Anda di halaman 1dari 40

Tugas MAKALAH Mata Kuliah Ekonomi Pembangunan dan

Perencanaan Pembangunan
Dosen Prof. Dr. M. Sidik Priadana, MS.

Oleh:
ARI WAHYU LEKSONO
NIM : 02023459

Program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Borobudur

1
“Analisis Pengaruh Perencanaan Strategis, Potensi Fiskal, dan Kinerja
Daerah Terhadap Pembangunan Daerah”

Pendahuluan
Untuk mewujudkan pembangunan desa yang terencana, maka pemerintah desa dan
seluruh elemen masyarakat harus terlibat dalam proses perencanaan pembangunan. Bentuk
perencanaan pembangunan, seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) desa
dan Rencana Kerja Tahunan (RKT), merupakan beberapa contoh perencanaan pembangunan
tersebut. Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Desa yang dilaksanakan melalui
Pemberdayaan, Partisipatif, berpihak pada masyarakat, terbuka, akuntabel, selektif, efisien,
cermat, keberlanjutan, dan dengan melalui proses yang berulang sehingga diperoleh hasil yang
efektif. Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur tentang Desa
disebutkan dalam Bab 11 Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa
bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Syarat dan tata cara
penetapan anggota dan pimpinan badanpermusyawaratan desa diatur dalam Perda yang
berpedoman padaPeraturan Pemerintah.Disinilah peluang untuk diterapkannya bottom up
planning dengan mengedepankan peran serta masyarakat (masyarakat partisipatif).
Mekanisme penyusunan program dari perencanaan yang dimulai dari tingkat desa dan
dimusyawarahkan di dalam Musbangdes upaya itu dilanjutkan dengan temu karya
pembangunan Kecamatan dan ke Rakorbang II, yang kemudian ditetapkan di dalam APBD
dengan skala prioritas tertentu, bahwa program pembangunan yang secara langsung ditujukan
untuk menanggulangi kemiskinan menjadi prioritas utama. Strategi pembangunan yang terlalu
sentralistik merupakan contoh ketidakpastian birokrasi masa lalu terhadap variasi
pembangunan masyarakat lokal, dan kurang tanggap terhadap kepentingan dan kebutuhan akan
masyarakat di tingkat Desa. Hal ini menyebabkan partisipasi dan spirit masyarakat untuk
mengembangkan potensi lokal tidak dapat berkembang dengan wajar. Peraturan Pemerintah
Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Perencanaan pembangunan desa disusun secara
partisipatif oleh pemerintahan desa sesuai dengan kewenangannya.Dalam menyusun
perencanaan pembangunan desa wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan desa. Rencana
pembangunan jangka menengah desa yang selanjutnya disebut RPJMD untuk jangka waktu 5
(lima) tahun.Rencana kerja pembangunan desa, selanjutnya disebut RKPDesa, merupakan
penjabaran dari RPJMDes untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.RPJMD ditetapkan dengan
Peraturan Desa dan RKP-Desa ditetapkan dalam Keputusan Kepala Desa berpedoman pada

2
Peraturan Daerah.Selanjutnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang
Perencanaan Pembangunan Desa, pasal 2 (ayat 3) menyatakan bahwa RPJMDes memuat arah
kebijakan keuangan desa, strategi pembangunan desa, dan program kerja desa.
Otonomi daerah memberikan kewenangan besar kepada pemerintah daerah untuk
mengelola urusan pemerintahannya sendiri. Hal ini menandai bahwa terjadi transasi atau
perpindahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Adanya
pelimpahan wewenang tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Melalui peraturan perundang-undangan tersebut dapat dilihat bahwa
otonomi daerah telah memberikan cara baru dalam proses pemerintahan daerah dengan
meletakkan kewenangan dan tanggung jawab yang besar kepada pemerintah daerah.
Kewenangan dan tanggung jawab yang besar ini diharapkan mampu memberikan motivasi
yang tinggi dalam meningkatkan potensi daerah masing-masing.
Pemerintahan Daerah menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah
serta dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 9
menjelaskan bahwa urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan
pemerintahan konkuren dan urusan pemerintahan umum. Sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, nampak bahwa penyelenggaraan urusan
pemerintah daerah yang berhubungan dengan perencanaan pembangunan daerah merupakan
urusan pemerintahan yang bersifat wajib dan berhubungan dengan pelayanan dasar. Hal ini
menandakan bahwa pemerintah daerah diharapkan mampu mengembangkan sumber daya
potensial demi terwujudnya pembangunan daerah yang berasas kepada keadilan dan
berwawasan lingkungan demi masyarakat yang sejahtera. Otonomi daerah juga dapat diartikan
sebagai semangat mewujudkan pemerintahan daerah yang lebih mandiri, baik mandiri secara
politik maupun finansial. Pemberian kewenangan ini diharapkan mampu meningkatkan
kapasitas pemerintah daerah dalam meningkatkan pembangunan di daerahnya serta memiliki
semangat kompetitif yang tinggi dengan daerah lain dalam konteks pembangunan daerah.
Pernyataan tersebut relevan dengan pendapat Muluk (2009, h.62) yang mengungkapkan
bahwa, otonomi daerah merupakan wewenang untuk mengatur urusan pemerintahan yang
bersifat lokalistik menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat.
Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa otonomi daerah merupakan sebuah instrumen
3
perwujudan kesejahteraan masyarakat daerah melalui optimalisasi pengelolaan sumber daya
daerah yang potensial. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, Otonomi Daerah diartikan sebagai kewenangan dan tanggung jawab
pemerintah daerah dalam menjalankan pemerintahan daerahnya sendiri dan kepentingan
masyarakatnya dalam tataran sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan utama dari
otonomi daerah pada dasarnya adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal tersebut sejalan
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sabarno (2007, h.32) yang menjelaskan bahwa
otonomi daerah merupakan pilihan yang paling tepat dalam mencapai peningkatan
kesejahteraan rakyat yang demokratis dalam konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari otonomi daerah adalah
pemberian kewenangan kepada daerah yang diharapkan menjadi tolak awal bagi
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat mengapreasiasi kepentingan masyarakat
demi terwujudnya kesejahteraan umum. Pespektif lain, tujuan otonomi daerah adalah
meningkatkan kapasitas dan kompetensi pemerintah daerah dalam menjalankan kewenangan
demi meningkatkan kemandirian baik secara politik maupun fiskal.
Pengelolaan keuangan daerah terdiri dari pendapatan serta belanja daerah yang
terangkum didalam rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam wujud Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Melalui APDB dijabarkan secara terperinci kebijakan perencanaan dan penganggaran
keuangan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah untuk masa tertentu, yaitu satu
tahun anggaran (Adisasmita 2011). Permasalahan yang kerap ditemukan dalam perencanaan
dan penganggaran selain tidak berimbangnya antara belanja rutin dan pembangunan, adalah
ketidaktepatan di dalam mengalokasikan anggaran itu sendiri terhadap sektorsektor yang
seharusnya mendapat prioritas. Ketidaktepatan didalam alokasi anggaran akan menyebabkan
inefesiensi, sehingga tujuan pembangunan yang diharapkan tidak tercapai.
Salah satu aspek penting dalam perencanaan pembangunan daerah adalah kinerja dari
sumber daya aparatur. Sumber daya apatur merupakan pilar penting dalam operasionalisasi
perencanaan pembangunan daerah. Oleh karena itu, sarana dan prasarana yang baik, tidak
menjadi jaminan keberhasilan perencanaan pembangunan daerah jika sumber daya apatur tidak
memiliki kredibilitas dan kualitas kerja yang baik. Kualitas kerja sumber daya aparatur pada
dasarnya dapat diukur melalui hasil kerja dalam perencanaan pembangunan daerah. Hasil kerja
ini selanjutnya dapat dilihat pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerinta (LAKIP).
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dapat mengambarkan tingkat
capaian atau realisasi kinerja instansi pemerintahan dalam menjalankan tupoksinya. Melalui
4
LAKIP ini dapat dilihat persentase capaian atau realisasi kerja yang disesuaikan dengan visi,
misi dan strategi daerah yang telah ditetapkan. Persentase capaian atau realisasi kerja instansi
pemerintahan diukur melalui seberapa jauh kegiatan atau program yang telah ditetapkan
dengan tingkat realisasinya di lapangan. Pengukuran persentase kinerja juga dilakukan melalui
penyesuaian program dan kegiatan yang dijalankan dengan visi misi daerah. Berdasarkan latar
belakang permasalahan yang telah disebutkan diatas maka selanjutnya Penulis mengambil
judul Makalah sebagai berikut “Analisis Pengaruh Perencanaan Strategis, Potensi Fiskal,
dan Kinerja Daerah Terhadap Pembangunan Daerah”.
Landasan Teori
Rencana Strategis Pembangunan Daerah (RENSTRA)
Rencana Strategis Pembangunan Daerah (RENSTRA) merupakan produk atau
dokumen perencanaan pembangunan daerah yang menjadi acuan bagi dinas, badan atau unit
kerja pemerintah daerah dan pelaksanaan tugas pelayanan publik dalam rangka peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Agar peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat dilakukan secara
efektif dan optimal, maka dalam proses formulasi dan penyusunan Renstra PD perlu
melibatkan para pemangku kepentingan untuk memastikan terdapatnya perspektif yang
menyeluruh atas isu yang dihadapi; pemikiran dan analisis yang mendalam dan komprehensif
dalam perumusan strategi; mereview mana strategi yang berhasil dan tidak; dan di antara
strategi yang tersedia tidak saling bertentangan, namun saling melengkapi. Dalam Renstra PD
juga perlu ditetapkan arah dan tujuan kemana pelayanan Pembangunan Daerah akan
dikembangkan; apa yang hendak dicapai pada masa 5 (lima) tahun mendatang; bagaimana
mencapainya, dan langkah-langkah strategis apa yang perlu dilakukan agar tujuan tercapai.
Berkenaan dengan cara dan langkah-langkah strategis pengembangan pelayanan PD dan
pencapaian tujuan yang ditetapkan dalam Renstra PD, perlu dilakukan review,analisisdan
evaluasiterhadap hasil dan kinerja yang telah tercapai secara berkala. Hasil review, analisis dan
evaluasi tersebut disusun dalam Rencana Kerja PD (Renja PD). Renja PD adalah dokumen
perencanaan PD untuk periode 1 (satu) tahun, yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan
baik yang dilaksanakan langsung oleh PD maupun yang ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat.
Renstra PD merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah resmi yang
dipersyaratkan untuk mengarahkan pelayanan PD pada khususnya dan pembangunan daerah
pada umumnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun ke depan masa pimpinan Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Terpilih. Oleh karena itu, Renstra PD sangat terkait dengan visi dan
misi Kepala Daerah Terpilih dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
5
Keterkaitan tersebut akan sangat ditentukan oleh hasil dari menerjemahkan,
mengoperasionalkan, dan mengimplementasikan visi, misi dan agenda Kepala Daerah Terpilih,
serta tujuan, strategi, kebijakan, dan capaian program RPJMD ke dalam Renstra PD sesuai
tupoksi PD.
RPJM Desa adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, atau yang sering
disingkat dengan RPJMDes adalah dokumen perencanaan desa untuk periode 6 (enam) tahun.
Prinsip adalah suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum maupun individual
yang dijadikan oleh seseorang/ kelompok sebagai sebuah pedoman untuk berpikir atau
bertindak. Sebuah prinsip merupakan roh dari sebuah perkembangan ataupun perubahan, dan
merupakan akumulasi dari pengalaman ataupun pemaknaan oleh sebuah obyek atau subyek
tertentu.
Dalam kontek penyusunan RPJM Desa pentingkah prinsip dan tujuan? Sangat penting
bagi pemerintah desa. Supaya pemerintah desa memiliki kerangka berpikir sistematis, terarah
dan terukur dalam rangka mewujudkan masyarakat desa yang mandiri, sejahtera dan
berkeadilan sosial.
Prinsip-Prinsip Umum Penyusunan RPJM Desa (RPJMDes) sebagai berikut:
1. RPJM Desa harus disusun berorentasikan masa depan. Supaya desa mampu
mengantisipasi terhadap masalah-masalah yang akan muncul di masa depan.
2. RPJM Desa memiliki roh pemberdayaan. Agar setiap desa dapat mewujudkan
kemampuan dan kemandirian masyarakat desa dalam upaya menuju Desa Mandiri.
3. RPJM Desa disusun secara partisipatif. Makna partisipatif yaitu keterlibatan semua
masyarakat desa secara aktif. Semua masyarakat memiliki kesepatan berbicara dan
menyalurkan pikiran dan gagasannya .
4. RPJM Desa harus berpihak kepada kepentingan seluruh rakyat desa, terutama
masyarakat miskin, kaum difabel dan masyarakat marjinal yang ada di desa.
5. Penyusunan RPJM Desa harus terbuka. Permaknaan terbuka yaitu setiap proses
perencanaan di desa dapat diketahui oleh masyarakat desa.
6. RPJM Desa harus akuntabel yaitu dapat dipertanggungjawabkan dengan benar untuk
kepentingan pengawasan dan pemeriksaan baik oleh masyarakat desa sendiri maupun
oleh pihak diluar desa.
7. RPJM Desa juga harus selektif. Pemaknaan selektif yakni dapat memperhitungkan
keterjangkauan, dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan penguasa atau elit.

