Anda di halaman 1dari 34

RUMAH SAKIT GRAHA HERMINE

PANDUAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN


DI RUMAH SAKIT TAHUN 2019

EDISI 1

RUMAH SAKIT GRAHA HERMINE


Komplek Asih Raya No. 06 – 15 Batu Aji, Batam
Telp : (0778) 363318. Fax : (0778) 363164 Email : graha_hermine@yahoo.com
KATA PENGANTAR
i
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam yang telah
memberikan taufik serta hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita masih di beri kesempatan
untuk menghirup udara, Sekaligus berkarya dan beraktivitas untuk negara tercinta kita
Republik Indonesia umumnya dan RS. Graha Hermine pada khususnya. Semoga setiap gerak
dan langkah yang kita laksanakan, merupakan suatu ibadah yang akan memperoleh ridho dan
rahmat dari Allah SWT. Aamiin.

Penyusunan Panduan ini di jadikan sebagai acuan dalam menentukan langkah dan
arah kegiatan ini yang tertib dan tertur serta bertujuan memberikan pelayanan yang maksimal
pada masyarakat RS. Graha Hermine khususnya pasien dan keluarga pasien.

Untuk mewujudkan semua itu kami mengharapkan dukungan dari semua pihak  baik
dari Direktur, Manager, Kepala Bagian, serta semua pelaksana yang ada di RS. Graha
Hermine ini.

Kami menyadari Panduan kerja ini masih banyak kelemahan dan kekurangannya. Hal
ini dikarenakan kemampuan kami yang masih minim. Oleh karena itu kritik dan saran yang
sifatnya membangun sangat kami harapkan guna perbaikan di masa mendatang.

Akhirnya kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut
membantu dalam mensukseskan jalannya Panduan kerja ini.

Batam, Januari 2019

Penyusun

RUMAH SAKIT GRAHA HERMINE


Komplek Ruko Asih Raya No. 06-15 Batu Aji, Batam
Telp : (0778)363 318,363127. Fax :(0778) 363164. Email :graha_Hermine@yahoo.com

ii
SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT GRAHA HERMINE
Nomor : 193/Dir/SK/RSGH/I/2019

TENTANG

PANDUAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN


DI RUMAH SAKIT GRAHA HERMINE

DIREKTUR RUMAH SAKIT GRAHA HERMINE

: a. Bahwa penanggulangan kebakaran merupakan upaya untuk


mencegah timbulnya kebakaran dengan berbagai pengendalian
setiap perwujudan energi, pengadaan sarana, proteksi kebakaran dan
sarana penyelamatan serta pembentukan organisasi tanggap darurat
untuk menanggulangi bahaya kebakaran;
b. Bahwa upaya menanggulangi kebakaran melalui pemasangan sistem
alarm kebakaran otomatis dan penyediaan alat pemadam api ringan
sesuai syarat – syarat keselamatan kerja
c. Bahwa untuk melaksanakan kegiatan tersebut perlu adanya suatu
panduan
1. Peraturan Mentri Kesehatan No. 66 Tahun 2016 tentang
keselamatan kerja
Mengingat : 2. Undang – undang no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran
3. Undang – undang no 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
bencana
4. Undang – undang no 36 tahun 2009 tentang kesehatan
5. Undang – undang no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit
6. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang tenaga
kesehatan
7. Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2008 tentang
tenaga Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
949/Menkes/Per/VII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
28/Menkes/SK/I/1995 tentang Petunjuk Pelaksanaan Umum
Penanggulangan Medik Korban Bencana
10. Permenaker RI No. Per 04/Men/1980 tentang Syarat-syarat
pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan
11. Kepmen PU no.10/KPTS/2000 tentang ketentuan teknis
pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung
iii
dan lingkungan;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : Keputusan Direktur Rumah Sakit Graha Hermine Tentang Panduan


Penanggulangan Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana Rumah Sakit
Kota Batam .
KESATU : Rumah Sakit Graha Hermine sebagaimana lampiran keputusan ini
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari keputusan ini;
KEDUA : Panduan Penanggulangan Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana dI
Rumah Sakit Graha Hermine
KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila di
kemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Batam
Pada Tanggal : 19 Januari 2019
DIREKTUR Rumah Sakit Graha Hermine

dr. Fajri Israq, MARS

DAFTAR ISI

COVER i
KATA PENGANTAR ii
SK DIREKTUR NOMOR : 195/DIR/SK/RSGH/I/2019 iii
TENTANG PANDUAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN
iv
DI RUMAH SAKIT GRAHA HERMINE
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Pengertian 1
B. Maksud Dan Tujuan 2
C. Ruang Lingkup 2
BAB II PERENCANAAN TAPAK UNTUK PROTEKSI 3
KEBAKARAN
A. Lingkungan Bangunan 3
B. Akses Petugas Pemadam Kebakaran Ke 3
Lingkungan
C. Akses Petugas Pemadam Kebakaran Ke 3
Bangunan Gedung
BAB III SARANA PENYELAMATAN 4
A. Tujuan, Fungsi & Persyaratan Kinerja 4
B. Persyaratan Jalan Keluar 4
C. Konstruksi Eksit 5
BAB IV SISTEM PROTEKSI PASIF 6
A. Tujuan, Fungsi Dan Prasyaratan Kinerja 6
BAB V SISTEM PROTEKSI AKTIF 8
A. TUJUAN, FUNGSI & PERSYARATAN KINERJA 8
B. SISTEM PEMADAM KEBAKARAN MANUAL 9
C. PENGENDALIAN ASAP KEBAKARAN 10
D. SISTEM DAYA DARURAT & TANDA 13
PETUNJUK ARAH
E. SISTEM DAYA DARURAT 15
F. PUSAT PENGENDALI KEBAKARAN 17
BAB VI PENGAWASAN & PENGENDALIAN 21
A. UMUM 21
B. PENGAWASAN & PENGENDALIAN TAHAP 21
PERENCANAAN
C. PENGAWASAN PENGENDALIAN TAHAP 21
PELAKSANAAN
D. PENGAWASAN PENGENDALIAN TAHAP
22
PEMANFAATAN / PEMELIHARAAN
v
E. JAMINAN KEANDALAN SISTEM 23
F. PENGUJIAN API 24
G. PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN
24
SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN
BAB VII PENGAWASAN & PENGENDALIAN
A. PENUTUP 29

vi
BAB I
PENDAHULUAN
 
A. PENGERTIAN
1. Bangunan gedung adalah konstruksi bangunan yang diletakkan secara tetap
dalam suatu lingkungan, di atas tanah/perairan, ataupun di bawah
tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk tempat
tinggal, berusaha, maupun kegiatan sosial dan budaya. Sedangkan mengenai
klasifikasi bangunan gedung sesuai dengan Keputusan Menteri PU no.
441/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung dan
Lingkungan.
2. Bahaya kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman
potensional dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran
hinga penjalaran api, asap, dan gas yang ditimbulkannya.
3. Exit atau jalan keluar adalah : Jalan keluar horizontal atau lorong yang
dilindungi terhadap kebakaran yang menuju ke exit horizontal.
4. Salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan keluar
menuju ke jalan umum atau ruang terbuka:
a. Bagian dalam dan luar tangga,
b. Ramp
c. Lorong yang dilindungi terhadap kebakaran
d. Bukaan pintu yang menuju jalan umum atau ruang terbuka
5. Jalan akses adalah jalur pencapaian yang menerus dari perjalanan ke atau
didalam bangunan yang cocok digunakan untuk/oleh orang cacat sesuai
dengan standar aksesibilitas.
6. Jalan penyelamatan/evakuasi adalah jalur perjalanan yang menerus
(termasuk jalan keluar, koridor/selasar umum dan sejenis) dari setiap bagian
bangunan termasuk di dalam unit hunian tunggal ketempat yang aman.
7. Tempat aman adalah :
8. Suatu tempat yang aman di dalam bangunan, yakni:
a. Yang tidak ada ancaman api, dan
b. Dari sana penghuni bisa secara aman berhambur setelah menyelamatkan
dari keadaan darurat menuju ke jalan atau ruang terbuka, atau :
1. Suatu jalan atau ruang terbuka.

1
2. Tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk
penyelamatan bila terjadi kebakaran.
3. Pintu kebakaran adalah pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran
dan hanya dipergunakan apabila terjadi kebakaran.
4. Waktu penyelamatan/Evakuasi adalah waktu bagi pengguna/penghuni
bangunan untuk melakukan penyelamatan ke tempat aman yang dihitung dari
saat dimulainya keadaan darurat hingga sampai ke tempat yang aman.

B. MAKSUD DAN TUJUAN


1. Maksud
Ketentuan teknis pengaman terhadap bahaya kebakaran pada bangunan
gedung dan lingkungan ini dimaksudkan sebagai acuan persyaratan teknis
yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan oleh
penyedia jasa dan pemilik/pengelola bangunan gedung, serta pengendalian
penyelenggaraan bangunan gedung, melalui mekanisme perijinan,
pemeriksaan, dan penertiban oleh pemerintah untuk mewujudkan bangunan
gedung yang aman terhadap bahaya kebakaran.
2. Tujuan
Ketentuan ini bertujuan untuk mengatur dan menetapkan upaya teknis
teknologis agar dapat terselenggaranya pelaksanaan pembangunan dan
pemanfaatan bangunan gedung secara tertib, aman dan selamat.

C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dari ketentuan ini meliputi
1. Ketentuan umum
2. Perencanaan tapak untuk proteksi kebakaran
3. Sarana penyelamatan
4. Sistem proteksi pasif
5. Sistem proteksi aktif
6. Pengawasan dan pengendalian

2
BAB II
PERENCANAAN TAPAK UNTUK PROTEKSI KEBAKARAN

A. LINGKUNGAN BANGUNAN
Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran dan memudahkan
operasi pemadaman, maka di dalam lingkungan bangunan harus tersedia jalan
lingkungan dengan perkerasan agar dapat dilalui oleh kendaraan pemadam
kebakaran.

Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran, harus disediakan jalur


akses dan ditentukan jarak antar bangunan.

B. AKSES PETUGAS PEMADAM KEBAKARAN KE LINGKUNGAN


1. Lapis perkerasan dan jalur akses masuk
2. APAR

C. AKSES PETUGAS PEMADAM KEBAKARAN KE BANGUNAN GEDUNG


1. Akses petugas pemadam kebakaran ke dalam bangunan
Akses petugas pemadam kebakaran dibuat melalui dinding luar untuk operasi
pemadaman dan penyelamatan. Bukaan tersebut harus siap dibuka dari dalam
dan luar atau terbuat dari bahan yang mudah dipecahkan, dan senantiasa bebas
hambatan selama bangunan dihuni atau dioperasikan. Akses petugas pemadam
kebakaran harus diberi tanda segitiga warna merah atau kuning dengan ukuran
tiap sisi minimum 150 mm dan diletakkan pada sisi luar dinding dan diberi
tulisan “AKSES PEMADAM KEBAKARAN-JANGAN DIHALANGI”
dengan ukuran tinggi minimal 50 mm.
2. Akses petugas pemadam kebakaran di dalam bangunan
Diperlukan persyaratan mengenai sarana atau fasilitas tambahan untuk
menghindari penundaan dan untuk memperlancar operasi pamadaman.

3
BAB III
SARANA PENYELAMATAN
 
A. TUJUAN, FUNGSI DAN PERSYARATAN KINERJA
1. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam bab ini adalah mencegah terjadinya
kecelakaan atau luka pada waktu melakukan evakuasi pada saat keadaan
darurat terjadi.

2. Fungsi
Setiap bangunan harus dilengkapi dengan sarana evakuasi yang dapat
digunakan oleh penghuni bangunan, sehingga memiliki waktu yang cukup
untuk menyelamatkan diri dengan aman tanpa terhambat hal-hal yang
diakibatkan oleh keadaan darurat.

3. Persyaratan Kinerja
Sarana atau jalan ke luar dari bangunan harus disediakan agar penghuni
bangunan dapat menggunakannya untuk penyelamatan diri. Jalan keluar harus
ditempatkan terpisah. Agar penghuni atau pemakai bangunan dapat
menggunakan jalan ke luar tersebut secara aman, maka jalur ke jalan luar harus
memiliki dimensi yang di tentukan berdasarkan :

1. Jumlah, mobilitas dan karakter-karakter lainnya dari penghuni atau


pemakai bangunan
2. Fungsi atau pemakaian bangunan
 

B. PERSYARATAN JALAN KELUAR


Setiap bangunan harus mempunyai sedikitnya 1 eksit dari setiap lantainya. Eksit
yang disyaratkan sebagai alternatif jalan ke luar harus :

1. Tersebar merata di sekeliling lantai yang dilayani sehingga akses ke minimal dua
eksit tidak terhalang dari semua tempat termasuk area lif di lobby, dan
2. Jarak tidak kurang dari 9 m antar eksit, dan
3. Terletak sedemikian rupa sehingga alternatif jalur lintasan tidak bertemu,
sehingga jarak antar eksit kurang dari 6 m.

4
C. KONSTRUKSI EKSIT
1. Pintu
Suatu pintu dalam bangunan yang berfungsi sebagai eksit atau membentuk
bagian dari eksit atau setiap pintu untuk area perawatan pasien harus :
a. Bukan pintu berputar
b. Bukan pintu gulung
c. Tidak boleh dipasang pintu sorong
d. Pengoperasian gerendel pintu

Pintu pada eksit yang disyaratkan membentuk bagian dari eksit atau jalur yang
menuju ke eksit harus siap dapat dibuka tanpa kunci dari sisi dalam yang
menghadap ke jalur penyelamatan dengan satu tangan, dengan mendorong
melalui alat yang dipasang pada ketinggian antara 0,9 – 1,2 m dari lantai.

2. Rambu pada pintu


Untuk memberi tanda pada orang bahwa operasi pintu-pintu tertentu harus
tidak di halangi, harus dipasang di tempat yang mudah dilihat atau dekat
dengan pintu kebakaran yang memberikan akses langsung ke eksit yang
dilindungi terhadap kebakaran. Rambu tersebut harus dibuat dengan huruf
besar minimal tinggi huruf 20 mm, warna kontras dengan warna latar belakang.

BAB IV
SISTEM PROTEKSI PASIF
5
 
A. TUJUAN, FUNGSI  DAN PERSYARATAN KINERJA
1. Tujuan
Tujuan dari persyaratan yang tercantum dalam Bab ini adalah untuk:
a. Melindungi manusia yang sakit ataupun cedera akibat terjadinya kebakaran
dalam bangunan maupun saat penyelamatan
b. Menyediakan fasilitas untuk menunjang kegiatan yang dilakukan petugas
pemadam kebakaran
c. Menghindari penyebaran kebakaran antar bangunan
d. Melindungi benda atau barang lainnya terhadap kerusakan fisik akibat
keruntuhan struktur bangunan saat terjadi kebakaran.
e. Fungsi
f. Konstruksi suatu bangunan harus mampu menciptakan kestabilan struktur
selama kebakaran untuk:
 Memberikan waktu bagi penghuni bangunan untuk menyelamatkan
diri secara aman
 Memberikan kesempatan bagi petugas pemadam kebakaran untuk
beroperasi
 Menghindarkan kerusakan benda atau barang akibat kebakaran
2. Suatu bangunan harus dilindungi terhadap penyebaran kebakaran
a. Sehingga penghuni bangunan mempunyai cukup waktu untuk melakukan
evakuasi secara aman tanpa dihalangi oleh penyebaran api dan asap
kebakaran
b. Untuk memberikan kesempatan bagi petugas pemadam kebakaran
beroperasi
3. Persyaratan Kinerja
Suatu bangunan gedung harus mempunyai bagian atau elemen bangunan yang
pada tingkat tertentu bisa mempertahankan stabilitas struktur selama terjadi
kebakaran, yang sesuai dengan:

1. Fungsi bangunan
2. Beban api
3. Intensitas kebakaran
4. Potensial bahaya
5. Ketinggian bangunan
6. Kedekatan dengan bangunan lain
6
7. Sistem protektif aktif yang terpasang dalam bangunan
8. Ukuran kompartemen kebakaran
9. Tindakan petugas pemadam kebakaran
10. Elemen bangunan lainnya yang mendukung
11. Evakuasi penghuni

Ruang perawatan pasien harus dilindungi terhadap penjalaran asap dan panas serta
gas beracun yang ditimbulkan oleh kebakaran untuk dapat memberikan waktu cukup
agar evakuasi penghuni bisa berlangsung secara tertib pada saat terjadi kebakaran.
Setiap elemen bangunan yang dipasang atau disediakan untuk menahan penyebaran
api pada bukaan, sambungan-sambungan, tempat-tempat penembusan struktur
untuk utilitas harus dilindungi terhadap kebakaran sehingga diperoleh kinerja yang
memadai dari elemen tersebut.

BAB V
SISTEM PROTEKSI AKTIF
 
A. TUJUAN, FUNGSI DAN PERSYARATAN KINERJA
7
1. Tujuan
2. Melindungi penghuni dari kecelakaan atau luka, dengan memperingatkan
kepada penghuni akan adanya suatu kebakaran, sehingga dapat melaksanakan
evakuasi dengan aman.
3. Melindungi penghuni dari kecelakaan atau luka pada waktu melakukan
avakuasi pada saat kejadian kebakaran.
4. Fungsi
Suatu bangunan dilengkapi dengan proteksi kebakaran sedemikian rupa
sehingga:

1. Penghuni diperingatkan akan adanya suatu kebakaran dalam bangunan sehingga


dapat melaksanakan evakuasi dengan aman.
2. Penghuni mempunyai waktu untuk melakuikan evakuasi secara aman sebelum
kondisi pada jalur evakuasi menjadi tidak tertahankan oleh akibat kebakaran.
3. Persyaratan Kinerja
4. Dalam suatu bangunan yang menyediakan akomodasi tempat tidur, harus
disediakan sistem peringatan otomatis pada sistem deteksi asap, sehingga
mereka dapat berevakuasi ke tempat yang aman pada saat terjadi kebakaran.
5. Pada saat terjadi kebakaran pada bangunan gedung, kondisi pada setiap jalur
evakuasi harus dijaga untuk periode waktu yang diperlukan penghuni untuk
melakukan evakuasi dari bagian bangunan, sehingga :
a. Temperatur tidak membahayakan jiwa manusia
b. Jalur/rute evakuasi masih dapat terlihat jelas
c. Tingkat keracunan asap tidak membahayakan jiwa manusia
1. Periode waktu yang diperlukan untuk melakukan evakuasi harus
memperhitungkan:
a. Jumlah, mobilitas, dan karakteristik lain dari penghuni, dan
b. Fungsi bangunan
c. Jarak tempuh dan karakteristik lainnya dari bangunan
d. Beban api
e. Potensi intensitas kebakaran
f. Tingkat bahaya kebakaran
g. Setiap sistem konstruksi kebakaran aktif yang terpasang dalam bangunan
h. Tindakan petugas pemadam kebakaran
Persyaratan tersebut tidak berlaku untuk ruang parkir terbuka atau
panggung terbuka.
8
B. SISTEM PEMADAMAN KEBAKARAN MANUAL
1. Alat Pemadam Api Portabel (APAP)
2. Lingkup
Spesifikasi ini menjelaskan instalasi dan pengoperasian Alat pamadam api portabel
(APAP) yang meliputi Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan Alat Pemadam
Api Beroda (APAB)

1. Tujuan
Instalasi APAP harus ditujukan untuk menyediakan sarana bagi pemadam api pada
tahap awal

2. Persyaratan kinerja
Alat pemadam api portabel harus dipilih dan ditempatkan sesuai ketentuan dalam
SNI 03-3987- edisi terakhir, tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan
Pemadaman Api Ringan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Rumah dan Gedung.

3. Ketentuan istalasi APAP


a. Jenis APAP
Jenis APAP yang digunakan harus dari jenis yang teruji menurut SNI 03-3988-edisi
terakhir, tentang pengujian kemampuan pemadaman dan penilaian alat
pemadam api ringan.
b. Instalasi APAP harus memenuhi SNI 03-3987 edisi terakhir tentang tata cara
perencanaan, pemasangan pemadaman api ringan untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.
c. Penempatan APAP harus pada lokasi yang mudah ditemukan, mudah
dijangkau, dan mudah di ambil dari tempatnya untuk dibawa ke lokasi
kebakaran.
d. Instalasi APAP yang terpasang harus diperiksa secara berkala seperti yang
diatur dalam SNI 03-3987-edisi terakhir tentang Tata Cara Perencanaan,
Pemasangan pemadaman api ringan untuk pencegahan bahaya kebakaran
pada bangunan rumah dan gedung.
 
C. PENGENDALIAN ASAP KEBAKARAN
1. Pemberlakuaan persyaratan
2. Persyaratan kinerja

9
Pengendalian asap harus disediakan pada bangunan. Suatu bangunan bangunan
yang mempunyai atrium, atau yang terpisah/secara khusus. Ketentuan sistem
pembuangan asap serta ventilasi asap dan panas dari bagian ini tidak berlaku
untuk setiap area yang tidak digunakan oleh penghuni untuk jangka waktu lama
antara lain: gudang dengan luas lantai kurang dari 30 m², ruang sanitasi, ruang
mesin atau sejenis.

1. Ketentuan umum
Suatu sistem deteksi asap harus dipasang guna mengoperasikan sistem
pengendalian asap terzona dan sistem penahan udara otomatis
(pressurization) pada sarana jalan keluar yang aman kebakaran.

1. Persyaratan untuk bahaya khusus


Upaya tambahan dalam pengendalaian asap mungkin diperlukan untuk:

a. Karakteristik khusus bangunan,


b. Penggunaan khusus bangunan
c. Tipe material yang khusus, jumlah yang khusus dari bahan yang
disimpan, dipamerkan atau dipakai dalam bangunan.
2. Sistem deteksi asap dan alarm
3. Lingkup
Persyaratan ini menjelaskan pemasangan dan pengoperasian sistem deteksi
asap dan alarm otomatis

1. Sistem alarm asap


Sistem alarm asap harus terdiri dari alarm asap yang memenuhi ketentuan
yang berlaku. Bila alarm asap dipasang di dapur dan di area lainnya yang
sering mengakibatkan terjadinya alarm asap palsu, maka alarm panas boleh
dipasang sebagai   pengganti alarm asap. Jika di dapur dan di area lain
tersebut di pasang sprinkler, maka alarm panas tidak diperlukan lagi.
2. Sistem deteksi asap
Sistem deteksi asap harus memenuhi SNI 03.3689 edisi terakhir. Di dapur
dan di area lainnya, dimana penggunaan area tersebut sering mengakibatkan
terjadinya alarm asap palsu, alarm boleh di pasang sebagai pengganti alarm
asap. Apabila di dapur dan di area lain tersebut di pasang sprinkler, maka
alarm panas tidak perlu di pasang. Untuk ruang pasien harus dipasang
detektor asap tipe photo elektrik dan tipe ionisasi secara berselang-seling. Di
10
pasang alat manual pemicu alarm pada jalur evakuasi, sedemikian rupa
sehingga setiap titik pada bangunan mempunyai alat manual pemicu alarm
yang berjarak tidak kurang dari 30 m.

3. Deteksi asap untuk sistem pengendalian asap kebakaran


Detektor asap yang diperlukan untuk mengaktifkan sistem penekanan udara
untuk jalan keluar (eksit) yang aman dari kebakaran (fire, isolated exit) dan
sistem pengendalian asap yang terzona harus:

a. Dipasang penggunaan sistem tata udara mekanis untuk pengendalian


asap menurut ketentuan yang berlaku.
b. Mempunyai detektor asap tambahan yang dipasang di dekat setiap
deretan pintu lif pada jarak tidak lebih dari 3 m dari bukaan pintu.
Detektor asap dipasang pada jarak :
Antar detektor tidak lebih dari 20 m dan tidak berjarak lebih dari 10 m dan asap
dinding, dinding pemisah (bulkhead) atau tirai asap.
Detektor asap mempunyai kepekaan:
Sesuai dengan standar penggunaan sistem pengolah udara mekanis sebagai
pengendalian untuk ruangan selain dari koridor.

Detektor asap yang dipasang untuk mengaktifkan sistem pengendalian asap kebakaran
harus:

Merupakan bagian dari sistem pendeteksian asap atau kebakaran bangunan yang
memenuhi SNI 03-3689 edisi terakhir, atau merupakan sistem berdiri sendiri yang
dilengkapi dengan peralatan kontrol dan indikator dengan fasilitas verifikasi alarm dan
memenuhi persyaratan yang berlaku.

1. Sistem Peringatan Bahaya Bagi Penghuni Gedung


Bunyi suatu sistem peringatan bahaya bagi penghuni bangunan dapat terdengar
pada seluruh bagian bangunan yang dihuni harus sesuai persyaratan yang berlaku
(SNI-03-3689 edisi terakhir).

Dalam suatu bangunan pada suatu ruang perawatan pasien, sistem peringatan
bahaya: harus ditata untuk memberikan tanda bahaya bagi petugas rumah sakit
dan dalam bangsal perawatan keras bunyi alarm dan isi pesan dari tanda bahaya

11
harus diatur untuk meminimalkan trauma berkaitan dengan jenis dan kondisi
penghuni.
2. Pemantauan sistem
Instalasi berikut ini harus dihubungkan secara permanen ke suatu pos instansi
pemadam kebakaran, atau peralatan pemantauan yang diperbolehkan lainnya
dengan suatu hubungan data langsung ke suatu pos instansi pemadam kebakaran.
3. Sistem pembuangan asap
4. Spesifikasi ini menjelaskan syarat-syarat untuk sistem pembuangan asap secara
mekanis.
5. Kapasitas pembuangan asap
Fan pembuangan asap harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk menghisap
lapisan asap: berada di dalam reservoir asap, yang tepi bawahnya tidak kurang dari
2 m diatas permukaan lantai tertinggi. Di atas puncak setiap bukaan yang
menghubungkan reservoir-reservoir asap yang berbeda.

1. Fan pembuangan asap


Setiap fan pembuangan asap berikut kelengkapannya:
Mampu beroperasi terus menerus pada titik kerja yang ditentukan pada
temperatur 200º C untuk selang waktu tidak kurang dari 60 menit, beroperasi
terus menerus pada temperatur 300º C untuk selang waktu 30 menit untuk
gedung yang tidak dilindungi sistem sprinkler. Karakteristik fan ditentukan
berdasarkan temperatur udara luar. Bila fan dilengkapi dengan alat pengaman
temperatur tinggi maka alat tersebut akan diabaikan secara otomatis selama
sistem pembuangan asap beroperasi.
 

D. PENCAHAYAAN DARURAT DAN TANDA PENUNJUK ARAH


1. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penerapan persyaratan ini adalah untuk
menyelamatkan penghuni dari kecelakaan ataupun ancaman bahaya dengan:

2. Menyediakan pencahayaan yang memadai

12
3. Memberikan petunjuk/rambu-rambu yang cukup jelas untuk menuju jalan
keluar (eksit) dan alur pencapaian menuju eksit
4. Memberikan peringatan kepada penghuni/pengguna bangunan akan terjadinya
keadaan darurat.
5. Tuntutan Fungsi

Suatu bangunan harus dilengkapi:


1. Pencahayaan yang cukup memadai bila sistem pencahayaan buatan yang normal
pada bangunan tidak berfungsi saat keadaan darurat
2. Pencahayaan yang cukup diartikan masih mampu berfungsi untuk:
 Memperingatkan penghuni/pengguna bangunan untuk menyelamatkan diri
 Mengatur proses evakuasi
 Mengenali tanda eksit dan jalur menuju ke eksit
3. Persyaratan Kinerja
4. Suatu tingkat pencahayaan (iluminasi) untuk pelaksanaan evakuasi yang aman
pada saat keadaan darurat harus disediakan pada bangunan disesuaikan
dengan:
 Fungsi atau peruntukan bangunan
 Luas lantai bangunan
 Jarak tempuh ke eksit
1. Dalam menunjang proses evakuasi, tanda-tanda yang cocok atau cara lain untuk
dapat mengenali, sampai pada tingkat yang diperlukan, harus:
 Dipasang pencahayaan darurat untuk mengidentifikasi lokasi eksit
 Dapat memandu penghuni/pengguna bangunan ke eksit
 Dapat terlihat secara jelas
 Dapat beroperasi saat sumber daya untuk sistem pencahayaan tidak berfungsi,
untuk waktu yang cukup hingga penghuni bangunan terevakuasi dengan selamat.
2. Untuk mengingatkan penghuni/pengguna bangunan akan terjadinya kondisi
darurat, maka sistem peringatan dini dan interkomunikasi darurat harus disediakan
sampai pada tingkat yang diperlukan, disesuaikan dengan:
 Luas lantai bangunan
 Fungsi atau penggunaan bangunan
 Ketinggian bangunan.
3. Persyaratan Teknis Pencahayaan Darurat
Suatu sistem pencahayaan darurat harus dipasang:

13
a. Disetiap tangga, ramp dan jalan terusan yang dilindungi terhadap kebakaran,
b. Di setiap jalan terusan, koridor, jalur penghubung di ruangan besar (hall) atau
semacamnya yang menjadi bagian dari jalur perjalanan ke eksit,setiap ruangan
yang mempunyai luas lantai lebih dari 100 m² yang tidak membuka ke arah
koridor atau ruang yang mempunyai pencahayaan darurat atau ke jalan umum
atau ke ruang terbuka, setiap ruangan yang mempunyai luas lantai lebih dari
300 m²
c. Desain Sistem Pencahayaan Keadaan Darurat
d. Setiap sistem pencahayaan keadaan darurat harus:
 Beroperasi otomatis
 Memberikan pencahayaan yang cukup tanpa penundaan yang tidak perlu
dalam upaya menjamin evakuasi yang aman di seluruh daerah dalam
bangunan di lokasi atau tempat yang dipersyaratkan
 Dilindungi terhadap kerusakan akibat kebakaran bila sistem pencegahan
darurat tersebut merupakan sistem yang tersentralisasi.
1. Pencahayaan darurat harus memenuhi standar yang berlaku.
2. Tanda keluar (Eksit)
Suatu tanda eksit harus jelas terlihat bagi orang yang menghampiri eksit dan harus
dipasang pada, di atas atau berdekatan dengan setiap:

1. Pintu yang memberikan jalan ke luar langsung dari satu lantai ke:
 Tangga, jalan terusan atau ramp yang dilindungi struktur tahan api, yang
berfungsi sebagai sksit yang memenuhi persyaratan
 Tangga luar, jalan terusan atau ramp yang memenuhi syarat sebagai eksit
 Serambi atau balkon luar yang memberikan akses menuju ke eksit.
2. Pintu dari suatu tangga, jalan terusan atau ramp yang dilindungi struktur tahan
api atau tiap level hamburan ke jalan umum atau ruang terbuka
3. Eksit horisontal
4. Pintu yang melayani atau membentuk bagian dari eksit yang disyaratkan pada
lantai bangunan yang harus dilengkapi dengan pencahayaan darurat.
5. Tanda penunjuk arah
Bila suatu eksit tidak dapat terlihat secara langsung dengan jelas oleh penghuni
atau pengguna bangunan, maka harus dipasang tanda penunjuk dengan tanda
panah menunjukkan arah, dan di pasang di koridor, jalan menuju ruang besar
(hllways), lobi dan semacamnya yang memberikan indikasi penunjukkan arah ke
eksit yang disyaratkan.
14
6. Perkecualian Untuk Pemasangan Tanda Penunjuk Arah Ke Luar
7. Desain dan Pengoperasian Tanda Penunjuk Arah Keluar
8. Setiap tanda eksit harus:
 Jelas dan pasti serta mempunyai huruf dan simbol berukuran tepat
 Diberi pencahayaan yang cukup agar jelas terlihat setiap waktu saat
bangunan dihuni atau dipakai oleh setiap orang yang berhak untuk
memasuki bangunan
 Dipasang sedemikian rupa sehingga bila terjadi gangguan listrik, maka
pencahayaan darurat segera menggantikannya
 Bila diterangi dengan sistem pencahayaan darurat, maka komponen
pengkabelan dan sumber daya dan lain-lain harus memenuhi syarat.
1. Tanda penunjuk arah ke luar harus memenuhi standar yang berlaku.
2. Sistem Peringatan dan Interkomunikasi Darurat
Suatu sistem pemberitahuan atau peringatan dan interkomunikasi darurat sesuai
dengan standar yang berlaku harus dipasang pada:
Bangunan dengan tinggi efektif lebih dari 25 m

E. SISTEM DAYA DARURAT


1. Umum
2. Sumber daya listrik darurat digunakan antara lain untuk mengoperasikan:
 Pencahayaan darurat
 Sarana komunikasi darurat
 Lif kebakaran
 Sistem deteksi dan alarm kebakaran
 Hidran kebakaran
 Sprinkler kebakaran
 Alat pengendali asap
 Pintu tahan api otomatis
 Ruang pusat pengendali kebakaran.
2. Ketentuan penggunaan sumber daya darurat untuk kebutuhan mengoperasikan
pencahayaan darurat, sarana komunikasi darurat, lif kebakaran, sistem deteksi
dan alarm kebakaraan, alat pengendali asap dan pintu tahan api otomatis diatur
dalam ketentuan tersendiri.
3. Instalasi listrik sistem daya darurat harus memenuhi SNI tentang Persyaratan
Umum Instalasi Listrik edisi terakhir.

15
4. Sumber Daya
Daya yang disuplai untuk mengoperasikan sistem daya darurat diperoleh
sekurang-kurangnya dari dua sumber sebagai berikut:

5. Sumber Daya Listrik dapat diperoleh:


 PLN, dan atau
 Sumber darurat berupa:
6. Batere
7. Generator
8. sumber daya listrik darurat harus direncanakan dapat bekerja secara otomatir
apabila sumber daya utama tidak bekerja dan harus dapat bekerja setiap saat.
9. Bangunan atau ruangan yang sumber daya utamanya dari PLN harus dapat
juga dilengkapi dengan generator sebagai sumber daya darurat dan
penempatannya harus memenuhi TKA yang berlaku.
10. Jaringan Catu Daya
11. Semua instalasi kabel yang melayani sumber daya listrik darurat harus
memenuhi kabel tahan api selama 60 menit.
12. Alat Proteksi Daya Suplai
Apabila alat proteksi daya suplai (pengaman lebur, pemutus daya) dipasang
dalam sirkit daya suplai dari gardu sendiri dan sambungan PLN di depan sirkit
feeder pompa kebakaran, alat tersebut harus mampu selalu terhubung pada
saat menerima arus locked rotor dari motor pompa kebakaran dan beban
listrik maksimum bangunan.
13. Jaringan pembagi (Ampacity jaringan)
Konduktor antara sumber daya dan motor pompa kebakaran ukurannya harus
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

F. PUSAT PENGENDALI KEBAKARAN


1. Umum
2. Spesifikasi ini menjelaskan mengenai konstruksi dan sarana yang disyaratkan
dalam pusat penegndali kebakaran.
3. Sarana yang ada di pusat pengendali kebakaran dapat digunakan untuk:
 Melakukan tindakan pengendalian dan pengarahan selama
berlangsungnya operasi penanggulangan kebkaran atau penanganan
kondisi darurat lainnya.

16
 Melengkapi sarana alat pengendali, panel kontrol, telepon, mebel,
peralatan dan sarana lainnya yang diperlukan dalam penanganan kondisi
kebakaran.
4. Pusat pengendali kebakaran tidak digunakan untuk keperluan lain selain:
 Kegiatan pengendalian kebakaran
 Kegiatan lain yang berkaitan dengan unsur keselamatan atau keamanan
bagi penghuni bangunan.
5. Lokasi ruang Pusat Pengendali
Ruang pusat pengendali kebakaran haruslah ditempatkan sedemikian rupa pada
bangunan, sehingga jalan keluar dari setiap bagian pada lantai ruang tersebut
kearah jalan atau ruang terbuka umum tidak terdapat perbedaan ketinggian
permukaan lantai lebih dari 30 cm.

6. Konstruksi
Ruang pusat pengendali kebakaran pada bangunan gedung yang tinggi efektifnya
lebih dari 50 meter, haruslah berada pada ruang terpisah, dengan syarat:

1. Konstruksi pelindung penutupnya dibuat dari beton, tembok atau


sejenisnya yang mempunyai kekokohan yang cukup terhadap keruntuhan
akibat kebakaran dan dengan nilai TKA tidak kurang dari 120/120/120;
2. Bahan lapis penutup, pembungkus atau sejenisnya yang digunakan dalam
ruang pengendali harus memenuhi persyaratan tangga kebakaran yang
dilindungi
3. Peralatan utilitas, pipa-pipa, saluran-saluran udara dan sejenisnya yang
tidak diperlukan untuk berfungsinya ruang pengendali, tidak boleh
melintasi ruang tersebut
4. Bukaan pada dinding, lantai atau langit-langit yang memisahkan ruang
penegndali dengan ruang dalam bangunan dibatasi hanya untuk pintu,
ventilasi dan lubang perawatan lainnya khusus untuk melayani fungsi ruang
pengendali tersebut.
5. Pintu ‘KELUAR’
6. Pintu yang menuju ruang pengendali harus membuka kearah dalam ruang
tersebut, dapat dikunci dan ditempatkan sedemikian rupa sehingga orang
yang menggunakan jalur evakuasi dari dalam bangunan tidak menghalangi
atau menutup jalan masuk ke ruang pengendali tersebut
7. Ruang pengendali haruslah dapat dimasuki dari dua arah;
17
 Satu dari arah pintu masuk di depan bangunan
 Satu langsung dari tempat umum atau melalui jalan terusan yang dilindungi
terhadap api, yang menuju ke tempat umum dan mempunyai TKA tidak
kurang dari -/120/30.
8. Ukuran dan Sarana
9. Ruang pengendali kebakaran harus dilengkapi dengan sekurang-kurangnya:
 Panci indikator kebakaran dan sakelar kontrol dan indikator visual yang
diperlukan untuk semua pompa kebakaran, kipas pengendali asap, dan
peralatan pengaman kebakaran lainnya yang dipasang di dalam bangunan
 Telepon yang memiliki sambungan langsung
 Sebuah papan tulis berukuran tidak kurang dari 120 cm x 100 cm
 Sebuah papan tempel (pin-up board) berukuran tidak kurang dari 120 cm
x 100 cm
 Sebuah meja berukuran cukup untuk menggelar gambar dan rencana
taktis
 Rencana taktis penanggulangan kebakaran yang ditetapkan dan diberi
kode warna.
10. Sebagai tambahan di ruang pengendali dapat disediakan:
 Panel pengendali utama, panel indikator lif, sakelar pengendali jarak jauh
untuk gas atau catu daya listrik dan genset darurat
 Sistem keamanan bangunan, sistem pengamatan, dan sistem manajemen
jika dikehendaki terpisah total dari sistem lainnya.
11. Sustu ruang pengendali harus:
 Mempunyai luas lantai tidak kurang dari 10 m² dan panjang dari sisi
bagian dalam tidak kurang dari 2,5 m
 Jika hanya menampung peralatan minimum, maka luas lantai bersih tidak
kurang dari 8 m² dan luas ruang bebas di antara depan panel indikator
tidak kurang dari 1,5 m²
 Jika dipasang peralatan tambahan, maka luas bersih daerah tambahan
adalah 2 m² untuk setiap penambahan alat dan ruang bebas di antara
depan panel indikator tidak kurang dari 1,5 m²
12. Ventilasi dan Pemasok Daya
Ruang pengendali harus diberi ventilasi dengan cara:

1. Ventilasi alami dari jendela atau pintu pada dinding luar bangunan yang
membuka langsung ke ruang pengendali dari jalan atau ruang terbuka
18
2. Sistem udara bertekanan pada sisi yang hanya melayani ruang pengendali,
 Dipasang sesuai ketentuan yang berlaku sebagai ruangan adalah tangga
kebakaran yang dilindungi
 Beroperasi secara otomatis melalui aktivitas sistem isyarat bahaya kebakaran
(fire alarm) atau sistem sprinkler yang dipasang pada bangunan dan secara manual
di ruang pengendali
 Mengalirkan udara segar ke dalam ruangan tidak kurang dari 30 kali pertukaran
udara per jamnya pada waktu sistem sedang beroperasi dan salah satu pintu
ruangan terbuka
 Mempunyai kipas, motor, dan pipa-pipa saluran udara yang membentuk bagian
dari sistem, tetapi tidak berada di dalam ruang penegndali dan diproteksi oleh
dinding yang mempunyai TKA tidak lebih kecil dari 120/120/120
 Mempunyai catu daya listrik ke ruang penegndali atau peralatan penting bagi
beroperasinya ruang pengendali dan yang dihubungkan dengan pasokan daya dari
sisi masuk saklar hubung bagi daya dari luar bangunan, dan tidak ada
sarana/peralatan yang terbuka kecuali pintu yang diperlukan, pengendali pelepas
tekanan (pressure control relief) dan jendela yang dapat dibuka oleh kunci yang
menjadi bagian dari konstruksi ruang pengendali.
7. Tanda
Permukaan luar pintu yang menuju ke dalam ruang pengendali harus diberi
tanda dengan tulisan sebagai berikut: ‘RUANG PENGENDALI KEBAKARAN’

Dengan huruf tidak lebih kecil dari 50 mm tingginya dan dengan warna yang
kontras dengan latar belakangnya.

8.Pencahayaan
Pencahayaan darurat sesuai ketentuan yang berlaku harus dipasang dalam
ruang pusat pengendali, tingkat iluminasi diatas meja kerja tak kurang dari 400
Lux.

9. Peralatan yang tidak diperbolehkan ada di ruang Pengendali Kebakaran


Beberapa peralatan seperti motor bakar, pompa pengendali sprinkler,
pemipaan dan sambungan-sambungan pipa tidak boleh dipasang dalam ruang
pengendali, tetapi boleh dipasang dalam ruangan-ruangan yang dapat dicapai
dari ruang pengendali terssebut.

10. Tingkat Suara Lingkungan (ambient).


19
Tingkat suara di dalam ruang pengendali kebakaran beroperasi ketika kondisi darurat
berlangsung tidak melebihi 65 dBA bila ditentukan berdasarkan ketentuan tingkat
kebisingan di dalam bangunan.

BAB VI
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
 
A. UMUM
Pada bab ini dimuat rangkaian sistematis dan menerus dalam upaya pengawasan dan
pengendalian pengaman terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan baik terhadap bangunan baru maupun bangunan lama agar bangunan laik
fungsi serta aman bagi penghuni atau pengguna bangunan tersebut. Dengan demikian
jaminan keselamatan terhadap bahaya kebakaran baik pada penghuni bangunan dan
lingkungan yang terjadi sewaktu-waktu dapat terpenuhi baik pada tahap perencanaan,
pelaksanaan atau kostruksi/instalasi serta pemanfaatan dan pemeliharaan bangunan.

20
 

B. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN TAHAP PERENCANAAN


Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan dan pengecekan oleh instansi teknis yang
berwenang serta konsultan perencana dalam rangka pemenuhan standar dan ketentuan
yang berlaku, melalui pengawasan dan pengendalian terhadap gambar-gambar
perencanaan. Hasil pemeriksaan pada tahap ini akan menentukan diperolehnya
rekomendasi dalam rangka memperoleh ijin mendirikan bangunan.

C. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN TAHAP PELAKSANAAN


Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan dan pengecekan oleh instansi teknis yang
berwenang serta konsultan pengawas dalam rangka pengawasan dan pengendalian agar
spesifikasi teknis dan gambar-gambar perencanaan seluruh instalasi sistem proteksi
kebakaran baik pasif maupun aktif serta sarana penyelamatan sesuai dengan hasil
perencanaannya. Pada tahap ini dilakukan pengecekan material, pengecekan
beroperasinya seluruh sistem instalasi kebakaran, tes persetujuan, tes kelikan fungsi
serta melakukan laporan berkala.

Pelaporan sistem proteksi kebakaran:

1. Laporan sistem proteksi kebakaran memuat informasi mengenai sistem proteksi


yang terdapat atau terpasang pada bangunan termasuk komponen-komponen
sistem proteksi dan kelengkapannya.
2. Laporan sistem proteksi kebakaran ini disusun atau dibuat sebagai pegangan
bagi pemilik atau pengelola bangunan serta menjadi salah satu dokumen yang harus
diserahkan kepada instansi teknis yang berwenang, dalam rangka memperoleh ijin-
ijin yang telah ditetapkan.
Substansi atau materi laporan ini mencakup sekurang-kurangnya:

1. Identifikasi bangunan
2. Konsep perancangan sistem proteksi kebakaran
3. Aksesibilitas untuk mobil pemadam kebakaran
4. Sarana jalan ke luar yang ada atau tersedia
5. Persyaratan struktur terhadap kebakaran yang dipenuhi
6. Sistem pengendalian asap

21
7. Sistem pengindera dan alarm kebakaran
8. Sistem pemadam kebakaran (media air, kimia, khusus)
9. Pembangkit tenaga listrik darurat
10. Sistem pencahayaan untuk menunjang proses evakuasi
11. Sistem komunikasi dan pemberitahuan keadaan darurat
12. Lif kebakaran
13. Daerah dengan resiko atau potensi bahaya kebakaran tinggi
14. Skenario kebakaran yang mungkin terjadi
15. Eksistensi manajemen penanggulangan terhadap kebakaran.
Pihak yang berwenang melakukan inspeksi dan memberikan rekomendasi adalah
Instansi Pemadam Kebakaran. Bila Instansi Pemadam Kebakaran belum cukup mampu
melaksanakan tugas tersebut diatas, maka dapat dibantu oleh konsultan perseorangan
yang profesional atau pihak perguruan tinggi yang tergabung dalam suatu tim dengan
ijin Kepala Daerah.

D. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN TAHAP PEMANFAATAN /


PEMELIHARAAN
Pengawasan dan pengendalian pada tahap ini dilaksanakan selain oleh penilik
bangunan juga instansi teknis yang berwenang serta konsulkan dibidang perawatan
bangunan gedung dan lingkungan, agar bangunan selalu laik fungsi. Aspek yang
diperiksa selain melakukan pemeriksaan terhadap seluruh instalasi dan
konstruksinya juga seluruh penunjang yang mendukung beroperasinya sistem
tersebut. Pemeriksaan dilakukan secara berkala, termasuk tes beroperasinya
seluruh peralatan yang ada. Diwajibkan secara berkala melaksanakan “latihan
kebakaran”. Bagi pengelola/pengguna bangunan diharuskan melaksanakan seluruh
ketentuan teknis manajemen penanggulangan kebakaran perkotaan, khususnya
menyangkut pada bangunan gedung dan lingkungan sesuai yang diatur dalam
ketentuan teknis tersebut.

E. JAMINAN KEANDALAN SISTEM


1. Kinerja sistem proteksi kebakaran sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor penentu
seperti pemilihan standar dan sistem desain, kualitas instansi serta aspek
pemeliharaan.
2. Perancangan dan pemilihan sistem proteksi kebakaran perlu memperhitungkan
potensi bahaya kebakaran pada bangunan yang mencakup beban api, dimensi serta
konfigurasi ruang, termasuk ventilasi, keberadaan benda-benda penyebab
22
kebakaran dan ledakan, jenis peruntukan bangunan, serta kondisi lingkungan
sekitar termasuk lokasi instansi kebakaran dan sumber-sumber air untuk
pemadaman (water supplies), serta memenuhi ketentuan dan standar yang berlaku.
3. Pelaksanaan pekerjaan serta instalasi sistem proteksi kebakaran harus
memenuhi ketentuan dan standar pelaksanaan konstruksi melalui penerapan dan
pengendalian kualitas bahan, komponen, terutama ditinjau dari unsur
kombustibilitas bahan dan nilai TKA, serta pelaksanaan pekerjaan dengan baik
disamping penyediaan sarana proteksi yang aman disaat pekerjaan konstruksi
berlangsung.
4. Unsur manajemen pengamanan kebakaran (Fire Safety Management), terutama
yang menyangkut kegiatan pemeriksaan berkala, perawatan dan pemeliharaan,
audit keselamatan kebakaran dan latihan penanggulangan kebakaran harus
dilaksanakan secara periodik sebagai bagian dari kegiatan pemeliharaan sarana
proteksi aktif yang terpasang pada bangunan.
5. Hal-hal yang berkaitan dengan masalah proteksi kebakaran, meliputi latihan dan
pengertian bagi pengelola dan penghuni bangunan terhadap:
6. Potensi bahaya kebakaran, dan menghindarkan terjadinya kebakaran
7. Tindakan pemadaman dan pengamanan saat terjadinya kebakaran
8. Tindakan penyelamatan baik bagi benda maupun jiwa.
 

F. PENGUJIAN API
1. Dalam hal menentukan sifat bahan bangunan dan tingkat ketahanan api (TKA)
komponen struktur bangunan dalam rangka desain maupun evaluasi keandalan
sistem proteksi kebakaran pada suatu bangunan, harus terlebih dahulu dilakukan
pengujian api atau mengacu kepada hasil-hasil pengujian api yang telah dilakukan di
laboratorium uji api.
2. Pelaksanaan pengujian, pengamatan dan penilaian hasil uji dilakukan sesuai
ketentuan dan standar metode uji yang berlaku.
3. Dalam hal pelaksanaan uji tidak dapat dilakukan di Indonesia berhubung dengan
prosedur standar, sumber daya manusia maupun kondisi peralatan uji yang ada,
maka evaluasi dilakukan dengan mengacu kepada hasil pengujian yang telah
dilakukkan oleh lembaga uji yang terakreditasi baik di dalam negeri ataupun di luar
negeri.
23
 
G. PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN
Pemeliharaan dan pengoperasian sistem proteksi kebakaran termasuk menjaga
berfungsinya semua peralatan/perlengkapan pencegahan api (fire stop)

1. Umum
Pedoman ini menetapkan persyaratan minimum pemeliharaan dan perawatan
sistem proteksi kebakaran. Jenis sistem meliputi:

1. Kerumahtanggaan keselamatan kebakaran (fire safety housekeeping)


2. Sarana jalan ke luar (means of access).
3. Sistem deteksi dan alarm kebakaran dan sistem komunikasi suara darurat.
4. Alat pemadan api ringan (APAR) (fire extinguisher).
5. Sistem pompa kebakaran terpasang atap
6. Sistem pipa tegak dan slang atau hidran bangunan.
7. Sistem sprinkler otomatik.
8. Sistem pemadam kebakaran terpasang tetap lain.
9. Sistem pengendalian dan manajemen asap.
10. Kerumahtanggaan keselamatan kebakaran (fire safety housekeeping)
11. Kerumahtanggaan keselamatan kebakaran meliputi:
 Pemeliharaan dan perawatan bangunan, termasuk:
 Lantai: perawatan umum lantai seperti pembersihan, penanganan dan
sebagainya dapat memberikan bahaya kebakaran bila pelarut atau pelapis
yang mempunyai sifat mudah terbakar digunakan, atau bila sisa (residu)
yang mudah terbakar dihasilkan.
 Debu dan kain tiras (dust & lint): dalam banyak fungsi/hunian bangunan
diperlukan prosedur pembersih/pembuangan debu dan kain tiras mudah
terbakar yang terakumulasi dari dinding, langit-langit, lantai dan
komponen struktur terbuka. Kecuali prosedur ini dijalankan dengan aman
menggunakan penyedot debu (vacuum cleaner) atau sistem penggerak
udara (blower & exhaust system), dapat menimbulkan bahaya kebakaran
atau ledakan. Pada beberapa kasus di mana atmosfir penuh dengan debu,
peralatan penyedot hartus dilengkapi dengan motor tahan penyalaan
(ignition-proof motor) untuk menjamin operasi yang aman.
 Kerumahtanggaan hunian dan proses, kuncinya di sini adalah tidak
memberikan kebakaran tempat untuk mulai:
24
 Pembuangan sampah
 Tempat sampah yang terbuat dari bahan tidak mudah terbakar harus
digunakan untuk pembuangan limbah dan sampah.
 Pemilahan/segresi limbah: sebaiknya sampah yang mudah terbakar
dipisahkan dari sampah yang tidak mudah terbakar.
 Pengendalian/kontrol sumber penyalaan
 Kontrol kebiasaan merokok
 Kontrol listrik statik
 Kontrol friksi/gesekan
 Kontrol bahaya elektrikal
 Pembuangan limbah cair mudah terbakar dan korosif: pembuangan
limbah cair yang mudah terbakar sering menjadi masalah yang
menyusahkan. Setiap bahan limbah yang cair dan korosif (pH <2 atau
>12), atau cair dan mempunyai titik nyala pada temperatur 60ºC atau
kurang, adalah termasuk Bahan Beracun dan Berbahaya (B3).
 Tumpahan cairan mudah terbakar: Tumpahan cairan mudah terbakar
dapat diantisipasi di daerah dimana cairan semacam itu ditangani dan
digunakan, dan cara mengatasinya harus tersedia, meliputi tersedianya
material penyerap dan peralatan khusus untuk membatasi penumpahan.
 Penyimpanan cairan mudah terbakar: cairan mudah terbakar harus
disimpan di ruang terpisah.
 Praktek kerumahtanggaan halaman: kerumahtanggaan yang baik adalah
sama pentingnya untuk di dalam maupun di luar bangunan.
Kerumahtanggaan halaman yang tidak memenuhhi syarat dapat
mengancam keamanan struktur bagian luar banguunan dan barang-
barang yang disimpan di halaman. Akumulassi barang bekas dan sampah
dan tumbuhnya rumput, ilalang dan belukar yangg tinggi bersebelahan
dengan bangunan atau barang-barang yang disimpan adalah bahaya yang
biasa ditemui. Penting adanya sebuah program berkala untuk mengawasi
halaman. Kerrumahtanggaan halaman meliputi:
 Pengendalian/kontrol rumput dan ilalang
 Penyimpanan barang di halaman secara aman
 Pembuangan sampah di halaman secara aman
1. Inspeksi
Inspeksi / pemeriksaan harus didefinisikan dengan baik, dan harus meliputi:

25
 Lokasi / daerah yang diperiksa
 Frekuensi pemeriksaan
 Apa kinerja yang dapat diterima
 Siapa yang akan melakukan pemeriksaan
2. Sarana jalan keluar (means of egress).
3. Sarana jalan keluar meliputi eksit, eksis ke akses dan exit pelepasan, tanda
jalan keluar, penerangan darurat dan fan presurisasi tangga kebakaran
4. Inspeksi harus dilakukan secara berkala setiap bulan, atau lebih sering
tergantung kondisi, untuk
 Pintu:
 Tidak boleh dikunci atau di gembok
 Kerusakan pada penutup pintu otomatik (door closer)
 Terdapat ganjal atau ikatan yang membiarkan pintu terbuka, pada pintu
yang harus selalu pada keadaan tertutup.
 Halangan benda dan lain-lain di depan pintu eksit
 Tangga kebakaran:
 Terdapatnya ganjal atau ikatan yang membiarkan pintu tangga terbuka.
 Bersih, dan tidak digunakan untuk tempat istirahat/merokok
penghuni/karyawan, serta tidak digunakan untuk gedung
 Tidak boleh dipakai untuk tempat peralatan seperti panel, unit AC dan
sejenisnya
 Kerusakan pada lantai dan pegangan tangga.
 Koridor yang digunakan sebagai jalur untuk keluar
 Bebas dari segala macam hambatan
 Tidak digunakan untuk gudang
 Eksit pelepasan di lantai dasar yang menuju ke jalan umum atau tempat
terbuka di luar bangunan harus tidak boleh dikunci.
 Tanda eksit:
 Jelas kelihatan tidak terhalang
 Lampu penerangannya hidup
5. Alat pemadam api ringan (APAR)
6. Alat pemadam api ringan meliputi alat pemadam portabel/jinjing dan yang
memakai roda.
7. Prosedur inspeksi/pemeriksaan, pengujian hidrostatik dan pemeriksaan berkala
mengikuti SNI 03-3987-1995 tata cara perencanaan dan pemasangan alat

26
pemadam api ringan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan
rumah dan gedung
8. Inspeksi
 Inspeksi/pemeriksaan harus dilakukan pada saat pertamakali
dipasang/digunakan, dan selanjutnya setiap bulan.
 Inspeksi/pemeriksaan meliputi:
 Lokasi di tempat yang ditentukan
 Halangan akses atau pandangan (Visibilitas)
 Pelat nama instruksi operasi jelas terbaca dan menghadap keluar terisi
penuh ditentukan dengan di timbang atau dirasakan dengan di angkat.
 Pemeriksaan visuil untuk kerusakan fisik, karat, kebocoran atau nozel
tersumbat.
 Bacaan penunjuk atau indikator tekanan menunjukkan pada posisi dapat
dioperasikan.
 Untuk yang memakai roda, kondisi dari roda, kereta, slang dan nozel
 Terdapat label (tag) pemeliharaan.
 Catatan inspeksi bulanan, berisi alat pemadam api ringanyang di inspeksi,
tanggal dan paraf personil yang melakukan, harus di muat dalam label (tag)
pemeliharaan yang dilekatkkan pada alat pemadan api ringan tersebut.
9. Pemeliharaan
 Pemeliharaan yang dilakukan setiap tahun oleh manufaktur, perusahaan
jasa pemeliharaan alat pemadam api ringan, atau oleh personil yang
terlatih
 Prosedur pemeliharaan harus termasuk pemeliharaan menyeluruh dari
elemen dasar alat pemadam api ringan seperti berikut:
 Bagian mekanikal dari semua alat pemadam api ringan.
 Media pemadam
 Cara penghembusan media pemadam
 Pengisian kembali: semua alat pemadam api ringan yang dapat diisi
kembali, harus di isi kembali setelah stiap penggunaan atau seperti
ditunjukkan oleh hasil inspeksi atau pemeliharaan.

27
BAB VII
PENUTUP

Ketentuan teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola
gedung, penyedia jasa konstruksi, dan instansi yang terkait dengan kegiatan pengaturan
dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung dalam pencegahan
dan penanggulangan bahaya kebakaran, guna menjamin keamanan dan keselamatan
bangunan gedung dan lingkungan terhadap bahaya kebakaran. Persyaratan-persyaratan
yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatif serta penyesuaian Ketentuan Teknis
Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah. Sebagai
pedoman/petunjuk pelengkapan dapat digunakan Standar Nasional Indonesia (SNI)
terkait lainnya.

28

Anda mungkin juga menyukai