D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
KELOMPOK 6
KETUA:
NURHALIMAH TUSA’DIAH ( 1801110651)
ANGGOTA:
ANISA ARMAYANTI (1801110651)
FERREN CHIKA YOLANDA (1801112332)
NADIA SOFIANIS (1801111636)
REKA HAJRIA KUFA (1801111684)
SUCI RAHMADANI (1801124131)
YUNITA TRI SATIVA (1801110946)
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
C. Tujuan Makalah
Konstitusi Negara Indonesia adalah UUD 1945 yang untuk pertama kali
disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal
18 Agustus 1945. Dalam tatasusunan peraturan perundang-undangan Negara,
UUD 1945 menempati tempatan tertinggi. Menurut jenjang norma hukum,
UUD 1945 adalah kelompok aturan dasar / pokok Negara yang berada dibawah
Pancasila sebagai Norma Dasar.
1. Konstitusi yang Pernah Berlaku di Indonesia
a) Pembukaan
c) Penjelasan.
2) Bagian batang tubuh yang terdiri dari atas 6 bab, 197 pasal dan
lampiran.
a. Amandemen konstitusi
b. Pembaruhan konstitusi
Dalam hal amandemen konstitusi, perubahan yang dilakukan
merupakan addendum atau sisipan dari konstitusi yang asli. Konstitusi yang
asli tetap berlaku. Adapun bagian yang diamandemen merupakan atau
menjadi bagian dari konstitusinya.
Amandemen atas UUD 1945 dimaksudkan untuk mengubah dan
memperbaruhi konstitusi negara indonesia agar sesui dengan prinsip-prinsip
negara demokrasi. Dengan adanya amandemen terhadap UUD 1945 maka
konstitusi kita diharapkan semakin baik dan lengkap meyesuikan dengan
tuntutan perkembangan dan kehidupan dan kenegaraan yang demokratis.
UUD 1945 sebagai konstitusi atau hukum dasaar negara republik
indonesia juga haus mampu menyesuaikan dengan perkembangan dan
tuntutan. Untuk itu perlu dilakukan perubahan terhadap UUD 1945 yang sejak
merdeka sampai masa pemerintahan presiden soeharto belum pernah
dilakukan perubahan.
Tentang perubahan UUD dinyatakan pada pasal 37 UUD 1945 sebagai
berikut:
1. Unsur perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidam
majelis permusyawaratan rakyat apabila diajukan oleh sekurang-
kurangnya 1/3 dari jumlah anggota majelis permusyawaratan
2. Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan
ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta
alasannya.
3. Untuk mengubah asal-asar UUD, sidang majelis permusyawaratan rakyat
diadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota majelis
permusyawaratan rakyat.
4. Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 50% ditambah satu anggota dari seluruh anggota
majelis permusyawaratan rakyat.
5. Khusus mengenai bentuk negara kesatuan republik indonesia tidak dapat
dilakukan perubahan.
tersebut tertuang dalam putusan MPR tentang UUD 1945 dan perubahannya.
Putusan MPR tersebut tidak menggunakan nomor putusan majelis. Hal inin
berbeda dengan jenis putusan majelis lainnya, yaitu ketetapan majelis dan
keputusan majelis yag menggunakan nomor keputusan majelis.
Dengan amandemen tersebut maka konstitusi negara indonesia UUD
1945 menjadi lebih lengkap dan bertambah jumlah pasal-pasalnya. Jumlah
keseluruhan pasal yang diubah dari perubahan perama sampai keempat ada
73 pasal. Namun jumlah nomor pasal tetap yaitu 37 tidak termasuk aturan
peralihan dan aturan tambahan. Perubahan diakukan dengan cara
menambahkan huruf A, B, C, dan seterusnya setelah nomor pasal (angkanya).
Misalnya pasal 28, kemudian pasal 28A, pasal 28B dan seterusnya.
