Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUT MIOKARD INFARK

I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Infark miokard akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh
karena sumbatan pada arteri koroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena
adanya aterosklerotik pada dinding arteri koroner sehingga menyumbat aliran
darah ke jaringan otot jantung (M. Black, Joyce, 2014: 343).
Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah
ke otot jantung terganggu (M. Black, Joyce, 2014: 343).

B. Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab IMA paling sering adalah oklusi lengkap atau hampir lengkap
dari arteri coroner, biasanya dipicu oleh ruptur plak arterosklerosis yang
rentan dan diikuti pleh pembentukan trombus. Ruptur plak dapat dipicu oleh
faktor-faktor internal maupun eksternal.
Faktor internal antara lain karakteristik plak, seperti ukuran dan
konsistensi dari inti lipid dan ketebalan lapisan fibrosa, serta kondisi
bagaimana plak tersebut terpapar, seperti status koagulasi dan derajat
vasokontriksi arteri. Plak yang rentan paling sering terjadi pada area dengan
stenosis kurang dari 70 % dan ditandai dengan bentuk yang eksentrik dengan
batas tidak teratur, inti lipid yang besar dan tipis, serta pelapis fibrosa yang
tipis.
Faktor eksternal berasal dari aktivitas klien atau kondisi eksternal yang
memengaruhi klien. Aktivitas fisik berat dan stress emosional berat, seperti
kemarahan, serta peningkatan respon system saraf simpatis dapat
menyebabkan rupture plak. Pada waktu yang sama, respon system saraf
simpatis akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Peneliti telah
melaporkan bahwa faktor eksternal, seperti paparan dingin dan waktu tertentu
dalam satu hari, juga dapat memengaruhi rupture plak. Kejadian coroner akut
terjadi lebih sering dengan paparan terhadap dingin dan pada waktu pagi hari.

1
2

Peneliti memperkirakan bahwa peningkatan respon system saraf simpatis


yang tiba-tiba dan berhubungan dengan faktor-faktor ini dapat berperan
terhadap ruptur plak. Peran inflamasi dalam memicu ruptur plak masih dalam
penelitian (M. Black, Joyce, 2014: 343).
Apapun penyebabnya, ruptur plak aterosklerosis akan menyebabkan
a. Paparan aliran darah terhadap inti plak yang kaya lipid
b. Masuknya darah ke dalam plak, menyebabkan plak membesar
c. Memicu pembentukan thrombus
d. Oklusi parsial atau komplet dari arteri coroner.
Angina tak stabil berhubungan dengan oklusi parsial jangka pendek dari
arteri coroner, sementara IMA berasal dari oklusi lengkap atau signifikan dari
arteri coroner yang berlangsung lebih dari 1 jam. Ketika aliran darah berhenti
mendadak, jaringan miokardium yang disuplai oleh arteri tersebut akan mati.
Spasme arteri coroner juga dapat menyebabkan oklusi akut. Faktor risiko
yang memicu serangan jantung pada klien sama untuk semua tipe PJK.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang berhubungan dengan IMA berasal dari iskemia
otot jantung dan penurunan fungsi serta asidosis yang terjadi. Manifestasi
klinis utama dari IMA adalah nyeri dada yang serupa dengan angina pectoris
tetapi lebih parah dan tidak berkurang dengan nitrogliserin. Nyeri dapat
menjalar ke leher, rahang, bahu, punggung atau lengan kiri. Nyeri juga dapat
ditemukan di dekat epigastrium, menyerupai nyeri pencernaan. IMA juga
dapat berhubungan dengan manifestasi klinis yang jarang terjadi berikut ini:
a. Nyeri dada, perut, punggung, atau lambung yang tidak khas.
b. Mual atau pusing.
c. Sesak napas dan kesulitan bernapas.
d. Kecemasan, kelemahan, atau kelelahan yang tidak dapat dijelaskan
e. Palpitasi, kringat dingin, pucat
Wanita yang mengalami IMA sering kali datang dengan satu atau lebih
manifestasi yang jarang terjadi di atas.
3

D. Klasifikasi AMI
a. Infark Miokard Subendokardial
Infark Miokard Subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial
yang relative menurun dalam waktu yang lama sebagai akibat perubahan
derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi
seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia.
b. Infark Miokard Transmural
Pada lebih dari 90% pasien infark miokard transmural berkaitan dengan
thrombosis koroner. Trombosis sering terjadi di daerah yang mengalami
penyempitan arteriosklerosik. Penyebab lain lebih jarang di temukan
(Rendy & Margareth, 2012: 87).

E. Patofisiologi
IMA dapat dianggap sebagai titik akhir dari PJK. Tidak seperti iskemia
sementara yang terjadi dengan angina, iskemia jangka panjang yang tidak
berkurang akan menyebabkan kerusakan ireversibel terhadap miokardium.
Sel-sel jantung dapat bertahan dari iskemia selama 15 menit sebelum
akhirnya mati. Manifestasi iskemia dapat dilihat dalam 8 hingga 10 detik
setelah aliran darah turun karena miokardium aktif secara metabolik. Ketika
jantung tidak mendapatkan darah dan oksigen, sel jantung akan menggunakan
metabolisme anaerobic, menciptakan lebih sedikit adenosine trifosfat (ATP)
dan lebih banyak asam laktat sebagai hasil sampingannya. Sel miokardium
sangat sensitif terhadap perubahan pH dan fungsinya akan menurun. Asidosis
akan menyebabkan miokarium menjadi lebih rentan terhadap efek dari enzim
lisosom dalam sel. Asidosis menyebabkan gangguan sistem konduksi dan
terjadi disritmia. Kontraktilitas juga akan berkurang, sehingga menurunkan
kemampuan jantung sebagai suatu pompa. Saat sel miokardium mengalami
nekrosis, enzim intraselular akan dilepaskan ke dalam aliran darah, yang
kemudian dapat dideteksi dengan pengujian laboratorium (M.Black, Joyce,
2014: 345).
Dalam beberapa jam IMA, area nekrotik akan meregang dalam suatu
proses yang disebut ekspansi infark. Ekspansi ini didorong juga oleh aktivasi
4

neurohormonal yang terjadi pada IMA. Peningkatan denyut jantung, dilatasi


ventrikel, dan aktivasi dari system renin-angiotensin akan meningkatkan
preload selama IMA untuk menjaga curah jantung. Infark transmural akan
sembuh dengan menyisakan pembentukan jaringan parut di ventrikel kiri,
yamg disebut remodeling. Ekspansi dapat terus berlanjut hingga enam
minggu setelah IMA dan disertai oleh penipisan progresif serta perluasan dari
area infark dan non infark. Ekspresi gen dari sel-sel jantung yang mengalami
perombakan akan berubah, yang menyebabkan perubahan structural
permanen ke jantung. Jaringan yang mengalami remodelisasi tidak berfungsi
dengan normal dan dapat berakibat pada gagal jantung akut atau kronis
dengan disfungsi ventrikel kiri, serta peningkatan volume serta tekanan
ventrikel. Remodeling dapat berlangsung bertahun-tahun setelah IMA
(M.Black, Joyce, 2014: 345).
Lokasi IMA paling sering adalah dinding anterior ventrikel kiri di dekat
apeks, yang terjadi akibat trombosis dari cabang desenden arteri coroner kiri.
Lokasi umum lainnya adalah (1) dinding posterior dari ventrikel kiri di dekat
dasar dan di belakang daun katup/ kuspis posterior dari katup mitral dan (2)
permukaan inferior (diafragmantik) jantung. Infark pada ventrikel kiri
posterior terjadi akibat oklusi arteri coroner kanan atau cabang sirkumfleksi
arteri coroner kiri. Infark inferior terjadi saat arteri coroner kanan mengalami
oklusi. Pada sekitar 25 % dari IMA dinding inferior, ventrikel kanan
merupakan lokasi infark. Infark atrium terjadi pada kurang dari 5 %. Peta
konsep menjelaskan efek selular yang terjadi selama infark miokard
(M.Black, Joyce, 2014: 345).
5

