130805062
130805062
SKRIPSI
YULIA PUTRI
130805062
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
SKRIPSI
YULIA PUTRI
130805062
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Yulia Putri
130805062
Disetujui di
Medan, Agustus 2018
Komisi Pembimbing
Pembimbing 2 Pembimbing 1
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL DAN KADAR KREATININ
MENCIT JANTAN (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN
KOMBINASI EKTSTRAK METHANOL BIJI PARE (Momordica
charantia L.) DAN DEPO MEDROKSI PROGESTERON ASETAT
(DMPA)
ABSTRAK
Kombinasi ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia L.) dan Depo
Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) terbukti mampu mengurangi jumlah sperma
pada tikus jantan secara signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran histologi ginjal dan kadar kreatinin mencit jantan (Mus musculus L.) setelah
pemberian ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia L.) dan Depo Medroksi
Progesteron Asetat (DMPA). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) yang terdiri atas lima perlakuan dengan masing-masing lima ulangan.
Perlakuan tersebut terdiri dari 0 minggu, 4 minggu, 8 minggu, 12 minggu dan 16
minggu dengan dosis DMPA 0,125 mg/25 g BB dan dosis ekstrak metanol biji pare
(Momordica charantia L.) 0,5 mg/10 g BB. Perlakuan 0, 4 dan 8 minggu mencit (Mus
musculus L.) diinjeksi DMPA dan diberi ekstrak metanol biji pare (Momordica
charantia L.) secara oral terus-menerus, sedangkan yang 12 minggu mencit diberi
perlakuan tersebut selama 8 minggu, kemudian dipulihkan selama 4 minggu, dan
perlakuan 16 minggu, mencit diberi perlakuan selama 8 minggu, kemudian dipulihkan
selama 8 minggu. Darah dan organ ginjal mencit diambil setelah perlakuan dengan
pembedahan. Organ ginjal dibuat menjadi preparat awetan dengan metode parafin dan
pewarnaan Hematoksilin Erlich-Eosin (HE), sedangkan darah diperiksa kadar
kreatininnya dengan metode Jaffe. Hasil pengamatan histologis ginjal (luas permukaan
glomerulus, panjang diameter tubulusproksimal dan persentase kerusakan ruang
bowman) dan kadar kreatinin menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan (p>0,05) antara kelompok kontrol dengan kelompok mencit jantan yang
diberikan ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia L.) dan Depo Medroksi
Progesteron Asetat (DMPA) .
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DESCRIPTION OF KIDNEY HISTOLOGY AND CREATININ LEVEL OF
MALE MICE (Mus musculus L.) AFTER GIVING COMBINATION OF
METHANOL ECTSTRACT OF BITTER MELON SEEDS (Momordica charantia
L.) AND DEPO MEDROXY PROGESTERONE ACETATE (DMPA)
ABTRACT
iii
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
penelitian ini yang berjudul “Gambaran Histologi Ginjal dan Kadar Kreatinin
Mencit Jantan (Mus musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Metanol Biji Pare
(Momordica charantia L.) dan Depot Medroksi Progesteron Asetat (DMPA)”.
Pada kesempatan ini, dalam menyusun skripsi penulis mengucapkan banyak
terima kasih, teristimewa kepada Orang Tua Penulis yang penulis hormati dan sayangi
Zubir dan Yusnilawati yang telah bersusah payah membesarkan dan mendidik dengan
cinta dan kasih sayang yang tulus, memberikan semangat dan motivasi kepada penulis,
kesabaran dalam mendampingi.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof.
Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed selaku Dosen Pembimbing I, Ibu Dr. Masitta
Tanjung, M.Si selaku Dosen Pembimbing II, Bapak Dr. Salomo Hutahaean, M.Si
selaku Dosen Penguji I, Ibu Dr. Elimasni, M.Si selaku Dosen Penguji II atas segala
bantuan, bimbingan, arahan, perhatian, motivasi, waktu dan semangat selama
penyusunan skripsi demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr, Saleha Hannum M.Si
selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU dan Bapak Riyanto Sinaga M.Si selaku
Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Dr. Masitta Tanjung, M.Si selaku Dosen Penasehat Akademik yang selalu
memberikan masukan, motivasi dan arahan. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada
Staff Departemen Biologi Bapak Endra Raswin dan Ibu Roslina Ginting dan Kepada Staff
Laboratorium Biologi Ibu Siti Khadijah atas kerja samanya.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak hentinya kepada teman–teman
seperjuangan stambuk 2013, khususnya Chairani, Anita, S. S, Agnes Simanjuntak, Sri
Hermaya, Kakak stambuk 2012, khususnya Darni Prista, Donna Friska, Risda
Panjaitan, Dwi Febrina, dan Siti Maysarah, teman-teman dari UKM Fotografi USU,
Adi Gunawan, dan Agustina Suryani, atas segala bantuan, perhatian, dukungan,
motivasi, dan kebersamaan.
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penulis ucapkan semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya. Dengan segala
kerendahan hati, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, untuk itu mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Sebelum dan sesudahnya penulis
mengucapkan terima kasih. Demikianlah hasil penelitian ini disampaikan semoga
dapat bermanfaat bagi perkembangan dan ilmu pengetahuan. Amin Ya Robbal ‘
Alamin.
Yulia Putri
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
PENGESAHAN i
ABSTRAK ii
ABSTRACK ii
PENGHARGAAN iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
DAFTAR SINGKATAN xi
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Hipotesis 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.4 Kadar Kreatinin 17
4.5 Histologi Ginjal 18
4.5.1 Luas Permukaan Glomerulus Ginjal 19
4.5.2 Panjang Diameter Tubulus Proksimal 20
4.5.3 Persentase Kerusakan Ruang Bowman 21
DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN 27
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN
x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR SINGKATAN
BB = Berat Badan
C = Celcius
DMPA = Depo Medroksi Progesteron Asetat
DL = Desi Liter
FSH = Follicle Stimulating Hormone
G = Gram
GFR = Glomerular Filtration Rate
HE = Haematoksilin Eosin
HDL = High Density Lipoprotein
ITIS = Interagency Taxonomic Information System
KB = Keluarga Berencana
KG = Kilo Gram
LDL = Low Density Lipoprotein
LFG = Laju Filtrasi Glomerulus
LH = Luteinizing Hormone
MG = Mili Gram
ML = Mili Liter
NTA = Nekrosis Tubular Akut
RAL = Rancangan Acak Lengkap
xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
BAB 1
PENDAHULUAN
dibentuk oleh tubuh dari pemecahan senyawa kreatin dan fosfokreatin dengan jumlah
kreatinin sekitar 2% dari total keratin (Sabarudin et al., 2012).
1.2. Permasalahan
Kombinasi ekstrak metenol biji pare (Momordica charantia L.) dan Depo
Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) efektif dalam menghambat pembentukan
sperma jantan (Ilyas, 2014). Salah satu syarat kombinasi ekstrak metenol biji pare
(Momordica charantia L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) dapat
dijadikan antifertilitas jantan adalah tidak menyebabkan kerusakan pada organ lain,
oleh karena itu perlu diketahui apakah kombinasi ekstrak metenol biji pare
(Momordica charantia L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) aman
untuk dikonsumsi dengan melihat dampaknya pada struktur dan fungsi ginjal.
1.4. Hipotesis
Pengaruh pemberian ekstrak biji pare (Momordica caranthia L.) dan
DepoMedroksi Progesteron Asetat (DMPA) tidak merusak struktur histologi ginjal dan
kadar kreatinin mencit.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
C, serta minyak lemak. Penapisan fitokimia buah pare yang dilakukan menunjukkan
adanya senyawa tanin (1,2,3,4-butanatetrol), saponin (b-D-glukopiranosa) dan
steroid/triterpenoid dengan inti kukurbitan. Kandungan kimia ekstrak buah pare juga
terdiri dari alkaloids, glycosides, aglycone, tanin, sterol, phenol dan protein (Dewi.
2008). Pare juga mengandung zat nutrisi seperti yang tercantum pada Tabel 2.1.
Rasa pahit buah pare (M. charantia) disebabkan oleh kandungan kukurbitasin
(momordikosida), yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan sel yang
juga dimiliki oleh steroid. Steroid dapat berperan sebagai penghambat spermatogenesis
dan bersifat reversibel. Spermatozoa adalah sel haploid, yang berasal dari
perkembangan dan diferensiasi sel-sel induk germinal di dalam testis. Dengan dasar
ini maka, bila ekstrak buah pare diberikan pada mamalia jantan dapat menghambat
spermatogenesis (Hernawati, 2011).
Tabel 2.1 Kandungan Gizi Buah Pare Setiap 100 g yang Dikonsumsi
No Komponen Jumlah
1 Kalori 29,00 kal
2 Protein 1,10 g
3 Lemak 0,30 g
4 Karbohidrat 6,60 g
5 Kalsium 45,00 mg
6 Fosfor 64,00 mg
7 Besi 1,40 mg
8 Vitamin A 180,00 IU
9 Vitamin B 0,08 mg
10 Vitamin C 52,00 mg
11 Air 91,20 mg
Sumber: Dewi. 2008
2.4. Ginjal
Ginjal adalah organ ekskretoris utama bagi tubuh. Ginjal berfungsi sebagai organ
ekskresi, pengatur volume dan tekana darah, pengatur konsentrasi larutan dalam darah,
pengatur pH cairan ekstraseluler, pengatur sintesis sel darah merah dan sintesis vitamin
D. Ginjal berbentuk seperti kacang. Terletak di belakang peritonium pada bagian
posterior dinding perut (Seeley et al., 2008). Bentuk anatomi ginjal dapat dilihat pada
Gambar 2.1
Kapsul
Korteks
Ureter
dalam filtrasi glomerulus dapat direabsorpsi atau disekresi oleh tubulus (Yaswir &
Maiyesi, 2012).
Ginjal merupakan organ ekskresi utama yang sangat penting untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh, termasuk zat-zat toksik yang tidak sengaja
masuk ke dalam tubuh akibatnya ginjal menjadi salah satu organ sasaran utama dari
efek toksik. Urin sebagai jalur utama ekskresi, dapat mengakibatkan ginjal memiliki
volume darah yang tinggi, mengkonsentrasikan toksikan pada filtrat, membawa
toksikan melalui sel tubulus dan mengaktifkan toksikan tertentu (Guyton, 1995, dalam
Mayori et al., 2013).
Glomerulus dan tubulus adalah bagian dari ginjal yang mudah mengalami
kelainan sehingga akan berdampak secara morfologis dan fungsional jika terjadi
kerusakan. Kerusakan yang terjadi berupa edema pada glomerulus, penyempitan
glomerulus, degenerasi lemak, kerusakan inti piknotik, kongesti, dan infiltrasi sel
radang (Assiam et al., 2014). Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2. dimana akan
terlihat perbedaan antara ginjal normal dengan yang telah mengalami kerusakan.
Gambar 2.2 Histologi Ginjal yang Mengalami Kerusakan (Assiam et al., 2014). Ketrangan: a. Inti
piknotik, b. Endapan protein di lumen tubulus, c. Hemoragi, dan d. Edema glomerulus
(Pewarnaan: haematoxylin-eosin, perbesaran gambar utama 200x dan gambar insert
400x).
2.5. Kreatinin
Kreatinin adalah produk biokimia metabolisme otot dan dieliminasi dari tubuh melalui
ginjal. Jumlah kreatinin di dalam darah digunakan untuk menentukan bersihan
kreatinin (CrCl), yaitu pengukuran fungsi ginjal dan perkiraan laju filtrasi glomerulus
yang sebenarnya (Ansel et al., 2004). Konsentrasi kreatinin dalam urin dapat
menentukan kerusakan pada ginjal, diabethic nephropathy dan laju filtrasi glomerulus.
Kreatinin dibentuk oleh tubuh dari pemecahan senyawa kreatin dan fosfokreatin
dengan jumlah kreatinin sekitar 2% dari total keratin (Sabarudin et al., 2012).
Kreatinin terutama diprodiksi melalui metabolisme keratin pada otot.
Pembentukan dan pelepasan kreatinin dari otot ke dalam sirkulasi setiap hari realtif
konstan, yaitu 1,6-1,7% dari total simpanan keratin otot. Jumlah produksi kreatinin
dalam tubuh juga dapat meningkat 1-2 g/hari karena konsumsi asupan yang
mengandung keratin atau kreatinin, misalnya daging matang. Kreatinin serum akan
meningkat 20-50% setelah mengkonsumsi asupan makanan kaya daging tersebut
(Widyastiti, 2005).
Kreatinin memiliki berat molekul 113 Da (Dalton). Kreatinin difiltrasi di
glomerulus dan direabsorpsi di tubular. Kreatinin plasma disintesis di otot skelet
sehingga kadarnya tergantung pada massa oto dan berat badan. Nilai normal kadar
kretinin dalam serum pada pria 0,7-1,3 mg/dL sedangkan pada wanita 0,6-1,1 mg/dL.
Proses awal biosintesis kreatin berlangsung di ginjal yang melibatkan asam amino
arginin dan glisin. Menurut beberapa penelitian setiap harinya 1,1% kreatin diubah
menjadi kreatinin. Dalam pembentukan kreatinin tidak dikenal reuptake oleh tubuh
sehingga sebagian besar kreatinin diekskresikan lewat ginjal. Kemampuan ginjal
dalam memfiltrasi kreatinin akan berkurang jika terjadi kerusakan ginjal dan kreatinin
dalam serum juga akan meningkat. Peningkatan kadar kreatinin dua kali lipat
mengindikasikan kerusakan ginjal sebesar 50% (Alfonso et al., 2016).
Parameter untuk mengetahui fungsi ginjal adalah Glomerular Filtration Rate
(GFR), dimana penurunan GFR akan diikuti oleh kenaikan kadar ureum dan kreatinin
darah. Hasil penelitian physician Health menunjukkan pada kelompok dengan kadar
LDL dan rasio LDL/HDL tinggi serta kadar HDL rendah terjadi peningkatan kreatinin
hingga >1,5 mg/dL dan penurunan Creatinin Clearance sampai <55 ml/min
dibandingkan kelompok kontrol (normal) (Bhagaskara et al., 2015).
BAB 3
BAHAN DAN METODA
beberapa hari atau inkubator suhu 40oC sampai berat konstan. Biji kemudian digiling
halus dengan blender dan disaring dengan ukuran Mesh-40. Penyiapan ekstrak
dilakukan dengan cara maserasi menggunaan methanol 96%. Maserasi dilakukan
selama 3 hari dan setiap hari dilakukan pengadukan larutan. Kemudian disaring dengan
kertas saring dan biji pare yang tertinggal ditambahkan kembali methanol sampai
warna methanol hampir sama dengan ekstrak biji pare setelah diaduk. Ekstrak yang
terbentuk disaring kembali. Pemisahan pelarut metanol dilakukan dengan Rotary
Evaporator pada suhu 50oC. Selanjutnya ekstrak dimasukkan kedalam oven 40°C
hingga bebas methanol (Farmakope Indonesia, 1995).
Waktu Kelompok
Pengamatan Kontrol Perlakuan
0 minggu Dilakukan akuades DMPA diinjeksikan secara
pencekokan intramuskular 0,125 mg/mencit.
sebanyak 0.3 ml Kemudian ekstrak biji Pare dicekokkan
sebanyak 0,5 mg/10 g BB lalu
dikorbankan
4 minggu Dilakukan akuades DMPA diinjeksikan secara
pencekokan intramuskular 0,125 mg/mencit pada
sebanyak 0.3 ml hari ke-0, kemudian ekstrak biji Pare
0,5 mg/10 g BB dicekokkan lalu
dikorbankan
8 minggu Dilakukan akuades DMPA diinjeksikan secara
pencekokan intramuskular 0,125 mg/mencit pada
sebanyak 0.3 ml hari ke-0, kemudian ekstrak biji Pare
0,5 mg/10 g BB dicekokkan lalu
dikorbankan
12 minggu Tidak dilakukan pencekokan akuades Dilakukan masa pemulihan selama 4
minggu tanpa dicekok ekstrak biji pare
lalu dikorbankan
16 minggu Tidak dilakukan pencekokan akuades Dilakukan masa pemulihan selama 8
minggu tanpa dicekok ekstrak biji pare
lalu dikorbankan
Sumber: Ilyas, 2014
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen laboratorik
dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sebanyak 50 ekor mencit jantan dewasa
dengan umur sekitar 2 bulan dengan berat ±20 g dibagi secara acak ke dalam 10
580C. Organ ginjal dimasukkan kedalam campuran xylol- parafin dengan perbandingan
1:3, 1:1, 3:1, selama 60 menit, kemudian dimasukkan ke dalam parafin murni selama
kurang lebih 10 jam. Kemudian dimasukkan ke dalam kotak kertas kecil sebagai
cetakan yang telah berisi parafin cair, dan dibiarkan sampai parafin mengeras dan
memadat. Blok parafin ginjal yang telah mengeras ditempelkan pada holder kayu
sampai melekat erat, kemudian dipasangkan pada mikrotom. Pengirisan dilakukan
dengan ketebalan 6 µm. Pada gelas benda diolesi dengan larutan albumin mayer dan
ditetesi dengan aquadest. Kemudian beberapa pita parafin diletakkan dipermukaan
aquadest pada gelas benda dan dibiarkan beberapa saat, kemudian gelas benda
dipindahkan ke meja pemanas hingga kering.
Pewarnaan dengan Hematoxylin Erlich-Eosin (H-E) dengan cara preparat
dideparafinasi dengan xylol sampai bebas parafin, kemudian dimasukkan kedalam
alkohol 96%, 80%, 70%, 50%, 30%, aquadest, masukkan ke dalam larutan
Hematoxylin dengan waktu tertentu yaitu 3-7 detik. Air mengalir selama 10 menit
kemudian cuci dengan aquadest sebentar. Setelah itu, dimasukkan ke dalam alkohol
berturut-turut mulai dari alkohol 30%, kemudian 50%, 70%. Kemudian kedalam
larutan Eosin selama 1-3 menit, lalu kedalam alkohol 70%, 80%, 96%, 100% (alkohol
absolut), selanjutnya dimasukkan kedalam xylol. Preparat ditutup dengan gelas
penutup setelah ditetesi dengan canada balsem terlebih dahulu, lalu diberi label.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
50
Berat Badan (g)
40
30
20
10
0
K0 P0 K1 P1 K2 P2 K3 P3 K4 P4
Kelompok
Gambar 4.1 Rata-rata berat badan mencit jantan (Mus musculus L.) setelah pemberian kombinasi
ekstrak methanol biji pare (Momordica charantia L.) dengan dosis 0,5 mg/10 g BB dan
Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) debgan dosis 0,125 mg. K0: kontrol minggu
ke-0, K1: kontrol minggu ke-4, K2: kontrol minggu ke-8,K3: kontrol minggu ke-12, K4:
kontrol minggu ke-16, P0: perlakuan minggu ke-0,P1: perlakuan minggu ke-4,P2:
perlakuan minggu ke-8,P3: pemulihan minggu ke-4,dan P4: pemulihan minggu ke-8.
Gambar 4.1 menunjukkan rata-rata berat badan mencit jantan (Mus musculus
L.) antara kelompok kontrol dan kelompok yang diberi perlakuan kombinasi ekstrak
metanol biji pare (Momordica charantia L.) dengan DMPA. Rata-rata berat badan
hewan uji tidak terjadi perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara kelompok kontol
dengan kelompok yang diberi perlakuan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
penyuntikan DMPA dan Pemberian ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia
L.) tidak menyebabkan kenaikan berat badan, berarti zat yang diberikan tidak bersifat
toksik terhadap tubuh hewan uji. Hal ini sesuai dengan penelitian Yunardi (2009),
bahwa penyuntikan DMPA hingga dosis 1,25 mg tidak mempengaruhi berat badan
hewan uji. Menurut Ekawati (2010), DMPA tidak merupakan penyebab utama
kenaikan berat badan, tetapi berpeluang lebih besar mengalami kenaikan berat badan
dibandingkan dengan yang tidak disuntikkan.
0,3
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
K0 P0 K1 P1 K2 P2 K3 P3 K4 P4
Kelompok
Gambar 4.2 Rata-rata berat ginjal mencit jantan (Mus musculus L.) setelah pemberian kombinasi ekstrak
methanol biji pare (Momordica charantia L.) dengan dosis 0,5 mg/10 g BB dan Depo
Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) dengan dosis 0,125 mg. K0: kontrol minggu ke-0,
K1: kontrol minggu ke-4, K2: kontrol minggu ke-8,K3: kontrol minggu ke-12, K4: kontrol
minggu ke-16, P0: perlakuan minggu ke-0,P1: perlakuan minggu ke-4,P2: perlakuan
minggu ke-8,P3: pemulihan minggu ke-4,dan P4: pemulihan minggu ke-8.
Gambar 4.2 menunjukkan rata-rata berat ginjal mencit jantan (Mus musculus
L.) antara kelompok kontrol dan kelompok yang diberi perlakuan kombinasi ekstrak
metanol biji pare (Momordica charantia L.) dan DMPA tidak mengalami perbedaan
yang signifikan (p>0,05), penyuntikan DMPA dan pemberian ekstrak metanol biji pare
(Momordica charantia L.) tidak bersifat toksik sehingga tidak mempengaruhi berat
ginjal. Menurut Maharani (2012), ginjal memiliki kemampuan dalam meregenerasi sel-
sel ginjal itu sendiri. Kemampuan regenerasi tersebut menggantikan sel-sel yang rusak
dan membuat berat dari organ ginjal tetap konstan.
A B
Gambar
A
4.3 Organ ginjal mencit jantan (Mus musculu L.)
A
yang diberi perlakuan kombinasi ekstrak
metanol biji pare (Momordica charantia L.) dengan dosis 0,5 mg/ 10 g BB dan Depo
Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) dengan dosis 0,125 mg, A. kontrol dan B. perlakuan
Pada Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan warna dan bentuk
antara ginjal kelompok kontrol dengan ginjal dari kelompok yang diberi perlakuan
kombinasi ekstrak biji pare (Momordica charantia L.) dan DMPA. Kedua ginjal
menunjukkan warnah merah gelap. Pemberian kombinasi ekstrak biji pare (Momordica
charantia L.) dan DMPA tidak mempengaruhi warna ginjal. Warna merah gelap pada
ginjal berarti organ ginjal tetap memiliki aliran darah yang tinggi. Menurut Guyton &
Hall (2006), ginjal menerima 22% aliran darah dari seluruh volume darah yang
dipompa oleh jantung. Suplai darah yang diterima ginjal sama seperti organ lainnya
yang mengandung nutrisi, selain itu ginjal menghasilkan sisa metabolisme berupa
kreatinin, ureum dan zat-zat lain yang akan dikeluarkan melalui urin.
Bentuk ginjal dapat menggambarkan kerusakan ginjal yang terjadi. Menurut
Madjawati (2009), betuk dari ginjal mempengaruhi ukuran dan berat ginjal. Ukuran
ginjal yang membesar biasanya berhubungan dengan adanya pelebaran sistema
pelvicalices akibat adanya obstruksi dibagian distal yang menyebabkan hydronefrosis
sehingga mendesak korteks ginjal dan menyebabkan penipisan korteks. Mengecilnya
ukuran ginjal biasanya terjadi karena proses yang kronik, diantaranya gangguan
prerenal. Hal ini dapat menyebabkan semakin berkurangnya jumlah nefron yang ada di
korteks sehingga merusak glomerulus dan berakibat pada ukuran ginjal yang mengecil.
0,3
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
K0 P0 K1 P1 K2 P2 K3 P3 K4 P4
Kelompok
Gambar 4.4 Rata-rata kadar kreatinin mencit jantan (Mus musculus L.) setelah pemberian kombinasi
ekstrak methanol biji pare (Momordica charantia L.) dengan dosis 0,5 mg/ 10 g BB dan
depo medroksiprogesteron asetat (DMPA) dengan dosis 0,125 mg. K0: kontrol minggu ke-
0, K1: kontrol minggu ke-4, K2: kontrol minggu ke-8,K3: kontrol minggu ke-12, K4:
kontrol minggu ke-16, P0: perlakuan minggu ke-0,P1: perlakuan minggu ke-4,P2: perlakuan
minggu ke-8,P3: pemulihan minggu ke-4,dan P4: pemulihan minggu ke-8.
kadar kreatinin normal pada tikus wistar adalah 0,2-0,8 mg/dL. Peningkatan kadar
kreatinin dapat diakibatkan oleh dosis suatu zat yang diberikan dan lamanya pemberian
zat tersebut. Selain itu kenaikan kadar kreatinin juga dapat disebabkan oleh hipoksia
jantung, penurunan laju filtrasi pada glomerulus dan zat kimia yang toksik.
b
c
d
A B
Gambar 4.5 Gambaran histologi ginjal mencit jantan (Mus musculus L.) A. kontrol, B. perlakuan
kombinasi ekstrak biji pare (Momordica charantia L.) dan DMPA, a. tubulus proksimal, b.
glomerulus, c. kapsula bowman, dan d. ruang bowman. Perbesaran: 10×40 dan pewarnaan:
Haematoksilin-Eosin.
140
Luas Glomerulus (µm2)
120
100
80
60
40
20
0
K0 P0 K1 P1 K2 P2 K3 P3 K4 P4
Kelompok
Gambar 4.6 Rata-rata luas permukaan glomerulus ginjal mencit jantan (Mus musculus L.) setelah
pemberian kombinasi ekstrak methanol biji pare (Momordica charantia L.) dengan dosis
0,5 mg / 10 g BB dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) dengan dosis 0,125 mg.
K0: kontrol minggu ke-0, K1: kontrol minggu ke-4, K2: kontrol minggu ke-8,K3: kontrol
minggu ke-12, K4: kontrol minggu ke-16, P0: perlakuan minggu ke-0,P1: perlakuan
minggu ke-4,P2: perlakuan minggu ke-8,P3: pemulihan minggu ke-4,dan P4: pemulihan
minggu ke-8.
Kombinasi ekstrak metanol biji pare (momordica charantia L.) dan DMPA
tidak mempengaruhi luas permukaan glomerulus. Luas permukaan glomerulus ginjal
kelompok kontrol dengan kelompok yang diberi perlakuan tidak berbeda nyata, artinya
perlakuan yang diberikan tidak merusak dan ekstrak yang diberikan tidak bersifat
toksik. Zat yang mampu merusak ginjal adalah zat yang bersifat toksik, didukung oleh
penelitian sebelumnya, Assiam et al. (2014), zat yang bersifat toksik dapat
menyebabkan kerusakan histologi pada ginjal berupa kongesti glomerulus. Kongesti
glomerulus ini merupakan peningkatan sel darah pada jaringan atau bagian tubuh yang
pengalami patologi. Menurut Wientarsih et al. (2014), edema glomerulus dapat
disebabkan oleh nephrosis yaitu perubahan pada ginjal yang bersifat degenerasi yang
ditimbulkan oleh gangguan pertukaran zat sehingga kapiler glomerulus tidak berfungsi
baik.
0
K0 P0 K1 P1 K2 P2 K3 P3 K4 P4
Kelompok
Gambar 4.7 Rata-rata panjang diameter tubulus proksimal ginjal mencit jantan (Mus musculus L.)
setelah pemberian kombinasi ekstrak methanol biji pare (Momordica charantia L.) dengan
dosis 0,5 mg / 10 g BB dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) dengan dosis
0,125 mg. K0: kontrol minggu ke-0, K1: kontrol minggu ke-4, K2: kontrol minggu ke-
8,K3: kontrol minggu ke-12, K4: kontrol minggu ke-16, P0: perlakuan minggu ke-0,P1:
perlakuan minggu ke-4,P2: perlakuan minggu ke-8,P3: pemulihan minggu ke-4,dan P4:
pemulihan minggu ke-8.
Kombinasi ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia L.) dan DMPA
yang diberikan pada kelompok perlakuan tidak memberikan efek kerusakan yang yang
berat, hanya tahap kerusakan ringan yang dapat kembali seperti semula setelah
pemulihan atau dapat dikatakan kerusakan yang terjadi pada tubulus proksimal bersifat
reversible. Menurut Mappa et al. (2013), kerusakan awal yang dialami ginjal
menyebabkan pembengkakan pada sel, sehingga mengakibatkan hilangnya polaritas
sel tubulus. Hal ini menyebabkan redistribusi protein membran dari permukaan
basolateral ke permukaan lateral sel tubulus sehingga penyaluran natrium ke tubulus
distal meningkat menyebabkan vasokontriksi. Selain itu pada tubulus juga dapat
ditemukan adanya cidera sel yang disertai vakuolisasi dan sel radang yang
berkelompok padat sebagai respon terhadap adanya sel nekrosis.
Menurut Suhati et al. (2013), kerusakan ginjal akibat zat toksik dapat
diidentifikasi berdasarkan perubahan struktur histologi yaitu, nekrosis tubular akut
(NTA) yang secara morfologi ditandai dengan dekstruksi epitel tubulus proksimal. Sel
epitel tubulus proksimal peka terhadap anoksia dan mudah hancur karena keracunan
akibat bahan-bahan yang dieksresikan melalui ginjal.
4,5
4
3,5
Bowman (%)
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
K0 P0 K1 P1 K2 P2 K3 P3 K4 P4
Kelompok
Kontrol Perlakuan
Gambar 4.8 Rata-rata perentase kerusakan ruang bowman ginjal mencit jantan (Mus musculus L.) setelah
pemberian kombinasi ekstrak methanol biji pare (Momordica charantia L.) dengan dosis
0,5 mg / 10 g BB dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) dengan dosis 0,125 mg.
K0: kontrol minggu ke-0, K1: kontrol minggu ke-4, K2: kontrol minggu ke-8,K3: kontrol
minggu ke-12, K4: kontrol minggu ke-16, P0: perlakuan minggu ke-0,P1: perlakuan
minggu ke-4,P2: perlakuan minggu ke-8,P3: pemulihan minggu ke-4,dan P4: pemulihan
minggu ke-8.
a b c
Gambar 4.9 Gambaran histologi ruang bowman ginjal mencit jantan (Mus musculus L.) menggunakan
pewarnaan haematoksilin eosin dengan perbesaran 10×40, A. ruang bowman normal, B.
ruang bowman yang mengalami perbesaran, dan C. ruang bowman yang mengalami
penyempitan.
Kerusakan pada ginjal juga dapat dilihat dari kerusakan ruang bowman pada
Gambar 4.9. Pada penelitian ini ada dua jenis kerusakan ruang bowman yang diamati
yaitu, pertama terjadi pelebaran ruang bowman akibat nekrosis pada glomerulus
sehingga glomerulus mengecil dan yang kedua terjadi penyempitan ruang bowman
akibat terjadi edema pada sel-sel glomerulus yang memasuki ruang bowman sehingga
ruang bowman menyempit. Menurut Fahrianti et al. (2015), ruang bowman adalah
ruang dimana filtrate plasma glomerular dialirkan saat meninggalkan kapiler melalui
membran filtrasi. Pelebaran ruang bowman dapat terjadi akibat tekanan volume urin
yang terlalu besar atau glomerulus yang mengecil. Sedangkan menurut Assiam et al.
(2014), penyempitan ruang bowman diakibatkan oleh adanya edema, peradangan
maupun proliferasidari epitel kapula bowman. Selain itu penyempitan ruang bowman
juga dapat diakibatkan oleh pembesaran glomerulus (glomerulomegaly) yang ditandai
dengan meningkatnga volume glomerulus sehingga terjadi lah penyempitan pada ruang
bowman.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa:
a. Pemberian kombinasi ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia L.) dan
DMPA tidak berpengaruh secara singnifikan terhadap berat badan mencit, warna
organ ginjal dan berat organ ginjal mencit, luas permukaan glomerulus ginjal, serta
diameter tubulus proksimal ginjal
b. Memberi pengaruh terhadap ruang bowman berupa pelebaran dan penyempitan,
tetapi tidak terjadi perbedaan yang signifikan antar kelompok kontrol dan perlakuan.
5.2. Saran
Untuk mengembangkan kombinasi ekstrak metanol biji pare (Momordica
charantia L.) dan DMPA sebagai obat yang dikonsumsi oleh manusia perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut lagi, tidak hanya pada organ ginjal tapi juga pada organ vital lain
yang dapat menjadi indikator berbahaya atau tidaknya zat ini jika dikonsumsi terus
menerus oleh manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Alfonso, A. A., Mongan, A. E., dan Memah, M. F. 2016. Gambaran Kadar Kreatinin
Serum Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 Non-Dialisis. Jurnal
eBiomedik. 4(1): 178-183.
Amir, N., Supriyanto, E., Hardoko, dan Nursyam, H. 2015. Pengaruh Simpermetrin
Pada Jambal Roti Terhadap Kadar Ureum dan Kreatinin Tikus Wistar (Rattus
novergicus). Jurnal IPTEK PSP. 2(3): 283-293.
Ansel, H.C. dan Prince, S. S. 2004. Kalkulasi Farmasetik: Panduan untuk Apoteker.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Assiam, N., Setyawati, I., dan Sudirga, S. K. 2014. Pengaruh Dosis Dan Lama
Perlakuan Ekstrak Daun Kaliandra Merah (Calliandra calothyrsus Meissn.)
Terhadap Struktur Histologi Ginjal Mencit (Mus musculus L.). Jurnal
Simbiosis. 2(2): 236-246.
Bhagaskara., Liana, P., dan Santoso, B. 2015. Hubungan Kadar Lipid Dengan Kadar
Ureum Dan Kreatinin Pasien Penyakit Ginjal Kronik Di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Periode 1 Januari-31 Desember 2013. Jurnal
Kedokteran Dan Kesehatan. 2(2): 223-230.
Cahyadi. M. 2009. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Buah Pare (Momordica
charantia L.) Terhadap Larva Artemia salina leach Dengan Metode Brine
Shrimp Lethality Test (Bst). [Laporan Akhir Karya Tulis Ilmiah] Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang, Program Studi
Sarjana.
Cholifah, S., Arsyad, dan Salni. 2014. Pengaruh Pemberian Ekstrak Pare (Momordica
charantia L.) Terhadap Struktur Histologi Testis Dan Epididimis Tikus
Jantan (Rattus novergicus) Spraque Dawley. MKS. 46(2): 149-157.
Dahlan, M. S. 2008. Statistik untuk Kedeokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat
dan Multivariat dengan SPSS. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Dewi, N. W. S. 2008. Kajian Pemberian Tepung Buah Pare (Momordica charantia L.)
terhadap Konsumsi, Kecernaan Bahan Kering dan Performa Tikus (Rattus
novergicus). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Dewi, P. R. P., Hairuddin., dan Normasari,M R. 2016. Pengaruh Stres Fisik terhadap
Kadar Kreatinin Serum Tikus Wistar Jantan (Rattus novergicus). e-Jurnal
Pustaka Kesehatan.4(2): 218-221
Fahrianti, N., Lyrawati, D., dan Sarwono, I. 2015. Efek Asam Alfa Lipoat pada kadar
MDA dan Histologi Ginjal Tikus Wistar Diabetes Melitus Tipe 1. Jurnal
Kedokteran Brawijaya. 28(3): 177-181
Fahrimal, Y., Rahmiwati, dan Aliza, D. 2016. Gambaran Histopatologis Ginjal Tikus
Putih (Rattus novergicus) Jantan yang Diinfeksikan Trypanosoma evansi dan
Diberi Ekstrak Daun Sernai (Wedelia biflora). Jurnal Medika Veterineria.
10(2): 166-170
Farmakope Indonesia, Edisi IV, 1995. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
Guyton, A. C. dan Hall, J. E. 2006. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Hernawati. 2011. Potensi Buah Pare (Momordicha Charantia L.) Sebagai Herbal
Antifertilitas. Bandung: FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
Ilyas, S. 2014. Effect of Methanolic Momordica charantia seed extract and Depot
medroxyprogesterone acetat (DMPA) to quantity and quality of rat sperm.
International Journal of PharmTech Research. 6(6): 1817-1823.
Interagency Taxonomic Information System [serial online].Available:
http://www.itis.gov/
Kandun, I. N. 2008. Pedoman Pengendalian Tikus Khusus Di Rumah Sakit. Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, Departemen
Kesehatan RI: Jakarta.
Kumar, D. S., Sharathnath, K. V., Yogeswaran, P., Harani, H., Sudhakar, K. and Banji,
D. 2010. A Medical Potency of Momordica Charantia. International Journal
of Pharmaceutical Science Review and Reseach. 1(2): 95-100.
Madjawati, A. 2009. Hubungan Gambaran Ultrasonografi ginjal dengan Laju Filtrasi
Glomerulus (GFR) pada Penderita Gangguan Ginjal. Jurnal Kedokteran
Yarsi. 17(1): 74-81
Maharani, H. 2012. Uji Potensi Nefroprotektif Senyawa Dimer dari Isoeugenol
terhadap Histologi Ginjal Mencit (Mus musculus L.) Jantan Galur DDY.
[Skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia.
Mappa, I. S., Kairupan, C., dan Loho, L. 2013. Gambaran Histologi Ginjal Tikus Putih
(Wistar) Setelah Pemberian Rimfapisin. Jurnal e-Biomedik. 1(1): 338-342.
Mayori, R., Marusin, N. dan Tjong, D. H. 2013. Pengaruh Pemberian Rhodamin B
terhadap Struktur Histologi Ginjal Mencit Putih (Mus musculus L.). Jurnal
Biologi Universitas Andalas. 2(1):43-49.
Nasution, M., Dien, dan Ramadani, M. 2012. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi
Prilaku Akseptor KB Pria Di Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang Kota
Padang Tahun 2012.
Ningsih. N. F. 2012. Hubungan Lama Pemakaian Alat Kontasepsi Suntik DMPA
(Depo Medroksi Progesterone Asetate Dengan Perubahan Tekanan Darah.
Pada Aeptor KB Suntik DMPA di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah. Yogyakarta.
Pearce. E. C. 1991. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Pratiwi, D., Syahredi, dan Erkadius. 2014. Hubungan Antara Penggunaan Kontrasepsi
Hormonal Suntik DMPA dengan Peningkatan Berat Badan di Puskesmas
Lapai Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 3(3): 365.
[PROSEA] Plant Resourcesof South-East Asia. 1999. Medicinal and Poisonous Plants
1. L. S. de Padua, N. Bunyapraphatsara and R. H. M. J. Lemmen. Bogor:
PROSEA Foundation.
Rusmiati dan Asri, L. 2004. Struktur Histologis Organ Hepar dan Ren Mencit (Mus
musculus l) Jantan Setelah Perlakuan dengan Ekstrak Kayu Secang
(Caesalpinia sappan L). Jurnal Penelitian Bioscientiae. 1(1): 23.
Sabarudin, A., Wulandari, E. R. N., dan Sulistyarti, H. 2012. Sequental Injection-Flow
Reversal Mixing (SI-FRM) Untuk Penetuan Kreatinin Dalam Urin. Jurnal
MIPA. 35(2): 157-164.
Seeley, R. R., Stephens, T. D., and Tate, P. 2008. Anatomy And Physiology. Eighth
Edition. Mc-Graw Hill Companies: New York.
Soeksmanto, A. 2006. Pengaruh Eksrak Butanol Buah Tua Mahkota Dewa (Phaleria
macrocarpa) terhadap Jaringan Ginjal Mencit (Mus musculus). Jurnal
Biodiversitas. 7(3): 278-281
Subahar, T. 2004. Khasiat Dan Manfaat Pare (Si Pahit Pembasmi Penyakit).
Agromedia Pustaka: Jakarta.
Sugoro, I. 2004. Pengontrolan Penyakit Mastitis Dan Manajemen Pemerahan Susu.
Artikel PATIR BATAN.
Suhita, N.L.P.R., I.W. Sudira, dan I.B.O. Winaya. 2013. Histopatolgi Ginjal Tikus
Putih Akibat Pemberian Ekstrak Pegagan (Centella asiatica) Peroral. Buletin
Veteriner Udayana. 5(2):71-78.
Suntoro, H. 1983. Metode Perwarnaan. Bhratara Karya Aksara: Jakarta.
Wahyuni, N, P, D, S., Suryani, N., dan Murdani, P. 2013. Hubungan Pengetahuan Dan
Sikap Akseptor KB Pria Tentang Vasektomi Serta Dukungan Keluarga
Dengan Partisipasi Pria Dalam Vasektomi (Di Kecamatan Tejakula
Kabupaten Buleleng). Jurnal Magister Kedokteran Keluarga. 1(1): 80-91.
Wientarsih, I., Harlina, E., Purwono, R. N., dan Utami, I. H. 2014. Aktivitas
EtanolDaun Alpukat Terhadap Zat NefrotoksikGinjal Tikus. Jurnal
Veteriner. 15(2): 246-251.
Widyastiti, N. S. 2005. Perbedaan Nilai Klirens Cockroft-Gault Berdasar Hasil
Pemeriksaan Kreatinin Metode Jaffe Uncompesated, Rate-Blanked
Compensated dengan Enzimatik. [Tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro.
Yaswir, R. Dan Maiyesi, A. 2012. Pemeriksaan Laboratorium Cystatin C Untuk Uji
Fungsi Ginjal. Jurnal Kesehatan Andalas. 1(1): 10-15.
Yunardi, M, N. dan Suryandari, D.A. 2009. Pengaruh Penyuntikan Dosis Minimal
Depot Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) Terhadap Berat Badan dan
Kimia Darah Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley. Jurnal Makara.13(2):
189.
Yuwono , S. S. 1990. Keadaan Nilai Normal Baku Mencit Strain CBR Swiss Derived
Di Pusat Penyakit Menular. Pusat Penelitian Penyakit Menular Badan
Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI:
Jakarta.
LAMPIRAN
Mikroskop Mikrotom
Timbangan digital
B. Dokumentasi Bahan
DMPA Mencit
Pare Spuit 1 CC
C. Dokumentasi Kerja
0 Minggu
4 Minggu
8 Minggu
12 Minggu
16 Minggu
0 Minggu
4 Minggu
8 Minggu
12 Minggu
16 Minggu
LAMPIRAN 2. Data dan Analisis Statistik Morfologi dan Histologi Ginjal Mencit
Jantan (Mus musculus L.)
A. Berat Badan
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Berat Badan K0 5 7.30 36.50
P0 5 3.70 18.50
Total 10
Test Statisticsa
Berat Badan
Mann-Whitney U 3.500
Wilcoxon W 18.500
Z -1.886
Asymp. Sig. (2-tailed) .059
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .056b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Berat Badan K1 5 6.00 30.00
P1 5 5.00 25.00
Total 10
Test Statisticsa
Berat Badan
Mann-Whitney U 10.000
Wilcoxon W 25.000
Z -.524
Asymp. Sig. (2-tailed) .600
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .690b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Ranks
Test Statisticsa
Berat Badan
Mann-Whitney U 7.000
Wilcoxon W 22.000
Z -1.156
Asymp. Sig. (2-tailed) .248
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .310b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Berat Badan K3 4 6.13 24.50
P3 4 2.88 11.50
Total 8
Test Statisticsa
Berat Badan
Mann-Whitney U 1.500
Wilcoxon W 11.500
Z -1.911
Asymp. Sig. (2-tailed) .056
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .057b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Berat Badan K4 5 6.60 33.00
P4 5 4.40 22.00
Total 10
Test Statisticsa
Berat Badan
Mann-Whitney U 7.000
Wilcoxon W 22.000
Z -1.152
Asymp. Sig. (2-tailed) .249
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .310b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
B. Berat Ginjal
T-Test
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Berat Ginjal K0 5 .3800 .05874 .02627
P0 5 .3390 .02837 .01269
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Berat Ginjal K1 5 .3560 .01387 .00620
P1 5 .3400 .01768 .00791
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Berat Ginjal K2 5 .3580 .02515 .01125
P2 5 .3510 .03248 .01453
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Berat Ginjal K3 5 .3830 .01525 .00682
P3 5 .3690 .03029 .01355
C. Kadar Kreatinin
Waktu Rata-rata Standar Deviasi
Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan
0 Minggu 0.36 0.31 0.12 0.05
4 Minggu 0.33 0.36 0.25 0.05
8 Minggu 0.27 0.3 0.03 0.07
12 Minggu 0.23 0.22 0.35 0.07
16 Minggu 0.2 0.23 0.01 0.10
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
K0 5 5.80 29.00
P0 5 5.20 26.00
Kreatinin
Total
10
Test Statisticsa
Kreatinin
Mann-Whitney U 11.000
Wilcoxon W 26.000
Z -.313
Asymp. Sig. (2-tailed) .754
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .841b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
K1 3 3.00 9.00
P1 3 4.00 12.00
Kreatinin
Total
6
Test Statisticsa
Kreatinin
Mann-Whitney U 3.000
Wilcoxon W 9.000
Z -.655
Asymp. Sig. (2-tailed) .513
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .700b a. Grouping
Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Kreatinin K2 4 4.00 16.00
P2 4 5.00 20.00
Total 8
Test Statisticsa
Kreatinin
Mann-Whitney U Wilcoxon 6.000
W 16.000
Z -.581
Asymp. Sig. (2-tailed) .561
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .686b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
K3 5 6.70 33.50
P3 5 4.30 21.50
Kreatinin
Total
10
Test Statisticsa
Kreatinin
Mann-Whitney U 6.500
Wilcoxon W 21.500
Z -1.257
Asymp. Sig. (2-tailed) .209
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .222b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
K4 5 4.00 20.00
P4 5 7.00 35.00
Kreatinin
Total
10
Test Statisticsa
Kreatinin
Mann-Whitney U Wilcoxon 5.000
W 20.000
Z -1.567
Asymp. Sig. (2-tailed) .117
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .151b
a. Grouping Variable: Perlakuan
b. Not corrected for ties.
D. Luas Glomerulus
Waktu Rata-rata Standar Deviasi
Perlakuan Kontrol Perlakuan Kontrol Perlakuan
0 Minggu 131,1 116,48 15,29 12,69
4 Minggu 123,58 112,45 8,12 6,96
8 Minggu 119,4 114,13 8,8 13,2
12 Minggu 120,51 109,95 9,87 7,27
16 Minggu 111,39 111,94 10,35 13,5
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Luas Glomerulus K0 4 5.75 23.00
P0 4 3.25 13.00
Total 8
Test Statisticsa
Luas Glomerulus
Mann-Whitney U 3.000
Wilcoxon W 13.000
Z -1.443
Asymp. Sig. (2-tailed) .149
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .200b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Luas Glomerulus K1 4 6.00 24.00
P1 4 3.00 12.00
Total 8
Test Statisticsa
Luas Glomerulus
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 12.000
Z -1.732
Asymp. Sig. (2-tailed) .083
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .114b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Luas Glomerulus K2 5 6.40 32.00
P2 5 4.60 23.00
Total 10
Test Statisticsa
Luas Glomerulus
Mann-Whitney U 8.000
Wilcoxon W 23.000
Z -.940
Asymp. Sig. (2-tailed) .347
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .421b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Luas Glomerulus K3 4 5.75 23.00
P3 4 3.25 13.00
Total 8
Test Statisticsa
Luas Glomerulus
Mann-Whitney U 3.000
Wilcoxon W 13.000
Z -1.443
Asymp. Sig. (2-tailed) .149
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .200b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Luas Glomerulus K4 5 5.40 27.00
P4 5 5.60 28.00
Total 10
Test Statisticsa
Luas Glomerulus
Mann-Whitney U 12.000
Wilcoxon W 27.000
Z -.104
Asymp. Sig. (2-tailed) .917
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Diameter Tubulus K0 5 6.60 33.00
P0 5 4.40 22.00
Total 10
Test Statisticsa
Diameter Tubulus
Mann-Whitney U 7.000
Wilcoxon W 22.000
Z -1.152
Asymp. Sig. (2-tailed) .249
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .310b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Diameter Tubulus K1 5 6.40 32.00
P1 5 4.60 23.00
Total 10
Test Statisticsa
Diameter Tubulus
Mann-Whitney U 8.000
Wilcoxon W 23.000
Z -.940
Asymp. Sig. (2-tailed) .347
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .421b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Diameter Tubulus K2 5 4.30 21.50
P2 5 6.70 33.50
Total 10
Test Statisticsa
Diameter Tubulus
Mann-Whitney U 6.500
Wilcoxon W 21.500
Z -1.257
Asymp. Sig. (2-tailed) .209
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .222b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Diameter Tubulus K3 4 5.75 23.00
P3 4 3.25 13.00
Total 8
Test Statisticsa
Diameter Tubulus
Mann-Whitney U 3.000
Wilcoxon W 13.000
Z -1.443
Asymp. Sig. (2-tailed) .149
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .200b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Diameter Tubulus K4 5 5.10 25.50
P4 5 5.90 29.50
Total 10
Test Statisticsa
Diameter Tubulus
Mann-Whitney U 10.500
Wilcoxon W 25.500
Z -.419
Asymp. Sig. (2-tailed) .675
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .690b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Diameter Tubulus K3 4 5.75 23.00
P3 4 3.25 13.00
Total 8
Test Statisticsa
Diameter Tubulus
Mann-Whitney U 3.000
Wilcoxon W 13.000
Z -1.443
Asymp. Sig. (2-tailed) .149
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .200b
a. Grouping Variable: Kelompok
b. Not corrected for ties.
T-Test
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Persentase K0 5 3.6000 .22361 .10000
Kerusakan P0
Bowman 5 3.3000 .57009 .25495
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Persentase K1 5 3.0000 .35355 .15811
Kerusakan P1
Bowman 5 3.3000 .27386 .12247
Persentase Equal
Kerusakan variances .103 .757 -1.500 8 .172 -.30000 .20000 -.76120 .16120
Bowman assumed
Equal
variances 7.5
-1.500 .174 -.30000 .20000 -.76627 .16627
not 29
assumed
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Persentase K2 5 2.6000 .41833 .18708
Kerusakan P2
Bowman 5 3.5000 .86603 .38730
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Persentase K3 5 3.0000 .35355 .15811
Kerusakan P3
Bowman 5 3.5000 .79057 .35355
an Equal
Bowma variances
-1.291 5.538 .248 -.50000 .38730 -1.46716 .46716
n not
assumed
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Persentase K4 5 2.7000 .57009 .25495
Kerusakan P4
Bowman 5 3.2000 .67082 .30000