Anda di halaman 1dari 28

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/338107094

Isolasi, Karakterisasi, dan Identifikasi Mikroorganisme pada Sungai Citarum


di Pemukiman Desa Cihawuk, Cibereum, Jawa Barat

Experiment Findings · December 2019


DOI: 10.13140/RG.2.2.21347.91685

CITATIONS READS

0 1,412

5 authors, including:

Putri Jasmine Ramadhani Muhammad Hamzah Syaifullah Azmi


Bandung Institute of Technology Bandung Institute of Technology
3 PUBLICATIONS   0 CITATIONS    1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Putri Jasmine Ramadhani on 22 December 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


 
PRAKTIKUM BIOSISTEMATIKA MIKROBA ​1 
 

Isolasi, Karakterisasi, dan Identifikasi Mikroorganisme pada Sungai


Citarum di Pemukiman Desa Cihawuk, Cibereum, Jawa Barat
Putri Jasmine Ramadhani (10417002)​ 1​, M. Hamzah Syaifullah Azmi (10417019)​1​, Nicholas Yamahoki
(10417035)​1​, Silfana Hilda Efendi (10417037)​1​ & Yoghi Ciamorien (10415016)​1

1​
Mikrobiologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesa No. 10, Bandung
40132, Indonesia

Email: pu3.jasmine@students.itb.ac.id

Abstrak. ​Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang di di Jawa Barat. Sungai ini mengalir kurang
lebih sepanjang 269 km, bermula dari tujuh mata air di Gunung Wayang, Kabupaten Bandung, dan bermuara di
Muara Gembong, Laut Jawa. Menurut Yayasan Walungan Bhakti Nagari, sebanyak 27,5 juta orang
menggantungkan hidupnya dari Sungai Citarum. Saat ini kondisi Sungai Citarum sangat kotor dan tercemar.
Bahkan, pada tahun 2009, sungai ini masuk dalam daftar sungai terkotor di dunia versi Majalah The Sun. Karena
kondisi fisika kimia lingkungan berpengaruh terhadap komposisi mikroba, pada praktikum ini dilakukan isolasi,
karakterisasi, dan identifikasi profil mikroba pada Sungai Citarum di bagian hulu, yakni Desa Cihawuk,
Cibereum, Jawa Barat dengan pendekatan ​culturable dan metagenomik. Melalui analisis hasil sekuensing dan
konstruksi pohon filogenetik, diketahui bakteri dominan dari sampel air Sungai Citarum Desa Cibereum
berkerabat dekat dengan ​Pseudomonas sp baik dengan pendekatan metagenomik maupun ​culturable​. Fungi
dominan dari sampel air Sungai Citarum Desa Cibereum tidak dapat diidentifikasi melalui sekuensing namun
diprediksi merupakan ​Penicillium dari hasil pengamatan makroskopis dan mikroskopis. Sebagai saran,
penelitian berikutnya lebih berhati-hati dalam purifikasi agar hasil sekuensing yang diperoleh baik, diidentifikasi
fungi dengan ​β-tubulin loci untuk ​Penicillium sp, dan ​dilakukan analisis konsentrasi zat polutan, seperti PAH,
dan analisis biofilm untuk mengetahui lebih jauh peran bakteri dan fungi dominan bagi ekosistem Sungai
Citarum.
Keywords:​ ​Bakteri, Citarum, culturable, jamur, metagenomik

I. Pendahuluan

Sungai Citarum merupakan salah satu sumber air bagi kehidupan masyarakat Jawa
Barat. Sungai ini mengalir kurang lebih sepanjang 269 km, bermula dari tujuh mata air di
Gunung Wayang, Kabupaten Bandung, dan bermuara di Muara Gembong, Laut Jawa.
Menurut Yayasan Walungan Bhakti Nagari, sebanyak 27,5 juta orang menggantungkan
hidupnya dari Sungai Citarum. Aliran sungai ini dibendung pada Waduk Saguling di
Kabupaten Bandung, Waduk Cirata di Kabupaten Cianjur, dan Waduk Jatiluhur di Kabupaten
Purwakarta. Waduk-waduk ini dimanfaatkan untuk irigasi, budidaya perikanan, sebagai
sumber air baku, dan PLTA yang menyediakan listrik bagi Jawa dan Bali (Imansyah, 2012).
Saat ini kondisi Sungai Citarum sangat kotor dan tercemar. Bahkan, pada tahun 2009,
sungai ini masuk dalam daftar sungai terkotor di dunia versi Majalah The Sun akibat sumber
sampah organik dan sampah tekstil yang dibuang di sepanjang aliran sungai (Imansyah,
2012). Limbah kimiawi dan biologis dari aktivitas masyarakat mencemari dan memengaruhi
profil mikroba pada sungai. Kondisi tersebut menurunkan kualitas air dan meningkatkan
kemungkinan timbulnya berbagai penyakit akibat penggunaan air tercemar, seperti penyakit
2 ​Putri Jasmine R (10417002)​ 1​, M. Hamzah Syaifullah A (10417019)​1​, Nicholas 
Yamahoki(10417035)​1​, Silfana Hilda Efendi (10417037)​1​, & Yoghi Ciamorien 
(10415016)​1

kulit dan pencernaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis profil mikroba dalam Sungai
Citarum untuk mengetahui mikroba-mikroba secara spesifik yang berpotensi menimbulkan
kerusakan lingkungan dan penyakit.
Profil mikroba pada sungai sangat dipengaruhi oleh karakter sungai tersebut.
Kedalaman dan kecepatan aliran yang berubah dalam jangka waktu yang cukup lama, serta
parameter-parameter mikroklimat juga menentukan karakteristik ekosistem dari sungai
tersebut. Kondisi lingkungan dan aktivitas masyarakat yang berbeda, tentu menyebabkan
bagian hulu, tengah, dan hilir sungai memiliki karakteristik mikroba yang berbeda pula
(Barton dan Northup, 2011).
Pada praktikum ini, dilakukan isolasi, karakterisasi, dan identifikasi profil mikroba
pada Sungai Citarum di bagian hulu, yakni Desa Cihawuk, Cibereum, Jawa Barat. Desa
Cihawuk merupakan salah satu daerah yang dilalui oleh aliran Sungai Citarum. Desa ini
berada sejauh 10 km dari Waduk Saguling. Aliran Sungai Citarum mejadi sumber
penghidupan masyarakat, termasuk bagi usaha pertanian dan perkebunan. Oleh karena itu,
praktikum ini bertujuan untuk menentukan spesies bakteri dan fungi dominan, baik dengan
metode kultivasi (​culturable)​ maupun metagenomik, dalam sampel air Sungai Citarum yang
mengalir pada Desa Cihawuk, Cibereum, Jawa Barat, serta peranannya di lingkungan.
Karakterisasi dan identifikasi mikroba dengan metode kultivasi dilakukan dengan
mengkultivasi mikroba dari sampel pada berbagai jenis medium tumbuh. Koloni mikroba
yang tumbuh (​culturable)​ diamati morfologi makroskopis dan mikroskopisnya. Berdasarkan
karakteristik mikroskopis dan makroskopis tersebut, isolat-isolat mikroba yang tumbuh
dikelompokkan dengan menggunakan metode taksonomi numerik dan disusun menjadi pohon
fenogram. Koloni mikroba yang tumbuh pada medium (​culturable​) juga dipreservasi untuk
keperluan jangka panjang. Identifikasi mikroba ​culturable dilanjutkan dengan analisis
genomik. DNA bakteri dan fungi ​culturable diekstrak dan dipurifikasi. Dari DNA total yang
diperoleh, dilakukan isolasi dan purifikasi sekuens 16s rRNA untuk bakteri ​culturable dan
sekuens ITS untuk fungi ​culturable menggunakan PCR. Hasil isolasi dan purifikasi
dikonfirmasi dengan elektroforesis gel agarosa. Sekuens 16s rRNA bakteri dan ITS fungi
hasil amplifikasi dan purifikasi ditentukan urutan nukleotidanya dengan metode sekuensing
Sanger.
Selanjutnya, identifikasi profil mikroba dalam sampel air juga dilakukan secara
metagenomik dengan pendekatan ​community sampling​. Dengan metode metagenomik,
seluruh mikroba dalam sampel alam, baik ​culturable maupun ​unculturable,​ dapat
diidentifikasi. Isolasi DNA metagenom, spesifik pada sekuens 16s rRNA, dalam sampel air
dilakukan dengan PCR koloni. Isolat DNA metagenom dipurifikasi dan dikonfirmasi dengan
elektroforesis gel agarosa. Sekuens 16s rRNA hasil isolasi dan purifikasi kemudian disimpan
ke dalam pustaka metagenom. Fragmen DNA pembawa sekuens 16s rRNA disisipkan ke
dalam plasmid dan ditransformasi ke dalam sel inang. Keberhasilan pembuatan pustaka
metagenom dikonfirmasi dengan penapisan biru-putih (​blue-white screening​). Sekuens 16s
Praktikum Biosistematika Mikroba 3 

