( PENGERTIAN PAUD )
Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata kuliah Komunikasi Padagogik
Dosen Pengampu :
Wawan Ridwan, M.Pd.
Disusun oleh :
Rima Masruroh
2019120015
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Perngertian PAUD “
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Komunikasi Padagogik.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian PAUD
B. Pentingnya PAUD
C. Konsep Pendidikan AUD
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menunjang sebuah
proses penanaman ilmu pengetahuan apalagi yang ingin di berikan kepada anak
usia dini. Sebuah proses pendidikan membutuhkan sebuah pemikiran dan sebuah
cara yakni berfilsafat dalam hal memberikan yang terbaik bagi pendidikan demi
kemajuan pendidikan bangsa dan demi tercapainya tujuan pendidikan bagsa yang
jelas tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “Mencerdaskan
Kehidupan Bangsa”.
Dalam filsafat pendidikan anak usia dini ada hal sangat perlu di oerhatikan dan
dipikirkan secara matang sebelum menghadapi anak dalam proses pembelajaran
yakni bagaimana peran seorang guru dalam memberikan pelajaran dan bagaimana
seorang guru mampu untuk memancing kekreatifitasan anak demi pembentukan
karakter anak yang baik.
Melalui makalah ini kami mencoba menjelaskan untuk bisa mempelajari dan
memahami tentang konsep pendidikan AUD yang merupakan sebuah hal yang
penting untuk masa depan anak mendatang.
Rumusan Masalah
1. Pengertian PAUD
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada hakikatnya ialah pendidikan yang
diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan
seluruh aspek kepribadian anak. Secara institusional, Pendidikan Anak Usia Dini
juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada pada peletakkan dasar ke arah pertumbuhan dan
perkembangan, baik kordinasi motorik, kecerdasan emosi, kecerdasan jamak,
maupun kecerdasan spiritual.
Sementara itu, secara yuridis istilah anak usia dini di Indonesia ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enak tahun. Lebih lanjut pasal 1 ayat
14 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut.
PAUD memegang peranan yang sangat penting dan menentukan bagi sejarah
perkembangan anak selanjutnya karena merupakan fondasi bagi dasar kepribadian
anak. Anak yang mendapatkan pembinaan yang tepat dan efektif sejak usia dini
akan dapat meningkatkan kesehatan serta kesejahteraan fisik dan mental, yang
berdampak pada peningkatan prestasi belajar anak, etos kerja anak, dan
produktivitas sehingga mampu mandiri dan mengoptmalkan potensi dirinya.
Sementara itu, menurut Mulyasa (2014: 49) pentingnya PAUD juga dapat
ditinjau dari perkembangan otak manusia bahwa tahap perkembangan otak anak
usia dini menempati posisi yang paling vital, karena sebagian besar perkembangan
otak dicapai pada masa usia dini. Lebih jelasnya bayi lahir telah mencapai
perkembangan otak 25% orang dewasa. Untuk menuju kesempurnaan
perkembangan otak manusia 50% dicapai hingga usia 4 tahun, 80% hingga usia 8
tahun dan selebihnya diproses hingga anak usia 18 tahun.
Dengan demikian, usia dini memegang peranan yang sangat penting karena
perkembangan otak mengalami lompatan dan berjalan sedemikian pesat.
Pendidikan anak usia dini dapat dijadikan sebagai cermin untuk melihat
keberhasilan anak di masa mendatang. Anak yang mendapatkan layanan yang
baik semenjak usia dini memiliki harapan lebih besar dalam meraih sukses di
masa mendatang
.
3. Konsep Pendidikan AUD
Di antara kewajiban yang dibebankan oleh Allah di atas pundak seorang insan
adalah kewajiban dalam mendidik anak atau keturunan, juga berusaha untuk
menyelamatkan diri sendiri, istri, dan anak-anak semuanya dari siksa api neraka
jahanam. Allah berfirman: dalam Qs at-Tahrim ayat 6 yang artinya “Wahai
orang-orang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu: penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, dank eras, yang tidak durhaka pada Allah terhadap apa yang dia
perintahkan,”
Secara terang dan tegas dalam ayat tersebt Allah memerintahkan kepada orang
beriman untuk menjaga diri dan keluarganya dari api neraka. Tidak mungkin
selamat dari api neraka jika tidak taat kepada Allah, sedangkan ketaatan kepada
Allah tidak mungkin tercapai tanpa pendidikan. “pendidikan itu sendiri adalah
proses transformasi sesuatu pada batas kesempurnaan (kedewasaan), dan
dilakukan secara bertahap. Rasulullah bersabda:
Dalam hadis tersebut diisyaratkan peranan penting seorang suami dan istri
dalam pendidikan anaknya. Tentang tugas dan kewajiban mereka Allah akan
meminta pertanggungjawabannya pada hari kiamat kelak. Dalam hadis lain
Rasulullah menyebutkan orang tua terhadap anaknya adalah merupakan hak bagi
anak. Karena itu pendidikan terhadap anak (Anak Usia Dini) tidak boleh
diabaikan. Rasulullah saw bersabda: “Wa inna liwalidaika alaika hakkonn” yang
artinya: dan sungguh, anak pun memiliki hak atas dirimu”
Maka anak-anak yang merupakan karunia Allah dan ujian-Nya bagi hamba-
hamba Nya wajib disyukuri, dengan melaksanakan amanah itu sesuai hukum-
hukum-Nya. Jika amanah ini dilalaikan betapa besar dampak buruknya baik bagi
diri maupun anaknya, di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya betapa besar
keuntungan dan pahala yang diberikan Allah kepada kedua orangtua yang secara
penuh telah mendidik anaknya dari sejak lahir hingga dewasa.
b) Anak Bagaikan Mutiara yang Indah
Al-Ghazali mengumpamakan keadaan jiwa anak usia dini dengan mutiara
yang indah bening dan bersih sedikit pun tidak ada noda. Perumpamaan itu bukan
sesuatu yang berlebihan karena Nabi sendiri menyebutkan dengan istilah Fitrah
daam hadisnya. Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah kemudian kedua
orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR. Bukhari
Muslim dari Abu Hurairah). Rajukan tersebut memberikan pengertian, bahwa
lingkungan sebagai faktor eksternal, ikut memengatuhi dinamika dan arah
pertumbuhan fitrah seoarng anak. Semakin baik penempaan fitrah ynag dimiliki
manusi, maka akan semakin baiklah kepribadiannya.
Kata fitrah diartikan sebagai potensi yang diberikan Allah kepada manusia
mampu melaksanakan “amanat” yang dibebankan oleh Allah kepadanya. Potensi
meliputi potensi seluruh dimensi manusia. Dalam konteks ini sebagai contoh dari
sekian banyak potensi yang dimiliki manusia di antara potensi tersebut
adalah: pertama, potensi berjalan tegak dengan menggunakan kedua kaki,
merupakan bentuk potensi jasadiah. Kedua, kemampuan manusia untuk menarik
suatu kesimpulan dan sejumlah premis merupakan bentuk potensi
akhlaknya. Ketiga,kemampuan manusia untuk dapat merasakan senang, nikmat,
sedih, bahagia, tenteram, dan sebaginya, merupakan bentuk potensi rihaniahnya.
“Apa yang dilakukan oleh orangtua atau pendidik tentu akan ditiru oleh anak
didik. Karena itu sebagai orangtua atau pendidik harus memberikan contoh nyata
atau keteladanan yang baik pada anak-anak. Memang anak-anak adalah cerminan
orangtuanya. Tetapi bukan hanya dari orangtua saja, anak-anak akan meniru dari
lingkungan sekitar atau media lain seperti televise, playstation, juga teman sebaya,
dan saudara-saudaranya yang lebih dewasa.”
Dengan demikian, menjadi karakter dasar anak sangat mudah dan cepat untuk
menirukan apa yang dilihatnya dari luar berupa gerakan atau pembuatan orang
lain, terutama sekali yang menjadi orangtua dan pendidiknya sebagai pihak yang
dianggapnya sebagai panutan. Kenyataan ini harus menjadi perhatian, jika
menginginkan anak tumbuh dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan akhlak
yang terpuji sehingga secara bertahap ia memiliki kepribadian yang luhur. Karena
itu terutama bagi orangtua dan pendidiknya, baik disadari atau tidak, jangan
seklai-kali menunjukkan apalagi mengajarkan suatu pola perbuatan yang tidak
baik.