F. Pathway
6

G. Komplikasi
Kemungkinan kematian akibat komplikasi selalu menyertai IMA. Oleh
karena itu, tujuan kolaborasi utama antara lain pencegahan komplikasi yang
mengancam jiwa atau paling tidak mengenalinya.
1. Disritmia
Ritme ektopik muncul pada atau sekitar batas dari jaringan miokardium
yang iskemik dan mengalami cedera parah. Miokardium yang rusak juga
dapat mengganggu system konduksi, menyebabkan disosiasi atrium dan
ventrikel (blok jantung). Supraventrikel takikardia (SVT) kadang kala
terjadi sebagai akibat gagal jantung. Reperfusi spontan atau dengan
farmakologis dari area yang sebelumnya iskemik juga dapat memicu
terjadinya ventrikel disritmia.
2. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik berperan hanya pada 9 % kematian akibat IMA, tetapi
lebih dari 70 % klien syok meninggal karena sebab ini. Penyebabnya
antara lain (1) penurunan kontraksi miokardium dengan penurunan curah
jantung, (2) disritmia tak terdeteksi, dan (3) sepsis.
3. Gagal jantung dan edema paru
Penyebab kematian paling sering pada klien rawat inap dengan gangguan
jantung adalah gagal jantung. Gagal jantung melumpuhkan 22 % klien
laki-laki dan 46 % wanita yang mengalami IMA serta bertanggung jawab
pada sepertiga kematian setelah IMA.
4. Emboli paru
Emboli paru (PE) dapat terjadi karena flebitis dari vena kaki panggul
(trombosis vena) atau karena atrial flutter atau fibrilasi. Emboli paru
terjadi pada 10 % hingga 20 % klien pada suatu waktu tertentu, saat
serangan akut atau pada periode konvalensi.
5. Infark miokardum berulang
Dalam 6 tahun setelah IMA pertama, 18 % laki-laki dan 35 % wanita
dapat mengalami IMA berulang. Penyebab yang mungkin adalah
olahraga berlebih, embolisasi, dan oklusi trombotik lanjutan pada arteri
coroner oleh atheroma.
7

6. Nekrosis miokardium
Komplikasi yang terjadi karena nekrosis dari miokardium antara lain
aneurisme ventrikel, ruptur jantung (ruptur miokardium), defek septal
ventrikel (VSD), dan otot papiler yang ruptur. Komplikasi ini jarang
tetapi serius, biasanya terjadi sekitar 5 hingga 7 ahri setelah MI. Jaringan
miokardium nekrotik yang lemah dan rapuh akan meningkatkan
kerentanan terkena komplikasi ini.
7. Perikarditis
Sekitar 28 % klien dengan MI akut transmural akan mengalami
pericarditis dini (dalam 2 hingga 4 hari). Klien mengeluh bahwa nyeri
dada memburuk dengan gerakan, inspirasi dalam, dan batuk. Nyeri
pericarditis akan mereda dengan duduk dan condong ke depan.
8. Sindrom dressler (perikarditis akut)
Sindrom dressler, suatu bentuk pericarditis, dapat terjadi paling akhir
enam minggu hingga beberapa bulan setelah IMA. Klien biasanya datang
dengan demam berlangsung satu minggu atau lebih, nyeri dada
perikardium, gesekan friksi pericardium, dan kadang kala pleuritis
dengan efusi pleura.

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Pada Serangan Akut
a. Penanganan nyeri
1) Morfin Sulfat
Morfin menghilangkan sakit, memperlebar pembuluh darah vena
dan mengurangi beban jantung. Dosis standart Morfin Sulfat 2-5
mg IV, diulang setiap 5-30 menit sampai nyeri menghilang. Efek
sampingnya adalah distress pernapasan (RR < 10 x/menit),
hipotensi, mengantuk, retensi urin, konstipasi, kontriksi pupil,
pusing.
2) Nitrat (Nitrogliserin)
Digunakan untuk menurunkan konsumsi oksigen jantung,
vasoaktif yang berfungsi melebarkan pembuluh darah arteri dan
8

