Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi

Lex Privatum Vol.XII/No.3/Oktober/2023

PEMBERLAKUAN PERJANJIAN
INTERNASIONAL DI INDONESIA PENDAHULUAN
DIKAITKAN DENGAN PENGESAHAN A. Latar Belakang
PIAGAM ASEAN BERDASARKAN Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000
UNDANG-UNDANG NOMOR 24 tentang Perjanjian Internasional menyatakan
TAHUN 20001 bahwa, Perjanjian Internasional adalah “perjanjian
dalam bentuk dan nama tertentu yang diatur
Hui Lie Geta 2 dalam hukum internasional yang dibuat secara
huilee202001@gmail.com tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di
Caecilia J.J. Waha 3 bidang hukum publik”. Perjanjian Internasional
caeciliawaha@unsrat.ac.id merupakan perwujudan dari sebuah hubungan
Thor Bangsaradja Sinaga 4 kerja sama luar negeri yang membuktikan bahwa
thorsinaga@gmail.com negara-negara yang melakukan kerja sama telah
mengekspresikan dan mau mengikat diri pada
ABSTRAK sebuah perjanjian”.5
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
eksistensi Piagam ASEAN menurut Undang- Internasional, secara relatif sudah menjabarkan
Undang Nomor 38 Tahun 2008 dan untuk lebih rinci tentang permasalahan berkenaan
mengetahui pemberlakuan perjanjian dengan perjanjian internasional dibandingkan
Internasional terhadap pengesahan Piagam dengan dasar hukum perjanjian internasional,
ASEAN berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 yang sebelumnya diatur dalam Surat Presiden
Tahun 2000. Dengan menggunakan metode Nomor 2826/HK/1960. Sebagian besar masalah
penelitian normatif, maka berdasarkan hasil yang muncul ketika masih menggunakan Surat
penelitian penulis dapat ditarik kesimpulan yaitu : Presiden tersebut sebagai dasar hukum dapat
1. Eksistensi Piagam ASEAN masih memiliki teratasi dengan Undang-Undang ini. Dalam
kedudukan hukum dalam konteks perjanjian perjanjian internasional dikenal dengan istilah
internasional di Indonesia. Ketentuan hukum ratifikasi yang terdapat dalam pasal 1 huruf b UU
terkait perjanjian internasional di Indonesia No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun Internasional yang menegaskan bahwa
2000 tentang Perjanjian Internasional. 2. pengesahan adalah perbuatan hukum untuk
Pemberlakuan Perjanjian Internasional terhadap mengikatkan diri pada suatu perjanjian dalam
Pengesahan Piagam ASEAN berdasarkan UU No. bentuk ratifikasi, aksesi, penerimaan dan
24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. penyetujuan.
Undang-undang tersebut mengatur tata cara UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
pengesahan suatu perjanjian internasional sesuai Internasional juga mengatur mengenai
dengan jenis perjanjiannya. Dalam hukum pensyaratan yang terdapat dalam pasal 1 huruf e,
internasional juga dikenal dengan istilah ratifikasi dikatakan ”pensyaratan adalah pernyataan sepihak
yang dalam konteks ketatanegaraan Indonesia suatu negara untuk tidak menerima berlakunya
yang terdapat dalam pasal 1 huruf b UU No. 24 ketentuan tertentu pada perjanjian internasional ,
Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dalam rumusan yang dibuat ketika
menegaskan bahwa pengesahan adalah perbuatan menandatangani, menerima, menyetujui atau
hukum untuk mengikatkan diri pada suatu mengesahkan suatu perjanjian internasional yang
perjanjian dalam bentuk ratifkasi (ratification), bersifat multilateral”. Berkenaan dengan
aksesi (accession), penerimaan (acceptance) dan perjanjian internasional multilateral yang
penyetujuan (approval). Sebagai contoh substansinya penting dan besar, tidak mudah
perjanjian internasional yang telah disahkan untuk menyelaraskan substansinya dengan
melalui ratifikasi pemerintah Indonesia menjadi kepentingan ataupun peraturan perundang-
undang-undang adalah ASEAN Charter yang undangan nasional. Terkadang ada satu pasal atau
disahkan dengan UU No. 38 Tahun 2008. lebih pasal atau ayat yang tidak sesuai dengan
kepentingan ataupun peraturan perundang-
Kata Kunci : Perjanjian Internasional, Piagam undangan nasionalnya. Dengan adanya
ASEAN, UU No. 24 Tahun 2000 pensyaratan dapat diperkecil terjadinya
kesenjangan antara ketentuan perjanjian
1 Artikel Skripsi
2 Mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat, NIM 19071101058
3 5
Fakultas Hukum Unsrat, Doktor Ilmu Hukum J. G. Merrills, Anatomy of International Law, London :
4 Fakultas Hukum Unsrat, Magister Ilmu Hukum Sweet and Maxwell, 1976, hlm. 42
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.XII/No.3/Oktober/2023

internasional dengan kepentingan peraturan 3) Untuk meningkatkan kerja sama yang aktif
perundang-undangan nasional.6 serta saling membantu satu sama lain di
ASEAN merupakan suatu organisasi regional dalam masalah-masalah kepentingan bersama
yang dibentuk di kawasan Asia Tenggara yang dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan,
merupakan kawasan yang sangat strategis secara teknik, ilmu pengetahuan dan admnistrasi.
geopolitik dan geoekonomi. Hal ini disadari oleh 4) Untuk saling memberikan bantuan dalam
negara-negara baik yang berada di dalam maupun bentuk sarana latihan dan penelitian dalam
di luar kawasan Asia Tenggara. Oleh karena itu bidang pendidikan profesional, teknik,
negara-negara Asia Tenggara melakukan berbagai admnistrasi.
upaya untuk menggalang kerja sama regional baik 5) Untuk bekerja sama dengan lebih efektif
yang bersifat intra maupun ekstra kawasan, seperti dalam meningkatkan penggunaan pertanian
Association of Shoutheast Asia (ASA), Malaysia, serta industri, perluasan perdagangan
Philipina, Indonesia (MAPHILINDO), South East komoditas internasional, perbaikan sarana
Asian Ministers of Education Organization pengangkutan dan komunikasi, serta
(SEAMEO) dan Asia and Pasific Council peningkatan taraf hidup rakyat.
(ASPAC).7 6) Untuk memelihara kerja sama yang erat dan
Lima menteri luar negeri negara-negara Asia berguna dengan organisasi-organisasi
Tenggara mengadakan pertemuan di Bangkok internasional dan regional yang ada dan untuk
selama 3 hari, 5-8 Agustus 1967. Mereka adalah menjajaki segala kemungkinan untuk saling
Adam Malik (Indonesia), Tun Abdul Razak bekerja sama secara lebih erat di antara
(Malaysia), Thanat Khoman (Thailand), mereka sendiri.8
Rajaratnam (Singapura) dan Narsisco Ramos Pembentukan ASEAN sebagai organisasi
(Filipina). Pada 8 Agustus 1967 mereka mencapai regional telah dilakukan di bawah hukum
persetujuan untuk membentuk sebuah organisasi internasional. Bangkok Declaration 1967, Kuala
kerja sama negara-negara Asia Tenggara. Lumpur Declaration 1971, Declaration of the
Organisasi ini dinamakan Association of ASEAN Secretariat 1967 dan Treaty of Amity and
Southeast Asian Nations (ASEAN), yang dalam Cooperation in Southeast Asia (TAC) 1967,
bahasa Indonesia dapat diterjemahkan menjadi semuanya adalah persetujuan-persetujuan
Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara. internasional antar kelima negara anggotanya
ASEAN dibentuk berdasarkan Deklarasi Bangkok yang mengikat secara hukum internasional.9 Di
tanggal 8 agustus 1967 dan ditandatangani oleh usia ke-40 dinamika ASEAN kian terintegrasi,
kelima tokoh pendiri. Brunei Darussalam masuk yang diperkuat dengan deklarasi Piagam ASEAN
menjadi anggota keenam sejak 1 Januari 1984. yang telah disetujui para kepala negara/
Lalu, pada tahun 1997 masuklah anggota baru, pemerintah ASEAN pada KTT ASEAN ke-11 di
yaitu Vietnam, Laos, Kamboja dan Myanmar. Kuala Lumpur, Desember 2005 dan disahkan di
Kini ASEAN telah beranggotakan 10 negara di Singapura pada bulan November 2007. Piagam
kawasan Asia Tenggara. ASEAN setidaknya memperkuat status hukum
Tujuan pembentukan ASEAN tercantum ASEAN dan memperkuat pembangunan
dalam Deklarasi Bangkok, yaitu : komunitas ASEAN yang beridentitas hukum.
1) Untuk mempererat pertumbuhan ekonomi, Piagam ASEAN memuat prinsip-prinsip dasar
kemajuan sosial, serta pengembangan yang mengarahkan gerak dan langkah ASEAN
kebudayaan di kawasan ini melalui usaha dalam mencapai masyarakat ASEAN 2015, lima
bersama dalam semangat kesamaan dan tahun lebih awal dari rencana semula, dengan tiga
persahabatan untuk memperkokoh landasan pilar utama yaitu masyarakat keamanan,
sebuah masyarakat bangsa Asia Tenggara masyarakat ekonomi dan masyarakat sosial
yang sejahtera dan damai. budaya (Bali Concord II tahun 2003).
2) Untuk meningkatkan perdamaian dan Negara-negara anggota ASEAN yang telah
stabilitas regional dengan jalan menghormati bersama-sama melalui perwakilan dari masing-
keadilan dan tertib hukum di dalam hubungan masing negara membentuk Piagam ASEAN dan
antar negara di kawasan ini serta mematuhi kemudian meratifikasinya. Ratifikasi merupakan
prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa- perbuatan mengikatkan diri kepada perjanjian
bangsa. internasional yang ditandai dengan
penandatanganan Piagam Ratifikasi. Indonesia
6 I Wayan Parthiana, Kajian Akademis (Teoritis dan Praktis)
Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000, Jurnal
8
Hukum Internasional, Volume 5 Nomor 3 (April 2008) Wiwin Yulianingsih, SH, M.Kn Hukum Organisasi
7 George Schwarzenberger, A Manual of International Law, Internasional, hlm. 158.
9
Stevens & Sons, London, 1967, hlm. 1 Ibid, hlm. 85
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.XII/No.3/Oktober/2023

sebagai salah satu negara yang meratifikasi efektif dan pengurangan progresif menuju
Piagam ASEAN telah melakukan pengikatan penghapusan semua hambatan terhadap integrasi
terhadap Piagam ASEAN melalui cara eksternal ekonomi regional dalam perekonomian yang
(ratifikasi) dan pengikatan secara internal dengan didorong oleh pasar ).
cara menuangkan perjanjian internasional tersebut Pasal-pasal diatas dianggap melanggar hak
ke dalam bentuk Undang-undang yaitu ke dalam konstitusional warga negara yang dijaminkan
UU No. 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan dalam :
Piagam ASEAN. Tujuan dari menuangkan a) Pasal 33 ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi
perjanjian internasional ke dalam undang-undang “Perekonomian disusun sebagai usaha
adalah menandakan Indonesia telah terikat dengan bersama berdasar atas asas kekeluargaan”.
suatu perjanjian internasional dengan prosedur b) Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi
yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan “Cabang-cabang produksi yang penting bagi
hukum di Indonesia dan warga negara Indonesia negara dan yang menguasai hajat hidup orang
juga mengetahuinya, yang dituangkan ke dalam banyak dikuasai oleh negara.
lembaran negara Indonesia. c) Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang berbunyi
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 “Bumi dan air dan kekayaan alam yang
tentang Pengesahan Piagam ASEAN telah terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
dilakukan uji materi terhadap beberapa pasal yang kemakmuran rakyat”.
ada dalam Piagam ASEAN. Para pemohon yang d) Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi
telah memiliki legal standing berdasarkan “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan
peraturan perundang-undang beserta kewenangan dan penghidupan yang layak bagi
MK telah memenuhi syarat untuk diajukannya kemanusiaan”
suatu perkara. Pasal-pasal Piagam ASEAN yang Berikut ringkasan putusan MK Nomor
diajukan untuk di uji materi oleh MK yaitu : Pasal 33/PUU-IX/2011. Permohonan pengujian UU No.
1 ayat (5) Charter of The Association of Southeast 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Charter of the
Asian Nations disebutkan bahwa “To create a Association of Southeast Asian Nations yang
single market and production base which is diajukan oleh sekelompok perkumpulan
stable, prosperous, highly competitive, and masyarakat dan badan hukum, dengan alasan :
economically integrated with effective a. Dengan diberlakukannya Charter of the
facilititation for trade and investment in which Association of Southeast Asian Nations
there is free flow of goods, and services and sebagai landasan hukum perjanjian ekonomi
investment : facilitated movement of business antara ASEAN sebagai pasar tunggal dengan
persons, professionals, talents and labour and negara lain dan komunitas negara-negara lain
free flow of capitical”.10 (Menciptakan pasar juga menyebabkan matinya beberapa industri
tunggal dan basis produksi yang stabil, sejahtera, nasional karena kalah bersaing yang
berdaya saing tinggi, terintegrasi secara ekonomi mengakibatkan banyaknya pekerja kehilangan
dengan fasilitas perdagangan dan ivestasi yang pekerjaan dan tertutupnya kesempatan warga
efektif dimana terdapat aliran bebas barang dan negara untuk hidup layak, sehingga negara
jasa serta investasi : terfasilitasinya pergerakan tidak dapat lagi menjalankan amanah pasal 27
para pelaku bisnis, profesional, talenta dan tenaga ayat 2 UUD 1945.
kerja dan aliran modal bebas). Kemudian b. Timbulnya Free Trade Agreement (FTA)
ketentuan pasal 2 ayat (2) huruf n adalah Charter sebagai konsekuensi dari pasar tunggal.
of The Association of Southeast Asian Nations Dimana barang dan jasa dapat dilakukan di
dikatakan bahwa “adherence to multilateral trade perbatasan bersama mereka, tanpa tarif atau
rules and ASEAN’s rules-based regimes for rintangan, tetapi modal atau tenaga kerja
effective implementation of economic dapat tidak tidak bergerak bebas.
commitments and progressive reduction towards Mahkamah Konstitusi menolak secara
elimination off all barriers to regional economic keseluruhan permohononan tersebut dengan
integration, in a market-driven eonomy”. alasan sebagai berikut :
(Kebutuhan terhadap peraturan perdagangan 1) Menimbang bahwa terhadap dalil-dalil para
multilateral dan rezim berbasis peraturan ASEAN pemohon, MK perlu terlebih dahulu untuk
untuk implementasi komitmen ekonomi yang mempertimbangkan hal-hal berikut :
a. Ketentuan pasal 1 angka 5 ASEAN
10
Charter pada pokoknya bermaksud
Faustinus Andrea, Diplomasi tingkat Tinggi Asia Pasifik menjadikan wilayah negara anggota
2007 : KTT ASEAN ke-13 dan KTT APEC ke-15,
“Analisis CSIS”, Vol.36, No 4, Desember 2007 ASEAN sebagai suatu kawasan
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.XII/No.3/Oktober/2023

