Anda di halaman 1dari 64

GAMBARAN EKSISTENSI TOKOH SANDRA DALAM FILM

DEUX JOURS UNE NUIT KARYA JEAN-PIERRE DARDENNE


DAN LUC DARDENNE: KAJIAN PSIKOLOGI
EKSISTENSIAL

SKRIPSI

OLEH:
ANDINI KUSUMAWARDANI DILA PUTRI
NIM. 135110300111036

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA PRANCIS


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS BRAWJIAYA
2017
GAMBARAN EKSISTENSI TOKOH SANDRA DALAM FILM
DEUX JOURS UNE NUIT KARYA JEAN-PIERRE DARDENNE
DAN LUC DARDENNE: KAJIAN PSIKOLOGI
EKSISTENSIAL

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Brawijaya


untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

OLEH
ANDINI KUSUMAWARDANI DILA PUTRI
NIM 135110300111036

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA PRANCIS


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS BRAWJIAYA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

karunia serta izin-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Gambaran Eksistensi Tokoh

Sandra dalam Film Deux Jours Une Nuit Karya Jean-Pierre Dardenne dan Luc

Daerdenne Kjian Psikologi Eksistensial” ini dapat terselesaikan.

Penulisan ini diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar

Sarjana Sastra pada Program Studi S-1 Bahasa dan Sastra Prancis, Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Brawijaya. Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis banyak

mendapat bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Madame Intan Dewi Savitri, M.Hum selaku dosen pembimbing, yang

selalu memberikan bimbingan dengan sabar dan perhatian selama

proses pembuatan skripsi penulis.

2. Madame Neti Lusia Harwati, dosen Penguji, yang telah memberikan

masukan-masukan yang bermanfaat dalam penyempurnaan skripsi

penulis.

3. Keluarga, yang selalu mendoakan, memberikan dukungan dan

semangat yang tak henti-henti kepada penulis.

v
4. Kashya, Ira, Yoan, Bella, dan Hizkia, yang selalu ada, menghibur dan

menemani hari-hari penulis selama ini sedari maba.

5. Afif Musthapa, yang membantu penulis dalam segala hal termasuk

yang diluar skripsi, xo.

6. Kak Agung Widodo dan Kak Putri Rizky, selaku kakak tingkat yang

selalu meberikan arahan pada penulis saat proses penulisan hingga

menemukan pencerahan dalam skripsi ini.

7. Teman seperjuangan Bahasa dan Sastra Prancis 2013, Nadia, Ashry,

Risa Kecil, Budi, Puty, Riyan, Rendy, Doni, Farras, Wawan, Yoga,

Icha, Neneng, Eka, Teteh Intan, Gerald(yne)o, Gendis, Raisa, Leo,

Vice, Anna, Aida, dan semuanya yang tanpa sengaja sering direpotkan

oleh penulis.

Semoga Allah SWT memberikan Rahmat-Nya dan membalas seluruh

kebaikan selama ini. Aamiin.

Malang, 10 Juli 2017

Penulis

vi
ii
iii
iv
ABSTRAK

Putri, Andini K. Dila. 2017. Gambaran Eksistensi Tokoh Sandra Dalam Film
Deux Jours Une Nuit Karya Jean-Pierre Dardenne dan Luc Dardenne Kajian
Psikologi Eksistensial. Program Studi Bahasa dan Sastra Prancis, Jurusan Bahasa
dan Sastra, Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Brawijaya.

Pembimbing : Intan Dewi Savitri, M.Hum


Kata Kunci : Film, Psikologi, Psikologi Eksistensial, Ada (Being), Nonada
(Nonbeing)

Selain media hiburan dan sebuah wadah luapan ekspresi, film juga merupakan
sarana pemaparan atas realitas sosial yang terjadi dikehidupan nyata. Secara visual
film dapat menampilkan keadaan yang sangat mirip dengan yang sesungguhnya
sedang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Masalah yang sering ditampilkan di
dalamnya bersumber dari hilangnya nilai-nilai masyarakat yang membuat nilai
dominan semakin kompetitif. Hal tersebut menimbulkan perasaan isolasi dan alienasi
pada diri seseorang yang juga sebagai dampak dari penyakit manusia modern. Film
Deux Jours Une Nuit ini salah satu film Prancis yang menceritakan tentang
perjuangan seorang wanita yang terjangkit penyakit manusia modern dan kehilangan
eksistensinya (nonbeing) namun pada akhirnya, ia melakukan usaha untuk
mengambangkan kesadaran dirinya dan meraih kembali eksistensinya (Being-in-the-
Wolrd).
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran eksistensi tokoh
Sandra serta usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai kesadaran diri dengan
menggunakan teori psikologi eksistensialisme yang dikemukakan Rollo May. Jenis
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu dengan menggambarkan kejadian yang
ada di lapangan secara aktual dan apa adanya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tokoh Sandra dalam film Deux Jours
Une Nuit mengalami permasalahan eksistensi di kehidupan yang terpapar dalam
unsur nonbeing, dimana Sandra terjangkit penyakit manusia modern yaitu
kekosongan, kesepian, dan kecemasan namun pada akhir cerita, ia berhasil bangkit
dan keluar dari kondisi tersebut setelah ia melewati pengalaman eksistensi dalam
hidupnya dan juga melakukan usaha guna mengembangkan serta meningkatkan
kesadaran diri untuk meraih kembali eksistensinya (Being-in-the-World).
Untuk peneliti selanjutnya yang menggunakan film ini sebagai objek material,
peneliti dapat mengukur kepribadian Sandra menggunakan Teori Faktor Eysenck dan
mencari karekteristik dari tokoh Sandra.

vii
EXTRAIT
Putri, Andini K. Dila. 2017. L’image de l'existence du pesonnage de Sandra dans
le film Deux Jours Une Nuit par Jean-Pierre Dardenne et Luc Dardenne.
L’etude: psychologie existentielle. Programme d’Étude de Langue et de Littérature
Françaises. Université Brawijaya
Supervireurs : Intan Dewi Savitri, M.Hum.
Mots-clés : Film, Psychologie, Psychologie existentielle, Être (Being-in-the
World), Non- être (nonbeing)

En dehors d'être un divertissement et une expression d'expression, le film est


aussi un moyen d'exposition à la réalité sociale qui arrive dans la réalité. Le film peut
visuellement afficher une situation très semblable à ce qui arrive en réalité au milieu
de la société. Les problèmes y apparaissent souvent vient de la perte des valeurs
communautaires qui font plus compétitif la valeur dominante. Il crée un sentiment
d'isolement et l'aliénation dans son soi aussi bien que l'impact de maladie humaine
moderne. Le film Deux Jours Une Nuit est un des films français qui dit de la lutte
d'une femme qui a contracté la maladie humaine moderne et a perdu son existence
(nonbeing), mais à la fin, il a fait des efforts de lancer sa conscience et regagner son
existence (Being-in-the-Wolrd).
Cette étude vise à décrire la description de l'existence de Sandra figure et les
efforts elle a entrepris de réaliser la prise de conscience de soi-même en utilisant la
théorie de psychologie d'existentialisme proposée par Rollo May. Le type de cette
recherche est qualitatif descriptif qui est en décrivant l'incident qui est arrivé dans reel
et quel il est.
Les résultats de cette étude indiquent que le caractère de Sandra dans le film
Deux Jours Une Nuit éprouvant les problèmes d'existence dans la vie exposée dans
nonbeing où Sandra a contracté la maladie humaine moderne qui est le vide, la
solitude et l'anxiété. Mais à la fin de l'histoire, Elle a réussi à se lever et de la
condition après qu'elle a passé à travers l'expérience d'existence dans sa vie et et faire
aussi des efforts de développer et augmenter sa prise de conscience de soi-même pour
regagner l'existence (Being-in-the-World).
Pour d'autres chercheurs qui utilisent ce film comme un objet matériel, vous
pouvez mesurer la personnalité de Sandra en utilisant la Théorie de Facteur d’
Eysenck pour chercher les caractéristiques du personnage de Sandra.

viii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL .....................................................................................i

PERNYATAAN KEASLIAN ..........................................................................ii

HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................iii

HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................iv

KATA PENGANTAR ......................................................................................v

ABSTRAK........................................................................................................vii

EXTRAIT .........................................................................................................viii

DAFTAR ISI ....................................................................................................ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................xii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1

1.1 Latar Belakang .................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................3

1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................3

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................4

1.5 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................4

1.6 Definisi Istilah Kunci ........................................................................5

ix
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................7

2.1 Landasan Teori .................................................................................7

2.1.1 Psikologi Eksistensial..............................................................8

2.1.2 Konsep Dasar Eksistensialisme ...............................................9

1. Being-in-the-World ...............................................................9

2. Nonbeing ..............................................................................11

3. Kesadaran Diri ......................................................................15

2.2 Penelitian Terdahulu .........................................................................18

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................20

3.1 Jenis Penelitian .................................................................................20

3.2 Sumber Data ....................................................................................21

3.3 Pengumpulan Data ............................................................................21

3.4 Analisis Data ....................................................................................22

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN .....................................................23

4.1 Konsep Dasar Eksistensialisme Rollo May .......................................23

4.1.1 Nonbeing ...................................................................................24

a. Kekosongan ..........................................................................27

b. Kesepian ...............................................................................29

c. Kecemasan ............................................................................31

x
4.2. Penemuan Kembali Kesadaran Diri..................................................40

a. Pengalaman Menjadi Pribadi ........................................................40

b. Tingkatan dalam Perkembangan Kesadaran Diri ..........................41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................46

5.1 Kesimpulan ......................................................................................46

5.2 Saran ................................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................49

LAMPIRAN .....................................................................................................51

xi
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 4.1 Sandra sedang mengisolasi dirinya ............................................26

GAMBAR 4.2 Sandra mengatakan bahwa ia lelah .............................................27

GAMBAR 4.3 Sanra mengalami kekosongan saat diperjalanan menuju rumah

rekan-rekan rekan-rekan kerjanya .............................................30

GAMBAR 4.4 Sandra mengatakan bahwa dirinya tidak eksis ...........................31

GAMBAR 4.5 Sandra mendatangi Willy dan meminta maaf .............................34

GAMBAR 4.6 Sandra menyalahkan dirinya ......................................................35

GAMBAR 4.7 Perkelahian yang terjadi diantara Sandra dan rekan kerjanya .....37

GAMBAR 4.8 Sandra merasa dikasihani Manu .................................................38

GAMBAR 4.9 Sandra ingin menjadi seperti burung ..........................................39

GAMBAR 4.10 Cuplikan Sandra mendatangi rumah rekan-rekan kerjanya .......42

GAMBAR 4.11 Sandra meminta maaf pada Manu ............................................43

GAMBAR 4.12 Sandra mengatakan pada Dumont bahwa ia tidak mau bekerja .44

GAMBAR 4.13 Sandra menelepon Manu setelah ia keluar dari pekerjaannya

dan mengatakan bahwa ia bahagia ..........................................46

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1. Curriculum Vitae ..........................................................................51

Lampiran 2. Poster Film ..................................................................................52

Lampiran 3. Sinopsis Film ...............................................................................53

Lampiran 4. Berita Acara .................................................................................54

xiii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di zaman globalisasi ini film sering dijadikan media hiburan serta wadah

luapan ekspresi. Tidak hanya memberikan kenikmatan dan kepuasan batin, sebuah

film juga merupakan sarana penyampaian pesan moral kepada masyarakat atas

realitas sosial. Menurut Effendi (1986, hal. 238) film diartikan sebagai hasil budaya

dan alat ekspresi kesenian.

Maka dari itu, film merupakan salah satu bentuk seni yang representatif

karena film dapat memvisualisasikan kehidupan yang sangat mirip dengan yang

sesungguhnya dan memberi pemahaman terhadap kondisi yang sebenarnya terjadi

dalam masyarakat. Melalui film, masyarakat dapat melihat secara nyata apa yang

terjadi di tengah-tengah mayarakat tertentu pada masa tertentu. Masalah yang

ditampilkan di dalamnya sering muncul dari hubungan antar-masyarakat, antar-

manusia, maupun antar-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang tidak

akan terlepas dari suatu masalah.

Sumber masalah yang sering terjadi terletak pada hilangnya nilai-nilai

dalam masyarakat. Nilai dominan di dalam masyarakat semakin kompetitif. Hal ini

yang dapat memicu munculnya perasaan-perasaan terisolasi dan alienasi pada

individu yang juga sering disebut penyakit manusia modern. Menurut Riesman

(dikutip dari Koeswara, 1987, hal. 17) masyarakat modern adalah “manusia yang

sepi di dalam keramaian dan kebisingan massa, yang menandai adanya kekosongan

1
2

yang kian memuncak sejalan dengan pengalaman keterasingan yang semakin intens

sebagai konsekuensi dari sistematisasi dan otomatisasi kerja”. Mengenai masalah

yang semakin sering terjadi di zaman modern ini, film dapat berperan sebagai alat

penting untuk menggerakkan pikiran para pemirsanya pada kenyataan yang ada.

Penyakit manusia modern seperti di atas juga terlihat pada tokoh Sandra

dalam film Deux Jours Une Nuit karya Jean-Pierre Dardenne dan Luc Dardenne

tahun 2014. Film ini menceritakan tentang perjuangan seorang istri sekaligus ibu

yang menjadi karyawan di sebuah perusahaan sederhana. Sandra yang baru saja

kembali bekerja setelah pulih dari depresi ini dikejutkan dengan berita bahwa

perusahaan tempat ia bekerja akan melakukan pengurangan karyawan. Manajer

yang menyadari bahwa perusahaannya dapat beroperasi dengan lebih sedikit

karyawan, menawarkan bonus berupa uang kepada semua karyawan jika mereka

setuju Sandra dikeluarkan dari tempat kerjanya. Kondisi ini membuat Sandra

mengalami kesulitan dalam kehidupan profesional maupun personalnya. Ia sangat

terpuruk dan tidak mengetahui apa yang harus ia lakukan hingga akhirnya salah

satu temannya memaksa untuk memperjuangkan pekerjaannya. Dibantu oleh

suaminya yang terus memberikan motivasi, Sandra mendatangi rekan-rekan

kerjanya di akhir pekan dengan maksud meyakinkan mereka untuk tetap

mempertahankan Sandra dengan mengorbankan bonus uang yang dijanjikan oleh

perusahaan. Sandra sangat frustrasi hingga ia mengalami kesedihan dan

ketidakberdayaan dalam dirinya. Selama proses mendatangi rekan-rekan kerjanya,

Sandra mengalami kesulitan secara psikologis, seperti rasa cemas dan tidak

mengetahui apa yang akan ia lakukan untuk terus bertahan hidup.


3

Gambaran perjuangan tokoh Sandra dalam film Deux Jours Une Nuit yang

mendatangi rekan-rekan kerjanya untuk mempertahankan pekerjaannya,

memperlihatkan eksistensinya yang terancam. Selain itu, saat proses meyakinkan

rekan-rekan kerjanya yang dijalani selama dua hari satu malam tersebut

menyebabkan kondisi psikologis Sandra terganggu, seperti munculnya rasa cemas

dan ketakutan dalam hidupnya hingga membawanya kepada obat-obatan yang ia

konsumsi secara berlebihan. Tokoh Sandra, melalui peristiwa-peristiwa yang

dialami berikut reaksi yang diberikannya seperti tergambarkan di dalam film ini,

dapat dianalisis menggunakan teori eksistensialisme yang dikemukakan oleh Rollo

May.

Penulis beranggapan pemaparan eksistensi tokoh Sandra dalam film Deux Jours

Une Nuit penting dilakukan karena fenomena sejenis sering ditemukan dalam

realitas sehari-hari pada kehidupan nyata. Penulis memberi judul penelitian ini

dengan “Gambaran Eksistensi Tokoh Sandra dalam Film Deux Jours Une Nuit

karya Jean-Pierre Dardenne dan Luc Dardenne Kajian Psikologi Eksistensial”.

Teori eksistensialisme Rollo May digunakan penulis untuk mengkaji kondisi

psikologis tokoh Sandra yang mengalami krisis eksistensi dalam kehidupannya dan

juga membantunya mencapai kesadaran diri.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana

gambaran eksistensi tokoh Sandra dalam film Deux Jours Une Nuit dideskripsikan?
4

1.3 Tujuan

Adapun tujuan pada penelitian ini untuk mengetahui bagaimana gambaran

eksistensi tokoh Sandra dalam film Deux Jours Une Nuit.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan menjadi acuan dan referensi dalam penelitian selanjutnya

yang menggunakan pendekatan psikologis khususnya tentang eksistensi.

Manfaat Praktis

Setelah pembaca mengetahui manfaat teoretis dari penelitian ini, secara

praktis juga diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi pembaca mengenai

struktur eksistensi manusia dan tahapan atau langkah-langkah mengembangkan

kesadaran diri.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada gambaran eksistensi tokoh utama yang meliputi

konsep nonbeing yang dan pencapaian keasadaran diri yang dikemukakan oleh

Rollo May yang tergambar pada tokoh Sandra dalam film Deux Jours Une Nuit

yang meliputi.
5

1.6 Definisi Istilah Kunci

1. Film adalah karya cipta seni budaya yang merupakan media komunikasi

massa pandang dengar yang dibuat berdasarkan sinematografi dengan

direkam pada pita selluloid, pita video, piringan video,dan atau bahan

hasil penemuan teknologi lainnya dalam bentuk, jenis, ukuran melalui

kimiawi, proses elektronik atau proses lainnya atau tanpa suara yang

dapat dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan sistem proyek

mekanik, elektronik dan atau lainnya (UU No.8 Perfilman th.1992, Bab

I, Pasal 1).

2. Psikologi adalah ‘sebuah disiplin ilmu yang berfokus pada perilaku dan

berbagai proses mental serta bagaimana perilaku dan berbagai proses

mental ini dipengaruhi oleh kondisi mental organisme dan lingkungan

eksternal” (Wade, et al. 2008, hal. 4).

3. Psikologi Eksistensial adalah suatu gerakan yang memusatkan

penyelidikannya pada manusia sebagai pribadi individual dan sebagai

ada-dalam-dunia (tanda sambung menunjukkan ketakterpisahan antara

manusia dan dunia) (Koeswara, 1988, hal. 114).

4. Eksistensi adalah “hal berada; keberadaan” (http://kbbi.web.id).


6

5. Ada (being) adalah “ukuran bagi keberadaan manusia, suatu dimensi

yang mengacu pada kesubjekan (subjectness) manusia. Dengan meng-

ada, manusia hadir dan menpakkan diri mengalami dirinya sebagai

subjek yang sadar, aktif, dan berproses.” (Sartre, dikutip dari Koeswara,

1987, hal. 9).

6. Nonada (nonbeing) adalah “ukuran bagi ketiadaan manusia, suatu

dimensi yang mengacu pada keobjekan (objectness). Dalam nonada,

manusia melakukan negasi atas keberadaannya dan mengalami dirinya

sebagai objek. (Sartre, dikutip dari Koeswara, 1987, hal. 9)


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis menjelaskan teori yang digunakan dalam melakukan

penelitian dan penelitian terdahulu yang menjadi acuan untuk membedakan

penelitian penulis dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

2.1 Landasan Teori

Dalam mengkaji tokoh Sandra dalam film Deux Jours Une Nuit, penulis

menggunakan teori psikologi eksistensial yang dikemukakan oleh Rollo May yang

mencangkup dua unsur utama teori eksistensialisme yaitu Being-in-the-world dan

Nonbeing. Selain itu juga penulis akan menjabarkan konsep Rollo May yang

menjelaskan penyakit manusia modern yang dialami tokoh Sandra yaitu

kekosongan, kesepian, dan kecemasan serta aspek-aspek pencapaian kesadaran diri.

Pemahaman mengenai unsur Being-in-the-World yang dikemukakan oleh

Rollo May, penulis dapatkan dari buku Feist & Feist dengan judul Teori

Kepribadian Manusia (terjemahan Handrianto, 2011, hal. 49), sedangkan

pemahaman mengenai nonbeing yang meliputi definisi dari kekosongan, kesepian

dan kecemasan yang juga dikemukakan oleh Rollo May, penulis peroleh dari buku

Psikologi Eksistensial Suatu Pengantar oleh Koeswara dan penulis menggunakan

konsep kesadaran diri Rollo May yang juga terdapat pada buku Koeswara yang

sama, serta beberapa teori pendukung untuk memahami lebih dalam lagi tulisan ini

7
8

yang berhubungan dengan teori eksistensi manusia secara keseluruhan konsep,

definisi maupun gagasan yang berdasarkan pada teori eksistensialisme yang

dikemukakan oleh Rollo May.

2.1.1 Psikologi Eksistensial

Para psikolog eksistensial mempelajari manusia melalui pengamatan

langsung tingkah laku manusia yang dengan spontan muncul dan menjadi sebuah

fenomena. Psikologi eksistensial menentang pendekatan psikologi yang

memperlakukan manusia sebagai objek yang bisa dimanipulasi. Pandangan

semacam ini menghambat manusia dalam pencapaian kehidupan yang sungguh-

sungguh dan manusiawi karena ciri utama eksistensialisme yaitu kesatuan antara

subjek dan objek atau manusia dan dunia yang menjalin relasi dialektis.

Rollo May (1969, dikutip dari Koeswara, 1987, hal.5) menegaskan bahwa

psikologi eksistensial bukan suatu aliran psikologi ataupun sistem psikoterapis,

melainkan suatu pendekatan terhadap manusia dan suatu sikap terhadap

psikoterapi. May merupakan salah seorang juru bicara psikologi eksistensial yang

terkenal di Amerika. May juga seorang psikoterapis yang mengembangkan cara

pandang baru terhadap manusia. Pengetahuannya tentang eksistensialisme ia

dapatkan dari para teolog Amerika dan tokoh-tokoh eksistensialisme Eropa. May

dikenal melalui kegiatan mengajarnya di berbagai universitas dan juga melalui

sejumlah buku yang memuat gagasan-gagasannya tentang kepribadian dan

psikoterapi eksistensial.
9

Psikologi eksistensial memiliki konsep paling dasar yaitu Mengada-dalam-

Dunia (Being-in-the-World) dan Ketidakmengadaan (Nonbeing). Kedua konsep ini

digunakan untuk menjelaskan gejala dasar dari eksistensi atau keberadaan seorang

manusia. Seseorang yang ada di dunia dan mampu menyadari dirinya sebagai

subjek, aktif, dan berproses menandakan bahwa ia meng-ada. Sebaliknya, nonbeing

menurut Sartre (Koeswara, 1987, hal. 9) adalah manusia yang melakukan negasi

atas keberadaannya, dan mengalami dirinya sebagai objek.

2.1.2 Konsep Dasar Eksistensialisme

Konsep-konsep dasar eksistensialisme berkisar pada keberadaan manusia

yang fundamental yang di dalamnya meliputi kondisi-kondisi atau ciri-ciri pada

manusia. Konsep-konsep ini pun mencangkup struktur eksistensi manusia. Struktur

eksistensi manusia dapat dipenuhi setelah seseorang mengalami struktur

pengalaman eksistensi manusia. Berikut adalah uraian konsep-konsep dasar

eksistensialisme serta konsep kesadaran diri Rollo May.

1. Being-in-the-world

Menurut Heidegger (Misiak & Sexton, 1988, hal. 101), keberadaan manusia

(Dasein) terikat secara tak terpisahkan dengan dunia (Being-in-the-World) dan

keberadaan manusia-manusia lainnya. Manusia adalah makhluk yang selalu dalam

keadaan transisi, berkembang, membentuk diri dan menjadi sesuatu. Menjadi

seseorang berarti pula menjadikan keberadaannya bukan semata-mata ada, namun

juga hadir sebagai subjek. Oleh karena itu, konsep ini sangat fundamental dalam

menerangkan gejala keberadaan manusia.


10

Manusia mengalami tiga bentuk being-in-the-world yang terjadi bersamaan

(Feist & Feist, 2013, hal. 49):

a. Umwelt, atau hubungan manusia dengan lingkungan di sekitar.

Umwelt adalah dunia objek dan benda, serta akan tetap ada walaupun

manusia tidak memiliki kesadaran. Umwelt adalah dunia alam dan hukum

alam, termasuk dorongan biologis, seperti rasa lapar dan dorongan untuk

tidur, serta fenomena alam seperti kelahiran dan kematian. Kita tidak dapat

lari dari Umwelt, kita harus belajar untuk hidup dalam dunia yang ada di

sekitar kita dan menyesuaikan diri dengan perubahan di dalam dunia ini.

b. Mitwelt, atau hubungan manusia dengan orang lain.

Manusia hidup di dalam dunia yang penuh dengan manusia, yaitu Mitwelt.

Kita harus berhubungan dengan manusia sebagai manusia, bukan sebagai

benda. Apabila kita memperlakukan manusia sebagai objek, maka kita

sesungguhnya hanya hidup di Umwelt. Perbedaan antara Umwelt dan

Mitwelt dapat dilihat dengan membedakan antara seks dan cinta. Apabila

seseorang menggunakan orang lain sebagai instrumen untuk kepuasan

seksual, maka orang tersebut hidup di Umwelt. Berbeda dengan cinta,

karena ia menuntut seseorang untuk berkomitmen dengan orang lain.

Mencintai berarti menghormati being-in-the-world pihak satunya, sebuah

penerimaan tak bersyarat untuk orang tersebut.

c. Eigenwelt, atau hubungan manusia dengan dirinya sendiri.

Eigenwelt merujuk pada hubungan seseorang dengan dirinya sendiri. Untuk

hidup dalam Eigenwelt, berarti untuk sadar atas dirinya sendiri sebagai
11

manusia dan memahami siapa diri kita saat berhubungan dengan dunia

kebendaan dan dunia manusia. Apakah arti matahari terbenam ini untuk

saya? Bagaimana orang lain ini adalah bagian dari hidup saya? Bagaimana

saya melihat pengalaman ini?

Orang yang sehat hidup dalam Umwelt, Mitwelt, dan Eigenwelt secara

bersamaan. Mereka beradaptasi dengan dunia alam, berhubungan dengan orang lain

sebagai manusia, dan mempunyai kesadaran yang antusias atas apa arti dari semua

pengalaman ini untuk mereka (May, dikutip dari Feist & Feist, 1958a, hal. 49).

2. Nonbeing

May mengatakan bahwa untuk memahami arti untuk ada, seseorang harus

memahami fakta bahwa ia mungkin tidak ada, sampai ia menjalani setiap momen

di pinggiran tajam atas kemungkinan kehancuran dan tidak dapat pernah pergi dari

kenyataan bahwa kematian akan tiba pada suatu momen yang tidak diketahui di

masa depan (Feist & Feist, 2013, hal. 51). Ketakutan akan ketiadaan (nonbeing) ini

dapat berbentuk isolasi dan alienasi yang biasanya menjangkit manusia modern

yang meliputi tiga area; keterpisahan dengan alam, kurangnya hubungan

interpersonal yang berarti, dan keterasingan diri yang autentik (Feist & Feist, 2013,

hal. 49). Menurut Riesman (dikutip dari Koeswara, 1987, hal. 17) masyarakat

Modern adalah “manusia yang sepi di dalam keramaian dan kebisingan massa, yang

menandai adanya kekosongan yang kian memuncak sejalan dengan pengalaman


12

keterasingan yang semakin intens sebagai konsekuensi dari sistematisasi dan

otomatisasi kerja”.

Pemahaman lebih lanjut mengenai isolasi dijelaskan oleh Carpenito, bahwa

isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan

kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi

tidak mampu untuk membuat kontak (1998, hal. 381). Sementara itu isolasi sosial

menurut Townsend (1998, hal. 252) adalah kondisi kesepian yang diekpresikan

oleh individu dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan sebagai suatu keadaan

negatif yang mengancam. Dengan karakteristik yaitu tinggal sendiri dalam ruangan,

ketidakmampuan untuk berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak mata,

Townsend juga mengatakan bahwa isolasi sosial membuat seseorang preokupasi

dengan pikirannya sendiri, pengulangan tindakan yang tidak bermakna dan juga

biasanya mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian yang ditimbulkan

oleh orang lain serta mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain, seperti

merasa tidak aman ditengah orang banyak. Dijelaskan pula oleh May bahwa ketika

manusia sering tidak mampu dalam menghadapi takdir mereka, mereka tidak berani

mengahadapi kenyataan, yang lantas juga membuat individu meninggalkan

tanggung jawabnya dan melepaskan kebebasannya, dengan tidak membuat pilihan,

mereka sesungguhnya telah kehilangan dirinya dan teralienasi (dikutip dari Feist &

Feist, 2011, Hal. 43).

Dalam buku Psikologi Eksistensial Suatu Pengantar, May (dikutip dari

Koeswara, 1987, hal. 29) menyoroti beberapa masalah utama yang dialami

individu-individu modern yaitu kekosongan, kesepian, dan kecemasan.


13

1. Kekosongan adalah kondisi individu yang tidak mengetahui lagi apa yang

diinginkannya dan tidak lagi memiliki kekuasaan terhadap apa yang terjadi

dan dialaminya, kekosongan telah mengubah individu-individu masyarakat

modern menjadi individu yang mengarahkan dirinya kepada orang lain

dalam rangka mencari pegangan atau petunjuk bagi penentuan hidupnya

(May, dikutip dari Koeswara, 1953, hal. 29). Mereka bisa merespon namun

tidak dapat memilih sendiri respon apa yang baik bagi masalah-masalah

yang dihadapinya.

2. Kesepian adalah masalah lain yang dialami secara luas oleh individu-

individu masyarakat modern yang berkaitan erat dengan kekosongan.

Kesepian menurut May, dialami oleh individu-individu masyarakat modern

sebagai akibat langsung dari kekosongan, keterasingan dari sesama dan dari

diri sendiri. Gide menyatakan bahwa individu-individu masyarakat modern

menderita ketakutan atas kesendirian (dikutip dari Koeswara, 1987, hal. 30).

Sejalan dengan Gide tersebut, May menyatakan bahwa individu-individu

masyarakat modern takut mengalami penolakan dari orang lain. Kesendirian

ditakuti bukan dalam kesendirian itu keamanan individu menjadi tidak

terjamin melainkan karena dalam kesendirian itu individu mengalami

ancaman kehilangan diri atau keberadaannya.

3. Kecemasan menurut May adalah masalah lain yang lebih mendasar

dibandingkan dengan kekosongan dan kesepian. Kecemasan dialami oleh

masyarakat modern sebagai gejala yang ditimbulkan oleh perubahan

traumatik yang terjadi sebelumnya, yakni hilangnya nilai kebersaingan


14

individual yang ditujukan kepada kemaslatan bersama yang digantikan oleh

persaingan antarindividu yang eksploatatif, hilangnya penghargaan atas

keutuhan pribadi yang digantikan oleh pembagian pribadi menjadi

rasionalitas dan emosionalitas (berfikir dianggap baik, dan mengalami

emosi ketika dianggap buruk), hilangnya rasa berharga, rasa bermatabat dan

rasa diri (sense of self) dari individu-individu.

Kecemasan yang timbul merupakan juga dampak dari dihadapkannya kita

pada pilihan yang hasilnya tidak menentu. Kecemasan ini juga dapat

menjadi-jadi ketika kita mulai dibawa untuk berpikir akan potensi-potensi

yang kita miliki.

Rasa bersalah mulai muncul ketika pikiran kita menyangkal potensi yang

ada pada diri kita. Rasa bersalah yang muncul pada individu merupakan

akibat dari rendahnya kesadaran diri individu tersebut. Menurut Binswanger

dan Boss (dalam Koeswara, 1987, hal. 21) tidak semua individu mau dan

mampu melaksanakan refleksi atau evaluasi diri. Namun ada beberapa

individu yang justru melakukan introspeksi terus menerus yang akhirnya

menimbulkan rasa bersalah dan menyulitkannya untuk meng-ada di dalam

dunia sosial. Hal ini dapat berujung pada kondisi depresi dan kecemasan

neurotik. Kecemasan yang dialami terhadap apa yang sedang dihadapi

adalah tanggapan wajar dari setiap individu. Kecemasan normal yang

konstruktif bisa merupakan stimulus untuk pertumbuhan dalam arti bahwa

kita sadar akan kebebasan yang kita miliki dan kecemasan merupakan suatu

kondisi dalam hidup. Sedangkan menurut May (1981, dikutip dari Feist &
15

Feist, 2013, hal. 53) kecemasan neurotik didefinisikan sebagai reaksi yang

tidak proposional atas suatu ancaman, meliputi represi dan bentuk-bentuk

lain dari konflik intrapsikis, yang dikelola oleh berbagai macam bentuk

pemblokiran aktivitas dan kesadaran.

3. Kesadaran Diri

Dalam teori May, kesadaran diri (self-consciouness) merupakan konsep

utama untuk menerangkan kepribadian dan perkembangannya. May (1953, dikutip

dari Koeswara, 1987, hal. 31) melihat kesadaran diri sebagai kapasitas yang

memungkinkan manusia mampu mengamati dirinya sendiri maupun membedakan

dirinya dari dunia (orang lain), serta kapasitas yang memungkinkan manusia

mampu menempatkan diri di dalam waktu (masa kini, masa lampau, dan masa

depan). Kemudian dengan kesadaran diri manusia mampu menempatkan diri di

dalam dunia batin. Lebih lanjut May menyatakan bahwa kemampuan menempatkan

diri dalam dunia batin ini merupakan dasar bagi kemapuan-kemampuan yang

lainnya, seperti kemampuan memberi cinta kepada sesama, kemampuan untuk

memiliki kepekaan etis, kemampuan melihat kebenaran, kemampuan menciptakan

keindahan, dan mampu memotivasi diri ke arah ideal-ideal.

Menurut May (dikutip dari Koeswara, 1987, hal. 32 s.d 33) kesadaran tidak

tercipta secara otomatis melainkan karena adanya usaha dari individu dan

berkembang melalui empat tahap.


16

Tahap pertama adalah tahap kepolosan, suatu tahapan pada seorang bayi

yang belum memiliki kesadarin diri. Tahap kedua yaitu tahap pemberontakan dalam

usaha membangun inner streigth, yang dijalani individu pada usia dua atau tiga

tahun dan pada masa remaja. Tahap ketiga, disebut May adalah tahap kesadaran diri

yang wajar dimana pada tahap ini individu sanggup mengakui kesalahan-kesalahan

dan prasangka-prasangkanya sendiri, mampu menggunakan rasa bersalah yang

timbul daripadanya untuk memperbaiki diri, dan sanggup membuat putusan-

putusan secara bertanggung jawab, dan tahap terakhir yaitu tahap kesadaran diri

kreatif. Tahap keempat ini merupakan tahap yang sulit dicapai. Mereka yang

mampu mencapai tahap ini dapat melihat kebenaran secara objektif tanpa

menyangkutpautkan keinginan dan perasaan subjektifnya. Kesadaran diri kreatif ini

dapat dicapai melalui pengalaman-pengalaman yang menginspirasinya.

Pengalaman-pengalaman itu yang akan membawa individu melihat hidupnya dari

perspektif yang lebih luas.

Adapun tingkatan kesadaran diri seseorang dapat ditentukan dari usaha dan

langkah-langkah yang digunakan untuk mempertinggi kesadaran diri. Menurut May

(dikutip dari Koeswara, 1987, hal. 33), usaha yang digunakan untuk mempertinggi

kesadaran diri harus dimulai dari awal, yakni menjalani diri sebagai ‘Saya’ yang

bertindak mengalami perasaan. May menjelaskan bahwa ketidakmampuan individu

untuk mengalami perasaan secara langsung erat kaitannya dengan hilangnya

kesadaran terhadap tubuh sebagai suatu kesatuan dengan diri. Mereka

memperlakukan tubuhnya sebagai objek mekanis yang terpisah dari tubuh mereka.
17

Pada langkah kedua untuk menemukan perasaan-perasaan itu adalah

mengenal keinginan-keinginan sendiri. Untuk mengenali keinginan-keinginan

sendiri, individu harus kembali kepada sifat yang aktif dan spontan atau jujur dalam

berkeinginan. Orang-orang yang bisa mengenali keinginan-keinginan sendiri, sadar

bahwa keinginan-keinginannya berasal dari diri mereka sendiri, dan sadar atas apa

yang diinginkannya sehingga jelas siapa yang berkeinginan dan apa yang

diinginkan.

Langkah ketiga dalam upaya meningkatkan kesadaran-diri melalui

penemuan perasaan-perasaan itu adalah menemukan kembali relasi diri dengan

aspek-aspek ketaksadaran. Ketika aspek-aspek ketaksadaran dapat diterima sebagai

bagian dari diri, individu tidak hanya menemukan kembali perasaan-perasannya,

tetapi juga menemukan kembali sumber pemecahan bagi masalah yang sedang

dihadapi.

May menekankan bahwa tujuan paling pertama dalam usaha meningkatkan

kesadaran diri adalah menjadi pribadi (becoming person). Seseorang yang menjadi

pribadi, mengalami ‘ke-Sayaan’ atau mengalami diri sebagai subjek.

2.2 Penelitian Terdahulu

Sejauh ini penulis menemukan dua penelitian yang memiliki kesamaan

dengan penelitian yang akan penulis lakukan yaitu penelitian yang menggunakan

film Deux Jours Une Nuit karya Jean-Pierre dan Luc Dardenne sebagai objek
18

material dan penelitian yang menggunakan teori yang sama dengan penulis yaitu

teori eksistensial yang dikemukakan Rollo May.

Pertama, skripsi yang berjudul Gambaran Gejala Depresi Tokoh Utama

dalam Film Deux Jours Une Nuit karya Jean-Perre dan Luc Dardenne oleh Putri

Rezeki mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Prancis, Universitas Brawijaya tahun

2016 yang juga menggunakan film Deux Jours Une Nuit sebagai objek material.

Penelitian tersebut mengkaji tentang tingkat depresi tokoh utama dalam film

tersebut, sedangkan penulis mengkaji eksistensi serta pencapaian kesadaran diri

tokoh Sandra. Hasil dari penelitian tersebut adalah tokoh utama Sandra melalui

simtom yang berupa perilaku yang diperlihatkannya di dalam film, memperoleh

skor 31 yang pula menunjukkan bahwa tokoh Sandra mengalami tingkat depresi

yang berat.

Ke dua, penulis menemukan penelitian yang menggunakan objek formal yang sama

dengan yang penulis lakukan, yaitu penelitian berjudul Eksistensi Orang Tua

Tunggal Wanita yang Berkarir oleh Grace Permatasari Tandipayuk mahasiswi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya 2013. Penelitian ini

menggunakan teori yang sama dengan yang penulis gunakan dan dengan

pendekatan fenomenologi yang teknik pengumpulan datanya diperoleh melalui

sumber data primer dan sekunder dengan cara salah satunya melakukan wawancara.

Hasil dari penelitian tersebut adalah setiap subjek memiliki struktur eksistensi

manusia, dimana struktur utamanya adalah berada di dalam dunia sebagai bukti

eksistensi mereka berdasarkan teori Rollo May. Contohnya subjek yang ditinggal

mati suami mengalami krisis dalam faktor ekonomi, namun tantangan untuk bekerja
19

membiayai kehidupan dan kebutuhan sekolah anak-anaknya menandakan ibu

tunggal yang memiliki eksistensi. Begitupun ibu tunggal karena perceraian, mereka

tidak memungkiri bahwa masalah ekonomi juga mereka rasakan saat mereka

memilih untuk bercerai namun keyakinan bahwa mereka mampu memenuhi

kebutuhan sehari-hari dan memicu potensi mereka dalam bekerja


BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab metode penelitian ini, penulis akan menjelaskan tentang jenis

penelitian yang dipakai, sumber data, pengumpulan data dan analisis data yang akan

digunakan dalam penelitian ini untuk melihat eksistensi tokoh Sandra dalam film

Deux Jours Une Nuit.

3.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengkaji

eksistensi tokoh utama dalam film Deux Jours Une Nuit adalah metode kualitatif.

Menurut Moleong (2007, hal. 6), penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti perilaku,

persepsi, motivasi, tindakan secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk

kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian kualitatif memfokuskan

meneliti individu, kelompok, suatu organiasi ataupun sistem. Maka dapat

disimpulkan, penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang dilakukan

dengan menganalisis objek sesuai dengan yang ada pada penelitian dan dituliskan

dalam bentuk deskriptif.

Lebih khusus lagi, jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yang

termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif yaitu

20
21

penelitian yang memberi gambaran secara cermat mengenai individu atau

kelompok tertentu tentang keadaan dan gejala yang terjadi (Koentjaraningrat, 1993,

hal. 89).

3.2 Sumber Data

Terdapat dua sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sumber data utama dan sumber data pendukung. Sumber data utama pada penelitian

ini adalah film yang berjudul Deux Jours Une Nuit karya Jean Derdenne yang

diproduksi pada tahun 2014 dengan durasi 95 menit.

Sumber data pendukung dalam penelitian ini adalah buku-buku, jurnal, dan

laman internet yang berkaitan dengan teori eksistensi milik Rollo May. Penulis

akan menggunakan beberapa adegan dan dialog tokoh utama yang memperlihatkan

ekspresi dan perilaku tokoh. Potongan gambar dan kutipan dialog tersebut nantinya

penulis teliti dan sajikan dalam bab pembahasan.

3.3 Pengumpula Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa tahapan dalam proses

pengumpulan data. Pertama, penulis menyaksikan keseluruhan film Deux Jours

Une Nuit. Setelah itu penulis mencatat beberapa percakapan yang menunjukan

masalah-masalah eksistensi tokoh Sandra di dalam film tersebut dan

mengumpulkan cuplikan film.

Pengumpulan data yang penulis lakukan selanjutnya adalah studi pustaka, yaitu

dengan mencari dan membaca buku-buku atau teks ilmiah yang terkait dengan topik
22

penelitian. Menurut Nazir (1988, hal. 111) studi kepustakaan adalah “teknik

pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku,

literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang ada hubungannya

dengan masalah yang dipecahkan”. Pada penelitian ini penulis menggunakan studi

kepustakaan berupa referensi ilmiah dari buku-buku dan artikel yang berkaitan

dengan psikologi eksistensial.

Setelah itu, penulis akan mengkaitkan hasil data yang diteliti dengan teori

yang digunakan dalam penelitian ini.

3.4 Analisis Data

Setelah data-data terkumpul, penulis menganalisis segala peristiwa dan

tindakan di dalam film Deux Jours Une Nuit yang memperlihatkan eksistensi tokoh

Sandra dan menghubungkannya dengan teori psikologi eksistensial. Selanjutnya,

penulis akan menyajikan hasil penelitian secara deskriptif dan menarik kesimpulan

dari data-data tersebut untuk menjawab rumusan masalah pada penelitian ini.
BAB IV

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis menjabarkan pembahasan untuk menjawab rumusan

masalah sesuai dengan landasan teori yang digunakan. Seperti yang penulis

jelaskan pada landasan teori, tokoh utama dalam film ini, Sandra, mengalami

keadaan nonbeing dalam hidupnya. Penulis mengelompokkan temuan menjadi 2

sub bab, yaitu konsep dasar eksistensialisme Rollo May yang mencakup konsep

nonbeing, serta usaha yang dilakukan tokoh Sandra dalam menemukan dan

mencapai tingkatan eksistensi dalam bentuk kesadaran dirinya.

4.1 Konsep Dasar Eksistensialisme Rollo May

Seperti yang telah dijelaskan bab sebelumnya, Teori eksistensialisme Rollo

May mencangkup dua konsep dasar, yaitu Being-in-the-World dan nonbeing.

Berdasarkan kehidupan yang digambarkan di dalam dilm Deux Jours Une Nuit,

tokoh Sandra termasuk ke dalam konsep nonbeing menurut pandangan

eksistensialisme Rollo May. Dalam penelitian ini, sejalan dengan konsep May,

penulis akan lebih mendalami lagi beberapa masalah utama yang dialami manusia

modern yaitu, kekosongan, kesepian, dan kecemasan yang juga dialami oleh tokoh

Sandra.

23
24

4.1.1 Nonbeing

Film Deux Jours Une Nuit ini menceritakan tentang seorang wanita

bernama Sandra yang mengalami keadaan nonbeing ketika ia mendapatkan masalah

besar di hidupnya. Masalah tersebut diawali saat terjadinya pengurangan pegawai

di perusahaan tempat ia bekerja. Di suatu pagi saat ia sedang menyiapkan makanan

untuk anak-anaknya, tiba-tiba ia mendapatkan telpon dari salah satu rekan kerjanya

yang bernama Julliet. Julliet memberitahukan kabar buruk tersebut. Dari sinilah

eksistensi Sandra mengalami nonbeing.

Di pagi itu, Julliet menyuruh Sandra untuk menemui Dumont (manajer

perusahaan) karena ia merasa adanya kecurangan di tempat mereka bekerja yang

membuat Sandra tidak bisa bekerja lagi. Berita tersebut membuat kondisi Sandra

kacau balau, ia menolak untuk menuruti saran dari Julliet untuk menemui Dumont.

Sandra yang saat itu masih tersambung dengan Julliet tak kuasa membendung

tangisnya, lalu ia mematikan telponnya dan berbegas pergi ke kamar mandi untuk

meminum obat penenang yang ia dapat dari dokternya ketika ia mengalami

gangguan depresi. Setelah itu Sandra memilih mengisolasi dirinya dikamar yang

tertangkap pada menit ke 00:03:26-00:03:42.


25

4.1 Sandra sedang mengisolasi dirinya

Menurut Townsend karakteristik isolasi sosial yaitu tinggal sendiri dalam

ruangan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak

mata, Townsend juga mengatakan bahwa isolasi sosial membuat seseorang

preokupasi dengan pikirannya sendiri, pengulangan tindakan yang tidak bermakna

dan juga biasanya mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian yang

ditimbulkan oleh orang lain serta mengalami perasaan yang berbeda dengan orang

lain, seperti merasa tidak aman ditengah orang banyak (1998, hal. 252). Kondisi

tersebut juga dirasakan oleh Sandra ketika ia tidak mau menemui Dumont dan

memilih mengisolasi dirinya, hal ini menandakan bahwa ia menghindari

masalahnya yang mana dijelaskan oleh May bahwa banyak manusia sering tidak

mampu dalam menghadapi takdir mereka, ketika mereka tidak berani mengahadapi

kenyataan, yang lantas juga membuat individu meninggalkan tanggung jawabnya

dan melepaskan kebebasannya, dengan tidak membuat pilihan, mereka

sesungguhnya telah kehilangan dirinya dan teralienasi (dikutip dari Feist & Feist,

2011, Hal. 43).


26

Alienasi dan isolasi merupakan bentuk ketakutan atas nonbeing. Nonbeing

adalah kondisi dimana individu tidak eksis (tidak berada) di dalam dunianya. Hal

tersebut ditandai dengan tidak adanya relasi dengan lingkungan sekitar (Umwelt),

hubungan dengan orang lain (Mitwelt), dan hubungan kita dengan diri kita sendiri

(Eigenwelt).

Kemudian, Sandra juga mengisolasi dirinya ketika ia menolak untuk


makan bersama suami dan anak-anaknya dengan alasan bahwa dirinya terlalu
lelah, meskipun waktu baru menunjukkan pukul tujuh.

4.2 Sandra mengatakan bahwa ia lelah

MANU : “Tu veux déjà dormer?”


SANDRA : “Oui”
MANU : “Mais, il est seulement 7h”
SANDRA : “Je suis fatiguée”
MANU : “Au moins manger avec nous”
SANDRA : “Non” (DARDENNE, 2014)

MANU : “Kau sudah mau tidur?


SANDRA : “Iya”
MANU : “Tapi ini baru jam 7”
SANDRA : “Aku lelah’
MANU : “Setidaknya makan dengan kami”
SANDRA : “Tidak”
Ia mengungkapkan tentang perasaannya yang samar. Seperti cuplikan

diatas, pada menit ke 00:10:58 Sandra mengungkapkan bahwa dirinya lelah namun
27

sesungguhnya ia tidak merasakan lelah tersebut secara fisiknya namun secara

psikis. Kondisi tersebut menandakan bahwa Sandra mengalami keterpisahannya

dengan tubuhnya sendiri dan juga telah kehilangan kesadaran dirinya. Hal tersebut

juga dijelaskan Sastrowardoyo (1991, hal, 76) dalam bukunya, bahwa seseorang

yang yang tidak memiliki kesadaran diri maka ia juga tidak mengalami perasaannya

secara langsung, hanya idea-idea samar yang ia kemukakan sebagai apa yang

dirasakan.

a. Kekosongan

Problematika psikis pertama yang dialami Sandra yaitu kekosongan.

Kekosongan yang juga merupakan masalah utama yang sering terjadi pada

masyarakat ini juga dialami oleh Sandra di dalam film Deux Jours Une Nuit, ketika

akhirnya ia bersedia menemui Dumont (manager perusahaan) setelah dibujuk oleh

Manu (suami Sandra) terlebih dahulu, hal ini menandakan bahwa ia pribadi yang

kosong atau mengalami kekosongan, yang mana dikatakan May (dikutip dari

Koeswara, 1987, hal. 29) bahwa kekosongan akan mengarahkan manusia dalam

rangka mencari pegangan atau petunjuk bagi penentuan hidupnya. Kekosongan

lainnya yang seperti ini juga dialami Sandra ketika setiap kali Manu menyuruhnya

menemui rekan-rekan kerjanya untuk bernegosiasi perihal pemungutan suara yang

diadakan kembali oleh perusahaan.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ciri lain yang menujukkan

seseorang manusia mengalami kekosongan ketika manusia tersebut mengalami

alienasi dan isolasi diri. Menurut Koeswara dalam bukunya, sikap pasivitas dan
28

apatis terhadap lingkungan sosial dan tak acuh pada dunia sekitar juga menandakan

bahwa ia mengalami kekosongan (1987, hal. 29). Hal tersebut juga dialami oleh

Sandra, ketika ia kembali dari pertemuannya dengan Dumont, sesampainya

dirumah ia mengisolasi dirinya, ia memilih kembali tidur di kamarnya dari pada

makan bersama anak-anak dan suaminya.

Kekosongan lain yang juga terpapar pada tokoh Sandra yang ditunjukkan

pada menit ke 00:18:10-00:18:42 (gambar 4.3), ketika Sandra sedang duduk tak

berdaya di dalam mobil saat dalam perjalanan menuju rumah rekan-rekan kerjanya.

Ia merasa tidak mampu untuk meyakinkan rekan-rekan kerjanya untuk tetap

memilihnya bekerja dan mengabaikan bonus yang ditawarkan oleh perusahaan. Hal

tersebut seperti yang diungkapan Sastrowardoyo (1991, hal. 57) bahwa kekosongan

juga merupakan ketidakberdaayan yang dialami manusia di mana mereka merasa

tidak mampu melakukan sesuatu untuk mengubah hidup dan pandangan hidup

sekelilingnya. Sikap Sandra yang merasa tidak mampu tersebut menandakan bahwa

ia menyangkal potensinya yang mana dijelaskan oleh May (dikutip dari Feist &

Feist, 2013, hal. 65), saat manusia menyangkal takdirnya, mereka akan kehilangan

alasan untuk menjadi dan mereka tidak memiliki arah atau dengan kata lain menjadi

nonbeing.
29

4.3 Sandra mengalami kekosongan saat di perjalanan menuju rumah


rekan-rekan kerjanya

b. Kesepian

Dijelaskan oleh Sastrowardoyo dan Koeswara di masing-masing bukunya

bahwa perasaan kesepian dan kekosongan selalu beriringan dan merupakan dua sisi

dari pengalaman frustasi yang sama dan rasa kesepian sendiri juga bersumber dari

jiwa yang kosong (Koeswara, 1987, hal. 16). Kesepian ini dirasakan sebagai suatu

perasaan “berada diluar”, tidak diterima, terisolir dan dengan kata lain teralienasi

(Sastrowardoyo, 1991, hal 58-59). Seperti yang ditampilkan pada cuplikan

dibawah, Sandra mengatakan bahwa tidak ada yang mempedulikan dirinya, tidak

dianggap, dan merasa bahwa dirinya seperti tidak ada, tidak diakui keberadaannya

oleh orang-orang dihidupnya.


30

4.4 Sandra mengatakan bahwa dirinya tidak eksis

SANDRA : “C’est facile de dire ça”


“Pas Julliet et Robert, il y a personne qui penser à moi”
“Si comme je n’existe pas”
MANU : “Sandra!”
SANDRA : “Mais ils ont raison”
“Je n’existe pas, je ne suis rien. Rien du tout!”
(DARDENNE, 2014)

SANDRA : “Bicara memang mudah”


“Tidak ada yang memikirkan ku selain Julliet dan Robert”
“Seperti aku tidak ada”
MANU : “Sandra!”
SANDRA : “Tapi mereka benar”
“Aku memang tidak ada sama sekali!

Ungkapan Sandra pada menit 00:11:21 di atas membuktikan bahwa ia tidak

memiliki relasi yang baik dengan lingkungan keduanya yaitu lingkungan yang

mencangkup manusia-manuisa lain (Mitwelt), seperti yang dijelaskan oleh

Satrowardoyo (1991, hal. 18) di mana manusia yang dunia Mitweltnya tidak baik

mereka akan merasa ditinggalkan oleh orang-orang, kesepian, tidak dimengerti,

gerak-geriknya dibatasi, dikejar dan diancam.


31

Di dalam salah satu kasus, manusia yang gagal di lingkungan pertamanya

(Umwelt) merasakan seolah-olah selalu berada dalam kegelapan, kedinginan,

dengan batas-batas ruang lingkupnya kabut yang tebal dan dinding yang basah

(Sastrowrdoyo, 1991, hal. 18). Kondisi ini juga dialami Sandra ketika ia sedang di

perjalanan menuju rumah rekan-rekan kerjanya. Ia hanya terpaku melihat jalanan,

tanpa memperhatikan segala sesuatu yang ada di sekelilingnya. Kesepian sendiri

bersumber dari jiwa yang kosong dan dapat berwujud dalam berbagai bentuk

perasaan semisal rasa jenuh, takut, dan gelisah (Koeswara, 1987, hal. 16).

c. Kecemasan

Pada film Deux Jours Une Nuit Sandra selalu meminum obat penenang

sebagai usaha untuk menahan kesedihannya. Hal ini merupakan perilaku kompulsif

yang dilakukan Sandra, sejalan dengan pendapat Feist & Feist yang menyatakan

bahwa “Saat kita tidak dengan berani menghadapi nonbeing kita dengan

mengontemplasikan kematian, kita tetap saja akan menghadapi nonbeing dalam

bentuk lain, seperti melakukan perilaku kompulsif.” (2011, hal. 51). Perilaku

kompulsif sendiri adalah sebuah tindakan yang dilakukan dalam rangka

mengurangi kecemasan (Armot, dkk, 2009. Hal. 86).

Kecemasan lain yang diperlihatkan Sandra ketika ia merasa hidupnya akan

hancur, ia cemas memikirkan apabila ia berhenti kerja, bagaimana ia membayar

hutang-hutangnya dan bertahan hidup. Seperti yang telah dijelaskan May bahwa

kecemasan sebagai “kondisi subjektif ketika seseorang menyadari bahwa

eksistensinya dapat dihancurkan dan ia menjadi ‘bukan apa-apa’ (nothing)”.


32

Di salah satu adegan saat Sandra bertemu dengan Willy, salah satu rekan

kerjanya, ia mendapat penolakan perihal pemberian suara, namun yang Sandra

lakukan justru meminta maaf, yang sesungguhnya adalah bukan kesalahannya.

Rasa bersalah Sandra ini muncul dari dirinya yang tengah menderita kecemasan

yang membuatnya berpikir bahwa ia memberatkan kehidupan Willy, seperti apa

yang telah dijelaskan dalam buku Feist & Feist, kecemasan telah menghambat

pemenuhan potensi yang mengakibatkan seseorang menyangkal potensinya dan

menimbulkan perasaan bersalah pada diri seseorang (2011, hal, 54).

Selain kecemasan, menurut Feist & Feist (2011, hal. 55) yang menjadi

penyebab lain rasa bersalah karena ketidakmampuan seseorang melihat dunia orang

lain (Mitwelt). Sandra melihat dunia orang lain dari sudut pandangnya dan merasa

tidak mampu mengantisipasi kebutuhan orang lain, ia beranggapan bahwa rekan

kerjanya akan mendapat kesulitan dalam hidupnya jika ia mengorbankan bonus

uang tersebut, oleh sebab itu ia berpikir bahwa ia tidak memiliki hubungan yang

baik dengan orang lain yang menimbulkan rasa bersalah pada dirinya. Berikut

adalah kondisi rasa bersalah Sandra terhadap Willy yang diperlihatkan pada menit

00:23:29.
33

4.5 Sandra mendatangi wily dan meminta maaf


WILLY : “Je ne peux pas. Je dois mon bonus”
“J’ai besoin payer l’université 500 € par mois pour elle”
LA FEMME : “600 avec la charge de sa chambre”
WILLY : “Comment les autres? Que disent-ils?”
SANDRA : “Robert, Julliet, et Kader vont voter pour moi de rester”
“Les autres, je ne sais pas. Vous le premier je l'ai vu”
WILLY : “Je vais y réfléchir”
LA FEMME : “Comment ça? Tout est pensé plus. On ne peut pas”
WILLY : “ça va”
LA FEMME : “Non, ça va pas”
“Je souhaite que nous pourrions aider, mais je suis au
chômage depuis février. Nous récupérons les carreaux de
sol à la joindre les deux bouts”
SANDRA : “Je comprends, excusez-moi”
WILLY : “Vous n'êtes pas obligé de présenter des excuses. On ne
peut
pas, c’est tout” (DARDENNE, 2014)

WILLY : “Aku tidak bisa. Aku membutuhkan bonusku”


“Saya perlu membayar kuliah 500 per bulan untuk itu”
ISTRI WILLY : “600 dengan biaya kamarnya”
WILLY : “Bagaimana dengan yang lain? Apa yang mereka katakan?”
SANDRA : “Robert, Juliette, dan Kader memilih saya untuk tetap
tinggal.
“Yang lain saya tidak tahu. Anda adalah yang pertama saya
lihat”
WILLY : “Aku akan memikirkannya”
ISTRI WILLY : “Apa? Ini sudah berlebihan. Kami tidak bisa”
WILLY : “Tidak apa-apa”
ISTRI WILLY : “Tidak bisa. Saya berharap kami bisa membantu tapi semua
telah habis sejak Februari”
“Kami diselamatkan ubin lantai untuk memenuhi
kebutuhan”
34

SANDRA : “Saya mengerti. Saya minta maaf”


WILLY : “Anda tidak perlu meminta maaf”
“Kami hanya tidak bisa, itu saja.”

Dalam kasus Sandra, rasa bersalah yang ada pada dirinya membuatnya

melakukan introspeksi terus menerus seperti yang terpapar pada gambar 4.11 dan

gambar 4.12 di mana ia memiliki pikiran bahwa ia adalah penyebab dari suatu

masalah, ia merasa mengemis (memaksa orang lain mengasihaninya) setiap kali

menemui rekan-rekan kerjanya, atau merasa seperti seorang pencuri yang akan

mengambil uang mereka. Sandra merasa bahwa itu adalah perbuatan keji yang ia

lakukan pada rekan-rekan kerjanya. Seperti yang dijelaskan Koeswara dalam

bukunya, akibat dari introspeksi yang dilakukan terus menerus, yang akan

mengakibatkan kurangnya seseorang meng-ada di dunia sosial secara adekuat

(1991, hal.20). Berikut adalah kekesalan Sandra yang ia luapkan kepada Manu pada

menit 00:49:33-00:49:51.

4.6 Sandra menyalahkan dirinya

SANDRA : “Je veux dormir”


35

MANU : “On va faire rencontrer avec Miguel”


SANDRA : “Non! J’arrêt, je les verrai Lundi”
MANU : “Sandra! Il y a cinq home qui veulent a l’extérieur que tu
restais!”
SANDRA : “Non, mais deux! Les autres parce que force avec pitié!”
“Et même si je suis repris, ceux qui perdent leur prime”
“Comment est-ce qu’ils me regarder? Comment est-ce que
je trairer avec eux toute la journée?” (DARDENNE, 2014)

SANDRA : “Aku ingin tidur”


MANU : “Kita akan bertemu Miguel”
SANDRA : “Sudah cukup! Hari Senin saja”
MANU : “Sandra! Ada 5 orang setuju memilihmu!
SANDRA : “Tidak! Tapi 2! Yang lainnya terpaksa dan kasian!”
“Bahkan jika aku tetap bekerja, mereka yang akan
kehilangan bonusnya”
“Bagaimana mereka akan memandangku? Bagaimana
caraku menghadapinya sepanjang hari?”

Rasa bersalah lainnya yang ditampilkan Sandra, ketika ia mendatangi salah

satu rekan kerjanya yang sedang bersama anaknya yang juga merupakan rekan kerja

Sandra, saat itu terjadi perkelahian kecil di antara mereka bertiga, sang anak dari

rekan kerjanya tersebut tidak mau membantu Sandra bahkan berkata bahwa Sandra

telah seenaknya saja mengambil uang mereka (bonus) lalu ia sedikit memberontak,

memukul Sandra dan ayahnya, lalu pergi. Setelah kejadian itu, saat di rumahnya

mengatakan bahwa dirinyalah penyebab pertikaian itu. Berikut tangkapan gaambar

ketika terjadi perkelahian diantara Sandra dan rekan kerjanya pada menit 00:47:17-

00:47:40.
36

4.7 Perkelahian yang terjadi diantara Sandra dan rekan kerjanya

SANDRA : “A cause de moi ils ont frappe”


MANU : “Arrets!”
SANDRA : “Je te dis que je suis marre, mais tu m’ignores”
“Tu comprends pas! A cause de moi qui avait de violence”
MANU : “C’est la premiere fois”
SANDRA : “Non, c’est chaque fois”
“Chaque fois, je me sens comme un mendicant”
“Un voleur, qui prend leur prime.” (DARDENNE, 2014)

SANDRA : “Karena aku mereka saling memukul”


MANU : “Hentikan!”
SANDRA : “Aku sudah bilang padamu, tapi kau mengabaikanku”
“Kau tidak engerti! Aku penyebab pertengkaran itu”
MANU : “Ini baru sekali”
SANDRA : “Tidak, beberapa kali. Setiap kali aku merasa seperti
pengemis.
“Pencuri yang mengambil uang mereka.”

Tidak hanya itu, Sandra juga berbicara pada suaminya pada menit 00:44:33

bahwa ia ingin berpisah (gambar 4.8). Sandra jelas mengatakan hal tersebut bukan

karena ia tidak mencintai suaminya lagi, melainkan rasa bersalah yang

menyelimutinya karena tidak bisa melayani Manu beberapa bulan lalu. Rasa

bersalah begitu melekat pada Sandra bahkan ia mengganggap suaminya tidak

mencintainya melainkan hanya kasihan terhadapnya.


37

4.8 Sandra merasa dikasihani Manu

SANDRA : “Je sense on va se quitter”


MANU : “Pourquoi tu dis ça?”
SANDRA : “Parce que tu ne m’aime plus”
“T’a pitié moi, mais tu ne m’aime plus”
MANU : “Sandra…”
SANDRA : “Cela tu derange rien, on n’a pas fait l’amour depuis
quatre
mois? (DARDENNE, 2014)

SANDRA : “Aku rasa kita akan berpisah”


MANU : “Mengapa kau bilang begitu?”
SANDRA : “Karena kau tiak mencintaiku lagi”
“Kau mengasihaniku, tapi tidak mencintaiku lagi”
MANU : “Sandra…”
SANDRA : “Apa kau tidak merasa terganggu, kita tidak bercinta
selama
empat bulan?”

Di tengah-tengah perjuangannya saat Manu dan Sandra beristirahat sejenak

sambil memakan ice cream, Sandra kembali mengutarakan ketidakpercayaannya,

ketidakmampuannya untuk menyakinkan rekan-rekan kerjanya yang lain. Ia

mengaku bahwa dirinya tidak bisa berhenti menangis dan kesulitan berbicara.

Penyangkalan atas potensi-potensi yang dimiliki Sandra inilah yang membuatnya

merasakan cemas hingga meluapkan emosinya dengan menangis. Ketika Manu

memberikan motivasi dan meyakinkan Sandra bahwa yang ia alami juga terjadi
38

pada orang lain di luar sana, Sandra seperti tidak ingin mendengarkannya. Lalu ia

menatap langit, melihat burung-burung berterbangan, lalu mengakatan bahwa ia

ingin seperti burung-burung itu.

4.9 Sandra Ingin Menjadi Seperti Burung-Burung

MANU : “On va voir ce gars et son fils”


“Rue Cote d'Or n'est pas loin”
SANDRA : “J'aimerais que ce soit moi”
MANU : “Qui?”
SANDRA : “Cet oiseau chantant ...” (DARDENNE, 2014)

MANU : “Kita akan menemui pria itu dan putranya”


“Rue Cote d’Or tidak jauh”
SANDRA : “Seandainya itu adalah aku”
MANU : “Siapa?”
SANDRA : “Burung-burung yang sedang bernyanyi…”

Ketika Sandra berbicara bahwa ia ingin seperti burung-burung yang

tertangkap pada menit 00:43:57, menandakan bahwa ia telah kehilangan relasi

dengan dirinya sendiri atau eigenwelt termasuk jasmaninya, ia merasakan tertekan

dengan kondisinya yang selalu menangis, keadaan dirinya yang lemah dan selalu

menangis seakan-akan seperti tembok besar yang menghalanginya untuk keluar


39

dari masalahnya, keluar dari keadaan jelek, bodoh, tidak bergairah, dan

berkeinginan untuk bebas.

Perilaku yang ditampilkan oleh tokoh Sandra mencerminkan bahwa

eksistensinya terancam dapat terlihat dari perilakunya yang termasuk kedalam ciri-

ciri penyakit manusia modern yaitu kekosongan, kesepian, dan kecemasan.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Rollo May bahwa nonbeing tercipta dari

‘penyakit’ yang menjangkit manusia modern. Ciri-ciri penyakit manusia modern

yang dialami tokoh Sandra menandakan eksistensinya terancam karena tidak

mampu memenuhi unsur Being-in-world pada dirinya yang mana dijelaskan Feist

& Feist di dalam bukunya bahwa keterpisahan dengan alam, kurangnya hubungan

intrapersonal yang berarti, dan keretasingan yang autentik yang menyebabkan

manusia-manusia modern takut akan ketidakmengadaan (nonbeing). Sebagaimana

yang dikatakan oleh Rollo May, “kita takut terhadap nonbeing sehingga

mengerutkan keberadaan kita” (1991, dikutip dari Feist & Feist, 2013, hal. 51). May

menambahkan, kebanyakan manusia modern merasa terasing dari dunia (umwelt),

dari orang lain (mitwelt), dan terutama dari dirinya sendiri (eigenwelt). Perasaan

ketidakberdayaan membuat seseorang merasa tidak signifikan di dalam dunia yang

menjadi semakin melakukan dehumanisasi pada individu yang pada akhirnya

membawa mereka kepada sikap apatis dan keadaan penurunan kesadaran (1967,

dikutip dari Feist & Feist, 2013:65).


40

4.2 Penemuan Kembali Kesadaran diri

Berdasarkan analisis kesadaran diri tokoh Sandra, penulis menemukan

beberapa usaha tokoh Sandra untuk mencapai serta meningkatkan kesadaran

dirinya agar memperoleh eksistensinya kembali.

a. Pengalaman menjadi pribadi

Setelah Sandra mengalami pengalaman-pengalaman eksistensi dalam

hidupnya, ia menunjukan sebuah usaha untuk meningkatkan kesadaran dirinya. Hal

ini terlihat ketika Sandra mau mengunjungi rekan-rekan kerjanya, tanpa disadari

namun hal tersebut menunjukan adanya suatu bentuk usaha untuk meningkatkan

kembali kesadaran dirinya, sama halnya dengan ia hidup berjamak, yang mana

dikatakan Sastrowardoyo dalam bukunya bahwa cara hidup berjamak adalah

bereksistensi dalam dunia yang penuh dengan hubungan-hubungan normal,

hubungan berkompetisi, dan hubungan berjuang (hal. 20).


41

4.10 Cuplikan Sandra Mendatangi Rumah Rekan-Rekan Kerjanya

b. Tingkatan dalam perkembangan kesadaran diri

Di dalam teorinya, May juga menjabarkan tahapan untuk mengembangkan

kesadaran diri. Menurutnya, tahapan satu, dua, dan tiga adalah tahapan yang sudah

lazim dilewati oleh manusia biasanya, namun ada tahapan terakhir yaitu tahapan

kesadaran diri kreatif yang menandakan bahwa seseorang sudah ‘menjadi’. Dan

tahap ini biasanya berkembang melalui pengalaman-pengalaman yang spesifik atau

‘berarti’ bagi seorang individu (dikutip dari Koeswara, 1987, hal. 33). Kondisi

seperti ini juga dialami oleh Sandra saat ia sedang berada di rumah sakit pada menit

01:12:20-01:12:36 (gambar 4.11). Karena minimnya kesadaran yang ia miliki, ia

melakukan tindakan yang membahayakan dirinya yaitu dengan meminum semua

obat depresi yang ia punya. Padahal di hari itu, Anne, salah satu rekan kerjanya

mengunjungi Sandra dan membawa kabar baik untuknya, kabar dari Anne tersebut

membuat Sandra sangat senang namun setelah itu ekspresi wajahnya berganti
42

menjadi muram. Ada rasa penyesalan yang timbul pada dirinya karena telah

meminum obat depresinya secara berlebihan dan membuat orang-orang terdekatnya

mencemaskannya. Saat berada di rumah sakit dan mendapatkan perawatan, Sandra

memeluk Manu erat dan meminta maaf atas apa yang telah ia lakukan. Pengalaman

yang dialami Sandra tersebut telah membuatnya mencapai tahapan keempat yaitu

tahapan diri kreatif dan menandakan bahwa kesadaran yang ia punya mulai bangkit

dan membawanya kembali untuk eksis di dalam hidupnya.

4.11 Sandra Meminta Maaf pada Manu

Sandra juga dapat dikatakan telah berhasil mencapai tahapan ke empat ini

ketika ia berani memutuskan pilihannya yang ditunjukkannya di dalam film Deux

Jours Une Nuit, ketika ia menerima nasibnya bahwa hasil pemungutan suara adalah

seimbang yang secara tidak langsung membuatnya keluar dari pekerjaannya,

namun Sandra tetap berlapang dada. Dan ketika manager perusahaan menawarkan

lagi kesempatan untuk bekerja, dengan cepat Sandra langsung menolaknya dan

pergi. Setelah itu, Sandra keluar dari kantornya dan menelepon Manu lalu

mengatakan bahwa ia senang dan menang. Koeswara pun menjelaskan dalam

bukunya bahwa, melalui pengalaman-pengalaman spesifiknya, manusia seakan-


43

akan telah sampai di puncak gunung, dan melihat hidupnya dari perspektif yang

lebih luas dan menerawang arah hidupnya di depan sana (1987, hal. 32-33). Berikut

adalah gambar pada menit 01:29:38-01:30:35 ketika Sandra menolak penawaran

dari Dumont.

4.12 Sandra mengatakan pada Dumont bahwa ia tidak mau bekerja

DUMONT : “Vous avez convaincu la moitié du personnel d'abandonner


le
bonus. Bravo”
“Bien sûr, la moitié n'est pas la majorité”
“Mais pour dissiper toute mauvaise volonté parmi le
personnel”
“J'ai décidé de leur donner le bonus et de vous ramener.
“Je ne peux pas vous embaucher immédiatement. Au cours
de
votre congé de maladie, Jean-Marc et moi avons vu que le
travail pouvait être fait par 16 au lieu de 17.”
“En septembre, je ne renouvellerai pas un contrat à durée
déterminée et vous pourrez revenir.”
“Pour l'instant, vous serez temporairement mis à pied.”
“Voilà c’est la bonnes nouvelles. Vous restez avec eux.”
SANDRA : “Je ne peux pas laisser quelqu'un être mis à pied afin que
je
puisse revenir.”
DUMONT : “Il ne sera pas mis à pied”
“Son contact ne sera tout simplement pas renouvelé”
SANDRA : “C'est la même chose”
DUMONT : “Non”
SANDRA : “Au revoir monsieur Dumont” (DARDENNE, 2014)
44

DUMONT : “Anda yakin separuh staff memilih anda. Selamat”


“Tentu saja setengan bukanlah mayoritas”
“Tetapi untuk mencegah perselisihan diantara staff, saya
telah memutuskan untuk memberi mereka bonus dan
membawa anda kembali”
“Aku tidak bisa memperkerjakan kembali anda segera.
Selama anda cuti sakit, Jean-Marc dan aku melihat
pekerjaan dapat dilakukan oleh 16 bukan 17 staff”
“September, saya tidak akan memperbaharui kontrak
jangka tetap dan anda bisa kembali”
“Untuk saat ini anda akan diberhentikan sementara”
“Nah, itu adalah kabar baik saya. Anda tetap bersama kami”
SANDRA : “Aku tidak bisa membiarkan seseorang diberhentikan, agar
saya bisa kembali”
DUMONT : “Dia tidak akan diberhentikan. Kontraknya tidak akan
diperpanjang”
SANDRA : “Sama saja”
DUMONT : “Tidak”
SANDRA : “Selamat tinggal Pak Dumont”

Ketika Sandra dengan secara spontan membuat keputusan memilih keluar

dari pekerjaannya, menandakan ia telah mengenali keinginan-keingannya.

Individu-individu yang mengenali keinginan dirinya sendiri adalah orang-orang

bebas yang berkeinginan secara aktif dan spontan. Dengan keaktifan dan

kespontanan seseorang artinya ia mengunkapkan dan menjalani segala sesuatu tidak

terkendali, tanpa kompromi, melainkan secara jujur (Koeswara, 1987, hal. 34).

Berikut adalah tangkapan gambar pada durasi 01:30:47-01:31:25 ketika Sandra

menelpon Manu dan mengatakan bahwa ia bahagia.


45

4.13 Sandra menelpon Manu setelah ia keluar dari pekerjaannya dan


mengatakan bahwa ia bahagia

SANDRA : “Manu, t’es là?”


“On š’y bien battus”
“J’heureuse” (DARDENNE, 2014)

SANDRA : “Manu, kamu masih disana?”


“Kita membuat perlawanan yang bagus”
“Aku bahagia”
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Sebagai bagian akhir dari skripsi ini maka penulis akan memberikan

kesimpulan dari pembahasan-pembahasan bab terdahulu dan saran untuk penelitian

selanjutnya.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis eksistensi tokoh Sandra dalam film Deux Jours Une

Nuit dengan teori eksistensialisme, diperoleh kesimpulan bahwa pada film tersebut

Sandra mengalami permasalahan eksistensi di kehidupan yang terpapar dalam unsur

nonbeing yang dikemukakan oleh Rollo May dan usaha-usaha yang dilakukan oleh

Sandra guna memperoleh kembali eksistensinya.

Di dalam film ini, eksistensi tokoh Sandra terganggu pada permasalahan antara

hubungannya dengan lingkungan (umwelt), hubungannya dengan orang lain (mitwlet),

dan hubungannya dengan dirinya sendiri (eigenwelt). Hal ini tergambar pada saat ia

berjuang meyakinkan rekan kerjanya untuk memilihnya tetap bekerja, ia mengalami

beberapa penolakan. Penolakan-penolakan yang ia dapatkan membuatnya berasumsi

kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi dan menimbulkan frustrasi dan

46
47

membawanya kepada kompensasi-kompensasi dalam bentuk pelarian diri dengan

mengkonsumsi obat-obatan secara berlebihan. Hal ini menyebabkan timbulnya

perasaan tidakbermakna yang membuatnya hidup secara defensif. Tokoh Sandra dalam

film ini juga terbilang memiliki sifat yang tertutup. Hubungannya dengan dunia sekitar

tampak berjarak dikarenakan perasaan nonbeing yang membayang-bayanginya. Ia

memilih mengurung diri di dalam kamar seharian dengan kesedihannya dibandingkan

menyelesaikan permasalahan.

Selain itu, melalui usaha-usaha yang dilakukan tokoh Sandra, ia mampu

memperoleh kembali kesadaran diri yang secara tidak langsung juga menandakan

bahwa ia telah meraih kembali eksistensinya (being-in-the-world). Kespontanitasan

Sandra saat mengambil keputusan bagi penentuan masalah yang ia sedang alami,

membuktikan bahwa ia bukan lagi sebuah objek dan telah mempertinggi kesadaran

dirinya hingga tahap terakhir yaitu kesadaran diri kreatif di mana ia menjadi pribadi

yang lebih terbuka, mampu melihat segala sesuatu dari berbagai sudut dan siap

menghadapi hidupnya yang baru di masa yang akan datang.

5.2 Saran

Setelah penulis melakukan penelitian mengenai eksistensi tokoh Sandra di

dalam film Deux Jours Une Nuit, penulis menyarankan untuk selanjutnya yang akan

menggunakan film ini sebagai objek material agar dapat mengkaji kepribadian Sandra.
48

Tokoh ini dapat diukur menggunakan Teori Faktor Eysenck karena teori tersebut

mengambil pendekatan analisis faktor untuk menerangkan sifat atau disposisi secara

personal dan mencari karakteristik seseorang.


DAFTAR PUSTAKA

Anna Budi Keliat, SKp. 2000. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Manarik
Diri. Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Arnot, David, dkk. 2009. Pustaka kesehatan pupoler psikologi volume 2. Jakarta: PT.
Bhuana Ilmu Populer

Carpenito, Lynda Juall. 1998. Daignosa Keperawatan, Edisi 6. Diterjemahkan oleh:


Asih, Yasmin. Jakarta: EGC

Corey, Gerald. 1995. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi.
Diterjemahkan oleh: Muryarto. Semarang: IKIP Semarang Press

Effendy, Onong Uchjana. 1986. Televisi Siaran, Teori dan Praktek. Bandung: Alumni

Feist, J., Feist, G.J. 2013. Teori Kepribadian: Edisi 7 – Buku 2. Diterjemahkan oleh:
Handrianto. Jakarta: Salemba Humanika

Friedman, H.S., Schustack, M.W. 2008. Kepribadian: Teori Klasik dan Riset Modern.
Alih bahasa: Ikarini, Fransiska Dian dkk. Jakarta: Erlangga

Hidayat, D. R. 2011. Teori dan Aplikasi: Psikologi Kepribadian dalam Konseling.


Bogor: Ghalia Indonesia

Kamus Besar Bahasa Indoenesia. [Online]. Diakses pada tanggal 8 Juni 2017 dari
http://kbbi.web.id/eksistensi

Koentjaraningrat. 1993. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia


Pustaka Utama.

Koeswara, E. 1987. Psikologi Eksistensial: Suatu Pengantar. Bandung: Rosda Offset

Moleong, L.J. 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Misiak, H., Sexton, V.S. 1988. Psikologi Fenomenologi, Eksistensial Manusia dan
Humanistik: Suatu Survey Historis. Diterjemahkan oleh: Koeswara, E.
Bandung: PT. Eresco

Nazir, Muhammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Sastrowardoyo, Ina. 1991. Teori Kepribadian Rollo May. Jakarta: Balai Pustaka.

49
50

Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan. 2007. Gender dan Inferioritas Perempuan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang No. 8 Tahun 1992 tentang perfilman.


Lembaran Negara RI Tahun 1992, No. 32. Diakses dari
http://kpi.go.id/old/download/regulasi/UU%20No.%208%20Tahun%201992
%20tentang%20Perfilman.pdf

Townsend, Mary C.. 1998. Buku Saku Diagnose Keperawatan Pada Keperawatan
Psikiatri: Pedoman Untuk Pembuatan. Jakarta: EGC.

Wade, et al. 2008. Psikologi Jilid 1. Alih bahasa: Widyasinta, Benedictine dan Darma
Juwono. Jakarta: Erlangga.

Zainal, A. 2002. Analisis Eksistensial: Untuk Psikologi dan Psikiatri. Bandung: PT.
Refika Aditama

DAFTAR FILM

Dardenne, L., Dardenne, J. P. (Sutradara). 2014. Deux Jours Une Nuit. Prancis:
Diaphana Films

Anda mungkin juga menyukai