rRNA dalam pustaka metagenom kemudian diisolasi kembali menggunakan PCR koloni dan
re-PCR. Sekuens 16s rRNA bakteri ditentukan urutan nukleotidanya dengan metode
sekuensing Sanger. Sekuens 16s rRNA dan ITS mikroba ​culturable dan metagenomik hasil
sekuensing dianalisis melalui pohon filogenetik dan ditentukan genus/ spesiesnya.
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah mengisolasi dan mengidentifikasi fungi dan
bakteri ​culturable ​dengan metode sekuensing, mengidentifikasi bakteri ​unculturable ​dengan
pendekatan metagenomik melalui sekuensing sekuens 16s rRNA dan menentukan
karakteristik mikroskopis dan makroskopis isolat dominan pada sampel sedimen di bagian
hulu sungai Citarum di Desa Cihawuk serta menentukan peranan mikroba tersebut pada
lokasi pengambilan sampel. Adapun hipotesis yang diajukan adalah fungi dan bakteri
dominan dapat diisolasi dan diidentifikasi dengan metode sekuensing, karakteristik
mikroskopik dapat ditentukan dengan pewarnaan Gram dan pengamatan koloni secara
langsung pada medium agar. Mikroba tersebut memiliki peranan yang penting dalam
keseimbangan ekosistem tempat pengambilan sampel.

II. Metodologi

Pada praktikum ini dilakukan pengambilan sampel air dan sedimen aliran sungai
Citarum pada Desa Cihawuk, Cibereum, Jawa Barat pada tanggal 31 Agustus 2019 pukul
09.00 WIB.

2.1 Pengambilan Sampel dan Isolasi Mikroba (​Culturable approach)


2.1.1 Pengambilan Sampel Air dan Sedimen
Sampel air dicuplik dengan menggunakan air La Motte lalu dimasukkan ke dalam
botol gelap yang telah disterilisasi. Dilakukan pengukuran kondisi fisika-kimia
sampel. Setelah itu dilakukan preservasi sampel dalam ​cool box ​berisi gel ​ice u​ ntuk
dibawa ke laboratorium. Sampel sedimen juga diambil menggunakan Ekman Grab dan
dimasukkan ke dalam wadah ziplock yang steril. Lalu sampel juga dipreservasi dalam
cool box ​untuk di bawa juga ke laboratorium.

2.1.2 Isolasi Mikroba


Isolasi mikroba sampel sedimen dilakukan dengan menggunakan 1 gram sampel yang
diencerkan hingga 108. lalu dilakukan metode ​spread p​ ada medium NA, PDA, RDM,
ISP, dan R2A. Sampel diinkubasi pada inkubator 37o C hingga diamati adanya koloni
mikroba yang tumbuh.

2.1.3 Purifikasi Isolat Sampel Sedimen


Purifikasi isolat sampel dilakukan dengan memilih maksimal 5 isolat dari
masing-masing medium. Kemudian dilakukan 4 Way-Streak Method pada medium
masing-masing.

2.1.4 Karakterisasi Morfologi Makroskopis dan Mikroskopis Bakteri, Fungi, dan


Aktinomiset
4 ​Putri Jasmine R (10417002)​ 1​, M. Hamzah Syaifullah A (10417019)​1​, Nicholas 
Yamahoki(10417035)​1​, Silfana Hilda Efendi (10417037)​1​, & Yoghi Ciamorien 
(10415016)​1

Pengamatan makroskopis dilakukan dengan mengamati morfologi koloni bakteri dan


fungi hasil isolasi dan purifikasi. Untuk bakteri, aktinomiset, dan ragi dapat diamati
bentuk, warna, pinggiran, tekstur, ukuran, dan elevasi koloni sedangkan untuk fungi
dapat diamati warna, bentuk, dan pinggiran koloni. Pengamatan mikroskopis bakteri
dan aktinomiset dilakukan dengan membuat apusan kering isolat bakteri, kemudian
dilakukan pewarnaan Gram. Morfologi bakteri dan jenis Gram diamati di bawah
mikroskop hingga perbesaran 1000x. Pengamatan mikroskopis fungi dilakukan
dengan memotong sebagian koloni fungi beserta medium tumbuhnya menggunakan
spatula (jangan terlalu tebal). Potongan diletakkan pada kaca objek dan dilakukan
pewarnaan dengan menambahkan Lactophenol Cotton Blue secukupnya (dibiarkan
2-3 menit). Preparat lalu ditutup dengan kaca penutup sambil memberikan sedikit
tekanan pada preparat. Morfologi fungi berupa struktur alat reproduksi dan hifa
diamati di bawah mikroskop hingga perbesaran 400x. Pengamatan mikroskopis ragi
dilakukan dengan membuat apusan basah yang dilanjutkan dengan pengamatan di
bawah mikroskop hingga perbesaran 400x

2.1.5 Preservasi Bakteri dan Fungi dalam Stok Gliserol


Sebanyak 1.5 ml kultur mikroba diinokulasikan ke dalam microtube 1.5 ml secara
aseptis. Setelah itu, dilakukan spin down dengan kecepatan 14000 rpm selama 1
menit. Supernatan dibuang secara aseptis dan ditambahkan lagi kultur mikroba
sebanyak 1.5 ml. Dilakukan spin down dan dibuang supernatan hingga tersisa 500 μl
di dalam microtube. Gliserol 60% sebanyak 500 μl ditambahkan secara aseptis.
Resuspensi hingga homogen dan simpan kultur pada suhu -80℃.

2.1.6 Analisis Taksonomi Numerik


Analisis ini dilakukan dengan menggunakan tabel yang berisi matriks dengan
menyusun karakter-karakter yang dimiliki oleh setiap organisme yang sedang
dipelajari. Kemudian diberi nilai yang selanjutnya dikonversi menjadi koefisien
similaritas antar organisme. lalu dilanjutkan dengan pembuatan fenogram.

2.1.7 Ekstraksi DNA Bakteri dengan PCR koloni


Dilakukan ekstraksi DNA bakteri dengan menggunakan metode PCR koloni. Prosedur
dari PCR koloni dilakukan dengan mencuplik satu koloni tunggal di cawan petri.
Dimasukkan ke dalam 27 μL Tris-EDTA (1 mM; pH 7,6), ditambahkan 3 μL 0,4 M
KOH-10 mM EDTA, diinkubasi pada 70oC selama 5 menit, ditambahkan 3 μL
Tris-HCl (pH 4), lalu diambil 5 μL Template DNA dan ditambahkan PCR master mix
sebanyak 20 μL. Lalu dilakukan PCR dengan kondisi reaksi seperti berikut :
Praktikum Biosistematika Mikroba 5 

2.1.8 Ekstraksi DNA Fungi dengan ZymoBIOMICS DNA Miniprep Kit


Pellet fungi dimasukkan ke dalam ZR BashingBead Lysis Tubes. Ditambahkan 750
μL ZymoBIOMICS Lysis Solution. Dimasukkan ke dalam alat bead beater selama 5
menit pada kecepatan maksimum. Disentrifugasi pada 10.000 g selama 1 menit. lau
diambil sebanyak 400 μL supernatan dimasukkan ke dalam Zymo-Spin IV Spin Filter
yang sudah dimasukkan ke dalam Collection tube. Disentrifugasi pada 8.000 g selama
1 menit. Pada supernatan ditambahkan 1,2 mL ZymoBIOMICS DNA Binding Buffer.
Lalu sebanyak 800 μL campuran supernatant dimasukkan ke dalam Zymo-Spin IIIC-Z
Column yang telah dimasukkan ke dalam Collection tube. Disentrifugasi pada 10.000
g selama 1 menit lalu supernatan dibuang. Ditambahkan campuran supernatan sisa
sebelumnya sebanyak 800 μL dan disentrifugasi pada 10.000 g selama 1 menit dan
supernatan dibuang kembali. Diganti Collection tube ditambahkan 400 μL
ZymoBIOMICS DNA Wash Buffer 1 ke dalam Zymo-Spin IIIC-Z. Disentrifugasi
pada 10.000 g selama 1 menit, dibuang supernatan ditambahkan 700 μL
ZymoBIOMICS DNA Wash Buffer 2 ke dalam Zymo-Spin IIIC-Z. Column
disentrifugasi pada 10.000 g selama 1 menit, dibuang supernatant dan ditambahkan
200 μL ZymoBIOMICS DNA Wash Buffer 2 ke dalam Zymo-Spin IIIC-Z. Column
disentrifugasi pada 10.000 g selama 1 menit. Dipindahkan Zymo-Spin IIIC-Z Column
ke dalam microtube dan ditambahkan 100 μL ZymoBIOMICS DNase/RNase Free
Water lalu diinkubasi 1 menit. Disentrifugasi pada 10.000 g selama 1 menit sehingga
didapatkan DNA hasil elusi. Dimasukkan ke dalam Prepared Zymo-Spin IV-HRC
Spin Filter untuk kembali di sentrifugasi pada 8.000 g selama 1 menit sehingga
didapatkan sampel DNA.
Hasil ekstraksi DNA fungi diamplifikasi dengan PCR dengan reaksi sebagai berikut :
6 ​Putri Jasmine R (10417002)​ 1​, M. Hamzah Syaifullah A (10417019)​1​, Nicholas 
Yamahoki(10417035)​1​, Silfana Hilda Efendi (10417037)​1​, & Yoghi Ciamorien 
(10415016)​1

2.1.9 Konfirmasi Hasil Ekstraksi DNA dengan Elektroforesis Gel Agarosa


Dari masing-masing sampel hasil ekstraksi diambil sebanyak 5 μL sampel DNA dan
diteteskan 1 μL Diamond Nucleic Acid dan diresuspensi. Kemudian 6 μL campuran
sampel DNA tersebut dimasukkan ke dalam well gel agarosa yang sudah direndam
menggunakan TAE 1X. Dilakukan elektroforesis selama 30 menit dengan tegangan
100 V. Gel hasil elektroforesis divisualisasikan menggunakan TransIlluminator.

2.1.10 Purifikasi Hasil PCR dan Persiapan Sampel untuk Sekuensing


Sampel DNA hasil PCR sebanyak 25 µL ditambahkan 25 µL Membrane Binding
Solution. Campuran sampel DNA dipindahkan ke dalam SV Minicolumn ​yang sudah
dimasukkan ke dalam Collection tube, lalu diinkubasi 1 menit pada suhu ruang, dan
disentrifugasi pada 16.000 g (14.000 rpm) selama 1 menit, supernatant dibuang.
Setelah itu, ditambahkan 700 µL Membrane Wash Solution dan disentrifugasi pada
16.000 g selama 1 menit, supernatant dibuang. ditambahkan 700 µL Membrane Wash
Solution dan disentrifugasi pada 16.000 g selama 1 menit, supernatant dibuang. Lalu,
ditambahkan 500 µL Membrane Wash Solution dan disentrifugasi pada 16.000 g
selama 5 menit, supernatant dibuang. Setelah itu, disentrifugasi pada 16.000 g selama
1 menit. SV Minicolumn dipindahkan ke ​microtube baru dan ditambahkan 50 µL
nuclease-free water tepat di tengah kolom, lalu diinkubasi selama 1 menit dan
disentrifugasi pada 16.000 g selama 1 menit. SV Minicolumn dilepaskan dari
microtube.​ Sampel DNA hasil purifikasi lalu disimpan pada 4​o​C atau -20​o​C.

2.1.11 ​ ​Pengukuran Konsentrasi DNA


Diambil sebanyak 2 µL sampel DNA hasil purifikasi diteteskan pada mesin nanodrop.

2.2.​ ​Pendekatan​ ​Unculturable


2.2.1.​ ​Isolasi Metagenomic DNA dari Sampel Tanah.
Dilakukan isolasi metagenomic DNA dari sampel tanah sebanyak 250 mg menggunakan
metode yang sama dengan tahap 2.1.1.
2.2.2.​ ​Amplifikasi 16S rRNA
Amplifikasi 16s rRNA dari sampel metagenomic dilakukan dengan metode yang sama
dengan tahap 2.1.7
Praktikum Biosistematika Mikroba 7 

2.2.3.​ ​Elektroforesis Gel Agarosa


Elektroforesis gel agarose sampel metagenomic dilakukan sama dengan metode 2.1.9
2.2.4. Purifikasi Hasil PCR
Purifikasi hasil PCR dilakukan dengan metode yang sama dengan tahap 2.1.10.
2.2.5. Kuantifikasi Konsentrasi DNA
Kuantifikasi konsentrasi DNA dilakukan dengan metode yang sama dengan tahap 2.1.11
​ ada plasmid vektor pGEM-T Easy
2.2.6.​ ​Ligasi hasil PCR​ p
PCR ​tube ditambahkan komponen-komponen berikut dengan volume dan urutan yang
sesuai dengan tabel 2.2.6.1, lalu dilakukan ​spin down dan diinkubasi pada suhu ​ruang
selama 16 jam
Tabel 2.2.6.1. Komponen Reaksi Ligasi

Larutan Reaksi Ligasi

Bufer T4 Ligase (​divortex)​ 10 μL

Nuclease-free water 3 μL

Hasil PCR 5 μL

DNA Insert kontrol (​spin down) -

Vektor pGEM-T Easy (​spin down) 1 μL

Enzim T4 Ligase 1 μL

Total 20 μL

2.2.7. Pembuatan sel kompeten ​E. coli ​DH5


Stok gliserol ​E. coli DH5α diinokulasi pada 5 ml medium LB cair dalam tabung
polypropylene/falcon 15 ml steril dan diikubasi pada shaker inkubator 37 ⁰C selama 16
jam. Setelah itu, diinokulasi sebanyak 2.5 ml (5%) ke 50 ml medium LB cair (di dalam
Erlenmeyer steril) dan diinkubasi pada shaker inkubator 37 ⁰C hingga mencapai OD
0.3-0.4 (sekitar 1 jam). ​E. coli ​dengan OD 0.3-0.4 dialiquot ke tabung
polypropylene/falcon 15 ml steril (penuh). Lalu, disentrifugasi pada 3000 g, 4 o​​ C selama
10 menit, dibuang supernatannya, dan ditambah 8 ml buffer CCMB80 dingin diinkubasi
di es selama 20 menit. Setelah itu, disentrifuga pada 3000 g 4⁰C selama 10 menit,
dibuang supernatannya, diresuspensi peletnya dengan 1 ml buffer CCMB80 dingin dan
diinkubasi di es selama 20 menit. Lalu, dialiquot ke microtube 1,5 mL @100 μl dan
disimpan pada freezer -80⁰C.

​ H5α dengan metode ​heat-shock


2.2.8. ​ ​Transformasi vektor kloning ​E. coli D
Sel Kompeten ​E. coli DH5α dicairkan dengan inkubasi dalam es selama 5-10 menit,
lalu diambil 50 μL lalu dicampur dengan 5 μL hasil ligasi (sudah di ​spin down) dalam
microtube,​ (pada kontrol negatif, hasil ligasi diganti dengan ​nuclease free water)​ .
8 ​Putri Jasmine R (10417002)​ 1​, M. Hamzah Syaifullah A (10417019)​1​, Nicholas 
Yamahoki(10417035)​1​, Silfana Hilda Efendi (10417037)​1​, & Yoghi Ciamorien 
(10415016)​1

M​icrotube d​ ijentikkan beberapa kali kemudian diinkubasi dalam es selama 30 menit dan
diinkubasi dalam ​waterbath suhu 42 o​​ C selama 60 detik, lalu diinkubasi kembali dalam
es selama 10 menit dan ditambahkan medium SOC sebanyak 600 μL lalu diinkubasi
pada suhu 37 o​​ C, kecepatan 250 rpm selama 2-3 jam.

2.2.9. Penapisan dan Purifikasi ​E. coli ​DH5α dengan seleksi antibiotik
Medium agar LB/ampisilin (100 μg/mL) ditambahkan 10 μL IPTG 1 M dan 40 μL
X-Gal 5% kemudian dispread dalam kondisi gelap ​dan diinkubasi pada suhu 37 o​C
selama 30 menit hingga IPTG dan X-Gal kering​. ​Medium agar
LB/ampisilin/IPTG/X-Gal ditambahkan 100 μL ​E. coli D ​ H5α yang sudah ditransformasi
lalu di-​spread ​dan diinkubasi pada suhu 37 o​C selama 16 jam​. ​Koloni Hasil Penapisan
dipurifikasi sebanyak 16 koloni dengan dicuplik menggunakan tusuk gigi p​ ada medium
LB agar + ampisilin dan diinkubasi pada suhu 37 o​​ C selama 16 jam.

2.2.10.​ ​PCR Koloni menggunakan Primer Spesifik MIR13


Koloni Transforman dicuplik 4 koloni berwarna putih hasil purifikasi dan 1 koloni
berwarna biru (kontrol positif) untuk masing-masing kelompok, lalu diinokulasikan ke
dalam 50 µL deion steril dan dipanaskan pada suhu 80​o​C selama 10 menit. Setelah itu
disentrifugasi pada 16.000 g selama 5 menit. Disiapkan master mix PCR pada PCR tube
dengan menambahkan komponen yang dapat dilihat pada tabel 2.3.10.1. Lalu dilakukan
PCR dengan kondisi sesuai pada tabel 2.3.10.2
Tabel 2.2.10.1. Komponen Master Mix PCR
Komponen Volume
Nuclease Free water 7,5 µl
Forward Primer MIR13 1,5 µl

Reverse Primer MIR13 1,5 µl

GoTaq Green Master Mix 12,5 µl


Sampel DNA 5 µl
Total 25 µl

Tabel 2.2.10.2. Kondisi PCR

Step Temperature (°C) Waktu Jumlah Siklus


Initial Denaturation 94 2 menit 1X
Denaturing 94 30 detik 35X
Annealing 55 1 menit
Extension 72 2,5 menit
Final Extension 72 10 menit 1X
Praktikum Biosistematika Mikroba 9 

2.2.11.​ ​Re-PCR Hasil Koloni PCR menggunakan Primer Universal


PCR tube dimasukkan komponen master mix secara berurutan sesuai pada tabel
2.3.11.1. Lalu, dibuat control negative dengan menggantikan sampel DNA dengan deion
steri, dan dilakukan amplifikasi dengan reaksi sama seperti tabel 2.3.10.2

Tabel 2.2.11.1. Komposisi Master Mix


Komponen Volume
Nuclease Free water 4,5 µl
Forward Primer 27F 1,5 µl
Reverse Primer 1492R 1,5 µl
GoTaq Green Master Mix 12,5 µl
Sampel DNA hasil koloni PCR 5 µl
Total 25 µl

2.3.12.​ ​Elektroforesis Gel Agarosa Hasil PCR koloni dan Re-PCR


Elektroforesis Gel Agarosa Hasil PCR koloni dan Re-PCR dilakukan sama dengan
metode 2.2.10
2.3. Analisis Filogenetik​ Culturable Approach​ dan​ Unculturable Approach
Sekuens hasil sequencing ditrimming terlebih dahulu, lalu dilakukan pencarian similaritas
dengan BLAST dan diambil 2-3 hits teratas untuk dibuat pohon filogenetik. Selain itu, dicari
pula outgroup. Lalu, dilakukan pembuatan pohon filogenetik menggunakan pendekatan
Maximum Likelihood dengan bootstrap 100.

III. Hasil Pengamatan dan Pembahasan

Pengambilan sampel air dilakukan pada Sungai Citarum yang mengalir melalui Desa
Cihawuk, Cibereum, Jawa Barat dengan titik koordinat (-7.179937 , 107.69527). Lokasi
pengambilan sampel berada di sebelah lahan pertanian.
10 ​Putri Jasmine R (10417002)​ 1​, M. Hamzah Syaifullah A (10417019)​1​, Nicholas 
Yamahoki(10417035)​1​, Silfana Hilda Efendi (10417037)​1​, & Yoghi Ciamorien 
(10415016)​1

Gambar 1. Titik Koordinat Tempat Pengambilan Sampel

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan warga setempat, pertanian di


daerah sekitar lokasi pengambilan sampel menggunakan pupuk kandang. Dampak dari hal
tersebut tampak dari banyaknya lalat dan bau yang menyengat. Fenomena ​run off dari
pertanian tampak dari tumbuhnya tanaman-tanaman pertanian di pinggir sungai. Air sungai di
lokasi pengambilan sampel tampak berwarna coklat. Selain itu, pada saat melakukan
pengambilan sampel, langit tampak cerah dan lokasi terpapar cahaya matahari secara
langsung. Pada aliran air sungai juga terdapat banyak sampah sayuran dan plastik yang
hanyut sehingga terdapat banyak lalat di titik pengambilan sampel. Air sungai tidak terlalu
dalam, dan banyak bebatuan di badan air.

Gambar 2. Dokumentasi Lokasi Pengambilan Sampel pada Aliran Sungai di Desa Cihawuk. Pada bagian kiri
merupakan badan sungai dan bagian kanan pertanian di tepian sungai
Praktikum Biosistematika Mikroba 11 

Pada saat pengambilan sampel, dilakukan pengukuran mikroklimat. Sampel air


memiliki suhu 16,7​o​C dan pH 6,9. Salinitas air diukur dengan menggunakan SCT meter
sebesar 0,1 dan diukur menggunakan refraktometer sebesar 3,5%. Nilai dissolved oxygen
sampel air sebesar 6,35 ppm dan konduktivitas sebesar 165,6 uS. Cuaca saat pengambilan
sampel sangat cerah, tanpa keberadaan awan, dan cukup terik. Udara di lokasi pengambilan
sampel memiliki suhu 16,7​o​C dengan kelembaban rata-rata sebesar 61%. Intensitas cahaya di
lokasi pengambilan sampel sebesar 717.000 Cd.

Mikroba dalam sampel air dikultivasi pada lima medium yang berbeda. Dari tiap
medium, dipilih maksimal lima koloni isolat dominan. Hasil pengamatan mikroskopis
menunjukkan 5 isolat dominan yang tumbuh pada NA memiliki dinding sel Gram positif dan
mayoritas berbentuk basil. Lima isolat dominan pada RDM berbentuk basil dan memiliki
dinding sel Gram negatif. Lima isolat dominan pada R2A memiliki bentuk basil dan kokus
dengan dinding sel Gram positif dan Gram negatif. Dua isolat dominan pada ISP4 berbentuk
basil dengan dinding sel Gram positif dan Gram negatif.

Gambar 3. Hasil Pengamatan Makroskopis (Kiri) dan Mikroskopis (Kanan) isolat bakteri dominan pada medium
NA

Pada medium PDA, juga diambil satu isolat dominan yang memiliki karakteristik memiliki
hifa putih, spora hijau, filamentous, dan tidak terdapat ​clamp connection seperti gambar 4.
Secara umum, karakteristik fungi yang tumbuh tidak jauh berbeda satu sama lain.
12 ​Putri Jasmine R (10417002)​ 1​, M. Hamzah Syaifullah A (10417019)​1​, Nicholas 
Yamahoki(10417035)​1​, Silfana Hilda Efendi (10417037)​1​, & Yoghi Ciamorien 
(10415016)​1

Gambar 4. Hasil Pengamatan Makroskopis (Kiri) dan Mikroskopis (kanan) jamur pada medium PDA dengan
mikroskop cahaya perbesaran 400x

Pada beberapa lokasi pengambilan sampel, isolat mikroba yang didapatkan pada
bagian hulu dengan mikroba pada bagian Situ Cisanti dan daerah industri Majalaya tidak jauh
berbeda jika diamati secara makroskopis dan mikroskopis. pada masing-masing spot
ditemukan bakteri yang beragam dengan jenis Gram negatif dan positif serta dengan bentuk
yang bervariasi, ada yang coccus dan basil. Hal ini disebabkan karena karakter dari mikroba
secara makroskopis dan mikroskopis tidak memiliki perbedaan yang jauh antar
masing-masing spesies yang berbeda. Namun perbedaan yang tampak adalah pada mikroba
dominan yang tumbuh. Pada daerah industri Majalaya kelimpahan bakteri Gram negatif lebih
banyak dibandingkan Gram positif, berbeda dengan daerah hulu dimana bakteri Gram positif
lebih banyak.

Karakteristik makroskopik dan mikroskopik isolat mikroba dominan yang tumbuh


pada medium dianalisis secara fenotipik. Analisis fenotip merupakan suatu cara
pengelompokan makhluk hidup berdasarkan sifat yang terlihat seperti morfologinya. Salah
satu cara untuk analisis fenotip adalah menggunakan taksonomi numerik. Pada prinsipnya,
taksonomi ini akan menilai antar organisme berdasarkan kesamaan karakteristik yang
dimilikinya dan menampilkan dalam bentuk fenogram, sebuah diagram yang
merepresentasikan kedekatan secara kemiripan fenotip. Metode pengelompokkan pada
taksonomi ini dengan menggunakan sifat yang teramati, dibuat dalam matriks kesamaan, lalu
dihitung hingga divisualisasikan dalam bentuk fenogram (Faiza, 2016). Dalam taksonomi
numerik (juga disebut komputer atau taksonomi fenetik) banyak (50 hingga 200) karakteristik
biokimia, morfologi, dan budaya, serta kerentanan terhadap antibiotik dan senyawa
anorganik, digunakan untuk menentukan tingkat kesamaan antara organisme. Dalam studi
numerik, peneliti sering menghitung koefisien kesamaan atau persentase kesamaan antara
strain (di mana strain menunjukkan satu isolat dari spesimen). Sebuah dendrogram atau
Praktikum Biosistematika Mikroba 13 

matriks kesamaan dibangun yang menggabungkan galur-galur individu menjadi


kelompok-kelompok dan menempatkan satu kelompok dengan kelompok lain berdasarkan
persentase kesamaannya. Penggunaan fenotip untuk analisis menguntungkan digunakan
dalam bidang medis yang membutuhkan analisis secara cepat mikroba penyebab penyakit
pada pasien, misalnya dengan menentukan ​Gram staining atau ​acid-fast staining ​untuk
identifikasi kerentanan mikroba terhadap antibiotik. Selain itu, analisis fenotip juga dapat
dijadikan suatu studi perubahan morfologi dari waktu ke waktu (evolusi) dan menelisik
faktor-faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut berlangsung. Adapun kerugiannya untuk
membuat pohon kekerabatan dapat terjadi banyak bias terutama pada bakteri, dalam satu
spesies terdapat banyak fenotip berbeda. Selain itu, subjektifitas kurator sangat tinggi pada
analisis fenotipik sehingga tidak cocok untuk pengelompokan secara umum (bukan tujuan
tertentu seperti medis). Berikut fenogram taksonomi numerik mikroba pada lokasi Desa
Cihawuk.

Gambar 6. Fenogram 5 isolat dominan bakteri pada medium NA, RDM, ISP, dan R2A dengan
taksonomi numerik berdasarkan persamaan karakteristik mikroskopik dan makroskopik masing-masing bakteri

Berdasarkan fenogram isolat mikroba yang berhasil disusun, tampak dua klad utama.
Klad pertama dapat tumbuh pada medium NA, R2A, dan ISP4. Klad kedua dapat tumbuh
pada medium NA, RDM, R2A, dan ISP4. Tampak isolat NA2, NA4, dan NA5 berada pada
satu klad. Isolat NA2 dan NA4 memiliki nilai 1,0 sehingga diperkirakan merupakan spesies
yang sama. Isolat RDM1, RDM4, dan RDM5 berada pada satu klad. Isolat R2A4 dan R2A5
berada pada satu klad yang sama. Isolat ISP1 dan ISP2 memiliki kekerabatan yang rendah.
pada fenoram tersebut, dapat dilihat bahwa mikroba yang berasal dari spesies berbeda tidak
dapat dibedakan sepenuhnya dengan taksonomi numerik. Hal ini bisa dikarenakan karena
14 ​Putri Jasmine R (10417002)​ 1​, M. Hamzah Syaifullah A (10417019)​1​, Nicholas 
Yamahoki(10417035)​1​, Silfana Hilda Efendi (10417037)​1​, & Yoghi Ciamorien 
(10415016)​1

keterbatasan dari sifat yang diambil dan asumsi dari kurator yang menyederhanakan dari
karakter yang ada.

Jika dibandingkan dengan spot lain, maka hal yang sama juga ditunjukkan dimana
terdapat mikroba yang berbeda spesies namun memiliki nilai kemiripan 1. selain itu, hal
lainnya yaitu dapat dilihat bahwa bakteri yang kemungkinan sama dapat tumbuh pada
medium yang berbeda. Sedangkan untuk hal lainnya juga dipengaruhi oleh masing-masing
kurator dalam menyusun fenogram tersebut.

Setelah dikarakterisasi, koloni-koloni isolat dominan pada tiap medium dipreservasi


untuk keperluan jangka panjang, Preservasi isolat mikroba penting dilakukan dengan tujuan
menyimpan plasma nutfah dari mikroorganisme agar terjaga. Tujuan koleksi dan preservasi
meliputi tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Preservasi jangka pendek dilakukan untuk
keperluan rutin penelitian yang disesuaikan dengan kegiatan program atau proyek tertentu.
Preservasi jangka panjang dilakukan dalam kaitannya dengan koleksi dan konservasi plasma
nutfah mikroba, sehingga apabila suatu saat diperlukan, dapat diperoleh kembali atau dalam
keadaan tersedia. Salah satu cara preservasi yang digunakan adalah kriogenik. Cara ini
merupakan cara yang paling aman untuk menjaga stabilitas genetic mikroorganisme dengan
cara menyimpannya pada suhu sangat dingin (-70 O​​ C s.d -80 O​​ C). Biasanya digunakan
kryoprotektan berupa DMSO atau gliserol agar mengurangi stress pada mikrob. Pembekuan
pada proses kriopreservasi sebaiknya dilakukan secara pelan-pelan dan diatur hingga
mencapai suhu 0 O​​ C atau -40 O​​ C, selanjutnya didinginkan dengan cepat hingga mencapai suhu
akhir pendinginan. Dua metode lain untuk melakukan preservasi: 1) Penyimpanan dengan
tanah steril. Teknik penyimpanan mikroba pada tanah kering terutama berguna untuk fungi,
Streptomyces spp.​, dan bakteri yang membentuk spora seperti Bacillus spp. dan ​Clostridium
spp. ​Rhizobium spp. Teknik ini mempunyai beberapa keuntungan, yaitu biaya murah,
penyimpanan pada suhu ruang, dan stabilitas genetik mikroba dapat dipertahankan. 2)
Liofilisasi. Disebut juga dengan teknik kering beku, banyak dipakai untuk industri, namun
pelaksanaan paling rumit sebanding dengan hasil yang didapat dari semua preservasi, teknik
ini paling baik. Garis besar tahapan proses ini meliputi pembuangan uap air dengan cara
sublimasi vakum dari status beku. Sebelum proses pengeringan, teknik ini menggunakan
salah satu dari dua cara pembekuan suspensi sel. Pada tahap pembekuan (​prefreezing​),
suspensi sel mikroba dapat dibekukan dengan menambahkan campuran pendingin seperti es
kering (​dry ice)​ dalam etanol (Mahmud, 2001).

Pada praktikum, dilakukan isolasi DNA terhadap koloni dominan yang tumbuh pada
masing-masing medium. Kemudian dilakukan amplifikasi sekuens 16s rRNA dengan metode
PCR koloni. Konfirmasi dari gen tersebut dilakukan dengan menggunakan elektroforesis gen
agarosa. Pada proses ekstraksi ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu (1) tidak
adanya kontaminan, seperti pengotor atau DNA lain (2) proses input larutan, (3) keberhasilan
Praktikum Biosistematika Mikroba 15 

proses ​bind-wash-elute, dan (4) ketepatan reagen. Selain keempat faktor tersebut hasil
ekstraksi juga dipengaruhi dari kesalahan teknis seperti keahlian dalam melakukan pipetting
(Zymoresearch, 2019).

Pada praktikum ini, ekstraksi bakteri dilakukan dengan metode enzim lisozim dan
PCR koloni. Pada hasil ekstraksi dengan menggunakan enzim lisozim didapatkan hasil seperti
pada gambar 8. sampel yang digunakan dipilih dari masing-masing 1 isolat paling dominan
pada masing-masing medium. Hasil yang didapatkan hanya ​ladder ​yang berhasil membentuk
pita. Tidak diperoleh pita pada sampel berbagai spot. Hal ini dapat disebabkan karena
kesalahan prosedur dalam melakukan isolasi dan PCR seperti ​pipetting error. ​Kesalahan lain
yang mungkin dapat terjadi adalah karena terjadinya denaturasi enzim untuk ekstraksi atau
kontaminasi. Pada seluruh sampel terdapat ​smear p​ ada ​well. i​ ni bisa disebabkan karena
adanya pengotor pada sampel. Pellet bakteri yang tidak larut sempurna sehingga tertahan
pada ​well d​ an tidak dapat terjadi pemisahan. Hasil elektroforesis hasil isolasi DNA sekuens
16s rRNA koloni mikroba ​culturable yang tumbuh pada medium NA, RDM, dan ISP4, tidak
tampak keberadaan pita DNA. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah sampel yang terlalu
sedikit. Efisiensi ekstraksi yang rendah menyebabkan jumlah DNA yang diperoleh menjadi
rendah. Kontaminasi DNase akibat pengerjaan yang tidak aseptis dapat merusak isolat DNA
sehingga tidak tampak di gel elektroforesis.

Gambar 8. Hasil elektroforesis ekstraksi DNA bakteri ​culturable ​dengan menggunakan enzim lisozim. Dari kiri
ke kanan merupakan ladder, sampel masing-masing kelompok

Berdasarkan hasil di atas, maka dilakukan kembali ekstraksi DNA dengan


menggunakan metode lain, yaitu PCR koloni. Setelah dilakukan pengulangan, didapatkan
hasil seperti gambar 9. Pada hasil elektroforesis tersebut terlihat bahwa kontrol negatif
terdapat pita yang seharusnya tidak ada, hal ini dapat disebabkan karena terjadinya
16 ​Putri Jasmine R (10417002)​ 1​, M. Hamzah Syaifullah A (10417019)​1​, Nicholas 
Yamahoki(10417035)​1​, Silfana Hilda Efendi (10417037)​1​, & Yoghi Ciamorien 
(10415016)​1

kontaminasi. Namun hasil elektroforesis secara keseluruhan yang didapatkan sudah cukup
baik, pita terang dan tunggal dan tidak terdapat ​smear. ​Pita yang didapatkan pada sampel
masing-masing kelompok berukuran sekitar 1500-2000bp. Ini sesuai dengan perkiraan dari
ukuran gen 16s rRNA yang berukuran sekitar 1500 bp, sehingga ekstraksi dapat dikatakan
berhasil. Pada sampel kelompok 2 dan 8, tidak didapatkan adanya pita. Hal ini bisa
disebabkan karena terjadinya kontaminasi DNase sehingga sampel terdegradasi atau mungkin
disebabkan karena kesalahan teknis dalam pipetting sehingga sampel tidak berhasil masuk ke
dalam ​well.

