)

7
Pada masa UUDS 1950, Indonesia kembali dengan struktur organisasi lembaga
unikameral, yaitu sistem parlemen yang hanya mengenal satu kamar atau badan.
Sistem unikameral tidak mengenal majelis tinggi dan rendah. Periode pembagian
kekuasaan masa UUDS adalah 17 Agustus 1950-5 Juli 1959 menurut UUDS Pasal 44.
2.4.1. Presiden dan Wakil Presiden
Berdasarkan Pasal 51 UUDS 1950, Presiden menunjuk seorang atau beberapa
orang membentuk kabinet setelah itu sesuai dengan anjuran pembentuk kabinet
presiden mengangkat seseorang menjadi perdana menteri dan mengangkat mentri-
menteri yang lain. Sebagai kepala negara berdasarkan Pasal 84 UUDS 1950, Presiden
berhak untuk membubarkan DPR.
2.4.2. Menteri-menteri
Berdasarkan UUDS 1950, Presiden dapat membentuk kementerian-kementerian.
Menteri-menteri ini bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik
bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-
sendiri. Pada saat itu, menteri-menteri mengadakan sidang dewan menteri yang akan
diketuai oleh perdana menteri untuk merundingkan kepentingan umum indonesia.
2.4.3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Kekuasaan legislatif dipegang oleh DPR. Berdasarkan Pasal 56 UUDS 1950,
DPR mewakili seluruh rakyat Indonesia dan jumlah anggotanya ditetapkan berdasarkan
perhitungan setiap 300.000 jiwa penduduk WNI mempunyai seorang wakil. DPR dipilih
untuk 4 tahun masa jabatan. Keanggotan DPR tidak dapat dirangkap oleh lembaga lain
agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pembagian kekuasaan. DPR berhak
mengajukan usul UU kepada pemerintah dan mengadakan perubahan-perubahan
dalam usul UU yang diajukan oleh pemerintah pada DPR. Apabila akan mengusulkan
UU maka mengirimkan usul itu untuk disahkan pemerintah kepada Presiden.
2.4.4. Mahkamah Agung (MA)
Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh MA. Berdasarkan Pasal 105 Ayat 1 UUD
1950, MA adalah pengadilan negara tertinggi. Sebagai lembaga yudikatif atau
pengawas dari pelaksanaan UUDS, MA diangkat untuk seumur hidup. Berdasarkan
Pasal 79 Ayat (3) dan (4) UUDS 1950, MA dapat dipecat atau diberhentikan menurut
cara dan ditentukan oleh undang-undang. Sebagai pengawas atas perbuatan

8
pengadilan lain, MA bertugas memberi nasihat kepada Presiden dalam pemutusan
pemberian hak grasi. Maka dari itu, dalam UUDS terdapat hubungan antarlembaga
negara maupun lembaga negara dengan rakyat sendiri.
2.4.5. Dewan Pengawas Keuangan (DPK)
Tidak hanya MA, Dewan Pengawas Keuangan (DPK) menjalankan kekuasaan
yudikatif. DPK memiliki tugas dan kewajiban dalam memeriksa Keuangan Negara.
2.5. UUD 1945 periode II
2.5.1. Periode 1959-1966
Ketidakberhasilan Badan Konstituante dalam menetapkan UUD baru sebagai
pengganti UUDS 1950 melahirkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 oleh
Presiden Soekarno yang menjadi awal lahirnya demokrasi terpimpin dimana seluruh
keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara, yaitu Presiden Soekarno.
Dengan diberlakukan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dibentuk beberapa lembaga negara: 10
2.5.1.1. MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara)
MPRS merupakan lembaga negara yang sifatnya sementara yang telah lama
dibubarkan dan merupakan cikal bakal terbentuknya MPR. Berbeda dengan MPR yang
sekarang, MPRS dulunya memiliki fungsi untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden
karena demokrasi terpimpin yang dianut kala itu. Anggota MPRS terdiri dari anggota
DPR-GR dengan ditambah utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan.
2.5.1.2. DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara)
Lembaga DPAS pada waktu itu diketuai langsung oleh Presiden Soekarno dengan
wakil ketua yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Tugas DPAS pada
dasarnya yaitu melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap apa yang diusulkan dan
pertimbangan yang telah diberikannya. Namun, fungsinya sendiri pada masa itu dapat
dikatakan dalam keadaan beku, artinya tidak berlaku lagi namun masih berjalan. 11
2.5.1.3. DPR-GR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong)

10 Danang Risdiarto, "Legalitas Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Pengaruhnya Bagi Perkembangan
Demokrasi di Indonesia", Jurnal Legislasi Indonesia 15(1), 2018, hlm. 11-20.
11 Kevin Denowarsyah Widayaputra, dkk, "Perbandingan kedudukan fungsi & tugas susunan
keanggotaan Dewan Pertimbangan sebelum dan setelah amandemen ke 4 Undang-Undang Dasar 1945
= Comparison of positions & functions duties arrangement membership of the advisory council before and
after the fourth amendment of Undang-Undang Dasar 1945", Universitas Indonesia, Depok, 2014.

