46-Article Text-145-1-10-20191027
46-Article Text-145-1-10-20191027
Devi Yusvitasari
Mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Hukum
Jurusan Hukum dan Kewargenegaraan
Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial
Universitas Pendidikan Ganesha
Abstrak
Konflik bersenjata yang terjadi di Aceh mulai mereda sejak adanya MoU antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus
2005 di Helsinki, Finlandia. MoU Helsinki mampu menghentikan konflik bersenjata di
Aceh karena pelarangan dalam penggunaan senjata secara eksplisit diatur pada beberapa
pasal MoU Helsinki. MoU Helsinki merupakan Nota Kesepahaman antara Pemerintah
Republik Indonesia (RI) dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tentang penyelesaian
konflik Aceh secara damai berdasarkan hasil perundingan di Helsinki, Finlandia.
Rumusan masalah yang diangkat terkait status hukum nota MoU Helsinki ditinjau
berdasarkan hukum hukum perjanjian internasional serta apakah MoU tersebut tunduk
terhadap hukum internasional atau tidak Penelitian ini menggunakan metode yuridis
normatif dengan menekankan pada penggunaan sumber data sekunder sebagai acuan
utama. Metode pendekatan menggunakan pendekatan perundang-undangan, conceptual
approach, case approach, statute approach dan historis. Hasil penelitian didapatkan
bahwa latar belakang adanya MoU Helsinki karena adanya ketidakadilan terhadap
masyarakat Aceh. MoU Helsinki bukan merupakan perjanjian internasional karena GAM
termasuk kepada kaum belligerent /bukan sebagai subyek hukum internasional sehingga
tidak dapat dikatakan sebagai pernjanjian yang tunduk pada hukum internasional karena
tidak dapat dibuktikan sejak perundingan, pembuatan naskah perjanjian, pemberlakuan,
pelaksanaan, hingga penyelesaian sengketa. Saran dari penulisan ini adalah
mengutamakan upaya damai sebagai cara penyelesaian konflik, pengawalan pelaksanaan
isi MoU Helsinki dan penegakkan kasus pelanggaran HAM.
Abstract
The armed conflict that occurred in Aceh began to subside since the MoU between the
Government of the Republic of Indonesia and the Free Aceh Movement (GAM) on August
15, 2005 in Helsinki, Finland. The Helsinki MoU was able to stop armed conflict in Aceh
because the ban on the use of weapons was explicitly regulated in several articles of the
Helsinki MoU. The Helsinki MoU is a Memorandum of Understanding between the
Government of the Republic of Indonesia (RI) and the Free Aceh Movement (GAM)
regarding the peaceful resolution of the Aceh conflict based on the results of negotiations
in Helsinki, Finland. The formulation of the issues raised regarding the legal status of the
Helsinki MoU memorandum is reviewed based on the law of international treaty law and
whether or not the MoU is subject to international law. The method of approach uses a
tentara Italia, kedaulatan Tahta suci mata terhadap kejadian tersebut, maka
sebagai negara berakhir. Namun terpaksa negara-negara lain dengan
kemudian Tahta Suci dengan Italia sesuatu cara menunjukkan perhatian
menandatangani the Leteran Treaty pada mereka dengan pengakuan (renognition
tahun 1929 yang di dalamnya of insurgency). Bila kaum pemberontak
memberikan pengakuan atas kota telah bertambah kuat kedudukannya
Vatikan dan kedaulatannya yang sesuai sehingga mampu menguasai secara de
dengan sifatnya dan mendukungnya facto suatu wilayah yang cukup luas dan
menjalankan misinya di dunia. telah mempunyai pemerintahan sendiri,
Kewenangan tahta suci sebagai subyek maka akan pengakuan terhadap
hukum internasional hanya terbatas belligerent. Pada umumnya ada empat
dalam masalah kemanusiaan dan unsur yang harus dipenuhi oleh kaum
perdamaian umat, sehingga tampak pemberontak untuk mendapatkan
sebagai kekuatan moral belaka. Namun pengakuan sebagai billegerent, yaitu:
pengaruh dan wibawa Paus sebagai a. Terorganisir secara rapi dan teratur
kepala tahta suci atau pemimpin gereja diwilayah kepemimpinan yang jelas.
katolik diakui oleh seleuruh penjuru b. Harus menggunakan tanda pengenal
dunia (Jawahir Thontowi dan Pranoto yang jelas yang menunjukkan
Iskandar). identitasnya
5. Organiasasi Pembebasan dan c. Harus sudah menguasai secara efektif
Pemberontak (Belligerent) sebagian wilayah sehingga wilayah
Bangsa yang sedang memperjuangkan tersebut benar- benar telah dibawah
haknya adalah suatu bangsa yang kekuasaanya
berjuang memperoleh kemerdekaan d. Harus mendapat dukungan dari rakyat
melawan negara asing yang diwilayah yang didudukinya.
menjajahnya. Meskipun banyak yang 6. International Committee on the Red
menamakan sebagai organisasi Cross (ICRC)
pembebasan, tetapi tidak semuanya ICRC atau Palang Merah Internasional
mendapatkan pengakuan sebagai subyek merupakan organisasi non pemerintah
hukum internasional. Hal ini yang bergerak di bidang kemanusiaan,
dikarenakan tidak ada ktiteria objektif beranggotakan palang merah nasional
untuk menentukan apakah suatu beberapa negara dan berkedudukan di
kelompok sudah berhak menyandang Swiss. ICRC diakui sebagai subjek
status sebagai organisasi pembebasan hukum internasional secara khusus
atau bangsa yang memperjuangkan karena secara historis, ICRC telah
haknya atau belum. Kejadian memberikan peran besar dalam
pemberontakan dari kaum separatis memberikan pertolongan korban perang
merupakan urusan intern negara yang khususnya Perang Dunia I dan Perang
bersangkutan. Hukum internasioanl Dunia II serta ICRC telah memberikan
sendiri melarang negara lain untuk tidak kontribusi besar dalam pembentukan
melakukan intervensi tanpa adanya konvensi-konvensi Jenewa 1949.
persetujuan negera tersebut. Namun 7. Organisasi Pembebasan (National
demikian apabila pemberontakan dalam Liberation Organization)
suatu negara telah mengambil porsi Organisasi Pembebasan atau bangsa
sedemikian rupa, sehingga negera- yang memperjuangkan haknya adalah
negara lain tidak mungkin lagi menutup suatu bangsa yang berjuang memperoleh
kemerdekaan dari para penjajah. Tidak nomor 24 tahun 2000 juga menjelaskan
ada syarat objektif suatu bangsa secara tegas tahapan- tahapan pembuatan
dikatakan sebagai organisasi perjanjian internasional, yaitu sebagai
pembebasan karena pertimbangan berikut:
politik masyarakat internasional a. Tahap penjajakan
terhadap kelompok tersebut termasuk b. Tahap perundingan
dalam kategori organisasi pembebasan c. Tahap perumusan naskah
lebih diutamakan dibandingkan hukum d. Tahap penerimaan, dan
internasional sebagai parameter e. Tahap penandatangan.
kelompok tersebut. Secara historis, Setelah semua tahapan tersebt terlaksana
contoh organisasi pembebasan adalah dengan baik oleh para pihak pembuat
South West Africa People (SWAPO) perjanjian internasional, selanjutnya
yang berjuang mendirikan Namibia naskah perjanjian internasional tersebut
melalui resolusi Majelis Umum PBB. ditanda tangani oleh para pihak pembuat
perjanjian. Di Indonesia, yang
Pembuatan Perjanjian Internasional melakukan penandatanganan dalam
Berkaitan dengan masalah pembuatan suatu naskah perjanjian internasional
perjanjian internasional telah diatur harus mendapatkan surat kuasa dan surat
secara yuridis dalam aturan perjanjian kekercayaan, kecuali jika naskah
internasional yaitu dalam konevnsi Wina perjanjian internasional tersebut ditanda
1969 dan dalam Undang-Undang Nomor tangani oleh presiden atau menteri. Hal
24 Tahun 2000. Di dalam konvensi Wina ini sebagaimana diatur dalam pasal 7
1969 sebagaimana yang telah disebutkan ayat (1) – (5) UU nomor 24 tahun 2000.
dalam Bab II Pasal 6 konvensi Wina
1969 menyebutkan bahwa: “setiap Analisis MoU Helsinki Ditinjau dari
negara memiliki kapasitas untuk Perspektif Hukum Internasional
membuat perjanjian”. Dalam pasal 6 Latar Belakang Munculnya MoU
Konvensi Wina 1969 tersebut dengan Helsinki
tegas menyebutkan bahwa yang dapat Adanya ketidakpuasan masyarakat
melakukan perjanjian (baik perjanjian Aceh terhadap Pemerintah Indonesia
internasional ataupun perjanjian lainnya) memunculkan gerakan separatis yang
adalah negara, yaitu negara yang telah diinisiasi oleh Gerakan Aceh Merdeka
merdeka dan telah diakui oleh dunia (GAM). GAM pada awal berdirinya
internasional. Dapat disimpulkan merupakan perkumpulan kaum
bahwasanya negara dapat melakukan intelektual yang memperjuangkan Aceh
perjanjian internasional dengan siapa untuk menjadi negara berdaulat terpisah
pun asalkan dengan salah satu subyek dari NKRI sebagaimana Aceh di masa
hukum internasional, serta para pihak lalu yakni pada zaman Kesultanan
yang terkait dalam perjanjian Iskandar Muda. GAM lahir pada tanggal
internasional tersebut harus 4 Desember 1976 di sebuah camp Bukit
melaksanakan hak dan kewajibannya Cokan, Pedalaman Kecamatan Tiro,
sebagaimana yang telah disepakati Pidie (Moch. Nurhasim;2008). GAM
dalam perjanjian internasional tersebut terbentuk dan menuntut atas hak
dengan iktikad baik tanpa adanya niat menentukan nasib sendiri (self-
buruk atau merugikan salah satu pihak. determination right) karena adanya
Selanjutnya dalam Pasal 6 ayat (1) UU kekecewaan-kekecewaan politik,
Pertama, janji Bung Karno bahwa Aceh menentang campur tangan pihak asing
dibolehkan menjalankan syariat islam dan penyelesaian Aceh diselesaikan
setelah Indonesia merdeka tidak dalam tataran otonomi khusus dan
dikabulkan. Kedua, pencabutan pengakhiran konflik secara permanen,
keistimewaan Aceh berdasarkan UU bukan gencatan senjata. Pihak GAM
Nomor 5 Tahun 1974 yang mencabut tidak mengubah tuntutannya yakni tetap
keistimewaan Aceh pada UU Nomor 18 menolak otonomi khusus karena
tahun 1965 tentang Pemerintahan terminologi otonomi khusus sudah
Daerah yang menjelaskan bahwa Aceh pernah diberlakukan dan tidak dapat
memperoleh keistimewaan di bidang menyelesaikan masalah Aceh. Kedua
agama, adat-istiadat, dan pendidikan. belah pihak masih bersikeras kepada
Dapat disimpulkan bahwa adanya tuntutan masing-masing hingga Martti
ketidakadilan dan kekecewaan yang melakukan lobi khusus dengan delegasi
dirasakan masyarakat Aceh terhadap GAM. Adanya opsi konsep baru oleh
kebijakan Pemerintah Pusat GAM akibat ancaman apabila pihak
menimbulkan gerakan separtisme GAM tidak mengubah posisi maka pihak
dinamakan GAM yang menuntut hak Uni Eropa tidak bersedia membantu
untuk menentukan nasib sendiri agar melindungi GAM karena posisi Martti
Aceh dapat berdiri sendiri menjadi yang penting dengan Uni Eropa.
sebuah negara berdaulat dan lebih c. Perundingan Helsinki Putaran
mensejahterakan rakyat Aceh. Ketiga
Putaran ketiga ini dilaksanakan pada
Putaran Perundingan MoU Helsinki 12-16 April 2005 di Kompleks
a. Perundingan Helsinki Putaran Koningstedt, Manor, Vantaa, Helsinki.
Pertama Konsep self-government dari pihak
Perundingan antara Pemerintah GAM belum menjadi agenda
Indonesia dengan GAM putaran pertama pembicaraan dan delegasi RI belum
berlangsung pada 27-29 Januari 2005 di menanggapi masalah tersebut.
Kompleks Koningstedt, Manor, Vantaa, Pembahasan paling alot pada
Helsinki merupakan tahap penjajakan perundingan ini adalah persoalan partai
untuk membangun kepercayaan dan lokal sebagai bentuk dari implementasi
mengidentifikasi kemauan masing- selfgovernment. Hal tersebut terjadi
masing pihak yang berunding. Agenda karena partai lokal bertentangan dengan
utama yang dilakukan pada perundingan UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Partai
ini adalah mendiskusikan masalah Politik dari sisi Pemerintah Indonesia,
keamanan dan kemanusiaan di Aceh namun di sisi GAM partai lokal sangat
pasca-tsunami. berarti demi mewujudkan self-
b. Perundingan Helsinki Putaran government.
Kedua d. Perundingan Helsinki Putaran
Perundingan putaran keduan Keempat
dilaksanakan pada tanggal 21-23 Dilaksanakan pada tanggal 23-31
Februari 2005 di Kompleks Koningstedt, Mei 2005 di di Kompleks Koningstedt,
Manor, Vantaa, Helsinki berisi tentang Manor, Vantaa, Helsinki. Pembahasan
penegasan Pemerintah Indonesia bahwa pada perundingan ini adalah masih
persoalan Aceh adalah persoalan dalam melanjutkan pembahasan ada putaran
negeri sehingga Pemerintah Indonesia ketiga, yaitu partai lokal. Kedua belah
seperti Tiro, Zaini Abdullah, Malik ada diwilayah Aceh, maka secara
Mahmud, dan Husaini Hasan (Kirsten otomatis dapat dikatakann tidak semua
E.Schulze, 2004). GAM dibagi menjadi masyarakat Aceh mendukung apa yang
dua struktur organisasi yaitu civilian dilakukan pihak GAM. Oleh karena itu
government dan military structure. GAM juga tidak memenuhi unsure
a. Harus menggunakan tanda pengenal keempat ini sebagai belligerent. Dari
yang jelas keempat unsur belligenrent tersebut di
Unsur yang kedua ini juga dapat atas, maka dapat disimpulkan bahwa
dipenuhi oleh GAM, hal ini dapat dilihat GAM tidak termasuk ke dalam
dari lambang atau logo GAM yang telah kelompok belligerent. Oleh karena itu
di buat dalam bentuk bendera resmi nota MoU antara GAM dengan
GAM. Pada tanggal 25 Maret 2013 pemerintah RI tidak dapat dikategorikan
DPRA resmi mengesahkan qanun nomor sebagai perjanjian internasional. Karena
2 tahun 2013 tentang bendera dan dengan jelas salah satu pelaku (GAM)
lambang Aceh dan telag diundangkan atau subyek dalam nota MoU perjanjian
dalam lembaran Aceh tahun 2013 nomor perdamaian tersebut bukan merupakan
3 dan tambahan lembaran Aceh nomor subyek hukum internasional yang diakui
49. oleh dunia internasional.
b. Harus sudah menguasai secara efektif 2. Perjanjian perdamaian antara
sebagian wilayah sehingga wilayah GAM dengan pemerintah RI tidak dapat
tersebut benar-benar telah berada di dikatakan sebagai perjanjian
bawah kekuasaannya. internasional karena adanya pihak ketiga
Unsur ketiga ini tidak dapat terpenuhi atau pihak asing dalam pelaksanaan Nota
oleh GAM. Mengingat hanya beberapa MoU antara GAM dengan pemerintah
wilayah saja yang dapat dikuasai oleh RI, hanya merupakan sebagai pihak
GAM, seperti wilayah Aceh Utara, Aceh fasilitator terhadap pelaksanaan MoU
Timur dan Sebagian kecil di Wilyah tersebut. Dikatakan sebagai pihak
Aceh Besar serta Aceh Selatan. Sebelum fasilitator karena pihak asing yaitu
nota MoU perdamaian antaran GAM mantan presiden Finlandia Martti
dengan pemerintah RI ditanda tanagani Ahtissaari yang juga mejabat sebagai
di Helsinky pada 15 agustus 2005, dua presiden Crisis Management Initiative
tahun sebelum MoU terjadi tepatnya (CMI) mengajak kedua belah pihak yang
pada 2003 hanya 30 persen desa konflik berseteru antara GAM dengan
di wilayah Aceh yang dapat dikuasai pemerintah RI untuk melakukan
oleh GAM. Oleh karena itu dapat perundingan perdamaian secara
dikatakan bahwasanya tidak semua kekeluargaan dengan harapan untuk
wilayah Aceh di kuasai oleh pihak mencapai kata kesepakatan dan
GAM, jadi GAM tidak memenuhi unsur mengakhiri peperangan local yang
ini sebagai belligerent. terjadi antara kedua belah pihak GAM
c. Harus mendapat dukungan dari dengan pemerintah RI. Dengan segala
rakyat diwilayah yang didudukinya perundingan dan persyaratan yang
Unsur yang keempat ini hampir diajukan oleh para pihak antara GAM
saling berkaitan dengan unsur dengan pemeritah RI, maka pada tanggal
belligerent sebelumnya. Jika dalam 15 Agustus 2005 yang bertempat di
unsur sebelumnya pihak GAM hanya Helsinky, Finlandia tercapainya
menguasai 30 persen desa konflik yang perdamaian antara GAM dengan
the Free Aceh Movement). Di sisi lain, Disebut (Moch. Nurhasim) sebagai
dalam Pasal 1 (4) (2) dan Pasal 2 (1) pertemuan informal karena dua alasan
MoU Helsinki mencantumkan sumber yaitu pertama, Pemerintah Indonesia
hukum internasional yaitu prinsip- belum mengakui secara resmi
prinsip universal hak asasi manusia keberadaan GAM sebagai sebuah negara
sebagaimana tercantum dalam Kovenan (state), sifat informal tersebut
Internasional Perserikatan Bangsa- merupakan strategi Pemerintah
bangsa mengenai Hak-hak Sipil dan Indonesia untuk menghindari adanya
Politik dan mengenai Hak-hak Ekonomi, negara dalam negara dan menghindari
Sosial dan Budaya. Namun, hal tersebut dampak internasionalisasi terhadap
bukan berarti bahwa MoU Helsinki kasus separatisme Aceh. Kedua,
tunduk pada hukum internasional. berkaitan dengan strategi yang
Sifat dari pihak yang terikat (nature diterapkan oleh CMI bahwa perundingan
of the contracting parties) dibutuhkan tidak mengikat kedua belah pihak hingga
dalam membuat perjanjian antar negara para pihak menyepakati agenda bersama
agar tunduk pada hukum internasional sehingga tidak adanya kecemasan
(Draft Articles on the Law of Treaties tentang hal yang dibicarakan pada saat
with commentaries 1966). MoU Helsinki perundingan akan mengikat para pihak.
harus membuktikan terpenuhi elemen b. Pembuatan naskah perjanjian
“nature of contracting parties” tersebut. Dilakukan dengan berbagai langkah
GAM sebagai salah satu pihak dari MoU formal sesuai Konvensi Wina 1969
Helsinki memiliki sifat bukan seperti pertama, penunujukkan wakil
merupakan subjek hukum internasional dari pihak Pemerintah Indonesia diketuai
sehingga tidak dapat dikatakan sebagai oleh Hamid Awaluddin dan pihak GAM
pernjanjian yang tunduk pada hukum diketuai oleh Malik Mahmud. Kedua,
internasional. Selain itu menurut penyerahan surat kuasa oleh
Parthiana, “governed by international masingmasing pihak. Pemerintah
law” harus dibuktikan sejak Indonesia memberikan kuasa penuhnya
perundingan, pembuatan naskah terhadap wakil-wakilnya melalui rapat
perjanjian, pemberlakuan, pelaksanaan, terbatas Presiden RI dengan kabinetnya.
hingga penyelesaian sengketa, perjanjian Sedangkan GAM memberikan
internasional ini harus tunduk kepada kekuasaan penuhnya kepada beberapa
hukum internasional, dengan penjelasan orang yang diambil dari luar Aceh dan
sebagai berikut (I Wayan Parthiana) : luar negeri tidak ditentukan secara
a. Perundingan khusus oleh GAM, karena sedikitnya
Saat perundingan MoU Helsinki, personil GAM yang berkemampuan
para pihak melakukan pendekatan cukup dalam berunding akibat kematian
informal terlebih dahulu yaitu melalui seperti Prof. Sofyan Sarifudin Tiba
upaya yang dilakukan Juha Christensen akibat tsunami, Omni Ahmad Basuki
sebagai mediator dengan GAM yang (komandan operasi GAM) yang
diwakili oleh Malik Mahmud dan dipenjara. Penyerahan kekuasaan oleh
Bachtiar Abdullah pada 30 Januari di diberikan kepada Malik Mahmud, Zaini
rumah Juha hingga menuju pendekatan Abdullah (Menteri Luar Negeri GAM),
formal yang difasilitasi oleh suatu Nur Dzuli (warga Malaysia yang
organisasi internasional sebagai pihak merupakan anggota GAM), Bachtiar
ketiga, CMI di Helsinki, Finlandia.
dalam kaum belligerent, ini disebabkan Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar,
karena GAM tidak memenuhi unsur- Hukum Internasional
unsur untuk dapat dikatakan sebagai Kontemporer, Bandung: PT.
belligerent. Bahwasanya status hukum Refika Aditama, 2006.
MoU perdamaian antara pihak Gerakan Moch. Nurhasim, Konflik dan Integrasi
Aceh Merdeka (GAM) dengan pihak Politik Gerakan Aceh Merdeka;
pemerintah Republik Indonesia (RI) Kajian tentang Konsensus
tidak termasuk kepada perjanjian Normatif antara RI-GAM dalam
internasional. Hal ini dikarenakan salah Perundingan Helsinki,
satu pihak yang melakukan dan Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
menandatangani nota MoU tersebut 2008
yaitu GAM tidak termasuk dalam Sefriani, Hukum Internasional Suatu
kategori subyek hukum inernasional. Pengantar, Jakarta: Rajawali
GAM hanya merupakan kaum Press, 2010.
pemberontak local (nasional) yang ada di Sugeng Instanto, Hukum Internasional,
Aceh (Indonesia) yang tidak dianggap Yogyakarta: Universitas Atma
oleh kaum belligerent oleh dunia Jaya, 2010.
internasional. Meskipun adanya pihak T. May Rudy, Hukum Internasional 2,
asing dalam nota MoU GAM dengan Jakarta: PT. Refika Aditama, 2002.
pemerintahan RI, tetap saja MoU
tersebut tidak dapat dikategorikan Jurnal
sebagai perjanjian internasional, karena Kirsten E.Schulze, 2004, The Free Aceh
pihak asing dalam nota MoU tersebut Movement (GAM): Anatomy of
hanya sebagai fasilitator dalam a Separatist Organization,
pelaksanaan serta penandatanganan nota Policy Studies 2, East-West
kesepahaman. Center, Washington DC, ISBN
1932728023
Saran Mohammad Hasan Anshori, 2012, From
Mengenai status hukum MoU antara insurgency to bureaucracy:
GAM dengan pemerintah RI itu sendiri Free Aceh Movement, Aceh
bermacam-macam, setiap orang berhak Party and the New Face of
menyimpulkan dan berpendapat sesuai Conflict, Stability: International
dengan opini masing- masing. Dalam hal Journal of Security&
ini penulis menyarankan agar dalam Development, ISSN: 2165-2627
berpendapat harus sesuai dengan Syamsul Hadi, 2007, Disintegrasi Pasca
referensi- referensi yang jelas. Penulis Orde Baru: Negara, Konflik
juga member kritikan kepada penulis Lokal, dan Dinamika
terhadap tulisan ini. Dan saran penulis Internasional, e-book, Yayasan
kepada para pemerintah RI agar dapat Obor Indonesia, ISBN
menentukan apakah MoU tersebut dapat 9794616249.
digolongkan kepada perjanjian
internasional atau tidak. Undang- Undang
Draft Articles on the Law of Treaties
Daftar Pustaka with commentaries 1966
Buku Konvensi Wina 1969
Protokol II Tambahan 1977
Internet
Official Waru. 2012. Sejarah Lahirnya
GAM. Diakses dari
officialwaru.wordpress.com,
pada tanggal 15 Juni 2019,
pukul 14.53 WITA.
Terjemahan Nota Kesepahaman Antara
Pemerintah Republik Indonesia
dengan Gerakan Aceh
Merdeka.