Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

( PENGERTIAN PAUD )
Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata kuliah Komunikasi Padagogik
Dosen Pengampu :
Wawan Ridwan, M.Pd.

Disusun oleh :
Rima Masruroh
2019120015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


FAKULTAS TARBIYAH
STAI YAPATA AL-JAWAMI
BANDUNG
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Perngertian PAUD “
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Komunikasi Padagogik.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Garut, Oktober 2021


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian PAUD
B. Pentingnya PAUD
C. Konsep Pendidikan AUD
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menunjang sebuah
proses penanaman ilmu pengetahuan apalagi yang ingin di  berikan kepada anak
usia dini. Sebuah proses pendidikan membutuhkan sebuah pemikiran dan sebuah
cara yakni berfilsafat dalam hal memberikan yang terbaik bagi pendidikan demi
kemajuan pendidikan bangsa dan demi tercapainya tujuan pendidikan bagsa yang
jelas tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “Mencerdaskan
Kehidupan Bangsa”.

Dalam filsafat pendidikan anak usia dini ada hal sangat perlu di oerhatikan dan
dipikirkan secara matang sebelum menghadapi anak dalam proses pembelajaran
yakni bagaimana peran seorang guru dalam memberikan pelajaran dan bagaimana
seorang guru mampu untuk memancing kekreatifitasan anak demi pembentukan
karakter anak yang baik.

Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan pondasi bagi perkembangan


kualitas sumber daya manusia selanjutnya. Karena itu peningkatan
penyelenggaraan PAUD sangat memgang peranan yang penting untuk kemajuan
pendidikan di masa mendatang. Arti penting mendidik anak sejak usia dini
dilandasi dengan kesadaran bahwa masa kanak-kanak adalah masa keemasan (the
golden age), karena dalam rentang usia dari 0 sampai 5 tahun, perkembangan
fisik, motorik dan berbahasa atau linguistik seorang anak akan tumbuh dengan
pesat. Selain itu anak pada usia 2 sampai 6 tahun dipenuhi dengan senang
bermain. Konsep bermain sambil belajar serta belajar sambil bermain pada PAUD
merupakan pondasi yang mengarahkan anak pada pengembangan kemampuan
yang lebih beragam, sehingga dikemudian hari anak bisa berdiri kokoh dan
menjadi sosok manusia yang berkualitas.

Melalui makalah ini kami mencoba menjelaskan untuk bisa mempelajari dan
memahami tentang konsep pendidikan AUD yang merupakan sebuah hal yang
penting untuk masa depan anak mendatang.

 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian PAUD?

2. Apa pentingnya PAUD?

3 Bagaimana konsep pendidikan AUD?


 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian PAUD

2. Untuk mengetahui pentingnya PAUD

3. Untuk mengetahui konsep pendidikan AUD


BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian PAUD

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada hakikatnya ialah pendidikan yang
diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan
seluruh aspek kepribadian anak. Secara institusional, Pendidikan Anak Usia Dini
juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada pada peletakkan dasar ke arah pertumbuhan dan
perkembangan, baik kordinasi motorik, kecerdasan emosi, kecerdasan jamak,
maupun kecerdasan spiritual.

Sementara itu, secara yuridis istilah anak usia dini di Indonesia ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enak tahun. Lebih lanjut pasal 1 ayat
14 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut.

Menurut dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004, dikutip dalam


Suryadi & Ulfah, 2015: 18) yang menegaskan bahwa pendidikan anak usia dini
adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh, dan
pemberian kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan
keterampilan pada anak. Sejalan dengan itu, menurut Arif Sulityo dalam bolgnya,
menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan
sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang
ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan
informal.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini


(PAUD) adalah suatu jenjang pendidikan yang berupaya memberikan pembinaan
kepada anak usia dini dengan menggunakan cara bermain sambil belajar dengan
tujuan dapat merangsang perkembangan anak sehingga anak usia dini siap untuk
malnjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.
2. Pentingnya PAUD

PAUD memegang peranan yang sangat penting dan menentukan bagi sejarah
perkembangan anak selanjutnya karena merupakan fondasi bagi dasar kepribadian
anak. Anak yang mendapatkan pembinaan yang tepat dan efektif sejak usia dini
akan dapat meningkatkan kesehatan serta kesejahteraan fisik dan mental, yang
berdampak pada peningkatan prestasi belajar anak, etos kerja anak, dan
produktivitas sehingga mampu mandiri dan mengoptmalkan potensi dirinya.

PAUD sangat menentukan kesuksesan seseorang di masa depan; bagaimana


seseorang merespons berbagai permasalahan yang dihadapi dalam setiap langkah
kehidupan sangat ditentukan oleh pengalaman dan pendidikan yang diperoleh
pada saat usia dini. PAUD yang positif akan mendorong seseorang untuk
merespons berbagai permasalahan kehidupan secara positif, sebaiknya
pengalaman negatif dapat mendorong seseorang melakukan sesuatu yang tidak
sesuai dengan norma-norma kehidupan yang seharusnya.

Menurut El-Khuluqo (2015: 42) Hasil kajian menunjukkan, bahwa daya


imajinasi, kreativitas, inovatif, dan proaktivitas lulusan PAUD, berbeda dengan
yang tidak melaluinya. Oleh sebab itu, PAUD terus ditumbuhkembangkan
pemerintah ke depan sudah bisa sudah bisa ditawar-tawar lagi lembaga ini harus
dikembangkan sampai ke pelosok pedesaan sebab dalam era globalisasi sekarang
kita membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki daya
saing tinggi. Oleh sebab itu, perlu disiapkan SDM handal, melalui pendidikan
yang berkualitas sejak dini dengan menumbuhkembangkan lembaga PAUD.

Sementara itu, menurut Mulyasa (2014: 49) pentingnya PAUD juga dapat
ditinjau dari perkembangan otak manusia bahwa tahap perkembangan otak anak
usia dini menempati posisi yang paling vital, karena sebagian besar perkembangan
otak dicapai pada masa usia dini. Lebih jelasnya bayi lahir telah mencapai
perkembangan otak 25% orang dewasa. Untuk menuju kesempurnaan
perkembangan otak manusia 50% dicapai hingga usia 4 tahun, 80% hingga usia 8
tahun dan selebihnya diproses hingga anak usia 18 tahun.

Dengan demikian, usia dini memegang peranan yang sangat penting karena
perkembangan otak mengalami lompatan dan berjalan sedemikian pesat.
Pendidikan anak usia dini dapat dijadikan sebagai cermin untuk melihat
keberhasilan anak di masa mendatang. Anak yang mendapatkan layanan yang
baik semenjak usia dini memiliki harapan lebih besar dalam meraih sukses di
masa mendatang

.
3. Konsep Pendidikan AUD

a) Anak Sebagai Amanah Allah

Di antara kewajiban yang dibebankan oleh Allah di atas pundak seorang insan
adalah kewajiban dalam mendidik anak atau keturunan, juga berusaha untuk
menyelamatkan diri sendiri, istri, dan anak-anak semuanya dari siksa api neraka
jahanam. Allah berfirman: dalam Qs at-Tahrim ayat 6 yang artinya “Wahai
orang-orang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu: penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, dank eras, yang tidak durhaka pada Allah terhadap apa yang dia
perintahkan,”

Secara terang dan tegas dalam ayat tersebt Allah memerintahkan kepada orang
beriman untuk menjaga diri dan keluarganya dari api neraka. Tidak mungkin
selamat dari api neraka jika tidak taat kepada Allah, sedangkan ketaatan kepada
Allah tidak mungkin tercapai tanpa pendidikan. “pendidikan itu sendiri adalah
proses transformasi sesuatu pada batas kesempurnaan (kedewasaan), dan
dilakukan secara bertahap. Rasulullah bersabda:

“Kalian semua adalah pemimpin dan setiap kalian akan diminta


pertanggungjawaban atas apa yang kalian pimpin. Seorang suami adalah
pemimpin di dalam rumahnya (keluarganya), dan akan diminta
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Begitu pula seorang istri adalah
pemimpin didalam rumah suaminya, dan ia akan diminta pertanggungjawaban
atas kepmimpinannya.”

Dalam hadis tersebut diisyaratkan peranan penting seorang suami dan istri
dalam pendidikan anaknya. Tentang tugas dan kewajiban mereka Allah akan
meminta pertanggungjawabannya pada hari kiamat kelak. Dalam hadis lain
Rasulullah menyebutkan orang tua terhadap anaknya adalah merupakan hak bagi
anak. Karena itu pendidikan terhadap anak (Anak Usia Dini) tidak boleh
diabaikan. Rasulullah saw bersabda: “Wa inna liwalidaika alaika hakkonn” yang
artinya: dan sungguh, anak pun memiliki hak atas dirimu”

Maka anak-anak yang merupakan karunia Allah dan ujian-Nya bagi hamba-
hamba Nya wajib disyukuri, dengan melaksanakan amanah itu sesuai hukum-
hukum-Nya. Jika amanah ini dilalaikan betapa besar dampak buruknya baik bagi
diri maupun anaknya, di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya betapa besar
keuntungan dan pahala yang diberikan Allah kepada kedua orangtua yang secara
penuh telah mendidik anaknya dari sejak lahir hingga dewasa.

 
b) Anak Bagaikan Mutiara yang Indah
Al-Ghazali mengumpamakan keadaan jiwa anak usia dini dengan mutiara
yang indah bening dan bersih sedikit pun tidak ada noda. Perumpamaan itu bukan
sesuatu yang berlebihan karena Nabi sendiri menyebutkan dengan istilah Fitrah
daam hadisnya. Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah kemudian kedua
orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR. Bukhari
Muslim dari Abu Hurairah). Rajukan tersebut memberikan pengertian, bahwa
lingkungan sebagai faktor eksternal, ikut memengatuhi dinamika dan arah
pertumbuhan fitrah seoarng anak. Semakin baik penempaan fitrah ynag dimiliki
manusi, maka akan semakin baiklah kepribadiannya.

Kata fitrah diartikan sebagai potensi yang diberikan Allah kepada manusia
mampu melaksanakan “amanat” yang dibebankan oleh Allah kepadanya. Potensi
meliputi potensi seluruh dimensi manusia. Dalam konteks ini sebagai contoh dari
sekian banyak potensi yang dimiliki manusia di antara potensi tersebut
adalah: pertama, potensi berjalan tegak dengan menggunakan kedua kaki,
merupakan bentuk potensi jasadiah. Kedua, kemampuan manusia untuk menarik
suatu kesimpulan dan sejumlah premis merupakan bentuk potensi
akhlaknya. Ketiga,kemampuan manusia untuk dapat merasakan senang, nikmat,
sedih, bahagia, tenteram, dan sebaginya, merupakan bentuk potensi rihaniahnya.

c) Anak Usia Dini Cenderung Meniru

Faktor lingkungan sangat berpengaruh  dalam perkembangan dan perubahan


perilaku anak, maka dalam pendidikan anak termasuk hal yang prinsip,
menjauhkan anak dari berbagai jenis lingkungan yang tidak baik terutama sekali
lingkungan dalam rumah tangga. Di samping itu orangtuanya menjadi contoh
utama juga harus menciptakan lingkungan yang baik dan tidak mencemari
perilaku anak. Sehubungan dengan ini Ahmad Susanto (dikutip dalam El-
Khuluqo, 2015: 46) menyebutkan:

“Apa yang dilakukan oleh orangtua atau pendidik tentu akan ditiru oleh anak
didik. Karena itu sebagai orangtua atau pendidik harus memberikan contoh nyata
atau keteladanan yang baik pada anak-anak. Memang anak-anak adalah cerminan
orangtuanya. Tetapi bukan hanya dari orangtua saja, anak-anak akan meniru dari
lingkungan sekitar atau media lain seperti televise, playstation, juga teman sebaya,
dan saudara-saudaranya yang lebih dewasa.”

Dengan demikian, menjadi karakter dasar anak sangat mudah dan cepat untuk
menirukan apa yang dilihatnya dari luar berupa gerakan atau pembuatan orang
lain, terutama sekali yang menjadi orangtua dan pendidiknya sebagai pihak yang
dianggapnya sebagai panutan. Kenyataan ini harus menjadi perhatian, jika
menginginkan anak tumbuh dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan akhlak
yang terpuji sehingga secara bertahap ia memiliki kepribadian yang luhur. Karena
itu terutama bagi orangtua dan pendidiknya, baik disadari atau tidak, jangan
seklai-kali menunjukkan apalagi mengajarkan suatu pola perbuatan yang tidak
baik.

d) Kecenderungan Pendidikan Berbasis Karakter

Menurut Doni Koesoemah (dikutip dalam El-Khuluqo, 2015: 48) istilah


karakter dianggap sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri
atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari
bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa
kecil, dan bawaan seseorang sejak lahir.

Karakter dalam pendidikan mempertanyakan secara kritis gambaran manusia


macam apa dalam kepala kita. Data-data indrawi manusia secara spontan mampu
membedakan antara orang yang baik dan orang yang jahat. Antara orang yang
memiliki keutamaan dan mereka yang tidak memiliki keutamaan. Bisa dikatakan
bahwa dari sananya ada orang yang memiliki bakat untuk enjadi orang baik, dan
sebagian lain berbakat menjadi orang jahat. Jika pandangan ini benar, maka tidak
ada gunanya bagi manusia sebab karakter baik atau buruk itu sudah ada dari
sananya, usaha apa pun akan tetap mengondisikan seseorang sesuai dengan
karakternya. Akan tetapi, pandangan ini tetap saja tidak memuaskan, sebab
bahwaa dalam kenyataannya ada orang yang dulunya jahat sekarang menjadi baik.
dan sebaliknya, ada orang yang dulunya baik dan sekarang menjadi jahat.

Perubahan dari baik menjadi jahat atau sebaliknya dari jahat menjadi baik,
mengindikasikan bahwa manusia mempunyai daya-daya yang dinamis yang bisa
berubah. Jadi, pendidikan karakter merupakan sebah kesempatan, bukan asset
yang telah dimiliki. Pendiidkan karakter adalah sebuah peluang bagi
penyempurnaan diri manusia. Dengan demikian bisa dipahami pendidikan
karakter sebagai sebuah usaha manusia untuk menjadikan dirinya sebagai manusia
yang berkeutamaan. Pendidikan karakter merupakan hasil dari usaha manusia
dalam mengembangkan dirinya sendiri.

Pendidikan karakter yang mengembangkan keutamaan hidup tidak ada


bedanya dengan sesorang yang belajar mengemudikan mobil. Mulanya tidak
pandai mengemudikan mobil, dengan berlatih terus menerus ia sampai pada
kemampuan dan keterampilan menyetir mobil. Artinya, ia menambahkan suatu
kualitas dalam kepribadiannya, yaitu kemampuan menyetir mobil.

Selain itu pula, pendidikan karakter dianggap sebagai pengembangan satu


kemampuan teknis di antara keterampilan lain yang mungkin dimiliki manusia,
seperti main music teater, olahraga, dan lain-lain. Manusia yang tadinya tidak
memiliki karakter, melalui pelatihan lantas memiliki kualitas tambahan yang
disebut kemampuan untuk berbuat baik, bertanggung jawab, dan lain-lain.
e) Pendidikan karakter

Menurut Ki Hadjar Dewantara dikutip dalam El-Khuluqo (2015: 51),


pendidikan karakter adalah watak atau karakter merupakan dari segala tabiat
manusia yang bersifat tetap sehingga menjadi tanda khusus untuk membedakan
orang yang satu dengan yang lainnya. Ki Hadjar Dewantara menyebut karakter itu
denga nama budi pekerti atau watak, pikiran dan tubuh anak. Orang yang telah
mempunyai kecerdasan budi pekerti itu senantiasa memikir-mikirkan dan merasa-
rasakan serta selalu memakai ukuran, timbangan dan dasar-dasar yang pasti dan
tetap. Itulah sebabnya, tiap-tiap orang itu dapat kita kenal wataknya dengan pasti,
yaitu karena watak atau budi pekerti itu memang bersifat tetap dan pasti buat satu-
satunya manusia sehingga dapat dibedakan orang yang satu daripada yang lain.

Konsep pendidikan karakter menurut Ki Hadjar Dewantara dipandang sangat


perlu bahkan wajib diberikan kepada anak agar mereka kelak menjadi manusia
yang berpribadi dan bersusila. Oleh karena itu ia menjabarkan pendidikan
berkarakter ini dengan empat tahap langkah-langkah yang perlu diperhatikan yang
diambil dari ajaran Islam, yaitu Syari’at, Hakikat, Tarikat dan Ma’rifat.

Tingkat syari’at, cocok diberikan kepada anak-anak yang masih kecil (tingkat
TK).  Mertodenya ialah membiasakan berperilaku atau berbuat baikk menurut
peraturan atau norma umum di masyarakat. Anak-anak tak perlu diberikan teori
budi pekerti tetap langsung dibiasakan berkarakter yang baik misalnya
mengucapkan salam ketika bertemu teman, menyatakan hormat ketika bertemu
orangtua dan sebagainya.
Tingkat Hakikat, diberikan pada anak SD, periode ini dibiasakan untuk berbuat
dan berprilaku baik menurut ketentuan atau ukuran umum. Akan tetapi dalam
waktu bersamaan mulai perlu diberi pula pengertian-pengertian sederhana
mengenai mengapa ia harus berbuat yang demikian. Contohnya, di samping
mereka dibiasakan mengucap salam sewaktu bertemu teman, maka mereka juga
diberi pengertian tentang pentingnya mengucapkan salam itu, misalnya saja
ucapan salam itu dapat menimbulkan ikatan dan keakraban antara teman.

Tingkat Tarikat, diberikan kepada anak tingkat SLTP, pada periode ini
anak-anak tetap saja dibiasakan berprilaku dan berbuat baik menurut ketentuan
umum, juga diberikan pengertian mengenai pentingnya hal itu dilakukan. Tetapi
bersamaan waktunya juga disertai dengan aktivitas pendukung yang cocok.
Misalnya saja bagaimana anak-anak itu berkesenian, berolah puisi, berolahraga,
dan bersastra ria sambil berolah budi. Contohnya, anak-anak SLTP dilatih menari
“halus” sambil menjelaskan makna-makna gerakan yang ada di dalamnya untuk
menanamkan konsep berkarakter.

Tingkat yang terakhir adalah tingkat ma’rifat, cocok diberikan pada anak-
anak SMA/SMK. Dalam periode ini anak-anak disentuh pemahaman dan
kesadarannya sehingga kalau ia berlaku dan berbuat baik itu bukan semata-mata
kebiasaan dan pengertiannya, akan tetapi memang telah memiliki kesadaran di
dalam lubuk hatinya untuk melakukan hal yang demikian itu.

Dengan adanya budi pekerti atau karakter itu tiap-tiap manusia berdiri
sebagai manusia merdeka berpribadi, dapat memerintah atau meguasai diri sendiri
mandiri, inilah manusia yang beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan
karakter dalam garis besarnya.

Menurut Winie dikutip dalam El-Khuluqo (2015: 56) memahami bahwa


istilah karakter memiliki dua pengertian tentang karakter. Pertama, ia
mneunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berprilaku
tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku
buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berprilaku jujur, suka menolong, tentulah
orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. kedua, istilah karakter erat
kaitannya dengan ‘personality’. Seseorang baru bisa disebut’ orang yang
berkarakter’ (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah
moral.
Sedangkan Imam Ghazali dikutip dalam El-Khuluqo (2015: 56)
menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlaq, yaitu spontanitas manusia
dalam bersikap, atau melakukan perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia
sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan. Dari pendapat diatas dapat
dipahami bahwa karakter itu berkaitan dengan kekuatan moral berkonotasi
‘positif’, bukan netral. Jadi, ‘orang berkarakter’ adalah orang yang mempunyai
kualitas (tertentu) positif. Dengan demikian, pendidikan membangun kaakter,
secara implicit mengandung arti membangun sifat atau pola perilaku yang didasari
dengan dimensi moral yang positif atau baik, bukan yang negative atau buruk.

Islam mengajarkan bahwa setiap manusia mempunyai kecendrungan fitrah


untuk mencintai kebaikan. Namun, fitrah ini adalah bersifat potensial, atau belum
termanifestasi ketika anank dilahirkan. David Brooks dan F. Goble dikutip dalam
El-Khuluqo (2015: 58) mengatakan bahwa walaupun manusia mempunyai fitrah
kebaikan, namun tanpa diikuti dengan pembentukan karakter, maka manusia dapat
berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi. Oleh karena itu, sosialisasi
dan pendidikan anak yang berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan baik di keluarga,
sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas sangat penting dalam pembentukan
karakter seorang anak.

Fitrah manusia adalah cenderung kepada kebaikan ini, masih mengakui


adanya pengaruh lingkungan yang dapat menganggu proses tumbuhnya fitrah. Hal
ini memberikan pembenaran perlunya faktor atau lingkungan, budaya, pendidikan
dan nilai-nilai perlu disosialisasikan kepada siswa. Namun dalam proses tumbuh
kembangnya pasti akan dikelilingi oleh sifat-sifat buruk berusaha tumbuh
menyaingi pertumbuhan fitrah tersebut, maka sejak  usia sekolah dididik dengan
nilai-nilai yang akan menyuburkan fitrah atau kesucian manusia untuk tumbuh
kukuh.
Jadi beberapa pendapat dari banyak pakar pendidikan anak, dapat
disimpulkan bahwa terbentuknya karakter atau kepribadian manusia adalah
ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor alami atau fitrah, sosialisasi atau
pendidikan.

Secara historis pendidikan karakter merupakan misi utama para nabi.


Muhammad Rasulullah sedari awal tugasnya memiliki suatu pernyataan unik,
bahwa dirinya diutus untuk menyempurnakan karakter (akhlaq). Muhammad
Rasulullah mengindikasikan bahwa pembentukan karakter merupakan kebutuhan
utama bagi tumbuhnya cara beragama yang dapat menciptakan peradaban. Pada
sisi lain, bahwa masing-masing manusia telah memiliki karakter tertentu, namun
perlu disempurnakan.

Pendidikan karakter yang dilakukan di instansi pendidikan dapat dilakukan


dengan selalu memberikan arahan mengenai konsep baik dan buruk sesuai dengan
tahap perkembangan umur anak. Penerapan pendidikan karakter di instansi
pendidikan dapat mengikuti pilot project SBB dan tingkat pendidikan karakter
milik yayasan Indonesia Haritage Foundation.Penerapan model tersebut adalah
sebagai berikut, memakai acuan nilai-nilai dari 9 pilar karakter, yaitu cinta Tuhan
dan segenap ciptaan-Nya; kemandirian dan tanggung jawab; kejujuran atau
amanah dan bujaksana; hormat dan santun, dermawan, suka menolong dan gotong
royong; percaya diri, kreatif dan pekerja keras; kepemimpinan dan keadilan; baik
dan rendah hati; toleransi, kedamaian dan kesatuan.
Selanjutnya dalam upaya pembangunan  karakter bangsa yang sangat berperan
penting adalah generasi muda karena para generasi muda adalah penerus bangsa
yang akan menentukan masa depan dan integritas bangsa Indonesia. Tiga peran
penting generasi muda dalam upaya pembangunan karakter bangsa adalah:
 sebagai pembanguun kembali karakter bangsa yang positif. Esensi peran
ini adalah adanya kemauan keras dan komitmen dari generasi muda untuk
menjunjung tinggi nilai-nilai moral di atas kepentingan-kepentingan sesaat
sekaligus upaya kolektif untuk menginternalisasikannya pada kegiatan dan
aktivitasnya sehari-hari;
 sebagai pemberdaya karakter. Pembangunan kembali karakter bangsa
tentunya tidak akan cukup jika tidak dilakukan pemberdayaan terus
menerus. Sehingga generasi muda juga dituntut untuk mengambil peran
sebagai pemberdaya karakter. Bentuk praktisnya adalah keemauan dan
hasrat yang kuat dari generasi muda untuk menjadi role model dari
pembangunan karakter bangsa yang positif. Sebagai perekyasa karakter
sejalan dengan perlunya aktivitas daya saing untuk memperkuat ketahanan
bangsa. Peran ini menuntut generasi muda untuk terus melakukan
pembelajaran.
 meningkatkan daya saing bangsa dalam bentuk kemajuan ilmu teknologi.
Menurut Porter dalam Syamsuddin (dalam El-Khuluqo, 2015: 64) pemahaman
daya saing sebagai salah satu keunggulan yang dimiliki oleh suatu entitas
dibanding dengan entitas lainnya, bukan baru muncul di era abad ke-21 sekarang
ini. Peran daya saing  dalam mewujudkansuatu entitas lebih unggul dibandingkan
lainnya sebenarnya suatu keniscayaan semenjak masa lampau. Daya saing disini
tentunya harus dipahami dalam arti yang sangat luas. Peran teknologi informasi
dan telekomunikasi, menurut Porter hanya sebatas mempercepat sekaligus
memperbesar peran daya saing dalam menentukan keunggulan suatu entitas
dibandingkan dengan entitas lainnya.

Menggunakan media massa sebagai penyalur upaya pembangunan karakter


bangsa.

Menurut Oetomo (dalam El-Khuluqo, 2015: 64) peran media ada tiga, yaitu
sebagai penyampai informasi, edukasi dan hiburan. Pran strategis ini hendaknya
dapat didayagunakan pemerintah bekerjasama dengan pemilik media untuk
menayangkan informasi yang positif dan mendukung terciptanya karakter bangsa
yang kompetitif. Ketiga langkah diatas hanyalah sebagaian dari langkah-langkah
strategis yang dapat diambil oleh pemerintah Indonesia untuk membangun
karakter bangsa ini. Masih banyak cara yang dapat ditempuh agar bangsa ini
menjadi bangsa yang memiliki kapasitas dan daya saing yang tinggi juga memiliki
karakter yang positif, displin dan sebagainya.

Dengan demikian, pendidikan karakter harus dapat mengembangkan semua


potensi anak sehingga menjadi manusia seutuhnya. Dalam hal ini, perkembangan
anak harus seimbang, baik dari segi akademik maupun dari sosial dan emosinya.
Pendidikan selama ini hanya memberikan penekanan pada aspek akademik saja
dan untuk mengembangkan aspek sosial, emosi, kreativitas dan bahkan motorik
anak hanya dipersiapkan untuk dapat nillai bagus, namun mereka tidak dilatih
untuk bisa hidup.

f) Peranan Sekolah dan Keluarga dalam Pendidikan Karakter

Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang  khas-baik


yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa dan perilaku berbangsa
dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa,sarta olahraga
seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan
perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tercermin dalam
kesadaran, pemahaman, rasa, karsa dan perilaku berbangsa dan bernegara
Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman
dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI.

Pembinnaan karakter bangsa adalah upaya kolektif-sistemik suatu negara


kebangsaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yyang sesuai
dengan dasar dan ideologi, konstitusi, haluan negara, serta potensi kolektifnya
dalam konteks kehidupan nasional, regional dan global yang berkeadaban untuk
membentuk bangsa yang tangguh, kommpetitif, berakhlak mulia, bermoral,
bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya dan berorientasi Iptek
barsadarkan Pancasila dan dijiawai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Pembinaan karakter bangsa dilakukan secara koheren melalui proses
sosialisasi, pendidikan dan pembelajaran, pemberdayaan, pembudayaan dan
kerjasama seluruh komponen bangsa dan negara.

Pembinaan karakter bangsa memiliki urgensi yang sangat luas dan bersifat
multidimensional. Sangat luas karena terkait dengan pengembangan multiaspek
potensi-potensi keunggulan bangsa dan bersifat multidimensional karena
mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang hingga saat ini sedang dalam proses
“menjadi”. Dalam hal ini dapat juga disebutkan bahwa karakter merupakan hal
yang sangat esensial dalam berbangsa dan bernegara, hilangnya karakter akan
menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa. Karakter berperan sebagai
“kemudi” dan kekuatan sehingga bangsa ini tidak terombang-ambing.  Karakter
tidak datang dengan sedirinya, tetapi harus dibangun dan dibentuk untuk menjadi
bangsa yang bermartabat.

Pembinaan karakter bangsa harus diaktualisasikan secara nyata dalam bentuk


aksi nasional dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika
pembangunan bangsa sebagai uapaya untuk menjaga jati diri bangsa dan
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam naungan NKRI. Pembinaan
karakter bangsa harus dilakukan melalui pendekatan sistematik dan integratif
dengan melibatkan keluarga, kesatuan pendidikan, pemerintah, masyarakat
termasuk teman sebaya, generasi muda, lanjut usia, media massa, pramuka,
organisasi kemasyarakatan, organisasi politik, organisasi profesi, lembaga
swadaya masyarakat, kelompok strategis seperti elite struktural, elite politik,
wartawan, budayawan, agamawan, tokoh adat, serta tokoh masyarakat. Adapun
strategi pembinaan karakter dapat dilakukan melalui sosialisasi, pendidikan,
pemberdayaan, pembudayaan, dan kerjasama dengan memperhatikan kondisi
lingkungan dan kebutuhan masyarakat serta pendekatan multidisiplin yang tidak
menekankan pada indoktrinasi.

Pendidikan karakter kembali menemukan momentumnya belakangan ini,


bahkan menjadi salah satu program prioritas Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Nasional. Meski sebenarnya dalam beberapa tahun terakhir, telah
banyak perbincangan baik melalui konferensi, seminar dan pembicaraan publik
lainnya, belum banyak terobosan kongkrit dalam memajukan pendidikan karakter.
Dengan kebijakan Kemendikbudnas, pendidikan karakter sudah saatnya dapat
terlaksana secara konkrit melalui lembaga-lembaga pendidikan dan masyarakat
luas.

Segera jelas, pendidikan karakter terkait dengan bidang lain, khususnya


budaya, pendidikan dan agama. Ketiga-tiga bidang kehidupan terakhir ini
berhubungan erat dengan nilai-nilai yang sangat penting bagi manusia dalam
berbagai aspek kehidupannya. Budaya atau kebudayaan umumnya mencakup
nilai-nilai luhur yang secara tradisional menjadi panutan bagi masyarakat.
Pendidikan selain mencakup proses transfer dan transmisi ilmu pengetahuan juga
merupakan proses sangat strategis dalam menanamkan nilai dalam rangka
pembudayaan anak manusia. Sementara itu, agama juga mengandung ajaran
tentang berbagai nilai luhur dan mulia bagi manusia untuk mencapai harkat
kemanusiaan dan kebudayaannya.

