Anda di halaman 1dari 103

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN

KERJA DI KONSTRUKSI

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh

Bayu Aji Mumpuni Nugroho


NIM. 17020016

PROGRAM STUDI FIRE AND SAFETY


(KESELAMATAN KERJA DAN PENCEGAHAN KEBAKARAN)
AKADEMI MINYAK DAN GAS BALONGAN
INDRAMAYU
2021
LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh

Bayu Aji Mumpuni Nugroho


NIM. 17020016

PROGRAM STUDI FIRE AND SAFETY


(KESELAMATAN KERJA DAN PENCEGAHAN KEBAKARAN)
AKADEMI MINYAK DAN GAS BALONGAN
INDRAMAY
U 2021

i
Nama Mahasiswa : Bayu Aji Mumpuni
Nugroho NIM 17020016
Jurusan : Fire and Safety
Dosen Pembimbing I : Pipit Marfiana, S.Tr., Keb., M.KM
Dosen Pembimbing I : Fransisca A. Sirait, S.KM.,
M.KKK

ABSTRAK

Pertolongan pertama pada kecelakaan kerja di konstruksi adalah


suatu bentuk aktivitas di tempat kerja yang dirancang untuk membantu
pekerja dan perusahaan dalam hal menanggulangi dan memperbaiki serta
meningkatkan aspek K3 di tempat kerja, dengan partisipasi langsung dari
pekerja serta manajemen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
program P3K, prosedur tanggap darurat, serta evaluasi program sistem
P3K. Metodologi penelitian ini menggunakan pengambilan data kajian
studi literatur yang bersumber dari jurnal, buku, serta peraturan dan
perundangan-undangan terkait aspek P3K. Berdasarkan hasil studi literatur,
PT. X dan Y telah menunjukkan komitmennya terhadap program P3K,
prosedur tanggap darurat, serta evaluasi program sistem penanganan P3K
yang sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Hal
ini dibuktikan dengan diterapkannya pelatihan petugas P3K, penyediaan
petugas P3K pada masing-masing tempat kerja, penyediaan fasilitas P3K,
serta sarana dan prasarana pendukung lainnya. Kesimpulan dari penelitian
ini adalah PT. X telah menempatkan 5 petugas P3K di 5 unit produksi,
serta dilengkapi dengan fasilitas P3K dan alat transportasi ambulance. PT.
Y telah membuat prosedur tanggap darurat sesuai dengan Peraturan
Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012 tentang penerapan SMK3 di tempat
kerja, berupa tahapan awal persiapan serta perencanaan dalam
menanggulangi keadaan darurat. Evaluasi program sistem P3K PT. Y telah
berjalan sesuai pedoman Permenakertrans No. PER.15/MEN/VIII/2008
tentang P3K di tempat kerja, penyediaan personil petugas P3K, fasilitas
dan sarana-prasarana P3K, prosedur tanggap darurat.

Kata kunci : Kecelakaan kerja, Konstruksi, Program P3K, Prosedur


tanggap darurat, Sistem P3K

ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Bayu Aji Mumpuni Nugroho

NIM 17020016

Program Studi : Fire and Safety

Judul Tugas Akhir : Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Kerja di Konstruksi

Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Tugas Akhir ini adalah benar - benar karya saya sendiri, dan bukan hasil

plagiat dari karya orang lain. Sumber - sumber yang dirujuk telah saya

nyatakan dengan benar.

2. Apabila dikemudian hari terbukti diketahui bahwa isi Tugas Akhir saya

merupakan hasil plagiat, maka saya bersedia menanggung akibat hukum dari

keadaan tersebut.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran dan tanpa paksaan.

Indramayu, Agustus
2021 Yang menyatakan :

Bayu Aji Mumpuni


Nugroho NIM.
17020016

iii
LEMBAR PENGESAHAN

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN


KERJA DI KONSTRUKSI
Periode, 1 Maret – 30 September 2021

Oleh

Bayu Aji Mumpuni Nugroho


NIM. 17020016

Disusun untuk memenuhi persyaratan melaksanakan Tugas Akhir


Pendidikan Diploma III ( D – III )
pada Program Studi Fire and Safety,
Akamigas Balangon Indramayu

Indramayu, 25 Agustus

2021 Disahkan oleh

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Pipit Marfiana, S.Tr., Keb., M.KM Fransisca A. Sirait, S.KM.,


M.KKK NIDN. 04-2703-9401

Mengetahui,
Ketua Prodi Fire and Safety

Amiroel Pribadi M., S.KM.,


M.KKK NIDN. 04-2301-5001
iv
TUGAS AKHIR INI TELAH DISIDANG DI DEPAN
PENGUJI SIDANG TUGAS AKHIR PROGRAM
STUDI FIRE AND SAFETY AKADEMI MINYAK DAN
GAS BALONGAN

HARI/TANGGAL : SABTU, 14 AGUSTUS 2021

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN KERJA


DI KONSTRUKSI

Bayu Aji Mumpuni Nugroho NIM. 17020016

NO. NAMA DOSEN JABATAN TANDA


TANGAN

1. Pipit Marfiana, S.Tr., Dosen 1.


Keb., M.KM Pembimbing 1

2. Fransisca A. Sirait, Dosen 2.


S.KM., M.KKK Pembimbing 2

3. Julfi Adrian Nugraha, Dosen Penguji 3.


M.Pd

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan

segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan

Tugas Akhir ini dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini. Adapun pihak-pihak

tersebut diantaranya :

3. Bapak Drs. H. Nahdudin Islami, Msi selaku Ketua Yayasan Bina Islami;

4. Ibu Ir. Hj. Hanifah Handayani, M. T., selaku Direktur Akamigas Balongan

Indramayu;

5. Bapak Amiroel Pribadi Madoeretno, SKM., MM., MKKK., selaku Ketua

Program Studi Fire and Safety, Akamigas Balongan Indramayu;

6. Ibu Pipit Marfiana S.Tr., Keb. M.KM., selaku Dosen Pembimbing I;

7. Ibu Fransisca A. Sirait, S.KM., M.KKK., selaku Dosen Pembimbing II;

8. Kedua Orang Tua tercinta untuk doa dan segalanya;

9. Teman – teman prodi Fire and Safety Akamigas Balongan Indramayu;

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Kerja Praktik ini

masih terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dan

saran yang membangun guna menjadikan Laporan Tugas Akhir ini lebih baik.

Indramayu, 25 Agustus 2021

Bayu Aji Mumpuni Nugroho


NIM. 17020016

vi
DAFTAR ISI
Halaman

JUDUL......................................................................................................................i

ABSTRAK...............................................................................................................ii

LEMBAR ORISINALITAS..................................................................................iii

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................iv

LEMBAR TELAH DISIDANG.............................................................................v

KATA PENGANTAR............................................................................................vi

DAFTAR ISI.........................................................................................................vii

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................x

DAFTAR TABEL..................................................................................................xi

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xii

DAFTAR SINGKATAN.....................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................1

1.2 Tujuan.............................................................................................2

1.2.1 Tujuan Umum.....................................................................2

1.2.2 Tujuan Khusus....................................................................2

1.3 Manfaat...........................................................................................3

1.3.1 Manfaat bagi Mahasiswa...................................................3

1.3.2 Manfaat bagi Akamigas Balongan.....................................3

BAB II TINJAUAN TEORI.................................................................................4

2.1 Keselamatan Kerja Konstruksi.......................................................4

2.2 Kesehatan Kerja.............................................................................5

2.3 Kecelakaan Kerja...........................................................................6

vii
2.3.1 Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan Kerja...........................7

2.3.2 Akibat/Dampak Kecelakaan Kerja......................................10

2.3.3 Pencegahan Kecelakaan Kerja............................................10

2.4 Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Kerja (P3K)...................12

2.4.1 Macam-macam Penolong Pada Keadaan Darurat...............13

2.4.2 Kewajiban Seorang Penolong.............................................14

2.4.3 Prinsip Pertolongan Pertama (PP).......................................14

2.5 Landasan Hukum P3K di Tempat Kerja......................................15

2.6 Penilaian P3K...............................................................................15

2.6.1 Penilaian Keadaan...............................................................15

2.6.2 Penilaian Dini......................................................................16

2.6.3 Penilaian Berkala.................................................................18

2.7 Bantuan Hidup Dasar Resusitasi Jantung Paru (RJP)..................19

2.8 Pertolongan Pertama Pada Luka Akibat Kecelakaan Kerja.........24

2.8.1 Pertolongan Pertama Pada Luka Sayat dan Lecet...............25

2.8.2 Pertolongan Pertama Pada Luka Robek dan Tusuk............26

2.8.3 Pertolongan Pertama Pada Luka Avulse dan Amputasi......27

2.8.4 Pertolongan Pertama Pada Luka Memar dan Remuk.........28

2.8.5 Pertolongan Pertama Pada Luka Bakar (Ringan,

Sedang, Berat).....................................................................29

2.8.6 Pertolongan Pertama Akibat Sengatan Listrik....................32

2.9 Sistem Tanggap Darurat...............................................................33

2.9.1 Klasifikasi Keadaan Darurat..............................................33

2.9.2 Prosedur Tanggap Darurat.................................................34

2.9.3 Tim Tanggap Darurat.........................................................35

2.10 Evakuasi.......................................................................................35
2.10.1 Macam-macam Evakuasi..................................................36
viii
2.10.2 Teknik Evakuasi................................................................37
2.10.3 Alat Evakuasi....................................................................37

2.11 Petugas P3K di Tempat Kerja......................................................38

2.12 Fasilitas P3K di Tempat Kerja.....................................................39

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN TUGAS AKHIR.....................43

3.1 Pendahuluan.................................................................................43
3.2 Teknik Pengambilan Data............................................................43
3.3 Pengolahan Data...........................................................................43
3.4 Penyajian Data..............................................................................44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................45

4.1 Hasil.............................................................................................45

4.1.1 Program P3K di Tempat Kerja............................................45

4.1.2 Prosedur Tanggap Darurat di Tempat Kerja.......................51

4.1.3 Evaluasi Program Sistem P3K di Tempat Kerja.................55

4.2 Pembahasan..................................................................................57

4.2.1 Program P3K di PT.X.........................................................57

4.2.2 Prosedur Tanggap Darurat di PT. Y....................................62

4.2.3 Evaluasi Program Sistem P3K di PT. Y..............................65

BAB V PENUTUP............................................................................................69

5.1 Kesimpulan...................................................................................69

5.2 Saran.............................................................................................70

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

ix
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Teknik Airway head-tlit chin-lift........................................................21

Gambar 2.2 Teknik Breathing................................................................................22

Gambar 2.3 Teknik Circulation.............................................................................23

Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir.............................................44

x
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Rekomendasi Pelaksanaan RJP Sesuai Usia Korban............................20

Tabel 2.2 Klasifikasi Luka Bakar..........................................................................31

Tabel 4.1 Rasio Jumlah Petugas P3K Berdasarkan Klasifikasi Tempat Kerja.....47

Tabel 4.2 Isi Kotak P3K.........................................................................................49

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor :


PER.15/MEN/VIII/2008 Tentang P3K di Tempat Kerja

Lampiran 2. Lampiran I Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi


Nomor : PER.15/MEN/VIII/2008 Tentang P3K di Tempat Kerja

Lampiran 3. Lampiran II Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi


Nomor : PER.15/MEN/VIII/2008 Tentang P3K di Tempat
Kerja

Lampiran 4. Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan


SMK 3 di Tempat Kerja

Lampiran 5. Journal of Muslim Community Health (JMCH) 2020 Penerapan


Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) Konstruksi Kapal
di Kota Makassar

Lampiran 6. Laporan Skripsi 2010 Tinjauan Sistem Pertolongan Kecelakaan


Kerja dan Sistem Tanggap Darurat di PT Krakatau Steel

Lampiran 7. Panduan Praktis Pertolongan Pertama Pada Kedaruratan P3K

Lampiran 8. Pertolongan Pertama Pada Beragam Penyakit

Lampiran 9. Keselamatan dan Kesehatan kerja

Lampiran 10. Pedoman Praktis K3LH Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan
Lingkungan Kerja

xii
DAFTAR SINGKATAN

APD : Alat Pelindung Diri

BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

B3 : Bahan Berbahaya dan Beracun

CPR : Cardiopulmonary Resuciation

HSE : Health Safety and Environment

KK : Kecelakaan Kerja

K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja

PAK : Penyakit Akibat Kerja

P3K : Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan

PP : Pertolongan Pertama

RI : Republik Indonesia

RJP : Resusitasi Jantung Paru

SMK3 : Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

SOP : Standar Operasi Prosedur

TA : Tugas Akhir

TKTD : Tim Koordinasi Tanggap Darurat

TTD : Tim Tanggap Darurat

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di zaman industrialisasi yang semakin maju setiap tahunnya

berdampak pada banyak hal, seperti peningkatan intensitas kerja dan

tempo kerja para pekerja/buruh, hal ini menyangkut dalam kepentingan

pembangunan nasional. Kegiatan proyek konstruksi salah satu sektor

industri yang bersifat unik, lokasi kerja yang berpindah-pindah, terbuka

dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan

menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga

kerja yang tidak terlatih. Karakteristik tersebut menyebabkan proyek

konstruksi memiliki risiko kecelakaan kerja tinggi.

Fakta berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan (2020),

menyebutkan setiap tahun sering terjadi kasus kecelakaan disetiap

aktivitas khususnya pada saat bekerja. Berdasarkan data Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, jumlah kasus

kecelakaan kerja (KK) dari tahun 2019 sebanyak 155.327 kasus, hingga

tahun 2020 lalu hanya mengalami penurunan 1,46 % yaitu sebanyak

153.044 kasus kecelakaan. Berdasarkan lokasi kejadian, mayoritas

kecelakaan kerja sebanyak 104.823 kasus atau setara 68,5 % di dalam

lingkungan kerja. Sementara itu, sebanyak 36.309 kasus merupakan

kecelakaan lalu lintas dan sisanya sebanyak 11.912 kasus terjadi di luar

1
2

lingkungan kerja. Persentase pekerja korban meninggal akibat

kecelakaan kerja pada tahun 2020 meningkat menjadi 3% dari

sebelumnya hanya 2% pada tahun 2019. Sementara itu, presentase

pekerja yang mengalami cacat akibat KK meningkat dari 3% menjadi

6%.

Berdasarkan data kasus kecelakaan kerja di atas, terjadi

peningkatan kasus-kasus kecelakaan dari tahun 2019 sampai 2020, hal

ini membuktikan bahwa pencegahan dan penanganan potensi bahaya di

suatu aktivitas kerja masih sangat rendah. Sehingga perlu diterapkannya

sistem keselamatan kerja yang dilengkapi dengan pengadaan mekanisme

pertolongan pertama pada kecelakaan kerja, khususnya di dalam

aktivitas proyek konstruksi, pengadaan personil K3, petugas P3K,

fasilitas P3K, prosedur, serta organisasi yang terstruktur dan terencana

secara baik dan benar. Dengan demikian dampak dari KK dan PAK

dapat dicegah dan diminimalisir.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan yang hendak dicapai sehubungan dengan

pelaksanaan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1.2.1 Tujuan Umum

Mempelajari gambaran tindakan pertolongan pertama pada

kecelakaan kerja di konstruksi.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui program pertolongan pertama pada kecelakaan

kerja di konstruksi.
2. Mengetahui prosedur tanggap darurat di konstruksi.

3. Mengetahui evaluasi program sistem pertolongan pertama


pada kecelakaan kerja di konstruksi.

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Bagi Mahasiswa

1. Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang

pertolongan pertama pada kecelakaan kerja dikonstruksi.

2. Mengetahui serta memahami implementasi Keselamatan

dan Kesehatan Kerja (K3).

3. Dapat mengaplikasikan keilmuan mengenai Fire and Safety

yang diperoleh di bangku kuliah dalam praktik dan kondisi

kerja yang sebenarnya.

1.3.2 Manfaat Bagi Akamigas

1. Sebagai sarana pemantapan keilmuan bagi mahasiswa

dengan mempraktikkan di dunia kerja.

2. Tersusunnya kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan

nyata di lapangan.

3. Sebagai pembelajaran peningkatan pemahaman study

literature untuk mahasiswa dan dosen Akamigas Balongan

dalam mengerjakan kerja praktik dikarenakan pandemi

Covid-19, dengan baik dan benar sehingga mahasiswa

dapat berkembang.
BAB II

TINJAUAN

TEORI

2.1 Keselamatan Kerja Konstruksi

Menurut Suwardi (2018), keselamatan kerja adalah keselamatan

yang berkaitan dengan mesin, pesawat alat kerja, bahan dan proses

pengelolaannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-

cara melakukan pekerjaan. Sasaran keselamatan kerja adalah segala

tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, maupun di

udara.

Selanjutnya menurut Suraji dan Bambang Endroyo (2009),

menyatakan bahwa keselamatan konstruksi adalah keselamatan orang

yang bekerja (safe for people) di proyek konstruksi, keselamatan

masyarakat, (safe for public), keselamatan properti (safe for property),

dan keselamatan lingkungan (safe for environment) di mana proyek

konstruksi itu dilaksanakan.

Penerapan keselamatan kerja pada suatu kegiatan merupakan

suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seluruh pelaku kegiatan

guna melindungi keamanan pekerja. Adapun tujuan dari keselamatan

kerja adalah sebagai berikut :

1. Melindungi keselamatan pekerja dalam melakukan pekerjaannya

untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produktifitas nasional.

2. Menjamin keselamatan orang lain yang berada di tempat kerja.

3. Sumber produksi terpelihara serta digunakan secara aman dan efisien.


4
5

Berdasarkan pasal 86 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 disebutkan

bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh

perlindungan atas :

1. Keselamatan dan kesehatan kerja.

2. Moral dan kesusilaan.

3. Perlakuan sesuai harkat dan martabat manusia serta nilai agama.

Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut :

1. Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja.

2. Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.

3. Teliti dalam bekerja.

4. Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan K3.

2.2 Kesehatan Kerja

Menurut Suwardi (2018, hal : 7), kesehatan kerja didefinisikan

sebagai spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta

prakteknya, agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan

setinggi- tingginya, baik fisik atau mental maupun sosial dengan usaha-

usaha preventif dan kuratif terrhadap penyakit/gangguan kesehatan yang

diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap

penyakit-penyakit umum.

Implementasi kesehatan kerja di tempat kerja bertujuan untuk

peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial

yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan.

Pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh


kondisi pekerjaan, perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari

risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan dan penempatan serta

pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan

dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya.

Secara eksplisit rumusan atau batasannya adalah bahwa hakikat

kesehatan kerja mencakup dua hal, yakni :

1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya.

2. Sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan

kepada meningkatnya efisiensi dan produktivitas.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tujuan untuk

memperkecil atau menghilangkan potensi bahaya atau risiko yang dapat

mengakibatkan kecelakaan kerja (KK) dan penyakit akibat kerja (PAK)

serta kerugian yang mungkin terjadi. Sehingga keselamatan dan

kesehatan kerja adalah upaya perlindungan bagi tenaga kerja agar selalu

dalam keadaan sehat dan selamat selama bekerja di tempat kerja.

2.3 Kecelakaan Kerja

Menurut Sucipto (2014), kecelakaan kerja adalah kejadian yang

tak terduga dan tidak diharapkan tanpa ada unsur kesengajaan. Maka

dari itu, peristiwa sabotase atau tindakan kriminal merupakan kejadian

di luar ruang lingkup kecelakaan sebenarnya.

Kecelakaan kerja adalah suatu kecelakaan yang berkaitan dengan

hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja dapat diartikan bahwa


kecelakaan dapat terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu

melaksanaan pekerjaan.

Menurut Sucipto (2014), terdapat empat penyebab utama

kecelakaan kerja, yaitu :

1. Peralatan kerja dan perlengkapannya yang tidak memenuhi standar.

2. Tidak tersedianya alat pengaman dan pelindung bagi tenaga kerja.

3. Keadaan tempat kerja yang tidak memenuhi syarat.

4. Pekerja kurangnya pengetahuan dan pengalaman tentang cara kerja

dan keselamatan kerja serta kondisi fisik dan mental pekerja yng

kurang baik.

2.3.1 Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan Kerja

Menurut Sucipto (2014), kecelakaan akibat kerja pada

dasarnya disebabkan oleh tiga faktor, yaitu faktor manusia,

pekerjaannya, dan lingkungan di tempat kerja.

1. Faktor manusia

a. Umur

Golongan umur tua mempunyai kecenderungan lebih

tinggi tuntuk mengalami kecelakaan akibat kerja,

dikarenakan kondisi kesehatan yang semakin menurun.

b. Tingkat pendidikan

Pendidikan sangatlah berpengaruh dalam pola pikir

seseorang untuk menghadapi suatu pekerjaan, serta akan

mempengaruhi tingkat penyerapan terhadap pelatihan


8

yang diberikan dalam rangka melaksanakan pekerjaan

dan keselamatan kerja.

c. Pengalaman kerja.

Pengalaman kerja merupakan faktor yang

mempengaruhi terjadinya kecelakaan akibat kerja.

Berdasarkan penelitian dengan banyaknya keterampilan

dan pengalaman kerja akan mengurangi angka

kecelakaan kerja.

2. Faktor pekerjaan

a. Jenis/unit pekerjaan

Jenis pekerjaan mempunyai pengaruh besar terhadap

risiko terjadinya kecelakaan akibat kerja. Jumlah dan

macam KK dan PAK berbeda-beda di berbagai kesatuan

operasi dalam suatu proses pekerjaan berkaitan dengan

tingkat kesulitan suatu pekerjaan tersebut. Sehingga

pelatihan tenaga kerja terhadap jenis pekerjaaannya

harus dilakukan.

b. Jam kerja

Berdasarkan UU No.13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa waktu kerja yang

normal yaitu 8 jam dalam 1 hari atau 40 jam dalam 1

minggu, waktu kerja dan waktu istirahat yang tidak

sesuai akan menimbulkan kelelahan fisik bagi tenaga

kerja, serta
akan menimbulkan kecelakaan kerja akibat kurangnya

konsentrasi.

c. Shift kerja

Shift kerja merupakan pembagian kerja dalam waktu 24

jam. Terdapat masalah utama pada pekerja yang

melaksanakan shift kerja, yaitu ketidakmampuan pekerja

untuk beradaptasi dengan sistem kerja pada malam hari

dan tidur pada siang hari. Pergeseran waktu kerja dari

mulai pagi, siang, dan malam hari dapat mempengaruhi

terjadinya peningkatan KK dan PAK.

3. Faktor lingkungan

a. Fisik

Pencahayaan dan kebisingan merupakan faktor

lingkungan (fisik) yang dapat mempengaruhi terjadinya

kecelakaan kerja. Pencahayaan yang tidak sesuai dengan

pekerjaan akan mengurangi tingkat pandangan para

pekerja serta kebisingan dengan frekuensi yang tinggi

akan menimbulkan gangguan pada pendengaran dan

komunikasi.

b. Biologi

Bahaya biologi disebabkan oleh jasad renik, gangguan

serangga maupun binatang lain yang ada di tempat kerja.


c. Kimia

Faktor kimia dapat berupa bahan baku suatu produk,

hasil suatu produk dari suatu proses, ataupun limbah dari

suatu produksi.

2.3.2 Akibat/Dampak Kecelakaan Kerja

1. Kerugian bagi instansi

Hilangnya waktu kerja, rusaknya peralatan, pencemaran

nama baik perusahaan, biaya perawatan rumah sakit, biaya

pemakaman apabila korban meninggal, menghambat

kelancaran tenaga kerja yang kompeten dikarenakan harus

melatih keterampilan dan sebagainya.

2. Kerugian bagi korban/pekerja

Pekerja mengalami luka atau cacat sehingga tidak dapat

bekerja, atau meninggal dunia dapat merugikan keluarga

yang ditinggalkannya.

3. Kerugian bagi lingkungan

Rusaknya ekosistem yang tercemar akibat suatu tumpahan

bahan berbahaya dan beracun (B3) sehingga menyebabkan

kebakaran.

2.3.3 Pencegahan Kecelakaan Kerja

Menurut Sucipto (2014), mengatakan bahwa untuk

mencegah terjadinya kecelakan kerja sangatlah penting

memperhatikan ‘‘keselamatan kerja’’. Keselamatan kerja itu

sendiri ialah keselamatan yang berhubungan dengan peralatan,


tempat kerja, lingkungan kerja, serta tata cara dalam melakukan

pekerjaan yang bertujuan untuk menjamin keadaan, keutuhan

dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah.

Pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan cara

sebagai berikut :

1. Identifikasi potensi bahaya.

2. Penilaian risiko bahaya dan pengendaliannya.

3. Pelaksanaan standar operasi prosedur (SOP) secara benar di

tempat kerja.

4. Pemasangan rambu-rambu atau safety sign di tempat kerja.

5. Pengawasan personil K3 pada pekerja.

Menurut Suwardi (2018), dalam upaya menangani

kecelakaan kerja harus dilakukan oleh berbagai pihak mulai dari

pekerja, perusahaan, dan pemerintah. Metode yang digunakan

dalam meningkatkan keselamatan kerja di industri harus

diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Peraturan-peraturan
Peraturan merupakan suatu ketentuan mengenai beberapa hal
yang harus dipatuhi, peraturan tersebut meliputi peraturan

kondisi kerja aman, keselamatan konstruksi, pemeliharaan,

pengawasan dan pemeriksaan berkala.

2. Standarisasi
Standarisasi merupakan penetapan standar bersifat resmi
terhadap suatu alat/mesin yang digunakan saat keperluan
3. Pengawasan

Pengawasan merupakan tindakan penegakan peraturan yang

harus dipatuhi apabila terjadi penyimpangan/pelanggaran.

4. Riset teknis

Riset teknis merupakan hal-hal yang meliputi tindakan

penyelidikan, penelitian, dan pencegahan dari potensi bahaya

di dalam dan/atau di luar lingkungan tempat kerja.

5. Riset medis

Riset medis merupakan penelitian dari dampak yang sifatnya

fisiologis dan/atau patologis dari faktor potensi bahaya di

lingkungan tempat kerja yang dapat menimbulkan penyakit

akibat kerja.

2.4 Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)

Berdasarkan PER.15/MEN/VIII/2008 tentang P3K di Tempat

Kerja, pengertian P3K di tempat kerja adalah upaya memberikan

pertolongan pertama secara cepat dan tepat kepada pekerja/buruh

dan/atau orang yang berada di tempat kerja, yang mengalami sakit atau

cidera di tempat kerja.

Sedangkan menurut Swasanti (2014:14), pertolongan pertama atau

disingkat (PP) diartikan sebagai pemberian pertolongan segera atau

secepatnya kepada korban (sakit, cedera, luka, kecelakaan) yang

membutuhkan pertolongan medis dasar.


Tujuan dari pemberian P3K adalah :

1. Menyelamatkan korban jiwa.

2. Meringankan penderitaan pada korban.

3. Mencegah cedera/penyakit menjadi lebih parah.

4. Mempertahankan daya tahan korban.

5. Mencarikan pertolongan yang lebih lanjut.

2.4.1 Macam-macam Penolong Pada Keadaan Darurat

Keadaan darurat adalah kejadian yang tidak diinginkan

yang bisa mengakibatkan kematian atau luka serius pada

pegawai, pelanggan, atau bahkan masyarakat,

mematikan/mengganggu proses pekerjaan, menyebabkan

kerusakan fisik atau lingkungan, atau merusak fasilitas bangunan

serta citra publik.