9
Anggota DPR-GR terdiri dari golongan politik dan golongan karya. Berdasarkan
pasal 6 UU No. 10 tahun 1966, hak-hak dari DPR-GR agar dapat menjalankan
fungsinya, antara lain mengajukan pertanyaan bagi masing-masing anggota, meminta
keterangan (interpelasi), mengadakan penyelidikan (angket), mengadakan perubahan
(amandemen), mengajukan usul pernyataan pendapat lain, dan menganjurkan
seseorang jika ditentukan oleh suatu perundang-undangan.
2.5.2. Periode 1966-1998
Masa orde baru, tahun 1966-1998, merupakan pemisahan dari masa
pemerintahan Soekarno dan masa pemerintahan Soeharto. Masa sebelum amandemen
dan masa reformasi. Pada masa ini lembaga negara yang menjabat antara lain:
2.5.2.1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Sebelum amandemen, MPR merupakan lembaga negara tertinggi yang diberikan
kekuasaan tak terbatas.12 MPR memiliki wewenang antara lain membuat putusan yang
tidak dapat ditentang oleh lembaga negara lain, termasuk menetapkan Garis-Garis
Besar Haluan Negara (GBHN) yang pelaksanaannya dimandatkan kepada Presiden.
MPR juga bisa mengangkat Presiden dan Wakilnya. Serta memberhentikan presiden
bila melanggar GBHN. Selain itu, MPR dapat mengubah UUD.
2.5.2.2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
DPR merupakan lembaga yang anggotanya dipilih melalui pemilu. DPR memiliki
tugas dan wewenang mengajukan rancangan UU, memberikan persetujuan Peraturan
Perundang-undangan (Perpu), memberikan persetujuan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).
2.5.2.3. Presiden
Presiden merupakan kepala negara dan pemerintahan yang memiliki kekuasaan
untuk menjalankan pemerintahan. Presiden berwenang memegang posisi dominan
sebagai mandataris MPR; memegang kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif;
mengangkat dan memberhentikan anggota BPK; menetapkan Peraturan Pemerintah
(PP); dan Presiden juga mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri.
2.5.2.4. Mahkamah Agung (MA)

12 R. A. Kusumah, Rekonseptualisasi Kewenangan MPR Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pada


Masa Reformasi, Doctoral dissertation, Universitas Islam Indonesia, 2019, hlm. 65.

10
Pada masa ini, MA memegang kekuasaan kehakiman. Lembaga MA bersifat
mandiri, tidak boleh diintervensi, atau dipengaruhi oleh cabang kekuasaan lainnya. 13
MA sebelum amandemen berwenang mengadili tingkat kasasi, menguji peraturan
perundang-undangan, mengajukan tiga orang hakim konstitusi, dan lain-lain.
2.5.2.5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
BPK bertugas untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara. Hasil
dari pemeriksaan keuangan tersebut kemudian dilaporkan kepada DPR. 14
2.5.2.6. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
DPA memiliki kewajiban untuk memberi jawaban terhadap pertanyaan Presiden.
DPA juga serta berhak untuk mengajukan usulan kepada pemerintah. 15
2.6. UUD NRI 1945 (1999-sekarang)
Indonesia mereformasi dan mengamandemen UUD 1945 saat tumbangnya
rezim Orde Baru tahun 1998 atau disebut juga reformasi politik. 16 Sejak reformasi
politik, UUD 1945 mengalami empat kali amandemen.
2.6.1. Perkembangan Pasca Amandemen I
Pada 19 Oktober 1999, UUD 1945 pertama kali diamandemen melalui Sidang
Umum MPR tahun 1999.17 Dalam sidang ini, MPR mengubah sembilan pasal UUD
1945, yaitu pasal 5(1), 7, 9, 13(1) dan (2), 14, 15, 17(2) dan (3), 20, dan 21. Pasca
perubahan, Indonesia menganut pemisahan kekuasaan dengan sistem checks and
balances yang lebih fungsional.18 Format kelembagaan RI menjadi: MPR, DPR, dan
DPD sebagai Parlemen Indonesia; MK dan MA sebagai pemegang kekuasaan
kehakiman; dan Presiden dan Wakil Presiden sebagai kepala pemerintahan eksekutif. 19

13 Ibid, hlm 66.


14 Ibid, hlm 67.
15 Ibid.
16 H. Ismail M, “Analisis Perubahan Struktur Lembaga Negara dan Sistem Penyelenggaraan Kekuasaan
Negara Republik Indonesia Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 Sebelum dan Sesudah
Amandemen”, Jurnal UNMAS 13(2), Mataram, 2019, hlm. 261.
17 H. Mu’min Ma’ruf, “Lembaga-lembaga Negara Pasca Amandemen UUD 1945”, Jurnal Visioner 4(2),
Jatinangor, 2010, hlm 3.
18 Asri Agustiwi, “Keberadaan Lembaga Negara Pasca Amandemen Undang-undang Dasar 1945 di
Indonesia”, RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA 8(1), Surakarta, 2014, hlm. 4.
19 Ernawati Munir, Laporan Akhir Pengkajian Hukum Tentang Hubungan Lembaga Negara Pasca
Amandemen UUD 1945, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Badan Pembinaan Hukum
Nasional, Jakarta, 2005, Hlm. 19.

11
Tugas dan kewenangan masing-masing harus terkait dengan lembaga mitra kerjanya,
seperti BPK terkait dengan DPR dan DPD, sedangkan KY dengan MA.
2.6.2. Perkembangan Pasca Amandemen II
Pada 18 Agustus 2000, amandemen kedua UUD 1945 dilakukan dalam Sidang
Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2000. MPR mengubah atau
menambah 25 pasal dan 5 bab.20 Amandemen ini menegaskan otonomi daerah dan
hak-hak sekaligus keanggotaan DPR. Berdasarkan pasal 18 UUD 1945, kekuasaan
pemerintah pusat diserahkan pada pemerintahan daerah melalui otonomi daerah.
Berdasarkan pasal 19, anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum, susunan DPR
diatur dengan UU, dan DPR bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
2.6.3. Perkembangan Pasca Amandemen III
Pada 3-9 November 2001, amandemen ketiga UUD 1945 dalam Sidang
Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2001. MPR mengubah atau
menambah 23 pasal dan 3 bab. Materi penting sidang ini adalah penerimaan pasal
tentang pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat yang terdapat pada pasal 6A,
penerimaan pasal tentang pemberhentian presiden jika tidak dapat melakukan
kewajiban dalam masa jabatan yang terdapat pasal 8, pemilihan umum, dan pasal-
pasal pembentukkan lembaga-lembaga baru telah disetujui oleh DPD, MK, dan KY.
2.6.4. Perkembangan Pasca Amandemen IV
Pada tanggal 1-11 Agustus 2002, amandemen keempat UUD 1945 dalam
Sidang Tahunan MPR tahun 2002. Pada sidang ini, perubahan yang terpenting yang
dicapai dalam sidang tersebut adalah perubahan UUD 1945 ini adalah MPR yang terdiri
dari DPR dan DPD. Pada pemilihan presiden putaran ke-2 akan dikembalikan pada
rakyat bila pada putaran pertama tidak ada calon yang memenuhi persyaratan dalam
memperoleh suara, akan adanya penghapusan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan
penghapusan penjelasan UUD 1945.

20 H. Mu’min Ma’ruf, “Lembaga-lembaga Negara Pasca Amandemen UUD 1945”, Jurnal Visioner 4(2),
Jatinangor, 2010, hlm 3.

12
BAB III
KESIMPULAN
Munculnya suatu lembaga negara berawal dari zaman VOC yang melakukan
penaklukan di Jakarta atau Batavia. Setelah dimulainya era kepemimpinan Daendels
timbul lembaga yang memiliki tugas seperti: badan umum pengawas keuangan, dewan
peradilan, pengadilan untuk golongan pribumi. Pada masa transisi, dikemukakan
Volksraad/dewan rakyat, peradilan tertinggi, dan dewan peradilan.
Setelah Indonesia merdeka, tercipta UUD 1945 periode I (1945-1949). UUD
dijadikan hukum tertinggi negara dan memberikan kedaulatan rakyat kepada MPR.
MPR mendistribusikan kekuasaannya kepada Lembaga tinggi lainnya seperti; Presiden,
DPR, DPA, BPK, MA, yang memiliki tugasnya masing-masing.
Era RIS tahun 1949, tercipta hasil kesepakatan dalam KMB yang menjaga UUD
1945 melalui piagam konstitusi RIS. Piagam Konstitusi RIS ini menyatakan bahwa
Indonesia merupakan bentuk federasi yang kedaulatannya dilaksanakan oleh DPR dan
Senat ini ditandatangani oleh pemimpin dari 16 daerah di Indonesia.
Pada era UUDS 1950, struktur organisasi lembaga menjadi sistem parlemen
yang hanya mengenal satu badan saja. Terdapat beberapa pasal dalam UUDS 1950
yang mengatur Lembaga-Lembaga negara dengan tujuan untuk memajukan bangsa,
Lembaga negara yang dimaksud adalah Presiden dan Wakil presiden, Menteri-menteri,
DPR, MA, dan DPK.
Pada era UUD 1945 periode II (1959-1966), terbentuk beberapa lembaga seperti
MPRS, DPAS, dan DPR-GR. Sedangkan pada periode 1966-1998, MPR memiliki
kekuasaan tertinggi yang tak terbatas, DPR mempunyai tugas mengajukan rancangan
UU, dan presiden menjadi kepala negara dan memegang posisi untuk menguasai
Lembaga negara lainnya yaitu: MA, BPK, dan DPA.
Pada masa UUD NRI 1945 atau masa Reformasi, mekanisme politik menjadi
checks dan balances, ditegaskannya prinsip otonomi daerah dan penegasan hak-hak
keanggotaan DPR, pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat, pemberhentian
presiden, dan MPR terdiri dari DPR dan DPD.

