Anda di halaman 1dari 14

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum Tata Negara
Dosen Pengampu: M. SIGIT ISMAIL, S.H.,M.H.,,

Disusun Oleh :
Daniel Faeza Letra – 211000143

KELAS D

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PASUNDAN
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’ alikum Warahmatullahi Wabarakatuh.segala puji bagi Allah SWT,


yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan
dan kesehatan sehingga penyusun dapat meneyeselaikan makalah mata kuliah
Hukum Tata Negara dengan judul “ Majelis Permusyawaratan Rakyat” Kemudian
shalawat serta salam kita sampaikan kepada nabi besar kita Muhammad SAW.
yang telah meberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’ an dan sunnah untuk
keselamatan umat di dunia.

Bandung, 11juni 2022

.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 4
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 5
1.3. Tujuan ....................................................................................................... 5
1.4. Manfaat ..................................................................................................... 5
BAB II ..................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 6
2.1 Dewan Perwakilan Rakyat ...................... Error! Bookmark not defined.
2.1.1. Sejarah Dpr ............................................................................................ 6
2.2 Pengaruh Dewan Perwakilan Rakyat di indonesia ...................................... 11
BAB III ................................................................................................................. 13
PENUTUPAN ....................................................................................................... 13
3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) secara konseptual memegang tiga
peran yang penting. Diantaranya yang pertama, sebagai agen perumus agenda
bagi masyarakat yang diwakilinya. Kedua, DPRD berperan sebagai lembaga
yang mengemban misi pengelolaan konflik dalam masyarakat. Ketiga, DPRD
adalah pengemban peran integratif dalam masyarakatnya. Peran perwakilan
rakyat yang diemban oleh DPRD bisa dimaknai sebagai peran keperantaraan,
dimana DPRD tidak hanya menjembatani antara pemerintah eksekutif dengan
masyarakat namun juga bisa menjembatani ketegangan berbagai segmen dalam
masyarakat yang saling memperjuangkan kepentingannya. Kewajiban anggota
DPRD juga diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah pasal 45 adalah : “Menyerap, menghimpun, menampung,
dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.DPRD mewakili kepentingan
masyarakat dan pembuat kebijakan.Setiap produk peraturan yang dibuat oleh
DPRD harus mewakili semua aspirasi masyarakat dan kepentingan yang
berkembang dalam masyarakat.DPRD sebagai lembaga legislatif mampu
menyadaripentingadanya keterwakilan kepentingan masyarakat dalam setiap
perumusan kebijakan danmenjaga kepercayaan yang diberikan oleh rakyat
sebagai pemangku kepentingan karena masyarakat mempunyai hak untuk
berpartisipasi dalam setiap perumusan kebijakan yang menyangkut
kelangsungan hidupmereka dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara”. Dalam menyelenggarakan otonomi daerah harus menjamin adanya
hubungan yang serasi antar masyarakat, Pemerintah Daerah, dan DPRD.Kinerja
penyelenggara otonomi daerah yaitu Pemerintah Daerah dan DPRD harus selalu
berorientasi pada peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat
dengan memperhatikan kepentingan dan aspiasi masyarakat luas.
1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas yaitu sebagai berikut:
1.2.1. Apa Sejarah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
1.2.2. Bagaimana Pengaruh Dpr di indoensia

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah sebagai berikut:
1.3.1. Untuk memahami Tentang Dpr
1.3.2. Untuk mengetahui Bagaimana Pengaruh Dpr di indonesia

1.4. Manfaat
1.4.1. Secara teoritis
Penyusunan yang dilakukan ini agar dapat digunakan
sebagai ilmu pengetahuan bagi masyarakat pada umumnya,
pengembangan ilmu hukum, serta mengetahui tentang bagaimana
Mpr itu di indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Dewan Perwakilan Rakyat


2.1.1. Sejarah Dpr
Masa awal kemerdekaan (1945–1949)
Pada awal kemerdekaan, lembaga-lembaga negara yang diamanatkan UUD 1945
belum dibentuk. Dengan demikian, Sesuai dengan pasal 4 aturan peralihan dalam
UUD 1945, dibentuklah Komite Nasional Pusat (KNIP). Komite ini merupakan
cikal bakal badan legislatif di Indonesia.

Anggota KNIP tersebut berjumlah 60 orang tetapi sumber yang lain menyatakan
terdapat 103 anggota KNIP. KNIP sebagai MPR sempat bersidang sebanyak 6
kali, dalam melakukan kerja DPR dibentuk Badan Pekerja Komite Nasional Pusat,
Badan Pekerja tersebut berhasil menyetujui 133 RUU di samping pengajuan mosi,
resolusi, usul dan lain-lain.

Masa Republik Indonesia Serikat (1949–1950)


Badan legislatif pada masa Republik Indonesia Serikat terbagi menjadi dua
majelis, yaitu Senat yang beranggotakan 32 orang, dan Dewan Perwakilan Rakyat
yang beranggotakan 146 orang (di mana 49 orang adalah perwakilan Republik
Indonesia-Yogyakarta).[3] Hak yang dimiliki DPR adalah hak budget, inisiatif,
dan amendemen, serta wewenang untuk menyusun RUU bersama pemerintah.[3]
Selain itu DPR juga memiliki hak bertanya, hak interpelasi dan hak angket,
namun tidak memiliki hak untuk menjatuhkan kabinet.[3] Dalam masa kerja yang
amat singkat itu, kurang lebih setahun, berhasil diselesaikan 7 buah undang-
undang, yang di antaranya adalah UU No. 7 tahun 1950 tentang perubahan
Konstitusi Sementara RIS menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik
Indonesia; diajukan 16 mosi, dan 1 interpelasi, baik oleh Senat maupun DPR.[3]
Masa Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (1950–1956)
Pada tanggal 14 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS menyetujui Rancangan UUDS
NKRI (UU No. 7/1950, LN No. 56/1950). Pada tanggal 15 Agustus 1950, DPR
dan Senat RIS mengadakan rapat di mana dibacakan piagam pernyataan
terbentuknya NKRI yang bertujuan: 1. Pembubaran secara resmi negara RIS yang
berbentuk federasi; 2. Pembentukan NKRI yang meliputi seluruh daerah
Indonesia dengan UUDS yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.

Sesuai isi Pasal 77 UUDS, ditetapkan jumlah anggota DPRS adalah 236 orang,
yaitu 148 anggota dari DPR-RIS, 29 anggota dari Senat RIS, 46 anggota dari
Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, dan 13 anggota dari DPA RI Yogyakarta.

Masa DPR hasil pemilu 1955 (1956–1959)


DPR ini adalah hasil pemilu 1955 yang jumlah anggota yang dipilih sebanyak 272
orang. Pemilu 1955 juga memilih 542 orang anggota konstituante.

Tugas dan wewenang DPR hasil pemilu 1955 sama dengan posisi DPRS secara
keseluruhan, karena landasan hukum yang berlaku adalah UUDS. Banyaknya
jumlah fraksi di DPR serta tidak adanya satu dua partai yang kuat, telah memberi
bayangan bahwa pemerintah merupakan hasil koalisi. Dalam masa ini terdapat 3
kabinet yaitu kabinet Burhanuddin Harahap, kabinet Ali Sastroamidjojo, dan
kabinet Djuanda.

Masa DPR hasil Dekret Presiden 1959 berdasarkan UUD 1945 (1959–1965)
Jumlah anggota sebanyak 262 orang kembali aktif setelah mengangkat sumpah.
Dalam DPR terdapat 19 fraksi, didominasi PNI, Masjumi, NU, dan PKI.

Dengan Penpres No. 3 tahun 1960, Presiden membubarkan DPR karena DPR
hanya menyetujui 36 miliar rupiah APBN dari 44 miliar yang diajukan.
Sehubungan dengan hal tersebut, presiden mengeluarkan Penpres No. 4 tahun
1960 yang mengatur Susunan DPR-GR.
DPR-GR beranggotakan 283 orang yang semuanya diangkat oleh Presiden dengan
Keppres No. 156 tahun 1960. Adapun salah satu kewajiban pimpinan DPR-GR
adalah memberikan laporan kepada Presiden pada waktu-waktu tertentu, yang
mana menyimpang dari pasal 5, 20, 21 UUD 1945. Selama 1960-1965, DPR-GR
menghasilkan 117 UU dan 26 usul pernyataan pendapat.

Masa DPR Gotong Royong tanpa Partai Komunis Indonesia (1965–1966)


Setelah peristiwa G.30.S/PKI, DPR-GR membekukan sementara 62 orang
anggota DPR-GR eks PKI dan ormas-ormasnya. DPR-GR tanpa PKI dalam masa
kerjanya 1 tahun, telah mengalami 4 kali perubahan komposisi pimpinan, yaitu: a.
Periode 15 November 1965 – 26 Februari 1966. b. Periode 26 Februari 1966 – 2
Mei 1966. c. Periode 2 Mei 1966 – 16 Mei 1966. d. Periode 17 Mei 1966 – 19
November 1966. Secara hukum, kedudukan pimpinan DPR-GR masih berstatus
sebagai pembantu Presiden sepanjang Peraturan Presiden No. 32 tahun 1964
belum dicabut.

Dalam rangka menanggapi situasi masa transisi, DPR-GR memutuskan untuk


membentuk 2 buah panitia: a. Panitia politik, berfungsi mengikuti perkembangan
dalam berbagai masalah bidang politik. b. Panitia ekonomi, keuangan dan
pembangunan, bertugas memonitor situasi ekonomi dan keuangan serta membuat
konsepsi tentang pokok-pokok pemikiran ke arah pemecahannya.

Masa Orde Baru (1966–1999)


Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang kemudian dikukuhkan
dalam UU No. 10/1966, maka DPR-GR Masa Orde Baru memulai kerjanya
dengan menyesuaikan diri dari Orde Lama ke Orde Baru. Kedudukan, tugas dan
wewenang DPR-GR 1966–1971 yang bertanggung jawab dan berwewenang untuk
menjalankan tugas-tugas utama sebagai berikut:
Bersama-sama dengan pemerintah menetapkan APBN sesuai dengan pasal 23
ayat 1 UUD 1945 beserta penjelasannya.
Bersama-sama dengan pemerintah membentuk UU sesuai dengan pasal 5 ayat 1,
pasal 20, pasal 21 ayat 1 dan pasal 22 UUD 1945 beserta penjelasannya.
Melakukan pengawasan atas tindakan-tindakan pemerintah sesuai dengan UUD
1945 dan penjelasannya, khususnya penjelasan bab 7.
Selama masa orde baru DPR dianggap sebagai "tukang stempel" kebijakan
pemerintah yang berkuasa karena DPR dikuasai oleh Golkar yang merupakan
pendukung pemerintah.[butuh rujukan]

Masa reformasi (1999–sekarang)


Banyaknya skandal korupsi, penyuapan dan kasus pelecehan seksual merupakan
bentuk nyata bahwa DPR tidak lebih baik dibandingkan dengan yang sebelumnya.
Mantan ketua MPR-RI 1999–2004, Amien Rais, bahkan mengatakan DPR yang
sekarang hanya merupakan stempel dari pemerintah karena tidak bisa melakukan
fungsi pengawasannya demi membela kepentingan rakyat. Hal itu tercermin dari
ketidakmampuan DPR dalam mengkritisi kebijakan pemerintah yang terbilang
tidak pro rakyat seperti kenaikan BBM, kasus lumpur Lapindo, dan banyak kasus
lagi. Selain itu, DPR masih menyisakan pekerjaan yakni belum terselesaikannya
pembahasan beberapa undang-undang. Buruknya kinerja DPR pada era reformasi
membuat rakyat sangat tidak puas terhadap para anggota legislatif. Ketidakpuasan
rakyat tersebut dapat dilihat dari banyaknya aksi demonstrasi yang menentang
kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak dikritisi oleh DPR. Banyaknya
judicial review yang diajukan oleh masyarakat dalam menuntut keabsahan
undang-undang yang dibuat oleh DPR saat ini juga mencerminkan bahwa produk
hukum yang dihasilkan mereka tidak memuaskan rakyat.

DPR juga kerap dikritik oleh sebagian besar masyarakat Indonesia karena
dianggap malas dalam bekerja. Hal ini terbukti dari pemberian fasilitas mewah,
seperti gaji besar, kendaraan, dan perumahan, namun tidak sebanding dengan
hasil yang diberikan. Hal lain yang sudah menjadi rahasia umum adalah
banyaknya anggota yang "bolos" dalam sidang paripurna, atau sekadar "menitip
absen", sehingga seolah-olah hadir, namun kenyataannya tidak. Kalaupun hadir,
sebagian oknum anggota ternyata tidur saat sidang, main game, atau melakukan
tindakan lain selain mengikuti proses rapat paripurna.

Dalam konsep Trias Politika, di mana DPR berperan sebagai lembaga legislatif
yang berfungsi untuk membuat undang-undang dan mengawasi jalannya
pelaksanaan undang-undang yang dilakukan oleh pemerintah sebagai lembaga
eksekutif. Fungsi pengawasan dapat dikatakan telah berjalan dengan baik apabila
DPR dapat melakukan tindakan kritis atas kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat. Sementara itu, fungsi
legislasi dapat dikatakan berjalan dengan baik apabila produk hukum yang
dikeluarkan oleh DPR dapat memenuhi aspirasi dan kepentingan seluruh rakyat.
2.1.2 Pengerian Dpr
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI),
umumnya disebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah
salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga
perwakilan rakyat. DPR terdiri atas anggota partai politik
peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan
umum.
2.1.3 Hak menyatakan pendapat
Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat
atas:
Kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di
tanah air atau di dunia internasional
Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket
Dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran
hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden.
2.2 Pengaruh Dewan Perwakilan Rakyat Di indonesia
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berdasarkan UUD NRI 1945 memiliki
peran besar dengan tiga fungsi utama. Fungsinya sebagai lembaga pembuat
undang-undang, pelaksana fungsi pengawasan pemerintah dan
anggaran. Selain itu, amandemen UUD NRI 1945 juga mengamanatkan
adanya lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, yaitu Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) yang diatur dalam Pasal 22C dan Pasal 22D UUD
1945 untuk mengangkat Presiden. dan Wakil Presiden serta memilih dan
mengangkat Presiden dan Wakil Presiden untuk keadaan tertentu
sebagaimana tercantum dalam UUD NRI 1945. Hal ini mengandung arti
perlunya mengukuhkan kedudukan MPR dalam Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Sehubungan dengan itu, untuk mewujudkan lembaga
permusyawaratan sebagaimana diamanatkan dalam UUD NRI 1945, perlu
diselenggarakan MPR. Penataan yang dimaksud dapat bersifat kelembagaan
dan dapat pula menjadi mekanisme pelaksanaan fungsi dan
kewenangannya. Dengan demikian, MPR sebagaimana diamanatkan dalam
UUD NRI 1945 akan dapat melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenangnya
secara efisien, efektif, transparan, optimal, dan aspiratif. Adapun lembaga
DPR, dalam menjalankan tugasnya DPR memiliki tiga fungsi sesuai dengan
Pasal 20A ayat 1 UUD NRI 1945, yaitu: 1. fungsi legislasi, yaitu DPR
berwenang membuat Undang-undang bersama-sama dengan DPR.
Presiden. Rancangan Undang-undang yang diusulkan dapat diajukan oleh
Presiden, dapat juga atas prakarsa DPR; 2. fungsi anggaran, yaitu
kewenangan DPR untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) yang diajukan oleh pemerintah (Presiden); dan 3. fungsi
pengawasan, yaitu DPR memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan
terhadap pemerintahan dalam menjalankan pemerintahan. Pengawasan DPR
terhadap pemerintah dapat berupa pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-
Undang, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan kebijakan
pemerintah lainnya berdasarkan UUD NRI 1945. Saat ini DPR dituntut untuk
dapat bertransformasi menjadi parlemen modern. Membangun DPR RI
sebagai parlemen modern pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
kepercayaan publik dan legitimasi DPR. Dalam konsep parlemen
modern, DPR harus dapat memastikan bahwa informasi parlemen dapat
disebarluaskan secara proaktif dan memungkinkan terbentuknya mekanisme
yang meningkatkan partisipasi publik, baik dalam pengawasan maupun dalam
meningkatkan partisipasi publik dalam kerja parlemen. DPR juga harus
membangun mekanisme transparansi dan partisipasi publik yang berkualitas
sehingga dapat diakses dengan mudah dan merata oleh seluruh rakyat
Indonesia. Melalui konsep parlemen modern, DPR menjadi parlemen yang
tidak lagi menjadi lembaga negara yang statis. Perubahan parlemen mengikuti
perubahan yang terjadi “di dalam dan di luar” parlemen. Untuk membangun
DPR sebagai parlemen modern, DPR perlu senantiasa memberikan informasi
yang langsung, akurat dan terpercaya. DPR juga perlu membuka ruang
partisipasi publik baik secara langsung maupun virtual sehingga diharapkan
dapat meningkatkan dukungan terhadap pekerjaan yang terkait dengan tugas
dan fungsi anggota legislatif di DPR. Dalam upaya membangun kelembagaan
DPR, saat ini DPR masih dihadapkan pada beberapa permasalahan antara
lain: 1. mekanisme dan tata cara pemilihan Ketua DPR; 2. kedudukan
Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) sebagai Perangkat DPR (AKD),
keanggotaan MKD, dan tata cara sidang MKD sebagai pengadilan etik; 3.
penyederhanaan fraksi di DPR; 4. pengaturan objek kuesioner DPR dan
pemanggilan paksa non-pro justitia masih belum jelas; 5. syarat dan batasan
proses pemberhentian antar anggota Dewan Perwakilan Rakyat; 6.
pelaksanaan hak-hak Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, khususnya hak
kekebalan dan hak pengawasan; dan 7. pengelolaan anggaran DPR khususnya
dan akses data APBN.
BAB III

PENUTUPAN

3.1. Kesimpulan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, umumnya disebut Dewan
Perwakilan Rakyat adalah salah satu lembaga tinggi negara dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan
rakyat. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan
umum yang dipilih melalui pemilihan umum.
DAFTAR PUSTAKA

http://scholar.unand.ac.id/34935/2/BAB%20I%20Pendahuluan.pdf

https://pusatpuu.dpr.go.id/simas-puu/detail-
ruu/id/32#:~:text=Adapun%20Dewan%20Perwakilan%20Rakyat%20(DPR,terhad
ap%20pemerintah%20dan%20fungsi%20anggaran.

https://www.detik.com/tag/dpr

Anda mungkin juga menyukai