vena sehingga akan mengurangi iskemia dan nyeri angina. Dosis


standart Nitrogliserin 0,4 mg secara sublingual. Efek sampingnya
adalah sakit kepala, hipotensi, lemah.
3) Penghambat Beta
Obat ini mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard,
menurunkan kebutuhan pemakaian oksigen, dengan demikian
dapat meredakan rasa nyeri angina. Obat ini dipakai melalui rute
oral karena dapat diabsorpsi dengan baik. Efek sampingnya
berupa hipotensi.
4) Antagonis Ca
Penghambat kalsium menurunkan kontraktilitas jantung dan
beban kerja jantung sehingga mengurangi keperluan jantung akan
oksigen. Obat ini juga mengendalikan angina varian dengan
merelaksasikan arteri coroner dengan mengurangi kebutuhan
oksigen. Efek sampingnya berupa reflek takikardi, pusing,
pingsan.
b. Membatasi ukuran infark miokardium, dilakukan untuk
meningkatkan suplai darah dan oksigen ke miokardium dan untuk
memelihara, mempertahankan sirkulasi.
1) Antikoagulan
Diberikan untuk menghambat pembentukan bekuan darah. Obat
ini diberikan per oral atau suntikan SC dan IC. Dosis dewasa
5000 U per 6-8 jam secara subkutan, secara IV 5000-10000 U /
lobus IV. Untuk anak-anak 50-100 U per 4 jam IV. Efek samping
heparin biasanya terdapat pendarahan di mulut, hidung, urin,
tempat suntikan atau infus, luka dan kulit, darah pada tinja.
2) Trombolitik
Sering disebut sebagai penghancur bekuan darah, menyerang dan
melarutkan bekuan darah. Dosis standart 1,5 juta units dalam 60
menit atau 4400 IU/Kg/jam selama 12-24 jam IV. Efek samping
yang biasa ditemukan adalah pendarahan, pening, palpitasi, mual.
9

3) Antilipidemik
Antilipidemik menurunkan kadar lipid dalam darah normal, serta
menghilangkan kolesterol dari aliran darah dan membawanya ke
hati. Efek sampingnya adalah konstipasi, tukak peptic yang
ditandai dengan rasa tidak nyaman di saluran cerna, sakit perut.
c. Pemberian oksigen
Terapi oksigen segera dimulai saat awitan (onset) nyeri terjadi.
Oksigen yang dihirup akan langsung meningkatkan saturasi darah.
Efektifitas terapeutik oksigen ditentukan dengan observasi kecepatan
dan irama pertukaran pernapasan. Terapi oksigen dilanjutkan hingga
klien mampu bernafas dengan mudah. Saturasi oksigen dalam darah
secara bersamaan diukur dengan pulse oksimetri.
d. Pembatasan aktifitas fisik
Istirahat merupakan cara yang paling efektif untuk membatasi
aktifitas fisik. Pengurangan atau penghentian seluruh aktivitas pada
umumnya akan mempercepat penghentian nyeri. Klien boleh diam
tidak bergerak atau dipersilahkan untuk duduk atau sedikit
melakukan aktifitas.
2. Penatalaksanaan Jangka Panjang
a. Pemeberian diuretic, biasanya menggunakan derivate
Chlorodiatiazide 50 mg setiap pagi
b. Pemberian nitrat, secara sublingual sangat efektif sebagai upaya
preventif serangan angina. Klien dianjurkan meminum Nitrogliserin
0,4-0,6 mg tablet secara sublingual, 3-5 menit sebelum melakukan
aktivitas atau Isorsobid Dinitrat 5 mg
c. Pemberian penghambat beta yang biasanya digunakan adalah
Propanol 10 mg setiap tiga kali sehari akan mencegah serangan
angina
d. Latihan fisik bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik, mental,
sosial serta vokasional seseorang seoptimal mungkin, sehingga
dicapai kemampuan diri sendiri untuk menjalankan aktivitas di
rumah
10

e. Memerpanjang masa istirahat


f. Tindakan pembedahan. Angina pectoris dapat menetap selama
bertahun-tahun dalam bentuk serangan ringan yang stabil, namun
bila tidak stabil akan berkelanjutan. Skala nyeri dada akan lebih
sering dan berat, ketika terjadi tanpa penyebab yang jelas. Bila gejala
tidak dapat dikontrol dengan terapi farmakologis yang memadai
maka tindakan invasif seperti PTCA (Angioplasti Coroner
Transluminal Perkutan) harus dipikirkan untuk mengoreksi
penyebab utama, baik dengan memperbaiki sirkulasi atau memberi
suplai darah baru ke jantung yang mengalami iskemia.
3. Terapi Non Farmakologis
a. PTCA (Angioplasti Coroner Transluminal Perkutan)
PTCA adalah usaha untuk memperbaiki aliran darah arteri coroner
dengan memecah plak atau atheroma yang telah tertimbun dan
mengganggu aliran darah ke jantung. Kateter dengan ujung
berbentuk balon dimasukan ke arteri coroner yang mengalami
gangguan dan diletakan diantara daerah ateroklerosis. Balon
kemudian dikembangkan dan dikempiskan dengan cepat untuk
memecah plak. Klien yang menggunakan PTCA adalah klien yang
mempunyai lesi yang menyumbat paling tidak 70% lumen internal
arteri coroner besar, sehingga banyak daerah jantung yang beresiko
mengalami iskemia.
b. CABG (Coronary Artery Bypass Graft)
Indikasi CABG yaitu klien dengan komplikasi kegagalan PTCA,
angina yang tidak stabil, angina yang tidak dapat dikontrol dengan
terapi medis, adanya lesi arteri coroner utama dan penyumbatan >
60%. Apabila sumbatan pada arteri kurang dari 70% maka aliran
darah melalui arteri tersebut masih cukup banyak, sehingga
mencegah aliran darah yang adekuat pada pintasan. Akibatnya akan
terjadi bekuan pada CABG sehingg hasil operasi menjadi sia-sia.
11

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Elektrokardiogram
EKG memberi informasi mengenai elektrofisiologi jantung, sehingga
kita mampu memantau perkembangan dan resolusi suatu infark
miokardium.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium sangat membantu dalam mendiagnosis infark
miokardium akut, pemeriksaan darah lengkap sering kali menunjukan
peningkatan leukosit, peningkatan LED, dan peningkatan enzim otot
jantung yang terjadi karena nekrosis otot jantung.
3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi berguna bila ditemukan adanya bendungan paru,
akan tetapi hasil rontgen dada ini tidak bisa menunjukan secara spesifik
adanya infark miokard akut, hanya terkadang terjadi pembesaran jantung.
4. Pemeriksaan Ekokardiografi
Pada IMA tampak kontraksi asinergi di daerah yang rusak dan penebalan
sistolik dinding jantung yang menurun. Dengan ekokardiografi dua
dimensi ini dapat ditemukan daerah dan luas IMA yang terkena, serta
mendeteksi adanya penyulit-penyulit seperti thrombus, rupture septum,
dan aneurisma ventrikel.
5. Pemeriksaan Radioisotope
Pemeriksaan radioisotope ini dapat membantu bila diagnosis IMA masih
meragukan. Hasil pemeriksaan ini akan diambil dan terikat pada daerah-
daerah nekrotik dan tidak pada daerah normal.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas
Perlu ditanyakan: nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, agama,
nomor register, pendidikan, tanggal MRS, serta pekerjaan yang
berhubungan dengan stress atau sebab dari lingkungan yang tidak
menyenangkan. Identitas tersebut digunakan untuk membedakan antara
12

pasien yang satu dengan yang lain dan untuk mementukan resiko
penyakit jantung koroner yaitu laki-laki umur di atas 35 tahun dan wanita
lebih dari 50 tahun.
2. Alasan Masuk Rumah Sakit
Penderita dengan infark miokard akut mengalami nyeri dada, perut,
punggung, atau lambung yang tidak khas, mual atau pusing, sesak napas
dan kesulitan bernapas.
3. Keluhan Utama
Pasien Infark Miokard Akut mengeluh nyeri pada dada substernal, yang
rasanya tajam dan menekan sangat nyeri, terus menerus dan dangkal.
Nyeri dapat menyebar ke belakang sternum sampai dada kiri, lengan kiri,
leher, rahang, atau bahu kiri. Nyeri miokard kadang-kadang sulit
dilokalisasi dan nyeri mungkin dirasakan sampai 30menit tidak hilang
dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien infark miokard akut mengeluh nyeri pada bagian dada yang
dirasakan lebih dari 30 menit, nyeri dapat menyebar samapi lengan kiri,
rahang dan bahu yang disertai rasa mual, muntah, badan lemah dan
pusing.
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada klien infark miokard akut perlu dikaji mungkin pernah mempunyai
riwayat diabetes mellitus, karena diabetes mellitus terjadi hilangnya sel
endotel vaskuler berakibat berkurangnya produksi nitri oksida sehingga
terjadi spasme otot polos dinding pembuluh darah. Hipersenti yang
sebagian diakibatkan dengan adanya penyempitan pada arteri renalis dan
hipo perfusi ginjal dan kedua hal ini disebabkan lesi arteri oleh arteroma
dan memberikan komplikasi trombo emboli.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit jantung keluarga, diabetes mellitus, peningkatan
kolesterol darah, kegemukan, hipertensi, yang beresiko diturunkan secara
genetik berdasarkan kebiasaan keluarganya.
13

7. Riwayat Psikososial
Rasa takut, gelisah dan cemas merupakan psikologis yang sering muncul
pada klien dan keluarga. Hal ini terjadi karena rasa sakit, yang dirasakan
oelh klien. Perubahan psikologis tersebut juga muncul akibat kurangnya
pengetahuan terhadap penyebab, proses dan penanganan penyakit infark
miokard akut. Hal ini terjadi dikarenakan klien kurang kooperatif dengan
perawat.
8. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya
baik atau compos mentis (CM) dan akan berubah sesuai tingkatan
gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
b) Tanda-Tanda Vital
Didapatkan tanda-tanda vital, suhu tubuh meningkat dan menurun,
nadi meningkat lebih dari 20 x/menit.
c) Pemeriksaan Fisik Persistem
 Sistem Persyarafan
Kesadaran pasien kompos mentis, pusing, berdenyut, sakit kepala,
disorientasi, bingung, letargi.
 Sistem Penglihatan
Pada pasien infark miokard akut penglihatan terganggu dan
terjadi perubahan pupil.
 Sistem Pernafasan
Biasanya pasien infark miokard akut mengalami penyakit paru
kronis, napas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman
pernapasan, bunyi napas tambahan (krekels, ronki, mengi),
mungkin menunjukkan komplikasi pernapasan seperti pada gagal
jantung kiri (edema paru) atau fenomena romboembolitik
pulmonal, hemoptysis.
 Sistem Pendengaran
Tidak ditemukan gangguan pada sistem pendengaran.
14

 Sistem Pencernaan
Pasien biasanya hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran
terhadap makanan, mual muntah, perubahan berat badan,
perubahan kelembaban kulit.
 Sistem Perkemihan
Pasien biasanya oliguria, haluaran urine menurun bila curah
jantung menurun berat.
 Sistem Kardiovaskuler
Biasanya bunyi jantung irama tidak teratur, bunyi ekstra, denyut
menurun.
 Sistem Endokrin
Pasien infark miokard akut biasanya tidak terdapat gangguan pada
sistem endokrin.
 Sistem Muskuluskeletal
Biasanya pada pasien infark miokard akut terjadi nyeri,
pergerakan ekstremitas menurun dan tonus otot menurun.
 Sistem Integumen
Pada pasien infark miokard akut turgor kulit menurun, kulit pucat,
sianosis.
 Sistem Reproduksi
Tidak ditemukan gangguan pada sistem pendengaran.
9. Pada pemeriksaan EKG
a) Fase hiperakut (beberapa jam permulaan serangan)
Elevasi yang curam dari segmen ST
Gelombang T yang tinggi dan lebar
VAT memanjang
Gelombang Q tampak
b) Fase perkembangan penuh (1-2 hari kemudian)
Gelombang Q patologis
Elevasi segmen ST yang cembung ke atas
Gelombang T yang terbalik (arrowhead)
15

c) Fase resolusi (beberapa minggu / bulan kemudian)


Gelombang Q patologis tetap ada
Segmen ST mungkin sudah kembali iseolektris
Gelombang T mungkin sudah menjadi normal
10. Pada pemeriksaan darah (enzim jantung CK & LDH)
a) CKMB berupa serum creatinine kinase (CK) dan fraksi MB
merupakan indicator penting dari nekrosis miokard creatinine kinase
(CK) meninngkat pada 6-8 jam setelah awitan infark dan memuncak
antara 24 & 28 jam pertama. Pada 2-4 hari setelah awitan AMI
normal.
b) Dehidrogenase laktat (LDH) mulai tampak pada serum setelah 24
jam pertama setelah awitan dan akan selama 7-10 hari.
c) Petanda biokimia seperti troponin l (Tnl) dan troponin T (TnT)
mempunyai nilai prognostik yang lebihh baik dari pada CKMB.
Troponin C, Tnl dan TnT berkaitan dengan konstraksi dari sel
miokard.
11. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaannya adalah mengembalikan aliran darah koroner
untuk menyelamatkan jantung dari infark miokard, membatasi luasnya
infark miokard, dan mempertahankan fungsi jantung. Pada prinsipnya,
terapi pada kasus ini di tujukan untuk mengatasi nyeri angina dengan
cepat, intensif dan mencegah berlanjutnya iskemia serta terjadinya infark
miokard akut dan kematian mendadak. Oleh karena setiap kasus berbeda
derajat keparahan atau rriwayat penyakitnya, maka cara terapi yang baik
adalah individualisasi dan bertahap, dimulai dengan masuk rumah sakit
(ICCU) dan istirahat total (bed rest) (Huda Nurarif dan Kusuma, 2015:
25).

B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan


1. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan
arteri ditandai dengan nyeri dada dengan/tanpa penyebaran, wajah
meringis, gelisah, delirium, perubahan nadi dan tekanan darah.
16

Tujuan: Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama di


RS
Kriteria Hasil:
- Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1
- Ekpresi wajah rileks/tenang
- Tidak gelisah
- Nadi 60-100 x/menit
- TD 120/80 mmhg
Intervensi:
- Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada
tersebut
- Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan
istirahat
- Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, mis nafas dalam, perilaku
distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi
- Pertahankan oksigenasi dengan bikanul contohnya (2-4 lpm)
- Monitor tanda-tanda vital (nadi & tekanan darah) tiap dua jam
- Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.

2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-


faktor listrik, penurunan karakteristik miokard.
Tujuan: Curah jantung membaik/stabil setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil:
- Tidak ada edema
- Tidak ada disritmia
- Haluaran urin normal
- TTV dalam batas normal
Intervensi:
- Pertahankan tirah baring selama fase akut
- Kaji dan laporkan adanya tanda–tanda penurunan COP, TD
- Monitor haluaran urin
- Kaji dan pantau TTV tiap jam
17

- Kaji dan pantau EKG tiap hari


- Berikan oksigen sesuai kebutuhan
- Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
- Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis
- Berikan makanan sesuai diitnya
- Hindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxan)

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan, iskemik, kerusakan otot


jantung, penyempitan/penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria
ditandai dengan:
- Daerah perifer dingin
- EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
- RR lebih dari 24 x/ menit
- Kapiler refill lebih dari 3 detik
- Nyeri dada
- Gambaran foto torak terdapat pembesaran jantung & kongestif paru
(tidak selalu)
- HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80, AGD dengan : pa O 2 < 80
mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg
- Nadi lebih dari 100 x/ menit
- Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
Tujuan: Gangguan perfusi jaringan berkurang/tidak meluas selama
dilakukan tindakan perawatan di RS
Kriteria Hasil:
- Daerah perifer hangat
- Tak sianosis
- Gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark
- RR 16-24 x/menit
- Tak terdapat clubbing finger
- Kapiler refill 3-5 detik
- Nadi 60-100 x/menit
- TD 120/80 mmHg
18

Intervensi:
- Monitor frekuensi dan irama jantung
- Observasi perubahan status mental
- Observasi warna dan suhu kulit/membran mukosa
- Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
- Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi
- Pantau pemeriksaan diagnostik dan laboratorium mis EKG,
elektrolit, GDA (Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2). Dan pemberian
oksigen

4. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan


penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium/retensi air, peningkatan
tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
Tujuan: Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama
dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil:
- Tekanan darah dalam batas normal
- Tak ada distensi vena perifer/vena dan edema dependen
- Paru bersih
- Berat badan ideal (BB ideal = TB –100 ± 10 %)
Intervensi:
- Ukur masukan/haluaran, catat penurunan, pengeluaran, sifat
konsentrasi, hitung keseimbangan cairan
- Observasi adanya oedema dependen
- Timbang BB tiap hari
- Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler
- Kolaborasi: pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik.

5. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke


alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar -
kapiler (atelektasis, kolaps jalan nafas/alveolar edema paru/efusi, sekresi
berlebihan/perdarahan aktif) ditandai dengan dispnea berat, gelisah,
sianosis, perubahan gda, dan hipoksemia.
19

Tujuan: Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (Pa O 2 < 80


mmHg, Pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg) setelah dilakukan
tindakan keperawtan selama di RS
Kriteria hasil:
- Tidak sesak nafas
- Tidak gelisah
- GDA dalam batas normal (Pa O2 < 80 mmHg, Pa Co2 > 45 mmHg
dan Saturasi < 80 mmHg)
Intervensi:
- Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot bantu
pernafasan
- Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan/tidak adanya bunyi
nafas dan adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki dll.
- Lakukan tindakan untuk memperbaiki/mempertahankan jalan nafas
misalnya, batuk, penghisapan lendir, dll.
- Tinggikan kepala/tempat tidur sesuai kebutuhan/toleransi pasien
- Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/kelelahan
selama kerja atau tanda vital berubah

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/nekrotik jaringan
miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah
dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum.
Tujuan:
Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan
keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil:
- Klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien
- Frekuensi jantung 60-100 x/menit
- TD 120-80 mmhg
Intervensi:
- Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan
sesudah aktifitas
20

- Tingkatkan istirahat (di tempat tidur)


- Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang
tidak berat
- Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh
bengun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam
1 jam setelah makan
- Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap
aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter

7. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis


Tujuan: Cemas hilang/berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama di RS
Kriteria Hasil:
- Klien tampak rileks
- Klien dapat beristirahat
- TTV dalam batas normal
Intervensi:
- Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas
- Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
- Ajarkan tehnik relaksasi
- Minimalkan rangsang yang membuat stress
- Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan
- Berikan sentuhan pada klien dan ajak klien berbincang-bincang
dengan suasana tenang
- Berikan support mental
- Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi

8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang


fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang akan
datang, kebutuhan perubahan pola hidup ditandai dengan pernyataan
masalah, kesalahan konsep, pertanyaan, terjadinya kompliksi yang dapat
dicegah.
Tujuan: Pengetahuan klien tentang kondisi penyakitnya menguat setelah
diberi pendidikan kesehatan selama di RS
21

Kriteria Hasil:
- Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung, rencana
pengobatan, tujuan pengobatan & efek samping/reaksi merugikan
- Menyebutkan gangguan yang memerlukan perhatian cepat
Intervensi:
- Berikan informasi dalam bentuk belajar yang bervariasi, contoh
buku, program audio/visual, tanya jawab, dll.
- Beri penjelasan factor resiko, diet (rendah lemak dan rendah garam)
dan aktifitas yang berlebihan
- Peringatan untuk menghindari paktifitas manuver valsava
- Latih pasien sehubungan dengan aktifitas yang bertahap contoh
jalan, kerja, rekreasi aktifitas seksual.
DAFTAR PUSTAKA

Bararah, Jauhar. 2013. ASUHAN KEPERAWATAN Panduan Lengkap Menjadi


Perawat Profesional. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Huda Nurarif, Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan NANDA NIC-NOC. Jakarta: MediAction Publishing.

Wilkinson, 2010. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

M. Black. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika

Prabowo, Pranata. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Anda mungkin juga menyukai