UUD 1945 sekarang ini hanya terdiri atas dua bagian, yaitu bagian
pembukaan dan bagian pasal-pasal. Bagian pembukaan pada umumnya berisi
pernyataan luhur dan cita-cita dari bangsa yang bersangkutan. Namun tidak
semua konstitusi negara meiliki bagian pembukaan ini. Konstitusi malaysia,
singapure, dan australia tidak memiliki bagian pembukaan. Contoh konstitusi
negara yang memiliki bagian pembukaan adalah konstitusi jepang, india, dan
amerika serikat.
C. . Sistem Ketatanegaraan Indonesia
2. Bentuk Pemerintahan
dipilih oleh Majelis Federal (parlemen). Jumlah menteri termasuk presiden dan wakil
presiden hanya tujuh orang. Hal ini merupakan salah satu kelebihan Swiss dalam
meminimalkan jumlah kabinet sehingga dapat menghemat pengeluaran negara.
Sumber daya manusia di Swiss benar-benar dioptimalkan untuk membangun negara.
3. Bentuk Negara
Menurut Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 amandemen dinyatakan bahwa bentuk negara
Indonesia adalah negara kesatuan. Sedangkan bentuk negara Swiss adalah negara
Serikat/Federal semenjak tahun 1848 karena Swiss mengadopsi konstitusi Federal.
Lepas dari perbedaan bentuk negara pada dasarnya terdapat persamaan antara negara
serikat/federal dan negara kesatuan yaitu bersistem desentralisasi, Pemerintah pusat
sebagai pemegang kedaulatan ke luar, Sama-sama memiliki hak mengatur daerah
sendiri (otonomi). Hal yang membedakannya ialah mengenai asal-asul hak mengurus
rumah tangga sendiri itu. Pada negara bagian, hak otonomi itu merupakan hak aslinya,
sedangkan pada daerah otonom di negara kesatuan, hak itu diperoleh dari pemerintah
pusat.
4. Sistem Pemerintahan
Meskipun kesepakatan dasar dalam Konstitusi Indonesia yang terakhir
berupa UUD 1945 Amandemen Keempat salah satunya adalah
mempertegas sistem pemerintahan presidensiil namun pada kenyataannya
konstitusi UUD 1945 Amandemen Keempat justru memperkuat kedudukan
DPR (bagian dari parlemen) sebagai lembaga legislatif dan membatasi
kewenangan presiden. Hal ini menyebabkan sistem pemerintahan di
Indonesia menjadi tidak jelas. Apabila telah sepakat untuk mempertegas
sistem pemerintahan presidensiil maka dalam konstitusi Indonesia harus
diatur kembali mengenai sistem pemerintahan presidensiil yang murni
sehingga penataan hubungan dan kewenangan antara legislatif dan eksekutif
menjadi lebih jelas. Berbeda dengan sistem pemerintahan di Swiss yang
menggunakan sistem pemerintahan Kolegial tampak lebih stabil dengan
kepemimpinannya secara bersama-sama oleh tujuh dewan federal termasuk
di dalamnya presiden dan wakil presidennya. Seluruh anggota Dewan
Federal dianggap sebagai Kepala Negara kolektif.
Menurut C.F Strong terdapat lima kriteria untuk melihat bentuk Negara yaitu:6
b. Melihatbangunannegaraituapakahianegarakesatuanataunegaraserikat.
c. Melihatbagaimanakonstitusinya.
d. Mengenaibadaneksekutifapakahiabertanggungjawabkepadaparlemenatautidakataudisebu
t kanbadaneksekutif yang sudahtentujangkawaktunya.
e. Mengenaisusunandankedudukanbadanperwakilannya.
Berikut perbandingan konstitusi antara Negara Indonesia dan Negara Republik Korea
Selatan berdasarkan bentuk negaranya:
1) Konstitusi Indonesia
Bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, hal tersebut berdasarkan pada Pasal 1 ayat
e. UUD 1945 yang berbunyi: “negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk
republik.” penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan berdasar pasal 18 UUD 1945 yang
Bentuk negara yang dimiliki oleh Indonesia dan Korea Selatan adalah Kesatuan, yang
membedakan adalah Korea selatan menganut system republic demokratis, Menekankan pada
kebebasan individu dengan mengabaikan kepentingan umum, kekuasaan pemerintah dibatasi
oleh undang-undang. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri dan
Presiden menjabat sebagai kepala negara.