Perubahan dari baik menjadi jahat atau sebaliknya dari jahat menjadi baik,
mengindikasikan bahwa manusia mempunyai daya-daya yang dinamis yang bisa
berubah. Jadi, pendidikan karakter merupakan sebah kesempatan, bukan asset
yang telah dimiliki. Pendiidkan karakter adalah sebuah peluang bagi
penyempurnaan diri manusia. Dengan demikian bisa dipahami pendidikan
karakter sebagai sebuah usaha manusia untuk menjadikan dirinya sebagai manusia
yang berkeutamaan. Pendidikan karakter merupakan hasil dari usaha manusia
dalam mengembangkan dirinya sendiri.
Tingkat syari’at, cocok diberikan kepada anak-anak yang masih kecil (tingkat
TK). Mertodenya ialah membiasakan berperilaku atau berbuat baikk menurut
peraturan atau norma umum di masyarakat. Anak-anak tak perlu diberikan teori
budi pekerti tetap langsung dibiasakan berkarakter yang baik misalnya
mengucapkan salam ketika bertemu teman, menyatakan hormat ketika bertemu
orangtua dan sebagainya.
Tingkat Hakikat, diberikan pada anak SD, periode ini dibiasakan untuk berbuat
dan berprilaku baik menurut ketentuan atau ukuran umum. Akan tetapi dalam
waktu bersamaan mulai perlu diberi pula pengertian-pengertian sederhana
mengenai mengapa ia harus berbuat yang demikian. Contohnya, di samping
mereka dibiasakan mengucap salam sewaktu bertemu teman, maka mereka juga
diberi pengertian tentang pentingnya mengucapkan salam itu, misalnya saja
ucapan salam itu dapat menimbulkan ikatan dan keakraban antara teman.
Tingkat Tarikat, diberikan kepada anak tingkat SLTP, pada periode ini
anak-anak tetap saja dibiasakan berprilaku dan berbuat baik menurut ketentuan
umum, juga diberikan pengertian mengenai pentingnya hal itu dilakukan. Tetapi
bersamaan waktunya juga disertai dengan aktivitas pendukung yang cocok.
Misalnya saja bagaimana anak-anak itu berkesenian, berolah puisi, berolahraga,
dan bersastra ria sambil berolah budi. Contohnya, anak-anak SLTP dilatih menari
“halus” sambil menjelaskan makna-makna gerakan yang ada di dalamnya untuk
menanamkan konsep berkarakter.
Tingkat yang terakhir adalah tingkat ma’rifat, cocok diberikan pada anak-
anak SMA/SMK. Dalam periode ini anak-anak disentuh pemahaman dan
kesadarannya sehingga kalau ia berlaku dan berbuat baik itu bukan semata-mata
kebiasaan dan pengertiannya, akan tetapi memang telah memiliki kesadaran di
dalam lubuk hatinya untuk melakukan hal yang demikian itu.
Dengan adanya budi pekerti atau karakter itu tiap-tiap manusia berdiri
sebagai manusia merdeka berpribadi, dapat memerintah atau meguasai diri sendiri
mandiri, inilah manusia yang beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan
karakter dalam garis besarnya.
Menurut Oetomo (dalam El-Khuluqo, 2015: 64) peran media ada tiga, yaitu
sebagai penyampai informasi, edukasi dan hiburan. Pran strategis ini hendaknya
dapat didayagunakan pemerintah bekerjasama dengan pemilik media untuk
menayangkan informasi yang positif dan mendukung terciptanya karakter bangsa
yang kompetitif. Ketiga langkah diatas hanyalah sebagaian dari langkah-langkah
strategis yang dapat diambil oleh pemerintah Indonesia untuk membangun
karakter bangsa ini. Masih banyak cara yang dapat ditempuh agar bangsa ini
menjadi bangsa yang memiliki kapasitas dan daya saing yang tinggi juga memiliki
karakter yang positif, displin dan sebagainya.
Pembinaan karakter bangsa memiliki urgensi yang sangat luas dan bersifat
multidimensional. Sangat luas karena terkait dengan pengembangan multiaspek
potensi-potensi keunggulan bangsa dan bersifat multidimensional karena
mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang hingga saat ini sedang dalam proses
“menjadi”. Dalam hal ini dapat juga disebutkan bahwa karakter merupakan hal
yang sangat esensial dalam berbangsa dan bernegara, hilangnya karakter akan
menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa. Karakter berperan sebagai
“kemudi” dan kekuatan sehingga bangsa ini tidak terombang-ambing. Karakter
tidak datang dengan sedirinya, tetapi harus dibangun dan dibentuk untuk menjadi
bangsa yang bermartabat.
Tetapi, ketiga sumber nilai yang penting bagi kehidupan itu dalam waktu-
waktu tertentu dapat tidak fungsional sepenuhnya dalam terbentuknya individu
dan masyarakat yang berkarakter, berkeadaban dan berharkat. Budaya, pendidikan
dan behkan agama boleh jadi mengalami disorientasi karena terjadinya
perubahan-perubahan cepat berdampak luas, misalnya industrialisasi, urbanisasi,
modernisasi dan globalisasi.
Pendidikan karakter bagi anak usia dini memiliki makna lebih tinggi dari
pendidikan moral karena tidak hanya berkaitan dengan masalah benar salah, akan
tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan (habit) tentang berbagai perilaku yang
baik dalam kehidupan, sehingga anak memiliki kesadaran dan pemahaman yang
tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam
kehidupan sehari-hari. Karena karakter merupakan sifat alami bagi anak usia dini
untuk merespon situasi secara bermoral, harus diwujudkan dalam tindakan nyata
melalui pembiasaan untuk berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab dan hormat
terhadap orang lain.
Oleh karena itu, pendidikan karakter bagi anak usia dini sebaiknya
direalisasikan melalui berbagai tindakan nyata dalam pembelajaran, jangan terlalu
teoritis, dan jangan banyak membatasi aktivitas pembelajaran apalagi hanya
terbatas di dalam kelas.
Dalam hal ini, pemerintah telah menetapkkan 18 nilai karakter dan 17 nilai
kewirausahaan yang harus ditanamkan kepada anak-anak sebagai berkut ini:
18 Nilai Karakter
No Nilai Deskripsi
Sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain
7 Mandiri dalam menyelesaikan tugas-tugas.
No Nilai Deskripsi
Berani
Mengambil Kemampuan seseorang untuk menyukai pekerjaan yang
3 Resiko menantang.
Motivasi Kuat
17 Untuk Sukses Sikap dan tindakan selalu mencari solusi terbaik
Berkaitan dengan pendidikan karakter ini, Character Education Quality
Standards merekomendasikan 11 prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter
yang efektif, sebagai berikut:
11) Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter
dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik.
Dengan demikian anak usia dini harus dibiasakan dengan hal-hal yang
positif yang sesuai dengan tingkat kemampuannya sehingga ketika perilaku positif
sudah melekat pada dirinya ketika itu dia dikatakan sebagai anak yang
berkarakter.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu jenjang pendidikan yang berupaya
memberikan pembinaan kepada anak usia dini dengan menggunakan cara bermain
sambil belajar dengan tujuan dapat merangsang perkembangan anak sehingga
anak usia dini siap untuk malnjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. PAUD
sangatlah berperan penting dalam kesuksesan anak di masa mendatang karena
merupakan fondasi bagi dasar kepribadian anak. Konsep Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) dibagi menjadi 8 yaitu: 1) anak sebagai amanah Allah; 2) anak
bagaikan mutiara yang indah; 3) anak usia dini cenderung meniru; 4)
kecenderungan pendidikan berbasis karakter; 5) pendidikan karakter; 6) peranan
sekolah dan keluarga dalam pendidikan karakter; 7) karakter anak usia dini
tumbuh dari kebiasaan; dan 8) hakikat pendidikan karakter bagi anak usia dini.
DAFTAR PUSTAKA
El-Khuluqo, I. (2015). Manajemen PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini):
Pendidikan Taman Kehidupan Anak. Yogyakarta: Pustaka Belajar
https://arifsulistyo.wordpress.com/jurusan-pls/pengertian-paud/, diakses 6
September 2017
Mulyasa. (2014). Manajemen Paud. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Suryadi & Ulfah, M. (2015). Konsep Dasar Paud. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya