Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menunjang sebuah proses
penanaman ilmu pengetahuan apalagi yang ingin di  berikan kepada anak usia dini. Sebuah
proses pendidikan membutuhkan sebuah pemikiran dan sebuah cara yakni berfilsafat dalam
hal memberikan yang terbaik bagi pendidikan demi kemajuan pendidikan bangsa dan demi
tercapainya tujuan pendidikan bagsa yang jelas tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang
berbunyi “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”.

Dalam filsafat pendidikan anak usia dini ada hal sangat perlu di oerhatikan dan dipikirkan
secara matang sebelum menghadapi anak dalam proses pembelajaran yakni bagaimana peran
seorang guru dalam memberikan pelajaran dan bagaimana seorang guru mampu untuk
memancing kekreatifitasan anak demi pembentukan karakter anak yang baik.

Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan pondasi bagi perkembangan kualitas sumber
daya manusia selanjutnya. Karena itu peningkatan penyelenggaraan PAUD sangat memgang
peranan yang penting untuk kemajuan pendidikan di masa mendatang. Arti penting mendidik
anak sejak usia dini dilandasi dengan kesadaran bahwa masa kanak-kanak adalah masa
keemasan (the golden age), karena dalam rentang usia dari 0 sampai 5 tahun, perkembangan
fisik, motorik dan berbahasa atau linguistik seorang anak akan tumbuh dengan pesat. Selain
itu anak pada usia 2 sampai 6 tahun dipenuhi dengan senang bermain. Konsep bermain
sambil belajar serta belajar sambil bermain pada PAUD merupakan pondasi yang
mengarahkan anak pada pengembangan kemampuan yang lebih beragam, sehingga
dikemudian hari anak bisa berdiri kokoh dan menjadi sosok manusia yang berkualitas.

Melalui makalah ini kami mencoba menjelaskan untuk bisa mempelajari dan memahami
tentang konsep pendidikan AUD yang merupakan sebuah hal yang penting untuk masa depan
anak mendatang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam hal ini
adalah:

1.2.1 Apa pengertian PAUD?

1.2.2 Apa pentingnya PAUD?

1.2.3 Bagaimana konsep pendidikan AUD?

 
1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dari permasalahan dalam
makalah ini adalah:

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian PAUD

1.3.2 Untuk mengetahui pentingnya PAUD

1.3.3 Untuk mengetahui konsep pendidikan AUD

1.4 Metode Penulisan

Penulisan dalam makalah ini adalah penulisan yang bersifat studi perpustakaan yang bercorak
deskriptif, dimana penulis berusaha memahami dan menafsirkan dengan data-data yang ada
di beberapa referensi buku-buku maupun sumber media, baik cetak maupun elektronik untuk
mendapatkan data yang relevan.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Pengertian PAUD

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada hakikatnya ialah pendidikan yang diselenggarakan
dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh
atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek kepribadian anak. Secara institusional,
Pendidikan Anak Usia Dini juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang menitikberatkan pada pada peletakkan dasar ke arah pertumbuhan dan
perkembangan, baik kordinasi motorik, kecerdasan emosi, kecerdasan jamak, maupun
kecerdasan spiritual.

Sementara itu, secara yuridis istilah anak usia dini di Indonesia ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enak tahun. Lebih lanjut pasal 1 ayat 14 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia
Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan
usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.

Menurut dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004, dikutip dalam Suryadi & Ulfah,
2015: 18) yang menegaskan bahwa pendidikan anak usia dini adalah pemberian upaya untuk
menstimulasi, membimbing, mengasuh, dan pemberian kegiatan pembelajaran yang akan
menghasilkan kemampuan dan keterampilan pada anak. Sejalan dengan itu, menurut Arif
Sulityo dalam bolgnya (https://arifsulistyo.wordpress.com/jurusan-pls/pengertian-paud/,
diakses 6 September 2017) menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah
jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya
pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah
suatu jenjang pendidikan yang berupaya memberikan pembinaan kepada anak usia dini
dengan menggunakan cara bermain sambil belajar dengan tujuan dapat merangsang
perkembangan anak sehingga anak usia dini siap untuk malnjutkan pendidikan ke jenjang
selanjutnya.

2.2    Pentingnya PAUD

PAUD memegang peranan yang sangat penting dan menentukan bagi sejarah perkembangan
anak selanjutnya karena merupakan fondasi bagi dasar kepribadian anak. Anak yang
mendapatkan pembinaan yang tepat dan efektif sejak usia dini akan dapat meningkatkan
kesehatan serta kesejahteraan fisik dan mental, yang berdampak pada peningkatan prestasi
belajar anak, etos kerja anak, dan produktivitas sehingga mampu mandiri dan
mengoptmalkan potensi dirinya.

PAUD sangat menentukan kesuksesan seseorang di masa depan; bagaimana seseorang


merespons berbagai permasalahan yang dihadapi dalam setiap langkah kehidupan sangat
ditentukan oleh pengalaman dan pendidikan yang diperoleh pada saat usia dini. PAUD yang
positif akan mendorong seseorang untuk merespons berbagai permasalahan kehidupan secara
positif, sebaiknya pengalaman negatif dapat mendorong seseorang melakukan sesuatu yang
tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang seharusnya.
Menurut El-Khuluqo (2015: 42) Hasil kajian menunjukkan, bahwa daya imajinasi,
kreativitas, inovatif, dan proaktivitas lulusan PAUD, berbeda dengan yang tidak melaluinya.
Oleh sebab itu, PAUD terus ditumbuhkembangkan pemerintah ke depan sudah bisa sudah
bisa ditawar-tawar lagi lembaga ini harus dikembangkan sampai ke pelosok pedesaan sebab
dalam era globalisasi sekarang kita membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas dan
memiliki daya saing tinggi. Oleh sebab itu, perlu disiapkan SDM handal, melalui pendidikan
yang berkualitas sejak dini dengan menumbuhkembangkan lembaga PAUD.

Sementara itu, menurut Mulyasa (2014: 49) pentingnya PAUD juga dapat ditinjau dari
perkembangan otak manusia bahwa tahap perkembangan otak anak usia dini menempati
posisi yang paling vital, karena sebagian besar perkembangan otak dicapai pada masa usia
dini. Lebih jelasnya bayi lahir telah mencapai perkembangan otak 25% orang dewasa. Untuk
menuju kesempurnaan perkembangan otak manusia 50% dicapai hingga usia 4 tahun, 80%
hingga usia 8 tahun dan selebihnya diproses hingga anak usia 18 tahun.

Dengan demikian, usia dini memegang peranan yang sangat penting karena perkembangan
otak mengalami lompatan dan berjalan sedemikian pesat. Pendidikan anak usia dini dapat
dijadikan sebagai cermin untuk melihat keberhasilan anak di masa mendatang. Anak yang
mendapatkan layanan yang baik semenjak usia dini memiliki harapan lebih besar dalam
meraih sukses di masa mendatang.

2.3    Konsep Pendidikan AUD

1. Anak Sebagai Amanah Allah


Di antara kewajiban yang dibebankan oleh Allah di atas pundak seorang insan adalah
kewajiban dalam mendidik anak atau keturunan, juga berusaha untuk menyelamatkan diri
sendiri, istri, dan anak-anak semuanya dari siksa api neraka jahanam. Allah berfirman: dalam
Qs at-Tahrim ayat 6 yang artinya “Wahai orang-orang beriman! Peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu: penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, dank eras, yang tidak durhaka pada Allah terhadap apa yang
dia perintahkan,”
Secara terang dan tegas dalam ayat tersebt Allah memerintahkan kepada orang beriman untuk
menjaga diri dan keluarganya dari api neraka. Tidak mungkin selamat dari api neraka jika
tidak taat kepada Allah, sedangkan ketaatan kepada Allah tidak mungkin tercapai tanpa
pendidikan. “pendidikan itu sendiri adalah proses transformasi sesuatu pada batas
kesempurnaan (kedewasaan), dan dilakukan secara bertahap. Rasulullah bersabda:
“Kalian semua adalah pemimpin dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban atas
apa yang kalian pimpin. Seorang suami adalah pemimpin di dalam rumahnya (keluarganya),
dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Begitu pula seorang istri
adalah pemimpin didalam rumah suaminya, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas
kepmimpinannya.”
Dalam hadis tersebut diisyaratkan peranan penting seorang suami dan istri dalam pendidikan
anaknya. Tentang tugas dan kewajiban mereka Allah akan meminta pertanggungjawabannya
pada hari kiamat kelak. Dalam hadis lain Rasulullah menyebutkan orang tua terhadap
anaknya adalah merupakan hak bagi anak. Karena itu pendidikan terhadap anak (Anak Usia
Dini) tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw bersabda: “Wa inna liwalidaika alaika hakkonn”
yang artinya: dan sungguh, anak pun memiliki hak atas dirimu”
Maka anak-anak yang merupakan karunia Allah dan ujian-Nya bagi hamba-hamba Nya wajib
disyukuri, dengan melaksanakan amanah itu sesuai hukum-hukum-Nya. Jika amanah ini
dilalaikan betapa besar dampak buruknya baik bagi diri maupun anaknya, di dunia maupun di
akhirat. Sebaliknya betapa besar keuntungan dan pahala yang diberikan Allah kepada kedua
orangtua yang secara penuh telah mendidik anaknya dari sejak lahir hingga dewasa.

 
2. Anak Bagaikan Mutiara yang Indah
Al-Ghazali mengumpamakan keadaan jiwa anak usia dini dengan mutiara yang indah bening
dan bersih sedikit pun tidak ada noda. Perumpamaan itu bukan sesuatu yang berlebihan
karena Nabi sendiri menyebutkan dengan istilah Fitrah daam hadisnya. Setiap anak dilahirkan
dalam keadaan fitrah kemudian kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani
atau Majusi. (HR. Bukhari Muslim dari Abu Hurairah). Rajukan tersebut memberikan
pengertian, bahwa lingkungan sebagai faktor eksternal, ikut memengatuhi dinamika dan arah
pertumbuhan fitrah seoarng anak. Semakin baik penempaan fitrah ynag dimiliki manusi,
maka akan semakin baiklah kepribadiannya.

Kata fitrah diartikan sebagai potensi yang diberikan Allah kepada manusia mampu
melaksanakan “amanat” yang dibebankan oleh Allah kepadanya. Potensi meliputi potensi
seluruh dimensi manusia. Dalam konteks ini sebagai contoh dari sekian banyak potensi yang
dimiliki manusia di antara potensi tersebut adalah: pertama, potensi berjalan tegak dengan
menggunakan kedua kaki, merupakan bentuk potensi jasadiah. Kedua, kemampuan manusia
untuk menarik suatu kesimpulan dan sejumlah premis merupakan bentuk potensi
akhlaknya. Ketiga,kemampuan manusia untuk dapat merasakan senang, nikmat, sedih,
bahagia, tenteram, dan sebaginya, merupakan bentuk potensi rihaniahnya.
 

3. Anak Usia Dini Cenderung Meniru


Faktor lingkungan sangat berpengaruh  dalam perkembangan dan perubahan perilaku anak,
maka dalam pendidikan anak termasuk hal yang prinsip, menjauhkan anak dari berbagai jenis
lingkungan yang tidak baik terutama sekali lingkungan dalam rumah tangga. Di samping itu
orangtuanya menjadi contoh utama juga harus menciptakan lingkungan yang baik dan tidak
mencemari perilaku anak. Sehubungan dengan ini Ahmad Susanto (dikutip dalam El-
Khuluqo, 2015: 46) menyebutkan:

“Apa yang dilakukan oleh orangtua atau pendidik tentu akan ditiru oleh anak didik. Karena
itu sebagai orangtua atau pendidik harus memberikan contoh nyata atau keteladanan yang
baik pada anak-anak. Memang anak-anak adalah cerminan orangtuanya. Tetapi bukan hanya
dari orangtua saja, anak-anak akan meniru dari lingkungan sekitar atau media lain seperti
televise, playstation, juga teman sebaya, dan saudara-saudaranya yang lebih dewasa.”

Dengan demikian, menjadi karakter dasar anak sangat mudah dan cepat untuk menirukan apa
yang dilihatnya dari luar berupa gerakan atau pembuatan orang lain, terutama sekali yang
menjadi orangtua dan pendidiknya sebagai pihak yang dianggapnya sebagai panutan.
Kenyataan ini harus menjadi perhatian, jika menginginkan anak tumbuh dengan kebiasaan-
kebiasaan yang baik dan akhlak yang terpuji sehingga secara bertahap ia memiliki
kepribadian yang luhur. Karena itu terutama bagi orangtua dan pendidiknya, baik disadari
atau tidak, jangan seklai-kali menunjukkan apalagi mengajarkan suatu pola perbuatan yang
tidak baik.
4. Kecenderungan Pendidikan Berbasis Karakter
Menurut Doni Koesoemah (dikutip dalam El-Khuluqo, 2015: 48) istilah karakter dianggap
sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau
sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari
lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan bawaan seseorang sejak lahir.

Karakter dalam pendidikan mempertanyakan secara kritis gambaran manusia macam apa
dalam kepala kita. Data-data indrawi manusia secara spontan mampu membedakan antara
orang yang baik dan orang yang jahat. Antara orang yang memiliki keutamaan dan mereka
yang tidak memiliki keutamaan. Bisa dikatakan bahwa dari sananya ada orang yang memiliki
bakat untuk enjadi orang baik, dan sebagian lain berbakat menjadi orang jahat. Jika
pandangan ini benar, maka tidak ada gunanya bagi manusia sebab karakter baik atau buruk
itu sudah ada dari sananya, usaha apa pun akan tetap mengondisikan seseorang sesuai dengan
karakternya. Akan tetapi, pandangan ini tetap saja tidak memuaskan, sebab bahwaa dalam
kenyataannya ada orang yang dulunya jahat sekarang menjadi baik. dan sebaliknya, ada
orang yang dulunya baik dan sekarang menjadi jahat.

Perubahan dari baik menjadi jahat atau sebaliknya dari jahat menjadi baik, mengindikasikan
bahwa manusia mempunyai daya-daya yang dinamis yang bisa berubah. Jadi, pendidikan
karakter merupakan sebah kesempatan, bukan asset yang telah dimiliki. Pendiidkan karakter
adalah sebuah peluang bagi penyempurnaan diri manusia. Dengan demikian bisa dipahami
pendidikan karakter sebagai sebuah usaha manusia untuk menjadikan dirinya sebagai
manusia yang berkeutamaan. Pendidikan karakter merupakan hasil dari usaha manusia dalam
mengembangkan dirinya sendiri.

Pendidikan karakter yang mengembangkan keutamaan hidup tidak ada bedanya dengan
sesorang yang belajar mengemudikan mobil. Mulanya tidak pandai mengemudikan mobil,
dengan berlatih terus menerus ia sampai pada kemampuan dan keterampilan menyetir mobil.
Artinya, ia menambahkan suatu kualitas dalam kepribadiannya, yaitu kemampuan menyetir
mobil.

Selain itu pula, pendidikan karakter dianggap sebagai pengembangan satu kemampuan teknis
di antara keterampilan lain yang mungkin dimiliki manusia, seperti main music teater,
olahraga, dan lain-lain. Manusia yang tadinya tidak memiliki karakter, melalui pelatihan
lantas memiliki kualitas tambahan yang disebut kemampuan untuk berbuat baik, bertanggung
jawab, dan lain-lain.

5. Pendidikan karakter
Menurut Ki Hadjar Dewantara dikutip dalam El-Khuluqo (2015: 51), pendidikan karakter
adalah watak atau karakter merupakan dari segala tabiat manusia yang bersifat tetap sehingga
menjadi tanda khusus untuk membedakan orang yang satu dengan yang lainnya. Ki Hadjar
Dewantara menyebut karakter itu denga nama budi pekerti atau watak, pikiran dan tubuh
anak. Orang yang telah mempunyai kecerdasan budi pekerti itu senantiasa memikir-mikirkan
dan merasa-rasakan serta selalu memakai ukuran, timbangan dan dasar-dasar yang pasti dan
tetap. Itulah sebabnya, tiap-tiap orang itu dapat kita kenal wataknya dengan pasti, yaitu
karena watak atau budi pekerti itu memang bersifat tetap dan pasti buat satu-satunya manusia
sehingga dapat dibedakan orang yang satu daripada yang lain.

Konsep pendidikan karakter menurut Ki Hadjar Dewantara dipandang sangat perlu bahkan
wajib diberikan kepada anak agar mereka kelak menjadi manusia yang berpribadi dan
bersusila. Oleh karena itu ia menjabarkan pendidikan berkarakter ini dengan empat tahap
langkah-langkah yang perlu diperhatikan yang diambil dari ajaran Islam, yaitu Syari’at,
Hakikat, Tarikat dan Ma’rifat.

Tingkat syari’at, cocok diberikan kepada anak-anak yang masih kecil (tingkat
TK).  Mertodenya ialah membiasakan berperilaku atau berbuat baikk menurut peraturan atau
norma umum di masyarakat. Anak-anak tak perlu diberikan teori budi pekerti tetap langsung
dibiasakan berkarakter yang baik misalnya mengucapkan salam ketika bertemu teman,
menyatakan hormat ketika bertemu orangtua dan sebagainya.
Tingkat Hakikat, diberikan pada anak SD, periode ini dibiasakan untuk berbuat dan
berprilaku baik menurut ketentuan atau ukuran umum. Akan tetapi dalam waktu bersamaan
mulai perlu diberi pula pengertian-pengertian sederhana mengenai mengapa ia harus berbuat
yang demikian. Contohnya, di samping mereka dibiasakan mengucap salam sewaktu bertemu
teman, maka mereka juga diberi pengertian tentang pentingnya mengucapkan salam itu,
misalnya saja ucapan salam itu dapat menimbulkan ikatan dan keakraban antara teman.

Tingkat Tarikat, diberikan kepada anak tingkat SLTP, pada periode ini anak-anak tetap saja
dibiasakan berprilaku dan berbuat baik menurut ketentuan umum, juga diberikan pengertian
mengenai pentingnya hal itu dilakukan. Tetapi bersamaan waktunya juga disertai dengan
aktivitas pendukung yang cocok. Misalnya saja bagaimana anak-anak itu berkesenian,
berolah puisi, berolahraga, dan bersastra ria sambil berolah budi. Contohnya, anak-anak
SLTP dilatih menari “halus” sambil menjelaskan makna-makna gerakan yang ada di
dalamnya untuk menanamkan konsep berkarakter.

Tingkat yang terakhir adalah tingkat ma’rifat, cocok diberikan pada anak-anak SMA/SMK.
Dalam periode ini anak-anak disentuh pemahaman dan kesadarannya sehingga kalau ia
berlaku dan berbuat baik itu bukan semata-mata kebiasaan dan pengertiannya, akan tetapi
memang telah memiliki kesadaran di dalam lubuk hatinya untuk melakukan hal yang
demikian itu.

Dengan adanya budi pekerti atau karakter itu tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia
merdeka berpribadi, dapat memerintah atau meguasai diri sendiri mandiri, inilah manusia
yang beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan karakter dalam garis besarnya.

Menurut Winie dikutip dalam El-Khuluqo (2015: 56) memahami bahwa istilah karakter
memiliki dua pengertian tentang karakter. Pertama, ia mneunjukkan bagaimana seseorang
bertingkah laku. Apabila seseorang berprilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang
tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berprilaku jujur,
suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. kedua, istilah
karakter erat kaitannya dengan ‘personality’. Seseorang baru bisa disebut’ orang yang
berkarakter’ (a person of character)apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.
Sedangkan Imam Ghazali dikutip dalam El-Khuluqo (2015: 56) menganggap bahwa karakter
lebih dekat dengan akhlaq, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau melakukan
perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu
dipikirkan. Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa karakter itu berkaitan dengan
kekuatan moral berkonotasi ‘positif’, bukan netral. Jadi, ‘orang berkarakter’ adalah orang
yang mempunyai kualitas (tertentu) positif. Dengan demikian, pendidikan membangun
kaakter, secara implicit mengandung arti membangun sifat atau pola perilaku yang didasari
dengan dimensi moral yang positif atau baik, bukan yang negative atau buruk.

Islam mengajarkan bahwa setiap manusia mempunyai kecendrungan fitrah untuk mencintai
kebaikan. Namun, fitrah ini adalah bersifat potensial, atau belum termanifestasi ketika anank
dilahirkan. David Brooks dan F. Goble dikutip dalam El-Khuluqo (2015: 58) mengatakan
bahwa walaupun manusia mempunyai fitrah kebaikan, namun tanpa diikuti dengan
pembentukan karakter, maka manusia dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk
lagi. Oleh karena itu, sosialisasi dan pendidikan anak yang berkaitan dengan nilai-nilai
kebajikan baik di keluarga, sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas sangat penting
dalam pembentukan karakter seorang anak.

Fitrah manusia adalah cenderung kepada kebaikan ini, masih mengakui adanya pengaruh
lingkungan yang dapat menganggu proses tumbuhnya fitrah. Hal ini memberikan
pembenaran perlunya faktor atau lingkungan, budaya, pendidikan dan nilai-nilai perlu
disosialisasikan kepada siswa. Namun dalam proses tumbuh kembangnya pasti akan
dikelilingi oleh sifat-sifat buruk berusaha tumbuh menyaingi pertumbuhan fitrah tersebut,
maka sejak  usia sekolah dididik dengan nilai-nilai yang akan menyuburkan fitrah atau
kesucian manusia untuk tumbuh kukuh.

Jadi beberapa pendapat dari banyak pakar pendidikan anak, dapat disimpulkan bahwa
terbentuknya karakter atau kepribadian manusia adalah ditentukan oleh dua faktor, yaitu
faktor alami atau fitrah, sosialisasi atau pendidikan.

Secara historis pendidikan karakter merupakan misi utama para nabi. Muhammad Rasulullah
sedari awal tugasnya memiliki suatu pernyataan unik, bahwa dirinya diutus untuk
menyempurnakan karakter (akhlaq). Muhammad Rasulullah mengindikasikan bahwa
pembentukan karakter merupakan kebutuhan utama bagi tumbuhnya cara beragama yang
dapat menciptakan peradaban. Pada sisi lain, bahwa masing-masing manusia telah memiliki
karakter tertentu, namun perlu disempurnakan.

Pendidikan karakter yang dilakukan di instansi pendidikan dapat dilakukan dengan selalu
memberikan arahan mengenai konsep baik dan buruk sesuai dengan tahap perkembangan
umur anak. Penerapan pendidikan karakter di instansi pendidikan dapat mengikuti pilot
project SBB dan tingkat pendidikan karakter milik yayasan Indonesia Haritage
Foundation.Penerapan model tersebut adalah sebagai berikut, memakai acuan nilai-nilai dari
9 pilar karakter, yaitu cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kemandirian dan tanggung
jawab; kejujuran atau amanah dan bujaksana; hormat dan santun, dermawan, suka menolong
dan gotong royong; percaya diri, kreatif dan pekerja keras; kepemimpinan dan keadilan; baik
dan rendah hati; toleransi, kedamaian dan kesatuan.
Selanjutnya dalam upaya pembangunan  karakter bangsa yang sangat berperan penting adalah
generasi muda karena para generasi muda adalah penerus bangsa yang akan menentukan
masa depan dan integritas bangsa Indonesia. Tiga peran penting generasi muda dalam upaya
pembangunan karakter bangsa adalah: 1) sebagai pembanguun kembali karakter bangsa yang
positif. Esensi peran ini adalah adanya kemauan keras dan komitmen dari generasi muda
untuk menjunjung tinggi nilai-nilai moral di atas kepentingan-kepentingan sesaat sekaligus
upaya kolektif untuk menginternalisasikannya pada kegiatan dan aktivitasnya sehari-hari; 2)
sebagai pemberdaya karakter. Pembangunan kembali karakter bangsa tentunya tidak akan
cukup jika tidak dilakukan pemberdayaan terus menerus. Sehingga generasi muda juga
dituntut untuk mengambil peran sebagai pemberdaya karakter. Bentuk praktisnya adalah
keemauan dan hasrat yang kuat dari generasi muda untuk menjadi role model dari
pembangunan karakter bangsa yang positif. Sebagai perekyasa karakter sejalan dengan
perlunya aktivitas daya saing untuk memperkuat ketahanan bangsa. Peran ini menuntut
generasi muda untuk terus melakukan pembelajaran; dan 3) meningkatkan daya saing bangsa
dalam bentuk kemajuan ilmu teknologi.
Menurut Porter dalam Syamsuddin (dalam El-Khuluqo, 2015: 64) pemahaman daya saing
sebagai salah satu keunggulan yang dimiliki oleh suatu entitas dibanding dengan entitas
lainnya, bukan baru muncul di era abad ke-21 sekarang ini. Peran daya saing  dalam
mewujudkansuatu entitas lebih unggul dibandingkan lainnya sebenarnya suatu keniscayaan
semenjak masa lampau. Daya saing disini tentunya harus dipahami dalam arti yang sangat
luas. Peran teknologi informasi dan telekomunikasi, menurut Porter hanya sebatas
mempercepat sekaligus memperbesar peran daya saing dalam menentukan keunggulan suatu
entitas dibandingkan dengan entitas lainnya.

Menggunakan media massa sebagai penyalur upaya pembangunan karakter bangsa.

Menurut Oetomo (dalam El-Khuluqo, 2015: 64) peran media ada tiga, yaitu sebagai
penyampai informasi, edukasi dan hiburan. Pran strategis ini hendaknya dapat didayagunakan
pemerintah bekerjasama dengan pemilik media untuk menayangkan informasi yang positif
dan mendukung terciptanya karakter bangsa yang kompetitif. Ketiga langkah diatas hanyalah
sebagaian dari langkah-langkah strategis yang dapat diambil oleh pemerintah Indonesia untuk
membangun karakter bangsa ini. Masih banyak cara yang dapat ditempuh agar bangsa ini
menjadi bangsa yang memiliki kapasitas dan daya saing yang tinggi juga memiliki karakter
yang positif, displin dan sebagainya.

Dengan demikian, pendidikan karakter harus dapat mengembangkan semua potensi anak
sehingga menjadi manusia seutuhnya. Dalam hal ini, perkembangan anak harus seimbang,
baik dari segi akademik maupun dari sosial dan emosinya. Pendidikan selama ini hanya
memberikan penekanan pada aspek akademik saja dan untuk mengembangkan aspek sosial,
emosi, kreativitas dan bahkan motorik anak hanya dipersiapkan untuk dapat nillai bagus,
namun mereka tidak dilatih untuk bisa hidup.

6. Peranan Sekolah dan Keluarga dalam Pendidikan Karakter


Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang  khas-baik yang tercermin
dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil
olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa,sarta olahraga seseorang atau sekelompok orang.
Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang
khas-baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa dan perilaku berbangsa
dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945,
keberagaman dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI.
Pembinnaan karakter bangsa adalah upaya kolektif-sistemik suatu negara kebangsaan untuk
mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yyang sesuai dengan dasar dan ideologi,
konstitusi, haluan negara, serta potensi kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional,
regional dan global yang berkeadaban untuk membentuk bangsa yang tangguh, kommpetitif,
berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya dan
berorientasi Iptek barsadarkan Pancasila dan dijiawai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Pembinaan karakter bangsa dilakukan secara koheren melalui proses
sosialisasi, pendidikan dan pembelajaran, pemberdayaan, pembudayaan dan kerjasama
seluruh komponen bangsa dan negara.

Pembinaan karakter bangsa memiliki urgensi yang sangat luas dan bersifat multidimensional.
Sangat luas karena terkait dengan pengembangan multiaspek potensi-potensi keunggulan
bangsa dan bersifat multidimensional karena mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang
hingga saat ini sedang dalam proses “menjadi”. Dalam hal ini dapat juga disebutkan bahwa
karakter merupakan hal yang sangat esensial dalam berbangsa dan bernegara, hilangnya
karakter akan menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa. Karakter berperan sebagai
“kemudi” dan kekuatan sehingga bangsa ini tidak terombang-ambing.  Karakter tidak datang
dengan sedirinya, tetapi harus dibangun dan dibentuk untuk menjadi bangsa yang
bermartabat.

Pembinaan karakter bangsa harus diaktualisasikan secara nyata dalam bentuk aksi nasional
dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa
sebagai uapaya untuk menjaga jati diri bangsa dan memperkukuh persatuan dan kesatuan
bangsa dalam naungan NKRI. Pembinaan karakter bangsa harus dilakukan melalui
pendekatan sistematik dan integratif dengan melibatkan keluarga, kesatuan pendidikan,
pemerintah, masyarakat termasuk teman sebaya, generasi muda, lanjut usia, media massa,
pramuka, organisasi kemasyarakatan, organisasi politik, organisasi profesi, lembaga swadaya
masyarakat, kelompok strategis seperti elite struktural, elite politik, wartawan, budayawan,
agamawan, tokoh adat, serta tokoh masyarakat. Adapun strategi pembinaan karakter dapat
dilakukan melalui sosialisasi, pendidikan, pemberdayaan, pembudayaan, dan kerjasama
dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat serta pendekatan
multidisiplin yang tidak menekankan pada indoktrinasi.

Pendidikan karakter kembali menemukan momentumnya belakangan ini, bahkan menjadi


salah satu program prioritas Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional. Meski
sebenarnya dalam beberapa tahun terakhir, telah banyak perbincangan baik melalui
konferensi, seminar dan pembicaraan publik lainnya, belum banyak terobosan kongkrit dalam
memajukan pendidikan karakter. Dengan kebijakan Kemendikbudnas, pendidikan karakter
sudah saatnya dapat terlaksana secara konkrit melalui lembaga-lembaga pendidikan dan
masyarakat luas.

Segera jelas, pendidikan karakter terkait dengan bidang lain, khususnya budaya, pendidikan
dan agama. Ketiga-tiga bidang kehidupan terakhir ini berhubungan erat dengan nilai-nilai
yang sangat penting bagi manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Budaya atau
kebudayaan umumnya mencakup nilai-nilai luhur yang secara tradisional menjadi panutan
bagi masyarakat. Pendidikan selain mencakup proses transfer dan transmisi ilmu pengetahuan
juga merupakan proses sangat strategis dalam menanamkan nilai dalam rangka pembudayaan
anak manusia. Sementara itu, agama juga mengandung ajaran tentang berbagai nilai luhur
dan mulia bagi manusia untuk mencapai harkat kemanusiaan dan kebudayaannya.
Tetapi, ketiga sumber nilai yang penting bagi kehidupan itu dalam waktu-waktu tertentu
dapat tidak fungsional sepenuhnya dalam terbentuknya individu dan masyarakat yang
berkarakter, berkeadaban dan berharkat. Budaya, pendidikan dan behkan agama boleh jadi
mengalami disorientasi karena terjadinya perubahan-perubahan cepat berdampak luas,
misalnya industrialisasi, urbanisasi, modernisasi dan globalisasi.

7. Karakter Anak Usia Dini Tumbuh Dari Kebiasaan


Karakter memegang peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan  individu dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, pendidikan karakter (budi pekerti
luhur)  bagi anak usia dini memegang peranan yang sangat penting, dan akan mewarnai
perkembangan pribadi secara keseluruhan.

8. Hakikat Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini


Pendidikan karakter bagi anak usia dini memiliki makna lebih tinggi dari pendidikan moral
karena tidak hanya berkaitan dengan masalah benar salah, akan tetapi bagaimana
menanamkan kebiasaan (habit) tentang berbagai perilaku yang baik dalam kehidupan,
sehingga anak memiliki kesadaran dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan
komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Karena karakter
merupakan  sifat alami bagi anak usia dini untuk merespon situasi secara bermoral, harus
diwujudkan dalam tindakan nyata melalui pembiasaan untuk berperilaku baik, jujur,
bertanggung jawab dan hormat terhadap orang lain.

Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta
didik yang meliputi kompetisi kesadaran, pemahaman kepedulian, dan komitmen yang tinggi
untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Allah, diri sendiri, sesama,
lingkungan, maupun masyarakat dan bangsa secara keseluruhan sehingga menjadi manusia
sempurna sesuai dengan kodratnya.

Pendidikan karakter menuntut keterlibatan semua pihak (stakeholder) termasuk komponen-


komponen yang ada dalam sistem itu sendiri, yaitu isi kurikulum, rencana pembelajaran,
proses pembelajaran, mekanisme penilaian, kualitas hubungan, pengelolaan sekolah,
pelaksanaan pengembangan diri peserta didik, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan,
serta etos kerja seluruh warga dan  lingkungan sekolah. Keberhasilan pendidikan karakter
bangsa bagi anak usia dini sangat bergantung pada ada tidaknya kesadaran, pemahaman,
kepedulian dan komitmen berbagai pihak terhadap pendidikan.

Oleh karena itu, pendidikan karakter bagi anak usia dini sebaiknya direalisasikan melalui
berbagai tindakan nyata dalam pembelajaran, jangan terlalu teoritis, dan jangan banyak
membatasi aktivitas pembelajaran apalagi hanya terbatas di dalam kelas.

Moral understanding sebagai aspek pertama yang harus diperhatikan dalam pendidikan


karakter bagi anak usia dini memiliki enam unsur yaitu kesadaran moral (moral awaraness),
pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing about moral values), penentuan sudut
pandang (prespective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil
keputusan (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Keenam unsur tersebut
merupakan komponen-komponen yang harus ditekankan dalam pendidikan karakter, serta
diajarkan kepada peserta didik dan diintegrasikan dalam seluruh pembelajaran secara
khaffah.
Moral loving/moral feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi
manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan denga bentuk-bentuk sikap yang harus
dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri percaya diri (self esteem), motivasi
diri (self motivation), disiplin diri (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian
diri (self control), dan kerendahan hati (humility).Jika kedua aspek diatas sudah terwujud
dalam pendidikan anak usia dini, maka moral acting sebagai outcome akan dengan mudah
dilakukan oleh peserta didik.
Sementara itu, untuk menyukseskan pendidikan karakter bagi pendidikan anak usia dini,
perlu dilakukan identifikasi karakter, sebab pendidikan karakter  hanya akan menjadi sebuah
perjalanan panjang tanpa ujung, seperti petualangan tanpa peta. Organisasi manapun di dunia
ini yang menaruh perhatian besar terhadap pendidikan karakter selalu melakukan identifikasi
karakter yang akan menjadi pilar perilaku individu.

Dalam hal ini, pemerintah telah menetapkkan 18 nilai karakter dan 17 nilai kewirausahaan
yang harus ditanamkan kepada anak-anak sebagai berkut ini:

Tabel 1

18 Nilai Karakter

No Nilai Deskripsi

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran


agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah
1 Riligius agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya


sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
2 Jujur tindakan dari pekerjaan.

Sikap  dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,


etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari
3 Toleransi dirinya.

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada


4 Disiplin berbagai ketentuan dan peraturan.

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam


mengatasi berbagai hambatan belajar dari tugas, serta
5 Kerja Keras menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau
6 Kreatif hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

Sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang


7 Mandiri lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak


8 Demokratis dan kewajiban dirinya dengan orang lain.

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui


Rasa Ingin labih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat
9 Tahu dan di dengar.

Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan


Semangat kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan
10 Kebangsaan kelompoknya.

Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan


kesetiaan, kepedulian, dan perhargaan yang tinggi terhadap
Cinta Tanah bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik
11 Air orang lain.

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk


Menghargai menghasilkan seuatu yang berguna bagi masyarakat dan
12 Prestasi mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

Bersahabat/ Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul


13 Komunikatif dan bekerjasama dengan orang lain.

Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain


14 Cinta Damai merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

Gemar Kebiasaan menyediakan waktu untuk membawa berbagai


15 Membaca bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan


Peduli pada lingkungan alam sekitarnya, dan mengembangkan  upaya-
16 Lingkungan upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan kepada


17 Peduli Sosial orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18 Tanggung Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan


Jawab kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap alam,
sosial budaya, negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
 

Tabel 2

17 Nilai Kewirausahaan

No Nilai Deskripsi

Sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang


1 Mandiri lain dalam menyelesaikan tugas.

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara


2 Kreatif atau hasil berbeda dan produk/jasa yang telah ada.

Berani
Mengambil Kemampuan seseorang untuk menyukai pekerjaan yang
3 Resiko menantang.

Berorientasi Mengambl inisiatif untuk bertindak dan bukan menunggu,


4 Kepada Tindakan sebelum sebuah kejadian yang tidak dikehendaki terjadi.

Sikap dan perilaku seseorang yang selalu terbuka terhadap


saran dan kritik, mudah bergaul, bekerjasama dan
5 Kepemimpinan mengarahkan orang lain.

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam


6 Kerja Keras menyelesaikan tugas dan mengatasi berbagai hambatan.

Perilaku yang didasarkan upaya menjadikan dirinya sebagai


orang yag selalu dapat dipercaya dalam perkataan dan
7 Jujur tindakan.

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada


8 Disiplin berbagai ketentuan dan peraturan.

Kemampuan untuk menerapkan kreativitas dalam rangka


memecahkan persoalan-persoalan dan peluang untuk
9 Inovatif meningkatkan dan memperkaya kehidupan.

10 Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang yang mau dan mampu
melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya


mampu menjalin hubungan dengan orang lain dalam
11 Kerjasama melaksanakan tindakan dan pekerjaan.

Pantang Sikap dan perilaku sesorang yang tidak mudah menyerah


12 Menyerah (ulet) untuk mencapai suatu tujuan dengan berbagai alternatif.

Kesepakatan mengenai suatu hal yang dibuat seseorang, baik


13 komitmen terhadap dirinya maupun orang lain.

Kemampuan mengguakan fakta/ realita sebagai landasan


berpikir yang rasional dalam setiap pengambilan keputusan
14 Realitas maupun tindakan/perbuatan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui


labih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari,
15 Rasa ingin tahu dilihat dan di dengar.

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,


16 komunikatif bergaul dan bekerjasama dengan orang lain.

Motivasi Kuat
17 Untuk Sukses Sikap dan tindakan selalu mencari solusi terbaik
 

Berkaitan dengan pendidikan karakter ini, Character Education Quality Standards


merekomendasikan 11 prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif, sebagai
berikut: 1) Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter; 2) Mengidentifikasi
karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan da perilaku; 3)
Menggunkan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter; 4)
Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian; 5) Memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang baik; 6) Memiliki cakupan terhadap
kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik,
membangun karakter dan membantu mereka untuk sukses; 7) Mengusahakan tumbuhnya
motivasi diri dari para peserta didik; 8) Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai
komunitas moral yang berbagai tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia kepada
nilai dasar yang sama; 9) Adanya pembagian kepemiminan moral dan dukungan luas dalam
membangun inisiatif pendidikan karakter; 10) Memfungsikan keluarga dan anggota
masyarakat sebagai mitra usaha membangun karakter; dan 11) Mengevaluasi karakter
sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter dan manifestasi karakter positif dalam
kehidupan peserta didik.
Dengan demikian anak usia dini harus dibiasakan dengan hal-hal yang positif yang sesuai
dengan tingkat kemampuannya sehingga ketika perilaku positif sudah melekat pada dirinya
ketika itu dia dikatakan sebagai anak yang berkarakter baik.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan

Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu jenjang pendidikan yang berupaya memberikan
pembinaan kepada anak usia dini dengan menggunakan cara bermain sambil belajar dengan
tujuan dapat merangsang perkembangan anak sehingga anak usia dini siap untuk malnjutkan
pendidikan ke jenjang selanjutnya. PAUD sangatlah berperan penting dalam kesuksesan anak
di masa mendatang karena merupakan fondasi bagi dasar kepribadian anak. Konsep
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dibagi menjadi 8 yaitu: 1) anak sebagai amanah Allah;
2) anak bagaikan mutiara yang indah; 3) anak usia dini cenderung meniru; 4) kecenderungan
pendidikan berbasis karakter; 5) pendidikan karakter; 6) peranan sekolah dan keluarga dalam
pendidikan karakter; 7) karakter anak usia dini tumbuh dari kebiasaan; dan 8) hakikat
pendidikan karakter bagi anak usia dini.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Anda mungkin juga menyukai