Menurut Duguit, jika seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau
keturunan maka bentuk negaranya adalah monarchie dan kepala negaranya disebut raja atau
ratu, apabila kepala negara dipilih melalui suatu pemilihan umum untuk masa jabatan yang
ditentukan maka bentuk negaranya adalah republik dan kepala negaranya adalah seorang
Presiden. SedangkanAristoteles menjelaskan bahwa bentuk Negara republic dapat dilihat dari
criteria sifat pemerintahan negara, dimana repubik senantiasa memperhatikan kepentingan
umum atau rakyat dan tidak hanyak ditunjuk kepntingan pemegang kekuasaan saja.Sehingga
dapat disimpulkan bahwa Negara republic adalah suatu bentuk Negara atau pemerintahan
yang dikepala oleh seorang presiden dimana pemerintah senantiasa mendahulukan
kepentingan rakyat dari pada kepentingan sang penguasa itu sendiri.
Mengenai muatan atau isi dari suatu konstitusi menurut Mr. J.G Steenbeek,
sebagaiman dikutip sri soemantri dalam desertasinya menggambarkan secara lebih jelas apa
yang seharusnya menjadi isi dari konstitusi. Pada umumnya suatau konstitusi berisi tiga hal
pokok, yaitu:
Pertama: adanya jamiminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negaranya,
Kedua: ditetapkan susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental, Ketiga:
adanya pembagian dan pembatasan kekusaan tugas dan ketatanegaran yang juga bersiafat
fundamental
b) Kekuasaan Legislatif
Kekuasaan legeslatif dalam konsitusi negara Indonesia dipegang oleh tiga lembaga
yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan
Pewakilana Daerah (DPD), dan yang kesemuanya memiliki kewenangan berbeda dalam
menjalankan kekeuasaan legeslatif serta Badan Pengawas Keuangan (BPK)
c) Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan yudikatif dalam UUD NKRI 1945 dijalankan oleh lembaga Mahkamah
Agung (MA) dan Mahkamah Kostitusi (MK) serta Komisi Yudisial (KY).
kenegaraan Korea Selatan dalam Korea (Republic of)'s Constitution of 1948
Struktur with Amendments through 1987
d) Kekuasaan Eksekutif
Lembaga Eksekutif di Korea Selatan dijalankan oleh seorang Presiden yang dipilih
berdasarkan hasil pemilihan umum untuk masa jabatan lima tahun dengan sekali masajabatan
dan setelahnya tidak dapat dipilih kembali dan dibantu oleh Perdana Menteri (PM) yang
ditunjuk oleh presiden dengan peretujuan The National AssemblyMajelis Nasioanal (MN).
Dalam menjalankan kekuasaan eksekutif tersebut Presiden sebagai kepala negara dan
perdana menteri sebagai kepala pemerintahan dan dibantu oleh State Council Dewan Negara
(DN).8
b) Kekuasaan Legislatif
Kekuasaan Legeslatif di korea selatan dipegang dan dijalankan oleh The National
Assembly Majelis Nasional, lembaga legeslatif di korea selatan ini menganut sistem satu
kamar hal ini dikaranakan hanya satu lembaga negara yang mempunyai kewenanang dalam
bidang legeslatif yaitu Majelis Nasional dengan masa jabatan empat tahun. Majelis Nasional
dipimpin oleh salah satu orang ketua dan dua orang wakil ketua yang dipilih para anggota
MN, anggota MN tidak boleh kurang dari 200 orang.
c) Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan yudikatif di korea selatan hampir sama dengan di Negara Indonesia, yakni
dipegang oleh dua lembaga the Supreme Court Mahkamah Agung (MA), dan The
Constitution Court Mahkamah Konstitusi (MK), yang keduanya memiliki kewenangan
berbeda dalam menjalankan fungsi yudikatif.
Perbandingan Hak Asasi Manusia antara Indonesia dengan Korea selatan dapat dijabarkan
bahwa Indonesia sebagai negara demokratis melihat HAM tidak semata-mata bersifat
individual melainkan terkait dengan kewajiban sosial warga negara sehingga menurut
tafsiran hukum Indonesia, HAM tidak akan dapat dilaksanakan jika tidak disertai kewajiban
asasi. Penggunaan istilah HAM juga tidak ditemukan secara eksplisit dalam pembukaan,
batang tubuh maupun penjelasannya. Pada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
hanya dicantumkan hak dan kewajiban warga negara. Pendapat itu didukung oleh Mahfud
MD, yaitu:9
“UUD NRI Tahun 1945 tidak berbicara apapun tentang HAM universal kecuali dua
hal yaitu sila keempat Pancasila yang meletakkan asas kemanusiaan yang adil dan beradab
dan Pasal 29 yang menderivasikan jaminan kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk
agama dan beribadah. Selebihnya UUD NRI Tahun 1945 hanya berbicara tentang hak warga
negara atau HAM partikularistik. Antara HAM dan Hak Warga Negara adalah suatu hal yang
berbeda, HAM mendasarkan diri pada paham secara kodrati manusia yang tidak bisa
dipindah sedangkan hak warga negara hanya diperoleh ketika seseorang memiliki status
sebagai warga negara. Hal ini memberi kesan bahwa Pembukaan dan batang tubuh UUD NRI
Tahun 1945 tidak memberikan perlindungan HAM tetapi lebih memiliki keinginan untuk
membatasi HAM, hanya mengenai sekadar hak warga negara yang itupun ditentukan dalam
UU yang dibuat oleh Lembaga legislatif”.
Dimasukannya ketentuan tentang HAM kedalam beberapa pasal UUD NRI Tahun
1945 setelah perubahan meskipun tidak terdapat istilah HAM pada bab-bab konstitusi apabila
dicermati rumusan HAM itu sebagai contoh terdapat dalam Pasal 28 UUD 1945 setelah
perubahan yang berbunyi “kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan ditetapkan dengan undang-undang” dari rumusan tersebut dapat
ditafsirkansecara tekstual bahwa HAM adalah suatu hak yang ditetapkan oleh undang-undang
dan tanpa hukum positif tidak ada HAM apabila penafsiran tekstual itu dianut maka HAM
dapat direduksi menjadi hak yang ditetapkan oleh UU.
Dimuatnya ketentuan tentang HAM secara terbatas dan dibatasi dengan UU mengakibatkan
terjadinya reduksi oleh pembuat UU sehingga warga negara seolah-olah mendapat sisa hak
yang diambil oleh pemerintah, bukan sebaliknya dan itu cenderung bersifat ambigu, maka
dari itu perlindungan terhadap HAM sering terjadi persoalan, dimana HAM secara pribadi
dilanggar dengan alasan yang paling dipentingkan terlebih dahulu adalah hak masyarakat
sebagai satu keesatuan yang berlindung dalam kata “kepentingan umum” sementara ukuran
kepentingan umum tidak pernah jelas seperti apa sehingga identik dengan kepentingan
pemerintah.
Korea Selatan juga merupakan suatu negara kesatuan dimana hak asasi manusia juga
diakui dan di lindungi oleh negara yang dalam penulisan ini akan dibagi menjadi hak sipil
dan hak politik serta hak ekonomi, hak sosial dan hak budaya yang telah dijamin pada
konstitusi Korea Selatan Tahun 1987, yaitu:
Hak sipil
Hak asasi
Hak privasi
Hak Politik
f) Hak pilih
Hak Ekonomi
Hak Sosial
Hak untuk memiliki properti, hak Pendidikan, hak untuk hidup yang layak dan hak
atas kesehatan
Hak Budaya
Bentuk konstitusi yang pada umumnya dipahami ialah konstitusi tertulis atau
konstitusi tidak tertulis. Namun menurut C.F. Strong, pembedaan konstitusi yang demikian
merupakan pembedaan yang keliru. Dasar pembagian yangsebenarnya dilihat dari bentuk
konstitusi itu sendiri adalah apakah konstitusi itufleksibel ataukah kaku. Seluruh dasar
pembedaan ini terletak pada apakah prosespembuatan-hukum konstitusional sama atau
tidak dengan proses pembuatan hukum biasa.
konstitusi lain dua atau tiga bahkan keempatnya diperhatikan. Bisa jadi ada beberapa
konstitusi yang “kaku” yang proses amandemennya tidak bisa dijelaskan secara substansial
oleh satu atau lebih darikeempat pertimbangan diatas.
Perubahan konstitusi di Indonesia diatur dalam Pasal 37 UUD NKRI Tahun 1945.
Dalam pasal tersebut dijelaskan terkait pihak yang diberi kewenangan, aturan dalam
melakukan perubahan, serta larangan dalam proses perubahan. Jika dikaitkan dengan cara
perubahannya maka UUD NKRI Tahun1945 dapat dimasukan sebagai undang-undang
dasar yang kaku, sebab untuk mengubahnya tidak dapat dilakukan dengan cara perubahan
undang-undang biasa. Hal ini di karenakan bahwa usulan perubahan Undang-Undang Dasar
dalam proses sidang yang diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari anggota Majelis
Permusyawaran Rakyat. Selain perubahan untuk mengubah Undang-Undang Dasar, harus
dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sedangkan untuk mengubah Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan dari
sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis
Permusyawatan Rakyat.
Perubahan atas konstitusi Korea Selatan yang terdapat dalam Pasal 128, Pasal 129,
dan Pasal 130, berbunyi bahwa perubahan konstitusi, dalam proses mengamendemenkan
konstitusi mayoritas dari anggota Majelis Nasional atau Presiden mengajukan usulan
amandemen terhadap konstitusi sebelum dihadapkan ke publik oleh Presiden selama dua
puluh hari atau lebih. Majelis Nasional dalam memutuskan amandemen yang sudah
diajukan dalam waktu enam puluh hari setelah pengumuman publik, dan Majelis Nasional
membutuhkan waktu untuk mendapatkan suara serentak dari dua pertiga atau lebih dari
anggota Majelis Nasional.
UUD 1947 mengatur tiga kekuasaan tertinggi, yaitu, kekuasaan eksekutif dipegang oleh
kabinet (naikaku), kekuasaan legislatif dipegan oleh parlement (Diet, Kokkai) dan
kekuasaan kehakiman dipegang oleh MA (Saikou-Saibansho). Ketiga kekuasaan ini
adalah serata di depan UUD, salah satu bukti keserataan ini adalah gaji, yaitu gajinya
perdana menteri, ketua Diet dan ketua MA sama.(Gaji menteri-menteri, wakil ketua
Diet dan hakim agung juga sama.)
-Pemerintahan Daerah
Baik Kepala daerah (governer provinsi dan wali kota) dipilih, maupun parliament
daerah dipilih oleh pemilihan warga setempat (pasal 93). Maka hubungan kepala daerah
dan perliament daerah mirip dengan hubungan presiden dan congress di AS. Ada juga
sistem recall (warga boleh mengajukan motif referendum untuk menyingkir baik kepala
maupun parliament daerah). Pembagian kekuasaan dan pengawasan terhadap kekuasaan
lebih nyata di pemerintahan daerah. Maka, pemerintahan daerah Jepang sering diacu
sebagai "skolah demokrasi".
DAFTAR PUSTAKA
Effendi Suryani & Kaswan, Pancasila dan Ketahanan Jati Diri Bangsa, Bandung: PT
Refika Aditama, 2015.Kaelan, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Pergerian Tinggi ,
Yogyakarta:Paradigma, 2016.Lubis Maulana Arafat, Pembelajaran PPKn di SD/MI, Medan:
AKASHASAKTI, 2018.Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan
Kuliah diPerguruan Tinggi, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2007.