perdagangan bebas yang meliputi arus 7) Menimbang bahwa terhadap perjanjian


barang, jasa dan investasi memfasilitasi internasional, dalam hal ini ASEAN Charter
pergerakan pelaku bisnis, profesional ahli, yang mengambil bentuk hukum undang-
tenaga kerja dan arus modal yang lebih undang, yaitu UU No. 38 Tahun 2008 sebagai
bebas. wadahnya.
b. Bahwa ketentuan tersebut tidak berlaku 8) Menimbang bahwa berdasarkan uraian
secara serta merta dengan disahkannya tersebut terdapat fakta hukum.
UU No. 38 Tahun 2008. 9) Menimbang bahwa berdasarkan seluruh
c. Berdasarkan ketentuan tersebut uraian tersebut, dalil-dalil para pemohon tidak
terbentuknya kawasan perdagangan beralasan menurut hukum.
ASEAN bergantung pada negara anggota Hasil putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
ASEAN dalam melaksanakan ketentuan 33/PUU-IX/2011, dampak yang ditimbulkan dari
pasal 5 ayat 2 ASEAN Charter. hasil penolakan seluruhnya isi permohonan
d. Di samping kewajiban sebagaimana tersebut ialah :
dimuat dalam pasal 5 ayat 2 tersebut, a) meningkatnya pengangguran;
setiap negara anggota ASEAN juga harus b) tidak terserapnya produk dalam negeri;
berbuat sesuai prinsip yang disebutkan c) kalahnya daya saing hasil produk industri
dalam pasal 2 ayat 2 huruf n ASEAN dalam negeri;
Charter. d) utang luar negeri yang menjerat negara-negara
2) Menimbang bahwa terhadap suatu perjanjian ASEAN; dan
internasional, MK perlu menyampaikan hal- e) kompetisi yang saling mematikan.
hal berikut : f) Meminggirkan para pelaku ekonomi kecil dan
a) Perjanjian internasional yang dibuat oleh menengah
negara Indonesia didasarkan atas adanya Pemberlakuan pasar tunggal ASEAN
kedaulatan yang dimiliki oleh negara terutama di Indonesia menimbulkan persaingan
Indonesia. yang semakin ketat dan memungkinkan
b) Negara Indonesia mempunyai kebebasan berdampak pada kelangsungan hidup UMKM
penuh untuk mengikatkan diri atau tidak (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), karena akan
mengikatkan diri dengan negara lain, banyak produk-produk impor yang akan
dalam sebuah perjanjian internasional membanjiri pasar dalam negeri ini. Apabila
masuk atau tidak masuk, ikut atau tidak UMKM tidak dapat mempertahankan
ikut serta pada perjanjian internasional keberadaannya dan melakukan pembenahan guna
yang telah ada. menghadapi perilaku pasar yang semakin terbuka
3) Menimbang bahwa setiap negara pasti di masa mendatang maka akan sangat mungkin
mempertimbangkan untung rugi untuk banyak UMKM (Usaha Mikro Kecil dan
membuat perjanjian internasional dengan Menengah) yang akan gulung tikar. Para pelaku
negara lain atau masuk dengan perjanjian UMKM tidak boleh lagi mengandalkan barang
internasional yang telah ada. murah dalam pengembangan bisnisnya. Selain itu,
4) Menimbang bahwa anggota ASEAN UMKM harus memanfaatkan peluang untuk
bermaksud untuk membentuk perdagangan meraih potensi pasar dan menjaga eksistensi
sebagaimana dicantumkan dalam pasal 1 UMKM dengan baik. Untuk dapat memanfaatkan
angka 5 ASEAN Charter. peluang tersebut, maka tantangan yang terbesar
5) Menimbang bahwa ASEAN Charter yang bagi UMKM dalam menghadapi masyarakat
merupakan perjanjian antarnegara ASEAN, ekonomi ASEAN adalah bagaimana menentukan
dari sudut pandang nasional tidak lain strategi guna memenangkan persaingan.
merupakan kebijakan makro dalam
perdagangan yang bisa saja kebijakan tersebut B. Perumusan Masalah
diubah apabila ternyata tidak memberi 1. Bagaimana eksistensi Piagam ASEAN
manfaat apalagi jika mendatangkan kerugian menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun
secara nasional. 2008 ?
6) Menimbang bahwa perdagangan merupakan 2. Bagaimana pemberlakuan perjanjian
aktivitas yang dinamis dan cepat berubah, Internasional terhadap pengesahan Piagam
sehingga pada saat tertentu suatu kebijakan ASEAN berdasarkan Undang-Undang Nomor
dapat memberi keuntungan secara nasional, 24 Tahun 2000 ?
namun pada saat yang lain dapat
menimbulkan kerugian. C. Metode Penelitian
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.XII/No.3/Oktober/2023

Metode Penelitian dalam tulisan ini memakai Presiden mempunyai kewenangan untuk membuat
metode penelitian hukum normatif. perjanjian internasional tetapi harus dengan
persetujuan DPR. Sedangkan perspektif prosedur
eksternal adalah ratifkasi Piagam ASEAN yang
PEMBAHASAN merupakan perbuatan hukum negara-negara
A. Eksistensi Piagam ASEAN Menurut anggota ASEAN untuk mengikatkan diri pada
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 Piagam ASEAN dalam bentuk pengesahan oleh
Eksistensi Piagam ASEAN adalah untuk negara-negara anggota berdasarkan hukum
memperkuat tujuan bersama yang ingin dicapai perjanjian internasional.
oleh organisasi geopolitik yang keberadaannya Sejatinya UU No. 38 Tahun 2008 tentang
menjadikan ASEAN sebagai organisasi yang Pengesahan Charter of the Association of
berbasis hukum. Piagam ASEAN diratifikasi 15 Southeast Asian Nations (Perhimpunan Bangsa-
Desember 2008 sehingga sejak tahun 2009 tidak bangsa Asia Tenggara) merupakan pengesahan
lagi beroperasi atas dasar Deklarasi Bangkok dari perjanjian internasional dalam konteks
tetapi Piagam ASEAN. Piagam ASEAN mulai Indonesia sebagai bagian dari ASEAN yang
berlaku efektif atau enter into force pada tanggal bertujuan untuk lebih menyesuaikan diri dan
15 Desember 2008, 30 hari setelah diratfikasi oleh tanggap dalam menghadapi berbagai bentuk
10 negara anggota ASEAN. Indonesia dalam hal ancaman, tantangan, dan peluang baru melalui
ini meratifikasi Piagam ASEAN melalui UU No. transformasi ASEAN dari suatu Asosiasi menjadi
38 Tahun 2008. Isi Piagam ASEAN menegaskan komunitas ASEAN berdasarkan Piagam.
kembali prinsip-prinsip yang tertuang dalam Indonesia memiliki kepentingan strategis pada
seluruh perjanjian deklarasi dan kesepakatan ASEAN dalam memperkuat posisi Indonesia di
ASEAN. Penandatanganan dokumen ini menandai kawasan dan mencapai kepentingan nasional
dimulainya bentuk kerja sama ASEAN yang lebih secara maksimal di berbagai bidang, khususnya di
formal dan berdasarkan atas aturan main yang bidang politik dan kemanan, ekonomi dan sosial
lebih jelas sehingga tidak lagi bertahan sebagai budaya.
suatu asosiasi informal dan longgar. Melalui Pembukaan ASEAN Charter memuat
perubahan ini ASEAN berupaya menjadi sebuah konsiderans yang menyatakan bahwa Piagam
organisasi yang efektif karena semua keputusan ASEAN disusun dan disepakati, diantaranya
yang dikeluarkannya akan bersifat mengikat. dengan turut menghormati kepentingan mendasar
Piagam ASEAN memberikan kewajiban- atas prinsip-prinsip kedaulatan, kesetaraan,
kewajiban tertentu kepada anggotanya. Seperti integritas wilayah tanpa campur tangan,
misalnya kewajiban negara anggota untuk segera consensus dan persatuan dalam keberagaman.
meratifikasi. Pemerintah Indonesia melakukan Konsiderans yang demikian mendasari
ratifikasi ASEAN Charter melalui UU No. 38 penyusunan semua langkah dan
Tahun 2008 tentang Pengesahan Charter of the kebijakan/komitmen yang diambil berdasarkan
Association of Southeast Asian Nations. Dengan konsensus bersama untuk mewujudkan tujuan
diratifikasinya Piagam ASEAN oleh Indonesia, yang tertuang dalam Pasal 1 dan Pasal 2.
akan membuat Piagam ASEAN secara resmi Kedaulatan yang sama juga dijamin dalam kerja
menjadi bagian dari hukum nasional Indonesia. sama bidang ekonomi, dimana tujuan
Berdasarkan pasal 47 ayat 2 Piagam ASEAN, pembangunan ekonomi yang ditargetkan oleh
negara-negara anggota melakukan pengikatan diri Piagam ASEAN sebagaimana dinyatakan dalam
yang sesuai dengan prosedur internal masing- Pasal 1 ayat 5 yaitu menciptakan pasar tunggal
masing. Proses pengikatan diri terhadap perjanjian dan basis produksi yang stabil, makmur, sangat
internasional pun berbeda-beda sesuai dengan kompetitif dan terintegrasi secara ekonomis
sistem hukum yang dianut negara. Setiap negara- melalui fasilitas yang efektif untuk perdagangan
negara anggota ASEAN akan melalui dua dan investasi, yang didalamnya terdapat arus lalu
prosedur peratifikasian, yaitu : prosedur internal lintas barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas,
dan prosedur eksternal. terfasilitasinya pergerakan pelaku usaha, pekerja
Perspektif ratifikasi dari prosedur internal profesional, pekerja berbakat dan buruh, dan arus
adalah segala sesuatu mengenai ratifikasi Piagam modal yang lebih bebas, dan pasal 1 ayat 6 yaitu
ASEAN merupakan masalah hukum tata negara untuk mengurangi kemiskinan dan mempersempit
masing-masing negara anggota ASEAN, seperti kesenjangan pembangunan di ASEAN melalui
proses ratifikasi Piagam ASEAN oleh pemerintah bantuan dan kerja sama timbal balik.
Indonesia yang berlaku adalah hukum nasional Perkara konstitusi Nomor 33/PUU-IX/2011
Indonesia mengenai pembagian kewenangan diajukan pemohon dengan didasarkan pada cukup
antara eksekutif dan legislatif. Dalam kaitan ini, banyak argumentasi kekhawatiran akan eksistensi
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.XII/No.3/Oktober/2023

Piagam ASEAN11 khususnya pasal 1 ayat 5 dan Filipina, Thailand, Malaysia dan Singapur.
pasal 2 ayat 2 huruf n, dimulai dengan perspektif Sebaliknya Indonesia tidak dapat berbuat banyak
realism12 yang menyebutkan bahwa regionalisme mengekspor produknya ke negara ASEAN
yang berarti integrasi pasar nasional ke dalam lainnya, itu sebabnya Indonesia akan menjadi
pasar regional berimplikasi menurunnya otonomi pasar yang potensial bagi negara-negara ASEAN.
negara dalam pembuatan kebijakan pembangunan, Pokok Permohonan Perkara Nomor33 /PUU-
karena keharusan menyesuaikan kebijakan IX/2011 yaitu :13
nasional dengan aturan regional. Yang terjadi 1. Bahwa kaidah kapitalisme neoliberal
kemudian bukan hanya “komplementaritas sebagaimana termaktub dalam pasal 1 ayat 5
ekonomi” antar negara, tetapi juga persaingan dan pasal 2 ayat 2 huruf n Piagam ASEAN
terbuka yang dilembagakan di tingkat regional. dianggap bertentangan dengan asas
Peran ASEAN bagi perwujudan stabilitas dan kekeluargaan yang sesuai dengan dasar
perdamaian di Asia Tenggara memang tidak Pancasila.
diragukan lagi. Namun, bagi Indonesia ekses 2. Bahwa dengan berlakunya Charter of the
negatif dari perluasan dan pendalaman integrasi Association of Southeast Asian Nations
ekonomi regional melalui komunitas ASEAN (Piagam Asosiasi Negara-negara Asia
2015 perlu di kaji lebih cermat. Di tengah Tenggara) sebagai landasan hukum perjanjian
kecenderungan Indonesia untuk selalu tampil ekonomi antara ASEAN sebagai pasar
progresif di ASEAN. Piagam ASEAN jelas tunggal dengan negara lain juga menyebabkan
mengandung proyek dan agenda untuk matinya beberapa industri nasional karena
memaksimalkan pemberlakuan mekanisme pasar kalah bersaing yang mengakibatkan
dan prinsip persaingan bebas dalam ASEAN yang banyaknya pekerja kehilangan pekerjaan dan
kemudian secara ekonomi diarahkan untuk tertutupnya kesempatan warga negara untuk
menjadi “satu pasar” melalui penerapan zero-tarif hidup layak. Sehingga negara tidak dapat lagi
(tarif nol) dan beraneka fasilitas lainnya. ASEAN menjalankan amanah pasal 27 ayat 2 UUD
diarahkan menjadi sebuah pasar tunggal, sebuah 1945.
arena persaingan bebas yang akan 3. Bahwa menurut para pemohon dengan
mengejawantahkan free fight competition berlakunya Undang-undang a quo menjadikan
(kompetisi pertarungan bebas), yang jelas akan kerja sama perdagangan tersebut secara
menguntungkan para pelaku ekonomi terkuat di faktual telah menimbulkan kerugian bagi
ASEAN, dan sebaliknya akan meminggirkan para industri nasional, termasuk Usaha Mikro
pelaku ekonomi yang lemah. Keberadaan industri Kecil Menengah (UMKM), karena kalah
nasional yang banyak di isi oleh bidang usaha bersaing dengan produk dari China yang
kecil dan menengah, para petani dan pelaku harganya jauh lebih murah.
ekonomi kerakyatan secara umum dipaksa untuk 4. Bahwa menurut para pemohon dengan
bersaing dalam sebuah sistem regional atas dasar dibatalkannya pasal 1 ayat 5 dan pasal 2 ayat
prinsip pengutamaan mekanisme pasar atau pasar 2 huruf n, maka prinsip pengelolaan ekonomi
bebas. nasional akan lebih mengedepankan
Peran ASEAN sebagai organisasi regional kepentingan nasional, dimana beberapa
yang berkontribusi positif bagi perwujudan industri akan bermanfaat untuk kepentingan
stabilitas dan perdamaian di kawasan ini harus nasional, misalnya revitalisasi Badan Usaha
tetap dipertahankan dan ditingkatkan. Namun di Milik Negara (BUMN) strategis, proteksi
sisi ekonomi, dengan adanya beberapa ketentuan terhadap Usaha Kecil Menengah (UKM),
dalam Piagam ASEAN yang menciptakan Pasar pertanian rakyat dan perikanan rakyat.
Tunggal ASEAN dan perjanjian-perjanjian 5. Bahwa dengan dibatalkannya pasal 1 ayat 5
perdagangan bebas dalam kerangka ASEAN dan pasal 2 ayat 2 huruf n, maka Indonesia
lainnya, secara faktual di nilai lebih banyak tidak perlu terikat pada perjanjian yang
merugikan Indonesia. Di karenakan dengan dilakukan oleh ASEAN dengan negara dan
berbagai kelebihan negara ASEAN lainnya, kawasan lainnya di dunia dan Indonesia dapat
Indonesia cenderung tertinggal. Maka pasar bebas menjalankan politik bebas aktifnya kembali,
dinilai akan merugikan Indonesia, masyarakat khususnya dalam bidang ekonomi.
Indonesia juga hanya akan menjadi konsumtif Akhir putusan MK Nomor 33/PUU-IX/2011
pengguna barang hasil negara ASEAN seperti diliputi dengan pembelaan dan argumentasi yang
cukup panjang dan ilmiah. Mulai dari substansi,
11
hingga kedudukan Piagam ASEAN sebagai
Putusan MK Nomor 33/PUU-IX/2011, hlm 53
12 Keterangan Syamsul Hadi (Ahli dari Pemohon), dalam
13
Risalah Sidang Perkara Nomor 33/PUU-IX/2011, hlm 16 Putusan MK Nomor 33/PUU-IX/2011, hlm 94
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.XII/No.3/Oktober/2023

perjanjian internasional. Mengenai substansi, menjadi negara yang dianggap tidak dapat
setelah pemohon menjabarkan argumentasi atas sepenuhnya menghormati prinsip pacta sunt
yang didukung oleh para ahli, pemerintah bersama servanda yang merupakan kaidah utama dalam
dengan DPR sebagai pembuat UU juga hukum perjanjian internasional dan diakui secara
memberikan keterangan dengan beberapa universal dalam pergaulan antar bangsa. Oleh
pandangan bahwa : karena itu, Piagam ASEAN harus dipegang teguh
1. Pemberlakuan Piagam ASEAN terhadap oleh setiap negara di Asia Tenggara. Sebagai
Indonesia bukan didasarkan pada UU No. 38 norma hukum internasional Piagam ASEAN harus
Tahun 2008. Undang-undang tersebut hanya dihormati dan dilaksanakan. Apabila kewajiban-
memuat materi normatif tentang persetujuan kewajiban dalam setiap perjanjian internasional
DPR kepada Pemerintah untuk mengikatkan (Piagam ASEAN) dapat dihindari, maka tata
diri pada Piagam ASEAN dengan mekanisme hukum internasional, khususnya rezim hukum
yang ditentukan oleh Piagam ASEAN itu perjanjian internasional akan diwarnai dengan
sendiri. ketidakpastian dan kesimpangsiuran. Prinsip
2. Tidak ada muatan normatif dalam UU No. 38 pacta sunt servanda menjadi kehilangan makna,
Tahun 2008 yang berpotensi menimbulkan karena setiap negara dapat mengingkari atau
kerugian hak konstitusional para pemohon. membatalkan ketentuan suatu perjanjian
Dengan demikian, pemerintah tidak melihat internasional dengan alasan bertentangan dengan
adanya kerugian konstitusional yang hukum nasional. Lebih lanjut, pertimbangan MK
ditimbulkan atas pemberlakuan Undang- menjabarkan bahwa setiap negara pastilah
Undang Nomor 38 Tahun 2008. mempertimbangkan untung rugi untuk membuat
3. Dalih pokok yang diajukan oleh pemohon perjanjian internasional dengan negara lain atau
yang menyatakan bahwa berbagai free trade masuk/ikut serta dengan perjanjian internasional
areas (kawasan perdagangan bebas) yang telah ada. Apabila perjanjian internasional
pembentukannya di dasarkan pada Piagam tidak memberikan keuntungan apapun bagi suatu
ASEAN adalah tidak sesuai dengan fakta negara, bahkan malahan menimbulkan kerugian
hukum yang ada. Pada faktanya semua semata, pastilah negara tersebut tidak akan
perjanjian free trade area tersebut dibentuk mengikatkan diri pada perjanjian yang demikian
berdasarkan suatu perjanjian internasional dan kalau suatu negara bermaksud untuk selalu
yang tersendiri dan dilakukan sebelum mendapatkan keuntungan saja dari suatu
Piagam ASEAN berlaku. perjanjian internasional atas kerugian negara lain
4. Rezim perdagangan bebas di Asia Tenggara tanpa harus berkorban, maka pihak negara lain
ASEAN Free Trade Area (AFTA) dibentuk pun tidak akan menyetujui perjanjian yang
berdasarkan Agreement on ASEAN demikian, prinsip resiprositas mendasari
Preferential Trading Arrangement (Perjanjian kesediaan suatu negara untuk mengikatkan diri
tentang Pengaturan Perdagangan Preferensi dengan negara lain. Oleh karena itu, kesimpulan
ASEAN) yang ditindak lanjuti dengan akhir MK atas perkara nomor 33/PUU/-IX/2011
Agreement on Common Effecctive yang menyatakan :
Preferential Tariff (CEPT) scheme for the 1. Bahwa secara formal ASEAN Charter oleh
ASEAN Free Trade Area (Perjanjian tentang Pemerintah Negara Indonesia diberi bentuk
skema tariff preferensial efektif bersama Undang-undang, yaitu : UU No. 38 Tahun
untuk kawasan perdagangan bebas ASEAN) 2008. Bahwa secara substansi ASEAN
yang ditanda tangani 15 tahun sebelum Charter berisikan kebijakan makro dalam
Piagam ASEAN ditandatangani. Fakta hukum bidang perdagangan yang disepakati oleh
ini menunjukkan bahwa dalih Pemohon yang negara anggota ASEAN.
menyatakan bahwa Piagam ASEAN 2. Bahwa secara nasional berlakunya kebijakan
merupakan dasar pembentukan AFTA adalah makro tersebut tergantung kepada masing-
tidak tepat. masing negara anggota ASEAN untuk
Keputusan MK yang menimbulkan implikasi melaksanakan pasal 5 ayat 2 ASEAN
penghindaran atau pembatalan kewajiban dalam Charter, artinya kalau sebuah negara belum
Piagam ASEAN hanya akan menciptakan situasi melakukan ketentuan Pasal 5 ayat 2 ASEAN
yang menyulitkan terhadap negara Republik Charter termasuk Indonesia, maka Charter
Indonesia di dalam pergaulan internasional. tersebut belum secara efektif berlaku.
Apabila setiap perjanjian internasional yang telah 3. Dalil-dalil para Pemohon tidak beralasan
diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia menurun hukum, maka MK menyatakan
dapat dibatalkan dengan alasan penerapan hukum menolak permohonan para Pemohon untuk
nasional, maka negara Republik Indonesia akan seluruhnya.
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.XII/No.3/Oktober/2023

(approval). Sebagai contoh perjanjian


internasional yang telah disahkan melalui
B. Pemberlakuan Perjanjian Internasional ratifikasi pemerintah Indonesia menjadi undang-
Terhadap Pengesahan Piagam ASEAN undang adalah ASEAN Charter yang disahkan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 dengan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2008.
Tahun 2000 Namun, dalam praktiknya di Indonesia UU
Dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun No. 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Piagam
2000 tentang Perjanjian Internasional tercantum ASEAN telah diajukan ke MK untuk dilakukan
mengenai pemberlakuan atau pengesahan suatu uji materi pada pasal 1 ayat 5 dan pasal 2 ayat 2
perjanjian internasional dapat dilakukan dengan huruf n, yang dianggap melanggar hak
tiga cara. Pertama, pemberlakuan atau pengesahan konstitusional warga negara yang dijaminkan
perjanjian internasional dilakukan dengan dalam pasal 33 ayat 1, 2, 3 dan pasal 27 ayat 2
undang-undang. Kedua, dilakukan dengan UUD 1945.
Keputusan Presiden (sekarang Peraturan Prosedur ratifikasi perjanjian internasional
Presiden). Selain itu, pengesahan suatu perjanjian untuk menjadi sebuah Undang-undang
internasional dapat juga dilakukan secara berdasarkan pasal 1 huruf b Undang-Undang
langsung tanpa undang-undang ataupun peraturan Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
Presiden. Ketiga, ini tampaknya merupakan Internasional dapat digambarkan bagaimana
penegasan terhadap cara ketiga atau selama Indonesia mengikatkan diri dalam Perjanjian
berlakunya Surat Presiden Nomor 2826/HK/1960 Internasional yaitu dengan nomenklatur
yang tumbuh dan berkembang dalam praktik pengesahan, pengesahan dalam pasal-pasal
ketatanegaraan Indonesia. tersebut berbunyi : “perbuatan hukum untuk
Pasal 10 Undang-undang Nomor 24 Tahun mengikatkan diri pada suatu perjanjian
2000 menyatakan kriteria suatu perjanjian internasional dalam bentuk ratifikasi, aksesi,
internasional yang diberlakukan dengan undang- penerimaan dan penyetujuan”. Ratifikasi dalam
undang adalah perjanjian internasional yang penjelasan atas UU No. 24 Tahun 2000 tentang
mengenai : Perjanjian Internasional bagian 1. Umum huruf a
a. Masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan adalah “apabila Negara yang akan mengesahkan
kemanan negara. suatu perjanjian internasional turut
b. Perubahan wilayah atau penetapan batas menandatangani naskah perjanjian”. Artinya
wilayah negara Republik Indonesia. ratifikasi merupakan tindakan konfirmasi dari
c. Kedaulatan atau hak berdaulat negara. suatu Negara untuk mengikatkan diri dengan
d. Hak asasi manusia dan lingkungan hidup. perjanjian internasional yang dibuat oleh pejabat
e. Pembentukan kaidah hukum baru. yang menandatangani perjanjian internasional
f. Pinjaman dan/atau hibah luar negeri. tersebut dituangkan dalam peraturan hukum
Dari sudut pandang Indonesia pengesahan nasional yang merupakan salah satu bagian dari
perjanjian internasional diatur dalam Undang- cara dan konsepsi hukum internasional,14 ratifikasi
undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian dituangkan dalam sistem hukum nasional dan
Internasional. Undang-undang tersebut mengatur menjadi norma hukum positif bagi Negara yang
tata cara pengesahan suatu perjanjian melakukan ratifikasi. Sedangkan aksesi pada
internasional sesuai dengan jenis perjanjiannya. penjelasan atas UU No. 24 Tahun 2000 tentang
Di Indonesia, pengesahan perjanjian internasional Perjanjian Internasional bagian 1. Umum huruf b
menjadi hukum positif Indonesia menggunakan adalah “apabila Negara yang akan mengesahkan
sistem campuran, yakni oleh badan eksekutif dan suatu perjanjian internasional tidak turut
legislatif dalam bentuk undang-undang atau menandatangani naskah perjanjian”, maka aksesi
keputusan presiden sebagaimana yang tercantum merupakan cara pengikatan suatu Negara pada
dalam pasal 9 ayat 2 Undang-undang Nomor 24 perjanjian internasional tanpa didahului dengan
Tahun 2000. suatu perjanjian yang sudah terbentuk dan terbuka
Dalam hukum internasional juga dikenal bagi Negara yang tidak menandatangani untuk
dengan istilah ratifikasi yang dalam konteks turut serta.15 Aksesi mengesampingkan
ketatanegaraan Indonesia yang terdapat dalam penandatanganan suatu perjanjian internasional
pasal 1 huruf b Undang-undang Nomor 24 Tahun untuk menjadi syarat diterapkan dalam hukum
2000 tentang Perjanjian Internasional menegaskan
bahwa pengesahan adalah perbuatan hukum untuk 14 Damos Dumoli Agusman. Damos Damoli Agusman,
mengikatkan diri pada suatu perjanjian dalam Hukum Perjanjian Internasional : Kajian Teori Dan
bentuk ratifikasi (ratification), aksesi (accession) Praktik Indonesia. Refika Aditama, Bandung, 2010. Hal.
69-71
dan penerimaan (acceptance) dan penyetujuan 15 Ibid
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.XII/No.3/Oktober/2023

nasional, artinya meskipun suatu Negara tidak yang dibuat ketika menandatangani, menerima,
terlibat langsung dalam membuat perjanjian menyetujui atau mengesahkan suatu perjanjian
internasional sementara Negara tersebut sepakat internasional yang bersifat multilateral”. Dalam
dengan perjanjian internasional tersebut praktik, terutama dalam perjanjian internasional
diterapkan dalam hukum nasional maka langkah multilateral sangat boleh jadi ada negara yang
ini sangat tepat. tidak bisa menerima atau menyetujui salah satu
Lalu dikenal pula penerimaan dan atau lebih ketentuan perjanjian itu karena tidak
persetujuan pada penjelasan atas UU No. 24 sesuai atau bertentangan dengan kepentingan
Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional nasionalnya. Dalam hal ini hukum perjanjian
bagian 1. Umum huruf c adalah “pernyataan internasional memberikan hak kepada negara
menerima atau menyetujui dari Negara-negara semacam itu untuk mengajukan pensyaratan.
pihak pada suatu perjanjian internasional atas 1. Yang dimaksud dengan pensyaratan tersebut
perubahan perjanjian internasional tersebut, selain adalah pernyataan sepihak yang dikemukakan
itu juga terdapat perjanjian-perjanjian oleh suatu negara pada waktu yang bersamaan
internasional yang tidak memerlukan pengesahan dengan waktu menyatakan persetujuan terikat
dan langsung berlaku setelah penandatanganan.” pada suatu perjanjian internasional yang
Artinya bahwa penerimaan dan persetujuan isinya bisa berupa penolakan untuk terikat
merupakan ekspresi konfirmasi secara hukum pada ketentuan tertentu dari perjanjian
internasional terhadap suatu perjanjian internasional itu, atau negara itu memberikan
internasional agar ditransformasikan dalam pengertian lain atas suatu ketentuan sesuai
hukum nasional. Dalam sistem hukum Indonesia dengan kepentingannya sendiri. Sebagai
jika kita melihat pasal 4 ayat 1 UU No. 24 Tahun konsekuensi dari persetujuan tersebut, maka
2000 tentang Perjanjian Internasional yang pensyaratan itu akan berlaku atau mengikat
menyatakan bahwa : “Pemerintah Republik antara negara yang mengajukan dan negara
Indonesia membuat perjanjian internasional yang menyetujui. Sementara antara negara
dengan suatu negara atau lebih, organisasi yang mengajukan dengan negara yang
internasional atau subjek hukum internasional lain menolak pensyaratan itu tidak berlaku.
berdasarkan kesepakatan, dan para pihak 2. Pensyaratan itu tetap diakui eksistensinya,
berkewajiban untuk melaksanakan perjanjian dalam pengertian negara-negara ketika dalam
tersebut dengan iktikad baik”. Maka dalam pasal perundingan untuk merumuskan naskah
tersebut sudah memberikan kejelasan bahwa perjanjian itu dapat memilih untuk akhirnya
Indonesia menerapkan prinsip “Pacta sun mencapai kesepakatan bersama. Di samping
servanda” dalam konteks ini perjanjian itu, jika para pihak sepakat untuk menyatakan
internasional mengikat bagi para pihak yang bahwa perjanjian tersebut tidak boleh
mengikatkan diri dalam perjanjian internasional dikenakan pensyaratan, larangan ini dapat
tersebut, artinya Indonesia mengatur tentang dicantumkan secara tegas di dalam salah satu
penerapan prinsip monisme dalam sistem hukum ketentuannya. Bagaimana jika suatu
nasional. Apabila melihat Undang-Undang Nomor perjanjian internasional sama sekali tidak
38 Tahun 2008 tentang pengesahan Piagam mengatur tentang pensyaratan, baik berupa
ASEAN sudah disuratkan dalam Lembaran memperbolehkan ataupun tidak
Negara Republik Indonesia Nomor 165 dan sesuai memperbolehkan. Dalam hal ini, haruslah
dengan pasal 10 huruf c Undang-Undang Nomor dilihat dan di kaji secara mendalam, apakah
24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional pensyaratan itu bertentangan dengan maksud
yang memberi syarat mutlak Perjanjian tujuan perjanjian atau menghambat usaha
Internasional menjadi hukum nasional, dalam mencapai maksud dan tujuan perjanjian.
konteks ASEAN Charter merupakan Perjanjian Pengajuan pensyaratan, persetujuan ataupun
Internasional dalam hal pembentukan kaidah penolakan terhadap pensyaratan merupakan
hukum baru, maka prosedur-prosedur yang perwujudan dari kedaulatan negara masing-
menjadikan ratifikasi Perjanjian Internasional masing. Oleh karena itu, pada suatu waktu negara
menjadi hukum nasional sudah memenuhi syarat yang mengajukan pensyaratan dapat menarik
ratifikasi perjanjian internasional di Indonesia. kembali pensyaratannya. Penarikan kembali atas
Dalam UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian pensyaratan ini berarti negara itu bersedia untuk
Internasional juga di atur mengenai pensyaratan tunduk dan terikat pada ketentuan perjanjian yang
dalam pasal 1 huruf e yang berbunyi “Pensyaratan semula. Demikian pula negara yang semula
adalah pernyataan sepihak suatu negara untuk menolak pada suatu waktu dapat menarik kembali
tidak menerima berlakunya ketentuan tertentu penolakannya. Penarikan kembali penolakannya
pada perjanjian internasional, dalam rumusan ini sama artinya dengan negara itu mengakui atau
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.XII/No.3/Oktober/2023

menyetujui pensyaratan yang diajukan oleh pada suatu perjanjian dalam bentuk ratifkasi
negara yang bersangkutan. (ratification), aksesi (accession), penerimaan
Sebagai konsekuensi dari pranata hukum (acceptance) dan penyetujuan (approval).
yang bernama “pensyaratan” ini, berlakunya Sebagai contoh perjanjian internasional yang
perjanjian internasional itu tampak tidak utuh. telah disahkan melalui ratifikasi pemerintah
Namun hal ini masih lebih baik jika dibandingkan Indonesia menjadi undang-undang adalah
dengan perjanjian itu tidak bisa berlaku sebagai ASEAN Charter yang disahkan dengan UU
hukum internasional positif yang disebabkan oleh No. 38 Tahun 2008.
ketiadaan atau sangat sedikit negara yang menjadi
pihak atau pesertanya sehingga dalam jangka B. Saran
waktu yang begitu lama, perjanjian itu tetap tidak 1. Kedepannya pemerintah harus lebih
memenuhi syarat untuk mulai berlaku (enter into memperhatikan atau mempertimbangkan
force) sebagai hukum internasional positif. kembali isi dari Piagam ASEAN atau isi dari
Namun dengan adanya pensyaratan ini lebih UU No. 38 Tahun 2008 yang telah diratifikasi
terbuka kesempatan bagi sebanyak mungkin tersebut agar supaya keberadaan dari Piagam
negara untuk menjadi pihak dan ini tentulah tersebut tidak membawa dampak negative bagi
sangat positif, baik bagi masyarakat internasional negara-negara anggotanya serta dapat
pada umumnya , karena semakin banyak negara membawa lebih banyak dampak positif baik
yang dapat menjadi pihak pada suatu perjanjian bagi Indonesia maupun negara anggota
internasional. lainnya.
2. Pemerintah harus lebih memperhatikan lagi
PENUTUP berbagai macam perjanjian internasional yang
A. Kesimpulan dapat diratifikasi menjadi undang-undang.
1. Eksistensi Piagam ASEAN masih memiliki Khususnya pemberlakuan perjanjian
kedudukan hukum dalam konteks perjanjian internasional terhadap Piagam ASEAN harus
internasional di Indonesia. Ketentuan hukum diterapkan dengan sungguh-sungguh dan
terkait perjanjian internasional di Indonesia sesuai dengan prosedur perjanjiannya.
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang tersebut mengatur mengenai Agusman, Dumos Dumoli., Hukum Perjanjian
proses pengesahan, pengundangan, Internasional, Kajian Teori Dan Praktik
implementasi, dan penyelesaian sengketa Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2017.
terkait perjanjian internasional yang Alina Kaczkorowka, Public International Law,
melibatkan Indonesia. Dalam hal Piagam London: Old Bailey Press, 2002.
ASEAN, jika Indonesia ingin mengesahkan Cipto, Bambang., Hubungan Internasional Di
atau melaksanakan perjanjian tersebut, maka Asia Tenggara, Teropong Terhadap
prosesnya akan mengikuti ketentuan dalam Dinamika, Realitas dan Masa Depan,
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007.
Proses pengesahan Piagam ASEAN di Elmar Iwan Lubis, et.al., Pedoman Praktis
Indonesia melibatkan langkah-langkah seperti Pembuatan, Pengesahan dan Penyimpanan
persetujuan oleh badan legislatif, Perjanjian Internasional Termasuk
pengundangan dalam bentuk peraturan Penyiapan Full Powers dan Credentials,
pemerintah, dan implementasi melalui Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial
kebijakan atau peraturan pelaksana. Budaya Kementrian Luar Negeri Republik
2. Pemberlakuan Perjanjian Internasional Indonesia, 2012, Jakarta.
terhadap Pengesahan Piagam ASEAN Harris, D.J,. Cases And Materials On
berdasarkan UU No. 24 Tahun 2000 tentang International Law, London: Sweet and
Perjanjian Internasional. Undang-undang Maxwell, 1983.
tersebut mengatur tata cara pengesahan suatu Kusumaatmadja, Mochtar., Pengantar Hukum
perjanjian internasional sesuai dengan jenis Internasional, Binacipta, Jakarta. 1997.
perjanjiannya. Dalam hukum internasional Kusumaatmadja, Mochtar., Pengantar Hukum
juga dikenal dengan istilah ratifikasi yang Internasional, Binacipta, Jakarta, 1982.
dalam konteks ketatanegaraan Indonesia yang Merrills, J. G., Anatomy of International Law,
terdapat dalam pasal 1 huruf b UU No. 24 Sweet and Maxwell, London, 1976.
Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional Nurhidayahtuloh., Politik Hukum HAM tentang
menegaskan bahwa pengesahan adalah Hak-Hak Plotik Perempuan di Indonesia,
perbuatan hukum untuk mengikatkan diri
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
Lex Privatum Vol.XII/No.3/Oktober/2023

Pasca Sarjana UII dan FH UII Press, Parthiana, I Wayan, Kajian Akademis (Teoritis
Yogyakarta, 2011. dan Praktis) Atas Undang-Undang Nomor
Parthiana, I Wayan., Perjanjian Internasional Di 24 Tahun 2000, Jurnal Hukum
Dalam Hukum Nasional Indonesia. Internasional, Volume 5 Nomor 3 (April
Schwarzenberger, George., A Manual of 2008)
International Law, Stevens & Sons, Seminar Naional Peluang Dan Tantangan
London, 1967. Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN
Suryokusumo, Sumaryo., Studi Kasus Hukum (MEA). Perspektif Hukum Dan
Organisasi Internasional, Alumni, Perlindungan Sumber Daya Laut
Bandung, 1997. Supriatna, Liona Nanang., Piagam ASEAN :
Yacob, Dharwis Widya Utama., Perjanjian Menuju Pemajuan Dan Perlindungan HAM
Internasional Sebagai Perwujudan Arsip di Asia Tenggara, “Jurnal Hukum
Terjaga : Studi Kasus Treaty of London Internasional (Indonesian Journal of
dan Treaty of Waitangi. International Law), Vo. 5, 3 April 2008.
Yulianingsih, Wiwin, Hukum organisasi Tenripadang, Andi., Hubungan Hukum
internasional, ANDI, Yogyakarta, 2014 Internasional Dengan Hukum Nasional,
Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor
Peraturan/Perundang-Undangan 1, Juli 2016 : 67-75
Undang-undang Dasar 1945
Undang-undang No. 24 Tahun 2000 tentang
Perjanjian Internasional
Undang-undang No. 38 Tahun 2008 tentang
Pengesahan Piagam ASEAN
Internet
Konvensi Wina 1969,
https://www.scribd.com/doc/29418615/Terj
emahan-Konvensi-Wina-23-Mei-1969
www.dicto.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-
ratifikasi/135462/2
www.jogloabang,com/pustaka/uu-24-2000-
perjanjian-internasional

Jurnal, Makalah dan Sumber Lainnya


Agusman, Damos Dumoli., Opini Juris, Mei –
Agustus 2013. Keputusan Mahkamah
Konstitusi tentang Piagam ASEAN: Arti
Penting bagi Nasib Perjanjian Lainnya.
Volume 13.
Andrea, Faustinus., Diplomasi tingkat Tinggi Asia
Pasifik 2007 : KTT ASEAN ke-13 dan
KTT APEC ke-15, “Analisis CSIS”, Vol.
36, No.4, Desember 2007
Dewanto, Wisnu Aryo., Januari – April 2012,
Memahami Arti Undang-undang
Pengesahan Perjanjian Internasional Di
Indonesia. Opini Juris, Volume 04.
Djafar, Zainuddin., Piagam ASEAN, Legalitas
Tonggak Baru Menuju Integrasi Regional?,
“Jurnal Hukum Internasional (Indonesian
Journal of International Law), Vo. 6, No. 2,
Januari 2009.
Djafar, Zainuddin., Piagam ASEAN, Legalitas
Tonggak Baru Menuju Integrasi Regional?,
“Jurnal Hukum Internasional (Indonesian
Journal of International Law), Vo. 6, No. 2,
Januari 2009.

Anda mungkin juga menyukai