Anda di halaman 1dari 5

Hubungan antara Pakubuwana II dengan VOC ini

membuat para bangsawan kerajaan sangat kecewa. Hal


ini karena VOC banyak melakukan intervensi terhadap
pemerintahan Pakubuwana II. Oleh karena itu timbul
berbagai perlawanan, salah satunya perlawanan Raden
Mas Said.

aden Mas Said merupakan putera dari Raden Mas Riya


yang bergelar Adipati Arya Mangkunegara dengan Raden
Ayu Wulan Putri dari Adipati Blitar. Raden Mas Said sudah
diangkat menjadi gandek kraton atau pegawai rendahan di
kraton sejak usianya masih 14 tahun. Karena merasa
dirinya sudah berpengalaman, Raden Mas Said
mengajukan diri untuk dinaikkan pangkatnya. Namun
harapannya tidak direspons positif oleh keluarga
kepatihan. Raden Mas Said justru dihina dan dituduh ikut
terlibat dalam tragedi geger pacinan. Karena sakit hati,
akhirnya Raden Mas Said memutuskan untuk
meninggalkan kerajaan bersama R. Sutawijaya dan
Suradiwangsa.

Raden Mas Said pergi ke Nglaroh dan mencoba


mengumpulan kekuatan. Oleh para pengikutnya, Raden
Mas Said diangkat menjadi raja baru dengan gelar
Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Senopati
Sudibyaning Prang atau lebih dikenal dengan sebutan
Pangeran Sambernyawa. Perlawanan Raden Mas Said
cukup kuat dan dianggap ancaman yang serius bagi
Pakubuwana II. Oleh karena itu Pakubuwana II pada
tahun 1745 mengeluarkan sayembara bahwa siapapun
yang berhasil mematahkan perlawanan Raden Mas Said
akan diberi hadiah tanah di Sukowati atau Sragen
sekarang. Namun hal tersebut tidak dipedulikan oleh
Raden Mas Said.

Kerajaan Mataram merupakan kerajaan yang dikenal


sebagai kerajaan terbesar di Jawa pada masanya. Di
Mataram dikenal sebuah tradisi yaitu "Sabda pandhita
ratu datan kena wola-wali" yang berarti perkataan raja
tidak boleh ingkar. Mendengar sayembara ini, Pangeran
Mangkubumi yang merupakan adik dari Pakubuwana II
tertarik untuk membuktikan kebenaran dari perkataan
kakaknya. Pangeran Mangkubumi dan para pengikutnya
berhasil meredam perlawanan Raden Mas Said namun
Pakubuwana justru ingkar janji. Bahkan dalam pertemuan
terbuka di istana, Gubernur Jenderal van Imhoff menghina
Pangeran Mangkubumi dan menuduhnya terlalu ambisius
terhadap kekuasaan. Hal ini membuat Pangeran
Mangkubumi marah dan memutuskan untuk
meninggalkan kakaknya.

Pangeran Mangkubumi segera bertemu Raden Mas Said


dan menjalin kesepakatan untuk melawan VOC dan
Pakubuwana II. Pangeran Mangkubumi juga menjadikan
Raden Mas Said sebagai menantunya. Mereka juga
sepakat untuk membagi wilayah perlawanan. Pangeran
Mangkubumi melakukan perlawanan di bagian barat
Surakarta ke barat dengan pusat Hutan Beringin dan
Desa Pacetokan, dekat Pleret. Sementara itu Raden Mas
Said bergerak di bagian timur, Surakarta ke selata,
Madiun, Ponorogo, dan pusatnya di Sukowati. Perlawanan
ini melibatkan lebih dari 13.000 prajurit termasuk 2.500
prajurit cavaleri.

Pada tahun 1749, saat perang sedang berkecamuk di


berbagai daerah, terdengar berita tentang Pakubuwana II
yang jatuh sakit. Dalam keadaannya yang sakit,
Pakubuwana II dipaksa VOC untuk menandatangani
sebuah perjanjian yang sangat mengecewakan seluruh
bangsawan dan rakyat Mataram. Perjanjian tersebut
ditandatangi oleh Pakubuwana II dan Gubernur Baron van
Hohendorff pada tanggal 11 Desember 1749. Sementara
itu isi perjanjiannya sebagai berikut.

1. Susuhunan Pakubuwana II menyerahkan Kerajaan


Mataram baik secara de facto maupun de jure kepada
VOC.
2. Hanya keturunan Pakubuwana II yang berhak naik
tahta, dan akan dinobatkan oleh VOC sebagai raja
Mataram dengan tanah Mataram sebagai pinjaman dari
VOC.
3. Putera mahkota akan segera dinobatkan.

Sembilan hari setelah penandatanganan perjanjian


tersebut, Pakubuwana II wafat. Kemudian pada tanggal 15
Desember 1749 VOC mengumumkan pengangkatan
putera mahkota menjadi Susuhunan Pakubuwana III.
Tentu saja hal ini membuat seluruh warga Mataram
terpukul. Mengapa? Karena pada masa pemerintahan
Sultan Agung, Mataram menentang keras dan
memberikan perlawanan tinggi terhadap VOC. 

Karena merasa perjanjian tersebut menjadi aib bagi


Mataram, Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said
segera meningkatkan perlawanannya. Perlawanan
Pangeran Mangkubumi berakhir setelah perjanjian Giyanti
pada tanggal 13 Februari 1755. Isi pokok perjanjian
tersebut yaitu dibaginya Mataram menjadi dua wilayah.
Wilayah barat yaitu Yogyakarta di bawah pimpinan
Pangeran Mangkubumi dengan gelar Sultan
Hamengkubuwana I sedangkan wilayah timur yaitu
Surakarta tetap dipimpin Pakubuwana III. Sementara itu
perlawanan Raden Mas Said berakhir setelah perjanjian
Salatiga pada tanggal 17 Maret 1757 yang isinya Raden
Mas Said ikut berkuasa di Surakarta dengan gelar
Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I.

Pecahnya perlawanan Mangkubumi disebabkan:

1)   Paku Buwono III, raja Mataram menyerahkan pantai utara Pulau Jawa kepada VOC. Akibatnya Kerajaan
Mataram
1)   tidak mempunyai pelabuhan.
2)   Pangeran Mangkubumi merasa tersinggung dan malu, karena Gubernur Jenderal Van Imhoff ikut campur
tangan dalam permasalahan antara Pangeran Mangkubumi dan Paku Buwono II, serta memarahi
Pangeran Mangkubumi di depan orang banyak saat sidang menghadap raja.

Pada tahun 1794, terjadi kerja sama antara Pangeran Mangkubumi dengan Mas Said untuk melawan
Paku Buwono II dan VOC. Dengan teknik bergerilya perlawanan di tepi sungai Bogowonto itu berhasil
mengalahkan pasukan Belanda.

"Arial","sans-serif"; font-size: 10.0pt;">Bahkan mampu menguasai daerah kekuasaan Pangeran


Mangkubumi dan Mas Said sampai Yogya, Bagelen, dan Pekalongan. Justru pada saat demikian, antara
Pangeran Mangkubumi dan Mas Said berselisih dan berpisah. Akibatnya perjuangan menjadi lemah dan
pasukan VOC segar kembali.

Pada tanggal 13 Januari 1755, Belanda berhasil membujuk Pangeran Mangkubumi untuk berdamai.
Hasilnya berupa perjanjian Giyanti (1755). Giyanti adalah nama desa di sebelah timur Sala. Perjanjian
Giyanti berisi pembagian Kerajaan Mataram menjadi dua ialah:
Mataram bagian timur dengan ibu kota Surakarta Hadiningrat dikuasai Susuhunan Paku Buwono III, dan
Mataram Barat
dengan ibu kota Yogyakarta dikuasai Pangeran Mangkubumi dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I.

Tanggal 17 Maret 1757, VOC berhasil menghentikan perlawanan Mas Said. Ditandatanganilah Perjanjian
Salatiga.

Isi perjanjian Salatiga ialah:

Mas Said diberi sebagian daerah Surakarta dan diangkat menjadi Adipati dengan gelar Adipati
Mangkunegara I dan kedudukannya sama dengan Putra Mahkota Surakarta, daerah kekuasaannya
dinamakan Mangkunegaran, separohnya tetap dikuasai Pakubuwono. Diperbolehkannya membentuk
tentara, yang kemudian hari terkenal dengan sebutan Legiun Mangkunegaran. 

Pada tahun 1743,pangku buwono II  menyerahkan pantai utara pulau jawa kepada
VOC.pangeran Mangkubi dan Mas Said tidak setuju karena wilah kota-kota di pantai utara
merupakan wilaya pelabuahan dagang yang menjadi sumber dari pendapatan dari
Mataram.Pangeran Mangkubi melawan Paku Buwono II kerena raja ini tidak menepati janjinya 
yang akan memberikan daerah sukawati(sragen) bahkan dalam pertemuan para bangsawan di
istana pada tahun 1746, Mangkubi di permalukan oleh gubernur Jendral Van Imhoff. ketika
perang mulai berkobar Pangku Buwono II digantikan oleh putranya yang bergelar Pangku
Buwono III. dalam perangnya melawan VOC Mangkubi Dan Mas Said menggunakan taktik
gerilya. ketika pertempurannya di sungai Bogowonto pasukan VOC banyak yang binasa dan
pimpinan VOC De Clerk juga tewas, VOC akhirnya berhasi membujuk pangeran Mangkubumi
untuk menandatangani perjanjian Gayanti(1755)

Anda mungkin juga menyukai