Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MUATAN KONSTITUSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Hukum Pemerintahan Daerah Yang Diampuh


Oleh Ibu Nuvazria Achir, SH.,MH

DISUSUN :

KELOMPOK 1

MOH DJOVAN K. MOKODOMPIT (1011419109)

HAIKAL FIKRI ENTE (1011419088)

MUHAMMAD FADLAN ALI (1011419147)

DEVI SAPITRI NUSI (1011419052)

LINDAWATI SABALI (1011419054)

VERONIKA ANASTASIA GUSASI (1011419076)

S1 ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat-
Nya yang telah dilimpahkannya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas
Hukum Konstitusi dengan Judul Muatan Konstitusi.

Makalah ini kami susun dengan maksimal sehingga dapat menjadi


makalah pendidikan tentang Materi Muatan Konstitusi. Terlepas dari semua itu,
kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

GORONTALO, 11 MARET 2021

KELOMPOK 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................5
C. Tujuan..............................................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................7
A. Materi Muatan Konstitusi................................................................................................7
B. Isi Konstitusi...................................................................................................................9
BAB III PENUTUP..................................................................................................................13
A. Kesimpulan....................................................................................................................13
B. Saran..............................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengertian dan materi muatan konstitusi senantiasa berkembang seiring
dengan perkembangan peradaban manusia dan organisasi kenegaraan. Dengan
meneliti dan mengkaji konstitusi, dapat diketahui prinsip-prinsip dasar
kehidupan bersama dan penyelenggaraan negara serta struktur organisasi suatu
negara tertentu. Bahkan nilai-nilai konstitusi dapat dikatakan mewakili tingkat
peradaban suatu bangsa.
Mengenai suatu Konstitusi atau Undang-Undang Dasar ini dapat
dikatakan, bahwa suatu pembukaan berisi lebih dari pada alasan pembentukan
saja. Oleh karena konstitusi sebagai sumber pertama dari Hukum Tata Negara,
maka layak apabila dalam pembukaan suatu konstitusi termuat juga dasar-dasar
bagi berdirinya Negara yang bersangkutan. Mengingat sifat konstitusi sebagai
hukum dasar yang mendasari segala hukum yang berlaku di dalam negara, maka
pembukaan suatu konstitusi juga memuat filsafat hukum yang dianut dalam
negara itu.
Pemikiran mendasar tentang jati diri bangsa, peranannya dalam
memberikan identitas sistem ketatanegaraan dan sistem hukum, dikemukakan
juga oleh Carl von Savigny dengan teorinya yang amat terkenal dengan
Volkgeist yang dapat disamakan sebagai jiwa bangsa dan jati diri nasional.
Demikian pula di Prancis dengan teori rasiondetat (reason of state) yang
menentukan eksistensi suatu bangsa dan negara (the rise of souvereign,
independent, and nation state).
Perintah menegakkan hak asasi manusia dalam prinsip negara hukum
modern juga ditempatkan pada tempat yang utama, baik menurut konsepsi
Rechtstaat oleh Julius Stahl, Rule of Law oleh A.V. Dicey, maupun yang
dikembangkan oleh International Commision of Jurist. J.G. Steenbeek maupun
C.F.Strong pun menempatkan Jaminan Hak asasi manusia sebagai materi muatan
utama dari konstitusi. Hene van Maarseven dan Gerk van der Rang dalam sebuah
studi terhadap konstitusi-konstitusi di dunia dan dituangkan dalam buku gagasan
dasar tentang konstitusi dan mahkamah konstitusi oleh Jimly Asshidiqie dengan
judul Write Constitutionantara lain men gatakan: 1) constitution as a means of
forming the states onpractical and legal system. 2) constitution a national
document and as a birth certificate and as a sign of adulthood and independence.
Dari pemaparan pakar di atas dapat dipahami konstitusi sebagai alat untuk
membentuk sistem politik dan sistem hukum negaranya sendiri dan sebagai
dokumen nasional.
Menurut Soepomo, UUDS 1950 adalah Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang secara formil sebuah perubahan Konstitusi
Sementara RIS. Perubahan konstitusi RIS memungkinkan dilakukan guna
melahirkan UUD yang baru mengingat perubahan konstitusional ketatanegaraan
akan berubah seiring dengan: “ Dengan tidak mengurangi yang ditetapkan dalam
pasal 51, ayat kedua, maka konstitusi ini hanya dapat diubah dengan undang-
undang federal dan menyimpang dari ketentuan-ketentuan hanya diperkenankan
atas kuasa undang-undnag federal, baik DPR maupun Senat tidak boleh
bermufakat ataupun mengambil keputusan tentang usul untuk itu, jika tidak
sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota siding menghadiri rapat.
Lahirnya UUDS 1950 adalah bukti historis kembalinya Indonesia kepada
negara Kesatuan. Hal tersebut tentunya tidaklah muncul dengan sendirinya.
Keinginan terbesar rakyat Indonesia merupakan “kata kunci” lahirnya negara
kesatuan Republik Indonesia. Era 1950-1959 merupakan periode demokrasi
konstitusional, meskipun dalam kurun waktu itu, Indonesia hanya bersandar pada
UUDS 1950. Konstitusi ini seekaligus menjadi starting point bagi upaya
pembentukan sebuah negara modern Indonesia yang berbentuk kesatuan
Sebagaimana halnya UUD 1945 dan Konstitusi RIS 1949, masa berlaku UUDS
1950 pun terbilang singkat. Sejak berlakunya UUDS 1950 pada 17Agustus 1950,
maka melalui Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, UUDS 1950 dinyatakan tidak
efektif lagi dan beralih kembali pada pemberlakuan UUD 1945. Kenyataan ini
berimplikasi pada materi muatan konstitusi itu sendiri. Berlakunya konstitusi
UUDB1945 untuk kedua kalinya memiliki masa berlakuyang relative lebih
panjang dibandingkan UUD sebelumnya, termasuk UUD 1945 periode proklamasi
karena terhitung sejak 5 Juli 1959 sampai dengan jatuhnya rezim Soeharto.
Secara historis perubahan UUD merupakan wacana penting bahkan
menjadi perdebatan yang intens pada saat awal kemerdekaan Indonesia, atau
meminjam istilah George McTurnan Kahin, Newlyborn of Indonesian State( “bayi
baru” negara Indonesia). Sebagai wacana, hal tersebut menunjukkan bahwa isu
perubahan UUD 1945 merupakan sebuah keniscayaan. Pesan moralnya adalah
UUD 1945 harus benar-benar dapat sesuai dengan tingkat perubahan zaman
Indonesia. Hanya saja, Soekarno dalam janjinya terbukti tidak pernah sampai
berhasil melahirkan sebuah formulasi UUD 1945 yang baru dan komprehensif.
Begitu pula padamasa Soeharto, alih-alih melakukan perubahan UUD, jika
muncul niatan seputar itu dengan serta-merta dianggap sebagai “makar”terhadap
negara.
Dalam sejarahnya, kedua rezim ini berhasil melakukan sakralisasi UUD
1945 secara terlembaga. Hal inidikuatkan dengan pandangan Bagir Manan,
sebagaimana dikutip Saldi Isra, bahwa UUD 1945 adalah biang terjaidnya KKN,
memasung semangat demokrasi dan penegakkan hukum, dan member peluang
tumbuhnya pemerintahan yang otoriter, antikritik, dan anti perbedaan pendapat.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan yang diantaranya, yakni :
1. Bagaimana materi muatan konstitusi
2. Apa yang di maksud dengan muatan konstitusi
3. Apa saja isi dari suatu konstitusi
C. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Konstitusi
2. Memberi pemahaman kepada mahasiswa mengenai muatan konstitusi
3. Memaparkan isi/muatan dalam suatu konstitusi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Materi Muatan Konstitusi


Konstitusi merupakan hasil kontrak politik (produk resultante) yang
dibuat bersama dengan warga negara dengan negara melalui suatu mekanisme
yang disepakati secara bersama. Muatan konstitusi harus mencerminkan suasana
kebathinan dan spirit kebangsaan suatu negara. Di samping itu, dimensi muatan
konstitusi harus mampu meletakkan prinsip-prinsip utama tatanan kehidupan
suatu bangsa. Prinsip kadaulatan rakyat, supremasi hukum, jaminan perlindungan
dan penghormatan terhadap HAM, pengaturan sistem perimbangan kekuasaan
antara sistem eksekutif, yudikatif, dan legislatif, dan pembatasan kekuasaan,
setidaktidaknya merupakan main stream idea yang harus tegas diatur dalam
sebuah konstitusi.
Sri Soemantri dengan mengutip pendapat yang disampaikan oleh J.G.
Steenbeek sebagaimana yang dijelaskan dalam Bukunya Hukum Tata Negara
Indonesia suatu pemikiran dan pandangan, mengatakan bahwa dari berbagai
penulisan yang dilakukan terhadap konstitusi yang ada, diketahui bahwa pada
umumnya setiap konstitusi sekurang-krangya mengatur tiga kelompok materi
muatan:
1. Adanya pengaturan tentang perlindungan hak asasi manusia dan
warganya.
2. Adanya pengaturan tentang susunan ketatanegaraan negara yang
mendasar.
3. Adanya pengaturan tentang pembagian kekuasaan, pembatasan
kekuasaan daripada
tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.
Henc van Maarseveen dan Ger van der Tang dalam sebuah studinya
terhadap konstitusi-konstitusi di dunia yang dituangkan dalam buku Written
Constitution yang banyak dijadikan landasan konseptual para pakar konstitusi
dalam menelaah muatan konstitusi, mengatakan bahwa:
1. Constitution as a means of forming the state’s own political and legal
system;
2. Constitution as a national document, and as a birth certificate, and as a
sign of adulthood and independence.
Kedua ahli tata negara Belanda di atas mengatakan, bahwa selain sebagai
dokumen nasional, konstitusi juga sebagai alat untuk membentuk sistem politik
dan sistem hukum negaranya sendiri. Itulah sebabnya, menurut A.A.H. Struycken
Undang-undang Dasar (grondwet) sebagai konstitusi tertulis merupakan dokumen
formal yang memuat antara lain:
1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau
2. Tingkatan-tingkatan tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik waktu
sekarang maupun untuk masa mendatang
4. Suatu keinginan dimana perkembangan kehidupan ketatanegaraan
Hendak dipimpin.
Menurut Savonir Lohman ada tiga unsur yang terdapat dalam tubuh
konstitusikonstitusi sekarang, yaitu :
1. Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat
(kontrak sosial) sehingga menurut pengertian ini, konstitusi-konstitusi
yang ada adalah hasil atau konklusi dari persepakatan masyarakat untuk
membina negara dan pemerintahan yang akan mengatur mereka.
2. Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia
berarti perlindungan dan jaminan atas hak-hak manusia dan warga negara
yang sekaligus penentuan batas-batas hak dan kewajiban baik warganya
maupun alat-alat pemerintahannya.
3. Sebagai forma regimenis, berarti sebagai kerangka bangunan
pemerintahan, dengan kata lain sebagai gambaran struktur pemerintahan
negara.
Apabila masing-masing materi muatan tersebut kita kaji, maka kita dapat
menarik kesimpulan bahwa disamping sebagai dokumen nasional dan tanda
kawasan dari kemerdekaan sebagai bangsa, konstitusi juga sebagai alat yang berisi
sistem politik dan sistem hukum yang hendak diwujudkan. Dalam kaitan ini, KC
Wheare mengemukakan adanya dua pendapat yang membedakannya satu sama
lain. Pertama, ada yang menganggap bahwa konstitusi semata-mata hanya
dokumen hukum dan isinya hanya berupa aturan-aturan hukum saja, tidak lebih
dari itu. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa konstitusi tidak berisi kaidah-
kaidah hukum saja akan tetapi berisi pernyataan tentang keyakinan, prinsip dan
cita-cita.
Lebih jauh K.C. Wheare, seperti dikutip Dahlan Thaib,34 mengemukakan
tentang apa yang seharusnya menjadi muatan (isi) dari suatu konstitusi, yaitu the
very minimum, and the minimum to be rule of law. Wheare tidak menguraikan
secara jelas apa yang seharusnya menjadi materi pokok dari suatu konstitusi. Ia
mengatakan bahwa sifat yang khas dan mendasar dari bentuk konstitusi yang
terbaik dan ideal adalah konstitusi itu harus sesingkat mungkin untuk menghindari
kesulitan-kesulitan para pembentuk Undang-undang Dasar dalam memilih mana
yang penting dan harus dicantumkan dalam konstitusi dan mana yang tidak perlu
pada saat mereka akan merancang Undang-undang Dasar, sehingga hasilnya dapat
diterima baik oleh mereka yang akan melaksanakannya maupun pihak yang akan
dilindungi oleh Undang-undang Dasar tersebut.
Sebagai perbandingan atas pendapat pakar konstitusi dari negara barat di
atas, sangat menarik bila kita telaah pemikiran para founding father and mother
tentang muatan konstitusi (Undang-undang Dasar). Menurut Muh. Hatta
konstitusi harus memuat adanya pengakuan terhadap hak-hak sipil secara
universal. Dalam pembahasan mengenai rancangan Undang-undang Dasar pada
tanggal 15 Juli 1945, Hatta menegaskan :
Hendaknya kita memperhatikan syarat-syarat supaya negara yang kita bikin,
jangan menjadi negara kekuasaan. Kita menghendaki negara pengurus, kita
membangun masyarakat baru yang berdasarkan kepada gotong-royong,
usaha bersama; tujuan kita ialah membaharui masyarakat. Tetapi di sebelah
itu janganlah kita memberikan kekuasaan yang tidak terbatas kepada negara
untuk menjadikan di atas negara baru itu suatu fasal, misalnya fasal yang
mengenai warga negara,….supaya tiap-tiap warga negara jangan takut
mengeluarkan suaranya. Yang perlu disebut disini hak untuk berkumpul dan
bersidang atau masyarakat dan lainnya.
Menurut J.G. Steenbeek, terdapat tiga muatan pokok konstitusi, yaitu :
1. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negaranya;
2. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat
fundamental;
3. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga
bersifat fundamental.
Muatan konstitusi menurut Miriam Budiardjo lebih luas cakupannya dari
pada pendapat J.G. Steenbeek, yaitu masuknya perubahan konstitusi sebagai salah
satu muatan konstitusi. Adapun muatan konstitusi menurut M. Budiardjo sebagai
berikut :
1. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif,
eksekutif dan yudikatif; pembagian kekuasaan antara pemerintah federal
dan pemerintah negara bagian; prosedural menyelesaikan masalah
pelanggaran yurisdiksi oleh salah satu badan pemerintah dan sebagainya
2. Hak-hak asasi manusia
3. Prosedur perubahan Undang-undang Dasar
4. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari
Undangundang Dasar.

Dalam sejarah dunia barat, konstitusi dimaksud untuk menentukan batas


wewenang penguasa, menjamin hak rakyat dan mengatur jalannya pemerintahan.
Dengan kebangkitan paham kebangsaan sebagai kekuatan pemersatu, serta dengan
kelahiran demokrasi sebagai paham politik yang progresif dan militan, konstitusi
menjamin alat negara untuk konsolidasi kedudukan hukum dan politik, untuk
mengatur kehidupan yang bersama dan untuk mencapai cita-citanya dalam bentuk
negara. Berhubungan dengan konstitusi di zaman modern tidak hanya memuat
aturan-aturan hukum, tetapi juga merumuskan atau menyimpulkan prinsipprinsip
hukum, haluan negara dan patokan kebijaksanaan, yang kesemuanya mengikat
penguasa.
Jadi, dari konstitusi atau Undang-undang Dasar suatu negara, akan
diketahui tentang negara itu, baik bentuk kedaulatan maupun sistem
pemerintahannya. Misalnya bentuk negara Indonesia adalah Republik, menganut
kedaulatan rakyat, dan sistem pemerintahan presidential. Selanjutnya dalam setiap
negara kita akan menemukan adanya lembaga-lembaga
negara sebagai supra stuktur politik.
Menurut pendapat yang disampaikan oleh Erman Hermawan, megatakan
bahwa Konstitusi sebagai hukum tertinggi suatu negara yang mengatur
penyelenggaraan kekuasaan negara dan sebagai jaminan atas hak-hak warga
negara, konstitusi memuat beberapa ketentuan pokok sebagai berikut :
1. Organisasi negara.
2. Hak-hak asasi manusia dan kewajibannya.
3. Prosedur mengubah konstitusi.
4. Konstitusi yang juga dapat dipahami sebagai bagian dari social contract
(kontrak sosial) yang memuat aturan main dalam berbangsa dan bernegara.
Selanjutnya, menurut Sovernin Lohman mengatakan bahwa konstitusi harus
memuat unsur-unsur sebagai berikut :
1. Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak
sosial)
2. Konstitusi sebagai piagam yangmenjamin hakhak asasi manusia dan
warga negara sekaligus penentuan batas-batas hak dan kewajiban warga
negara dan alat-alat pemerintahannya,
3. Konstitusi sebagai “forma regimenis” yaitu kerangka bangunan
pemerintahan.
Sedangkan menurut Miriam Budiardjo bahwa setiap konstitusi atau Undang-
undang Dasar harus memuat ketentuan-ketentuan mengenai :
1. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif serta hubungan diantara ketiganya. UUD juga
memuat bentuk negara (misalnya: negara federal atau negara kesatuan),
beserta pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah
negara bagian atau pemerintah dan pemerintah daerah. Selain itu, UUD
memuat prosedur untuk menyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi
oleh salah satu badan pemerintah dan sebagainya.
2. Hak-hak asasi manusia.
3. Prosedur mengubah (amandemen) UUD.
4. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD.
5. Merupakan aturan hukum yang tertinggi, mengikat semua warga negara
dan lembaga negara tanpa kecuali.
Hal lain yang sangat memberikan pengaruh terhadap materi muatan
konstitusi adalah di sebabkan adanya perbedaan pandangan maupun juga
perbedaan penilain terhadap makna dari suatu konstiusi. Sebagain ada yang
memposisikan konstitusi secara eksklusif sebagai sebuah dokumen hukum yang
berisi aturan-aturan hukum, sementara di posisi yang lain, memberikan
pemaknaan sebagai bentuk manifesto, pernyataan-pernyataan ideal yang secara
umum dikenal sebagai “Charter Of Th e land” sebagaimana yang dikemukakan
oleh Podsnap.
Dengan demikian, maka dapat dipahami bahwa dari berbagai macam
perndapat dan pemikiran tentang materi muatan konstitusi, pada dasarnya secara
keseluruahan terdapat pemahaman yang sama, bahwa konstitusi harus di jadikan
sebagai alat pembatasan kekauasaan. Oleh karena itu, maka materi muatanya
harus memuat ketentuan-ketentuan yang diarahkan terhadap potensi
penyimpangan dari kekuasaan-kekuasaan negara.

B. Isi Konstitusi
A.A.K. Struycler, Undang-undang Dasar (Gronwert) sebagai konstitusi
tertulis merupakan sebuah dokumen formal yang berisi :
1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu lampau.
2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan baik
waktu sekarang maupun untuk masa yang akan datang.
4. Suatu keinginan dengan nuansa perkembangan kehidupan
ketatanegaraan bangsa sesuai kehendak yang dipimpin.
Semua konstitusi selalu menjadikan kekuasaan sebagai pusat perhatian,
karena kekuasaan itu sendiri pada intinya memang perlu diatur dan dibatasi
sebagaimana mestinya. Constitutions, menurut Ivo D. Duchacek, adalah “identify
the sources, purposes, uses and restraints of public power” (mengidentifikasikan
sumber-sumber, tujuan-tujuan, penggunaan-penggunaan, dan pembatasan-
pembatasan kekuasaan umum). Pembatasan kekuasaan pada umumnya dianggap
merupakan corak umum materi konstitusi. Materi muatan konstitusi/undang-
undang dasar dalam rangka untuk membatasi kekuasaan dalam negara sekurang-
kurangnya berisi :
1. Jaminan adanya perlindungan Hak Asasi Manusia
2. Susunan kekuasaan suatu negara yang mendasar
3. Pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga
mendasar.
Pada pokoknya konstitusi berisi tiga hal pokok, yaitu :
a. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia dan warga negaranya
b. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat
fundamental
c. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga
bersifat fundamental
Lebih lanjut Wheare mengemukakan tentang apa yang seharusnya
menjadi isi dari suatu konstitusi, yaitu the very minimum, and that minimum to
be rule of law. Wheare tidak menguraikan secara jelas apa yang seharusnya
menjadi materi muatan pokok dari suatu konstitusi. Ia mengatakan bahwa sifat
yang khas dan mendasar dari bentuk konstitusi yang terbaik dan ideal adalah
konstitusi itu harus sesingkat mungkin untuk menghindarkan kesulitan-kesulitan
para pembentuk Undang-undang Dasar dalam memilih mana yang penting dan
harus dicantumkan dalam konstitusi dan mana yang tidak perlu pada saat mereka
akan merancang suatu Undang-undang Dasar, sehingga hasilnya akan dapat
diterima baik oleh mereka yang akan melaksanakan maupun pihak yang akan
dilindungi oleh Undang-undang Dasar tersebut.
Dapat dipastikan bahwa materi muatan dalam konstitusi atau UUD yang
satu dengan yang lainnya tidak ada yang sama. Hal itu dikarenakan ada berbagai
macam sebab perbedaan-perbedaan antar berbagai UUD tersebut. Bagir Manan
menjelaskan bahwa perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh: perbedaan
dasar filosofi dan ideologi; perbedaan landasan teori dan konsep; latar belakang
kultural; latar belakang sejarah; bentuk negara, bentuk pemerintahan dan sistem
pemerintahan. Walaupun demikian, pada dasarnya konstitusi yang ada memuat
hal-hal sebagai berikut :
1. Bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan sistem pemrintahan
2. Alat-alat perlengkapan negara, yang sekurang-kurangnya seperti ajaran
Montesquieu yaitu adanya kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif
3. Cara mengisi alat perlengkapan negara dengan pejabat negara yang pada
umumnya melalui mekanisme pemilu (election).
4. Hubungan antar-alat perlengkapan Negara
5. Kekuasaan dan pembatasan kekuasaan alat-alat perlengkapan Negara
6. Hubungan antara alat perlengkapan negara/pejabat alat perlengkapan
negara dengan rakyat
7. Kewarganegaraan dan hak-hak kewarganegaraan
8. Cara pembaruan UUD
9. Aturan peralihan
10. Lain-lain, yang meliputi Komisi Pemilihan Umum, Komisi Kepegawaian,
dan sebagainya.
Pasca kejatuhan Soeharto (Mei 1998), salah satu yang menjadi amanat
reformasi adalah perubahan UUD 1945. UUD 1945 dipandang telah menciptakan
dirinya multitafsir. Penafsiran sepihak atas UUD 1945 telah dirasakan
memberikan ilkim negative bagi arah pembangunan Indonesia. Penguasa kerap
menjadikan UUD 1945 sebagai “tameng” untuk mempertahankan kekuasaan
mereka. A constitution is not the act of a government but of a people constituting
a government, without a constitution is the property of the nation and not of those
who exercise the governmet. Demikian penegasan Thomas Paine, tokoh radikal
abad ke- 18 yang karyakaryanya banyak mengilhami revolusi Prancis dan
Amerika.. menurut Steenbeeek, sebagaimana dikutip oleh Sri Soemantri, UUD
berisi tiga pokok materi muatan, yakni pertama, adanya jaminan terhadap hak-hak
asasi manusia dan warganegara; kedua, ditetapkannya susunan ketatanegaraan
suatu negara yang bersifat fundamental; dan ketiga, adanya pembagian dan
pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental
Oleh karena UUD 1945 tidak ditemukan sebuah pengaturan yang tegas,
akibatnya muncul berbagai interpretasi terhadap kualitas muatan dan jaminan
UUD 1945 atas HAM. Akan tetapi, satu hal yang patut mendapat apresiasi positif
adalah bahwa para pendiri bangsa Indonesia telah berhasil memformulasikan
sebuah tatanan kehidupan nasional berikut atas jaminan HAM, jauh sebelum
masyarakat Internasional merumuskan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi
Manusia (DUHAM) PBB, 10 Desember 1948). Penekanan dan Jaminan
Konstitusi RIS atas HAM, secara historis dipengaruhi oleh Universsal Declaration
of Human Rights (DUHAM) yang dirumuskan oleh PBB pada tanggal 10
Desember 1948. Meskipun tidak ditemukan kata Hak Asasi Manusia dalam
Konstitusi RIS, namun ada tiga kalimat yang dipergunakan, yakni
setiap/segala/sekalian orang/siapa pun/tiada seorang pun, setiap warga negara, dan
berbagai kata yang menunjukan adanya kewajiban asasi manusia dan negara.
Menurut Soepomo, setidaknya terdapat 3 perbedaan mendasar antara Konstitusi
RIS denganUUDS 1950 dalam penegasannya tentang HAM. Pertama, hak dasar
mengenai kebebasan agama, keinsyafan batin dan pikiran sebagaimana yang
tertuang dalam pasal 18 UUDS 1950. Kedua dalam pasal 21 UUDS 1950 diatur
mengenai hak berdemonstrasi dan hak mogok yangseblumnya tidak tertuang di
Konstitusi RIS. Ketiga, mengatur mengenai dasar perekonomian yang melarang
organisasiorganisasi yang bersifat monopoli partikelir yang merugikan ekonomi
nasional.
Todung Mulya Lubis dengan tegas mengatakan bahwa kembalinya berlaku
UUD. 1945 itu berarti bawa jaminan konstitusi atas HAM menjadi tidak sempurna
dan tegas. Sisi fleksibelitas UUD1945 mengakibatkan fleksibel pula arah
penegakkan HAM di Indonesia. Akibatnya muatan HAM di dalam UUD 1945
mwnurut Mahfud MD, Sangat bergantung dari konfigurasi politik tertentu. Jika
konfigurasi politik demokratis, maka HAM memperoleh tempat dan implementasi
yang relative proposional, tetapi jika konfigurasi politik sedang bekerja di bawah
paying otoritarian, maka HAM pun akan mendapat perlakuan yang buruk.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian dan materi
muatan konstitusi senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan
peradaban manusia dan organisasi kenegaraan. Dengan meneliti dan mengkaji
konstitusi, dapat diketahui prinsip-prinsip dasar kehidupan bersama dan
penyelenggaraan negara serta struktur organisasi suatu negara tertentu. Bahkan
nilai-nilai konstitusi dapat dikatakan mewakili tingkat peradaban suatu bangsa.
Muatan konstitusi harus mencerminkan suasana kebathinan dan spirit
kebangsaan suatu negara. Di samping itu, dimensi muatan konstitusi harus
mampu meletakkan prinsip-prinsip utama tatanan kehidupan suatu bangsa.
Prinsip kadaulatan rakyat, supremasi hukum, jaminan perlindungan dan
penghormatan terhadap HAM, pengaturan sistem perimbangan kekuasaan antara
sistem eksekutif, yudikatif, dan legislatif, dan pembatasan kekuasaan,
setidaktidaknya merupakan main stream idea yang harus tegas diatur dalam
sebuah konstitusi.

B. Saran
Mengingat Negara Indonesia berbentuk Negara hukum, maka perlu adanya
pengaturan khusus terkait kewenangan mahkamah konstitusi dalam mengeluarkan
putusan. Sehingga putusan mahkamah konstitusi yang bersifat positif legislator
tidak hanya memiliki kekuatan secara filosofis hukum tetapi juga secara konstitusi
yang berlaku di Indonesia.
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, semoga dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata kami ucapkan banyak terimakasih, dan
kami meminta maaf apabila terjadi kesalahan baik dari format penulisan serta
substansialnya.\

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ahmad, Fence M. Wantu, Novendri M. Nggilu, Hukum Konstitusi
(Menyongsong fajar perubahan konstitusi Indonesia melalui pelibatan mahkamah
konstitusi), Oktober 2020.
Internet
https://www.academia.edu/36587643/Makalah_Tentang_Materi_Muatan_
Konstitusi_Page_i_of_15
https://www.google.com/amp/s/docplayer.info/amp/73296621-Tugas-
konstitusi-materi-muatan-konstitusi-dan-isi-konstitusi.html

Anda mungkin juga menyukai