6
8. RPJM Desa harus efisien dan efektif. Pemaknaan efesien dan selektif yaitu pelaksanaan
perencanaan kegiatan sesuai dengan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, serta
masalah-masalah lain yang ada di desa.
Sementara, Rencana Kinerja Tahunan (RKT) merupakan penjabaran dari sasaran dan
program yang telah ditetapkan dalam Renstra, dan akan segera dilaksanakan melalui berbagai
kegiatan tahunan. RKT merupakan salah satu dokumen untuk mendorong terciptanya
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai salah satu prasyarat dalam mewujudkan
terciptanya pemerintahan yang baik. RKT dibuat untuk periode 1 (satu) tahun.
Rencana kerja pembangunan daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen
perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun atau disebut dengan rencana pembangunan
tahunan daerah yang merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP,
memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja,
dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh
dengan mendorong partisipasi masyarakat. Lebih lanjut penyusunan dokumen RKPD juga
diintegrasikan dengan prioritas pembangunan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Propinsi,
hal ini sejalan dengan pasal 2 Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa
Kabupaten dan Kota merupakan bagian daerah Propinsi serta mempunyai hubungan
wewenang, keuangan, pelayanan umum pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya.
Contoh kita ambil salah satu conoth dari Dasar Hukum Penyusunan Peraturan
Perundang-undangan yang melatarbelakangi penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) pada Kabupaten Probolinggo Tahun 2015 yaitu sebagai berikut :
1. Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, Pasal 4 ayat (1);
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah daerah
Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965;
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara;
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional;
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008;
7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
7
8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005-2025;
9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat.
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaran
Pemerintah Daerah;
15. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan;
16. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
17. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional;
18. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Jawa Timur 2005-2025;
19. Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019;
20. Peraturan Daerah Kabupaten Probolinggo Nomor 08 Tahun 2008 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Probolinggo Tahun 2005–2025;
21. Peraturan Daerah Kabupaten Probolinggo Nomor 07 Tahun 2013 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Probolinggo Tahun 2013–2018;
22. Peraturan Daerah Kabupaten Probolinggo Nomor 13 Tahun 2013 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Probolinggo Tahun Anggaran 2014 ; 23.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 21 Tahun 2011 ; 24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,
8
Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah.
Selanjutnya RKPD adalah dokumen perencanaan tahunan sebagai implementasi dari
dokumen RPJM. RKPD ini memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas
pembangunan daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan
langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan keikutsertaan masyarakat
untuk kesejahteraan rakyat. RKPD ini adalah rencana program/kegiatan yang merupakan hasil
persandingan usulan dari masyarakat dengan usulan dari tingkat Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) yang mengacu kepada RPJMD melalui forum Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Daerah (Musrenbang). Sebagai suatu dokumen resmi Pemerintah Daerah,
RKPD mempunyai kedudukan yang strategis, proses penyusunan RKPD dilakukan secara
sistematis, terarah, terpadu dan tanggap terhadap perubahan yang penyusunannya dilaksanakan
untuk mewujudkan sinergitas antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan
pembangunan, serta mewujudkan efisiensi dan alokasi sumberdaya dalam pembangunan
daerah.Selanjutnya RKPD tersebut menjadi bahan bagi penyusunan Kebijakan Umum
Anggaran (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). KUA-PPAS harus
mendapat persetujuan dari Legislatif. PPA yang telah menjadi kesepatakan antara Pemerintah
Kabupaten/Kota dengan DPRD selanjutnya menjadi pedoman bagi setiap SKPD untuk
menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), yang menjadi bahan masukan dalam
penyusunan RAPBD. Sehingga melalui pembahasan sidang DPRD ditetapkanlah APBD.
Seperti terlihat pada Gambar 1.1 dibawah ini :
Gambar 1.
Sinkronisasi Penyusuna Rancangan APBD
( UU No.17/2003, UU 25/2004 UU 32/2004, UU 33/2004)

9
Sebagaimana Gambar 1. di atas, maka langkah-langkah untuk menyusun APBD, kepala
daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari RPJMD dengan menggunakan
instrumen dari Rencana Kerja (Renja) SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu
kepada Rencana Kerja Pemerintah. RKPD disusun dengan tujuan untuk menjamin keterkaitan
dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. Konsistensi
program dan kegiatan yang tertuang dalam rancangan akhir RKPD menjadi dasar penyusunan
dan pembahasan KUA & PPAS yang akan disepakati Kepala Daerah bersama DPRD. KUA-
PPAS ini merupakan pedoman bagi SKPD untuk menyusun program dan kegiatan yang
dituangkan dalam bentuk RKA-SKPD yang menjadi tanggung jawab SKPD yang pada
akhirnya menjadi bahan untuk penjabaran APBD.
Prinsip Penyusunan RKPD
Proses penyusunan RKPD dilaksanakan melalui mekanisme/tahapan yang diawali dari
Musrenbang tingkat Kelurahan, Kecamatan, Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
dan Musrenbang tingkat Kota dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan
pembangunan. Dalam penyusunannya, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) harus
memenuhi tiga prinsip sebagai berikut :

10
1. Participative, yaitu rakyat harus harus turut serta dalam prosesnya. Karena secara
langsung masyarakat akan menikmati keuntungan dari hasil perencanaan jika mereka
ikut andal dalam prosesnya.
2. Sustainable, artinya perencanaan tidak hanya terdiri atas satu tahap akan tetapi harus
berlanjut atau berkesinambungan sehingga menjamin adanya kemajuan terus-menerus
dalam kesejahteraan masyarakat, dan jangan sampai terjadi kemunduran.
Prinsip sustainbale ini juga diartikan perlunya evaluasi dan pengawasan dalam
pelaksanaannya sehingga secara terus-menerus dapat diadakan koreksi dan perbaikan
selama perencanaan dijalankan.
3. Holistic, sesuai dengan artinya "menyeluruh", prinsip ini menunjukkan bahwa masalah
dalam perencanaan pelaksanaannya tidak dapat hanya dilihat dari satu sisi atau unsur
tetapi harus dilihat dari seluruh aspek, dan dalam keutuhan suatu konsep. Dalam konsep
tersebut juga harus mengandung unsur yang dapat berkembang serta terbuka dan
demokratis.
Kinerja
Pengertian kinerja seperti yang dikemukakan oleh Bastian (2001:329) “Kinerja adalah
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan
skema strategis suatu organisasi”. Sementara Permendagri No. 13 Tahun 2006 menyebutkan
pengertian kinerja adalah keluaran/ hasil dari kegiatan/ program yang akan atau telah dicapai
sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.
Dari berbagai pengertian tersebut, kinerja menekankan apa yang dihasilkan dari fungsi-
fungsi suatu pekerjaan. Bila diuraikan lebih lanjut apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan
adalah suatu proses yang mengolah input menjadi output (hasil kerja).
Penetapan Indikator Kinerja
Penetapan indikator kinerja daerah bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai
ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pada
akhir periode masa jabatan. Hal ini ditunjukan dari akumulasi pencapaian indikator outcome
program pembangunan daerah setiap tahun atau indikator capaian yang bersifat mandiri setiap
tahun sehingga kondisi kinerja yang diinginkan pada akhir periode RPJMD dapat dicapai.
Indikator kinerja daerah meliputi 3 (tiga) aspek kinerja yaitu: aspek kesejahteraan masyarakat;
aspek pelayanan umum; serta aspek daya saing daerah.
1. Aspek kesejahteraan masyarakat diukur melalui indikator makro yang merupakan
indikator gabungan (indikator komposit) dari berbagai kegiatan pembangunan ekonomi
11
maupun sosial seperti:Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP), Laju Pertumbuhan Ekonomi
(LPE), Inflasi, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), Angka Partisipasi Angkatan
Kerja, Indeks Gini, Persentase Penduduk Miskin terhadap Total Penduduk, Indek
Pembangunan Manusia (IPM) dan lain-lain.
2. Aspek pelayanan umum merupakan segala bentuk pelayanan yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangan atau urusan yang telah diserahkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai upaya untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum,
perumahan, perhubungan dan urusan pilihan yang menjadi kewenangan pemerintah
provinsi.
3. Aspek daya saing daerah merupakan indikator yang mengukur kemampuan
perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi
dan berkelanjutan. Indikator yang diukur antara lain: laju pertumbuhan investasi,
pendapatan per kapita, laju pertumbuhan ekspor, laju pertumbuhan PMA, dan jumlah
kunjungan wisatawan mancanegara.
Berikut merupakan contoh indikator kinerja dalam Realisasi dan Target Daya Beli Masyarakat
(Purchasing Power Parity/PPP) Per Kabupaten dan Kota pada Provinsi Jawa Barat dapat
dilihat pada Tabel 2.1 berikut :
Tabel 1.
Realisasi dan Target Daya Beli Masyarakat (Purchasing Power Parity/PPP) Per
Kabupaten dan Kota

12
Sumber : Diolah oleh Peneliti, (2021).
Kinerja Keuangan Daerah
Kinerja keuangan daerah dapat dilihat dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) merupakan pusat pertanggungjawaban yang di pimpin
oleh seorang kepala satuan kerja dan bertanggungjawab atas entitasnya misalnya: dinas
kesehatan, dinas kependudukan, dan catatan sipil, dinas pendidikan, dinas pemuda dan olah
raga dan lainnya. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah unit kerja pemerintah daerah
yang mempunyai tugas mengelola anggaran dan barang daerah.
Menurut Halim (2008:230) salah satu alat untuk menganalisis kinerja keuangan
pemerintah daerah adalah dengan melaksanakan analisis rasio terhadap APBD yang telah
ditetapkan dan dilaksanakannya. Penggunaan analisis rasio pada sektor publik khususnya
terhadap APBD belum banyak dilakukan, sehinggga secara teori belum ada kesepakatan secara
bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya. Meskipun demikian dalam rangka
pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien dan akuntabel,
analisis rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian dalam
APBD berbeda dengan keuangan yang dimiliki oleh perusahaan swasta (Halim, 2008:231).
Mardiasmo (2002:122) menyebutkan secara umum pengukuran kinerja memiliki
beberapa tujuan, yaitu:
1. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik
2. Untuk mengukur kinerja finanial dan non financial secara berimbang sehingga dapat
ditelusur perkembangan pencapaian strategi.
3. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah
serta memotivasi untuk mencapai kesesuaian tujuan.
4. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan
kemampuan kolektif yang rasional.
Keuangan Daerah
Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya
segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam
kerangka APBD (Bab 1, Pasal 1, Ayat 5 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005).
Pelaksanaan otonomi daerah membawa perubahan pada pengelolaan. Keuangan Daerah pada
umumnya dan pengelolaan APBD pada khususnya yang sepenuhnya diserahkan kepada
pemerintah daerah.

13
Dalam Peraturan Pemerintah No. 105/2000 dikemukakan asas umum pengelolaan
keuangan daerah yang meliputi:
1) Pengelolaan keuangan daerah dilakuakan secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku efisien, efektif dan bertanggung jawab.
2) Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dicatat dalamAPBD, perubahan
APBD dan perhitungan APBD.
3) Daerah dapat membentuk dana cadangan.
4) Daerah dapat mencari sumber-sumber pembiayaan lainnya, selainsumber
pembiayaan yang telah ditetapkan seperti kerja sama denganpihak lain.
5) Pokok-pokok pengelolaan Keuangan Daerah diatur dalam Peraturandaerah oleh
APBD disusun dengan pendekatan kinerja. Peraturan pemerintah tersebut sudah
memberikan arahan secaraumum kepada pemerintah daerah dalam menyusun dan
melaksanakan APBD. Disamping itu, daerah dituntut lebih terampil dalam proses
penyusunan maupun dalam pelaksanaan APBD dengan menggunakan pendekatan kinerja.
Anggaran dengan pendekatan kinerja merupakan suatusistem anggaran yang
mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atauoutput dari perencanaan alokasi biaya
input yang ditetapkan (PenjelasanPP No. 105/2000). Hal ini juga berarti bahwa hal yang
dicapai harussepadan atau lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Disamping itu, setiap
penganggaran dalam pos pengeluaran APBD harus didukung olehadanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Penyelenggaraan keuangan daerah
akan berjalan dengan baik danoptimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintah diikuti
denganpemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Besarnya
alokasi sumber-sumber penerimaan daerah tersebut disesuaikandengan pembagian
kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintahdaerah serta mengacu pada UU
tentang Perimbangan Keuangan antarapemerintah pusat dan pemerintah daerah. Semua
sumber-sumber keuanganyang melekat pada setiap urusan yang diserahkan kepada
pemerintah daerah menjadi sumber keuangan daerah (Penjelasan Umum UU No. 32Tahun
2004)
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Kinerja (Performance) diartikan sebagai aktivitas terukur dari suatu entitas selama
periode tertentu sebagai bagian dari ukuran keberhasilan pekerjaan (Kamus Akuntansi
Manajemen Kontemporer, 1994). Selanjutnya measurement atau pengukuran kinerja diartikan
sebagai suatu indikator keuangan dan non keuangan dari suatu pekerjaan yang dilaksanakan
atau hasil yang dicapai dari suatu aktivitas, suatu proses atau suatu unit organisasi. Pengukuran
14
kinerja merupakan wujud akuntabilitas, dimana penilaian yang lebih tinggi menjadi tuntunan
yang harus dipenuhi, data pengukuran kinerja dapat menjadi peningkatan program selanjutnya.
Menurut Sedarmayanti (2003 : 64) ”Kinerja (performance) diartikan sebagai hasil
seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana
hasil kerja tersebut harus dapat diukur dengan dibandingkan dengan standar yang telah
ditentukan”.
Faktor kemampuan sumber daya aparatur pemerintah terdiri dari kemampuan potensi
(IQ) dan kemampuan ability (knowledge + skill), sedangkan faktor motivasi terbentuk dari
sikap (attitude) sumber daya aparatur pemerintah dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi
merupakan kondisi yang menggerakkan sumber daya aparatur pemerintah dengan terarah
untuk mencapai tujuan pemerintah, yaitu good governance.
Menurut Mardiasmo (2002 : 121) ” Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah
suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi
melalui alat ukur finansial dan nonfinansial”.
Dalam penelitian ini, yang dimaksudkan sebagai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah, yang meliputi
anggaran dan realisasi PAD dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui
suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran. Bentuk
dari pengukuran kinerja tersebut berupa rasio keuangan.
Kinerja (performance) menurut kamus akuntansi manajemen dikatakan sebagai
aktivitas terukur dari suatu entitas selama periode tertentu sebagai bagian dari ukuran
keberhasilan pekerjaan. Pengukuran kinerja diartikan sebagai suatu sistem keuangan atau non
keuangan dari suatu pekerjaan yang dilaksanakan atau hasil yang dicapai dari suatu aktivitas,
suatu proses atau suatu uit organisasi. Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah tingkat
pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi peneriman dan
belanja daerah dengan menggunakan sistem keuangan yang ditentukan melalui suatu kebijakan
atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran. Bentuk dari pengukuran
kinerja tersebut berupa rasio keuangan yang terbentuk dari sistem laporan pertanggungjawaban
daerah berupa perhitungan APBD.
Tujuan dan Manfaat Pengkuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Prestasi pelaksanaan program yang dapat diukur akan mendorong pencapaian prestasi
tersebut. Pengukuran prestasi yang dilakukan secara berkelanjutan memberikan umpan balik
untuk upaya perbaikan secara terus menerus dan pencapaian tujuan di masa mendatang.

