Anda di halaman 1dari 9

Nama : Dhani Putra Vadyza

NPM :1810012111338
UTS PRAKTEK KEMAHIRAN HUKUM INTERNASIONAL

1. Dalam melakukan suatu nota kesepakatan( memorandum of understanding/ MOU )


para pihak perlu/ penting untuk mengetahui tujuan dari MOU tersebut. ( BOBOT 25)
a. Kemukakan pandangan sdr apa perlunya diketahui tentang tujuan dari MOU
tersebut dalam hukum internasional.
Melakukan kontrak kerja sama, pembuatan MoU sangat penting sebagai langkah
awal penentuan penawaran, pertimbangan, penerimaan serta niat yang terikat
hukum. Memorandum of Understanding dibuat sebagai upaya mematenkan segala
niat kerja sama antara dua belah pihak kepada hal yang dianggap lebih mengikat
yaitu hukum. Memorandum of Understanding juga sebagai bukti bahwa apa yang
direncanakan merupakan hal yang serius dan akan pasti dilaksanakan sesegera
mungkin. Agar setiap pihak yang setuju bisa terhindar dari adanya rasa
ketidakseriusan, seperti pembatalan kesepakatan secara sepihak tanpa adanya
alasan yang jelas. Agar setiap pihak terhindar dari adanya bentuk kerugian, baik itu
dalam hal finansial maupun non finansial yang telah disepakati pada setiap pihak.

b. Buatlah contoh memorandum of understanding antara Negara Indonesia dan Timor


Leste. tentang batas Laut Wilayah.
PERSETUJUAN
ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DAN
PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR-LESTE
TENTANG BATAS LAUT WILAYAH
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Demokratik TimorLeste
yang selanjutnya disebut sebagai "Pihak" atau "Pihak-Pihak ";
Bertujuan pada pengembangan hubungan persahabatan antara kedua Negara; .
Mengingat kepentingan bersama mereka dalam mempromosikan kerjasama di
bidang pertahanan;
Mengakui bahwa kerjasama yang lebih erat di bidang ini akan bermanfaat bagi
kedua belah Pihak;
Berkeinginan untuk meningkatkan dan memperluas hubungan bilateral yang ada
melalui kerjasama pertahanan antara kedua negara berdasarkan prinsip-prinsip
kesetaraan. saling menguntungkan dan penghormatan penuh terhadap kedaulatan
dan integritas teritorial
c. Buat pula tentang Komunike Bersama tentang Pembukaan Hubungan Diplomatik
antara Indonesia dan Brunei Darusalam.
Sejak hubungan diplomatik antara Indonesia dan Brunei Darussalam terjalin
pada 1 Januari 1984, Presiden Indonesia saat itu yaitu Soeharto melantik Zuwir
Djamal menjadi Duta Besar Republik Indonesia atau sebagai perwakilan Indonesia di
negara Brunei Darussalam. Setelah dilantik, Zuwir Djamal memberikan surat
kepercayaannya pada Sultan Haji Sir Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Waddaulah,
Sultan dan yang Di-pertuan Negara Brunei Darussalam Darussalam
Hubungan bilateral kedua negara telah terjalin dalam beberapa sektor,
diantaranya adalah dalam bidang politik yaitu keduanya tergabung dalam ASEAN
(The Association of Southeast Asian Nations) dan berupaya untuk menyongsong
komunitas ASEAN (The Association of Southeast Asian Nations) pasca 2015 lalu.
Dalam bidang ekonomi, kedua negara telah membuat MoU (Memorandum of
Understanding) terkait kerjasama dalam bidang kesehatan dan kerjasama antara
KADIN (Kamar Dagang Industri) kedua negara. Pada hubungan konsuler dan
ketenagakerjaan Indonesia dan Brunei Darussalam berjalan harmonis serta
pemenuhan informasi berjalan lancar. Hal itu terlihat dari perjanjian Consular
Notification and Consular Assistance pada tahun 2011 silam
Hubungan Brunei-Indonesia mengacu pada hubungan bilateral antara
Kesultanan Brunei Darussalam dan Republik Indonesia. Brunei memiliki kedutaan
besar di Jakarta, sementara Indonesia memiliki kedutaan besar di Bandar Seri
Begawan.

2. Mengenai sumber (formal) Hukum Internasional , para sarjana umumnya merujuk


kepada ketentuan Pasal 38 (1) Statuta ICJ, namun dalam hubungan antar negara sering
negara melakukan nota kesepakatan/MOU ( BOBOT 25).
a. Kemukakan bagaimana kekuatan mengikat MOU dalam hukum internasional.? Dan
bedanya dengan perjanjian internasional (Treaty)
MoU memiliki kekuatan mengikat secara hukum sebab MoU pada dasarnya
merupakan suatu bentuk perjanjian sebagaimana perjanjian pada umumnya
sehingga dapat dipaksakan (enforceable) pelaksanaannya oleh hukum apabila salah
satu pihak melakukan wanprestasi. Mengenai kekuatan atau sifat mengikat
perjanjian internasional secara tegas telah dinyatakan dalam Pasal. 26 Konvensi
Wina tentang Hukum Perjanjian yang menyatakan bahwa Tiap-tiap perjanjian yang
berlaku mengikat negara-negara pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
b. Jelaskan secara ringkas perbedaan antara perjanjian internasional yang bersifat
Treaty Contract dengan Law Making Treaty dan tuliskan contoh masing-masing.
“Treaty contract” merupakan perjanjian-perjanjian khusus yang bersifat bilateral
sedangkan “law making treaties” merupakan perjanjian-perjanjian umum yang
bersifat multilateral
Contoh :

 Treaty Contract : Perjanjian mengenai dwikewarganegaraan, perjanjian


perbatasan, perjanjian perdagangan , perjanjian pemberantasan
penyelundupan.
 Law Making Treaty : Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai
Perlindungan Korban Perang, Konvensi Vienna tahun 1961 mengenai
hubungan diplomatik

c. Kemukakanlah cara terbaik menyelesaikan sengketa Laut Tiongkok Selatan antara


Filipina dan Tiongkok.Jelaskan pula bagaimana pendapat sdr tentang klaim Tiongkok
menurut hukum internasional.
Mekanisme penyelesaian sengketa menurut UNCLOS 1982 terbagi menjadi
3 bagian. Pada Bagian 1 mengatur bahwa penyelesaian sengketa diselesaikan
melalui kesepakatan damai kedua belah pihak. Bagian 2 mengatur prosedur
penyelesaian sengketa yang memaksa demi menghasilkan keputusan yang
mengikat, yang berlaku apabila prosedur dalam Bagian 1 tidak memberikan
jalan keluar bagi sengketa tersebut. Bagian 3 mengatur beberapa pembatasan
dan pengecualian dalam yurisdiksi untuk prosedur yang diatur pada Bagian 2.
Yurisdiksi ini ditentukan sendiri oleh Tribunal atas permintaan dari para
Pihak.11Negara pihak dalam UNCLOS 1982, pada saat meratifikasi,
menandatangai, dan mengesahkan Konvensi ini dapat memberikan
pernyataan secara tertulis mengenai prosedur penyelesaian yang dipilih
sesuai dengan Pasal 287 (1). Baik Filipina maupun China masing-masing tidak
membuat pernyataan secara tertulis mengenai pasal tersebut, sehingga
menurut ayat (3) pada pasal yang sama kedua negara tersebut harus tunduk pada
prosedur arbitrase yang diatur pada Annex VII UNCLOS tentang Arbitrase.
Tiongkok harus bisa menghormati hak berdaulat dan kedaulatan Indonesia.
Terutama tentu tidak mengklaim zona maritim tanpa ada alas hak yang sah sesuai
hukum laut yang berlaku. Jika ingin berdaulat di laut, Indonesia harus bisa tegas
terhadap semua pelanggaran kedaulatan dan hak berdaulat di lautnya, termasuk
terhadap tindakan semena-mena Tiongkok.Pada dasarnya yang dilakukan oleh
Tiongkok tentu tidak terlepas dari klaim sepihaknya terkait dengan “nine dash line”,
yang jelas-jelas masuk ke daerah yurisdiksi Indonesia di Natuna, Kepulauan Riau.
Tindakan Tiongkok tersebut dalam hukum internasional dikenal sebagai unilateral
claim, yang tidak serta-merta bisa mengikat dan memaksa negara lain untuk
mengakuinya karena hukum internasional mengenal apa yang dikatakan sebagai
“persistent objection” (penolakan secara terus-menerus). Indonesia selalu
melakukan “persistent objection” sejak awal dan tidak bergeming dengan sikapnya
sampai saat ini. Jelas tidak ada klaim terhadap laut tanpa adanya daratan.

3. Buatlah contoh perjanjian Internasional tentang Ektradisi antara Indonesia dan


Malaysia. ( Bisa lihat contoh di bahan buku ajar/BOBOT 50)

PEMERINTAH MALAYSIA DAN REPUBLIK INDONESIAb


Berhasrat untuk memperkuat ikatan persahabatan yang telah terjalin lama antara kedua
negara. Mengingat bahwa kerja sama yang efektif antara kedua negara dalam
melaksanakan peradilan memerlukan diadakannya perjanjian tentang ekstradisi.
TELAH MENCAPAI PERSETUJUAN SEBAGAI BERIKUT:
Pasal 1
KEWAJIBAN UNTUK MELAKUKAN EKSTRADISI
Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Republik Indonesia bersepakat untuk saling
menyerahkan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang ditetapkan
dalam Perjanjian ini. Orang-orang yang dituntut oleh pejabat-pejabat yang berwenang
dari pihak peminta karena melakukan kejahatan atau yang dicari oleh pejabat-pejabat
tersebut untuk menjalani hukuman.

Pasal 2
KEJAHATAN YANG DAPAT DIMINTAKAN PENYERAHANNYA
Penyerahan akan dilakukan bertalian dengan kejahatan-kejahatan yang tercantum di
dalam lampiran perjanjian ini.
Kejahatan yang ditentukan dalam ayat (1) pasal ini mencakup perbantuan dan
percobaan melakukan kejahatan tersebut.

Pasal 3
KEJAHATAN POLITIK
Penyerahan tidak akan dilakukan jika kejahatan yang dimintakan penyerahannya
dianggap oleh pihak yang diminta sebagai kejahatan politik.
Menghilangkan atau percobaan menghilangkan nyawa Kepala Negara atau anggota
keluarganya tidak akan dianggap sebagai politik dalam perjanjian ini.

Pasal 4
PENYERAHAN WARGA NEGARA
Setiap Pihak mempunyai hak untuk menolak penyerahan warga negaranya.
Jika pihak yang diminta tidak menyerahkan warga negaranya, Pihak itu di atas
permintaan pihak peminta wajib menyerahkan perkara bersangkutan kepada pejabat
yang berwenang dari pihak yang diminta untuk penuntutan. Untuk maksud ini berkas
perkara-berkas perkara, keterangan-keterangan dan bukti-bukti mengenai kejahatan itu
wajib diserahkan oleh Pihak peminta kepada pihak yang diminta.
Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam ayat (2) pasal ini, Pihak yang diminta tidak
akan diwajibkan untuk menyerahkan perkara itu kepada pejabat yang berwenang untuk
melakukan penuntutan jika pejabat yang berwenang itu tidak mempunyai yurisdiksi.

Pasal 5
TEMPAT KEJAHATAN DILAKUKAN
Pihak yang diminta dapat menolak penyerahan orang yang diminta karena kejahatan
yang menurut hukum pihak yang diminta dilakukan seluruhnya atau sebagian dalam
wilayahnya atau di tempat yang diperlakukan sebagai wilayahnya.

Pasal 6
PROSES PEMERIKSAAN YANG SEDANG BERJALAN TERHADAP KEJAHATAN YANG SAMA
Pihak yang diminta dapat menolak penyerahan orang yang diminta, jika pejabat yang
berwenang dari pihak itu sedang mengadakan pemeriksaan terhadap orang tersebut
bertalian dengan kejahatan atau kejahatan-kejahatan yang dimintakan penyerahannya.

Pasal 7
NON BIS IN IDEM
Penyerahan tidak akan dilakukan, jika putusan pengadilan sudah dijatuhkan oleh
pejabat yang berwenang dari pihak yang diminta terhadap orang yang diminta bertalian
dengan kejahatan atau kejahatan-kejahatan yang dimintakan penyerahannya.

Pasal 8
AZAS KEKHUSUSAN
Seseorang yang diserahkan tidak akan dituntut, dihukum atau ditahan untuk kejahatan
ataupun yang dilakukan sebelum penyerahannya selain daripada kejahatan untuk mana
ia diserahkan, kecuali dalam hal-hal:
Bila pihak yang diminta menyerahkan orang itu menyetujuinya, permohonan
persetujuan disampaikan kepada Pihak yang diminta disertai dengan dokumen-
dokumen yang disebut dalam pasal 15. Persetujuan akan diberikan jika kejahatan itu
termasuk kejahatan yang dapat dimintakan penyerahannya sesuai dengan ketentuan-
ketentuan dalam pasal 2 perjanjian ini; dan
Bila orang itu setelah mempunyai kesempatan untuk meninggalkan wilayah pihak
kepada siapa yang diserahkan, tidak menggunakan kesempatan itu dalam waktu 45 hari
setelah pembebasannya, atau kembali lagi ke wilayah itu sesudah ia meninggalkannya.

Pasal 9
PENAHANAN SEMENTARA
Dalam keadaan mendesak pejabat yang berwenang dari pihak peminta dapat meminta
penahanan-penahanan sementara terhadap seseorang yang dicari pejabat-pejabat yang
berwenang dari pihak yang diminta akan mempertimbangkan permintaan itu sesuai
dengan ketentuan-ketentuan hukumnya.
Dalam permintaan untuk penahanan sementara diterangkan bahwa dokumen-dokumen
yang disebut dalam pasal 15 tersedia dan bahwa ada maksud untuk menyampaikan
permintaan penyerahan. Diterangkan juga untuk kejahatan apa penyerahan itu apa
diminta, bila dan dimana kejahatan itu dilakukan dan sedapat mungkin wajib memuat
uraian tentang orang yang dicari.
Permintaan untuk penahanan sementara disampaikan di Malaysia kepada Ketu Polis
Negara dan di Indonesia kepada National Central Bureau (NCB) Indonesia/Interpol, atau
melalui saluran diplomatik atau langsung dengan pos atau telegram atau melalu
International Criminal Police Organization (INTERPOL).
Pejabat pihak peminta akan diberi tahu dengan segera keputusan atas permintaannya.
Penahanan sementara dapat diakhiri, jika dalam waktu 20 hari setelah penahanan Pihak
yang diminta tidak menerima permintaan penyerahan dan dokumen-dokumen yang
disebut dalam pasal 15.
Pembebasan seseorang tidak menghalangi penahanan kembali dan penyerahan jika
permintaan untuk penyerahan diterima sesudah itu.

Pasal 10
PENYERAHAN ORANG YANG AKAN DISERAHKAN
Pihak yang diminta akan memberitahukan keputusannya tentang permintaan
penyerahan kepada Pihak peminta melalui saluran diplomatik.
Untuk setiap permintaan yang ditolak wajib diberikan alasan-alasannya.
Jika permintaan disetujui, Pihak Peminta wajib diberitahu tentang tempat dan tanggal
penyerahan dan lamanya orang yang besangkutan ditahan untuk maksud penyerahan.
Jika orang yang diminta penyerahanny tidak diambil pada tanggal yang ditentukan,
maka dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam ayat 5 pasal ini, ia dapat
dilepaskan sesudah melampaui 15 hari dan bagaimanapun juga wajib dilepaskan
sesudah melampaui 30 hari dan Pihak yang diminta dapat menolak penyerahannya
untuk kejahatan yang sama.
Jika keadaan diluar kekuasaannya tidak memungkinkan suatu pihak untuk menyerahkan
atau mengambil orang yang bersangkutan, maka pihak itu wajib memberitahukan Pihak
lainnya. Kedua pihak akan menetapkan bersama tanggal lain untuk penyerahan. Dalam
hal demikian akan berlaku ketentuan-ketentuan dari ayat (4) pasal ini.

Pasal 11
PENYERAHAN YANG DITUNDA
Pihak yang diminta, sesudah mengambil keputusan tentang permintaan penyerahan,
dapat menunda penyerahan orang yang diminta, supaya orang itu dapat diperiksanya,
atau jika ia sudah dijatuhi hukuman, supaya orang itu dapat menjalani hukumannya
dalam wilayah Pihak itu untuk kejahatan lain dari pada kejahatan yang dimintakan
penyerahannya.

Pasal 12
PENYERAHAN BARANG
Pihak yang diminta sepanjang hukumnya memperbolehkan dan atas permintaan dari
pihak peminta wajib menyita dan menyerahkan barang;
yang mungkin diperlukan sebagai bahan pembuktian atau
yang diperoleh sebagai hasil dari kejahatan itu dan yang terdapat pada orang yang
dituntut pada waktu penahanan dilakukan atau yang diketemukan sesudah itu.
Barang yang disebut dalam ayat (1) pasal ini wajib diserahkan sekalipun ekstradisi yang
telah disetujui tidak dapat dilakukan karena kematian orang yang diminta
penyerahannya atau karena ia melarikan diri.
Apabila barang tersebut dapat disita atau dirampas dalam wilayah dari Pihak yang
diminta maka dalam hubungan dengan proses pemeriksaan perkara yang sedang
berjalan, Pihak ini dapat menahannya untuk sementara atau menyerahkannya dengan
syarat bahwa barang itu akan dikembalikan.
Setiap hak yang mungkin diperoleh Pihak yang diminta atau negara lain atas barang
tersebut wajib dijamin. Dalam hal demikian, barang tersebut wajib dikembalikan tanpa
biaya kepada Pihak yang diminta secepat mungkin sesudah pemeriksaan Pengadilan
selesai.
Pasal 13
TATA CARA
Tata cara mengenai penyerahan dan penahanan sementara dari orang diminta
penyerahannya, akan tunduk semata-mata pada hukum Pihak yang diminta.

Pasal 14
BIAYA-BIAYA
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam wilayah Pihak yang diminta berkenaan dengan
penyerahan akan ditanggung oleh Pihak itu.

Pasal 15
SURAT PERMINTAAN DAN DOKUMEN-DOKUMEN YANG DIPERLUKAN
Permintaan penyerahan wajib dinyatakan secara tertulis dan dikirim di Malaysia kepada
Menteri yang bertanggungjawab atas pelaksanaan peradilan dan di Indonesia kepada
Menteri Kehakiman melalui saluran diplomatik.
Permintaan penyerahan wajib disertai:
Lembaran asli atau salinan yang disahkan dari penghukum dan pidana yang dapat
segera dilaksanakan atau surat perintah penahanan atau surat perintah lainnya yang
mempunyai akibat yang sama dan dikeluarkan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan
dalam hukum Pihak peminta.
Keterangan dari kejahatan yang dimintakan penyerahannya, waktu dan tempat
kejahatan dilakukan, uraian yuridis dan penunjukkan pada ketentuan-ketentuan hukum
yang bersangkutan diuraikan secermat mungkin dan
Salinan dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau jika ini tidak mungkin suatu
keterangan tentang hukum yang bersangkutan dan uraian yang secermat mungkin dari
orang yang diminta penyerahannya bersama-sama dengan keterangan lain apapun juga
yang dapat membantu menentukan identitas dan kebangsaannnya.
Dokumen-dokumen yang digunakan dalam proses penyerahan akan dibuat dalam
bahasa Inggris.

Pasal 16
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Setiap perselisihan yang timbul antara kedua pihak karena penafsiran dan pelaksanaan
dari Perjanjian ini akan diserahkan secara damai dengan musyawarah atau perundingan.

Pasal 17
MULAI BERLAKUNYA PERJANJIAN
Perjanjian ini mulai berlaku pada tanggal penukaran piagam ratifikasi.

Pasal 18
BERAKHIRNYA PERJANJIAN
Perjanjian ini dapat diakhiri setiap waktu oleh salah satu Pihak dengan memberitahukan
maksud untuk melakukan 6 (enam) bulan sebelumnya. Pengakhiran perjanjian yang
demikian itu tidak akan menghalangi suatu proses yang telah dimulai sebelum
pemberitahuan demikian dilakukan.

UNTUK MENYAKSIKANNYA, yang bertandatangan di bawah ini yang dikuasakan secara


sah oleh masing-masing Pemerintahnya telah menandatangani perjanjian ini. Dibuat
dalam rangkap dua di Jakarta pada tanggal tujuh bulan Juni 1974 dalam bahasa
Malaysia, Indonesia dan bahasa Inggris, semua naskah adalah sama-sama sahnya. Dalam
hal terjadi perbedaan tafsiran, maka naskah bahasa Inggis akan menentukan.

a. Ringkas kapan suatu kebiasaan internasional dapat menjadi hukum kebiasaan


internasional yang dapat berlaku sebagai sumber hukum internasional!
Kebiasaan Internasional adalah suatu kebiasaan internasional yang
merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum. Untuk dapat
dikatakan bahwa kebiasaan internasional itu merupakan sumber hukum,
diperlukan unsur-unsur sebagai berikut :
1. Harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum.
2. Kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum. Untuk itu dapat dikatakan
bahwa supaya kebiasaan internasional merupakan sumber hukum
internasional harus dipenuhi dua unsur, yaitu masing-masing dapat kita
namakan unsur materiil dan unsur psikologis.
Kebiasaan internasional diakui sebagai salah satu sumber hukum
internasional oleh Pasal 38(1)(b) Piagam Mahkamah Internasional. Pasal 92
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa juga menyatakan bahwa kebiasaan
internasional adalah salah satu sumber hukum yang akan diterapkan oleh
Mahkamah Internasional.

Anda mungkin juga menyukai