Menurut Swasanti (2014), dalam keadaan darurat jenis

penolong dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu :

1. Orang awam

Jenis penolong yang tidak memiliki dasar pertolongan pertama

dan tidak terlatih.

2. Penolong pertama

Jenis penolong terlatih yang merupakan orang pertama atau

orang yang pertamakali datang ke lokasi kejadian.

3. Penolong khusus

Jenis penolong terampil dan terlatih, serta dapat meringankan

penderitaan korban.
2.4.2 Kewajiban Seorang Penolong

1. Menjaga keselamatan diri

Dalam melakukan tindakan pertolongan, seorang penolong

wajib memperhitungkan risiko dan mengutamakan

keselamatan diri. Perbekalan dan persiapan sarana

keselamatan wajib diperhatikan sebelum melakukan tindakan

pertolongan.

2. Meminta bantuan

Upayakan meminta bantuan, terutama kepada tenaga medis.

3. Memberikan pertolongan sesuai keadaan korban

Kondisikan tindakan pertolongan sesuai kebutuhan dan

tingkat keseriusan, apabila pertolongan yang tidak tepat pada

porsinya akan membahayakan keselamatan korban.

4. Mengupayakan transportasi menuju fasilitas medis terdekat.

2.4.3 Prinsip Pertolongan Pertama (PP)

Menurut D. Tilong (2014:16), prinsip pertolongan pertama

merupakan aturan dasar yang harus dilakukan untuk mencapai

tujuan yang diharapkan baik terkait keselamatan penderita dan

sebagai penolong. Beberapa prinsip dasar dari PP yang dimaksud

adalah sebagai berikut :

1. Periksa keadaan sekitar pastikan tidak ada sumber bahaya lain.

2. Mintalah bantuan kepada orang sekitar dan tenaga medis.

3. Lakukan PP dengan tenang dan tidak terburu-buru.


4. Lakukanlah pertolongan pertama dengan cepat.

5. Persiapkan sarana transportasi untuk membawa korban ke

rumah sakit terdekat.

6. Jangan lupa untuk mengamankan barang-barang milik korban.

2.5 Landasan Hukum P3K di Tempat Kerja

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

3. Peraturan Pemerintah RI No. 88 Tahun 2019 Tentang Kesehatan Kerja

4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik

Indonesia Nomor : PER.15/MEN/VIII/2008 Tentang P3K di Tempat

Kerja.

5. Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan

SMK3.

2.6 Penilaian P3K

Menurut Swasanti (2014), penilaian penderita merupakan

langkah awal dalam pelaksanaan P3K. Penilaian tersebut mencakup

penilaian terhadap keadaan korban, penilaian dini, serta penilaian

berkala terhadap situasi /kondisi keseluruhan pada saat kejadian.

Pelaksanaan P3K sangat bergantung pada hasil penilaian tersebut

sehingga penilaian menjadi penting untuk dilakukan sebaik-baiknya

tanpa terlewat.

2.6.1 Penilaian Keadaan

Menurut Swasanti (2014:19), penilaian keadaan merupakan

perhatian keadaan secara umum untuk memperoleh gambaran


yang
terperinci terhadap suatu insiden. Dalam penilaian keadaan perlu

diperhatikan faktor pendorong dan penghampat suatu tindakan.

Analisis kedua faktor ini diperoleh melalui deskripsi tentang :

1. Kondisi kejadian.

2. Kemungkinan dan efek samping tindakan.

3. Solusi terhadap kemungkinan dan efek samping tindakan.

Penilaian keadaan bertujuan untuk memperoleh gambaran

umum tentang kejadian kecelakaan, serta dapat mengetahui

faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan pertolongan pertama.

Di sisi lain, penilaian keadaan juga perlu menilai mengenai

bahaya lain yang dapat terjadi bagi penderita, penolong maupung

orang di sekitar tempat kejadian.

2.6.2 Penilaian Dini

Menurut Swasanti (2014:20), penilaian dini diartikan

sebagai analisis yang cepat, tepat, dan sederhana untuk

mengenali dan mengatasi keadaan yang mengancam nyawa,

lingkungan, dan interaksi sosial di sekitar kejadian. Penilaian

dini perlu diperhatikan DRSABC (Danger, Response, Shout of

Help, Airway, Breathing, Circulation).

1. Danger (bahaya)

Penilaian terhadap kemungkinan bahaya yang muncul di

tempat kejadian. Perlu diperhatikan keselamatan korban dan

diri penolong, area sekitar berpotensi berbahaya.


2. Response (tanggapan)

Response/tanggapan diperoleh dengan cara mengajukan

pertanyaan apabila korban sadar, namun jika korban tidak

sadar maka harus menepuk bagian tubuh korban ataupun

tindakan lain yang tidak menimbulkan efek buruk pada

korban. Respon korban dibagi menjadi beberapa tingkatan,

yaitu : awas, suara, nyeri, tidak ada respon.

3. Shout of Help (meminta bantuan)

Tindakan meminta bantuan sangat penting bagi korban

maupun penolong. Bagi korban sangat menunjang tingkat

keberhasilan tindak penyelamatan, sementara bagi penolong

meminimalkan kesalahpahaman korban dan dapat dijadikan

saksi apabila terjadi gugatan dari pihak korban di kemudian

hari.

4. Airway (jalan nafas)

Airway adalah penilaian yang mengarah kepada tindak

pertolongan terhadap gangguan pernapasan yang dialami

korban. Dalam keadaan tidak sadar lidah korban akan

terjatuh ke bagian belakang sehingga menghalangi jalan

nafas. Untuk tindakan ini dapat dilakukan pembukaan jalan

nafas dengan cara mengangkat dagu dan menekan dahi

sehingga lidah korban akan terjulur dan tidak menutup jalan

udara.
5. Breathing (pernafasan)

Breathing adalah penilaian terhadap korban dilakukan

dengan memeriksa pernafasan korban. Jika korban tidak

sadar tetapi menunjukkan pola pernafasan normal maka dapat

dilakukan tindakan pemulihan. Jika korban tidak sadar, dan

tidak menunjukkan pola pernafasan normal harus segera

mendapatkan bantuan hidup dasar seperti resusitasi jantung

paru.

6. Circulation (sirkulasi)

Circulation adalah penilaian terhadap keadaan yang dapat

mempengaruhi peredaran oksigen ke seluruh tubuh. Penilaian

dibedakan menjadi dua, yaitu : korban respon pemeriksaan

dilakukan dengan menekan denyut nadi pergelangan tangan

bagi orang deweasa, sedangkan pemeriksaan pada bayi

dilakukan pada lengan bagian dalam/brakial.

2.6.3 Penilaian Berkala

Menurut Swasanti (2014:27), penilaian berkala adalah

upaya untuk menjamin keselamatan korban, tindakan PP dan

penilaian harus diulang tindakan tersebut disebut penilaian

berkala. Penilaian berkala dilakukan sebelum korban dibawa ke

instalasi medis penilaian dilakukan pada korban parah setiap 5

menit, sedangkan pada korban stabil 15 menit.


Tujuan dari penilaian berkala adalah untuk memastikan PP

yang telah dilakukan sudah tepat ataupun mencari yang terlewati.

Penilaian berkala dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Mencari kembali respon korban.

2. Menilai kembali dan memperbaiki jalan nafas korban.

3. Memeriksa aliran darah dan denyut nadi korban.

4. Penilaian suhu dan keadaan dari ujung kepala sampai ujung

kaki korban.

5. Memeriksa kembali penatalaksanaan menyeluruh yang telah

dilakukan, seperti : pembidaian, pembalutan, penanganan

jalan nafas, penanganan pendarahan, dan lain sebagainya.

6. Melakukan komunikasi terus-menerus dengan korban.

7. Penilaian berkala diprioritaskan untuk memantau tanda vital

korban.

2.7 Bantuan Hidup Dasar Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Menurut Swasanti (2014:29), bantuan hidup dasar merupakan

tindakan pertolongan untuk mempertahankan hidup seseorang yang

sedang mengalami keadaan gawat darurat. Tindakan pertolongan

diarahkan untuk melancarkan jalan nafas dan aliran darah ke seluruh

tubuh, tujuannya adalah untuk menjaga ketersediaan oksigen tubuh,

mengalirkan darah ke organ-organ penting tubuh dan menjaga organ

tersebut befungsi dengan normal. Keseluruhan bantuan hidup dasar


disebut sebagai resusitasi jantung paru (RJP) atau cardiopulmonary

resuciation (CPR).

Resusitasi jantung paru dilakukan ketika korban mengalami henti

nafas yang ditandai dengan tanda jalan nafas menyempit atau tertutup,

RJP harus diawali dengan tindak penilaian dan rumus ABC, yaitu

(Airway) membuka saluran nafas, (Breathing) pernafasan, (Circulation)

sirkulasi peredaran darah.

Menurut Swasanti (2014:29), RJP atau CPR sesuai korban

keadaan darurat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Usia dewasa di atas 8 tahun.

2. Usia anak 1-8 tahun.

3. Usia bayi di bawah 1 tahun.

Berikut adalah tabel rekomendasi dari RJP/CPR sesuai usia

korban pada bayi, anak, dan dewasa :

Tabel 2.1 Rekomendasi Pelaksanaan RJP Sesuai Usia Korban

KOMPONEN REKOMENDASI
DEWASA ANAK BAYI

Nilai kesadaran
untuk semua usia

Pengenalan Nafas abnormal atau


tidak bernafas

Penanganan RJP Rumus A-B-C

Kecepatan >100 kali/menit


kompresi
Kedalaman 5-4 cm 4-3 cm 2-1,5 cm
kompresi
Jeda kompresi <10 detik

Ventilasi tidak Hanya kompresi dada


terlatih
Kuantitas RJP Kompresi 30 kali,
bantuan nafas 2 kali

(Sumber : Swasanti, 2014)

Berikut merupakan teknik Resusitasi Jantung Paru (RJP) sesuai

dengan urutan rumus A-B-C (Airway, Breathing, Circulation) :

1. Airway (membuka jalan nafas)

Airway adalah penilaian yang mengarah kepada tindak pertolongan

terhadap gangguan pernapasan yang dialami korban. Dalam keadaan

tidak sadar lidah korban akan terjatuh ke bagian belakang sehingga

menghalangi jalan nafas.

Gambar 2.1 Teknik Airway head-tlit chin-lift


(Sumber : Swasanti, 2014)
Berikut langkah-langkah dalam melakukan membuka jalan nafas

dengan metode head-tlit chin-lift. Swasanti (2014) :

a. Letakkan telapak tangan di dahi korban sementara jari-jari tangan di

bawah dagu.

b. Kemudian tekan dahi ke bawah dan angkat dagu ke atas sehingga

kepala korban menengadah dan mulut terbuka.

2. Breathing (pernafasan)

Breathing adalah penilaian terhadap korban dilakukan dengan

memeriksa pernafasan korban. Jika korban tidak sadar tetapi

menunjukkan pola pernafasan normal maka dapat dilakukan

tindakan pemulihan. Jika korban tidak sadar, dan tidak menunjukkan

pola pernafasan normal harus segera mendapatkan bantuan hidup

dasar seperti resusitasi jantung paru.

Gambar 2.2 Teknik Breathing


(Sumber : Swasanti, 2014)
Berikut langkah-langkah dalam melakukan nafas. Swasanti (2014):

a. Pastikan jalan nafas korban dalam posisi terbuka dengan metode

head- tlit chin-lift sebelumnya.

b. Tekan hidung korban untuk memastikan tidak ada udara yang bocor

melalui hidung.

c. Ambil nafas dengan normal lalu tempelkan ke mulut korban serapat

mungkin dan tiupkan nafas melalui mulut.

3. Circulation

Circulation adalah penilaian terhadap keadaan yang dapat

mempengaruhi peredaran oksigen ke seluruh tubuh. Penilaian

dibedakan menjadi dua, yaitu : korban respon pemeriksaan

dilakukan dengan menekan denyut nadi pergelangan tangan bagi

orang deweasa, sedangkan pemeriksaan pada bayi dilakukan pada

lengan bagian dalam/brakial.

Gambar 2.3 Teknik Circulation


(Sumber : Swasanti, 2014)
Berikut langkah-langkah dalam melakukan sirkulasi dengan

metode kompresi. Swasanti (2014) :

a. Berlutut disamping korban.

b. Tentukan posisi kompresi dada dengan menemukan titik tengah

pertemuan tulang iga pada dada korban.

c. Tempatkan tumit tangan pada titik tersebut menggunakan kedua

telapak tangan.

d. Posisikan tangan tegak lurus pada saat melakukan kompresi.

e. Berikan 30 kali kompresi penekanan pada dada lakukan dengan cepat

dan tempo yang konsisten.

f. Berikan kompresi dengan kedalaman sekitar 5 cm.

2.8 Pertolongan Pertama Pada Luka Akibat Kecelakaan di Tempat Kerja

Menurut Swasanti, (2014:35), luka adalah kerusakan pada struktur

dan fungsi kulit, mukosa, otot, saraf, pembuluh darah, serta bagian tubuh

lainnya, yang disebabkan oleh paksaan fisik maupun kimiawi. Luka

disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti terkena benda tajam,

benda tumpul, terjatuh, kecelakaan kerja, dan lain sebagainya.

Luka dibagi menjadi dua macam, yaitu :

1. Luka terbuka (luka sayat, lecet, robek, tusuk, avulse, amputasi)

Luka terbuka adalah kerusakan jaringan lunak tubuh, kulit dan

jaringan di bawahnya, dapat menyebabkan hilang atau terlepasnya

jaringan tersebut. Luka terbuka disebabkan oleh pukulan benda

tumpul ataupun tajam, terjatuh, tergores.


2. Luka tertutup (luka memar, remuk, luka bakar ringan, sedang, berat)

Luka tertutup adalah kerusakan yang terjadi dibagian bawah kulit,

sedangkan permukaan kulit tidak/hanya sedikit mengalami kerusakan.

Luka tertutup disebabkan oleh pukulan benda tumpul, kondisi

eksternal (suhu, tekanan, kelembaban), ataupun agen kimia

berbahaya.

2.8.1 Pertolongan Pertama Pada Luka Sayat dan Lecet

1. Pertolongan pertama pada luka sayat

Luka sayat adalah luka akibat sayatan benda tajam, memiliki

ciri bentuk yang memanjang, rapi, dan jaringan di sekitar luka

tidak rusak.

Berikut merupakan cara pertolongan pertama pada luka sayat :

a. Bersihkan luka dengan air bersih yang mengalir dan cairan

antiseptik.

b. Tutup luka dengan kasa steril dan plester.

c. Bila luka sayat panjang dan dalam, korban harus segera

bawa ke rumah sakit untuk dijahit oleh ahli medis.

2. Pertolongan pertama pada luka lecet

Luka lecet adalah luka yang terjadi akibat gesekan dengan

benda yang memiliki permukaan tidak rata mengakibatkan

terkelupasnya lapisan kulit, tingkat kerusakan tergantung dari

keparahan luka yang diderita.

Berikut merupakan cara pertolongan pertama pada luka lecet :

a. Bersihkan luka dengan air bersih yang mengalir, antiseptik.


b. Setelah luka kering, oleskan betadine dan tutup dengan

kasa steril serta plester.

c. Apabila luka lecet yang diderita luas, bersihkan dengan

antiseptik, oleskan dengan mercurochrome kemudian

balut dengan kasa steril dan plester.

2.8.2 Pertolongan Pertama Pada Luka Robek dan Tusuk

1. Pertolongan pertama pada luka robek

Luka robek merupakan luka yang disebabkan oleh benturan

dengan benda tajam yang memiliki ciri bentuk luka tidak

beraturan.

Berikut merupakan cara pertolongan pertama pada luka robek :

a. Tindakan pertolongan pada luka robek ringan yang tidak

memerlukan jahitan, pertama bersihkan luka dengan cara

hentikan pendarahan dengan melakukan penekanan

dibagian luka, setelah pendarahan berhenti, bersihkan luka

dengan antiseptik, oleskan luka dengan betadine, dan

tutup luka dengan kasa steril dan plester.

b. Tindakan pertolongan pada luka robek parah yang

memerlukan jahitan, pertama bersihkan luka dengan cara

hentikan pendarahan dengan melakukan penekanan

dibagian luka, lakukan desinfeksi, kemudian segera bawa

korban ke rumah sakit untuk mendapatkan jahitan oleh

ahli medis.
2. Pertolongan pertama pada luka tusuk

Luka tusuk adalah luka yang disebabkan oleh benda tajam

berujung runcing, umumnya luka tidak terlalu lebar dibagian

mulut luka hal ini dikarenakan bagian tepi luka ikut terdorong

masuk ke dalam saat terjadi tusukan benda tajam.

Berikut merupakan cara pertolongan pertama pada luka tusuk :

a. Jagalah korban dalam kondisi tenang jangan terlalu

banyak bergerak.

b. Bersihkan kulit di sekitar luka serta benda yang menusuk.

c. Tutup bagian luka dengan menggunakan kasa steril yang

telah diberi obat-obatan seperti : daryant-tulle, sofra-

tulle, ataupun bactigras.

d. Segera bawa korban ke rumah sakit untuk mendapat

pertolongan lebih lanjut oleh ahli medis.

2.8.3 Pertolongan Pertama Pada Luka Avulse dan Amputasi

1. Pertolongan pertama pada luka avulse

Luka avulse adalah luka yang mengakibatkan terlepasnya

bagian tubuh, tetapi masih ada bagian yang menempel.

Tingkat keseriusan dampak yang timbul akibat luka jenis ini

tergantung tempat, kondisi, dan tingkat keparahan luka.

Berikut merupakan cara pertolongan pertama pada luka avulse:

a. Periksa keadaan korban dan pertahankan keadaan ABC

dengan baik.
b. Buatlah korban tetap tenang.

c. Menghentikan/mengurangi pendarahan yang terjadi.

d. Bersihkan bagian tubuh yang terlepas dengan air yang

mengalir, keringkan dan masukkan ke dalam plastik yang

rapat, kemudian masukkan ke dalam termos besi berisi es

batu.

e. Segera bawa korban ke rumah sakit.

2. Pertolongan pertama pada luka amputasi

Luka amputasi adalah jenis luka yang mengakibatkan

terputusnya bagian tubuh yang disebabkan oleh benda tajam.

Berikut merupakan cara pertolongan pertama pada luka

amputasi :

a. Perhatikan keadaan ABC korban.

b. Buatlah korban tetap tenang.

c. Bersihkan amputat (bagian tubuh yang terpotong) dengan

air yang mengalir, dan masukkan ke dalam kantung plastik

yang rapat kemudian letakkan di dalam termos besi berisi

es batu.

d. Segera bawa korban ke rumah sakit.

2.8.4 Pertolongan Pertama Pada Luka Memar dan Remuk

1. Pertolongan pertama pada luka memar

Luka memar adalah jenis luka akibat adanya pukulan/benturan

dengan benda tumpul. Kerusakan terjadi pada di bawah kulit.


Berikut merupakan cara pertolongan pertama pada luka memar:

a. Lakukan tindakan kompres dengan air es pada luka memar.

b. Setelah dilakukan kompres, oleskan krim/salep khusus

pada luka memar.

2. Pertolongan pertama pada luka remuk

Luka remuk terjadi akibat tekanan/himpitan gaya yang sangat

besar, dan dapat menyebabkan luka terbuka. Kerusakan

jaringan/organ tidak dapat dinilai secara kasat mata dan luka

remuk berpotensi mengancam keselamatan korban.

Berikut merupakan cara pertolongan pertama pada luka remuk:

a. Usahakan tidak menggerakkan tubuh korban yang terluka.

b. Pasang bidai sepanjang bagian tubuh korban yang terluka

dan berikan balutan tidak terlalu kencang.

c. Segera bawa korban ke rumah sakit untuk mendapat

pertolongan medis.

2.8.5 Pertolongan Pertama Pada Luka Bakar (Ringan, Sedang,

Berat)

Luka bakar adalah jenis luka atau kerusakan jaringan yang

disebabkan oleh keadaan suhu yang ekstrem (sangat panas

ataupun dingi), seperti api, arus listrik, air panas, cahaya matahari,

radiasi, dan agen kimia berbahaya. Swasanti (2014:44).

Luka bakar dapat berakibat fatal, mulai dari kehilangan

cairan, shock, kerusakan organ/jaringan, gangguan pernafasan,

dan
trauma psikologis. Pada orang dewasa luka bakar 20% dapat

menyebabkan shock, sedangkan pada anak hanya 10%. Untuk

dapat memperkirakan luas bagian tubuh yang mengalami luka

bakar dapat menggunakan metode ‘‘rule of nine’’ yang

dikemukakan oleh Wallace.

Berikut pedoman untuk menentukan luka bakar menurut

Wallace, yaitu :

1. Kepala dan leher = 9%.

2. Lengan kiri = 9%.

3. Lengan kanan = 9%.

4. Badan bagian depan = 18% (dada = 9 %, perut = 9 %).

5. Badan bagian belakang = 18% (punggung = 9 %, pinggang

= 9 %).

6. Tungkai kiri = 18% (paha = 9 %, betis = 9 %).

7. Tungkai kanan = 18% (paha = 9 %, betis = 9 %).

8. Genetalia = 1%

Luka bakar dibedakan berdasarkan tingkat keparahan serta

penyebaran luka dan jaringan tubuh yang mengalami kerusakan

ringan, sedang, hinggga berat. Penggolongan luka bakar sangat

diperlukan dalam melakukan tindak pertolongan pertama serta

pengobatan. Oleh karena itu mengklasifikasikan keparahan luka

bakar sangan diperlukan dalam hal pengobatan korban.

Berikut merupakan tabel klasifikasi luka bakar :


Tabel 2.2 Klasifikasi Luka Bakar

No Klasifikasi Klasifikkasi Kedalaman Bentuk


Baru Tradisional Luka Bakar Klinis

Erythema
Superficia
1. Derajat 1 Epidermis (kemerahan),
l rasa sakit,
blisters
Thickness
(gelembung)

Blisters
(gelembung
cairan),
2. Partial Derajat 2 Dermis cairan
bening, rasa
Thicknes
nyeri saat
s gelembung
cairan pecah.

Dermis dan Berat,


struktur di eschar pada
3. Full Derajat 3 bawah kulit, cairan
dermis berwarna,
Thicknes
(Fascia, tidak
s tulang dan didapatkan
otot) sensasi rasa
sakit

(Sumber : Swasanti, 2014)

1. Pertolongan pertama pada luka bakar ringan

a. Segera rendam dengan air dingin.

b. Luka bakar dibersihkan dengan menggunakan air dan

sabun, lakukan dengan hati-hati.

c. Setelah dibersihkan, oleskan krim antibiotik sulfadiazine.

d. Tutup luka dengan pembalut/perban.

e. Ketika sedang beristirahat, bagian tubuh yang luka

diletakkan lebih tinggi dari bagian tubuh lainnya.


2. Pertolongan pertama pada luka sedang (kurang dari 20%)

a. Rendam luka dengan air dingin sampai rasa nyeri reda.

b. Jangan mengupas bagian luka yang melepuh, biarkan

dengan sendirinya.

c. Bersihkan luka dari kotoran.

d. Setelah dibersihkan, oleskan krim antibiotik.

e. Jika diperlukan dapat diberikan antibiotik untuk mencegah

dan/atau meminimalkan dampak infeksi.

3. Luka bakar berat (lebih dari 20%)

Untuk luka bakar berat, pertolongan pertama tidak dianjurkan

dikarenakan akan memperparah keselamatan korban. Hanya

perlu melakukan, yaitu :

a. Berikan bantuan pernafasan (masker oksigen) pada korban.

b. Segera mungkin membawa korban ke rumah sakit untuk

mendapatkan penanganan medis.

2.8.6 Pertolongan Pertama Akibat Sengatan Listrik

Cedera akibat sengatan listrik ditandai dengan luka bakar di

sekitar tubuh yang terpapar, mati klinis, kerusakan jaringan,

kejang, nyeri otot serta kelumpuhan.

Berikut merupakan cara pertolongan pertama pada sengatan

listrik :

1. Pendekatan kecelakaan, jangan panik, hubungi pihak

berwenang dan personil ahli kelistrikan.


2. Lakukan penilaian keadaan baik keamanan penolong,

penderita, dan lingkungan.

3. Putuskan aliran listrik.

4. Gunakan alat pelindung diri (APD), berdiri pada permukaan

yang bersih dan kering, serta gunakan material non-konduktif.

5. Berikan RJP jika korban tidak bernafas dan tak sadarkan diri.

6. Apabila korban masih bernafas dan ditemukan denyut nadi,

berikan pertolongan sesuai kondisi luka.

7. Tangani syok jika ada.

8. Segera bawa ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan

lebih lanjut dari ahli medis.

2.9 Sistem Tanggap Darurat

Menurut Sahab (1997), sistem tanggap darurat merupakan suatu

rangkaian kegiatan yang tersusun dan terstruktur dalam suatu sistem

manajemen dan kebijakan perusahaan tentang prosedur tanggap darurat,

responsibility, organisasi serta mekanisme alur kegiatan jika terjadi

kondisi gawat darurat di tempat kerja.

2.9.1 Klasifikasi Keadaan Darurat

Menurut Sahab (1997), keadaan darurat adalah berubahnya

suatu keadaan atau kegiatan atau situasi yang semula normal

menjadi tidak normal sebagai akibat dari suatu peristiwa/ kejadian

yang tidak diduga atau tidak di kehendaki.

Adapun klasifikasi keadaan darurat, meliputi :


1. Keadaan darurat tingkat I

Suatu keadaan darurat yang berpotensi mengancam nyawa

dan harta benda (aset) yang secara normal dapat diatasi oleh

personil juga dari suatu instalasi atau pabrik dengan

menggunakan prosedur yang telah dipersiapkan.

2. Keadaan darurat tingkat II

Suatu kecelakaan dimana semua pekerja yang bertugas

dibantu dengan peralatan dan meterial yang tersedia di

instalasi atau pabrik tidak mampu lagi mengendalikan

keadaan darurat tersebut seperti : kebakaran besar, ledakan

dahsyat, kebocoran bahan berbahaya dan beracun (B3) yang

kuat, dan lain-lain yang mengancam nyawa manusia atau

lingkungan dan aset dari instalasi atau pabrik tersebut atas

dampak bahaya pada karyawan atau daerah dan masyarakat

sekitarnya. Bantuan yang diperlukan berasal dari industri

sekitar pemerintah setempat.

3. Keadaan darurat tingkat III

Suatu keadaan darurat berupa malapetaka atau bencana

dahsyat dengan akibat jauh lebih besar dibandingkan dengan

tingkat II dan memerlukan bantuan koordinasi pada tingkat

nasional.

2.9.2 Prosedur Tanggap Darurat

Prosedur tanggap darurat merupakan keharusan bagi suatu

industri, penerapan dan pelaksanaannya harus mengikuti standar


baku yang ada. Seperti halnya pada proses perencanaan,

penyusunan dan evaluasi audit harus dilaksanakan secara

bertahap, rutin dan berkesinambungan untuk menilai dan

menganalisa setiap prosedur dan manual langkah yang telah ada.

2.9.3 Tim Tanggap Darurat

Tim tanggap darurat adalah sekelompok orang yang dipilih

sebagai pelaksanaan jika terjadi keadaan darurat (Suswitha, 2001).

Organisasi hendaknya menetapkan dan memelihara prosedur

untuk mengetahui kebutuhan pelatihannya. Manajemen

hendaknya menetapkan tingkat pengalaman, kemampuan personil,

terutama mereka yang melaksanakan fungsi manajemen

lingkungan yang khusus (Hadiwiardjo,1997).

Keberhasilan penanggulangan kejadian yang sebenarnya

sangat tergantung pada pelatihan tim. Anggota tim respon gawat

darurat harus dilatih tentang bagaimana menangani situasi-situasi

yang berbeda. Pelatihan tersebut meliputi:

1. Pelatihan P3K.

2. Pelatihan penanganan limbah berbahaya dan respon gawat

darurat.

2.10 Evakuasi

Evakuasi adalah kegiatan memindahkan korban dari lokasi

kejadian ke tempat yang aman sampai mendapat penanganan medis

lanjutan yang memadai. Pada prosesnya ada beberapa cara dan alat

bantu yang harus


digunakan, namun hal tersebut sangat bergantung pada kondisi yang di

hadapi, seperti medan, kondisi korban, ketersediaan alat, dan sebagainya.

Swasanti (2014).

Prinsip dasar dalam melakukan evakuasi adalah :

1. Dilakukan mutlak jika perlu.

2. Menggunakan teknik yang baik dan benar.

3. Penolong harus memiliki kondisi fisik yang prima dan terlatih serta

semangat untuk menyelamatkan korban dari bahaya yang

mengancam.

2.10.1 Macam-macam Evakuasi

Menurut Swasanti (2014), terdapat dua macam

evakuasi/pemindahan penderita, yaitu :

1. Pemindahan darurat, dilakukan jika terdapat bahaya langsung

terhadap penderita, dapat menjangkau penderita, dan bila

bantuan hidup dasar tidak dapat dilakukan karena posisi tidak

sesuai untuk melakukan penanganan.

2. Pemindahan biasa, dilakukan jika tidak ada bahaya langsung

terhadap penderita, pemindahan dilakukan ketika semua sudah

siap dan penderita sudah ditangani.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemindahan

penderita, yaitu :

1. Lakukan penilaian dan rencanakan tindakan pemindahan.

2. Jaga keseimbangan dan pastikan seimbang.

3. Gunakan otot tungkai, hindari otot punggung.


4. Posisi punggung tegak saat pengangkatan.

5. Upayakan memindahkan korban secepat mungkin.

6. Upayakan kerja kelompok, berkomunikasi dan lakukan

koordinasi.

2.10.2 Teknik Evakuasi

1. Pengangkatan satu orang, dilakukan jika penderita tidak berat,

dengan cara dipapah dan digendong.

2. Pengangkutan dua orang, tidak boleh dilakukan pada

benderita cedera leher dan tulang belakang.

3. Pengangkutan empat orang langsung tanpa menggunakan alat.

4. Pengangkutan menggunakan tandu.

5. Pengangkutan menggunakan alat transportasi.

2.10.3 Alat Evakuasi

Terdapat banyak peralatan mulai dari manual tanpa alat,

sampai ke dalam bentuk transportasi untuk mengangkut penderita.

Berikut beberapa alat evakuasi, diantaranya :

1. Tenaga manusia (tanpa alat), bisa perorangan atau beregu.

2. Tandu, bisa menggunakan tandu khusus atau tandu buatan

seperti (tandu beroda, tandu lipat, tandu sekup, tandu kursi

dan tandu spinal).

3. Transportasi, dapat berupa mobil ambulans, kapal laut, atau

helikopter.
2.11 Petugas P3K di Tempat Kerja

Berdasarkan Permenakertrans No. PER.15/MEN/VIII/2008 tentang

P3K di Tempat Kerja, menyebutkan bahwa petugas P3K di tempat kerja

adalah pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pengurus/pengusaha dan

diserahi tugas tambahan untuk melaksanakan P3K di tempat kerja.

Petugas P3K di tempat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat

(2) harus memiliki lisensi dan buku kegiatan P3K dari kepala instansi

yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.

Untuk mendapatkan lisensi harus memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut :

1. Bekerja pada perusahaan yang bersangkutan.

2. Sehat jasmani dan rohani.

3. Bersedia ditunjuk menjadi petugas P3K.

4. Memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar di bidang P3K di

tempat kerja yang dibuktikan dengan sertifikat pelatihan.

Menurut Permenakertrans No. PER.15/MEN/VIII/2008 tentang

P3K di Tempat Kerja, pasal 5 ayat (2), pengurus wajib mengatur

tersedianya petugas P3K pada :

1. Tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih sesuai

jumlah pekerja/buruh dan potensi bahaya di tempat kerja.

2. Tempat kerja di setiap lantai yang berbeda di gedung bertingkat

sesuai jumlah pekerja/buruh dan potensi bahaya di tempat kerja.

3. Tempat kerja dengan jadwal kerja shift sesuai jumlah pekerja/buruh.


Petugas P3K di tempat kerja mempunyai tugas, diataranya :

1. Melaksanakan tindakan P3K di tempat kerja.

2. Merawat fasilitas P3K di tempat kerja.

3. Mencatat setiap kegiatan P3K dalam buku kegiatan.

4. Melaporkan kegiatan P3K kepada pengurus.

Berikut merupakan rasio jumlah petugas P3K di tempat kerja

dengan jumlah pekerja/buruh berdasarkan klasifikasi tempat kerja

Permenakertrans No. PER.15/MEN/VIII/2008 tentang P3K di Tempat

Kerja, lampiran I :

1. Tempat kerja potensi bahaya rendah

a. 25-150 pekerja, 1 petugas P3K.

b. >150 pekerja, 1 orang petugas P3K untuk setiap 150 orang atau

kurang.

2. Tempat kerja potensi bahaya tinggi

a. <100 pekerja, 1 petugas P3K.

b. >100 pekerja, 1 orang petugas P3K untuk setiap 150 orang atau

kurang.

2.12 Fasilitas P3K di Tempat Kerja

Berdasarkan Permenakertrans No. PER.15/MEN/VIII/2008 tentang

P3K di Tempat Kerja, pasal 1 ayat (1). Fasilitas P3K di tempat kerja

adalah semua peralatan, perlengkapan, dan bahan yang digunakan dalam

pelaksanaan P3K di tempat kerja.


Fasilitas P3K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi:

1. Ruang P3K.

2. Kotak P3K dan isinya.

3. Alat evakuasi dan alat transportasi.

4. Fasilitas tambahan berupa alat pelindung diri dan/atau peralatan

khusus di tempat kerja yang memiliki potensi bahaya yang bersifat

khusus.

Berdasarkan Permenakertrans No. PER.15/MEN/VIII/2008 tentang

P3K di Tempat Kerja, pasal 9 ayat (2). Persyaratan ruang P3K meliputi :

1. Lokasi ruang P3K :

a. Dekat dengan toilet/kamar mandi.

b. Dekat jalan keluar.

c. Mudah dijangkau dari area kerja.

d. Dekat dengan tempat parkir kendaraan.

2. Mempunyai luas minimal cukup untuk menampung satu tempat tidur

pasien dan masih terdapat ruang gerak bagi seorang petugas P3K

serta penempatan fasilitas P3K lainnya.

3. Bersih dan terang, ventilasi baik, memiliki pintu dan jalan yang

cukup lebar untuk memindahkan korban.

4. Diberi tanda dengan papan nama yang jelas dan mudah dilihat.

5. Sekurang-kurangnya dilengkapi dengan :

a. wastafel dengan air mengalir.

b. Kertas tisue/lap.
c. Usungan/tandu.

d. Bidai/spalk.

e. Kotak P3K dan isi.

f. Tempat tidur dengan bantal dan selimut.

g. Tempat untuk menyimpan alat-alat, seperti : tandu dan/atau kursi

roda.

h. Sabun dan sikat.

i. Pakaian bersih untuk penolong.

j. Tempat sampah.

Berdasarkan PER.15/MEN/VIII/2008 tentang P3K di Tempat

Kerja, pasal 10. Persyaratan kotak P3K meliputi :

1. Terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibawa, berwarna dasar

putih dengan lambang P3K berwarna hijau.

2. Isi kotak P3K sebagaimana tercantum dalam lampiran II tidak boleh

diisi bahan atau alat selain yang dibutuhkan untuk pelaksanaan P3K

di tempat kerja.

3. Penempatan kotak P3K :

a. Pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau, diberi tanda arah

yang jelas, cukup cahaya serta mudah diangkat apabila akan

digunakan.

b. Disesuaikan dengan jumlah pekerja/buruh, jenis dan jumlah

kotak P3K.

c. Dalam hal tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500 meter atau
lebih masing-masing unit kerja harus menyediakan kotak P3K

sesuai jumlah pekerja/buruh.

d. Dalam hal tempat kerja pada lantai yang berbeda di gedung

bertingkat, maka masing-masing unit kerja harus menyediakan

kotak P3K sesuai jumlah pekerja/buruh.

Berdasarkan PER.15/MEN/VIII/2008 tentang P3K di Tempat

Kerja, pasal 11. Persyaratan Alat evakuasi dan alat transportasi

meliputi:

1. Tandu atau alat lain untuk memindahkan korban ke tempat yang

aman atau rujukan.

2. Mobil ambulan atau kendaraan yang dapat digunakan untuk

pengangkutan korban.

Persyaratan fasilitas tambahan berupa APD dan peralatan khusus

di tempat kerja, meliputi :

1. Alat pembasahan tubuh cepat (shower) dan pembilasan atau

pencucian mata.

2. Alat pelindung diri yaitu berupa helm safety, rompi safety serta sepatu

safety.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendahuluan

Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah kualitatif.

Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif. Tipe ini

dipilih dengan maksud untuk memberikan gambaran mengenai

Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Kerja di Konstruksi,

sebagaimana yang tersusun dalam bagan alir penyusunan Tugas Akhir

ini yang terlampir pada gambar 3.1.

3.2 Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data adalah menggunakan Study Literature.

Dilakukan dengan cara memperoleh data dari buku, jurnal ilmiah, UU,

atau standar nasional dan internasional, atau sumber lain yang

membahas tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Kerja di

Konstruksi. Sebagai bahan dalam penyusunan laporan.

3.3 Pengolahan Data

Data diolah dari hasil yang di dapat dengan mengkaji program,

langkah dan penelitian yang deskriptif dalam penerapan mengenai

Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Kerja di Konstruksi. Secara

kualitatif dengan membandingkan antara data dengan peraturan dan

standar yang berlaku.

43
44

3.4 Penyajian Data

Data yang disajikan menggunakan metode deskriptif yakni metode

yang mendeskripsikan teori tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan

Kerja di Konstruksi.

Berikut merupakan gambar diagram alir penyusunan Tugas Akhir :

Pertolongan Pertama
Pada Kecelakaan
Kerja di Konstruksi

Pendahuluan

. Tujuan Umum : Tujuan Khusus :


elajari gambaran tindakan pertolongan pertama pada
Mengetahui
kecelakaan
program
kerja pertolongan
di konstruksi.pertama pada kecelakaan kerja di kons
Mengetahui prosedur tanggap darurat
di konstruksi.
Mengetahui evaluasi program P3K di konstruksi

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan kajian study literature, jenis data yang digunakan adalah

data sekunder, metode pengumpulan data adalah studi pustaka. Kesimpulan

study literature adalah menjabarkan mengenai Program Pertolongan

Pertama Pada Kecelakaan Kerja di Konstruksi.

Hasil akhir penelitian komprehensif adalah suatu naratif deskriptif

yang bersifat menyeluruh disertai seluruh aspek-aspek yang sesuai dengan

karakter tersebut, penelitian ini berusaha mendapatkan informasi yang

selengkap mungkin mengenai Program Pertolongan Pertama Pada

Kecelakaan Kerja di Konstruksi.

4.1.1 Program P3K di Tempat Kerja

Berdasarkan Permenakertrans No. PER.15/Men/VIII/2008

tentang P3K di Tempat Kerja, bentuk pelaksanaan program P3K

dilakukan dengan pemberian pelatihan kepada petugas P3K,

penyediaan petugas P3K di masing-masing tempat kerja, sarana dan

prasarana P3K, fasilitas P3K, serta perlengkapan lainnya yang

menunjang kebutuhan persyaratan keselamatan dan kesehatan di

tempat kerja.

Pasal 2 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa ‘‘Pengusaha

wajib menyediakan petugas P3K dan fasilitas P3K di tempat kerja

dan juga pengurus wajib melaksanakan P3K di tempat kerja”. Hal

ini adalah
45
46

menunjukkan adanya kewajiban bagi pihak perusahaan/ tempat

kerja untuk melaksanakan P3K sekaligus menyediakan petugas P3K

dan fasilitas P3K di tempat kerjanya untuk memberikan

perlindungan kepada pekerja saat terjadi insiden kecelakaan.

Dalam hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu Jannah dkk.

(2020), dalam jurnal Penerapan Pertolongan Pertama Pada

Kecelakaan Kerja Konstruksi Kapal di Kota Makassar, PT. X telah

mengupayakan program P3K sebagaimana disebutkan dalam

Permenakertrans No. PER.15/Men/VIII/2008 mengenai P3K di

tempat kerja, demi melindungi dan mencegah dampak dari suatu

potensi bahaya yang dapat merugikan aset perusahaan. Berikut

merupakan bentuk dari program P3K, meliputi :

1. Pelatihan petugas P3K

Penyelenggaraan pelatihan P3K yang diikuti oleh setiap pekerja

yang ditunjuk oleh pengurus sebagai petugas P3K di PT. X.

Pelatihan diberikan dari pihak penyelenggara yang berasal dari

instansi yang bertanggung jawab di bidang pengawasan

ketenagakerjaan. Pelatihan juga bisa dari perusahaan jasa

keselamatan dan kesehatan kerja bidang pembinaan yang telah

disahkan sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan

berkoordinasi dengan instansi yang membidangi pengawasan

ketenagakerjaan setempat.

2. Penyediaan petugas P3K

PT. X telah menyediakan petugas P3K di setiap masing-masing


tempat kerja berdasarkan klasifikasi tempat kerja sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Permenakertrans No. PER

15/MEN/VIII/2008 tentang P3K di Tempat Kerja, wajib

memiliki lisensi dan buku kegiatan P3K dari kepala instansi

yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.

Untuk mendapatkan lisensi harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut :

a. Bekerja pada perusahaan yang bersangkutan.

b. Sehat jasmani dan rohani.

c. Bersedia ditunjuk menjadi petugas P3K.

d. Memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar di bidang

P3K di tempat.

Petugas P3K di tempat kerja ditentukan berdasarkan jumlah

pekerja/buruh dan potensi bahaya di tempat kerja, dengan rasio

sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri.

Tabel 4.1 Rasio Jumlah Petugas P3K Berdasarkan Klasifikasi


Tempat Kerja
Klasifikasi Jumlah Jumlah Petugas
Tempat Kerja Pekerja P3K

Tempat kerja 25-50 orang 1 orang


dengan Potensi
bahaya rendah

>150 orang 1 orang untuk


setiap 150 orang
atau kurang

Tempat kerja <100 orang 1 orang


dengan Potensi
bahaya tinggi
1 orang untuk
>100 orang setiap 100 orang
atau kurang

(Sumber : PER.15/MEN/VIII/2008 tentang P3K di Tempat Kerja)

3. Fasilitas P3K

PT. X telah berupaya dalam pengadaan fasilitas P3K di tempat

kerja sebagaimana dimaksud dalam Permenakertrans No.

PER.15/MEN/VIII/2008 tentang P3K di Tempat Kerja, pasal 1

ayat (1). Fasilitas P3K di tempat kerja adalah semua peralatan,

perlengkapan, dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan

P3K di tempat kerja.

Fasilitas P3K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)

meliputi :

a. Ruang P3K

Lokasi ruang P3K sangat strategis berdekatan dengan

toilet/kamar mandi, jalan keluar, mudah dijangkau dari area

kerja, memiliki luas cukup untuk menampung satu tempat

tidur pasien dan masih terdapat ruang gerak bagi seorang

petugas P3K serta penempatan fasilitas P3K lainnya

dilengkapi dengan : wastafel, tissue/lap, usungan/tandu,

bidai/spalk, kotak P3K dan isi, tempat tidur dengan bantal

dan selimut, tempat untuk menyimpan alat-alat seperti tandu

dan/atau kursi roda, sabun dan sikat, pakaian bersih untuk

penolong, tempat sampah, kursi tunggu, alat evakuasi dan

alat transportasi, fasilitas tambahan berupa alat pelindung

diri
dan/atau peralatan khusus di tempat kerja yang memiliki

potensi bahaya yang bersifat khusus.

b. Kotak P3K dan isi

Kotak P3K merupakan sarana perlengkapan yang

didalamnya berisi obat-obatan serta alat bantu lainnya yang

telah disediakan PT. X sebagai langkah pertolongan

pertama.

Berikut merupakan tabel isi kotak P3K yang diterapkan PT.

X berdasarkan Permenakertrans No PER.15/MEN/VIII/2008

tentang P3K di Tempat Kerja :

Tabel 4.2 Isi Kotak P3K

No KOTAK A KOTAK B KOTAK C


. Isi (untuk 25 (untuk 50 (untuk100
pekerja/buruh pekerja/buruh pekerja/buruh
atau kurang) atau kurang) atau kurang)
1 Kasa steril
terbungkus 20 40 40
2 Perban
(lebar 5 2 4 6
cm)
3 Perban
(lebar 10 2 4 6
cm)
4 Plester
(lebar 1,25 2 4 6
cm)
5 Plester
cepat 10 15 20
6 Kapas
(25gr) 1 2 3
7 Kain
segitiga 2 4 6
8 Gunting
1 1 1

9 Peniti 12 12 12

10 Sarung
tangan 2 3 4
sekali
pakai
11 Masker
2 4 6
12 Pinset
1 1 1
13 Lampu
senter 1 1 1
14 Gelas cuci
mata 1 1 1
15 Kantong
plastik 1 2 3
bersih
16 Aquades
(100 ml 1 1 1
lar.
Saline)

17 Povidon
Iodin (60 1 1 1
ml)
18 Alkohol
70% 1 1 1
19 Buku
panduan
P3K di 1 1 1
tempat
kerja
20 Buku
catatan 1 1 1
21 Daftar isi
kotak P3K 1 1 1

(Sumber : PER.15/MEN/VIII/2008 tentang P3K di Tempat Kerja)

c. Alat evakuasi dan alat transportasi

Alat evakuasi dan alat transportasi sebagaimana dimaksud

dalam pasal 8 ayat (1) huruf c Permenakertrans No.

PER/15/MEN/VIII 2008 tentang P3K di Tempat Kerja,

merupakan fasilitas tambahan yang digunakan pada saat

melakukan pemindahan atau rujukan korban kecelakaan

kerja.
PT. X telah menyediakan alat evakuasi dan transportasi

yaitu berupa tandu yang digunakan untuk memindahkan

korban serta mobil ambulance yang dapat digunakan untuk

pengangkutan korban kecelakaan kerja yang terjadi di PT.

X.

d. Fasilitas tambahan peralatan khusus dan APD di tempat

kerja PT. X yang merupakan salah satu sektor industri yang

bergerak di bidang konstruksi, dalam upaya merawat

fasilitas P3K dan penambahan APD telah menyediakan Alat

pembasahan tubuh cepat (shower) dan pembilasan atau

pencucian mata jika sewaktu-waktu pekerja mengalami

gangguan mata akibat debu yang disebabkan oleh operasi

proyek, serta penambahan APD yaitu berupa helm safety,

kacamata, masker, sarung tangan, rompi safety serta sepatu

safety.

4.1.2 Prosedur Tanggap Darurat di Tempat Kerja

Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah RI No. 50 tahun 2012

tentang Penerapan SMK3 di Tempat Kerja, yang mengatur tentang

kesiapsiagaan dan tanggap darurat dalam mengatisipasi terjadinya

kegagalan sistem kontrol ataupun kejadian luar biasa akibat

bencana alam. Upaya dalam menghadapi keadaan darurat

kecelakaan dan bencana industri suatu perusahaan harus memiliki

prosedur sebagai upaya menghadapi keadaan darurat, yang meliputi

1. Penyediaan personil dan fasilitas P3K dengan jumlah yang

cukup dan sesuai sampai mendapatkan pertolongan medik.

2. Proses perawatan lanjutan.


52

Peraturan ini menjadi dasar dalam penanggulangan tanggap

darurat yang disebabkan oleh faktor-faktor sumber potensi bahaya

serta bencana alam yang terjadi di tempat kerja.

Dalam hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu Ayu

(2010), dalam skripsi Tinjauan Sistem Pertolongan Kecelakaan

Kerja dan Sistem Tanggap Darurat di PT Krakatau Steel Cilegon

Banten, PT. Y dalam upaya menanggulangi keadaan darurat yang

menimbulkan korban jiwa hingga kerusakan lingkungan, memiliki

standar operasi prosedur serta langkah pertolongan dan

penyelamatan jiwa yang mengikuti sistem pertolongan kecelakaan

kerja harus segera dilakukan untuk mencegah dampak yang lebih

besar.

Berikut merupakan proses pelaksanaan prosedur

penanggulangan keadaan darurat yang diterapkan PT. Y pada

keadaan darurat :

1. Tahap pelaksanaan prosedur tanggap darurat

a. Tahap awal persiapan penanggulangan kedaan darurat

adalah melakukan identifikasi potensi keadaan darurat,

pemetaan lokasi dan estimasi sebaran dampak risiko sebagai

bahan dalam penyusunan rencana penanggulangan.

Perencanaan keadaan darurat ditujukan pada

penanggulangan pada saat keadaan darurat dan rencana

pemulihan pasca keadaan darurat.

b. Rencana penanggulangan kedaaan darurat meliputi prosedur

tanggap darurat, organisasi tanggap darurat tingkat

perusahaan dan tingkat unit keja, fasilitas dan sarana, jalur


evakuasi tanggap darurat, rencana sosialisasi, pelatihan dan

uji coba sistem serta rencana sistem komunikasi dan

jaringan net working. Pada kejadian keadaan darurat divisi

security dan fire management mengkomando operasi

penanggulangan keadaan darurat yang kemudian

melaporkan hasil penanggulangan dan investigasi kepada

Ketua Tim Koordinasi Tanggap Darurat (TKTD).

2. Pedoman Tanggap Darurat

a. Bagi Pekerja

(1) Pekerja melakukan penanggulan sesuai dengan SOP

tanggap darurat internal dan pertolongan pertama pada

korban bila memungkinkan.

(2) Laporan pada manager/pimpinan tertinggi yang bertugas

pada waktu itu.

b. Bagi Manager/Pimpinan

(1) Mengkoordinasi tim tanggap darurat untuk melakukan

penganggulangan sesuai prosedur tanggap darurat

dengan melakukan tindakan yang diperlukan.

(2) Apabila terjadi kebakaran, ledakan, pada suatu pabrik

lakukan peringatan tanda bahaya dengan dengan

membunyikan sirine selama 10 detik selang 2 kali, yang

berarti tanda adanya bahaya dan setiap karyawan bersiap

siaga.

(3) Apabila kejadian menjadi semakin besar serta

membahayakan manusia dan atau lingkungan, maka


lakukan evakuasi atau penyelamatan. Hubungi Posko

Tim Koordinasi Tanggap Darurat (TKTD)

3. Mekanisme Operasional Tim Tanggap Darurat (TTD)

a. Setiap karyawan yang melihat/mengetahui adanya kejadian

di unit kerjanya (kebakaran, ledakan) harus segera

menolong dan meminta teman untuk memberi tahu hal

tersebut kepada koordinator operasional.

b. Setelah koordinator operasional menerima laporan segera

memerintahkan kepada karyawan yang bertugas sebagai

satgas (satuan tugas) komunikasi untuk membunyikan sirine

bahaya I selama 10 detik selang 2 kali.

c. Karyawan yang bertugas sebagai anggota Satgas Damkar

setelah mendengar suara sirine segera menuju lokasi siap

dengan alat pemadam kebakaran.

d. Bila tidak berhasil segera memberitahukan koordinator

operasional untuk membunyikan sirine II selama 10 detik

selang 3 kali.

e. Semua satgas ketika mendengar sirine bahaya II segera

bekerja sesuai tugas masing-masing.

f. Satgas evakuasi segera memberikan penyelamatan korban

dilokasi bencana.

g. Satgas pengamanan segera mengamankan lokasi dan

kelancaran lalu lintas jalan masuk bantuan dari luar.

h. Satgas medis menuju ke shelter untuk memberikan P3K

kepada korban yang dibawa oleh satgas evakuasi dari lokasi


bencana. Hal tersebut sambil menunggu kedatangan mobil

ambulans dari TKTD.

i. Satgas komunikasi segera menghubungi TKTD segera

memberitahu orang-orang di sekitar lokasi bencana untuk

menyelamatkan diri/keluar dari ruang kerja, setelah berita

disampaikan kepada TKTD dan TKTD datang membantu

maka seluruh anggota TTD pabrik yang bertugas harus tetap

bekerja sama dengan TKTD untuk melakukan

penanggulangan bencana sampai selesai.

j. Setelah bencana dapat diatasi maka koordinator operasional

memerintahkan ke Satgas Komunikasi untuk membunyikan

sirine bahaya III selama 10 detik selang 1 kali tanda aman.

Setelah selesai maka semua anggota Satgas melaporkan ke

koordinator operasional tentang hasil kerjanya masing-

masing.

k. Satgas Inventarisasi segera ke lokasi bencana untuk

menginventarisir jumlah karyawan serta kerusakan akibat

bencana yang timbul.

l. Satgas Perbaikan memberikan masukan kepada pimpinan

tentang hal-hal yang terlebih dahulu dilakukan.

m. Koordinator operasional membuat laporan tertulis kepada

Ketua TTD pabrik tentang bencana yang terjadi.

4.1.3 Evaluasi Program Sistem P3K di Tempat Kerja

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012

tentang Penerapan SMK3, yang menyebutkan P3K di tempat kerja


adalah upaya memberikan pertolongan pertama secara cepat dan

tepat kepada pekerja/buruh dan/atau orang lain yang berada di

tempat kerja, yang mengalami sakit atau cidera di tempat kerja.

Petugas P3K di tempat kerja adalah pekerja/buruh yang ditunjuk

oleh pengurus/pengusaha dan diserahi tugas tambahan untuk

melaksanakan P3K di tempat kerja. Serta perusahaan harus

memiliki prosedur untuk menghadapi keadaan darurat atau bencana,

yang diuji secara berkala untuk mengetahui kemampuan satgas

pada saat kejadian yang sebenarnya.

Dalam hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu Ayu

(2010), dalam skripsi Tinjauan Sistem Pertolongan Kecelakaan

Kerja dan Sistem Tanggap Darurat di PT Krakatau Steel Cilegon

Banten, Sistem pertolongan kecelakaan merupakan suatu rangkaian

kegiatan dalam suatu sistem manejemen dan kebijakan perusahaan

tentang tahapan pertolongan, perawatan dan rehabilitasi medis

dalam menangani korban akibat kecelakaan kerja atau darurat

medis di lingkungan PT Krakatau Steel.

Sistem penanganan P3K di PT. Y ditujukan pada korban

kecelakaan kerja dengan jumlah kecil atau kurang dari 5 orang dan

penanganan korban yang berjumlah besar yang dimungkinkan

akibat industries disaster atau bencana alam. Penanganan kecelakan

kerja dengan melibatkan satgas evakuasi, satgas medis, perawat pos

P3K dan beberapa karyawan yang terkait. Pada kecelakan yang

mengakibatkan korban dan kerusakan properti seperti kebakaran,

peledakan, kerusakan konstruksi atau infrastruktur melibatkan


kesatuan Tim Tanggap Darurat (TTD) tingkat unit kerja dan atau Tim

Koordinasi Tanggap Darurat (TKTD) tingkat perusahaan.

Mekanisme sistem pertolongan kecelakaan kerja meliputi :

1. Pertolongan awal di tempat tempat kerja, tranportasi korban

dari unit kerja ke pos P3K, pertolongan di pos P3K dan

pertolongan lanjutan.

2. Sistem pertolongan korban kecelakaan mengatur tentang alur

kegiatan, penanggung jawab, perlengkapan dan sarana,

komunikasi, administrasi.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Program P3K di PT. X

Dalam upaya meningkatkan kualitas dan produktivitas suatu

perusahaan diperlukannya suatu program pencegahan dan

penanganan kecelakaan kerja yang bertujuan untuk mencegah

dampak atau kerugian yang semakin besar. Permenakertrans No.

PER/15/MEN/VIII/2008 tentang P3K di Tempat Kerja, Program

P3K merupakan upaya pencegahan dan penanganan kecelakaan

kerja dalam bentuk pemberian pelatihan kepada petugas P3K,

penyediaan petugas P3K di masing-masing tempat kerja, sarana dan

prasarana P3K, fasilitas P3K, serta perlengkapan lainnya yang

menunjang kebutuhan persyaratan keselamatan dan kesehatan di

tempat kerja.

Dalam hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu Ayu (2010),

dalam skripsi Tinjauan Sistem Pertolongan Kecelakaan Kerja dan

Sistem Tanggap Darurat di PT Krakatau Steel Cilegon Banten,


Program P3K sebagaimana disebutkan dalam Permenakertrans No.

PER/15/MEN/VIII/2008 tentang P3K di Tempat Kerja, demi

melindungi dan mencegah dampak dari suatu potensi bahaya yang

dapat merugikan aset perusahaan yang meliputi pelatihan petugas

P3K, penyediaan petugas P3K pada masing-masing tempat kerja,

serta fasilitas P3K di tempat kerja .

Menurut penulis, terkait program P3K di PT. X sejalan

dengan Permenakertrans No.Per.15/Men/VIII/2008 tentang P3K di

Tempat Kerja, dimana disebutkan bahwa bentuk pelaksanaan

program P3K dilakukan dengan pemberian pelatihan kepada

petugas P3K, penyediaan petugas P3K di masing-masing tempat

kerja, sarana dan prasarana P3K, fasilitas P3K, serta perlengkapan

lainnya.

Program P3K tersebut meliputi :

1. Pelatihan petugas P3K

PT. X telah mengupayakan program P3K sebagaimana

disebutkan dalam Permenakertrans No.Per.15/Men/VIII/2008

mengenai P3K di Tempat Kerja, dengan memberikan pelatihan

P3K diikuti oleh setiap pekerja yang ditunjuk oleh pengurus

sebagai petugas P3K di perusahaan.

Pelatihan diberikan dari pihak penyelenggara yang berasal dari

instansi yang bertanggung jawab di bidang pengawasan

ketenagakerjaan. Pelatihan juga diberikan oleh perusahaan jasa

K3 bidang pembinaan yang telah disahkan sesuai peraturan

perundangan yang berlaku dan berkoordinasi dengan instansi

yang membidangi pengawasan ketenagakerjaan setempat.


Kurikulum pelatihan petugas P3K di tempat kerja diatur dalam

lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan

Ketenagakerjaan Nomor : Kep.53/DJPPK/VIII/2009.

Kurikulum pelatihan P3K di tempat kerja diterapkan sebagai

berikut :

a. Dasar-dasar kesehatan dan peraturan perundangan bidang

P3K di tempat kerja.

b. Dasar-dasar P3K di tempat kerja.

c. Anatomi dan Fisiologi Manusia.

d. Pertolongan pertama pada gangguan umum.

e. Resusitasi jantung paru.

f. Pertolongan pertama pada gangguan lokal.

g. Pertolongan pertama pada gangguan kejang, pejanan suhu,

lingkungan dan bahan kimia.

h. Pertolongan pertama pada keadaan khusus.

i. Tanggap darurat dan evakuasi korban dalam pertolongan

pertama.

j. Evaluasi.

2. Penyediaan petugas P3K

Petugas P3K di tempat kerja adalah pekerja yang ditunjuk oleh

pengurus atau pengusaha dan diserahi tugas tambahan untuk

melaksanakan P3K di tempat kerja. Berdasarkan jumlah pekerja

di PT. X sebanyak 182 pekerja yang terdiri dari 72 orang bagian

manajemen, 105 orang bagian unit produksi, serta 5 orang

petugas P3K. Unit produksi di PT. X berjumlah 5 unit, setiap

unit produksi berisi 21 pekerja bagian produksi. Petugas P3K di

PT.
X berjumlah 5 orang yang bertugas di masing-masing unit

produksi berisi 1 orang petugas P3K dengan tempat kerja yang

memiliki potensi bahaya ringan hingga tinggi. Petugas P3K

yang telah dilatih mendapatkan wawasan dan keterampilan

tentang P3K dan juga telah memiliki sertifikat/lisensi sebagai

petugas P3k.

3. Fasilitas P3K

a. Ruang P3K

PT. X memiliki dua ruang P3K yaitu yang pertama terdapat

di area gedung administrasi PT. X, sedangkan ruang P3K

yang kedua terletak di area dermaga. Pada masing-masing

klinik terdapat ruang P3K yang berfungsi untuk menangani

pertolongan pertama pada kecelakaan kerja. Berdsarkan hasil

penelitian, ruang P3K di PT. X sudah memenuhi persyaratan

yang ditetapkan oleh Permnakertrans No. PER/15/MEN/VIII

/2008 tentang P3K di Tempat Kerja, lokasi ruang P3K yang

cukup luas untuk menampung ruang tidur pasien serta

mempunyai ruang gerak yang cukup untuk petugas P3K serta

penempatan fasilitas P3K. Selain itu, memiliki ventilasi dan

jalan atau pintu yang cukup lebar untuk memindahkan

korban. Lokasi ruang P3K yang terdapat di PT. X juga

memiliki akses yang cukup terjangkau dari area kerja, dekat

dengan toilet, dekat dengan jalan keluar serta dekat dengan

tempat parkir kendaraan. Pada ruang P3K juga terdapat

fasilitas penunjang
seperti wastafel, tempat sampah, kotak P3K dan isi, tissue,

bidai, usungan/tandu serta terdapat sabun dan sikat.

b. Kotak P3K dan isi

Kotak P3K merupakan tempat penyimpanan obat-obatan

yang dibutuhkan untuk melakukan pertolongan pertama pada

kecelakaan kerja. Pada ruang P3K tepatnya di klinik gedung

PT. X terdapat dua buah kotak P3K yaitu berwarna putih

yang terdapat di dinding ruang P3K, dan warna merah yang

merupakan tas P3K yang dapat mudah dibawa kemana-mana.

Berdasarkan hasil penelitian, kotak P3K yang terdapat di

klinik PT. X telah memenuhi syarat Permenakertrans No.

PER/15/MEN/VIII/2008 tentang P3K di Tempat Kerja, yaitu

sesuai jenis kotak P3K dengan tipe A, dengan Jumlah kotak

P3K disesuaikan dengan jumlah pekerja yang ada di setiap

unit kerja. Jumlah pekerja atau buruh kurang dari 26 orang di

area produksi, jenis kotak P3K adalah A dengan jumlah

kotak tiap satu unit kerja 1 kotak P3K.

Kotak P3K terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibawa

serta berwarna dasar putih dan lambang P3K berwarna hijau.

Penempatan kotak P3K di klinik juga ditempatkan pada

tempat yang mudah dilihat dan dijangkau. Isi kotak P3K

yang terdapat di klinik sudah sesuai sebagaimana yang

terlampir pada Permenakertrans No. PER/15/MEN/VIII

Tahun 2008.

c. Alat evakuasi dan alat transportasi

Alat evakuasi dan alat transportasi merupakan fasilitas yang


digunakan pada saat melakukan pemindahan atau rujukan

korban kecelakaan kerja yang tidak dapat ditangani oleh

klinik di PT. X. Klinik PT. X memiliki alat evakuasi dan alat

transportasi yang telah ditetapkan oleh Permenakertrans No.

PER/15/MEN/2008 tentang P3K di Tempat Kerja, yaitu

tandu dan mobil ambulance. Untuk penempatan tandu

ditempatkan pada bagian luar klinik yang ditempatkan pada

sebuah kotak kaca besar. Sedangkan untuk penempatan

mobil ambulance terdapat di depan klinik.

d. Fasilitas tambahan peralatan khusus dan APD di tempat kerja

merupakan peralatan yang disesuaikan dengan potensi

bahaya di tempat kerja yang digunakan dalam keadaan

darurat. Peralatan khusus sebagaimana yang dimaksud

berupa alat pembahasan tubuh cepat (shower) atau pencucian

mata.

Pada ruang P3K PT. X telah disediakan APD yaitu berupa

pelampung, helm safety, rompi safety serta sepatu safety.

Serta peralatan khusus seperti alat pembasahan tubuh cepat

(shower) dan pembilasan atau pencucian mata jika sewaktu-

waktu terjadi kecelakaan akibat potensi bahaya di area kerja

atau kecelakaan yang terjadi pada pekerja yang dapat

menimbulkan luka bakar.

4.2.2 Prosedur Tanggap Darurat di PT. Y

Dalam upaya menanggulangi keadaan darurat yang dapat

terjadi sewaktu-waktu yang disebabkan oleh bencana industri

ataupun bencana alam yang dapat merugikan perusahaan, PT. Y

telah
menetapkan prosedur tanggap darurat sebagaimana dimaksud dalam

Peraturan Pemerintah RI No. 50 tahun 2012 tentang Penerapan

SMK3 di Tempat Kerja, yang mengatur tentang kesiapsiagaan dan

tanggap darurat dalam mengatisipasi terjadinya kegagalan sistem

kontrol ataupun kejadian luar biasa akibat bencana alam.

Serta pembuatan struktur organisasi dan tanggung jawab Tim

Koordinasi Tanggap Darurat (TKTD) pada tingkat pusat dan Tim

Tanggap Darurat (TTD) pada tiap unit kerja untuk menanggulangi

suatu keadaan darurat. Organisasi tersebut telah mempunyai job

description yang jelas sehingga peran masing-masing satgas telah

diketahui.

Hal tersebut sejalan dengan Peraturan Pemerintah RI No. 50

tahun 2012 tentang Penerapan SMK3 di Tempat Kerja, yang

menyebutkan perusahaan harus memiliki prosedur untuk

menghadapi keadaan darurat atau bencana, yang diuji secara

berkala untuk mengetahui kemampuan satgas pada saat kejadian

yang sebenarnya. Pengujian prosedur secara berkala tersebut

dilakukan oleh personel yang memiliki kompetensi kerja dan untuk

instalasi yang mempunyai bahaya besar dikoordinasikan dengan

instansi terkait yang berwenang.

Dalam hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu Ayu (2010),

dalam skripsi Tinjauan Sistem Pertolongan Kecelakaan Kerja dan

Sistem Tanggap Darurat di PT Krakatau Steel Cilegon Banten, PT.

Y dalam upaya menanggulangi keadaan darurat yang menimbulkan

korban jiwa hingga kerusakan lingkungan, memiliki standar operasi


prosedur serta langkah pertolongan dan penyelamatan jiwa yang

mengikuti sistem pertolongan kecelakaan kerja harus segera

dilakukan untuk mencegah dampak yang lebih besar.

Menurut penulis, terkait prosedur tanggap darurat P3K di PT.

Y sejalan dengan Peraturan Pemerintah RI No. 50 tahun 2012

tentang Penerapan SMK3 di Tempat Kerja, yang mengatur tentang

kesiapsiagaan dan tanggap darurat dalam mengatisipasi terjadinya

kegagalan sistem kontrol ataupun kejadian luar biasa akibat

bencana alam. Dimana disebutkan bahwa bentuk pelaksanaan

program P3K dilakukan dengan pemberian pelatihan kepada

petugas P3K, penyediaan petugas P3K di masing-masing tempat

kerja, sarana dan prasarana P3K, fasilitas P3K, serta perlengkapan

lainnya.

Berikut merupakan proses pelaksanaan prosedur

penanggulangan keadaan darurat yang diterapkan PT. Y pada

keadaan darurat :

1. Tahap pelaksanaan prosedur tanggap darurat

Tahapan ini merupakan awal persiapan yang dilaksanakan PT.

Y dalam penanggulangan kedaan darurat dengan melakukan

identifikasi potensi keadaan darurat, pemetaan lokasi dan

estimasi sebaran dampak risiko sebagai bahan dalam

penyusunan rencana penanggulangan. Setelah itu, melakukan

perencanaan penanggulangan kedaaan darurat meliputi prosedur

tanggap darurat, organisasi tanggap darurat tingkat perusahaan

dan tingkat unit keja, fasilitas dan sarana, jalur evakuasi

tanggap
darurat, rencana sosialisasi, pelatihan dan uji coba sistem serta

rencana sistem komunikasi dan jaringan net working.

2. Pedoman Tanggap Darurat

Pedoman tanggap darurat merupakan suatu SOP atau panduan

untuk pekerja serta pemimpin/manajer yang bertanggung jawab

dalam melaksanaakan penanggulangan keadaan darurat yang

terjadi di PT. Y. Tata cara dalam upaya melaksanakan segala

tindakan tanggap darurat seperti : memberikan pertolongan

pertama jika terdapat korban jiwa, memberikan laporan kepada

pemimpin jika terjadi keadaan darurat, serta mengkoordinasikan

kepada seluruh anggota operasional tim tanggap darurat untuk

menanggulangi keadaan darurat.

3. Mekanisme Operasional Tim Tanggap Darurat (TTD)

Mekanisme operasional tim tanggap darurat dilaksanakan sesuai

dengan tahapan awal persiapan prosedur tanggap darurat dan

pedoman tanggap tanggap darurat yang kemudian dilaksanakan

oleh operasional tim tanggap darurat dalam upaya

menanggulangi emergency.

4.2.3 Evaluasi Program Sistem P3K di PT. Y

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 50 tahun 2012

tentang Penerapan SMK3 di Tempat Kerja, prosedur pertolongan

kecelakaan kerja adalah upaya memberikan pertolongan pertama

secara cepat dan tepat kepada pekerja/buruh/ dan/atau orang lain

yang berada di tempat kerja, yang mengalami sakit atau cidera di

tempat kerja.
Sebagai upaya perbaikan dan mencegah kejadian berulang

kembali pimpinan unit kerja berkewajiban melaksanakan program

perbaikan sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam implementasi

sistem P3K di tempat kerja. Prosedur ini berisi tentang mekanisme

penanganan, kinerja tim tanggap darurat dalam kondisi darurat serta

alur kegiatan jika terjadi kecelakaan kerja

Dalam hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu Ayu

(2010), dalam skripsi Tinjauan Sistem Pertolongan Kecelakaan

Kerja dan Sistem Tanggap Darurat di PT Krakatau Steel Cilegon

Banten, Sistem pertolongan kecelakaan merupakan suatu rangkaian

kegiatan dalam suatu sistem manejemen dan kebijakan perusahaan

tentang tahapan pertolongan, perawatan dan rehabilitasi medis

dalam menangani korban akibat kecelakaan kerja atau darurat

medis di lingkungan PT Krakatau Steel.

Menurut penulis, terkait implementasi sistem P3K di PT. Y

sejalan dengan berdasarkan pada Peraturan Pemerintah RI No. 50

tahun 2012 tentang Penerapan SMK3 di Tempat Kerja, yang

mengatur tentang upaya memberikan pertolongan pertama secara

cepat dan tepat kepada pekerja/buruh/ dan/atau orang lain yang

berada di tempat kerja, yang mengalami sakit atau cidera di tempat

kerja serta prosedur yang berisi tentang mekanisme penanganan,

kinerja tim tanggap darurat dalam kondisi darurat serta alur

kegiatan. Mekanisme sistem pertolongan kecelakaan kerja meliputi

pertolongan awal di tempat kerja yang melibatkan satgas dan tim

tanggap darurat yang terorganisir dalam menanggulangi

industry
emergency ataupun disaster emergency. Berikut merupakan

mekanisme sistem penanganan P3K di PT. Y meliputi :

1. Mekanisme informasi awal

Kecelakaan kerja dalam keadaan darurat akibat Unsafe Action

dan Unsafe Action yang menimbulkan korban, maka orang yang

pertama mengetahui kejadian tersebut wajib melaporkan pada

penanggung jawab lokasi. Informasi kecelakaan meliputi

kondisi korban, jumlah korban, posisi korban, kondisi

penyimpangan yang terjadi.

2. Evakuasi korban ke tempat aman

Penanggung jawab unit kerja berkoordinasi dengan satgas

evakusi, satgas medis dan atau karyawan lain yang terdekat

dengan lokasi korban untuk melaksanakan evakuasi korban ke

tempat yang aman sebelum evakuasi ke shelter. Sejalan dengan

proses evakuasi pimpinan unit kerja melaksanakan tindakan

keselamatan sesuai dengan prosedur dengan tujuan

mengeleminasi atau mengisolasi sumber bahaya agar tidak

terjadi penambahan jumlah korban atau kerusakan properti yang

lebih luas dan besar.

3. P3K di lokasi kejadian

Berdasarkan observasi korban bila diindikasi adanya gangguan

dalam sistem Air Breathing Circulation (ABC) dan atau

pendarahan besar maka penolong harus segera melakukan

Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan atau langkah-langkah yang

bertujuan untuk mencegah terjadinya kematian. Pada korban


yang memerlukan perawatan luka kecil atau ringan sekali

menggunakan fasilitas obat P3K yang terdapat di unit kerja.

4. Pertolongan medis di pos P3K

Pertolongan lanjutan pada korban di pos P3K dilakukan oleh

perawat P3K yang memiliki kualifikasi keahlian RJP, Anesthesi

dan sertifikasi perawat mandiri dan tanggap darurat. Fasilitas

P3K yang terdapat di pos P3K mengacu pada ketentuan

perusahaan dan mengantisipasi risiko kecelakaan dan kondisi

darurat medis yang mungkin terjadi di tempat kerja sesuai

dengan daftar bahaya yang terdapat dalam dokumen registrasi

K3 perusahaan.

Bila perawatan korban tidak memerlukan tindakan rujukan

medis atau diagnosa penunjang maka korban dapat kembali

bekerja. Tetapi bila korban membutuhkan tindakan medis

lanjutan maka dilakukan transportasi korban ke RS. Y dengan

menggunakan mobil ambulance pos P3K.

5. Jalur transportasi korban menuju rumah sakit

Jalur transportasi korban diperlukan guna evakuasi dapat segera

sampai di rumah sakit rujukan dengan cepat, aman dan selamat.

Untuk menunjang sarana transportasi guna evakuasi korban,

maka kendaran dilengkapi dengan perlengkapan ambulance

untuk dapat difungsikan pada saat dilakukan kegiatan evakuasi

korban ditempat kejadian.


BAB V

PENUTU

5.1 Kesimpulan
Dari hasil data penelitian dengan menggunakan studi literatur, dapat

ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Program P3K di PT. X merupakan bentuk pelaksanaan yang dilakukan

dengan pemberian pelatihan kepada petugas P3K, penyediaan petugas

P3K disetiap tempat kerja yang terdiri dari 105 pekerja yang terbagi

disetiap 5 unit kerja dan diisi oleh 5 petugas P3K pada masing-masing

unit, sarana dan prasarana P3K seperti pos P3K, fasilitas P3K seperti

ruang P3K, kotak P3K dan isinya, alat evakuasi dan transportasi, serta

APD khusus dan perlengkapan lainnya yang menunjang kebutuhan

persyaratan keselamatan dan kesehatan di tempat kerja.

2. Prosedur tanggap darurat di PT. Y telah dibuat sesuai dengan

persyaratan Peraturan Pemerintah RI No. 50 tahun 2012 tentang

Penerapan SMK3 di Tempat Kerja, proses pelaksanaan tahap awal

persiapan adalah melakukan identifikasi potensi keadaan darurat.

Perencanaan penanggulangan kedaaan darurat meliputi prosedur

tanggap darurat, organisasi tanggap darurat tingkat perusahaan dan

tingkat unit keja, fasilitas dan sarana, jalur evakuasi tanggap darurat,

rencana sosialisasi, pelatihan dan uji coba sistem serta rencana sistem

komunikasi dan jaringan net working.


69
70

3. Evaluasi program sistem P3K di PT. Y sejalan dengan Permenakertrans

No. PER/15/MEN/2008 tentang P3K di Tempat Kerja, Diantaranya

adalah penyediaan personil petugas P3K, fasilitas dan sarana P3K,

prosedur tanggap darurat di tempat kerja.

5.2 Saran
1. PT. X perlu meningkatkan program P3K di tempat kerja berupa

pelatihan petugas P3K, dikarenakan penanganan PP masih kurang

optimal. Pelatihan setidaknya dilakukan dalam waktu 1 bulan 1 kali

dengan membentuk tim dalam menangani keadaan darurat.

2. PT. Y perlu mengevaluasi prosedur tanggap darurat dengan situasi dan

kondisi di tempat kerja yang sewaktu-waktu berubah akibat kebijakan

manajemen, serta mensosialisasikan secara berkala dan memberian

training mengenai prosedur penanggulangan tanggap darurat kepada

seluruh pekerja khususnya pekerja baru.

3. PT. Y perlu mengevaluasi program sistem P3K terkait kinerja sistem

P3K serta tanggung jawab dan wewenang petugas P3K, disesuaikan

berdasarkan Permenakertrans No.Per.15/Men/VIII/2008 tentang P3K di

Tempat Kerja, pasal 6 tentang tugas petugas P3K di tempat kerja, yaitu

melakukan tindakan P3K di tempat kerja, merawat fasilitas P3K di

tempat kerja, mencatat setiap kegiatan P3K dalam buku kegiatan, dan

melaporkan kegiatan P3K kepada pengurus.


DAFTAR PUSTAKA

Ayu, Chisilia. 2010. “Tinjauan Sistem Pertolongan Kecelakaan Kerja dan


Sistem Tanggap Darurat di PT Krakatau Steelˮ. Dalam Skripsi. Tidak
Diterbitkan. Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret :
Surakarta.

Chairunnisa, Syifa dkk. 2016. “Analisis Mitigasi Pertolongan Pertama Pada


Kecelakaan di PT. X ˮ. Dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 4
No. 2. FKM UNDIP Semarang.

Handayana, Said, dkk. 2016. “Analisis Manajemen Pelaksanaan Pada


Kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat di Gedung Perkantoran X.ˮ
Dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 4 No. 1 FKM UNDIP
Semarang.

Jannah, Fadhilatul dkk. 2020. “Penerapan Pertolongan Pertama Pada


Kecelakaan (P3K) Konstruksi Kapal di Kota Makassar ˮ. Dalam
Jurnal (JMCH) Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia.

Pemerintah Indonesia. 2003. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang


Ketenagakerjaan. Lembaran RI Tahun 2003 No.13. Jakarta :
Sekretariat Negara.

Pemerintah Indonesia. 2008. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi


Republik Indonesia Nomor : PER.15/MEN/VIII/2008 Tentang
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Kerja di Tempat Kerja.
Lembaran RI Tahun 2008 No.15. Jakarta : Sekretariat Negara.

Pusat Layanan Informasi BPJS Ketenagakerjaan. 2020. Data Kecelakaan Kerja.


Diakses 20 Mei 2021. Dikutip dari https://www.cnnindonesia.com.

Sucipto, Cecep. 2014. Keselamatan & Kesehatan Kerja Untuk Industri.


Yogyakarta : Pustaka Baru Press.

Suwardi dan Daryanto. 2018. Pedoman Praktis K3LH. Bandung : Gava Media.

Swasanti, Niluh. 2014. Pedoman Praktis Pada Kedaruratan. Yogyakarta :


Katahati.

Tilong, Adi. 2014. Pertolongan Pertama Pada Beragam Penyakit. Yogyakarta :


FlashBooks.
LAMPIRAN
Lampiran 1 : PERMENAKERTRANS No. : PER.15/MEN/VIII/2008 tentang
P3K di Tempat Kerja
Lampiran 2 : Lampiran I PERMENAKERTRANS No. :
PER.15/MEN/VIII/2008
tentang P3K di Tempat Kerja
Lampiran 3 : Lampiran II PERMENAKERTRANS No. :PER.15/MEN/VIII/2008
tentang P3K di Tempat Kerja
Lampiran 4 : Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan
SMK3 di Tempat Kerja
Lampiran 5 : Journal of Muslim Community Health (JMCH) 2020 Penerapan
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) Konstruksi
Kapal di Kota Makassar
Lampiran 6 : Laporan Skripsi 2010 Tinjauan Sistem Pertolongan Kecelakaan
Kerja
dan Sistem Tanggap Darurat di PT Krakatau Steel
Lampiran 7 : Panduan Praktis Pertolongan Pertama Pada Kedaruratan P3K
Lampiran 8 : Pertolongan Pertama Pada Beragam Penyakit
Lampiran 9 : Keselamatan dan Kesehatan kerja
Lampiran 10 : Pedoman Praktis K3LH Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan
Lingkungan Hidup
RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi Nama :

Bayu Aji Mumpuni Nugroho Tempat

&Tanggal Lahir :

Indramayu, 05 Maret 2000 Usia : 21

tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Jl. Karanganyar


2, Des.
P
a
t
r
o
l

B
a
r
u
,

K
e
c
.

Kode Pos
45257

Telepon
087726941180

Email
bayuajimumpu
ni1234@gmail
.com

B. Pendidikan
Formal

2006 – 2012

Patrol Baru

2012 – 2015

Patrol

2015 – 2018

Anjatan

2018 –
Sekarang

Balongan
Indramayu
Fire and
Safety D.III
C. Seminar dan Pelatihan

2019 Seminar Basic Training Confined Space

2019 Certificate Basic Training Confined Space

2020 Sertifikat Keterampilan Basic Safety Training

2020 Sertifikat Keterampilan Advanced Fire Fighting

2020 Sertifikat Keterampilan Seafarers With

Designated Security Duties

2020 Sertifikat Keterampilan Security Awareness Training

D. Praktikum

2018 Praktikum Fisika Dasar 1

2018 Praktikum Kimia Dasar 1

2018 Praktikum Fire 1 Pemadaman Api

Menggunakan Alat Pemadam Api Ringan

(APAR)

2019 Praktikum Fire 2 Hose Drill (Kering)

2019 Praktikum Fire 3 Hose Drill (Basah)

Hormat Saya,

Bayu Aji Mumpuni Nugroho

Anda mungkin juga menyukai