15
Salah satu alat menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya
adalah dengan melakukan análisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan
dilaksanakannya.
Menurut Widodo (Halim, 2002 : 126) hasil análisis rasio keuangan ini bertujuan untuk:
1) Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi
daerah.
2) Mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah.
3) Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan
pendapatan daerahnya.
4) Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan
pendapatan daerah.
5) Melihat pertumbuhan/perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang
dilakukan selama periode tertentu.
Pembangunan Daerah
Pembangunan daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada serta membentuk suatu pola
kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan
pekerjaan baru selain itu juga merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah
tersebut (Arsyad, 1999 dalam Santoso, 2013). Dalam pelaksanaannya pembangunan daerah di
Indonesia banyak mengalami hambatan, apalagi bila sistem pembangunan ekonomi masih
bersifat sentralistik. Untuk mengatasi hambatan tersebut, pemerintah menetapkan otonomi
daerah mulai tahun 2001 sampai saat ini. Salah satu tujuan otonomi daerah adalah untuk
menjadikan pemerintah lebih dekat dengan rakyatnya, sehingga pelayanan pemerintah dapat
dilakukan dengan lebih efisien dan efektif. Hal ini didasarkan asumsi bahwa pemerintah daerah
memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai kebutuhan dan aspirasi masyarakat mereka
daripada pemerintah pusat. Dengan otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah dapat
menyelesaikan permasalahannya dalam mengelola daerahnya, sehingga berada dalam posisi
lebih baik, untuk memobilisasi sumber daya secara mandiri serta untuk mencapai tujuan
pembangunan daerah.
Otonomi daerah merupakan upaya pembangunan daerah dalam pengambilan keputusan
daerah berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan,
prioritas, dan potensi daerah tersebut. Dengan pemberian otonomi daerah kabupaten dan kota,
pengelolaan keuangan sepenuhnya berada di tangan pemerintah daerah. Oleh karena itu,
diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah yang baik dalam rangka mengelola dana
16
desentralisasi secara transparan, ekonomis, efisien, efektif dan akuntabel. Salah satu
pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya desentralisasi fiskal, yaitu pemberian sumber-
sumber penerimaaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan
potensinya masing-masing. Secara teoritis pengukuran kemandirian daerah diukur dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Sumber PAD berasal dari pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik
daerah, dan hasil pengolahan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dan lain-lain
pendapatan daerah yang sah. Menurut Kuncoro (2004) dalam Santoso (2013) menemukan
bahwa PAD hanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah paling tinggi sebesar 20%.
Untuk mengatasi ketimpangan tersebut, pemerintah pusat mentransfer dana perimbangan untuk
masing-masing daerah yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus
(DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH).
Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum merupakan
dana yang berasal dari pemerintah pusat yang diambil dari APBN yang dialokasikan dengan
tujuan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah untuk membiayai kebutuhan
pengeluaran pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dengan dana tersebut
pemerintah daerah menggunakannya untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada publik.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang umumnya digunakan untuk
mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di dalam suatu daerah
dengan ditunjukkan oleh perubahan output. Indikator yang digunakan untuk mengukur
pertumbuhan ekonomi di tingkat nasional adalah tingkat pertumbuhan produk domestik bruto
(PDB) yang mencerminkan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas
produksi di dalam perekonomian (Azzahra, 2015).
Gambar 2
Pembangunan Daerah

17
Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal
Pembinaan terhadap kelembagaan ekonomi masyarakat di daerah tertinggal, seperti
koperasi, usaha kecil dan menengah serta usaha mikro lainnya, harus dikembangkan guna
terwujudnya struktur perekonomian yang kuat dengan didukung oleh ekonomi rakyat yang
tangguh. Untuk mendukung mengembangkan perekonomian daerah yang berbasis kerakyatan,
dibutuhkan dukungan kebijakan dalam bentuk:
1) Memberikan kepada masyarakat untuk berperan aktif dalam proses pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat, serta perubahan struktur masyarakat dengan pengembangan
perencanaan pembangunan yang komprehensif/partisipatif, demokratis, aspiratif dan
transparan.
2) Melakukan restrukturisasi dan redistribusi kepemilikan asset produktif kepada
masyarakat pedesaan dengan memakai standar skala ekonomi keluarga sejahtera (3
ha/KK).
3) Melakukan optimalisasi peran dan fungsi seluruh perusahaan agribisnis dan forestry
(dengan Peraturan Daerah) sebagai investor di pedesaan untuk melakukan reinvestasi
melalui kemitraan pola perusahaan patungan bersama pemerintah dan masyarakat
pedesaan dalam membangun sistem perekonomian pedesaan.
4) Mengembangkan usaha kecil, menengah, koperasi dan usaha mikro lainnya dengan
cara peningkatan dan pengembangan keterkaitan dan kemitraan usaha yang saling
menguntungkan dan saling membutuhkan.
5) Mengembangkan bidang-bidang yang mempunyai keterkaitan dengan pengembangan
bidang-bidang lainnya yaitu bidang industri, pertanian dalam arti luas, bidang

18
transportasi, perdagangan, pariwisata serta bidang kelautan yang cukup strategis sesuai
dengan kondisi dan potensi yang dimiliki daerah.
6) Meningkatkan upaya pembangunan infrastruktur terutama perhubungan darat, laut dan
udara untuk meningkatkan aksesibilitas dan kelancaran lalu lintas orang dan barang.
Pertumbuhan Ekonomi di Beberapa Provinsi di Indonesia
Replikasi ekstensi yang dilakukan dalam penelitian ini mengacu pada beberapa
penelitian antara lain dilakukan oleh Adi (2006) bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi
oleh pendapatan daerah, sedangkan Kuncoro (2007) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi
dipengaruhi oleh dana transfer yang diteliti oleh menggunakan proksi dana alokasi. Nilai
tambah dan kekhasan penelitian adalah penggunaan Path analysis dengan Lisrel 8.54 untuk
memprediksi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, sehingga akan diperoleh
hasil yang lebih mendetail dalam melakukan pengujian hipotesis-hipotesisnya. Dengan analisis
struktural dengan Path Analysis diharapkan mampu menganalisis pengaruh langsung dan
pengaruh tidak langsung (mediating variable) antarvariabel-variabel yang akan diuji
pengaruhnya.
Pulau Jawa sebagai obyek kajian dalam penelitian ini karena Pulau Jawa ternyata masih
menjadi daerah yang mendominasi pertumbuhan ekonomi di seluruh Indonesia. Pulau Jawa
memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB kuartal IV/2009 sebesar 57,6 persen dengan tiga
provinsi utamanya yakni DKI Jakarta sebesar 16,6 persen, Jawa Timur 14,7 persen, dan Jawa
Barat (14,4 persen). Sementara, Pulau Sumatera memberikan kontribusi 23,5 persen dengan
tiga provinsi terbesar yakni Riau (7,1 persen), Sumatera Utara (5,2 persen), dan Sumatera
Selatan (3,1 persen). Daerah penyumbang PDB lainnya adalah Pulau Kalimantan 9,5 persen,
Pulau Sulawesi 4,6 persen, dan sisanya 4,8 persen di provinsi-provinsi lainnya. Sebagai pulau
yang mendominasi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, Pulau Jawa ternyata memiliki
fenomena fluktuasi pertumbuhan ekonomi antara tahun 2007–2009. Pertumbuhan ekonomi di
Pulau Jawa tergolong besar, namun mengalami fluktuasi menurun pada tahun 2008, kemudian
meningkat pada tahun 2009. Untuk mengetahui gap atau perbedaan persentase pertumbuhan
ekonomi di Indonesia tertera pada Tabel 2. berikut :
Tabel 2.
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Indonesia (%) Tahun 2007-2009

19
Sumber : BPS, (2021)
Tujuan spesifik penelitian ini adalah (1) mengkaji model pertumbuhan ekonomi daerah.
Pertumbuhan ekonomi dapat juga diartikan sebagai kenaikan Gross Domestic Product (GDP)
atau Gross National Product (GNP), konsep pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan melalui
potensi fiskal atau disebut sebagai kapasitas fiskal menunjukkan gambaran kemampuan
keuangan masing-masing daerah yang dicerminkan melalui pendapatan asli daerah, dana
alokasi umum, dana bagi hasil dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah yang akan
dihubungkan terhadap pertumbuhan ekonomi; (2) Melakukan kajian analisis dan dampak
potensi fiskal dan pertumbuhan ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat. Tingkat
kemakmuran penduduk merupakan indikator yang mengambarkan kesejahteraan suatu daerah.
Kesejahteraan masyarakat diukur melalui jumlah penduduk sejahtera. Komponen potensi fiskal
dan pertumbuhan ekonomi diharapkan sejalan dengan kesejahteraan masyarakat di
kabupaten/kota. Hubungan antarvariabel eksogen dengan variabel endogen. (1) Pengaruh
potensi fiskal (PAD, DAU, DBH dan PAD lainnya yang sah) terhadap pertumbuhan ekonomi.
Potensi atau kapasitas fiskal adalah gambaran kemampuan keuangan masing-masing daerah
yang dicerminkan melalui penerimaan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (tidak
termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang
penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu) untuk membiayai tugas
pemerintahan setelah dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah penduduk
miskin (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/ PMK/07/2008).
Hambatan dalam Pembangunan Ekonomi di Pedesaan
Pembangunan ekonomi pedesaan terutama di daerah yang terpencil (tertinggal) tidak
terlepas dari pembangunan sektor pertanian. Kondisi ini disebabkan karena sebagian besar
masyarakat pedesaan (sekitar 80 persen) mencari nafkah dari sektor pertanian yakni:
perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan, tanaman pangan dan hortikultura. Apabila
ingin memacu pertumbuhan ekonomi di pedesaan salah satu prioritasnya adalah
pengembangan sektor pertanian yang berbasis agribisnis. Untuk jenis agribisnis skala besar

20
seperti perkebunan boleh dikatakan tidak banyak kendala, karena sektor perkebunan yang
dikembangkan selama ini berorientasi ekspor yang dikelola oleh perusahaan besar. Namun
yang jadi masalah adalah pengembangan ekonomi pedesaan dari usahatani skala kecil yang
dikelola secara swadaya oleh masyarakat. Dalam pengembangan sektor pertanian skala kecil
tersebut masih ditemui beberapa kendala, terutama dalam pengembangan sistem pertanian
yang berbasiskan agribisnis dan agroindustri. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan
pertanian khususnya petani skala kecil, antara lain: Pertama, lemahnya struktur permodalan
dan akses terhadap sumber permodalan. Salah satu faktor produksi penting dalam usaha tani
adalah modal. Besar-kecilnya skala usaha yang dilakukan tergantung dari pemilikan modal.
Secara umum pemilikan modal bagi masyarakat pedesan masih relatif kecil, karena modal ini
biasanya bersumber dari penyisihan pendapatan usaha sebelumnya. Untuk memodali usaha
selanjutnya masyarakat desa (petani) terpaksa memilih alternatif lain, yaitu meminjam uang
pada orang lain yang lebih mampu (pedagang) atau segala kebutuhan usaha tani diambil dulu
dari toko dengan perjanjian pembayarannya setelah panen. Kondisi seperti inilah yang
menyebabkan petani sering terjerat pada sistem pinjaman yang secara ekonomi merugikan
pihak petani.
Kedua, ketersediaan lahan dan masalah kesuburan tanah. Kesuburan tanah si pedesaan
sebagai faktor produksi utama dalam pertanian makin bermasalah. Permasalahannya bukan
saja menyangkut makin terbatasnya lahan yang dapat dimanfaatkan petani, tetapi juga
berkaitan dengan perubahan perilaku petani dalam berusaha tani. Dari sisi lain mengakibatkan
terjadinya pembagian penggunaan tanah untuk berbagai subsektor pertanian yang
dikembangkan oleh petani. Ketiga, pengadaan dan penyaluran sarana produksi. Sarana
produksi sangat diperlukan dalam proses produksi untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.
Pengadaan sarana produksi di pedesaan itu bukan hanya menyangkut ketersediaannya dalam
jumlah yang cukup, tetapi yang lebih penting adalah jenis dan kualitasnya. Oleh karena itu
pengadaan sarana produksi ini perlu direncanakan sedemikian rupa agar dapat dimanfaatkan
sesuai dengan kebutuhan dan dipergunakan pada waktu yang tepat.
Keempat, terbatasnya kemampuan dalam penguasaan teknologi. Usaha pertanian di pedesaan
merupakan suatu proses yang memerlukan jangka waktu tertentu. Dalam proses tersebut akan
terakumulasi berbagai faktor produksi dan sarana produksi yang merupakan faktor masukan
produksi yang diperlukan dalam proses tersebut untuk mendapatkan keluaran yang diinginkan.
Petani yang bertindak sebagai manajer dan pekerja pada usaha taninya haruslah memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan berbagai faktor masukan usaha tani,
sehingga mampu memberikan pengaruh terhadap peningkatan produktivitas dan efisiensi
21
usaha yang dilakukan. Kelima, lemahnya organisasi dan manajemen usaha tani. Organisasi
merupakan wadah yang sangat penting dalam masyarakat, terutama kaitannya dengan
penyampaian informasi (top down) dan panyaluran inspirasi (bottom up) para anggotanya.
Dalam pertanian organisasi yang tidak kalah pentingnya adalah kelompok tani. Selama
ini kelompok tani sudah terbukti menjadi wadah penggerak pengembangan pertanian di
pedesaan. Hal ini dapat dilihat dari manfaat kelompok tani dalam hal memudahkan koordinasi,
penyuluhan dan pemberian paket teknologi. Keenam, kurangnya kuantitas dan kualitas
sumberdaya manusia untuk sektor agribisnis. Petani merupakan sumberdaya manusia yang
memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan suatu kegiatan usaha tani, karena
petani merupakan pekerja dan sekaligus manajer dalam usaha tani itu sendiri. Ada dua hal yang
dapat dilihat berkaitan dengan sumberdaya manusia ini, yaitu jumlah yang tersedia dan kualitas
sumberdaya manusia itu sendiri. Kedua hal ini sering dijadikan sebagai indikator dalam menilai
permasalahan yang ada pada kegiatan pertanian.
Secara umum permasalahan yang yang dihadapi dan harapan dalam pelaksanaan program
kemiskinan bagi masyarakat pedesaan disajikan pada Tabel 3. sebagai berikut :
Tabel 3
Kondisi Saat Ini dan Kondisi yang Diharapkan Masyarkat Pedesaan

Sumber: Almasdi Syahza (2009)


Potensi Fiskal
Potensi fiskal dapat diukur dengan komponen-komponennya terdiri dari Pendapatan
Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan pendapatan daerah lainnya yang sah),
dimana dana bagi hasil dan dana alokasi umum termasuk dalam dana transfer atau dana

22
perimbangan. Dana Perimbangan atau dana transfer merupakan dana yang bersumber dari
penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada
daerah untuk membiayai kebutuhan daerah (Abdullah dan Halim 2006).
Komponen pertama dari potensi fiskal adalah Pendapatan Asli Daerah merupakan
semua penerimaan daerah dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai
sumber dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Komponen pendapatan daerah
terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah dan PAD lainnya; Komponen kedua adalah Dana
Alokasi Umum yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
pasal 29 Proporsi DAU antardaerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan
imbangan kewenangan antara Provinsi dan Kabupaten/Kota Transfer merupakan konsekuensi
dari tidak meratanya keuangan dan ekonomi daerah. Selain itu tujuan transfer adalah
mengurangi kesenjangan keuangan horizontal antar-daerah, dan mengurangi kesenjangan
vertikal pusat-daerah. Mengatasi persoalan efek pelayanan publik antardaerah, dan untuk
menciptakan stabilitas aktivitas perekonomian di daerah (Abdullah dan Halim 2006).
Komponen ketiga potensi fiskal yaitu dana bagi hasil yaitu dana yang bersumber dari
pajak dan sumber daya alam. Sedangkan komponen keempat potensi fiskal yaitu PAD lainnya
yang sah yaitu hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan
daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Penerimaan ini antara lain dari BPD, perusahaan daerah, dividen BPR-BKK dan
penyertaan modal daerah kepada pihak ketiga. Lain-lain pendapatan asli daerah merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Penerimaan ini berasal
dari hasil penjualan barang milik daerah, dan penerimaan jasa giro.
METODOLOGI PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi responden target dari
penelitian ini adalah semua Pemerintah Daerah se-Kabupaten/Kota yang berada di Pulau Jawa
dari Realisasi APBD tahun 2007–2009. Sampel adalah sebagian dari populasi. Dalam
penelitian ini dilakukan sensus karena semua populasi diambil sebagai data penelitian yaitu
mengambil semua populasi yaitu data realisasi APBD se-Jawa berada di tahun 2007–2009
sejumlah 116 sampel. Dalam implementasinya ditunjukkan data keuangan daerah dari sebaran
pemerintah kabupaten dan pemerintah kota yang tersebar di Pulau Jawa, dapat dilihat pada
Tabel 4.
23
Tabel 4.
Distribusi Data Sampel Pemkab dan Pemkot

Sumber : BPS, (2021).


Jenis dan Prosedur Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang
diperoleh melalui perantara. Dalam penelitian ini pihak perantaranya yang dimaksud adalah
data yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik dan Bank Indonesia. Metode pengumpulan data
yang digunakan terutama dengan cara studi dokumentasi, yaitu merupakan suatu cara yang
digunakan untuk memperoleh data dengan menganalisis informasi yang didokumentasikan
dalam bentuk tulisan atau bentuk-bentuk lain. Data diperoleh dari data yang diterbitkan oleh
Biro Pusat Statistik dan Bank Indonesia.
Alat Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan Analisis Path (Path Analysis)
dengan menggunakan software LISREL 8.54. Analisis path merupakan teknik statistik yang
digunakan untuk menguji hubungan kausal antara dua atau lebih variabel (Fuad dan Ghozali,
2008). Analisis path dalam penelitian ini menggunakan variabe bebas potensi fiskal (PAD,
DAU, DBH dan PAD lainnya yang sah), variabel intervening yaitu pertumbuhan ekonomi
(Laju PDRB) serta variabel terikat yaitu Kesejahteraan Masyarakat (Total Penduduk
Sejahtera). Dengan Path Analysis maka tidak peru dilakukan confirmatory factor analysis
(CFA) yang disebabkan karena indikator yang digunakan untuk masing-masing variabel
unobserved adalah satu, sehingga dinyatakan valid untuk dilakukan pengujian hipotesis.
Kemudian apakah terdapat hubungan secara parsial Perencanaan Strategis terhadap
Pembangunan Daerah? Apakah terdapat hubungan secara parsial Potensi Fiskal terhadap
Pembangunan Daerah? dan Apakah terdapat hubungan secara parsial Kinerja Daerah terhadap
Pembangunan Daerah?. Dan kemudian yang terakhir apakah terdapat hubungan secara

24
simultan Perencanaan Strategis, Potensi Fiskal, dan Kinerja Daerah terhadap Pembangunan
Daerah ?.
Tabel 5.
Definisi Operasional Variabel

Sumber : Diolah oleh Peneliti, (2021).


HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kesejahteraan Masyarakat


Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang
menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran
masyarakat meningkat. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi di daerah, maka akan semakin
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan masyarakat yang
berarti bahwa kondisi pertumbuhan ekonomi yang terjadi di kabupaten/kota di Pulau Jawa
masih belum searah dengan konsep kesejahteraan yang menjadi Tujuan Negara Indonesia:
tercapainya masyarakat yang sejahtera adil dan makmur.
Alur Penyusunan Dokumen RPJMD
Perencanaan pembangunan memainkan peranan penting dalam upaya mensuksekan
pembangunan di berbagai tingkatan baik nasional maupun daerah. Pembangunan daerah

25
merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional sesuai dengan
Undang – Undang No. 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional.
Perencanaan pembangunan daerah dilakukan oleh pemerintah daerah bersama para pemangku
kepentingan berdasarkan peran dan kewenangan masingmasing. Selain itu, perencanaan
pembangunan daerah harus mampu mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana
pembangunan daerah yang dilaksanakan berdasarkan kondisi dan potensi yang dimiliki
masingmasing daerah dan sesuai dengan dinamika perkembangan daerah dan nasional. Sesuai
dengan kondisi objektif daerah, maka perencanaan pembangunan daerah perlu dirumuskan
dengan berdasarkan berbagai prinsip seperti transparan, responsif, efisien, efektif, akuntabel,
partisipatif, terukur, berkeadilan dan berkelanjutan. Salah satu bentuk dokumen perencanaan
pembangunan daerah adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
RPJMD merupakan satu dokumen resmi daerah yang dipersyaratkan untuk
mengarahkan pembangunan daerah dalam jangka waktu 5 (lima) tahun ke depan dalam masa
pimpinan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih. Sebagai suatu dokumen rencana
yang penting sudah sepatutnya Pemerintah Daerah, DPRD, dan masyarakat memberikan
perhatian penting pada kualitas proses dan hasil penyusunan dokumen RPJMD. Selain itu
seluruh pemangku kepentingan perlu melakukan pemantauan, evaluasi dan review berkala atas
implementasinya. Hal ini dikarenakan dokumen RPJMD sangat terkait dengan visi dan misi
pasangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih.
Sehingga kualitas penyusunan RPJMD akan mencerminkan sejauh mana kredibilitas
Bupati dan Wakil Bupati terpilih dalam memandu, mengarahkan dan memprogramkan
perjalanan kepemimpinannya dan pembangunan daerahnya dalam masa 5 (lima) tahun ke
depan serta mempertanggungjawabkan hasilnya kepada masyarakat pada akhir masa
kepemimpinannya. RPJMD menjawab 3 (tiga) pertanyaan dasar: (1) ke mana daerah akan
diarahkan pengembangannya dan apa yang hendak dicapai dalam 5 (lima tahun) mendatang;
(2) bagaimana mencapainya dan; (3) langkah-langkah strategis apa yang perlu dilakukan agar
tujuan tercapai. Dalam konteks ini, adalah sangat penting bagi RPJMD untuk
mengklarifikasikan secara eksplisit visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati terpilih kemudian
menerjemahkan secara strategis, sistematis dan terpadu ke dalam tujuan, strategi, kebijakan,
dan program prioritas serta tolok ukur kinerja pencapaiannya dengan berbagai pendekatan.
Pendekatan yang digunakan dalam menyusun RPJMD adalah teknokratik, legislasi, dan
partisipatif.

26
Gambar 3.
Diagram Alur Penyusunan Dokumen RPJMD Tahun 2013-2018
Proses penyusunan Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
2013 – 2018 disusun melalui berbagai pendekatan, meliputi :
1. Pendekatan Teknokratik, dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka
berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja dalam hal ini Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Probolinggo yang secara fungsional bertugas
untuk hal tersebut. Kerangka berpikir yang digunakan adalah kerangka pemikiran strategis
(strategic thinking process) mencakup elemen-elemen dasar sebagai berikut:
• Ada rumusan isu dan permasalahan pembangunan yang jelas .

27
• Ada rumusan prioritas isu sesuai dengan urgensi dan kepentingan dan dampak isu
terhadap kesejahteraan masyarakat banyak.
• Ada rumusan tujuan pembangunan yang memenuhi kriteria SMART (specific,
measurable, achievable, reliable, time bound) .
• Ada rumusan alternatif strategi untuk pencapaian tujuan .
• Ada rumusan kebijakan untuk masing-masing strategi .
• Ada pertimbangan atas kendala ketersediaan sumber daya dan dana (kendala fiskal
daerah)
• Ada prioritas program .
• Ada tolok ukur dan target kinerja capaian program .
• Ada pagu indikatif program .
• Ada kejelasan siapa bertanggung jawab untuk mencapai tujuan, sasaran dan hasil,
waktu penyelesaian termasuk review kemajuan pencapaian sasaran.
• Ada kemampuan untuk menyesuaikan dari waktu ke waktu terhadap perkembangan
internal dan eksternal yang terjadi.
• Ada evaluasi terhadap proses perencanaan yang dilakukan.
• Ada komunikasi dan konsultasi berkelanjutan dari dokumen yang dihasilkan .
• Ada instrumen, metodologi, pendekatan yang tepat digunakan untuk mendukung proses
perencanaan.
2. Pendekatan Legislasi, bahwa proses pemilihan Kepala Daerah merupakan bagian
proses penyusunan rencana dan karena rakyat pemilih telah menentukan pilihannya
berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan calon Kepala Daerah. Oleh
karena itu, rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang
ditawarkan Kepala Daerah pada saat kampanye berupa Visi, Misi, dan Program yang kemudian
dituangkan ke dalam rencana pembangunan jangka menengah. Pendekatan politik pula
bermakna bahwa penyusunan RPJMD melibatkan proses konsultasi dengan kekuatan politis
DPRD. Cheklis kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
• Ada konsultasi dengan Kepala Daerah Terpilih untuk penerjemahan yang tepat dan
sistematis atas visi, misi dan program Kepala Daerah Terpilih ke dalam tujuan, strategi,
kebijakan, dan program pembangunan daerah.
• Ada keterlibatan DPRD dalam proses penyusunan RPJMD.
• Ada pokok-pokok pikiran DPRD dalam proses penyusunan RPJMD .

28
• Ada naskah akademis untuk mendukung proses pengesahan RPJMD.
• Ada review dan evaluasi dari DPRD terhadap rancangan RPJMD .
• Ada review, saran dan masukan Gubernur Provinsi berkaitan terhadap rancangan
RPJMD.
• Ada pembahasan terhadap Ranperda RPJMD .
• Ada pengesahan RPMJD sebagai Peraturan Daerah yang mengikat semua pihak untuk
melaksanakannya dalam lima tahun ke depan.
3. Pendekatan Partisipatif, dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan, guna mengakomodasi aspirasi dan
menciptakan rasa memiliki. Proses penyusunan RPJMD dilaksanakan secara transparan,
akuntabel dan melibatkan masyarakat (stakeholder) dalam pengambilan keputusan
perencanaan disemua tahapan perencanaan:
• Ada identifikasi stakeholders yang relevan untuk dilibatkan dalam proses pengambilan
keputusan perencanaan.
• Ada kesetaraan antara government dan non government stakeholders dalam
pengambilan keputusan.
• Ada transparasi dan akuntabilitas dalam proses perencanaan.
• Ada sense of ownership masyarakat terhadap RPJMD.
• Ada pelibatan dari media.
• Ada konsensus atau kesepakatan pada semua tahapan penting pengambilan keputusan
seperti perumusan prioritas isu dan permasalahan, perumusan tujuan, strategi dan
kebijakan, dan prioritas program.
RPJMD merupakan penerjemahan yang tepat dan sistematis atas visi, misi dan program
kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih ke dalam tujuan, strategi, kebijakan dan program
pembangunan daerah selama masa jabatan lima tahun. Program, kegiatan, alokasi dana
indikatif dan sumber pendanaan yang dirumuskan dalam RPJMD, RKPD, Renstra PD dan
Renja PD disusun berdasarkan pendekatan kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah,
serta perencanaan dan penganggaran terpadu; kerangka pendanaan dan pagu indikatif; urusan
wajib yang mengacu pada SPM sesuai dengan kondisi nyata daerah dan kebutuhan masyarakat
atau urusan pilihan yang menjadi tanggung jawab PD.
Hubungan Antar Dokumen
RPJMD disusun dengan berpedoman pada RPJPD (2005-2025) dan RTRW (2010-
2029) memperhatikan RPJMN, RPJMD dan RTRW Kabupaten/Kota tetangga. Rancangan

29
awal RPJMD menjadi pedoman PD dalam menyusun Rancangan awal Renstra PD. Selanjutnya
Rancangan awal Renstra PD menjadi masukan bahan penyempurnaan Rancangan awal
RPJMD.
Rancangan awal RPJMD tersebut kemudian dibahas dalam forum Musrenbang RPJMD
yang hasil akhirnya menjadi Rancangan RPJMD yang akan dibahas bersama antara Pemerintah
Kabupaten dan DPRD Kabupaten untuk ditetapkan dan disahkan menjadi Peraturan Daerah.
RPJMD yang telah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah menjadi pedoman penetapan Renstra
PD dan penyusunan Ranwal RKPD, serta digunakan sebagai instrumen evaluasi
penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Gambar 4.
Hubungan RPJMD dan RPJPD
Berdasarkan Gambar 4, maka hubungan RPJMD dan RPJPD di atas, RPJMD
Kabupaten Probolinggo Tahun 2013-2018 merupakan tahap ke dua Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Tahun 2005-2025, sebagai berikut :

30
Gambar 5.
Hubungan RPJMD dan Rencana Stategis PD
Berdasarkan Gambar 5 di atas, RPJMD menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana
Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra PD) dalam kurun waktu 5 (lima) tahunan.
Renstra PD merupakan penjabaran teknis RPJMD yang berfungsi sebagai dokumen
perencanaan teknis operasional dalam menentukan arah kebijakan serta indikasi program dan
kegiatan setiap urusan bidang dan/atau fungsi pemerintahan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun,
yang disusun oleh setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (PD) dan ditetapkan oleh Kepala
Daerah setelah diverifikasi terlebih dahulu oleh Bappeda Kabupaten. Dengan demikian
kesinambungan dan konsistensi perencanaan pembangunan dapat berjalan dengan baik.

Gambar 6.
Hubungan RPJMD dan RKPD
Berdasarkan Gambar 6, di atas, pelaksanaan RPJMD Kabupaten Probolinggo Tahun
2013 – 2018 setiap tahun dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
sebagai suatu dokumen perencanaan tahunan Pemerintah Kabupaten yang memuat prioritas
program dan kegiatan dari Rencana Kerja PD. Rencana Kerja Pemerintah Daerah merupakan
bahan utama pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Daerah yang
dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota
hingga provinsi.

31
Statistik deskriptif
Analisis statistik deskriptif variabel laten potensi fiskal terdiri dari PAD, DAU, DBH,
dan PAD lainnya yang sah yang tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6.
Statistik Deskriptif Komponen Potensi Fiskal
(PAD, DAU, DBH, dan PAD lainnya)

Sumber: Data yang Diolah, (2021)


Tabel 6 menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah untuk wilayah Kab/Kota se-Jawa
memiliki nilai rata-rata sebesar 164.751 (dalam jutaan rupiah); nilai terendah sebesar 11.111,75
(dalam jutaan rupiah); nilai tertinggi sebesar 1.855.758 (dalam jutaan rupiah) dan standar
deviasi sebesar 379.512,19. Dana Alokasi Umum memiliki nilai rata-rata sebesar 501.297,7
(dalam jutaan rupiah); nilai terendah sebesar 0 (dalam jutaan rupiah); nilai tertinggi sebesar
1.351.912 (dalam jutaan rupiah) dan standar deviasi sebesar 339.439,15. Dana Bagi Hasil
memiliki nilai rata-rata sebesar 141.880 (dalam jutaan rupiah); nilai terendah sebesar 7.886,19
(dalam jutaan rupiah); nilai tertinggi sebesar 1.590.000 (dalam jutaan rupiah) dan standar
deviasi sebesar 339.439,15. Pendapatan Lainnya yang Sah memiliki nilai rata-rata sebesar
12.362,66 (dalam jutaan rupiah); nilai terendah sebesar 243 (dalam jutaan rupiah); nilai
tertinggi sebesar 89.175 (dalam jutaan rupiah) dan standar deviasi sebesar 12.385,59.
Analisis statistik deskriptif variabel endogen pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat tersaji pada Tabel 5. Tabel 5 mengindikasikan bahwa Pertumbuhan ekonomi untuk
wilayah kab/kota seJawa memiliki nilai rata-rata sebesar 5,15 persen; nilai terendah sebesar
2,02 persen; nilai tertinggi sebesar 14,97 persen dan standar deviasi sebesar 1,35.
Kesejahteraan Masyarakat yaitu Penduduk Sejahtera untuk wilayah kab/kota se-Jawa memiliki
nilai rata-rata sebanyak 1.024.191; nilai terendah sebesar 14.251; nilai tertinggi sebesar
4.821.255 dan standar deviasi sebesar 767.641,25. Kesejahteraan Masyarakat yaitu Upah
Minimum Regional untuk wilayah kab/kota se-Jawa memiliki nilai rata-rata sebanyak

32
1.024.191; nilai terendah sebesar 14.251; nilai tertinggi sebesar 4.821.255 dan standar deviasi
sebesar 366.739,61.
Tabel 7.
Statistik Deskriptif Pertumbuhan Ekonomi (Laju PDRB) dan Kesejahteraan
Masyarakat (Jumlah Penduduk Sejahtera)

Sumber: Data yang Diolah, (2021)


Uji Normalitas Data
Model Structural Equation Modelling (SEM) merupakan kombinasi antara regresi
dengan analisis faktor, dimana data yang disajikan harus terbebas dari kondisi data yang tidak
normal. Menurut Joreskog (2002) dalam Fuad dan Ghozali (2008: 38) bahwa khusus untuk
data continous, transformasi data diperbolehkan. Akan tetapi untuk data ordinal, transformasi
data tidak dianjurkan karena akan mengakibatkan data sulit diinterpretasikan.
Tindakan transformasi dilakukan karena data asli pada masing-masing variabel manifest
menunjukkan standar deviasi pada beberapa data yang jauh lebih besar dibandingkan mean dan
menunjukkan distribusi data yang tidak normal seperti yang terlihat pada Tabel 8.
Tabel 8.
Pengujian Normalitas Data Asli

Sumber: Data yang Diolah, (2021).


Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai Z skewness dan Z kurtosis yang diperoleh dengan
rumus (statistic/std error) lebih kecil dari Z tabel tingkat signifikansi 5 persen sebesar 1,96
sehingga menunjukkan kondisi data yang berdistribusi tidak normal. Oleh karena itu dilakukan

33
transformasi menjadi bilangan logaritma natural (Ln) sehingga tampak hasil uji normalitasnya
pada Tabel 7.

Tabel 9.
Pengujian Normalitas Setelah Data Ditransformasi dengan Ln

Sumber: Data yang Diolah, (2021).


Tabel 9 terlihat bahwa nilai probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi 5% pada
uji skewness dan kurtosis menunjukkan kondisi data yang berdistribusi normal. Dengan
demikian data yang digunakan untuk proses pengujian hipotesis menggunakan Structural
Equation Modelling pada pembahasan selanjutnya menggunakan data hasil transformasi
bilangan logaritma natural.
Analisis Model Penuh (Path Analysis)
Analisis hasil pengolahan data pada tahap full model (Path Analysis) dilakukan dengan
melakukan uji kesesuaian dan uji statistik. Hasil pengolahan data untuk analisis full model Path
Analysis ditampilkan pada Gambar 6.
Hasil Pengujian Full Model Path Analysis
Gambar 6 menunjukkan model fit disebabkan karena nilai chi square sangat rendah
tinggi yaitu 0,000 dan nilai probabilitas sebesar 1,00 lebih besar dibandingkan taraf signifikansi
5%.
Gambar 7.
Hasil Pengujian Full Model Path Analysis

34
Goodness of fit model
Hasil analisis goodness of fit pada full model Path Analysis dapat dilihat pada Tabel
10. Hasil analisis pengolahan data terlihat bahwa semua manifest yang digunakan untuk
membentuk sebuah model penelitian, pada proses analisis full model Path Analysis telah
memenuhi kriteria goodness of fit yang telah ditetapkan. Nilai probability pada analisis ini
menunjukkan nilai di atas batas signifikasi yaitu sebesar 1.000 (p>0.05 dengan menggunakan
taraf signifikansi 5%). Nilai ini menunjukkan tidak adanya perbedaan antara matriks kovarian
prediksi dengan matriks kovarian diestimasi. Ukuran goodness of fit pada RMSEA,
menunjukkan pada kondisi yang baik.
Tabel 10.
Structural Equation Model (Path Analysis)

Sumber: Data Penelitian yang Diolah, (2021).


SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Perencanaan Strategis secara parsial terdapat pengaruh positif dan signifikan terhadap
Pembangunan Daerah, Potensi Fiskal secara parsial terdapat pengaruh positif dan signifikan
terhadap Pembangunan Daerah , dan Kinerja Daerah juga secara parsial terdapat pengaruh
positif dan signifikan terhadap Pembangunan Daerah. SelanjutnyaPAD berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi, DAU berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi,
DBH berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan PAD lainnya yang sah

35
berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian hanya hipotesis
pertama dan ketiga dalam penelitian ini yang diterima yang menyatakan bahwa PAD dan DBH
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan hipotesis ketiga dan keempat
tidak dapat diterima yaitu DAU dan PAD lainnya berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi. Kedua, hasil pengujian diperoleh bahwa PAD berpengaruh positif terhadap
kesejahteraan masyarakat, DAU berpengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat, DBH
berpengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat dan PAD lainnya yang sah tidak
berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian hipotesis kelima,
keenam dan ketujuh dalam penelitian ini yang diterima yang menyatakan bahwa PAD, DAU
dan DBH berpengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Sedangkan hipotesis
kedelapan tidak dapat diterima yaitu PAD lainnya yang sah tidak berpengaruh terhadap
kesejahteraan masyarakat. Terakhir, pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap
kesejahteraan masyarakat artinya kondisi yang terjadi di Kabupaten/ Kota se-Jawa tahun 2007–
2009 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/ Kota masih belum sesuai
dengan tingkat kesejahteraan masyarakat di masing-masing daerah. Dan Terakhir dalam
mengelola keuangan daerah berimplikasi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi,
konsumsi per kapita, dan menurunnya angka gini ratio. Hal tersebut berdampak terhadap
kondisi kesehatan dan pendidikan, dan kehidupan sosial masyarakat sehingga semakin
sejahtera dalam artian tingkat kesejahteraan masyarakat semakin meningkat.
SARAN
Sebaiknya hasil penelitian dapat dijadikan pengambilan keputusan strategis bagi pihak
eksekutif dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pencapaian kesejahteraan
masyarakat. Namun demikian diperlukan analisis lanjutan yaitu indikator-indikator apasaja
yang dapat mempengaruhi tata kelola pemerintahan yang baik, transparan, akuntabel dan
memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat di masing-masing daerah. Pihak
legislatif selaku pihak principal diharapkan mampu menjadi kontrol bagi Pemerintah Daerah
yang bekerja dengan tidak menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik. Pihak legislatif
hendaknya berperan banyak dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
Mereka merupakan penyambung lidah rakyat yang harus disampaikan kepada pemerintah agar
kesejahteraan masyarakat dapat tercipta dengan adil dan merata. Kemudian dilihat dari
kemandirian daerah rata-rata mengalami peningkatan namun kemandirian keuangan daerah
kabupaten/kota di setiap Provinsi masih sangat tergantung pada pemerintah pusat. Tentunya
pemerintah harus cepat tanggap untuk melakukan upaya peningkatan kapasitas fiskal daerah
dan menghitung potensi pendapatan asli daerah. Pemerintah daerah dalam meningkatkan
36
penerimaan pajak daerah dapat melalui kebijakan intensifikasi dan ektensifikasi pajak daerah
yang bersifat komprehensif dan senantiasa berpihak pada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syukriy dan Halim, Abdul. 2003. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah: Studi Kasus
Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali.
Adi, Priyo Hari. 2006. Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja
Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah, Jurnal Simposium Nasional Akuntansi IX
Padang, 23 -26 Agustus 2006.
Adi, Priyo Hari. 2008. Relevansi Transfer Pemerintah Pusat dengan Upaya Pajak Daerah, The
2nd National Conference 2008, Faculty of Economic Widya Mandala Catholic
University.
Aji, Tony Seno. 2010. Model Alternatif untuk Membangun Sistem Informasi Perencanaan
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jurnal Ekonomi Pembangunan FE UMS. Volume
11, Nomor 2, Desember 2010, hlm. 160-171. Surakarta: BPPE UMS.
Amalia, Lia. 2007. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Ariadi, Dani; Lubis, Ade Fatma dan Maksum, Azhar. 2007. Pengaruh Anggaran Partisipatif
melalui Budaya Organisasi, Gaya Manajemen dan Motivasi Kerja sebagai Variabel
Intervening terhadap Kinerja Manajerial dan Kepuasan Kerja. Jurnal MEPA Ekonomi
Vol. 2 No. 2 Mei 2007.
Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Edisi
Pertama. Yogyakarta: Penerbit BPFE.
Asmoko, Hindri. 2006. Pengaruh Penganggaran Berbasis Kinerja terhadap Efektivitas
Pengendalian. Jurnal Akuntansi Pemerintah Vol. 2 No. 2 November 2006.
Bank Indonesia. 2009. Ringkasan Eksekutif Bank Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
Budiarto, Bambang. 2007. Pemgukuran Keberhasilan Pengelolaan Keuangan Daerah. Seminar
Ekonomi Daerah. Surabaya.
Christy, Fhino Andrea dan Adi, Priyo Hari. 2009. Hubungan Antara DAU, Belanja Modal dan
Kualitas Pembangunan Manusia, The 3rd National Conference UKWMS di Surabaya
Oktober 2009.
Darwanto dan Yustikasari, Yulia. 2007. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli
Daerah, dan Dana Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal,
Jurnal Simposium Nasional Akuntansi X Makassar Juli 2007.

37
Djoyohadikusumo, S. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Dasar Teori Ekonomi
Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LP3ES.
Ferdinand. 2006. Stuctural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen. Edisi Keempat.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Fusari, Angelo. 1996. Paths of Economic Development: Modelling Factors of Endogenous
Growth. International Journal of Social Economics 23, 10/11.
Ghozali, Imam, 2005, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi III,
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Halim, Abdul .2007. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat.
Jakarta. Hair ,JF. 1998.Multivariate Data Analysis.Fourth Edition.New York : Maemillan
Publishing Company.
Hyun-A Kim. 2013. Fiscal Decentralization and Economic Growth in Korea.Korea Institute of
Public Finance 79-6 Garak-Dong, Songpa-Gu,
Seoul138774,KoreaEmail:hyuna@kipf.re.kr.https://faculty.washington.e
du/karyiu/confer/GJ06/papers/kim.pdf.
Kerlinger,Alfred N. 2006. Asas-Asas Penelitian Behavioral (Terjemahan). Yogyakarta : Gajah
Mada University Press
Kuncoro,Mudrajad.2006. Ekonomika Pembangunan:Teori, Masalah, dan Kebijakan. Edisi 4.
Yogyakarta:UPP STIM YKPN. .
Mahmudi. 2007. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. UPP STIM YKPN
Yogyakarta.
Mahsun, Mohamad. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Edisi Pertama. Cetakan Pertama.
Yogyakarta : BPFE – Yogyakarta.
Midgley, James (2005), Pembangunan Sosial; Perspektif Pembangunan dalam Kesejahteraan
Sosial, Deperta Depag RI, Jakarta.
Nehen, Ketut .2012. Perekonomian Indonesia . Udayana University Press. Bali.
Riadi, Slamet .2010. Kinerja dan Indikator Pembangunan.Tersedia
di:http://kuaterentang.blogspot.com/2010/03/konsepdanindikatorpemban gunan.html.
Sasana, Hadi. 2009. Peran Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi di
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Ekonomi Pembangunan. Vol. 10, No.1, Juni
2009:103 – 124.
Sri Kusraeni, Sultan Suhab. 2009. Kebijaksanaan APBD dan Kesejahteraan Masyarakat di
Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Ekonomi dan Manajemen. Vol 5 No 3.

38
Supriady, Dedi. 2003. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Susi.2010. Analisis Kinerja Pembangunan Daerah Kabupaten Indragiri Hulu. Sosial Ekonomi
Pembangunan.155Availablefrom:URL:http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JSEP/article/
view/527/520.
Syamsi, Ibnu.1986.Pokok-Pokok Kebijaksanaan, Perencanaan, Pemrograman, dan
Penganggaran Pembangunan Tingkat Nasional .CV. Rajawali, Jakarta.
Todaro,Michael.2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, edisi kedelapan.Erlangga.
Jakarta
Wong, John D. 2004. The Fiscal Impact of Economic Growth and Development on Local
Government Capacity. Journal of Public Budgeting., Accounting and Financial
Management. Fall. 16.3. Hal : 413 – 423.
Jurnal :
Aldillah, Rizma, Proyeksi Produksi dan Konsumsi Kedelai Indonesia. Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Kementrian Pertanian Republik Indonesia. JEKT.
Vol. 8 (1) : 9 -23. ISSN : 2301-8968.
Azhar, Kholizar & Zainal, Arifin.Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga
Kerja Industri Manufaktur Besar Dan Menengah Pada Tingkat Kabupaten / Kota Di Jawa
Timur, Vol. 9 No. 1 (2011). 91-106.
Khakim, Luqman, Iwan Hermawan, Achmad Solechan, dan VS Tripriyo PS. Potensi Fiskal
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Kesejahteraan Masyarakat. Jurnal Ekonomi
Pembangunan, Volume 12, Nomor 2, Desember 2011, hlm.281-296.
Kusuma, Hendra. Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Jurusan Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammadiyah Malang. JEKT 9 (1) : 1 – 11. ISSN : 2301 – 8968.
Ningsih, Endah & Ayu Wibowo Kurniawan. Daya Saing Dinamis Produk Pertanian Indonesia
di ASEAN. JEKT.9 (2) : 117 – 125. ISSN : 2301-8968.
Nurrohman, Riyadi & Zainal, Arifin. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Penyerapan Tenaga
Kerja Di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 8 No. 1 (2010),
247-260.
Riana , I Gede & Ni Luh Putu WiagustiniMaster Plan UMKM Berbasis Perikanan untuk
Meningkatkan Pengolahan Produk Ikan yang Memiliki Nilai Tambah Tinggi. JEKT 7
(2): 102-119. ISSN : 2301- 8968.

39
Sari, Nur Ravika Famala. Pengaruh Variabel Ekonomi Makro Terhadap
PengangguranTerdidik Di Jawa Timur Tahun 2010-2014. Jurnal Ekonomi
Pembangunan. Vol.14, No.01 Juni 2016. 71-84.
Setya Ningrum, Shinta. Analisis Pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka, Indeks
Pembangunan Manusia, Dan Upah Minimum Terhadap Jumlah Penduduk Miskin Di
Indonesia Tahun 2011-2015. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 15 No. 2 (2017). 184-
192.

40

Anda mungkin juga menyukai