DOSEN PENGAJAR
DI SUSUN OLEH
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Materi
Muatan Konstitusi. Sungguh merupakan karunia-Nya yang tidak terhingga bahwa di tengah-
tengah kesibukkan penulis sebagai mahasiswa yang tidak luput dari berbagai tugas dan
kegiatan dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada
Bapak Ade Arif Firmansyah, S.H., M.H selaku dosen pengampu mata kuliah Konstitusi dan
Hak Asasi Manusia.
Makalah ini kami susun dengan maksimal sehingga dapat menjadi makalah
pendidikan tentang Materi Muatan Konstitusi. Terlepas dari semua itu, kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca sehingga
dapat membantu pemahaman terhadap kedaulatan.
Hormat Kami
Tim Penulis
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
Mengenai suatu Konstitusi atau Undang-Undang Dasar ini dapat dikatakan, bahwa
suatu pembukaan berisi lebih dari pada alasan pembentukan saja. Oleh karena konstitusi
sebagai sumber pertama dari Hukum Tata Negara, maka adalah layak apabila dalam
pembukaan suatu konstitusi termuat juga dasar-dasar bagi berdirinya Negara yang
bersangkutan. Mengingat sifat konstitusi sebagai hukum dasar yang mendasari segala hukum
yang berlaku di dalam negara, maka pembukaan suatu konstitusi juga memuat filsafat-hukum
yang dianut dalam negara itu.
Pemikiran mendasar tentang jati diri bangsa, peranannya dalam memberikan identitas
system ketatanegaraan dan system hukum,dikemukakan juga oleh Carl von Savigny dengan
teorinya yang amat terkenal dengan Volkgeist yang dapat disamakan sebagai jiwa bangsa dan
atau jati diri nasional. Demikian pula di Prancis dengan”teori ‘rasiond’’etat’ (reason of state)
yang menentukan eksistensi suatu bangsa dan negara (the rise of souvereign, independent,
and nation state).
Perintah menegakkan hak asasi manusia dalam prinsip negara hukum modern juga
ditempatkan pada tempat yang utama, baik menurut konsepsi Rechtstaat oleh Julius Stahl,
Rule of Law oleh A.V. Dicey, maupun yang dikembangkan oleh International Commision of
Jurist. J.G. Steenbeek maupun C.F.Strong pun menempatkan Jaminan Hak asasi manusia
sebagai materi muatan utama dari konstitusi. Hene van Maarseven dan Gerk van der Rang
dalam sebuah studi terhadap konstitusi-konstitusi di dunia dan dituangkan dalam buku
1
Gagasan Dasar Tentang Konstitusi Dan Mahkamah Konstitusi Oleh: Jimly Asshidiqie
Lahirnya UUDS 1950 adalah bukti historis kembalinya Indonesia kepada negara
Kesatuan. Hal tersebut tentunya tidaklah muncul dengan sendirinya. Keinginan terbesar
rakyat Indonesia merupakan “kata kunci” lahirnya negara kesatuan Republik Indonesia. 3 Era
1950-1959 merupakan periode demokrasi konstitusional, meskipun dalam kurun waktu itu,
Indonesia hanya bersandar pada UUDS 1950. Konstitusi ini seekaligus menjadi starting point
bagi upaya pembentukan sebuah negara modern Indonesia yang berbentuk kesatuan.4
Sebagaimana halnya UUD 1945 dan Konstitusi RIS 1949, masa berlaku UUDS 1950
pun terbilang singkat. Sejak berlakunya UUDS 1950 pada 17Agustus 1950, maka melalui
Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, UUDS 1950 dinyatakan tidak efektif lagi dan beralih
2
Berdasarkan Maklumat No X Tanggal 1 November 1945 dan pengumuman pemerintah tanggal 3
November 1945 pada masa Kabinet Sjahrir pertama.
3
Majda El Muhtaj. “Hak Asasi Manusia dan Konstitusi Indonesia”. Prenada Media Group,.Jakarta,
hlm. 77. Lihat pula Herbert Feith, The Decline, hlm. 71.
4
Majda El Muhtaj. “Hak Asasi Manusia dan Konstitusi Indonesia”. Prenada Media Group,.Jakarta,
hlm. 77. Lihat Disertasi Bahtiar Effendi pada Departemen Ilmu Politik, Ohio State University ,
Amerika Serikat tahun 1994, “Islam and the State: The Tansformation of Islamic Political Ideas and
Practeces in Indonesia.Lihat juga Wolhoff, Op.Cit., hlm.106
5
Ibid, hlm. 79. Lihat pula Bernhard Dahm, hlm. 188.
6
Ibid, hlm. 79. Masa berlakunya UUD 1945 kurang lebih 4 tahun; Konstitusi RIS 1949 kurang lebih
1 tahun; UUDS 1950 kurang lebih 9 tahun; dan UUD 1945 periode kedua kurang lebih 40 tahun.
7
Ibid, hlm. 84. Lihat pula Fuad Bawazier, “MPR dan Komisi Konstitusi”, dalam Republika, edisi 24
November 2001.
8
Ibid. Lihat pula Saldi Isra, “Konstitusi Baru: Agenda Mendesak”, dalam Kompas, edisi 24 Agustus
2001.
Metode penulisan dalam pembuatan makalah ini, kami menggunakan metode penulisan:
1. Studi Pustaka : yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan
data dari buku, jurnal, dan literatur lainnya yang sangat berkenaan dengan materi
pembahasan.
2. Diskusi : yaitu metode yang dilakukan dengan cara berbagi informasi dengan
teman sekelompok untuk membahas materi yang tercantum dalam makalah ini.
PEMBAHASAN
A. Pembukaan
Liav Orgad, membagi pembukaan suatu konstitusi ke dalam terminology formal dan
substansif. Menurut terminology formal, pembukaan merupakan suatu pengantar untuk
mengenal konstitusi yang biasanya ditandai dengan kata ”pembukaan” atau alternative
lainnya. Klaasifikasi formal ini menyediakan sarana identifikasi posisi pembukaan yang
ringkas dan teknis. Secara substansif, pembukaan berisi sejarah dibalik perumusan suatu
konstitusi, prinsip-prinsip dan nilai-nilai fundamental. Liav Orgard menambahkan bahwa
materi muatan pembukaan dapat diklasifikasikan ke dalam 5 kategori: Kedaulatan, Sejarah,
Tujuan dan Cita Bangsa, Identitas Nasional, Agama dan Ketuhanan.
9
Perubahan Konstitusi Dan Reformasi Ketatanegaraan Indonesia, Abu Tamrin
10
Membangun Budaya Sadar Berkonstitusi Oleh: Jimly Asshiddiqie
Pasca kejatuhan Soeharto (Mei 1998), salah satu yang menjadi amanat reformasi adalah
perubahan UUD 1945. UUD 1945 dipandang telah menciptakan dirinya multitafsir.
Penafsiran sepihak atas UUD 1945 telah dirasakan memberikan ilkim negative bagi arah
pembangunan Indonesia. Penguasa kerap menjadikan UUD 1945 sebagai “tameng” untuk
mempertahankan kekuasaan mereka.11
Oleh karena UUD 1945 tidak ditemukan sebuah pengaturan yang tegas, akibatnya
muncul berbagai interpretasi terhadap kualitas muatan dan jaminan UUD 1945 atas HAM.
Akan tetapi, satu hal yang patut mendapat apresiasi positif adalah bahwa para pendiri bangsa
Indonesia telah berhasil memformulasikan sebuah tatanan kehidupan nasional berikut atas
jaminan HAM, jauh sebelum masyarakat Internasional merumuskan Deklarasi Universal
Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) PBB, 10 Desember 1948).14
Penekanan dan Jaminan Konstitusi RIS atas HAM, secara historis dipengaruhi oleh
Universsal Declaration of Human Rights (DUHAM) yang dirumuskan oleh PBB pada
11
Ibid. Lihat pula Ni’matul Huda. Politik Ketatanegaraan Indonesia: Kajian Terhadap Dinamika
PerubahanUUD 1945(Yogyakarta: FH UII Press, 2003), hlm. 1.
12
Ibid, hlm 93. Lihat pula John Alder. General Principles of Constitusional and Administrative Law
(New York : Palgrave Macmillan, 2002), hlm. 39.
13
Sri Soemantri. Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi (Bandung: Alumni, 1987), hlm. 51
14
Bambang Sunggono dan Aries Harianto. Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia ( Bandung:
Mandar Maju, 1994), hlm. 85
Todung Mulya Lubis dengan tegas mengatakan bahwa kembalinya berlaku UUD.
1945 itu berarti bawa jaminan konstitusi atas HAM menjadi tidak sempurna dan tegas. Sisi
fleksibelitas UUD1945 mengakibatkan fleksibel pula arah penegakkan HAM di Indonesia.
Akibatnya muatan HAM di dalam UUD 1945 mwnurut Mahfud MD, Sangat bergantung dari
konfigurasi politik tertentu. Jika konfigurasi politik demokratis, maka HAM memperoleh
tempat dan implementasi yang relative proposional, tetapi jika konfigurasi politik sedang
bekerja di bawah paying otoritarian, maka HAM pun akan mendapat perlakuan yang buruk.16
15
Soepomo. Undang-Undang….., hlm. 9
16
Moh. Mahfud MD.”Perlindungan Hukum atas Hak Asasi Manusia”. Makalah diskusi ilmiah tentang
perlibdungan HAM dalam Sistem Hukum Indonesia.
PENUTUP
I. Kesimpulan
Nilai-nilai yang terdapat pada ideologi Pancasila berkedudukan sebagai Nilai Luhur
(NL), sementara nilai-nilai lainnya yang terdapat pada Pembukaan berkedudukan sebagai
Nilai Dasar (ND). Kedua derajat nilai ini bersifat universal dan lestari, tetapi
pemahamannya bersifat eksklusif Indonesia.
Nilai-nilai (NL dan ND) itu selanjutnya diwujudkan dan dijabarkan dalam bentuk
pasal-pasal/ayat-ayat pada Batang Tubuh UUD 1945. Penafsiran dan/atau perubahan Batang
Tubuh UUD 1945 (sebagaimana ternyata telah dirubah untuk yang Pertama (1999) dan
Kedua (2000) oleh MPR) tidak boleh menyimpang dari semangat NL dan ND yang termuat
di dalam Pembukaan UUD 1945. Tegasnya, perubahan (dalam Batang Tubuh) itu dapat
dilakukan sejauh masih dalam kerangka penjabaran/pewujudan nilai-nilai (NL dan ND) yang
terdapat pada Pembukaan UUD 1945
II. Saran
21. Jurnal Yudisial.”Dialektika Hukum dan Agama”. Vol 8 No. 1 April 2015