Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

APLIKASI TEORI PSIKOANALISIS DALAM KAJIAN SASTRA


Disusun guna memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Teori Sastra Kontemporer

Dosen Pengampu: Dr. Rohanda, M.Ag., MQM dan Khomisah, M.A.

Disusun oleh:
Nazliza Radiah Zahra 1215020147
Nurmeila Adawiah Mubarokah 1215020157
Nurul Hanifah 1215020158
Nyimas Ratnita Rohani 1215020159
Putri Budikurnia Istiqomah 1215020161
Rifqi Muhammad Firdaus 1215020175

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas terstruktur mata kuliah Teori Sastra Kontemporer ini
yang berjudul “Aplikasi Teori Psikoanalisis dalam Kajian Sastra”. Shalawat beserta salam
senantiasa terlimpah curahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, juga kepada
keluarganya, sahabatnya, tabi’in tabi’at nya dan kepada kita sebagai umatnya.
Kami ucapkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah andil serta
membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Terlebih kepada Ibu dan Bapak dosen
pengampu mata kuliah Teori Sastra Kontemporer yang telah membimbing kami selama proses
perkuliahan berlangsung. Makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur
yang diharapkan juga dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi
penyusun khususnya, umumnya bagi teman-teman semua.
Kami menyadari masih ada banyak kekurangan di makalah ini dikarenakan
pengalamanan kemampuan yang kami miliki masih jauh dari kata sempurna. Oleh karenanya,
kritik dan saran membangun dari para pembaca sangat saya harapkan demi terciptanya makalah-
makalah yang lebih baik kedepannya.

Bandung, 12 November 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH.................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH...................................................................................1
1.3 TUJUAN............................................................................................................1
BAB II ISI........................................................................................................................2
2.1 KONSEP UMUM TEORI PSIKOANALISIS...............................................2
2.2 KEGUNAAN PSIKOANALISIS SASTRA....................................................3
2.3 APLIKASI PSIKOANALISIS DALAM KARYA SASTRA........................3
2.4 HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN.............................................7
2.5 CONTOH PENGAPLIKASIAN...................................................................10
BAB III PENUTUP.......................................................................................................12
3.1 KESIMPULAN...............................................................................................12
3.2 SARAN............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................13

iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Teori ini menganggap bahwa karya sastra selalu membahas peristiwa kehidupan manusia.
Manusia yang memiliki perilaku yang beragam dipengaruhi oleh kondisi psikologis seseorang
yang akan mempengaruhi kehidupannya. Secara langsung karya sastra adalah produk dari jiwa
dan pemikiran pengarang yang berada dalam kondisi setengah sadar. Para pakar psikologis yang
terkenal dalam pendekatan teori ini adalah Jung, Adler, Freud, dan Brill memberikan banyak
kontribusinya terhadap teori ini.
.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep umum Psikoanalisis?
2. Apa kegunaan Psikoanalisis Sastra?
3. Bagaimana aplikasi Psikoanalisis dalam karya sastra?
4. Apa saja hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengaplikasian teori psikoanalisis sastra?
5. Berilah contoh pengaplikasian teori psikoanalisis sastra!

1.3 Tujuan
1. Mampu memahami konsep umum Psikoanalisis.
2. Mampu memahami kegunaan Psikoanalisis Sastra.
3. Mampu memahami aplikasi Psikoanalisis dalam karya sastra.
4. Mampu memahami hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengaplikasian teori psikoanalisis
sastra.
5. Mampu memahami contoh pengaplikasian teori psikoanalisis sastra!

1
BAB II ISI
2.1. Konsep UmumTeori Psikoanalisis
Psikoanalisis sendiri pada awalnya adalah sebuah metode psikoterapi untuk
menyembuhkan penyakit-penyakit mental dan syaraf, dengan menggunakan teknik tafsir mimpi
dan asosiasi bebas. Teori ini kemudian meluas menjadi sebuah teori tentang kepribadian.
Konsep-konsep yang terdapat dalam teori kepribadian versi psikoanalisis ini termasuk yang
paling banyak dipakai di berbagai bidang, hingga saat ini.
Konsep Freud yang paling mendasar adalah teorinya tentang ketidaksadaran. Pada
awalnya, Freud membagi taraf kesadaran manusia menjadi tiga lapis, yakni lapisan unconscious
(taksadar), lapisan preconscious (prasadar), dan lapisan conscious (sadar). Di antara tiga lapisan
itu, taksadar adalah bagian terbesar yang memengaruhi perilaku manusia. Freud
menganalogikannya dengan fenomena gunung es di lautan, di mana bagian paling atas yang
tampak di permukaan laut mewakili lapisan sadar. Prasadar adalah bagian yang turun-naik di
bawah dan di atas permukaan. Sedangkan bagian terbesar justru yang berada di bawah laut,
mewakili taksadar.
Dalam buku-bukunya yang lebih mutakhir, Freud meninggalkan pembagian lapisan
kesadaran di atas, dan menggantinya dengan konsep yang lebih teknis. Tetapi basis konsepnya
tetap mengenai ketidaksadaran, yaitu bahwa tingkah laku manusia lebih banyak digerakkan oleh
aspek-aspek tak sadar dalam dirinya. Pembagian itu dikenal dengan sebutan struktur kepribadian
manusia, dan tetap terdiri atas tiga unsur, yaitu id, ego, dan superego.
Id adalah bagian yang sepenuhnya berada dalam ketidaksadaran manusia. Id berisi
cadangan energi, insting, dan libido, dan menjadi penggerak utama tingkah laku manusia. Id
menampilkan dorongan-dorongan primitif dan hewani pada manusia, dan bekerja berdasarkan
prinsip kesenangan. Ketika kecil, pada manusia yang ada baru id-nya. Oleh karena itu kita
melihat bahwa anak kecil selalu ngotot jika menginginkan sesuatu, tidak punya rasa malu, dan
selalu mementingkan dirinya sendiri.
Ego berkembang dari id, ketika manusia mulai meninggalkan kekanak-kanakannya,
sebagai bentuk respon terhadap realitas. Ego bersifat sadar dan rasional. keinginan-keinginan id
tidak selalu dapat dipenuhi, dan ketika itulah ego memainkan peranan. Ego bekerja berdasarkan
prinsip realitas. Misalnya, ketika id dalam diri kita ingin makan enak di restoran mahal, tetapi
keuangan kita tidak mampu, maka ego tidak bisa memenuhi keinginan itu.
Superego muncul akibat persentuhan dengan manusia lain (aspek sosial). Dalam
keluarga, superego ditanamkan oleh orang tua dalam bentuk ajaran moral mengenai baik dan
buruk, pantas dan tidak pantas, dsb. Superego muncul sebagai kontrol terhadap id, terutama jika
keinginan id itu tidak sesuai dengan moralitas masyarakat. Superego selalu menginginkan
kesempurnaan karena ia bekerja dengan prinsip idealitas.

2
2.2. Kegunaan Psikoanalisis Sastra
Psikologi atau psikoanalisis dapat mengklasifikasikan pengarang berdasar tipe psikologi
dan tipe fisiologisnya. Psikoanalasisis dapat pula menguraikan kelainan jiwa bahkan alam bawah
sadarnya. Bukti-bukti itu diambil dari dokumen di luar karya sastra atau dari karya sastra itu
sendiri. Untuk menginteprestasikan karya sastra sebagai bukti psikologis, psikolog perlu
mencocokannya dengan dokumen-dokumen di luar karya sastra.
Psikoanalisis dapat digunakan untuk menilai karya sastra karena psikologi dapat
menjelaskan proses kreatif. Misalnya, kebiasaan pengarang merevisi dan menulis kembali
karyanya. Yang lebih bermanfaat dalam psikoanalisis adalah studi mengenai perbaikan naskah,
koreksi, dan seterusnya. Hal itu, berguna karena jika dipakai dengan tepat dapat membantu kita
melihat keretakan ( fissure ), ketidakteraturan, perubahan, dan distorsi yang sangat penting dalam
suatu karya sastra.Psikoanalisis dalam karya sastra berguna untuk menganalisis secara psikologis
tokoh-tokoh dalam drama dan novel. Terkadang pengarang secara tidak sadar maupun secara
sadar dapat memasukan teori psikologi yang dianutnya. Psikoanalisis juga dapat menganalisis
jiwa pengarang lewat karya sastranya.

2.3. Aplikasi Psikoanalisis dalam Karya Sastra


Penerapan psikoanalisis dalam bidang seni, juga sastra, sudah dimulai oleh Freud sendiri.
Karya-karya Sigmund Freud yang menyinggung bidang seni antara lain:
1. L’interpretation des Reves (Interpretasi Mimpi), terbit pertama kali tahun 1899. Ini adalah
sebuah buku klasik yang menguraikan tafsir mimpi. Buku ini merupakan landasan teoretis paling
mendasar mengenai hubungan antara psikoanalisis dan sastra. Tulisan Freud yang sering dipakai
sebagai landasan teoretis adalah Trois Essais sur la Theorie de la Sexualite (Tiga Esai tentang
Teori Seksualitas), terbit tahun 1962.
2. Delire et Reves dana la “Gradiva” de Jensen (Delir dan Mimpi dalam “La Gradiva” Karya
Jensen. Terbit tahun 1906. Ini adalah karya paling jelas mengenai penerapan teori-teori
psikoanalisis dalam karya sastra. Di sini Freud melakukan penelitian pada sebuah cerpen
berjudul La Gradiva karya Jensen dan menemukan bahwa kepribadian tokoh-tokoh dan kejadian-
kejadian dalam cerpen itu sangat sesuai dengan teori-teorinya sendiri mengenai kepribadian
manusia.
3. La Creation Litteraire et le reve Eveille (Penciptaan Sastra dan Mimpi dengan Mata Terbuka),
sebuah esai yang terbit pada tahun 1908. Di sini Freud menemukan kemiripan antara proses
penciptaan karya sastra pada sastrawan dengan kesenangan yang diperoleh anak-anak dalam
permainan. Menurut Freud, “Penyair bertindak seperti anak-anak yang bermain, dan
menciptakan dunia imajiner yang diperlakukannya dengan sangat serius, dalam arti bahwa

3
penyair melengkapinya dengan sejumlah besar pengaruh, seraya tetap membedakannya dengan
tegas dari realitas.” (f
4. Un Souvenir d’enfance de Leonardo de Vinci (Kenangan Masa Kanak-kanak Leonardo da
Vinci), terbit pada 1910. Di sini Freud menganalisis kepribadian Leonardo da Vinci dari biografi
dan karya-karya seninya, termasuk menguraikan rahasia senyuman Monna Lisa. Dalam buku ini
pula Freud memerkenalkan sebuah konsep penting yang berpengaruh dalam teori kebudayaan,
yaitu konsep sublimasi.
5. Das Unheimliche (Keanehan yang Mencemaskan), terbit tahun 1919. Di sini Freud
mengangkat sebuah efek atau kesan yang kerap dirasakan pembaca ketika menikmati karya
sastra tertentu yang bersifat tragik atau horor, yaitu perasaan cemas, takut, atau ngeri. Meskipun
perasaan yang mencemaskan itu muncul, anehnya pembaca tetap menyenangi dan menikmati
karya sastra demikian.
Namun penerapan dan perkembangan teori psikoanalisis dalam bidang sastra secara lebih
mendalam dilakukan oleh para ahli sastra, misalnya Charles Mauron dan Max Milner. Charles
Mauron, kritikus sastra asal Prancis, mengembangkan suatu metode kritik sastra yang disebutnya
psikokritik. Max Milner, seorang sarjana Jerman, telah menyusun buku yang mengelaborasi
teori-teori Freud yang berkaitan dengan sastra, berjudul Freud et L’interpretation de la litterature
(Freud dan Interpretasi Sastra).
Mengapa psikoanalisis bisa digunakan untuk menganalisis karya seni, khususnya sastra?
Psikonalisis lahir dari penelitian tentang mimpi. Ketika menganalisis mimpi-mimpi pasiennya,
Freud menemukan bahwa mimpi bekerja melalui mekanisme atau cara kerja tertentu, dan
ternyata mekanisme mimpi itu mirip dengan pola yang terdapat dalam karya sastra.
Mekanisme-mekanisme mimpi berikut analoginya dengan seni adalah:
1. Kondensasi
Kondensasi adalah penggabungan atau penumpukan beberapa pikiran tersembunyi ke
dalam satu imaji tunggal, atau peleburan beberapa tokoh atau hal-hal yang bersifat umum ke
dalam satu gambar atau kata.
Analoginya dengan sastra, misalnya dalam penciptaan tokoh dalam novel. Ketika seorang
pengarang menciptakan tokoh, ia mengkondensasi (menggabungkan) raut muka dan sosok dari
beberapa orang yang dikenalnya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menjadi seorang tokoh
yang khayali atau fiksi. Begitu juga ketika pengarang itu menciptakan latar tempat, ia
menggabungkan beberapa tempat yang ditemuinya dalam realitas ke dalam novel, sehingga
menjadi suatu tempat tersendiri yang bersifat fiktif, dan akan sia-sia jika kita mencarinya dalam
kenyataan.
2. Pemindahan (displacement)

4
Pemindahan adalah mimpi yang menonjolkan sesuatu yang sama sekali tidak
berhubungan dengan isi mimpi yang harus diwujudkan. Mimpi tersebut merupakan rincian yang
tidak berarti dan kadang-kadang bahkan merupakan kebalikan pikiran yang tersembunyi, seakan-
akan ingin menghindari mimpi itu bisa ditafsirkan. Pemindahan juga berarti menampilkan
gambaran mimpi yang kurang berarti dan menyimpang dari isi mimpi yang pokok. Freud
mencontohkan: ia bermimpi tentang seorang wanita yang berusaha mendekatinya, dan wanita itu
berseru betapa indah kedua matanya. Konon, wanita itu adalah putri seseorang yang memberi
utang pada Freud. Setelah menganalisis mimpinya, Freud sadar bahwa komentar atas kedua
matanya mengungkapkan situasi yang terbalik, sebab ayah wanita tersebut bukan orang yang
menolong “untuk mata anda yang indah” (ungkapan Jerman untuk mengatakan “menolong tanpa
pamrih”). Artinya, Freud merasa dikejar-kejar utang pada ayah wanita tersebut.
Dalam puisi dan retorika ada yang disebut metonimi, yaitu proses penggantian suatu
ujaran dengan penanda lain dalam satu arti berdampingan. Misalnya, menyebutkan sebagian
sebagai ganti keseluruhan (layar untuk menyebut kapal), atau menyebutkan bahan sebagai ganti
benda (sutera untuk menyebut pakaian wanita).
3. Simbolisasi
Simbolisasi adalah mimpi yang muncul dalam bentuk simbol tertentu dalam hubungan
analogis. Menurut Freud, setiap objek yang panjang (tongkat, batang pohon, payung, senjata,
pisau) mewakili alat kelamin laki-laki. Sedangkan setiap objek yang berbentuk lubang dan lebar
(kotak, peti, lemari, penggorengan, gua, perahu) mewakili alat kelamin perempuan.
Simbolisasi dapat disamakan dengan metafora dalam puisi, yaitu mengganti sebuah
ujaran dengan penanda lain yang memunyai kemiripan analogi. Misalnya menyebut bunga untuk
melambangkan cinta, putih sebagai lambang kesucian, atau penggunaan gaya bahasa lain.
Bahasa puisi itu sendiri adalah bahasa yang penuh dengan metafora.
4. Figurasi
Figurasi adalah transformasi pikiran ke dalam gambar. Misalnya ketika di waktu sadar
kita menginginkan suatu benda, gambaran benda itu akan muncul dalam mimpi.
Analogi figurasi dalam seni paling jelas tampak dalam seni lukis atau seni rupa yang lain.
Tetapi dalam sastra pun banyak terkandung unsur figurasi.

Proses Kreatif Sastra


Psikoanalisis menyimpulkan proses kreatif (proses terciptanya) karya sastra ke dalam dua
cara.
1. Sublimasi

5
Konsep sublimasi terkait dengan konsep ketidaksadaran. Sebagaimana telah diuraikan di
atas, dalam lapisan taksadar manusia terdapat id yang selalu menginginkan pemuasan dan
kesenangan. Seringkali keinginan id itu bertentangan dengan superego maupun norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat, dan karenanya keinginan itu tidak mungkin direalisasikan,
kecuali orang tersebut mau dianggap tidak sopan, jahat, cabul, dsb.
Tetapi dorongan-dorongan tersebut tetap harus dipuaskan. Tetapi agar dapat diterima
oleh norma masyarakat, dorongan-dorongan itu lalu dialihkan ke dalam bentuk lain yang berbeda
sama sekali, misalnya dalam bentuk karya seni, ilmu, atau aktivitas olah raga. Proses pengalihan
dorongan id ke dalam bentuk yang dapat diterima masyarakat itu disebut sublimasi.
Menurut Freud, sublimasi inilah yang menjadi akar dari kebudayaan manusia. Dalam
sublimasi, terkandung kreativitas atau kemampuan menghasilkan sesuatu yang baru. Puisi, novel,
lukisan, teori keilmuan, aktivitas olah raga, pembuatan peralatan teknik, bahkan agama,
sebenarnya merupakan bentuk lain dari dorongan-dorongan id yang telah dimodifikasi.
2. Asosiasi
Di samping tafsir mimpi, teknik terapi yang dikembangkan Freud dalam psikoanalisisnya
adalah asosiasi bebas (free association). Asosiasi bebas adalah pengungkapan atau pelaporan
mengenai hal apapun yang masuk dalam ingatan seseorang yang tengah dianalisis, tanpa
menghiraukan betapa hal tersebut akan menyakitkan hati atau memalukan. Dalam situasi terapi,
biasanya pasien berada dalam posisi berbaring santai di atas ranjang, dan terapis duduk di
sampingnya. Terapis memerintahkan pasien untuk mengucapkan hal apapun yang terlintas dalam
pikirannya. Jika pasien agak sulit mengatakan sesuatu, terapis bisa membantu merangsang
asosiasi pada pikiran pasien dengan mengucapkan kata-kata tertentu.
Asosiasi bebas, atau “asosiasi” saja, sebenarnya merupakan suatu teknik yang sudah lama
dipraktikkan oleh para seniman dan pengarang untuk memeroleh ilham. Ketika proses penulisan
dimulai, pengarang yang menggunakan teknik asosiasi akan menuliskan apa saja yang masuk ke
dalam pikirannya. Setelah ilhamnya habis, barulah ia memeriksa tulisannya dan mengedit,
menambah atau mengurangi, dan menentukan sentuhan akhir. Seringkali dalam melakukan
asosiasi ini, pengarang mengingat-ingat segala kejadian yang pernah dialaminya, khususnya
kejadian di masa anak-anak, atau memunculkan kembali pikiran-pikiran dan imajinasinya yang
paling liar. Itulah dorongan id yang sedang dipanggil kembali.
Pada sebagian pengarang, asosiasi itu dibantu pemunculannya dengan melakukan “ritual”
tertentu, atau memilih waktu-waktu dan tempat tertentu, yang khas bagi pengarang itu sehingga
ide atau ilhamnya mudah mengalir. Wellek dan Warren memberikan contoh-contoh menarik dari
kebiasaan aneh para pengarang. Schiller suka menaruh apel busuk di atas meja kerjanya. Balzac
menulis sambil memakai baju biarawan. Marcel Proust dan Mark Twain menulis sambil
berbaring di ranjang. Sementara pengarang di negeri kita, misalnya Emha Ainun Najib suka
menulis dengan menggunakan kertas warna-warni. Sewaktu di Bloomington, Budi Darma

6
senang berjalan-jalan tak tentu arah dan tujuan, sekadar menikmati pemandangan yang ada di
sekelilingnya. Ada pengarang yang lebih terinspirasi kalau menulis di malam hari, ada juga yang
lebih suka menulis di pagi hari atau senja hari. Ada yang hanya bisa menulis di tempat sepi, ada
juga yang menulis di tempat ramai seperti di kafe. Itu semua bergantung pada kebiasaan
pengarang yang bersangkutan.
Itulah di antaranya konsep-konsep psikoanalisis yang dapat dihubungkan dengan seni
sastra. Berdasarkan teori Freud, sedikit dapat disimpulkan bahwa sumber ide karya seni adalah id
yang berada dalam ketidaksadaran kita, dan sebagian dari kesadaran. Sedangkan proses
munculnya ide itu dalam pikiran adalah melalui sublimasi dan asosiasi.

2.4. Hal-hal yang Harus Diperhatikan


1. Identifikasi Struktur Psikologis:
Kenali unsur-unsur psikologis seperti id, ego, dan superego dalam karakter sastra. Pahami
dinamika internal yang mungkin memengaruhi perilaku tokoh.
Berikut ini penjelasan mengenai komponen struktural tingkat kesadaran yang
dikemukakan oleh Sigmund Freud, yaitu:
a) Id
Id adalah sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian akan
muncul ego dan superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologis yang diturunkan,
seperti insting, impuls dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah unansdous, mewakili
subjektivitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik
untuk mendapatkan energi psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur
kepribadian lainnya. Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu
berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagi Id, kenikmatan adalah
keadaan yang relatif inaktif atau tingkat enerji yang rendah, dan rasa sakit adalah tegangan atau
peningkatan enerji yang mendambakan kepuasan. Jadi ketika ada stimuli yang memicu enerji
untuk bekerja – timbul tegangan enerji – id beroperasi dengan prinsip kenikmatan; berusaha
mengurangi atau menghilangkan tegangan itu; mengembalikan ke tingkat energi yang rendah.
Pleasure principlediproses dengan dua cara,tindak refleks (reflex actions) dan proses primer
(primary process). Tindak refleks adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti
mengejapkan mata – dipakai untuk menangani pemuasan rangsang sederhana dan biasanya
segera dapat dilakukan. Proses primer adalah reaksi membayangkan atau mengkhayal sesuatu
yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan – dipakai untuk menangani stimulus
kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau puting ibunya. Proses
membentuk gambaran objek yang dapat mengurangi tegangan, disebut pemenuhan hasrat (nosh
fulfillment), misalnya: mimpi, lamunan, dan halusinasi psikotik.

7
b) Ego
Ego berkembang dari id agar orang mampu menangani realita; sehingga ego beroperasi
mengikuti prinsip realita (reality principle); usaha memperoleh kepuasan yang dituntut Id dengan
mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai ditemukan objek yang
nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan. Prinsip realita itu dikerjakan melalui proses sekunder
(secondary process), yakni berfikir realistik menyusun rencana dan menguji apakah rencana itu
menghasilkan objek yang dimaksud. Proses pengujian itu disebut uji realita (reality test)
melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah difikirkan secara realistik. Dari cara
kerjanya dapat difahami sebagian besar daerah operasi ego berada di kesadaran, namun ada
sebagian kecil ego beroperasi di daerah prasadar dan daerah taksadar .Ego adalah eksekutif
(pelaksana) dari kepribadian, yang memiliki dua tugas utama; pertama, memilih stimuli mana
yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas
kebutuhan.
c) Superego
Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai
prinsip idealistik (idealisticprinciple) sebagai lawan dari prinsip kepuasan Id dan prinsip realistik
dari Ego. Superego berkembang dari ego,dan seperti ego dia tidak mempunyai energi sendiri.
Sama dengan ego,superego beroperasi di tiga daerah kesadaran. Namun berbeda dengan ego,dia
tidak mempunyai kontak dengan dunia luar (sama dengan Id) sehingga kebutuhan kesempurnaan
yang diperjuangkannya tidak realistik (Id tidak realistik dalam memperjuangkan kenikmatan).
2. Analisis Simbolik:
Teliti simbol-simbol dan metafora dalam teks sastra. Identifikasi simbol-simbol yang
mungkin memiliki makna psikologis terkait dengan konsep psikoanalisis.
Menurut Freud, simbol adalah mekanisme bagi pikiran bawah sadar untuk secara tersirat
atau secara simbolis menyampaikan keinginan, konflik, dan perasaan kita yang tersembunyi
selama ini. Karena pikiran sadar mungkin menganggap ekspresi langsung dari pikiran atau
impuls yang tertekan terlalu berbahaya atau tidak pantas untuk terus tersimpan, dan simbolisme
memungkinkan alam bawah sadar untuk menyampaikan pesannya secara tidak langsung.Freud
menyatakan bahwa mimpi adalah latar utama di mana simbolisme muncul. Menurut Freud,
mimpi adalah aspirasi dan keinginan bawah sadar yang menjadi kenyataan. Namun, keinginan-
keinginan ini sering kali ditutupi oleh gerakan dan gambar simbolis. Proses ini, yang disebut
Freud sebagai kerja mimpi, yang melibatkan pikiran bawah sadar dengan mengubah isinya
menjadi simbol-simbol yang mewakili makna yang lebih dalam.
Freud menjelaskan, misalnya, bahwa dalam mimpi biasa seperti tangga, air, atau hewan
dapat memiliki makna simbolis yang lebih dalam. Sebagai contoh, air dapat mewakili alam
bawah sadar atau bahkan emosi. Hewan dapat mewakili banyak aspek dari seseorang atau
dorongan dan naluri tertentu. Tangga dapat mewakili kemajuan atau pertumbuhan melalui

8
beberapa fase kehidupan. Pemahaman tentang pengalaman pribadi seseorang dan konteks
kehidupannya juga diperlukan untuk menafsirkan simbol-simbol ini.Di luar mimpi, simbolisme
dapat diamati di banyak bagian kehidupan sehari-hari, termasuk kesalahan verbal, lelucon, dan
produksi artistik. Menurut Freud, perbuatan-perbuatan tersebut yang tampaknya tidak berbahaya
ini memiliki makna tersembunyi yang mengungkap cara kerja pikiran bawah sadar. Freudian
slip, atau yang sering dikenal sebagai slip of tongue, dianggap sebagai ekspresi bawah sadar dari
pikiran atau keinginan yang tertekan.Freud juga berpendapat bahwa simbolisme bisa digunakan
dalam mengeksplorasi simbol dan mitos yang bersifat kultural. Simbol dan mitos tertentu dapat
bersifat universal, maksudnya dapat ditemukan di berbagai budaya dan era. Simbol-simbol
kolektif ini atau yang juga dikenal dengan nama arketipe ditanam sangat dalam di pikiran
manusia dan merefleksikannya di kehidupan sehari-hari.
Penekanan Freud pada simbol telah berdampak pada dunia psikologi tetapi juga mendapat
kecaman. Beberapa orang berpendapat bahwa interpretasi simbol bersifat subjektif dan tunduk
pada bias individu. Selain itu, para pengkritik berpendapat bahwa simbol mungkin memiliki
berbagai interpretasi di antara orang-orang dan budaya, sehingga sulit untuk menghasilkan
interpretasi umum.Meskipun demikian, simbolisme masih merupakan komponen penting dalam
teori psikoanalisis dan masih terus diteliti dan dikaji dalam psikologi modern. Memahami simbol
dan bagaimana simbol-simbol tersebut ditafsirkan dapat membantu kita mendapatkan
pemahaman penting tentang bagaimana pikiran bawah sadar berfungsi dan betapa rumitnya
pemikiran manusia.
3. Analisis Karakter Oedipus:
Kompleks Oidipus (Oedipus Complex) Sebuah kisah yang datang dari Negeri Yunani,
bercerita mengenai seorang pria muda bernama Oedipus. Oedipus kecil dibuang oleh orang
tuanya sendiri karena seorang peramal meramalkan bahwa dia akan membunuh ayahnya dan
menikahi ibunya sendiri. Ketika dia tumbuh besar, ramalan itu benar-benar terjadi. Dia
membunuh ayahnya setelah terjadi pertikaian, dan diapun menikahi ibunya sendiri tanpa ia
sadari bahwa mereka adalah orangtua kandungnya. Kisah Oedipus ini menjadi sebuah inspirasi
untuk Freud dalam membuat teori barunya. Teori ini membahas tentang hasrat seksual dan
konflik yang dialami anak selama perkembangan psikoseksualnya. Hasrat seksual ini bukan hal
yang biasa, karena ditujukan pada orang tua sendiri. Salah satu karya sastra yang ceritanya
masuk dalam ranah teori Kompleks
Oidipus adalah Sons and Lovers karya D.H. Lawrance, yang mana bercerita tentang Paul
Morel dan ibunya yang posesif memiliki hubungan yang kompleks dan bagaimana usaha keras
Paul untuk membentuk hubungan romantis dengan wanita lain karena kedekatan intensifnya
dengan ibunya sendiri.Konsep kompleks Oidipus dirancang oleh Sigmund Freud untuk
membahas tentang dinamika hasrat masa kecil dan konflik internal sang anak dengan keluarga.
Selama masa tahap phallic, anak-anak mengalami hasrat seksual secara tak sadar dan merasakan
sebuah persaingan terhadap orang tua mereka sendiri. Freud menjelaskan bahwa anak laki-laki

9
mengalami hasrat yang intens terhadap ibunya dan melihat ayahnya sebagai rivalnya, dan hal itu
dapat menciptakan rasa cemburu dan marah kepada ayahnya dikarenakan ayahnya mendapatkan
afeksi dan perhatian dari ibunya. Ini bisa juga terjadi pada anak perempuan, walaupun menurut
Freud pengalaman yang dihadapi oleh anak perempuan dan anak laki-laki yang mengalami
kompleks Oidipus bisa saja berbeda.
Terdapat dua macam kompleks Oidipus yaitu kompleks Oidipus yang positif dan kompleks
Oidipus yang negatif (Digamon et al., 2019). Kompleks Oidipus bersifat positif jika dia
mendapatkan maskulinitasnya setelah merasakan persaingan dengan mempelajari sifat dan sikap
ayahnya sebagai seorang maskulin untuk mendapatkan kasih sayang dan perhatian ibunya. Ini
adalah sebuah penyelesaian masalahnya akan perasaan intimasi dengan ibunya, dan ini juga bisa
disebabkan oleh castration anxiety. Perlahan anak laki-laki akan menyadari bahwa apa yang
dilakukannya salah dan tidak bermoral jika memiliki hasrat pada ibunya sendiri, sehingga dia
akan membedakan hasratnya terhadap ibunya dengan wanita lain. Kompleks Oidipus menjadi
negatif jika hal ini berkembang ke arah homoseksualitas setelah si anak salah persepsi melihat
maskulinitas ayahnya dengan mengembangkan karakteristik feminine dalam jiwanya (Cherry
dalam Digamon et al, 2019).

2.5. Contoh Pengaplikasian


Aplikasi teori psioanalisis sastra pada tokoh utama dalam novel Pasung Jiwa karya Okky
Madasari. Teori yang digunakan untuk menentukan psikologi atau kepribadian tokoh ini yaitu
teori Sigmund Freud yang mengatakan bahwa ada 3 langkah-langkah atau struktur Kepribadian
yang dilakukan untuk menentukan psikologi seseorang, yaitu id, Ego, dan superego.
Adapun beberapa hasil temuan tentang id, ego, dan superego pada novel Pasung Jiwa,
yaitu:
1. Id
Adapun kutipan id dalam novel Pasung Jiwa tokoh utama dari Sasana, Yaitu:
“Suara gitar, gendang, seruling…semua berpadu indah dan bergairah . Orang-orang di
sekelilingku juga ikut bergoyang. Kepala mereka menunduk, miring, menengada , sambil mulut
tetap terus bernyanyi. Perlahan tubuhku mulai bergerak. Tanpa kusadari aku ikut bergoyang.”
Pada kutipan di atas menandakan adanya id yang melekat pada tokoh Sasana. Id yang
terdapat pada tokoh Sasana muncul secara alamiah, karena adanya dorongan dari insting dan
juga implus bahwa yang menggerakkan Sasana bergoyang adalah insting yang berawal pada saat
berada diantara Orang-orang yang bergoyang.
2. Ego
Adapun kutipan ego dalam novel pasung jiwa, yaitu:

10
“Tanpa aku sadari aku ikut bergoyang. Awalnya anya goyangan kecil, Lalu tanganku mulai
bergerak, lalu tubuhku meliuk ke kanan dan ke kiri, Lalu seluruh tubuhku. Aku menirukan
goyangan orang-orang yang ada disekitarku, mengikuti suara-suara yang mereka keluarkan
seperti “Uooooo a oooo”, atau “A …A … A …. Aku terus bergoyang. Aku terbius. Aku
melayang.”
Pada kutipan di atas menandakan adanya ego yang terdapat pada tokoh Sasana. Ego yang
ada pada Sasana tersebut ada, hanya untuk memperoleh kesenangan, kepuasan atau kenikmatan
sesaat dengan memprioritaskan kebutuhan saja. Sangat jelas ego pada kutipan di atas, bahwa
tokoh Sasana bergoyang hanya untuk kesenangan dan kenikmatan sesaat.
3. Superego
Adapun kutipan superego yang terdapat dalam novel ini dari tokoh Sasana, yaitu:
“sesekali aku memejamkan mata dan merasakan nikmat yang berbeda. Saat mataku terpejam,
tiba-tiba tanganku ditarik orang. Tarikan yang sangat kasar. Aku tergelagap. Baru kemudian aku
sadar siapa yang menarik tanganku: ibuku… Aku itu aku bisa datang ke sini sendiri dengan jalan
kaki, walaupun baru pertama kali. Ya , ini baru pertama kali. Banyak sekali hal pertama yang
kudapatkan malam ini. Malam ini adalah malam terindah dalam 12 tahub usiaku. Aku tak akan
melupakan dan menyesalinya. Meski aku arus menanggung akibatnya.”
Pada kutipan di atas terdapat superego pada tokoh Sasana pada kalimat Malam ini adalah
malam terindah dalam 12 tahun usiaku. Aku tak akan melupakan dan menyesalinya. Meski aku
arus menanggung akibatnya. Terdapat nilai-nilai moral yang baik ataupun yang buruk, karena
Sasana menyadari dan tidak menyesal atas kejadian itu bahkan Sasana juga harus menanggung
akibatnya dari kesenangan yang ia lakukan.
“Senang sekali mendengar seseorang bisa berhenti melakukan sesuatu karena bosan. Tapi
sayangnya tidak denganku. Aku bosan, tapi tak Berhenti melakukan. Aku tak suka, tapi aku
harus selalu bisa.”
Pada kutipan di atas, terdapat superego dari Sasana karena dia sangat senang ketika yang
melatih dirinya bermain piano mengatakan bosan, dilain sisi Sasana juga bosan dengan piano,
tetapi tetap saja melakukan.

11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Psikoanalisis sendiri pada awalnya adalah sebuah metode psikoterapi untuk
menyembuhkan penyakit-penyakit mental dan syaraf, dengan menggunakan teknik tafsir mimpi
dan asosiasi bebas. Teori ini kemudian meluas menjadi sebuah teori tentang kepribadian.
Konsep-konsep yang terdapat dalam teori kepribadian versi psikoanalisis ini termasuk yang
paling banyak dipakai di berbagai bidang, hingga saat ini.
Mengapa psikoanalisis bisa digunakan untuk menganalisis karya seni, khususnya sastra?
Psikonalisis lahir dari penelitian tentang mimpi. Ketika menganalisis mimpi-mimpi pasiennya,
Freud menemukan bahwa mimpi bekerja melalui mekanisme atau cara kerja tertentu, dan
ternyata mekanisme mimpi itu mirip dengan pola yang terdapat dalam karya sastra.

3.2 Saran
Pada saat pembuatan makalah Penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggungjawabkan dari
banyaknya sumber Penulis akan memperbaiki makalah tersebut. Oleh sebab itu penulis harapkan
kritik serta sarannya mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

12
DAFTAR PUSTAKA
Chaplin, J.P., Kamus Lengkap Psikologi (Penerjemah: Kartini Kartono), Jakarta: Rajawali Pers,
2004
Hall, Calvin S., dan Gaarder Lindzey, Teori-teori Psikodinamik (Klinis) (Penerjemah: Yustinus),
Yogyakarta: Kanisius, 2000
Milner, Max, Freud dan Interpretasi Sastra (Penerjemah: Apsanti Ds), Jakarta: Intermasa (Seri
ILDEP), 1992
Wellek, Rene., dan Austin Warren, Teori Kesusastraan (Penerjemah: Melani Budianta), Jakarta:
Gramedia, 1993
http://bermenschool.wordpress.com/2009/03/27/psikoanalisis-dan-sastra/
Halisa, Maulida. Analisis id, ego, dan superego Novel Pasung Jiwa Karya Oky Masadari
menggunakan Pendekatan Psikologi Sastra https://osf.io/wbjgn/download/?format=pdf
Buku konsep , Teori, dan Aplikasi Kajian Sastra , Mas’ud Muhammaiyah, Sri suharti,Andi
hunsiyyah,Tomi Arianto, Agus Rofi’i Karmila As Wellem, Zakridatul Agus maniar rane, dan
Johar Amir

13

Anda mungkin juga menyukai