Anda di halaman 1dari 6

[TINJAUAN PUSTAKA]

Stunting, Faktor Resiko dan Pencegahannya


Sutarto1, Diana Mayasari1, Reni Indriyani2
1Bagian IKKOM dan IKM, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
2Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang, Bandar Lampung

Abstrak
Indonesia mempunyai masalah gizi yang cukup berat yang ditandai dengan banyaknya kasus gizi kurang. Malnutrisi
merupakan suatu dampak keadaan status gizi. Stunting adalah salah satu keadaan malnutrisi yang berhubungan
dengan ketidakcukupan zat gizi masa lalu sehingga termasuk dalam masalah gizi yang bersifat kronis. Prevalensi
stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam
(23%), dan Thailand (16%) dan menduduki peringkat kelima dunia. Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi
dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang
paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari
Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Pencegahan stunting dapat dilakukan antara lain dengan cara
1.Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. 2.ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan
diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. 3.Memantau pertumbuhan balita di
posyandu. 4.Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan.

Kata kunci: stunting, gizi, balita,

Stunting, Risk Factors and Prevention


Abstract
Indonesia has severe nutritional problems characterized by the number of malnutrition cases. Malnutrition is an
impact of the state of nutritional status. Stunting is one of the state of malnutrition associated with past nutritional
insufficiency that is included in chronic nutritional problems. The prevalence of stunting in Indonesia is higher than
other countries in Southeast Asia, such as Myanmar (35%), Vietnam (23%), and Thailand (16%) and ranked fifth in
the world. Stunting is caused by multi-dimensional factors and not only caused by malnutrition factors experienced
by pregnant women and children under five. The most decisive intervention to reduce stunting pervalence should
therefore be done on the first 1,000 days of life (HPK) of children under five. Prevention of stunting can be done,
among others, by 1. Fulfillment of nutritional needs for pregnant women. 2.ASIASI exclusive until the age of 6
months and after the age of 6 months are given complementary foods ASI (MPASI) is quite the amount and quality.
3. Monitor the growth of children under five in posyandu. 4.Increase access to clean water and sanitation facilities,
and maintain environmental cleanliness.

Keywords: stunting, nutrition, toddler

Korespondensi: Sutarto, Alamat jl. Perumahan Taman Palapa Indah Kelurahan Gunung Terang Kecamatan
Langkapura Bandar Lampung, 08127270605, e-mail: sutarto@fk.unila.ac.id

Pendahuluan lama. Stunting adalah salah satu keadaan


Indonesia mempunyai masalah gizi malnutrisi yang berhubungan dengan
yang cukup berat yang ditandai dengan ketidakcukupan zat gizi masa lalu sehingga
banyaknya kasus gizi kurang pada anak termasuk dalam masalah gizi yang bersifat
balita, usia masuk sekolah baik pada laki- kronis. Stunting diukur sebagai status gizi
laki dan perempuan. Masalah gizi pada usia dengan memperhatikan tinggi atau panjang
sekolah dapat menyebabkan rendahnya badan, umur, dan jenis kelamin balita.
kualiatas tingkat pendidikan, tingginya Kebiasaan tidak mengukur tinggi atau
angka absensi dan tingginya angka putus panjang badan balita di masyarakat
sekolah.1 Malnutrisi meru-pakan suatu menyebabkan kejadian stunting sulit
dampak keadaan status gizi baik dalam disadari. Hal tersebut membuat stunting
jangka waktu pendek maupun jangka waktu

J Agromedicine | Volume 5 | Nomor 1 | Juni 2018 | 540


Sutarto | Stunting, Faktor Resiko dan Pencegahannya

menjadi salah satu fokus pada target Isi


perbaikan gizi di dunia sampai tahun 2025.2 Kondisi gagal tumbuh pada anak
Stunting atau perawakan pendek balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari
(shortness). suatu keadaan tinggi badan kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu
(TB) seseorang yang tidak sesuai dengan pendek untuk usianya. Kekurangan gizi
umur, yang penentuannya dilakukan terjadi begitu saja sejak bayi dalam
dengan menghitung skor Z-indeks Tinggi kandungan dan pada masa awal setelah
Badan menurut Umur (TB/U). Seseorang bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru
dikatakan stunting bila skor Z-indeks TB/U- nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita
nya di bawah -2 SD (standar deviasi). pendek (stunted) dan sangat pendek
Kejadian stunting merupakan dampak dari (severely stunted) adalah balita dengan
asupan gizi yang kurang, baik dari segi panjang badan (PB/U) atau tinggi badan
kualitas maupun kuantitas, tingginya (TB/U) menurut umurnya dibandingkan
kesakitan, atau merupakan kombinasi dari dengan standar baku who-mgrs
keduanya. Kondisi tersebut sering dijumpai (multicentre growth reference study) 2006.6
di negara dengan kondisi ekonomi kurang.3 Stunting merupakan masalah kurang
Pangan merupakan salah satu hal gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi
yang diperlukan manusia untuk bertahan yang kurang dalam waktu cukup lama
hidup. Ketahanan pangan mengacu pada akibat pemberian makanan yang tidak
kemampuan individu atau kelompok dalam sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting
pemenuhan akses pangan yang cukup baik terjadi mulai janin masih dalam kandungan
dari segi ekonomi maupun fisik, aman, dan dan baru nampak saat anak berusia dua
bergizi untuk memenuhi kebutuhan agar tahun. Kekurangan gizi pada usia dini
dapat hidup dengan sehat dan baik. meningkatkan angka kematian bayi dan
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak, menyebabkan penderitanya mudah
rumah tangga yang mengalami kerawanan sakit dan memiliki postur tubuh tak
pangan lebih cenderung memiliki balita maksimal saat dewasa. Kemampuan kognitif
dengan keadaan stunting.2 Penyakit pada para penderita juga berkurang, sehingga
anak tetap menjadi masalah yang mengakibatkan kerugian ekonomi jangka
berpengaruh terhadap status gizi di panjang bagi Indonesia.5
Indonesia. Asupan energi dan zat gizi yang Anak kerdil yang terjadi di Indonesia
tidak memadai, serta penyakit infeksi sebenarnya tidak hanya dialami oleh rumah
merupakan faktor yang sangat berperan tangga/keluarga yang miskin dan kurang
terhadap masalah stunting.4 mampu, karena stunting juga dialami oleh
Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat rumah tangga / keluarga yang tidak miskin /
prevalensi stunting nasional mencapai 37,2 yang berada di atas 40 % tingkat kesejah-
persen, meningkat dari tahun 2010 (35,6%) teraan sosial dan ekonomi.6
dan 2007 (36,8%). Artinya, pertumbuhan Stunting disebabkan oleh faktor multi
tidak maksimal diderita oleh sekitar 8,9 juta dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh
anak Indonesia, atau satu dari tiga anak faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil
Indonesia. Prevalensi stunting di Indonesia maupun anak balita. Intervensi yang paling
lebih tinggi daripada negara-negara lain di menentukan untuk dapat mengurangi
Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), pervalensi stunting oleh karenanya perlu
Vietnam (23%), dan Thailand (16%). dilakukan pada 1.000 Hari Pertama
Indonesia menduduki peringkat kelima Kehidupan (HPK) dari anak balita. Beberapa
dunia untuk jumlah anak dengan kondisi faktor yang menjadi penyebab stunting
stunting. Lebih dari sepertiga anak berusia dapat digambarkan sebagai berikut:7;6
di bawah lima tahun di Indonesia tingginya 1.Praktek pengasuhan yang kurang baik,
berada di bawah rata-rata.5 termasuk kurangnya pengetahuan ibu
mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan
pada masa kehamilan, serta setelah ibu
melahirkan. Beberapa fakta dan informasi

J Agromedicine | Volume 5 | Nomor 1 | Juni 2018 | 541


Sutarto | Stunting, Faktor Resiko dan Pencegahannya

yang ada menunjukkan bahwa 60% dari akan meningkatkan kejadian sakit, sepeti
anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air yang disampaikan pada penelitian Safitri, Uji
Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 korelasi antara sanitasi rumah dengan
anak usia 0-24 bulan tidak menerima kejadian diare pada balita juga menunjuk-
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP- kan adanya hubungan yang signifikan.
ASI). MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan Keluarga dengan sanitasi rumah memenuhi
ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain syarat sebagian besar memiliki balita yang
berfungsi untuk mengenalkan jenis makan- tidak terkena diare, begitu pula sebaliknya.
an baru pada bayi, MPASI juga dapat Hal tersebut terjadi karena sanitasi tidak
mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi memenuhi syarat, cenderung tidak memiliki
yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI, penyediaan air bersih untuk mencuci
serta membentuk daya tahan tubuh dan tangan dan makanan maupun member-
perkembangan sistem imunologis anak sihkan peralatan makan sehingga kuman
terhadap makanan maupun minuman. dan bakteri penyebab diare tidak dapat
2.Masih terbatasnya layanan kesehatan hilang. Penyediaan air berhubungan erat
termasuk layanan ANC-Ante Natal Care dengan kesehatan. Di negara berkembang,
(pelayanan kesehatan untuk ibu selama kekurangan penyediaan air yang baik
masa kehamilan), Post Natal Care dan sebagai sarana sanitasi akan meningkatkan
pembelajaran dini yang berkualitas. terjadinya penyakit dan kemudian berujung
Informasi yang dikumpulkan dari publikasi pada keadaan malnutrisi.9 Komponen
Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan fasilitas sanitasi yang tidak terpenuhi juga
bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu merupa-kan penyebab terjadinya diare
semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi dalam keluarga. Akses dan sarana toilet
64% di 2013 dan anak belum mendapat yang buruk, serta tidak adanya fasilitas
akses yang memadai ke layanan imunisasi. pengelolaan tinja dan limbah akan
Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum menambah resiko terjadinya diare pada
mengkonsumsi sumplemen zat besi yang balita dalam keluarga karena persebaran
memadai serta masih terbatasnya akses ke virus, kuman, dan bakteri akan semakin
layanan pembelajaran dini yang berkualitas tinggi.10
(baru 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun belum Faktor lain terkait erat dengan kejadian
terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak pendek adalah kejadian kurang energi
Usia Dini). kronis (KEK) pada wanita usia subur 15-49
3.Masih kurangnya akses rumah tangga / tahun, baik hamil maupun tidak hamil.
keluarga ke makanan bergizi. Penyebabnya Menurut Riskesdas 2013, prevalensi risiko
karena harga makanan bergizi di Indonesia KEK pada wanita hamil adalah 24,2 persen,
masih tergolong mahal. sedangkan pada wanita tidak hamil adalah
4.Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. 20,8 persen
Data yang diperoleh di lapangan menun- Stunting dapat dipengaruhi oleh
jukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di banyak faktor terutama riwayat terdahulu
Indonesia masih buang air besar (BAB) di dibandingkan dengan diare yang hanya
ruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga dilihat dalam waktu yang singkat. 11 Faktor
belum memiliki akses ke air minum bersih. lain seperti keberagaman pangan baik zat
Pada penelitian oleh Aridiyah, diha- gizi makro dan mikro terdahulu juga dapat
silkan bahwa jumlah ibu anak balita stunting mempengaruhi keadaan stunting pada
yang berpendidikan rendah adalah sebesar balita.12 Diare merupakan penyakit infeksi
96,7% di desa, sedangkan untuk di kota metabolisme yang dampaknya dapat
sebesar 80%. Pada status pekerjaan ibu langsung dilihat dalam jangka waktu yang
anak balita stunting yang berada di wilayah singkat, sedangkan keadaan stunting
desa terbanyak adalah tidak bekerja sebesar merupakan malnutrisi yang bersifat kronis
71%, dan di kota sebesar 53,3%.8 dampak dari keadaan yang terjadi dalam
Peran sanitasi dalam mempengaruhi waktu yang lama dan terus-menerus.2
kejadian stunting, karena saniasi yang buruk

J Agromedicine | Volume 5 | Nomor 1 | Juni 2018 | 542


Sutarto | Stunting, Faktor Resiko dan Pencegahannya

Pendek yang merupakan hasil dari antara anak-anak yang tergolong pendek
gen bawaan ditambah kondisi gizi pada atau normal. Diasumsikan secara umum,
janin dan bayi ditambah infeksi dan faktor konsumsi yang diperoleh untuk seluruh
epigenik lainnya, akan berdampak pada anak (pendek atau normal), kondisinya
jangka pendek maupun panjang, yang pada sama, kurang dari AKG. Jika hal ini
gilirannya meningkatkan penyakit dan berlangsung bertahun-tahun maka terjadi
menjadi beban yang berat. Untuk melihat masalah kronis.14
pertumbuhan bayi khususnya panjang Pengaruh orang tua yang merokok
badan, pertumbuhan anak dari sejak lahir baik pada tingkat pengeluaran terendah
sampai usia 15 bulan dapat terjadi sampai yang teratas, prevalensi anak
gangguan pertumbuhan, mungkin karena pendek dari orang tua merokok adalah
asupan gizi yang kurang, seringnya 33,7% dibanding yang tidak merokok 13,7%.
menderita penyakit infeksi, atau faktor Secara keseluruhan, orang tua merokok
determinan lainnya. Anak-anak yang berat menyebabkan penambahan sekitar 16%
badan waktu lahir <2500 gram, cenderung kejadian anak pendek dibanding orang tua
prevalensi pendeknya lebih banyak tidak merokok.15
dibandingkan dengan anak yang lahir Salah satu studi pencemaran ling-
normal dan lahir dengan berat badan >4000 kungan yang berdampak pada kesehatan
gram. Ini berarti kejadian double burden masyarakat adalah cemaran pestisida yang
sudah mulai nampak pada bayi lahir. banyak digunakan pada pertanian. Pada
Menjaga bayi dengan lahir normal menjadi satu wilayah yang penggunaan pestisidanya
sangat penting, agar status gizi bisa menjadi tinggi ditemukan perbedaan proporsi
lebih baik.13 Kondisi ini menunjukkan penderita hipotiroidisme (berdasarkan
pentingnya melahirkan bayi yang normal, kadar TSHs/Thyroid Stimulating Hormons)
sebab bila bayi lahir sudah pendek, yang nyata antara daerah terpapar dan
pertumbuhannya akan terhambat, bahkan daerah yang tidak terpapar cemaran
berdampak pula pada akibat lain yaitu pestisida. Bila dibiarkan, pertumbuhan akan
perkembangan yang terhambat dan risiko terganggu dan menyebabkan kejadian
menderita penyakit tidak menular di masa stunting (pendek) yang semakin banyak.
dewasa nanti. Akibatnya anak ini akan Meskipun studi ini cakupan wilayahnya
menjadi pendek dan bila menjadi ibu akan tidak begitu besar, namun dampak cemaran
melahirkan generasi yang pendek, demikian lingkungan harus terus diwaspadai.15
seterusnya sehingga terjadi pendek lintas Masih dominannya kejadian anak pendek
generasi.14 pada penduduk besar kemungkinan
Banyak faktor yang menyebabkan merupakan dampak dari kelaparan yang
stuting pada balta, namun karena mereka terjadi dalam waktu lama. Penyebab yang
sangat tergantung pada ibu/keluarga, maka mendasar antara lain adalah kemiskinan.
kondisi keluarga dan lingkungan yang Pencegahan stunting dapat dilakukan
mempengaruhi keluarga akan berdampak antara lain dengan cara :14 1.Pemenuhan
pada status gizinya. Pengurangan status gizi kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. Ibu hamil
terjadi karena asupan gizi yang kurang dan harus mendapatkan makanan yang cukup
sering terjadinya infeksi. Jadi faktor ling- gizi, suplementasi zat gizi (tablet zat besi
kungan, keadaan dan perilaku keluarga yang atau Fe), dan terpantau
mempermudah infeksi berpengaruh pada kesehatannya. Namun, kepatuhan ibu hamil
status gizi balita. Kecukupan energi dan untuk meminum tablet tambah darah hanya
protein per hari per kapita anak Indonesia 33%. Padahal mereka harus minimal
terlihat sangat kurang jika dibanding Angka mengkonsumsi 90 tablet selama kehamilan.
Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan baik 2.ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan
pada anak normal atau pendek. Hal ini setelah umur 6 bulan diberi makanan
sangat menarik, ternyata asupan energi pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah
maupun protein tidak berbeda bermakna dan kualitasnya. 3.Memantau pertumbuh-
an balita di posyandu merupakan upaya

J Agromedicine | Volume 5 | Nomor 1 | Juni 2018 | 543


Sutarto | Stunting, Faktor Resiko dan Pencegahannya

yang sangat strategis untuk mendeteksi dini pravalensi stunting, perlu dilakukan pada
terjadinya gangguan pertumbuhan. 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari
4.Meningkatkan akses terhadap air bersih anak balita. Pencegahan stunting dapat
dan fasilitas sanitasi, serta menjaga keber- dilakukan antara lain dengan cara 1.Peme-
sihan lingkungan. nuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil.
2.ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan
Ringkasan setelah umur 6 bulan diberi makanan
Indonesia mempunyai masalah gizi pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah
yang cukup berat yang ditandai dengan dan kualitasnya. 3.Memantau pertumbuhan
banyaknya kasus gizi kurang. Malnutrisi balita di posyandu. 4.Meningkatkan akses
merupakan suatu dampak keadaan status terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi,
gizi. Stunting adalah salah satu keadaan serta menjaga kebersihan lingkungan.
malnutrisi yang berhubungan dengan
ketidakcukupan zat gizi masa lalu sehingga
termasuk dalam masalah gizi yang bersifat Daftar Pustaka
kronis. Prevalensi stunting di Indonesia 1. Sulastri D. Faktor determinan kejadian
lebih tinggi daripada negara-negara lain di stunting pada anak usia sekolah di
Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), kecamatan lubuk kilangan Kota
Vietnam (23%), dan Thailand (16%) dan Padang. J Kesehat - Maj Kedokt
menduduki peringkat kelima dunia. Stunting Andalas. 2012;36(1):39–50.
disebabkan oleh faktor multi dimensi dan 2. Safitri CA, Nindya TS. Hubungan
tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi ketahanan pangan dan penyakit diare
buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun dengan stunting pada balita 13-48
anak balita. Intervensi yang paling bulan di Kelurahan Manyar Sabrangan,
menentukan untuk dapat mengurangi Surabaya. J Amerta Nutr. 2017;1(2):52–
pervalensi stunting oleh karenanya perlu 61. doi:10.20473/amnt.v1i2.2017.52-
dilakukan pada 1.000 Hari Pertama 61
Kehidupan (HPK) dari anak balita. 3. Apoina K, Suhartono, Subagio HW,
Pencegahan stunting dapat dilakukan Budiyono, Emman IM. Kejadian
antara lain dengan cara 1.Pemenuhan stunting dan kematangan usia tulang
kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. 2.ASI pada anak usia sekolah dasar di daerah
eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah pertanian Kabupaten Brebes. J Kesehat
umur 6 bulan diberi makanan pendamping Masy. 2016;11(2):96–103.
ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan doi:http://dx.doi.org/10.15294/
kualitasnya. 3.Memantau pertumbuhan kemas.v11i1.3462
balita di posyandu. 4.Meningkatkan akses 4. Sari EM, Juffrie M, Nurani N, Sitaresmi
terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, MN. Asupan protein, kalsium dan
serta menjaga kebersihan lingkungan. fosfor pada anak stunting dan tidak
stunting usia 24-59 bulan. J Gizi Klin
Simpulan Indones. 2016;12(4):152–159.
Masalah gizi di Indonesia cukup berat https://jurnal.ugm.ac.id/jgki%0AAsupa
yang ditandai dengan banyaknya kasus gizi n.
kurang. Malnutrisi merupakan suatu dam- 5. MCA Indonesia. Stunting dan masa
pak keadaan status gizi. Salah satunya depan Indonesia. Millenn Chall Acc -
keadaan malnutrisi berhubungan dengan Indones. 2013;2010:2–5. www.mca-
stunting. Prevalensi stunting di Indonesia indonesia.go.id.
lebih tinggi daripada negara di Asia Tengga- 6. TNP2K. 100 Kabupaten/Kota Prioritas
ra, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting).
dan Thailand (16%) dan menduduki pering- Pertama. (Tim Nasional Percepatan
kat ke-5 dunia. Stunting disebabkan oleh Penanggulangan Kemiskinan, ed.).
faktor multi dimensi. Intervensi yang paling Jakarta: Tim Nasional Percepatan
menentukan untuk dapat mengurangi Penanggulangan Kemiskinan; 2017.

J Agromedicine | Volume 5 | Nomor 1 | Juni 2018 | 544


Sutarto | Stunting, Faktor Resiko dan Pencegahannya

7. Yustika AE. Buku Pelengkap Sistem the diarrhea-stunting pathway?


pembangunan desa. 2015:41. PLOS ONE J. 2012;7(10):1–6.
8. Aridiyah FO, Rohmawati N, Ririanty http://journals.plos.org/plosone/arti
M. Faktor-faktor yang cle/file?id=10.1371/journal.pone.00
mempengaruhi kejadian stunting 47908&type=printable.
pada anak balita di wilayah 12. JH R, N A, RO S, et al. Low dietary
pedesaan dan perkotaan. e-Jurnal diversity is a predictor of child
Pustaka Kesehat. 2015;3(1):163– stunting in rural Bangladesh. Eur J
170. Chlinical Nutr. 2010;64:1393–1398.
9. Hunter PR, MacDonal AM CR. Water https://www.nature.com/ejcn/journ
supply and health. PLOS Med. al/v64/n12/pdf/ejcn2010171a.pdf.
2010;7(11):1–9. 13. Kementerian Kesehatan RI. Analisis
http://journals.plos.org/plosmedicin situasi kesehatan berbasis siklus
e/article/file?id=10.1371/journal.pm kehidupan. Lemb Pnb Balitbangkes.
ed.1000361&type=printable. 2013.
10. Kyereme AK AJ. Residential status 14. Trihono, Atmarita, Tjandrarini D, et
and the incidence of diarrhoea al. Pendek (stunting) di Indonesia,
among children under-five years in masalah dan solusinya. Pertama.
Ghana. J Epidemiol Glob Health. (Sudomo M, ed.). Jakarta: Lembaga
2015;6:131–140. Penerbit Balitbangkes; 2015.
http://www.sciencedirect.com/scien www.litbang.depkes.go.id.
ce/article/pii/S2210600615000581. 15. Atmarita. Masalah anak pendek di
11. Walker CLF, Lamberti L, Adair L, Indonesia dan implikasinya terhadap
Guerrant RL, Lescano AG, Martorell kemajuan negara. J Gizi Indones.
R, Pinkerton RC BR. Does childhood 2012;35(2).
diarrhea influence cognition beyond

J Agromedicine | Volume 5 | Nomor 1 | Juni 2018 | 545

Anda mungkin juga menyukai