Gambar 9. Hasil elektroforesis ekstraksi DNA bakteri ​culturable ​dengan menggunakan metode PCR
koloni

Selanjutnya dilakukan juga ekstraksi gen ITS1 jamur dari medium PDA. Gen yang
diharapkan muncul merupakan gen ITS (​Internal Transcribed Spacer). P​ ada fungi terdiri atas
SSU rRNA, rRNA, dan LSU rRNA. ITS berfungsi memisahkan ketiga sekuens tersebut.
Daerah ini bersifat konserve pada fungi, namun beberapa bagian juga terdapat variabel
(Buchan, 2002). Setelah ekstraksi dilakukan dengan menggunakan Kit, dilakukan konfirmasi
dengan elektroforesis dan didapatkan hasil seperti gambar 10. Berdasarkan hasil
elektroforesis hasil isolasi DNA sekuens ITS koloni fungi ​culturable yang tumbuh pada
medium PDA, tidak tampak keberadaan pita pada ekstraksi DNA kelompok 8. Hal ini dapat
disebabkan karena jumlah isolat DNA terlalu sedikit atau terdegradasi oleh DNase. Tampak
smear di bagian bawah gel yang diperkirakan merupakan dimer primer. Hal ini diperkirakan
karena smear dengan ukuran serupa juga tampak pada kontrol negatif. ​Ladder y​ ang
digunakan juga tidak memisah dengan baik dan juga mengalami ​smear. H ​ al ini bisa
Praktikum Biosistematika Mikroba 17 

disebabkan karena beberapa hal, bisa karena pengaturan alat yang kurang baik, kualitas buffer
dan gel yang kurang baik atau terdapat banyak pengotor. Akan tetapi, pada sampel yang
dimasukkan, rata-rata memiliki ukuran sekitar 750 bp. Ini diperkirakan merupakan gen ITS
yang diharapkan karena ukurannya yang mendekati.

Gambar 10. Hasil elektroforesis isolat fungi ​culturable ​ekstraksi DNA (ITS1) dengan Kit
ZymoBIOMICS DNA

Pada praktikum ini juga dilakukan analisis mikroba dengan pendekatan metagenomik.
Metagenomik merupakan metode analisis genotipik dan analisis keragaman mikroba dalam
sampel yang membawa komunitas mikroba dominan dan tidak dapat dikultivasi. Oleh karena
itu, metagenomik disebut juga dengan pendekatan analisis mikroba ​unculturable (​ Madigan,
2014). Berdasarkan hasil elektroforesis hasil isolasi metagenomik DNA sekuens 16s rRNA
koloni bakteri yang dilakukan oleh praktikan, tidak tampak keberadaan pita DNA. Terdapat
primer dimer pada bagian bawah. Ini didukung karena pada kontrol negatif juga terdapat pita
yang sama. Ini bisa disebabkan karena jumlah primer yang sangat banyak dibandingkan
dengan template. Ladder pada hasil elektroforesis praktikan juga tidak memisah dengan baik.
Ini dapat disebabkan karena reagen atau kondisi reaksi PCR yang kurang baik. Sedangkan,
berdasarkan hasil elektroforesis hasil isolasi metagenomik DNA sekuens 16s rRNA koloni
bakteri yang dilakukan oleh asisten, tampak pita DNA berukuran antara 1.000 - 2.000 bp. Pita
tersebut diperkirakan merupakan DNA 16s rRNA yang ditargetkan. Berdasarkan literatur, 16s
rRNA berukuran sekitar 1.500 bp. Selain itu, pada hasil elektroforesis asisten juga ditemukan
pita yang berukuran mirip dengan kontrol positif dan terdapat juga dimer primer sehingga
terjadi ​smear. ​Ladder juga tidak memisah dengan baik. Terdapat pita yang berukuran di atas
1500 bp kemungkinan karena ​imperfect strand pairing ​dan memicu terbentuknya struktur
18 ​Putri Jasmine R (10417002)​ 1​, M. Hamzah Syaifullah A (10417019)​1​, Nicholas 
Yamahoki(10417035)​1​, Silfana Hilda Efendi (10417037)​1​, & Yoghi Ciamorien 
(10415016)​1

sekunder atau tersier DNA. Sedangkan ​smear d​ ibawah 100bp kemungkinan merupakan
amplikon yang terdegradasi akibat ​handling ​yang terlalu kasar atau kontaminasi DNase.

Gambar 11. Hasil elektroforesis sampel metagenomik setelah amplifikasi dengan PCR yang dilakukan oleh
praktikan

Gambar 12. Hasil elektroforesis sampel metagenomik setelah amplifikasi dengan PCR yang dilakukan oleh
asisten

Keberhasilan isolasi DNA isolat bakteri dan fungi ​culturable dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti metode yang digunakan, faktor teknis pengerjaan, dan umur kultur.
Praktikum Biosistematika Mikroba 19 

Kultur yang berusia tua memiliki dinding sel yang lebih tebal, sehingga lebih sulit untuk
memecahkan sel. Pengerjaan yang kurang hati-hati dapat merusak DNA sampel. Selain itu,
pada praktikum ini digunakan SV Minicolumn untuk purifikasi DNA hasil isolasi. Bila
penambahan ​nuclease-free water mengenai membran kolom, DNA dapat ikut tercuci keluar
kolom.

Konsentrasi DNA dihitung dengan menggunakan NanoDrop dengan hasil seperti pada
tabel 3.1. Pada panjang gelombang 260nm dapat digunakan untuk mengukur absorbansi
nukleotida. sedangkan pada A260/A280 dapat digunakan untuk menentukan kemurnian.

Tabel 3.1 Hasil NanoDrop sampel DNA

Perlakuan Sampel A​260/280 Konsentrasi (​ng/μl​)

Ekstraksi 16s rRNA Bakteri 0.66 55.8

ITS Fungi 0.7 43.4

Purifikasi 16s rRNA Bakteri 1.83 29.1

ITS Fungi 1.89 24.7

Metagenomik 16s rRNA Bakteri - 18.7

Hasil isolasi DNA 16s rRNA bakteri memiliki konsentrasi 55,8 ng/uL dengan nilai
A260/280 0,66. Setelah tahap purifikasi, konsentrasi DNA berkonsentrasi 29,1 ng/uL dengan
nilai A260/280 1,83. Pengulangan proses purifikasi yang dilakukan oleh asisten memberikan
DNA 16s rRNA berkonsentrasi 18,7 ng/uL dengan nilai A260/280 1,30. Ekstraksi DNA ITS
fungi memiliki konsentrasi 43,4 ng/uL dengan nilai A260/280 0,70. Setelah tahap purifikasi,
konsentrasi DNA berkonsentrasi 24,7 ng/uL dengan nilai A260/280 1,89. Nilai A260/280
sebesar 1,80 - 2,00 menunjukkan bahwa suspensi DNA dapat dikatakan murni. Hal tersebut
menunjukkan bahwa proses purifikasi, baik menggunakan lisozim+STET buffer maupun
ZymoBIOMICS DNA Miniprep kit, berhasil memurnikan isolat DNA.

DNA metagenom hasil isolasi dan purifikasi kemudian dibuat pustaka metagenom.
Keberhasilan pembuatan pustaka metagenom dikonfirmasi dengan penapisan biru-putih
(​blue-white screening)​ . Kontrol diperlukan untuk memastikan validitas sistem penapisan ini.
Kontrol negatif transformasi yang digunakan adalah ​E. coli BL21 (DE3) kosong. Kontrol
negatif transformasi tidak akan tumbuh pada medium+ampisilin. Kontrol negatif ligasi yang
digunakan adalah plasmid pGEM-T Easy tanpa DNA insert apapun. Kontrol positif ligasi
yang digunakan adalah plasmid pGEM-T Easy tanpa gen lacZ. Berdasarkan teori, kontrol
20 ​Putri Jasmine R (10417002)​ 1​, M. Hamzah Syaifullah A (10417019)​1​, Nicholas 
Yamahoki(10417035)​1​, Silfana Hilda Efendi (10417037)​1​, & Yoghi Ciamorien 
(10415016)​1

negatif ligasi tampak biru, sedangkan kontrol positif ligasi tampak putih, walaupun ada
kemungkinan tumbuhnya koloni biru karena galat percobaan. Namun, kontrol positif yang
digunakan pada praktikum ini menunjukkan hanya koloni biru yang tumbuh.

Gambar 13. Hasil transformasi ​E.coli ​BL21 DE3 pada medium LB+amp. Sampel kelompok 8 berada pada
sebelah kiri teramati ada koloni putih dan biru, sedangkan kontrol negatif berada pada sebelah kanan teramati
adanya koloni bewarna biru.

Berdasarkan hasil penapisan biru-putih, tampak koloni berwarna putih yang tumbuh
pada LB agar+ampisilin. Hal tersebut menunjukkan bahwa transformasi plasmid berhasil
dilakukan ke dalam E. coli DH5a. Gen 16s rRNA berhasil disisipkan pada MCS dan merusak
urutan nukleotida gen lacZ, sehingga B-galaktosidase tidak diproduksi, X-gal tidak
terdegradasi, dan koloni tidak berwarna biru. Pada medium LB agar+ampisilin, terdapat 43
koloni yang tumbuh dengan sebanyak 24 koloni berwarna biru dan 19 koloni sisanya
berwarna putih. Oleh karena itu, persentase keberhasilan transformasi sebesar 44,19%.

Perbedaan persentase keberhasilan transformasi ini berbeda dengan kelompok lain,


misalnya dengan kelompok 7 yang memperoleh koloni putih 2 buah dan tidak mendapat
koloni biru. Banyak faktor yang menyebabkan tiap kelompok memperoleh efisiensi
transformasi yang berbeda. Beberapa diantaranya adalah konsentrasi DNA, larutan garam
yang homogen, waktu inkubasi, fase pertumbuhan, ​strain b​ akteri, dan fase ​freeze-thawing
(Merck, 2019). Untuk fase pertumbuhan, waktu inkubasi, ​strain,​ dan ​freeze-thawing
diasumsikan sama pada semua kelompok sehingga dianggap tidak dijadikan faktor yang
membedakan efisiensi antar kelompok. Untuk homogennya larutan dan konsentrasi DNA
dapat dijadikan faktor pembeda, karena setiap kelompok mengerjakan dengan kemampuan
pipetting yang berbeda. Hal ini akan menyebabkan diperoleh hasil yang berbeda antar
kelompok, seperti yang telah dilakukan pada praktikum.
Praktikum Biosistematika Mikroba 21 

Isolat hasil penapisan biru-putih diambil untuk dilakukan amplifikasi dengan


menggunakan PCR koloni dan re-PCR. Berdasarkan hasil PCR koloni, tidak tampak pita
DNA. Hal tersebut dapat terjadi karena jumlah isolat DNA yang terlalu sedikit atau
terdegradasi oleh DNase. Proses PCR, seperti suhu, durasi, dan jumlah siklus, yang kurang
sesuai juga dapat menyebabkan DNA tidak berhasil diamplifikasi dengan benar. Smear yang
tampak di bagian bawah gel diperkirakan merupakan dimer primer karena smear serupa juga
tampak pada kontrol negatif. Dimer primer dapat muncul karena jumlah primer yang terlalu
banyak, suhu annealing yang tidak tepat, atau jumlah DNA templat yang terlalu sedikit.
Tampak pita berukuran 250 bp pada kontrol positif. Tidak adanya pita pada P1, P3, dan P4
dapat terjadi karena kesalahan dalam melakukan ​pipetting ​sehingga sampel tidak teramati.

Gambar 14. Hasil elektroforesisis PCR koloni dari sampel isolasi pustaka metagenom. Terdapat dua
pita dengan ukuran sekitar 1500 bp dan 200-250 bp.

re-PCR tidak dilakuka oleh kelompok 8. Ini dikarenakan pada hasil PCR koloni sudah
didapatkan pita yang jelas yang diperkirakan merupakan gen 16s rRNA. Oleh karena itu,
tidak perlu dilakukan re-PCR lagi untuk mengamplifikasi gen 16s rRNA pada sampel.

Sekuensing yang dilakukan pada praktikum ini, menggunakan 3 sampel yang berasal
dari pendekatan mikroba yang ​culturable ​dan ​unculturable​. Sampel pertama merupakan
sampel yang berasal dari bakteri yang ​culturable d​ imana isolat yang digunakan berasal dari
22 ​Putri Jasmine R (10417002)​ 1​, M. Hamzah Syaifullah A (10417019)​1​, Nicholas 
Yamahoki(10417035)​1​, Silfana Hilda Efendi (10417037)​1​, & Yoghi Ciamorien 
(10415016)​1

isolat ke-4 pada medium NA yang dilakukan sebelumnya (re : isolat N4). Kemudian sampel
tersebut dianalisis dengan metode sekuensing Sanger oleh Macrogen sehingga didapatkan
hasil sekuensing seperti pada gambar X. Panjang nukleotida yang didapatkan dari isolat N4
tersebut berukuran 770 bp.

Gambar 15. Hasil Sekuensing Isolat 8 dengan metode Sanger oleh Macrogen

Setelah dilakukan analisis hasil sekuensing dan dilakukan ​trims ​menggunakan BioEdit, lalu
dilakukan alignment hasil sekuensing tersebut menggunakan BLAST dari website NCBI.
Sehingga didapatkan hasil pada gambar XI. Dari hasil alignment tersebut, didapatkan bahwa
isolat 8 memiliki kemiripan yang paling dekat dengan ​Pseudomonas sp. d​ engan persentase
identitas 86.02%. Nilai ​query cover n​ ya cukup rendah hanya sekitar 56%.

Gambar 16. Hasil ​alignment​ Sekuens Isolat 8 dengan menggunakan BLASTN p ada NCBI

Sekuensing juga dilakukan pada sampel Metagenomik yang memiliki pendekatan


analisis mikroba ​culturable d​ an ​unculturable. S
​ ampel yang digunakan merupakan sampel
alam dengan cara mengisolasi 16s rRNA lalu diligasikan dengan plasmid ke dalam ​E.coli
BL21 untuk membuat pustaka genom. Lalu hasil isolasi dari pustaka genom di lakukan
sekuensing sehingga didapatkan hasil seperti pada gambar 12. Hasil sekuensing memiliki
panjang 1130 bp dengan ​peak y​ ang jelas dan dapat dibedakan.
Praktikum Biosistematika Mikroba 23 

Gambar 17. Hasil Sekuensing Isolat H dengan metode Sanger oleh Macrogen

Lalu hasil sekuensing tersebut diedit dengan menggunakan BioEdit untuk


menghilangkan hasil sekuensing yang kurang baik. Lalu dilanjutkan dengan alignment
menggunakan BLAST sehingga didapatkan hasil pada gambar 13. Pada hasil BLAST,
didapatkan bahwa isolat H memiliki kemiripan dengan ​Pseudomonas monteilii, Pseudomonas
putida strain AtoI3T, strain JYR d​ an ​Pseudomonas sp. d​ engan persentase identitas 97.88% .
Nilai ​query cover ​yang cukup tinggi hingga 99%. Hasil ini dapat menunjukkan bahwa isolat
H diperkirakan merupakan kelompok ​Pseudomonas.​

​ ekuens Isolat H dengan menggunakan BLAST ada NCBI


Gambar 18. Hasil ​alignment S

Pada hasil sekuensing sampel fungi ​culturable, ​didapatkan hasil seperti gambar 15.
Panjang nukleotida yang didapatkan cukup pendek untuk sampel fungi yang hanya memiliki
ukuran 510 bp. ​Troubleshoot ​pada hasil sekuensing ini berupa ​noisy & dirty sequence,
kromatogram dengan sinyal ganda dan tidak adanya reverse ​sequence result. Peak ​pada hasil
sekuensing tersebut tidak dapat dibedakan dengan jelas antar basa nukleotidanya. Hal ini
menyebabkan terjadinya ​noisy​. Kemungkinan hal ini bisa terjadi akibat adanya kontaminasi
DNA lain berupa dimer primer. Sinyal ganda dapat disebabkan karena adanya homologi
templat pada wilayah lain. Sehingga didapatkan bahwa hasil sekuensing tersebut bisa
dikatakan kurang baik.
24 ​Putri Jasmine R (10417002)​ 1​, M. Hamzah Syaifullah A (10417019)​1​, Nicholas 
Yamahoki(10417035)​1​, Silfana Hilda Efendi (10417037)​1​, & Yoghi Ciamorien 
(10415016)​1

Gambar 19. Hasil Sekuensing Isolat ITS8_ITS1 dengan Metode Sanger oleh Macrogen

Kemudian dilakukan alignment hasil sekuensing tersebut dengan menggunakan


program BLAST. Pada hasil analisis BLAST juga tidak didapatkan urutan sekuens pada
database yang mirip dengan sampel fungi tersebut karena didapatkan error. Sehingga dapat
dikatakan bahwa hasil sekuensing isolat fungi tersebut tidak dapat ditentukan berdasarkan
sekuens ITS-nya. Namun dari morfologi pada gambar 4, diperkirakan jamur yang diperoleh
adalah ​Penicillium sp. J​ amur ini memiliki konidia seperti kipas, kelompok Ascomycota,
bersepta, hifa berwarna putih dengan spora kehijauan atau kecoklatan hingga kehitaman.
Jamur ini banyak ditemukan sebagai pembusuk pada buah namun juga sering ditemukan di
sedimen (The University of Adelaide, 2015)

Pada hasil pensejajaran sekuens dengan BLAST, bakteri terduga dari masing-masing
isolat yaitu isolat 8 dan isolat H adalah berasal dari genus ​Pseudomonas sp, d​ idukung dengan
pengamatan mikroskopis bakteri ​culturable yang menunjukkan hasil negatif dan basil
(gambar 3). B ​ akteri Pseudomonas sp ​merupakan kelompok dari Gammaproteobacteria.
Kelompok ini berperan penting dalam siklus nitrogen di lingkungan. Keberadaan
Pseudomonas p​ ada sampel lokasi sampling dimungkinkan karena pada lokasi tersebut
mendukung pertumbuhan dari ​Pseudomonas sp. ​Kondisi sekitar sampling merupakan lokasi
pertanian dengan tanah pada lokasi tersebut memiliki cukup kandungan nutrisi, terutama
nitrogen, serta penggunaan pupuk organik pada kondisi tersebut juga mendukung
pertumbuhan mikroba. Hasil sekuensing yang menunjukkan bahwa spesies dari isolat tersebut
yang diperkirakan adalah ​Pseudomonas sp d​ apat didukung dengan kondisi lingkungan
sampling tersebut. Selain berperan dalam siklus nitrogen, ​Pseudomonas sp juga dapat
menjadi patogen oportunistik, mampu hidup di lingkungan berarus deras dengan membentuk
biofilm, dan agen bioremediasi misalnya remediasi ​polycyclic aromatic hydrocarbon yang
merupakan polutan dari kendaraan maupun limbah industri (Novik dkk., 2015)

Lalu dilakukan analisis lebih lanjut untuk melihat hubungan kekerabatan antar sampel,
dilakukan konstruksi pohon filogenetik pada sampel untuk menentukan kekerabatan isolat
Praktikum Biosistematika Mikroba 25 

yang digunakan. Konstruksi pohon filogenetik dilakukan dengan menggunakan aplikasi


MEGA 2.0 dengan metode ​Maximum Likelihood d​ engan pengulangan 100x, sehingga
didapatkan pohon filogenetik isolat 8 dan isolat H sebagai berikut.

Gambar 20. Konstruksi Pohon Filogenetik Isolat 8 (kiri) dan Isolat H (kanan) dengan pendekatan ​Maximum
Likelihood ​pengulangan 100x

Berdasarkan pohon filogenetik tersebut, dapat dilihat bahwa isolat 8 memiliki


bootstrap value 1​ 00% degan genus ​Pseudomonas. O​ leh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
data ini cukup representatif menunjukkan bahwa isolat 8 merupakan salah satu spesies dari
genus ​Pseudomonas sp. B​ egitupun pada pohon filogenetik isolat H, memiliki ​bootstrap value
3%, sehingga dikatakan kurang representatif jika dikatakan bahwa merupakan ​Pseudomonas
sp. ​Hal ini bisa dikarenakan karena karakter pembeda yang begitu banyak sehingga
didapatkan konsensus yang rendah.

Pada analisis kekerabatan mikroba sampel pada semua spot sampling, hubungan
kekerabatan mikroorganisme nya dapat dilihat pada gambar 21. Dari gambar tersebut tampak
bahwa setiap isolat dominan yang diperoleh oleh masing-masing kelompok memiliki
kekerabatan yang sangat jauh, bahkan dengan kelompok ​sampling p​ ada situs yang sama
dengan kelompok 8, yaitu kelompok 3. Isolat bakteri ​culturable kelompok 3 diperkirakan
memiliki kekerabatan cukup dekat dengan genus ​Flavobacterium​. Hasil tersebut diperkuat
dengan analisis kondisi lingkungan dimana pada lingkungan sekitar lokasi pengambilan
sampel ditemukan bahwa sampel diambil dari air tawar serta lokasi spot berada pada daerah
miring dimana ketika terjadi hujan maka air akan membawa sebagian besar unsur hara dan
mineral yang kaya akan fosfat dan nitrat ke dalam air sehingga sangat membuat air tinggi
kadar N dan P. Hal ini mendukung sebagai habitat ​Flavobacterium sp. karena bakteri
tersebut dapat ditemukan pada air tawar dengan kandungan hara tinggi terutama N dan P.
Karena bakteri tersebut banyak ditemukan dalam lokasi perairan yang rawan eutrofikasi.
26 ​Putri Jasmine R (10417002)​ 1​, M. Hamzah Syaifullah A (10417019)​1​, Nicholas 
Yamahoki(10417035)​1​, Silfana Hilda Efendi (10417037)​1​, & Yoghi Ciamorien 
(10415016)​1

Gambar 21. Konstruksi Pohon Filogenetik Isolat Masing-masing spot dengan ​Maximum likelihood
bootstrap 100x

Berdasarkan hasil pembuatan pohon filogenetik pada sekuens hasil isolasi


metagenomik bakteri diperoleh bahwa sekuens yang dimiliki oleh isolat pada kelompok 3
pada desa Cihawuk memiliki kedekatan dengan kelompok ​Defluvibacter sp. Ini berbeda jauh
dengan isolat kelompok 8 yang diperkirakan memiliki kekerabatan yang dekat dengan
Pseudomonas sp. N ​ amun berdasarkan nilai bootstrap yang kurang signifikan maka dilakukan
analisis kondisi lingkungan. Bakteri dalam kelompok ​Defluvibacter s​ p. banyak ditemukan
sebagai endosimbion pada saluran pencernaan lalat. Hal ini mendukung kebenaran hasil
View publication stats

Praktikum Biosistematika Mikroba 27 

sekuensing karena lingkungan tempat pengambilan sampling berada disekitar area pertanian
yang menggunakan pupuk berupa kotoran ternak yang menimbulkan bau tidak sedap kondisi
ini sangat ideal bagi habitat lalat.

Berdasarkan analisis kekerabatan dengan metode pembuatan pohon filogenetik


diperoleh isolat fungi ​culturable oleh kelompok 3 didapatkan bahwa isolat tersebut memiliki
kekerabatan yang paling dekat dengan ​Epicoccum nigrum​. Akan tetapi, pada isolat 8 tidak
dapat dilakukan analisis lebih lanjut karena hasil sekuensing yang didapatkan kurang baik.

IV. Simpulan dan Saran

Melalui analisis hasil sekuensing dan konstruksi pohon filogenetik, diketahui bakteri dominan
dari sampel air Sungai Citarum Desa Cibereum berkerabat dekat dengan ​Pseudomonas sp
baik dengan pendekatan metagenomik maupun ​culturable.​ Fungi dominan dari sampel air
Sungai Citarum Desa Cibereum tidak dapat diidentifikasi melalui sekuensing namun
diprediksi merupakan ​Penicillium​ dari hasil pengamatan makroskopis dan mikroskopis.

Sebagai saran, penelitian berikutnya lebih berhati-hati dalam purifikasi agar hasil sekuensing
yang diperoleh baik, diidentifikasi fungi dengan ​β-tubulin loci untuk ​Penicillium sp, dan
dilakukan analisis konsentrasi zat polutan, seperti PAH, dan analisis biofilm untuk
mengetahui lebih jauh peran bakteri dan fungi dominan bagi ekosistem Sungai Citarum.

V. Daftar Pustaka

Barton, L.L. & Northup, D.E. 2011. Microbial Ecology. USA: John Wiley & Sons, Inc (pp. 111-116)
Buchan, A., Newell, S. Y., Moreta, J. L., & Moran, M. A. (2002). Analysis of internal transcribed spacer (ITS)
regions of rRNA genes in fungal communities in a southeastern US salt marsh. ​Microbial Ecology​, 329-340.
Faiza, M. 2016​. What is Numerical Taxonomy? How is it useful? [​ online].
https://bioinformaticsreview.com/20160225/what-is-numerical-taxonomy-how-it-works/ (5 September
2019)
Imansyah, M.F. 2012. Studi Umum Permasalahan dan Solusi DAS Citarum serta Analisis Kebijakan
Pemerintah. ​Jurnal Sosioteknologi,​ ​25​:18-33.
Machmud, M. (2001). Teknik penyimpanan dan pemeliharaan mikroba. Buletin AgroBio, 4(1), 24-32.
Madigan, M.T., Bender, K., S., & Buckley, D.H. 2014. ​Brock Biology of Microorganism. ​Harlow : Pearson
Education.
Merck, 2019. Bacterial transformation [online]. Diakses dari
https://www.sigmaaldrich.com/technical-documents/protocols/biology/transformation.html
Novik, G., Savich, V., & Kiseleva, E. (2015). An insight into beneficial Pseudomonas bacteria. ​Microbiology
in Agriculture and Human Health,​ 73-105.
The University of Adelaide. 2015. Mycology Online: Penicillium [online]. Diakses dari
https://mycology.adelaide.edu.au/descriptions/hyphomycetes/penicillium/
Zymoresearch. 2019. ZymoBIOMICS DNA/RNA Miniprep Kit [online]. Diakses dari
https://files.zymoresearch.com/pdf/d4300t_d4300_d4304_zymobiomics_dna_miniprep_kit_1-3-0.pdf

Anda mungkin juga menyukai