13
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ginandjar Kartasasmita, 30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara
RI, Jakarta, 1986
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2006.
Nurul Huda, Hukum Lembaga Negara, Refika Aditama, Bandung, 2020.
R. Abdoel Djamali, “Pengantar Hukum Indonesia Edisi Revisi”, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2005.
R. A. Kusumah, Rekonseptualisasi Kewenangan MPR Dalam Sistem Ketatanegaraan
Indonesia Pada Masa Reformasi, Doctoral dissertation, Universitas Islam
Indonesia, 2019.
ARTIKEL JURNAL
Asri Agustiwi, “Keberadaan Lembaga Negara Pasca Amandemen Undang-undang
Dasar 1945 di Indonesia”, RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA
8(1), Surakarta, 2014.
Danang Risdiarto, "Legalitas Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Pengaruhnya Bagi
Perkembangan Demokrasi di Indonesia", Jurnal Legislasi Indonesia 15(1), 2018
Ernawati Munir, Laporan Akhir Pengkajian Hukum Tentang Hubungan Lembaga
Negara Pasca Amandemen UUD 1945, Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 2005.
H. Ismail M, “Analisis Perubahan Struktur Lembaga Negara dan Sistem
Penyelenggaraan Kekuasaan Negara Republik Indonesia Berdasarkan Undang-
undang Dasar 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen”, Jurnal UNMAS 13(2),
Mataram, 2019.
H. Mu’min Ma’ruf, “Lembaga-lembaga Negara Pasca Amandemen UUD 1945”, Jurnal
Visioner 4(2), Jatinangor, 2010.
Hendrik E. Niemeijer, ”Pengurus Pusat VOC dan lembaga-lembaga pemerintahan kota
Batavia (1619-1811) – sebuah pendahuluan”, Arsip Nasional Republik Indonesia,
Jakarta, 2007.

14
Kevin Denowarsyah Widayaputra, dkk, "Perbandingan kedudukan fungsi & tugas
susunan keanggotaan Dewan Pertimbangan sebelum dan setelah amandemen
ke 4 Undang-Undang Dasar 1945 = Comparison of positions & functions duties
arrangement membership of the advisory council before and after the fourth
amendment of Undang-Undang Dasar 1945", Universitas Indonesia, Depok,
2014.
ARTIKEL SUMBER INTERNET
123dok, ”Sejarah Singkat Konstitusi Hindia Belanda”, diakses dari
http://text-id.123dok.com/document/ky6m6n55q-sejarah-singkat-konstitusi-
hindia-belanda.html, pada tanggal 26 September 2021.
Dwi Erianto, “Parlemen Indonesia dari Masa ke Masa”, diakses dari
https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/parlemen-indonesia-dari-
masa-ke-masa pada tanggal 26 September 2021.
BPK, “Sejarah BPK RI” diakses dari
https://www.bpk.go.id/menu/sejarah Pada tanggal 26 September 2021.
Sekertariat DPRD Buleleng, “Sejarah berdirinya DPR” diakses dari
https://dprd.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/sejarah-berdirinya-dpr-61
pada tanggal 26 Septemer 2021.
Perpustakaan MA RI, “Profil Mahkamah Agung Republik Indonesia” diakses dari
https://perpustakaan.mahkamahagung.go.id/assets/resource/ebook/10.pdf pada
tanggal 26 September 2021.
PK2 Unkris, “Republik Indonesia Serikat”, diakses dari
http://p2k.unkris.ac.id/id3/3065-2962/Republik-Ii-Pemerintahan-Negara-Federal-
Ris_29492_p2k-unkris.html pada tanggal 26 September 2021.
LAIN-LAIN
Maria Ulfah, “Sejarah Tata Hukum Indonesia”.

15

Anda mungkin juga menyukai