Tetapi, ketiga sumber nilai yang penting bagi kehidupan itu dalam waktu-
waktu tertentu dapat tidak fungsional sepenuhnya dalam terbentuknya individu
dan masyarakat yang berkarakter, berkeadaban dan berharkat. Budaya, pendidikan
dan behkan agama boleh jadi mengalami disorientasi karena terjadinya
perubahan-perubahan cepat berdampak luas, misalnya industrialisasi, urbanisasi,
modernisasi dan globalisasi.

g) Karakter Anak Usia Dini Tumbuh Dari Kebiasaan


Karakter memegang peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan  individu
dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, pendidikan
karakter (budi pekerti luhur)  bagi anak usia dini memegang peranan yang sangat
penting, dan akan mewarnai perkembangan pribadi secara keseluruhan.

h) Hakikat Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini

Pendidikan karakter bagi anak usia dini memiliki makna lebih tinggi dari
pendidikan moral karena tidak hanya berkaitan dengan masalah benar salah, akan
tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan (habit) tentang berbagai perilaku yang
baik dalam kehidupan, sehingga anak memiliki kesadaran dan pemahaman yang
tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam
kehidupan sehari-hari. Karena karakter merupakan  sifat alami bagi anak usia dini
untuk merespon situasi secara bermoral, harus diwujudkan dalam tindakan nyata
melalui pembiasaan untuk berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab dan hormat
terhadap orang lain.

Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter


kepada peserta didik yang meliputi kompetisi kesadaran, pemahaman kepedulian,
dan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap
Allah, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun masyarakat dan bangsa secara
keseluruhan sehingga menjadi manusia sempurna sesuai dengan kodratnya.

Pendidikan karakter menuntut keterlibatan semua pihak (stakeholder)


termasuk komponen-komponen yang ada dalam sistem itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, rencana pembelajaran, proses pembelajaran, mekanisme penilaian,
kualitas hubungan, pengelolaan sekolah, pelaksanaan pengembangan diri peserta
didik, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, serta etos kerja seluruh warga
dan  lingkungan sekolah. Keberhasilan pendidikan karakter bangsa bagi anak usia
dini sangat bergantung pada ada tidaknya kesadaran, pemahaman, kepedulian dan
komitmen berbagai pihak terhadap pendidikan.

Oleh karena itu, pendidikan karakter bagi anak usia dini sebaiknya
direalisasikan melalui berbagai tindakan nyata dalam pembelajaran, jangan terlalu
teoritis, dan jangan banyak membatasi aktivitas pembelajaran apalagi hanya
terbatas di dalam kelas.

Moral understanding sebagai aspek pertama yang harus diperhatikan dalam


pendidikan karakter bagi anak usia dini memiliki enam unsur yaitu kesadaran
moral (moral awaraness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing about
moral values), penentuan sudut pandang (prespective taking), logika moral (moral
reasoning), keberanian mengambil keputusan (decision making), dan pengenalan
diri (self knowledge). Keenam unsur tersebut merupakan komponen-komponen
yang harus ditekankan dalam pendidikan karakter, serta diajarkan kepada peserta
didik dan diintegrasikan dalam seluruh pembelajaran secara khaffah.
Moral loving/moral feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk
menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan denga bentuk-bentuk sikap
yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri percaya
diri (self esteem), motivasi diri (self motivation), disiplin diri (emphaty), cinta
kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), dan kerendahan
hati (humility).Jika kedua aspek diatas sudah terwujud dalam pendidikan anak
usia dini, maka moral acting sebagai outcome akan dengan mudah dilakukan oleh
peserta didik.
Sementara itu, untuk menyukseskan pendidikan karakter bagi pendidikan
anak usia dini, perlu dilakukan identifikasi karakter, sebab pendidikan karakter 
hanya akan menjadi sebuah perjalanan panjang tanpa ujung, seperti petualangan
tanpa peta. Organisasi manapun di dunia ini yang menaruh perhatian besar
terhadap pendidikan karakter selalu melakukan identifikasi karakter yang akan
menjadi pilar perilaku individu.

Dalam hal ini, pemerintah telah menetapkkan 18 nilai karakter dan 17 nilai
kewirausahaan yang harus ditanamkan kepada anak-anak sebagai berkut ini:

18 Nilai Karakter

No Nilai Deskripsi

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran


agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah
1 Riligius agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dari
2 Jujur pekerjaan.

Sikap  dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,


etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari
3 Toleransi dirinya.

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada


4 Disiplin berbagai ketentuan dan peraturan.

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam


mengatasi berbagai hambatan belajar dari tugas, serta
5 Kerja Keras menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau


6 Kreatif hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

Sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain
7 Mandiri dalam menyelesaikan tugas-tugas.

Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak


8 Demokratis dan kewajiban dirinya dengan orang lain.

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui labih


Rasa Ingin mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat dan di
9 Tahu dengar.

Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan


Semangat kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan
10 Kebangsaan kelompoknya.

Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,


Cinta Tanah kepedulian, dan perhargaan yang tinggi terhadap bahasa,
11 Air lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik orang lain.

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan


Menghargai seuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui, serta
12 Prestasi menghormati keberhasilan orang lain.

13 Bersahabat/ Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul


Komunikatif dan bekerjasama dengan orang lain.

Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain


14 Cinta Damai merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

Gemar Kebiasaan menyediakan waktu untuk membawa berbagai bacaan


15 Membaca yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan


Peduli pada lingkungan alam sekitarnya, dan mengembangkan  upaya-
16 Lingkungan upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan kepada


17 Peduli Sosial orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan


kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap alam, sosial
Tanggung budaya, negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
18 Jawab
17 Nilai Kewirausahaan

No Nilai Deskripsi

Sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang


1 Mandiri lain dalam menyelesaikan tugas.

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau


2 Kreatif hasil berbeda dan produk/jasa yang telah ada.

Berani
Mengambil Kemampuan seseorang untuk menyukai pekerjaan yang
3 Resiko menantang.

Berorientasi Mengambl inisiatif untuk bertindak dan bukan menunggu,


4 Kepada Tindakan sebelum sebuah kejadian yang tidak dikehendaki terjadi.

Sikap dan perilaku seseorang yang selalu terbuka terhadap


saran dan kritik, mudah bergaul, bekerjasama dan
5 Kepemimpinan mengarahkan orang lain.
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
6 Kerja Keras menyelesaikan tugas dan mengatasi berbagai hambatan.

Perilaku yang didasarkan upaya menjadikan dirinya sebagai


orang yag selalu dapat dipercaya dalam perkataan dan
7 Jujur tindakan.

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada


8 Disiplin berbagai ketentuan dan peraturan.

Kemampuan untuk menerapkan kreativitas dalam rangka


memecahkan persoalan-persoalan dan peluang untuk
9 Inovatif meningkatkan dan memperkaya kehidupan.

Sikap dan perilaku seseorang yang mau dan mampu


10 Tanggung Jawab melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya


mampu menjalin hubungan dengan orang lain dalam
11 Kerjasama melaksanakan tindakan dan pekerjaan.

Pantang Sikap dan perilaku sesorang yang tidak mudah menyerah


12 Menyerah (ulet) untuk mencapai suatu tujuan dengan berbagai alternatif.

Kesepakatan mengenai suatu hal yang dibuat seseorang, baik


13 komitmen terhadap dirinya maupun orang lain.

Kemampuan mengguakan fakta/ realita sebagai landasan


berpikir yang rasional dalam setiap pengambilan keputusan
14 Realitas maupun tindakan/perbuatan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui


labih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari,
15 Rasa ingin tahu dilihat dan di dengar.

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul


16 komunikatif dan bekerjasama dengan orang lain.

Motivasi Kuat
17 Untuk Sukses Sikap dan tindakan selalu mencari solusi terbaik
Berkaitan dengan pendidikan karakter ini, Character Education Quality
Standards merekomendasikan 11 prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter
yang efektif, sebagai berikut:

1) Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter;

2) Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran,


perasaan da perilaku.

3) Menggunkan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun


karakter.

4) Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.

5) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang


baik.

6) Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang


menghargai semua peserta didik, membangun karakter dan membantu mereka
untuk sukses.

7) Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri dari para peserta didik.

8) Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagai


tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia kepada nilai dasar yang
sama.

9) Adanya pembagian kepemiminan moral dan dukungan luas dalam membangun


inisiatif pendidikan karakter.

10) Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra usaha


membangun karakter.

11) Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter
dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik.

Dengan demikian anak usia dini harus dibiasakan dengan hal-hal yang
positif yang sesuai dengan tingkat kemampuannya sehingga ketika perilaku positif
sudah melekat pada dirinya ketika itu dia dikatakan sebagai anak yang
berkarakter.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu jenjang pendidikan yang berupaya
memberikan pembinaan kepada anak usia dini dengan menggunakan cara bermain
sambil belajar dengan tujuan dapat merangsang perkembangan anak sehingga
anak usia dini siap untuk malnjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. PAUD
sangatlah berperan penting dalam kesuksesan anak di masa mendatang karena
merupakan fondasi bagi dasar kepribadian anak. Konsep Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) dibagi menjadi 8 yaitu: 1) anak sebagai amanah Allah; 2) anak
bagaikan mutiara yang indah; 3) anak usia dini cenderung meniru; 4)
kecenderungan pendidikan berbasis karakter; 5) pendidikan karakter; 6) peranan
sekolah dan keluarga dalam pendidikan karakter; 7) karakter anak usia dini
tumbuh dari kebiasaan; dan 8) hakikat pendidikan karakter bagi anak usia dini.

DAFTAR PUSTAKA
El-Khuluqo, I. (2015). Manajemen PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini):
Pendidikan Taman Kehidupan Anak. Yogyakarta: Pustaka Belajar
https://arifsulistyo.wordpress.com/jurusan-pls/pengertian-paud/, diakses 6
September 2017
Mulyasa. (2014). Manajemen Paud. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Suryadi & Ulfah, M. (2015). Konsep Dasar Paud. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai