Anda di halaman 1dari 35

Nama : BELI YATRA

BP : 1910023810156
Resume : Administrasi Keuangan

Materi I dan II : Konsep Administarasi Keuangan Negara


Materi I
1. Pengertian Keuangan Negara
Undang Undang Keuangan Negara (UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara), yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu - baik berupa uang maupun
berupa barang - yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak
dan kewajiban tersebut.
Keuangan Negara adalah kekayaan yang dikelola oleh pemerintah, yang meliputi
uang dan barang yang dimiliki; kertas berharga yang bernilai uang yang dimiliki; hak dan
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang; dana-dana pihak ketiga yang terkumpul atas
dasar potensi yang dimiliki dan/atau yang dijamin baik oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah, badan-badan usaha, yayasan, maupun institusi lainnya
Menurut M. Ichwan Keuangan Negara adalah rencana kegiatan secara kuantitatif
(dengan angka-angka diantaranya diwujudkan dalam jumlah mata uang), yang akan
dijalankan untuk masa mendatang lazimnya satu tahun mendatang.
Menurut Geodhart Keuangan Negara merupakan keseluruhan undang-undang
yang ditetapkan secara periodik yang memberikan kekuasaan pemerintah untuk
melaksanakan pengeluaran mengenai periode tertentu dan menunjukkan alat
pembiayaaan yang diperlukan untuk menutup pengeluaran tersebut.
Sub bidang Pengelolaan Kekayaan negara yang dipisahkan adalah komponen
keuangan negara yang pengelolaannya diserahkan kepada perusahaan yang seluruh atau
sebagian modal atau sahamnya dimiliki oleh negara, atau sering disebut Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Kekayaan negara yang
dipisahkan ini dikelola secara berbeda, sehingga hubungan dengan APBN bukan
hubungan langsung, tetapi tidak langsung.
Secara umum keuangan diartikan sebagai segala aktivitas yang berkaitan
dengan penerimaan dan pembayaran uang. Oleh karena itu, keuangan sering diartikan
sebagai suatu sistem mengenai penerimaan dan pengeluaran uang. Bertolak dari
pengertian ini, maka yang dimaksud keuangan negara adalah semua hal yang bertalian
dengan masalah penerimaan dan pengeluaran dari suatu negara
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, sebagai
dasar hukum di bawah UUD 1945 yang mengatur tentang keuangan negara di Indonesia,
dalam Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa keuangan negara adalah semua hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut.
Dalam penjelasan atas UU No. 17/2003 tersebut, ada empat pendekatan yang
digunakan untuk merumuskan keuangan negara, yaitu:
1. Pendekatan Obyek.
Keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut, yang meliputi subbidang pengelolaan fiskal, subbidang pengelolaan
moneter, dan subbidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
2. Pendekatan Subyek.
Keuangan negara meliputi seluruh obyek sebagaimana yang tersebut di
atas (pada poin 1) yang dimiliki oleh negara, dan dikuasai oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada
kaitannya dengan keuangan negara.
3. Pendekatan Proses.
Keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan pengelolaan
obyek sebagaimana tersebut di atas (pada poin 1) mulai dari perumusan
kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban.
4. Pendekatan Tujuan.
Keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan
hukum yang berkaitan dengan pemilikan atau penguasaan obyek sebagaimana
tersebut di atas (pada poin 1) dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
negara Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
sebagai dasar hukum di bawah UUD 1945 yang mengatur tentang keuangan
negara di Indonesia, dalam Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa keuangan negara
adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan
milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Dalam penjelasan atas UU No. 17/2003 tersebut, ada empat pendekatan
yang digunakan untuk merumuskan keuangan negara, yaitu:
a. Pendekatan Obyek.
Keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban yang dapat
dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun
berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, yang meliputi subbidang
pengelolaan fiskal, subbidang pengelolaan moneter, dan subbidang
pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
b. Pendekatan Subyek.
Keuangan negara meliputi seluruh obyek sebagaimana yang
tersebut di atas (pada poin 1) yang dimiliki oleh negara, dan dikuasai oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan
badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.
c. Pendekatan Proses.
Keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan
pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas (pada poin 1) mulai
dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai
dengan pertanggungjawaban.

2. Dasar Hukum Keuangan Negara


Keuangan negara pada dasarnya berkenaan dengan penerimaan dan pengeluaran
negara beserta segala sebab dan akibat dari penerimaan dan pengeluaran tersebut dalam
bentuk hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang.
Dasar hukum Keuangan Negara di antaranya sebagai berikut:
a. Pasal 23 UUD 1945.
1) Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan
undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak
menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah
menjalankan anggaran tahun yang lalu.
2) Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.
3) Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
4) Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang-undang.
5) Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara
diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya
ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu
diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
b. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang
dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Keuangan Negara
adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan
uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang
yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak
dan kewajiban tersebut.
c. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan
kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD
d. UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan
evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan
profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai
kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi
mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
e. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan
Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil,
proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka
pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan memper-
timbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran
pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
Materi II
1. Ruang Lingkup Administrasi Negara
Lingkup keuangan negara yang dikemukakan oleh Suparmoko dapat dianggap
berada diantara lingkup yang paling sempit dan lingkup yang paling luas. Jadi lingkup
keuangan negara dalam pengertian ini adalah menyangkut APBN, Barang Milik Negara
dan Badan Usaha Milik Negara, serta uang pihak lain.
Peraturan perundang-undangan Indonesia menetapkan juga hal-hal yang
masuk dalam lingkup keuangan negara. UUD 1945 menetapkan bahwa lingkup
keuangan negara meliputi lima macam, yaitu APBN, perpajakan, uang, hal
keuangan negara, dan BPK.
Dalam praktik, APBN adalah alat utama dalam pengelolaan fiskal. Perpajakan
merupakan salah satu unsur dari penerimaan negara dari pengelolaan fiskal. Demikian
juga BPK yang tugas pokoknya memeriksa tanggung jawab mengenai cara
pemerintah mempergunakan uang belanja yang disetujui DPR sangat berkaitan erat
dengan pengelolaan fiskal. Oleh karena itu, APBN, perpajakan, dan BPK dapat
disatukan menjadi unsur pengelolaan fiskal.
Mengenai unsur mata uang, sesuai dengan penjelasan Pasal 23 UUD 1945, hal ini
sangat erat hubungannya dengan Bank Indonesia (Bank Sentral) yang menjadi
otoritas pelaksana kebijakan moneter. Dengan demikian, kita dapat menyebut
pengelolaan peredaran uang ini sebagai pengelolaan moneter.
Pengawasan dan regulasi atas pasar uang (yang dikelola oleh non-bank) dan pasar
modal, yang juga sebenarnya merupakan bagian dari tanggung jawab pengelolaan
moneter, berada di tangan kementerian (yang merangkap sebagai pengelola
fiskal). Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia mengamanatkan penggabungan fungsi pengawasan dan regulasi pasar uang
dan pasar modal ke dalam suatu lembaga tersendiri yang independen dari pemerintah
dan bank sentral, yang sering disebut dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bila hal ini
terlaksana, maka penanggung jawab utama pengelolaan fiskal adalah
pemerintah dan tanggungjawab pengelolaan moneter akan dilaksanakan oleh Bank
Indonesia (berkaitan dengan peredaran uang dan lalu lintas pembayaran) dan OJK
(berkaitan dengan pasar uang dan pasar modal). Berdasarkan Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2003 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
Tentang Bank Indonesia, lembaga pengawas jasa keuangan (OJK) tersebut akan
dibentuk selambat-lambatnya 31 Desember 2010.
Ada satu unsur lagi dari keuangan negara yang secara implisit merupakan
ruang lingkup keuangan negara berdasarkan Pasal 23 UUD 1945, yaitu kekayaan
negara yang dipisahkan. Aspek pengeluaran untuk menjadi kekayaan negara
yang dipisahkan dan aspek penerimaan dari hasil keuntungan dari kekayaan tersebut
menjadi bagian dari APBN. Pengelolaan kekayaannya diserahkan kepada Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) dan Lembaga Keuangan Negara.
Dengan demikian, ruang lingkup keuangan negara menurut Pasal 23 UUD
1945 adalah sejalan dengan yang dinyatakan dalam UUKN, yaitu meliputi
pengelolaan fiskal, pengelolaan moneter, dan pengelolaan kekayaan yang
dipisahkan.
Dari sisi objek, keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang
dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal,
moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu, baik
berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berkaitan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Dari sisi subjek, keuangan negara meliputi seluruh objek yang dimiliki negara,
dan/atau dikuasai pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara atau daerah,
dan badan lain yangberkaitan dengan keuangan negara.
Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang
berkaitan dengan pengel olaan objek, mulai dari perumusan kebijakan dan
pengambilan keputusan hingga pertanggungjawaban.

2. Pengelolaan Keuangan Negara


Pengelolaan keuangan negara merupakan bagian dari pelaksanaan pemerintahan
negara. Pengelolaan keuangan negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola
keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya.
Keuangan negara tidak hanya berhubungan dengan uang masuk sebagai
penerimaan negara dan uang keluar sebagai belanja negara. Keuangan negara juga
berhubungan dengan fungsi alokasi sumber-sumber ekonomi, fungsi distribusi, dan
fungsi stabilisasi, termasuk pertumbuhan ekonomi dan dampaknya terhadap kegiatan
ekonomi masyarakat. Tujuan Pengelolaan Keuangan Negara adalah:
a. Mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
Keuangan negara, melalui penerimaan/pendapatan dan
pengeluaran/belanja negara dapat mempengaruhi bekerjanya mekanisme
harga. Pungutan pajak kepada masyarakat di satu titik akan meningkatkan
penerimaan negara, namun di lain pihak akan mengurangi daya beli
masyarakat sehingga mengurangi permintaan masyarakat. Sebaliknya, belanja
pemerintah, yang digunakan untuk membeli barang dan jasa dari masyarakat,
akan mendorong ekonomi masyarakat dan kemudian akan menambah daya
beli masyarakat
b. Menjaga stabilitas ekonomi
APBN dapat juga digunakan sebagai alat untuk mengatasi inflasi dan
deflasi, serta untuk memelihara stabilisasi perekonomian dengan cara
melakukan defisit APBN atau surplus APBN
c. Merelokasi sumber-sumber ekonomi
Realokasi sumber-sumber ekonomi dilakukan dengan memanfaatkan
sumber-sumber ekonomi yang terbatas secara optimal. Apabila sumber daya
yang ada di masyarakat tersebut tidak terdistribusikan secara optimal akan
menimbulkan ketidakseimbangan dalam peekonomian negara
d. Mendorong re-distribusi pendapatan
Pemerintah dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan agar tidak
terjadi kesenjangan antara golongan masyarakat kaya dan golongan
masyarakat miskin secara menyolok.

3. Pertanggungjawaban Keuangan Negara


Atas LKPP, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan dan
LKPP yang telah diaudit oleh BPK tersebut disampaikan oleh Presiden kepada DPR
dalam bentuk rancangan undang-undang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
untuk dibahas dan disetujui. Dalam pelaksanaan APBN sebenarnya terdapat
pengawasan yang dilakukan oleh unit-unit terkait. Pengawasan tersebut dilakukan oleh
atasan langsung pengelola keuangan dan Aparat pengawas Internal Pemerintah (APIP)
masing-masing K/L.
Berdasarkan Undang-Undang No. 17 tahun 2003 Bab VIII,
bahwa pertanggungjawaban keuangan Negara, baik APBN maupun
APBD dari mulai tingkat pusat sampai daerah :
Pasal 30 :
1) Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-
lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
2) Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi
APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang
dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.

Pasal 31
1) Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-
lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. \
2) Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi
APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang
dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah.
Pasal 32
1) Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 disusun dan disajikan
sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
2) Standar akuntansi pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari
Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 33 Pemeriksaan pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara diatur dalam undang-undang tersendiri

4. Pengawasan Keuangan Negara


Pengawasan preventif, berupa ketentuan-ketentuan yang berlaku atau prosedur-
prosedur yang harus dilalui dalam menyelenggarakan pekerjaan.
Pengawasan represif, berupa tindakan membandingkan pekerjaan yang
sedang/tidak dilaksanakan menurut kenyataan telah sesuai dengan ketentuan atau
prosedur yang berlaku/ditetapkan
Materi III : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
1. Landasan Yuridis Angaaran Pendapatan dan Belanja Negara
Berdasarkan UU Nomor 17 tahun 2003 menyebutkan bahwa Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan
negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pada dasarnya, APBN
mengandung perkiraan jumlah pendapatan, perkiraan jumlah belanja dan perkiraan
pembiayaan. APBN disusun oleh pemerintah dengan tujuan dalam rangka pelaksanaan
tugas yang dibebankan kepada Pemerintah. UU Nomor 17 tahun 2003 antara lain
menyatakan bahwa pihak yang menyiapkan rancangan APBN adalah pemerintah yang
kemudian diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendapat
persetujuan. Dalam prakteknya, RUU APBN itu setelah disetujui oleh DPR baru
dinyatakan berlaku setelah disahkan oleh Presiden.
APBN mempunyai tujuan untuk mengatur pendapatan dan pengeluaran negara,
agar peningkatan produksi dan kesampatan kerja serta peningkatan pertumbuhan
ekonomi dapat tercapai sehingga kesejahteraan masyarakat dapat terwujudkan. Tujuan
penyusunan APBN adalah sebagai pedoman pendapatan dan pembelanjaan negara dalam
melaksanakan tugas kenegaraan untuk meningkatkan produksi dan kesempatan kerja,
dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran masyarakat.
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum yang paling tinggi dalam
struktur perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu pengaturan mengenai
keuangan negara selalu didasarkan pada undang-undang ini, khususnya dalam bab VIII
Undang-Undang Dasar 1945 Amendemen IV pasal 23 mengatur tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Bunyi pasal 23:
a. Ayat (1): Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari
pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
b. Ayat (2): Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara
diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
c. Ayat (3): “Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden,
Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang
lalu”
2. Pedoman Dana Perimbangan dan Pembiayaan Defisit
Dana Perimbangan adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri
atas Dana Transfer Umum dan Dana Transfer Khusus.
Pemerintah kabupaten/kota yang memiliki desa harus menganggarkan Alokasi
Dana Desa (ADD) untuk pemerintah desa dalam jenis belanja bantuan keuangan kepada
pemerintah desa paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari dana perimbangan yang
diterima oleh kabupaten/kota yang memiliki desa dalam APBD Tahun Anggaran 2022
setelah dikurangi DAK sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan
Pemerintah kabupaten/kota harus menganggarkan Alokasi Dana Desa (ADD)
untuk pemerintah desa dalam jenis belanja bantuan keuangan kepada pemerintah desa
paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari dana perimbangan yang diterima oleh
kabupaten/kota dalam APBD Tahun Anggaran 2021 setelah dikurangi DAK sebagaimana
diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan.
Dalam hal ADD yang dialokasikan dalam APBD tidak tersalur 100% (seratus
persen), pemerintah kabupaten/kota menganggarkan sisa ADD yang belum tersalur
tersebut dalam APBD tahun berikutnya sebagai tambahan ADD kepada pemerintah desa.
Selanjutnya, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dapat memberikan bantuan
keuangan lainnya kepada pemerintah desa, sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan. Belanja bantuan keuangan dianggarkan dalam APBD Tahun
Anggaran 2021 dan dirinci menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek pada
SKPD selaku SKPKD
Dana Perimbangan terdiri dari Dana Transfer Umum yang terbagi atas Dana Bagi
Hasil dan DAU, dan Dana Transfer Khusus, yang terbagi atas Dana Alokasi Khusus Fisik
dan Dana Alokasi Khusus Nonfisik.
Pedoman Dana Perimbangan ada dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun
2005 Tentang Dana Perimbangan (Lembaran - 231 - Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575)
Pembiayaan defisit yaitu semua jenis pembiayaan yang digunakan untuk menutup
defisit belanja negara yang bersumber dari pembiayaan dalam dan luar negeri.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Bab Vi Pedoman Pelaksanaan
Pembiayaan Defisit yang berisi :
Pasal 54 :
1) Pembiayaan defisit diperoleh dari pembiayaan dalam negeri dan
pembiayaan luar negeri bersih.
2) Pembiayaan dalam negeri adalah semua pembiayaan yang berasal dari
perbankan dan non perbankan dalam negeri yang meliputi hasil privatisasi,
penjualan obligasi dalam negeri, penjualan aset pemerintah dalam rangka
program restrukturisasi dan sumber lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3) Pembiayaan luar negeri bersih adalah semua pembiayaan yang berasal dari
penarikan utang/pinjaman luar negeri dikurangi dengan pembayaran
cicilan pokok pinjaman luar negeri tahun yang bersangkutan.
Pasal 55 :
1) Pengelolaan pinjaman luar negeri dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
2) Pemerintah Pusat dapat menerus-pinjamkan pinjaman luar negeri kepada
pemerintah daerah atau BUMN. (3) Tata cara penerusan pinjaman luar negeri
kepada pemerintah daerah atau BUMN diatur lebih lanjut oleh Menteri
Keuangan.
3) Tata cara penyaluran dan penatausahaan pinjaman dan hibah luar negeri diatur
oleh Menteri Keuangan
3. Para pejabat dan petugas pelaksanaan APBN
Pelaksanaan anggaran diawali dengan disahkannya dokumen pelaksanaan
anggaran oleh Menteri Keuangan. Dokumen anggaran yang telah disahkan oleh Menteri
Keuangan disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga, Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), Gubernur, Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Perbendaharaan,
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan terkait, Kuasa Bendahara
Umum Negara (KPPN) terkait, dan Kuasa Pengguna Anggaran. Dokumen tersebut
merupakan acuan dan dasar hukum pelaksanaan APBN yang dilakukan oleh
Ke,emterian/Lembaga dan Bendahara Umum Negara. Dokumen-dokumen penting dalam
pelaksanaan anggaran adalah Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan dokumen
lain yang dipersamakan dengan DIPA. Sedangkan dokumen pembayaran antara lain
terdiri dari Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Perintah Membayar (SPM), dan
Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Pasal 17 Undang-Undang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan yang tercantum dalam
dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan dan berwenang mengadakan
ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan. Lebih
lanjut, pedoman dalam rangka pelaksanaan anggaran diatur dalam Keputusan Presiden
Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004
Pengguna Anggaran (PA) adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan
anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku penyelenggara urusan tertentu dalam
pemerintahan bertindak sebagai PA atas Bagian Anggaran (BA) yang disediakan untuk
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi tugas dan kewenangannya tersebut.
Menteri Keuangan, selain sebagai PA atas BA untuk kementerian yang
dipimpinnya, juga bertindak selaku PA atas BA yang tidak dikelompokkan dalam
BA Kementerian Negara/Lembaga (KL) tertentu. Termasuk di dalamnya anggaran untuk
lembaga nonstruktural yang belum atau tidak dapat dimasukkan sebagai BA KL tertentu.
Menteri/Pimpinan Lembaga mengatur lebih lanjut pelaksanaan anggaran atas BA
yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan di bidang Keuangan Negara, yakni Undang-Undang di bidang keuangan negara
(Undang-Undang nomor 17 Tahun 2003) dan peraturan petunjuk pelaksanaannya.
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku PA bertanggung jawab secara formal dan
materiil kepada Presiden atas pelaksanaan kebijakan anggaran KL yang dikuasainya
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Tanggung jawab formal merupakan tanggung jawab atas pengelolaan keuangan
KL yang dipimpinnya. Yang dimaksud dengan “tanggung jawab atas pengelolaan
keuangan KL yang dipimpinnya” adalah tanggung jawab yang melekat pada
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku PA sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam
Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Tanggung jawab materiil merupakan tanggung jawab atas penggunaan anggaran
dan hasil yang dicapai atas beban anggaran negara.
Pelaksanaan tanggung jawab Menteri Keuangan selaku PA atas BA yang tidak
dikelompokkan dalam BA KL tertentu diatur sebagai berikut:
a. Dalam hal kegiatan yang dibiayai bukan merupakan tugas dan fungsi
Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan hanya bertanggung jawab secara
formal.
b. Dalam hal kegiatan yang dibiayai merupakan tugas dan fungsi Kementerian
Keuangan, Menteri Keuangan bertanggung jawab secara formal dan materiil
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku PA berwenang:
a. menunjuk kepala Satuan Kerja (satker) yang melaksanakan kegiatan KL sebagai Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA).
b. menetapkan Pejabat Perbendaharaan Negara lainnya
Materi IV : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
1. Pelaksanaan APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan negara yang dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pelaksanaan anggaran belanja negara didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai
berikut:
➢ hemat, tidak mewah, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang
disyaratkan
➢ efektif, terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program/kegiatan,
serta fungsi setiap departemen/lembaga/ pemerintah daerah;
➢ - mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri.
➢ Belanja atas beban anggaran belanja negara dilakukan berdasarkan atas hak
dan bukti-bukti yang sah untuk memperoleh pembayaran.
➢ Tata cara pengeluaran dan pembayaran dalam pelaksanaan anggaran belanja
negara diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Pelaksanaan Anggaran Pendaptan Negara dibagi menjadi dia jenis sebagai
berikut:
a. Pelaksanaaan penerimaan dalam negeri
➢ Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang
ditetapkan dalam APBN dan APBD. Menteri Keuangan bertindak
sebagai Bendahara Umum Negara (BUN). Menteri Keuangan selaku BUN
mengangkat Kuasa BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam
rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang telah
ditetapkan.Dalam rangka melaksanakan tugas kebendaharaan dimaksud,
Kuasa BUN memiliki tugas dan wewenang paling sedikit:
a. melaksanakan penerimaan dan pengeluaran Kas Negara dalam
rangka pengendalian pelaksanaan anggaran negara.
b. memerintahkan penagihan Piutang Negara kepada pihak ketiga
sebagai penerimaan anggaran.
c. melakukan pembayaran tagihan pihak ketiga sebagai pengeluaran
anggaran.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang
Kuasa BUN diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan
Tahapan dan faktor-faktor pelaksanaan belanja negara
a. Adanya UU APBN, Keppres Perincian Anggaran, DIK dan DIP Dengan UU
APBN, Keppres Perincian Anggaran, DIK dan DIP merupakan sarana
persetujuan tersedianya dana (uang) untuk pelaksanaan belanja negara
b. Adanya Pejabat Petugas yang Ditunjuk sebagai Bendaharawan dan Atasan
Langsung Bendaharawan. Setelah ada UU APBN, Keppres Perincian
Anggaran, DIK dan DIP harus ditetapkan ejabat/petugas sebagai atasan
langsung dari bendaharawan dan bendaharawan
2. Dasar-dasar Anggaran Pemerintah
Anggaran merupakan suatu alat perencanaan mengenai pengeluaran dan
penerimaan atau pendapatan dimasa yang akan datang, umumnya disusun untuk satu
tahun. Disamping itu anggaran merupakan alat kontrol atau pengawasan terhadap baik
pengeluaran maupun pendapatan dimasa yang akan datang
Fungsi Anggaran meliputi beberapa hal, yaitu :
a) Fungsi alokasi, yaitu fungsi pemerintah yang mengadakan alokasi
terhadap sumber dana untuk mengadakan barang kebutuhan perseorangan
dan sarana yang dibutuhkan untuk kepentingan umum. Semua itu
diarahkan agar terjadi keseimbangan antara uang yang beredar dan barang
serta jasa dalam masyarakat.
b) Fungsi distribusi, yaitu fungsi pemerintah untuk menyeimbangkan,
menyesuaikan pembagian pendapatan, dan menyejahterakan masyarakat.
c) Fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah untuk meningkatkan
kesempatan kerja serta stabilisasi harga barang-barang kebutuhan
masyarakat dan menjamin selalu meningkatnya pertumbuhan ekonomi
yang mantap
Adapun sistem anggaran yang diperoleh adalah :
➢ Sistem penganggaran tradisional (traditional budgeting system), yaitu sistem
penganggaran yang difokuskan pada pengembangan sistem pengawasan atas
pengeluaran dan penerimaan uang.
➢ Sistem penganggaran hasil karya (performance budgeting system), yaitu
sistem penganggaran yang menyajikan kebutuhan dana atau biaya dan
kegiatan (rutin) dan program (proyek) yang diusulkan dan berisi data
kuantitatif, yang dapat digunakan untuk mengukur hasil akhir pelaksanaan
program.
➢ Sistem penganggaran, perencanaan, dan pemrograman (planning,
programming, and budgeting system), yaitu sistem penganggaran yang
menekankan pada fungsi perencanaan, pembuatan program, dan
penganggaran dari suatu “organisasi” yang diikat dalam suatu sistem secara
menyeluruh.
➢ Sistem penganggaran dasar nol (zero base budgeting system), yaitu sistem
penganggaran yang di dalamnya setiap program pembangunan kegiatandiuji
secara keseluruhan pada setiap kali penyusunan anggaran baru, tanpa
memerhatikan yang telah berlaku sebelumnya.
Prinsip anggaran yang digunakan :
Menurut Bastian (2011:66), Prinsip penyusuan anggaran (APBD/APBA)
di Indonesia pada umumnya berlaku sama yaitu :
a) Prinsip anggaran yang berimbang dan dinamika. Penyusunan
APBA haruslah sesuai dan mencerminkan keseimbangan antara
penerimaan dan pengeluaran.
b) Prinsip disiplin anggaran,setiap Dinas/Lembaga hendaknya
menggunakan anggaran secara efektif, tepat guna, serta memiliki
efesiensi waktu dalam melaksanakannya.
c) Prinsip kemandirian, mengupayakan peningkatan sumber‒sumber
pendapatan sesuai dengan potensi dalam rangka mengurangi
ketergantungan kepada organisasi lain.
d) Prinsip prioritas, pelaksanaan anggaran hendaknya tetap mengacu
kepada prioritas utama pembangunan daerah.
e) Prinsip efesiensi dan efektivitas anggaran, menyediahkan
pembiayaan dan penghematan yang mengarah kepada skala
prioritas, efesiensi merupakan pembelanjaan anggaran secara
cermat yaitu dengan penggunaan anggaran secara minium untuk
pencapaian yang hasil optimum. Dan efektifitas merupakan
penggunaan anggaran yang tepat yaitu perbandingan antara hasil
yang diharapkan dengan hasil yang dicapai.
3. Kebijaksanaan Dasar APBN

a. Kebijakan Penerimaan Negara

Pengembangan perpajakan; peningkatan kesadaran masyarakat membayar


pajak; penyempurnaan sistem dan tata cara pelaksanaan pajak penghasilan;
peningkatan penerimaan pajak pertambahan nilai; peningkatan penerimaan pajak
bumi dan bangunan; peningkatan penerimaan bea masuk; peningkatan
penerimaan bea cukai; peningkatan penerimaan pajak ekspor

b. Kebijakan Pengeluaran Rutin Negara

Peningkatan efektivitas alokasi pengeluaran rutin; optimalisasi belanja


pegawai; pengendalian belanja barang; pembatasan pemberian subsidi;
peningkatan kemajuan dan pemerataan pembangunan daerah.

c. Kebijakan Pengeluaran Pembangunan

Pengembangan sumber daya manusia; pembangunan sarana dan prasarana


ekonomi; dukungan atas pembangunan daerah; pengentasan penduduk dari
kemiskinan; peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan; efisiensi
dan efektivitas pengeluaran pembangunan; pelestarian fungsi lingkungan hidup.

4. Unsur dan Fungsi Negara RI

a. Unsur Anggaran Negara

➢ Anggaran Pendapatan adalah suatu dokumen yang memuat perkiraan,


penerimaan, dan pengeluaran serta perincian berbagai kegiatan di bidang
pemerintahan negara yang berasal dari pemerintah untuk waktu satu tahun

➢ Anggaran Belanja Negara adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan


negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

b. Fungsi Anggaran Negara

➢ Fungsi Hukum

➢ Fungsi Materiil

➢ Fungsi Kebijaksanaan
MATERI V : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
1. Kegiatan Anggaran Negara
Dalam pengelolaan APBN dikenal siklus APBN dan hubungan keuangan APBN.
Siklus APBN sebagai wujud dari suatu dalam pengelolaan APBN maka keseluruhan
kegiatan pengelolaan APBN akan meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
pertanggungjawaban. Rangkaian dari pengelolaan APBN ini selanjutnya bisa disebut
sebagai siklus APBN. Jadi, satu siklus APBN akan terdiri dari:
a) Pembicaraan Pendahuluan (termasuk penyusunan rencana kerja).
b) Pembahasan dan penetapan RAPBN.
c) Pembahasan Laporan Semester I dan Prognosis enam bulan berikutnya.
d) Pembahasan RUU tentang Perubahan APBN tahun berjalan.
e) Pembahasan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN.
Dalam rangkaian pengelolaan APBN, dimana APBN ditetapkan dalam bentuk
undang- undang, maka dihasilkan tiga jenis undang-undang, yaitu UU APBN, UU APBN
Perubahan dan UU Perhitungan Anggaran Negara. Ketiga UU tersebut merupakan satu
keterkaitan. Misalnya untuk APBN 2002 maka APBN-nya ditetapkan dalam UU No.19
Tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2002.
Kemudian perubahan terhadap APBN 2002 ditetapkan dalam UU No.21 Tahun 2002
tentang Perubahan Atas UU No.19 Tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2002. Dan Perhitungannya ditetapkan dalam UU No.2
Tahun 2004 tentang Perhitungan Anggaran 2002.
2. Bentuk dan Komposisi Pokok APBN
Setiap pemerintahan di suatu negara akan senantiasa melakukan tugas-tugas
eksekutifnya yang telah ditentukan di dalam undang-undang. Keseluruhan tugas eksekutif
tersebut menciptakan biaya (belanja) dan pendapatan yang nantinya akan dicatat ke
dalam laporan keuangan pemerintah yang disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN).
a. Komposisi Dasar Keuangan Pemerintah
Aktivitas keuangan setiap institusi ekonomi terbagi menjadi dua bagian, yaitu
pendapatan dan pengeluaran. Pada prinsipnya, besarnya pengeluaran akan
menyesuaikan dengan besarnya perolehan pendapatan. Namun, seiring dengan
dinamika kebutuhan dan orientasi dalam mencapai tujuan, besarnya pengeluaran
seringkali tidak tergantung dari besarnya pendapatan
Ada 3 pos anggaran utama dalam APBN, yaitu pos belanja atau
pengeluaran (expenditure), pos pendapatan (revenue), dan pos pembiayaan
(financing). Fungsi pendapatan negara digunakan untuk mendanai sejumlah
pengeluaran negara. Ada dua kondisi dari kecukupan pendapatan dan besarnya
pengeluaran negara, yaitu kondisi anggaran surplus dan kondisi anggaran defisit.
Jika pos pengeluaran lebih besar daripada pendapatan, maka anggaran pemerintah
berada dalam kondisi defisit. Sebaliknya, jika besarnya pendapatan negara
mampu melampaui besarnya pengeluaran, maka kondisi anggaran negara
dikatakan surplus. Fungsi pos pembiayaan digunakan apabila anggaran negara
berada dalam kondisi defisit. Mekanisme anggaran seperti yang diuraikan di atas
merupakan dasar dari penganggaran di dalam APBN
✓ Pos Pendapatan Pemerintah (APBN)
Pemerintah melakukan aktivitas yang menurut undang-undang bertujuan
untuk menghimpun sumber-sumber pendapatan. Ada dua bentuk sumber
pendapatan dalam APBN, yaitu penerimaan dalam negeri (domestic
revenue) dan hibah.
✓ Pos Pengeluaran Pemerintah (APBN)
Disebut juga pos belanja merupakan pos dalam APBN yang
merepresentasikan aktivitas pemerintah yang menciptakan biaya. Misalnya
menggaji para pejabat publik, menggaji PNS, mendanai operasional
kegiatan pemerintahan, dan lain sebagainya. Komposisi dalam pos
anggaran belanja untuk daerah merupakan implementasi dari hasil
penerapan model anggaran I-Account. Implementasi tersebut sekaligus
untuk mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal melalui Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat
Daerah
✓ Pos Pembiayaan APBN
Pos di dalam APBN lainnya yang akan digunakan sebagai sumber
pembiayaan APBN disebut pos pembiayaan (financing). Pada pos inilah
nantinya akan diketahui cara pembiayaan atas kondisi defisit ataupun
surplus dari APBN. Tentunya pos-pos di dalam pembiayaan APBN sudah
ditentukan berdasarkan ketentuan undang-undang. Ada dua bentuk sumber
pembiayaan dalam APBN, yaitu pembiayaan yang berasal dari luar negeri
dan pembiayaan yang berasal dari luar negeri. Pos pembiayaan di dalam
APBN merupakan lalu lintas pembayaran yang melengkapi aktivitas
pendapatan dan belanja negara. Pada pos pembiayaan dicatat arus masuk
dan keluar dari kas pemerintah. Untuk arus keluar (pembayaran) seperti
pembayaran cicilan pokok utang/obligasi dalam negeri dan pembayaran
cicilan pokok utang luar negeri (amortisasi).
3. Sifat Hukum Angaran Negara
Anggaran negara dikaji kedalam ilmu hukum di bidang perundang-undangan,
ternyata memiliki sifat hukum yang berbeda dengan UU lainnya.
Sifat hukum anggaran negara yang membedakan dengan uu lainnya adalah
sebagai berikut :
a) Proses Pembentukannya
Berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat 2 UUD 1945, presiden memperoleh
kewenangan berdasarkan atribusi untuk mengajukan rancangan UU tentang
anggaran pendapatan dan belanja negara

b) Keberlakuannya
Tatkala Rancangan UU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
memperoleh persetujuan dari DPR, berarti berubah bentuk menjadi UU tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
c) Kemampuan Mengikatnya
UU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara hanya mengikat
pemerintah dan aparat bagian-bagiannya sebagai penerima yang diberi karena itu,
UU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tidak dapat dijadikan dasar
gugatan/ keberatan, karena dalam dirinya tidak mempunyai kekuatan hukum
d) Perubahan Anggaran Negara
Dapat di lakukan pada pertengahan tahun anggaran yang sedang berjalan,
apa bila terjadi :
✓ Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi
✓ Perubahan kebijakan pokok –pokok fiskal
✓ Keadaan yang menyebabkan dilakukan pergeseran anggaran (antar
unit organisasi, antar kegiatan, dsb
✓ Keadaan saldo lebih anggaran sebelumnya, harus digunakan untuk
pembiyaan anggaran berjalan.
e) Pergeseran Anggaran Negara
✓ Pergeseran anggaran negara adalah tindakan untuk menyesuaikan
anggaran negara dalam pelaksanaanya dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, seperti gelombang tsunami di aceh, gempa
bumi di Jawa Tengah, dan banjir bandang di Kabupaten Sinjai
Sulawesi Selatan
✓ Pergeseran anggaran negara boleh dilakukan dengan undang-
undang maupun peraturan perundang-undangan di bawah undang-
undang. Pergeseran anggaran negara yang dilakukan dengan
undang-undang, berarti melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat
karena dibutuhkan persetujuannya untuk melaksanakannya

4. Perubahan dan Pergeseran AnggaranNegara


Perubahan Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat selanjutnya disebut
Revisi Rincian ABPP adalah perubahan/pergeseran rincian anggaran rnenurut alokasi
Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SAPSK) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Presiden Nomor 105 Tahun 2007 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Tahun Anggaran 2008.
Peraturan Menteri Keuangan Nomro 46 /PMK.02/2008 Tentang Tata Cara
Perubahan Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Dan Perubahan Daftar Isian
P=Laksanaan Anggaran Tahun 2000 yang berbunyi :
Pasal 2
1) Pergeseran anggaran belanja:
➢ Antaru nit organisasi dalanr satu bagian anggaran
➢ antarkegiatan dalam satu program sepanjang pergeseran tersebut
merupakan hasil optimalisasi: dan/atau
➢ antarjenis belanja dalam satu kegiatan
2) Penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari pNBp di atas pagu
APBN untuk perguruan tinggi non Badan Hukum Mirik Negara (FT non
BHMN
3) Perubahan anggaran sepanjang masih daram satu provinsi/kabupaten/kota
untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka tugas pembantuan, atau
dalam satu provinsi uniuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka
dekonsentrasi
4) Perubahan anggaran antar provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan
operasiorr'al yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat
maupun oleh insiansi vertikalnya di daera
Pasal 3
1) Pergeseran anggaran belanja antarkegiatan dalam satu program dari hasil
optimalisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal z angka t huruf b merupakan
hasil lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan dan/atau
penandatanganan kontrak dari suatu kegiatan yang target sasarannya telah
dicap
2) Hasil optimalisasiebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk
meningkatkan sasaran atau untuk kegiatan lainnya dalam program yang sama
5. Kedudukan APBN
Anggaran negara (APBN) kedudukannya setara dengan undang-undang dan
menjadi landasan operasional kebijakan pemerintah. Kedudukan APBN sebagai undang-
undang harus tunduk pada amanat konstitusi, yaitu UUD 1945 dan dijalankan melalui
UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UUKN). Menurut UUKN pasal 7 ayat
1, kekuasaan Menteri Keuangan atas pengelolaan keuangan negara harus ditujukan untuk
mencapai tujuan bernegara.
MATERI VI : PENYUSUNAN RANCANGAN DAN PENGESAHAN APBN

1. Dasar Penyusunan dan Cara membuat APBN


Penyusunan Rancangan Undang-Undang APBN mencerminkan penyelenggaraan
pembangunan ekonomi yang diharapkan dalam tahun anggaran tertentu yang tidak dapat
dilepaskan dari perkembangan pelaksanaan APBN dan ekonomi pada umumnya pada
tahun sebelumnya
Penyusunan dan pelaksanaan anggaran tahunan merupakan rangkaian proses
anggaran sebagai rincian pengeluaran yang ada dalam setahun. Menurut mahsun proses
penyusunan anggaran terdiri dari :
a. Tahap persiapan Anggaran (Budget Preparation).
Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar
taksiran pendapatan yang tersedia dengan melakukan taksiran pendapatan secara
lebih akurat,dan harus disadari adanya masalah yang cukup berbahaya jika
anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersamaan dengan pembuatan
keputusan tentang anggaran pengeluaran.
b. Tahap Ratifikasi Anggaran (Budget Ratification).
Tahap ratifikasi merupakan tahap pengesahan anggaran,yang melihatkan
proses politik yang cukup rumit dan berat. Pimpinan dituntut harus memiliki
kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional atas
pertanyaan dan bantahan dari pihak legislatif.
c. Tahap Impelementasi Pelaksanaan Anggaran (Budget Implementing).
Dalam tahap ini manajer keuangan publik harus memperhatikan informasi
akuntansi dalam sistem pengendalian manajemen,dan kemungkinan pada tahap
ini terjadinya perubahan anggaran pada periode anggaran.
d. Tahap Pelaporan dari Evaluasi Anggaran (Budget Reporitng and Evaluation).
Dalam tahap ini diharapkan tidak akan menemukan banyak
masalah,karena sebelumnya telah dilakukan penilaian dari aspek akuntabilitas dan
Impelementasi dengan informasi akuntansi dalam sistem pengendalian yang baik.
Maka diharapkan tahap Budget Reporting and Evaluation tidak akan menemukan
banyak masalah. Dalam satu tahun anggaran,penilaian terhadap kewajaran beban
kerja usulan program,atau kegiatan ini dikaitkan dengan kebijakan program
komponen dan tingkat pelayanan yang akan dicapai. Jangka waktu
pelaksanaannya serta kapasitas satuan kerja untuk melaksanakannya sesuai
dengan peraturan yang ada.
Teknik penyusunan anggaran terdiri dari :
a. Dari Atas ke Bawah (Top Down)
Pemerintah menetapkan jumlah tertinggi anggaran (plaf ond anggaran).
Selanjutnya, plafond dibagikan pada setiap departemen, kemudian tiap-tiap
departemen/lembaga membagikan kepada setiap eselon/unit bawahannya.
b. Dari Bawah ke Atas (Bottom Up)
Tiap-tiap satuan unit yang paling kecil dari departemen diminta mengajukan
sumbangan angka anggaran. Dari unit terkecil mengajukan ke unit atasannya,
diteruskan sampai tingkat atas (departemen/lembaga), yang akhirnya sampai kepada
menteri keuangan untuk disusun menjadi rancangan APBN.
c. Campuran (Mixing)
Campuran dari cara kesatu dan kedua, yaitu selain menteri keuangan/Bappenas
telah memiliki angka perkiraan plafond anggaran, tetapi masih meminta sumbangan
angka anggaran (DUK dan DUP) dari tiap-tiap departemen/lembaga beserta jajaran di
bawahnya.
2. Kegiatan Pokok Penyusunan Rancangan APBN
a. Permintaan Sumbangan Anggaran Oleh Mentri Keuangan Kepada Semua
Menteri/Ketua Lembaga
Mentri keuangan mengeluarkan surat edaran mentri keuangan untuk ditujukan
kepada para pimpinan Departemen dan Ketua Lembaga Negara yang berisi permintaan
untuk memasukan rancangan anggaran departemen atau lembaga negara yang
bersangkutan.
b. Pengisian DUK (untuk anggaran rutin) dan DUP (untuk anggaran pembangunan) dan
penyampaiannya kepada departemen keuangan/Bappenas.
Berdasarkan surat edaran mentri keuangan ini, pimpinan masing-masing
departemen dan ketua lembaga Negara sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh
mentri keuangan dan ketua bappenas tentang penyusunan DUK dan DUP, selanjutnya
akan menyusun :
➢ Anggaran rutin dengan mengisi daftar usaha kegiatan (DUK)
➢ Anggaran pembangunan dengan mengisi daftar usulan proyek (DUP)
➢ DUK dan DUP dari masing-masing departemen/lembaga tersebut merupakan
sumbangan anggaran yang akan disusun menjadi Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Dalam penyusunan sumbangan
anggaran di masing-masing departemen/lembaga koordinasinya berada dibawah
biro keuangan masing-masing departemen/lembaga yang bersangkutan. Hasil
penyusunan DUK dan DUP ini selanjutnya diserahkan kepada departemen
keuangan dan bappenas.
c. Penelitian dan Pembahasan DUK/DUP
Dalam penelitian dan pembahasan DUK/DUP ini akan melibatkan beberapa unsur
diantaranya adalah sebagai berikut :
➢ Departemen Keuangan dan Departemen/lembaga yang bersangkutan untuk
penelitian dan pembahasan mengenai anggaran rutin.
➢ Departemen keuangan, bappenas dan departemen/lembaga yang bersangkutan
untuk penelitian dan pembahasan mengenai anggaran pembangunan.
d. Penyusunan RAPBN dan satuan-satuan anggaran beserta Nota Keuangan
Setelah diteliti dan dibahas oleh mentri keuangan dan ketuan bappenas, kemudian
DUP dan DUK tersebut oleh mentri keuangan dan ketua bappenas akan diserahkan
kembali kepada masing-masing departemen/lembaga negara yang mengajukan. Oleh
masing-masing depertemen dan lembaga negara, DUP dan DUK tersebut akan dioleh
kembali dan akan dipakai sebagai dasar untuk pengajuan DIK (Daftar Isian Kegiatan)
dan DIP (Daftar Isian Pembangunan). Selanjutnya, DIK dan DIP tersebut oleh
Departemen Keuangan dan Bappenas akan dioleh untuk disusun menjadi RAPBN.
Selanjutnya RAPBN tersebut akan diserahkan oleh Mentri Keuangan dan Katua
Bappenas kepada presiden sebagai bahan untuk diajukan kepada DPR.
3. Rancangan UU APBN
A. Penerimaan (Pendapatan)
a. Penerimaan dalam negeri/rutin
Penerimaan minyak bumi dan gas bumi adalah penerimaan dari Pajak Penghasilan
(dahulu disebut Pajak Perseroan) ( PPs. Minyak) atas penjualan minyak mentah
(crude oil) dan penjualan gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG).
b. Penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam yang berasal dari penerimaan pajak, di
antaranya berasal dari:
➢ Pajak Penghasilan;
➢ Pajak Pertambahan Nilai Barang/Jasa\
➢ Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); .
➢ Bea Materai;
➢ Bea Masuk dan Cukai.
c. Penerimaan bukan pajak (non tax) adalah penerimaan yang berasal dari
departemen/lembaga yang bukan pajak, di antaranya:
➢ penerimaan rutin luar negeri;
➢ penerimaan pendidikan;
➢ penerimaan jasa;
B. Penerimaan Pembangunan
Penerimaan pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari
bantuan luar negeri, terdiri atas bantuan program dan bantuan
proyek. Umumnya bantuan luar negeri tersebut berasal dari
komitmen (kesepakatan) negara-negara donor yang bergabung
dalam Bank Pembangunan di Asia (Asian Development Bank=ADB), Bank
Dunia (World Bank), dan Pemerintah Jepang.
C. Pengeluaran (Belanja)
➢ Pengeluaran Rutin
Pengeluaran rutin adalah pengeluaran/belanja pemerintah untuk
menunjang tugas-tugas rutin yang bersifat habis pakai (konsumtif) dan
noninvestasi.
➢ Belanja/Pengeluaran Pembangunan
Belanja pembangunan adalah pengeluaran pemerintah yang non
konsumtif, yang berbentuk investasi (proyek-proyek), baik berbentuk
proyek fisik maupun nonfisik.
4. Instansi Terkait dalam Penyusunan RAPBN
APBN memiliki 31 bagian anggaran, yang terdiri atas 21 bagian anggaran untuk
departemen yang sekarang disebut dengan kementerian, 9 bagian untuk lembaga dan 1
bagian anggaran khusus. Semua bagian tersebut yaitu:
➢ Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;
➢ Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;
➢ Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia;
➢ Badan Pemeriksa Keuangan;
➢ Mahkamah Agung Republik Indonesia;
➢ Kejaksaan Agung Republik Indonesia;
➢ Kepresidenan;
➢ Sekretariat Negara termasuk Menteri-menteri Negara;
➢ Lembaga Pemerintah Non Departemen;
➢ Departemen Dalam Negeri;
➢ Departemen Luar Negeri;
5. Pengesahan Rancangan UU APBN
Tahap akhir penyusunan RAPBN adalah penyampaian presiden/pemerintah kepada
Dewan Perwakilan Rakyat mengenai hal-hal berikut:
a. Satuan Anggaran
Satuan Anggaran dikenal pula dengan nama Naskah Anggaran, yang terdiri atas:
I. Satuan I, berupa Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara ( RUU APBN)
II. Satuan II, berupa ulangan ringkas Ulangan ringkas dibagi atas belanja rutin
dan belanja pembangunan. Belanja rutin digolongkan ke dalam lima golongan
III. Satuan III, berupa Perincian Anggaran sampai dengan Mata Anggaran, yang
ditetapkan oleh Keppres Perincian Anggaran Rutin dan Keppres Perincian
Anggaran Pembangunan, dilakukan setelah RUU APBN diundangkan.
b. Nota Keuangan
Nota keuangan adalah buku yang berisi informasi mengenai data ekonomi
keuangan; kebijaksanaan pemerintah di bidang keuangan negara pada tahun anggaran
lampau, tahun sekarang, dan yang akan datang.
MATERI VII : PENERIMAAN KEUANGAN NEGARA
1. Sumber-sumber Penerimaan Negara
Sumber pendapatan negara merupakan dana yang diterima negara untuk
melakukan pembiayaan pembangunan nasional. Dalam Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pendapatan negara adalah semua penerimaan
yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak serta
penerimaan hibah dari dalam dan luar negeri
Jenis sumber pendapatan negara terbagi menjadi tiga sebagai berikut :
a. Pendapatan negara non-pajak
Sumber pendapatan negara non pajak terdiri dari keuntungan Badang
Usaha Milik Negara (BUMN), pengelolaan sumber daya alam, pinjaman,
barang sitaan, percetakan uang atau sumbangan.
b. Hibah
Hibah merupakan pemberian yang diberikan kepada pemerintah tetapi
bukan bersifat pinjaman. Hibah bersifat sukarela dan diberikan tanpa ada
kontrak khusus. Dana bantuan yang didapat biasanya diperuntukkan bagi
pembiayaan pembangunan.
2. Perpajakan di Indonesia
Pajak adalah kontribusi wajib yang diberikan wajib pajak kepada negara. Saat
membayarkan pajak, negara tidak memberikan imbalan langsung. Pajak pun bersifat
memaksa dan hasil pungutannya tersebut harus digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Perpajakan di Indonesia diatur melalui pasal 23A
UUD 1945 dan peraturan lainnya seperti UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan
Perpajakan merupakan sumber utama pendapatan pemerintah untuk membayar
barang dan jasa yang dihasilkannya. Tujuan utaman dari beberapa prinsip umum
perpajakan dan mengevaluasinya adalah untuk memahami dampak dari sumber berbagai
pajak yang digunakan untuk membiayai pemerintah. Untuk sepenuhnya memahami
dampak dari pajak atas ekonomi, sistem pajak harus dianalisis secara keseluruhan karena
efek dari satu jenis pajak akan tergantung pada bagaimana pajak yang berinteraksi
dengan ketentuan jenis pajak lainnya.
Pajak merupakan modal dasar pembangunan. Hal ini telah dilakukan pada
RAPBN 2001. Lebih dari dua pertiga modal dasar pembangunan adalah berasal dari
pajak. Mekanisme bekerjanya sistem pajak seperti ini dapat dijelaskan seperti berikut.
Pada saat pemerintah melakukan belanja barang dan jasa terjadi aliran pendapatan dari
pemerintah ke dalam masyarakat. Termasuk juga dalam hal ini beberapa multiplier effect
dalam bentuk, misalnya employment creation dan peningkatan output. Kenaikan
pendapatan masyarakat ini akan merangsang peningkatan permintaan dan dalam kondisi
penawaran yang relatif terbatas akan terjadi kecenderungan kenaikan harga (untuk
selanjutnya mengarah pada inflasi). Dalam situasi seperti ini sebagian dari pendapatan
masyarakat yang meningkat itu diambil oleh pemerintah melalui pajak untuk membiayai
defisit anggaran berikutnya. Hal inilah yang dikatakan sebagai forced saving, yang
selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk pembentukan modal.
Di Indonesia, pajak dikategorikan berdasarkan tiga hal. Pertama, berdasarkan
golongannya/cara pemungutannya (pajak langsung dan pajak tidak langsung). Kedua,
berdasarkan sifatnya (pajak subjektif dan pajak objektif). Ketiga, berdasarkan lembaga
pemungutannya (pajak pusat dan pajak daerah.
Sejak tahun 1983, pemerintah Indonesia telah mengubah sistem pemungutan
pajak yang semula menggunakan official assessment (dipakai saat era kolonial Belanda)
menjadi self assessment.Perbedaan dari kedua sistem itu salah satu inti perbedaan dari
dua sistem pemungutan pajak ini adalah wewenang menetapkan besaran pajak terutang.
Jika pada official assessment, wewenang penetapan besaran pajak ada pada pemerintah,
sedangkan pada self assessment wewenang tersebut ada pada wajib paja.
Dasar hukum yang mengatur perpajakan di Indonesia.
➢ Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diatur
dalam UU No. 6/1983 dan diperbarui oleh UU No. 16/2000.
➢ Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) yang diatur dalam UU No.
7/1983 dan diperbarui oleh UU No. 17/2000.
➢ Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan yang diatur
oleh UU No. 8/1983 dan diganti menjadi UU No. 18/2000.
➢ Undang-undang penagihan pajak dan surat paksa yang diatur dalam UU
No. 19/1997 dan diganti menjadi UU No. 19/2000.
➢ Undang-Undang Pengadilan Pajak yang diatur dalam UU N0. 14/2002
3. Kesejahteraan yang hilang karena Pajak
Pajak merupakan pungutan yang dipaksakan oleh pemerintah untuk tujuan-tujuan
tertentu. Misalnya untuk membiayai penyediaan barang dan jasa publik, untuk mengatur
perekonomian dan juga untuk mengatur konsumsi masyarakat. Karena sifatnya yang
dipaksakan tersebut maka pajak akan mempengaruhi perilaku ekonomi masyarakat atau
seseorang.
Apabila suatu barang dikenakan pajak maka harga yang dibayar konsumen lebih
tinggi daripada harga yang diterima oleh produsen atau penjual, karena sebagian harga
dibayarkan kepada pemerintah. Dalam beberapa hal kadang-kadang suatu pajak akan
menimbulkan beban yang lebih berat dibandingkan nilai yang dipungut. Kelebihan
beban yang ditimbulkan oleh pajak itulah yang disebut kesejahteraan yang hilang
karena pajak (welfare cost of taxation). Penting sekali membedakan secara jelas antara
biaya tak langsung (the welfare cost taxation) dan biaya langsung (direct cost of
taxation) dalam hubungannya dengan penarikan sumbersumber produktif dari sektor
swasta.

4. Pergeseran Beban Pajak


Sistem perpajakan ialah bahwa seringkali terjadi suatu jumlah pajak
dibayar oleh seorang wajib pajak dan ternyata yang menderita/memikul beban pajaknya
bukan seorang wajib pajak tersebut. Dengan kata lain wajib pajak tidak sama dengan
seorang pemikul beban pajak. Jadi wajib pajak dapat menggeserkan sebagian atau
seluruh beban pajak itu kepada orang lain.
Jadi masalah distribusi beban pajak (incidence of taxation) adalah masalah
mengenai siapa sebenarnya yang memikul beban pajak yang terakhir setelah terjadi
penggeseran
Dalam pengertian ekonomis masalah dapat tidaknya beban pajak itu
digeserkan membawa konsekuensi mengenai macam sifat pajak. Pajak yang bebannya
dapat digeserkan disebut dengan pajak tidak langsung, sedangkan pajak yang bebannya
tidak dapat digeserkan disebut pajak langsung.
Pajak-pajak yang bebannya dapat digeserkan biasanya adalah pajak
penjualan, termasuk cukai. Cukai tembakau misalnya dikumpulkan oleh produsen rook,
tetapi yang menderita beban pembayaran cukai itu adalah konsumen rokok. Adapun
cara menggeserkan beban pajak tersebut ialah dengan menaikkan dengan harga dari
rokok tersebut. Disini dikatakan bahwa ada penggeseran beban pajak ke depan (forward
shifting). Seandainya produsen rokok itu tidak berhasil menaikkan harga rokoknya
setelah dikenakan cukai tembakau, maka ia akan berusaha menggeser beban pajak itu ke
belakang yaitu dengan menekan harga pembelian inputnya (dalam hal ini tembakau)
dari penjual tembakau (petani misalnya). Jadi penggeseran ke belakang (backward
shifting) merupakan lawan dari forward shifting.
Jelasnya perbuatan penggeseran beban pajak adalah perbuatan
penghindaran diri dari pembayaran beban pajak yang sifatnya lunak, artinya tidak ada
sanksi hukumnya dan banyak orang tidak mempersoalkannya. Oleh karenya perbuatan
penggeseran beban pajak itu tidak dapat kita katakana melanggar hukum.
Sebenarnya penggeseran beban pajak dapat diperinci dalam empat tahap,
yaitu:
a. Tahap kesatu,
Beban pajak terletak pada orang (wajib pajak) yang mengadakan
perhitungan pembayaran dengan negara. Ini berhubungan langsung
dengan pengenaan pajak itu sendiri bagi orang yang membayar pajak di
kantor pajak dan disebut dengan “impact of taxation”.

b. Tahap kedua berupa penggeseran beban pajak, ini merupakan proses antara
Yaitu pemindahan beban pajak dari pembayar pajak kepada pemikul
beban pajak. Tahap ini disebut dengan “the shifting of taxation”.

c. Tahap ketiga,
Timbulnya beban moneter yang terakhir setelah terjadi penggeseran
dan beban pajak tidak akan digeserkan lagi. Ini disebut dengan “incidence
of taxation”.
d. Tahap keempat,
Yaitu adanya konsekuensi-konsekuensi ekonomis dengan adanya
“incidence of taxation” yang disebut dengan “effect of taxation”. Misalnya
ada kesenjangan yang semakin lebar dalam distribusi pendapatan dalam
arti riil setelah pajak tersebut dikenakan.

Kemudian kita ingin mengetahui bagaimanakah terjadinya penggeseran


beban pajak itu dan berapakah beban pajak yang dapat digeserkan oleh wajib
pajak dan berapa pula yang harus ditanggungnya sendiri. Sehingga kita di sini
berhubungan dengan masalah “shifting of taxation” (penggeseran beban pajak).

Anda mungkin juga menyukai