Anda di halaman 1dari 3

Pada tanggal 11 Maret 2020 Badan kesehatan Dunia (WHO) oleh Dr.

Tedros Adhanom
Ghebreyesus (WHO’s Director -General) telah mengeluarkan virus Corona atau yang biasa
disebut sebagai Covid-19 yang menjadi pandemic bagi dunia.1 Menurut data resmi dari John
Hopkin Univercity pada bulan Maret Minggu ketiga tahun 2020 menunjukan bahwa negara yang
terindikasi penyakit Virus Corona sudah mendekati 189, orang yang terpapar per 25 Maret 2020,
416.916 kasus, dengan jumlah kematian sebanyak 18. 565 jiwa. Sementara itu di Indonesia pada
tanggal 25 Maret 2020, sumber pemerintah menunjukan angka 790 kasus dan 58 orang yang
meninggal. Akibat dari kegaduhan di seluruh dunia yang ditimbulkan oleh penyakit ini, maka
diputuskanlah suatu cara untuk menghentikan mata rantai penularan Virus Covid-19 ini, yaitu
dengan cara lockdown atau yang lebih dikenal dengan penutupan akses keluar masuk di suatu
daerah. Sedangkan di Indonesia pemerintah juga mencoba menerapkan social distancing hingga
Pembatasan Social Bersekala Besar (PSBB) yang mengakibatkan banyak sektor public yang
dibatasi bahkan dtitutup. Sekolah-sekolah dengan terpaksa dinon-aktifkan, tidak ada kegiatan
belajar mengajar di dalam kelas melainkan belajar dari rumah masing-masing. Pembatasan pun
dilakukan pada tempat-tempat keramaian, seperti pusat pembelanjaan dan tempat wisata. Orang-
orang diarahkan untuk melakukan Work Form Home (bekerja dari rumah), semuanya itu
dilakukan agar penyebaran wabah yang mematikan tersebut dapat dihentikan.2

Dalam masa pandemic virus COVID-19 setiap orang dibatasi dengan Social Distansing
di mana kecenderungan lebih aktif bekerja bahkan berselancar di dunia digital (online).
Berdasarkan laporan terbaru We Are Social, pada tahun 2020 disebutkan bahwa 175,4 juta
pengguna internet di Indonesia. Dibandingkan tahun sebelumnya , ada kenaikan 17% atau 25
juta pengguna internet di negeri ini. Berdasakan total populasi Indonesia yang berjumlah 272,1
juta jiwa, maka itu artinya 64% setengah penduduk RI telah merasakan akses ke dunia maya.
53% Penduduk Indonesia Sudah Berlanja Online dan Persentase pengguna internet dalam hal
berbelanja online adalah berusia 16 hingga 64 tahun yang memiliki masing-masing jenis
perangkat, di antarnya mobile phone (96%), smartphone (94%), non-smartphone mobile phone
(21%), laptop atau computer desktop (66%), tablet (23%), console game (16%), hingga virtual
reality device (5,1%). Begitu juga data yang tak kalah menariknya, ada 160 juta pengguna aktif
media sosial (medsos). Bila dibandingkan dengan 2019, maka pada tahun ini We Are Social

2
menemukan ada peningkatan 10 juta orang Indonesia yang aktif di medsos terutama di masa
pandemic ini. Indonesia berubah dalam menyampaikan informasi. Media online (internet) di era
sekarang ini menggeserkan media massa konvensional. Namun budaya digital masyarakat
Indonesia sangat cepat menerima perkembangan teknologi tersebut. Di lihat secara global
Indonesia masuk dalam budaya digital yang di butuhkan dalam mencapai pertumbuhan yang
positif sesuai kehidupan untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi dalam kehidupan. Apalagi di
masa COVID-19 ini, penggunaan digital memang sangat memudahkan kehidupan, namun gaya
hidup digital pun akan makin bergantung pada penggunaan ponsel dan komputer. Ini yang
dialami gereja saat ini, terasa agak kurang nyaman. Karena gereja bisa menyesuaikan diri dengan
keadaan, dan tetap wajib untuk melalukan ibadah. Untuk itu menggunakan fasilitas digital adalah
jalannya, mengutip dokumen “Gereja dan Internet” yang dirilis Dewan Kepausan untuk
Komunikasi Sosial pada 22 Februari 2002, dijelaskan pokok berikut:

“Gereja memandang sarana-sarana ini sebagai ‘anugrah-anugrah Allah’, sesuai rencana


penyelenggaraan Ilahi, dimaksudkan untuk menyatukan manusia dalam ikatan persaudaraan,
agar menjadi teman sekerja dalam rencana-rencana penyelamatan-Nya3. Hal tersebut tetap
menjadi pandangan kami, dan itulah pandangan yang kami pegang tentang digital.”4 Sehubungan
dengan hal ini pada tanggal 16 Maret 2020 Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)
menghimbau kepada anggota-anggotanya untuk melakukan ibadah di rumah. Ketua PGI, Gomar
Gultom, menghimbau agar ibadah di tengah keluarga tidak mengurangi nilai hakiki dari sebuah
persekutuan ibadah”.5 Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI) juga mengeluarkan surat maklumat
yang menegaskan untuk menunda semua kegiatan yang bersifat komunal termasuk ibadah, dan
ibadah dapat dilakukan di rumah masing-masing (GPdI, 2020). Gereja Sidang Jemaat Allah
(GSJA) juga mengeluarkan surat himbauan dalam Himbauan BPP GSJA No.
1830/BPP/S/3/2020 tentang himbauan untuk beribadah secara live streaming nonline atau ibadah
yang dilakukan di rumah. (BPP GSJA, 2020)”.

Ketua PGI mengatakan Gomar Gulton, “Ibadah keluarga tidak mengurangi nilai hakiki
dari sebuah persekutuan Ibadah”. Bukan hanya PGI akan tetapi berbagai denominasi gereja di

5
Indonesia juga menyetujui adanya aktifitas beribadah di rumah secara online (daring) demi
mengurangi penularan Covid-19 di tengah masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai