Anda di halaman 1dari 70

36

ANALISIS DOSIS RADIASI FLUOROSCOPY COLON IN LOOP


DENGAN SANGKAAN PENYAKIT MEGAKOLON

TESIS

DIAJUKAN OLEH

JULIANA LASNIAR SIDAURUK

167026005/FIS

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

ANALISIS DOSIS RADIASI FLUOOROSCOPY COLON IN


LOOP DENGAN SANGKAAN PENYAKIT MEGAKOOLON

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
dalam Program Studi Magister (S2) Fisika pada Program Pascasarjana
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara

Oleh

Juliana Lasniar Sidaurruk


167026005/FIS

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

KATA PENGANTAR

Puji Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
tesis dengan judul “Analisis Dosis Radiasi Fluoroscopy Colon In Loop Dengan
Sangkaan Penyakit Megakolon’’

Yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master dalam Ilmu
Fisika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara.

Selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini penulis telah banyak


mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik moril maupun
materil. Untuk ini penulis ingin menghaturkan penghargaan dan ucapan
terimakasih yang tidak terhingga kepada yang saya hormati :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara, Medan yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada
penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan program studi Master Ilmu
Pengetahuan Alam pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Bapak Dr. Kerista Sebayang, MS., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah
menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa dan
menyelesaikan program studi Master Ilmu Fisika pada Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.
3. Bapak Dr. Kurnia Sembiring, MS., selaku Ketua Program Studi Master Ilmu
Fisika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara, Medan, yang telah memberikan arahan dan bantuan bagi
penulis untuk menyelesaikan Master Ilmu Fisika pada Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.
4. Bapak Prof. DR. Timbangen Sembiring, M.Sc. sebagai Pembimbing I dan
Bapak Prof. Dr. Marhaposan Situmorang, sebagai pembimbing II yang telah
banyak memberikan bimbingan, arahan, masukan, saran dan dorongan dengan
penuh kesabaran tulus dan ikhlas bagi penulis dalam menjalankan pendidikan,
penelitian dan penyelesaian tesis ini.
5. Bapak Dr. Kurnia Sembiring, MS., Bapak Dr. Kerista Sebayang, MS., Bapak
Dr. Krista Tarigan, MSc., sebagai Komisi Pembanding yang telah banyak
memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam penyelesaian tesis ini,
sehingga tesis ini semakin baik.
6. Suami tercinta saya Liberti Tarigan yang selalu setia menyelesaikan bersama
selama perkuliahan dan penyusunan tesis ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


i
43

7. Kedua anak tersayang mama yang sangat mama banggakan Billy Jasri Tarigan
dan Rani Clarisa Tarigan yang selalu berdoa buat mama demi kelancaran
penyelesaian tesis ini.
8. Ibu saya Leriana Ambarita yang selalu turut berdoa dan memberikan semangat
dan motivasi yang luar biasa untuk meningkatkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi.
9. Kepala Ruangan Radiologi RSU Bunda Thamrin Medan Bapak Parsaoran
Pardede, S.Si, M. Kes yang telah membantu dalam pengambilan data penelitian
di rumah sakit.
10. Teman-teman seperjuangan Pascasarjana Fisika USU angkatan 2016 Heryani,
M.Si, Fitler Aritonang, S.Si dan Hotromasari Dabukke, S.Si.
11. Keluarga Besar Yayasan ATRO Sinar Amal Bhakti Medan, dan teman-teman
seperjuangan ibu Sri Nanda Sihotang, M.Kes, Justinus Tambunan, M.Kes,
Hotben Lubis, M.Kes, Nelida Pasaribu, M.Kes.
12. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Pemroses Dosis Perorangan pada
Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan ( BPFK ) Medan ibu Sulvina, S.Si,
Herlista Sembiring, S.Si, Riadiana Sembiring, S.Si, Abdul Rahim, S.Si, Ricky
Bangun, AmR, serta Dewi Batubara, AmD yang telah membantu dalam
pemrosesan pembacaan TLD.

Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah banyak membantu dalam penelitian tesis ini. Kiranya Tuhan Yang Maha
Esa memberikan balasan yang berlipat ganda atas kebaikan dan bantuan yang
telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak. Akhir kata semoga tulisan ini dapat mejadi sumbangan yang berarti bagi
ilmu pengetahuan khusunya bagi bidang fisika.

Medan, 4 Juni 2018

Juliana Lasniar Sidauruk

NIM. 167026005

ii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang dosis radiasi pada pemeriksaan Colon In Loop
dengan sangkaan penyakit megakolon menggunakan pesawat sinar-X Fluoroscopi.
Pekerja radiasi dalam hal tertentu harus berada di medan radiasi yang berhadapan
langsung dengan pasien untuk membantu pasien saat pemeriksaan Colon In Loop.
Oleh karena pesawat ini menggunakan sinar-X maka akan ada radiasi hambur yang
dapat mengenai pekerja radiasi maupun pendamping pasien. Dengan tujuan untuk
menentukan jarak titik aman untuk pekerja radiasi maka dilakukan pengukuran
radiasi hambur pada jarak 0 cm, 10 cm, 20 cm, 30 cm dan 50 cm dengan variasi
tegangan sesuai yang diperlukan pada pemeriksaan fluoroscopi colon in loop yaitu
tegangan 80 kVp dengan kuat 8 mAs, 70 kVp dengan kuat 8 mAs dan 60 kVp
dengan kuat 8 mAs. Pengukuran ini menggunakan dosimeter perorangan yaitu
Thermoluminisence Dose. Dosis radiasi yang diterima semakin besar yaitu pada
jarak 0 cm untuk faktor eksposi pada tegangan 80 kVp dengan kuat arus 8 mAs
dosis radiasi sebesar 64,983 mSv dengan persentase sebesar 92,42 %, faktor eksposi
pada tegangan 70 kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi sebesar 41,955 mSv
dengan persentase sebesar 92,77 %, dan faktor eksposi pada tegangan 60 kVp
dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi sebesar 28,501 mSv dengan persentase sebesar
91,82 %. Dosis radiasi yang diterima semakin kecil yaitu pada jarak 50 cm untuk
faktor eksposi pada tegangan 80 kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi sebesar
0,100 mSv dengan persentase sebesar 0,14 %, faktor eksposi pada tegangan 70 kVp
dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi sebesar 0,013 mSv dengan persentase sebesar
0,03 %, dan faktor eksposi pada tegangan 60 kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis
radiasi sebesar 0,003 mSv dengan persentase sebesar 0,01 %. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semakin jauh jarak sumber radiasi maka dosis radiasi semakin
kecil. Pada penelitian ini jarak 50 cm adalah titik yang aman pada saat melalukan
pemeriksaan fluoroscopi colon in loop.

Kata Kunci : Pesawat sinar-X Fluoroscopy, Thermoluminisence Dose, Colon In


Loop, Faktor Eksposi dan Jarak.

iii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

ABSTRACT

A research had been done about radiation doses on Colon In Loop examination with
suspected megakolon disease using fluoroscopic X-ray. The radiation should be on
the radiation field directly opposite to assist the patient during Colon In Loop
examination. The scattering radiation from fluoroscopic X-ray might affect to the
radiation worker or the patient's assistant it used X-rays. The measurement of
scattered radiation at distance of 0 cm, 10 cm, 20 cm, 30 cm and 50 cm with the
appropriate voltage variation required for the inspection of fluoroscopy colon in loop
ie 80 kVp with 8 mAs, 70 kVp with 8 mAs and 60 kVp with 8 mAs aimed to
determined the distance of the radiation worker's secure points. The measurement
was done by Thermoluminisence Dose. Radiation dose received and increased at 0
cm for exposure factor at 80 kVp with 8 mAs of radiation dose 64.983 mSv and
92,24%, exposure factor at 70 kVp with 8 mAs radiation dose 41,955 mSv and
92,77%, and exposure factor at 60 kVp with 8 mAs radiation dose 28,501 mSv with
percentage 91,82%. The received radiation dose was smaller at 50 cm for exposure
factor at 80 kVp with 8 mAs radiation dose of 0.100 mSv with a percentage were
0.14%, exposure factor at 70 kVp with 8 mAs radiation dose of 0.013 mSv or
0.03%, and an exposure factor at 60 kVp with 8 mAs of radiation dose of 0.003 mSv
with a percentage 0.01%. The results showed that the radiation dose would be
smaller when the distance of radiation source increased. Then, from this researched
confirmed that 50 cm was a secure point when did the inspection of fluoroscopy
colon in loop.

Keywords : Fluoroscopic X-ray, Thermoluminisence Dose, Colon In Loop, Factor


of Exposure and Distance.

iv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN Halaman


KATA PENGANTAR i
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Batasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 4
1.5 Manfaat Penelitian 4
1.6 Sistematika Penulisan 4

BAB II TINJAUAN TEORITIS 6


2.1 Radiodiagnostik 6
2.2 Anatomi 6
2.2.1 Usus Besar ( Colon ) 6
2.3 Sinar – X 8
2.3.1 Prinsip Kerja Sinar-X 9
2.3.2 Pengaturan Pesawat Sinar-X 10
2.4 Efek Radiasi 11
2.4.1 Efek Stokastik 12
2.4.2 Efek Deterministik 13
2.5 Besaran dan Satuan Dasar Dalam Dosimetri 14
2.5.1 Dosis Serap 14
2.5.2 Dosis Ekuivalen 15
2.5.3 Dosis Efektif 15
2.5.4 Paparan 16
2.6 Proteksi Radiasi 16
2.6.1 Penyinaran Kerja 17
2.6.2 Persyaratan Keselamatan Kerja Untuk Sinar
- X Diagnosti 20
2.6.3 Persyaratan Proteksi Untuk Pesawat Sinar-X
Terapi Umum 21
2.7 Penyinaran Medik 22
2.7.1 Justifikasi 22
2.7.2 Optimasi 23
2.7.3 Limitasi 24
2.7.4 Penyinaran Yang Diterima Masyarakat Umum 25
2.8 Pesawat Fluoroscopy 26

v UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

2.8.1 Tabung Sinar-X 27


2.8.2 Wadah Tabung Sinar-X 29
2.8.3 Fluoroscopy dengan Prinsip Kerja Image Intensifier 29
2.8.4 Meja Kontrol 30
2.8.5 Meja Pemeriksaan 31
2.8.6 Transformator 31
2.9 Alat Ukur Radiasi 31
2.9.1 Monitor Radiasi Perorangan 32
2.9.2 Monitor Radiasi Lingkungan 32
2.9.3 Thermoluminisence Dosimeter (TLD) 33

BAB III METODE PENELITIAN 36


3.1 Metode Penelitian 36
3.2 Alat dan Bahan 36
3.2.1 Pesawat Sinar-X 36
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 38
3.4 Diagram Alir 39
3.5 Prosedur Penelitian 40
3.4.1 Prosedur Penggunaan Pesawat Fluoroscopy 40
3.4.2 Prosedur Pengukuran Paparan Radiasi Fluoroscopy 40
3.4.3 PProsedur Pembacaan TLD 40
3.6 Analisis Data Pengukuran 41
3.6.1 Pengambilan Data Pengukuran 41
3.6.2 Membuat Kurva 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 42
4.1 Hasil 42
4.1.1 Pengukuran Dosis Pada Tegangan 80 kVp 42
4.1.2 Pengukuran Dosis Pada Tegangan 70 kVp 44
4.1.3 Pengukuran Dosis Pada Tegangan 60 kVp 45
4.2 Pembahasan 46
4.2.1 Persentase Dosis Pada Tegangan 80 kVp 48
4.2.2 Persentase Dosis Pada Tegangan 70 kVp 49
4.2.3 Persentase Dosis Pada Tegangan 60 kVp 50
4.2.4 Hubungan Dosis Dengan Jarak 51
4.2.5 Proteksi Radiasi Unit Radiologi RS Bunda Thamrin 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 54


5.1 Kesimpulan 54
5.2 Saran 55

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


vi
48

DAFTAR TABEL

Halaman
4.1 Pengukuran Dosis Pada Tegangan 80 kVp 43
4.2 Pengukuran Dosis Pada Tegangan 70 kVp 44
4.3 Pengukuran Dosis Pada Tegangan 60 kVp 45

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49

DAFTAR GAMBAR

NOMOR
Halaman
GAMBAR
2.1 Anatomi Colon Intestinum 7
2.2 Proses Pembentukan Sinar – X Karakteristik 8
2.3 Proses Pembentukan Sinar – X Bremstrahlung 9
2.4 Hubungan Intensitas Terhadap Arus dan Tabung 10
2.5 Interaksi Radiasi Dengan Materi Biologik 11
2.6 Tanda Bahaya Radiasi 21
2.7 Penguat Gambar dan TV Monitor 26
2.8 Tabung Rontgen Anoda Putar 28
2.9 Image Intensifier 30
2.10 Prinsip Dasar TLD 34
2.11 Thermoluminisence Dose 34
2.12 TLD Reader 35
3.1 Pesawat Sinar-X Fluoroscopy 36
3.2 Thermoluminisence Dose 37
3.3 TLD Reader 37
3.4 Meteran 38
3.5 Diagram Alir 39
4.1 Grafik Dosis Pada Tegangan 80 kVp 43
4.2 Grafik Dosis Pada Tegangan 70 kVp 45
4.3 Grafik Dosis Pada Tegangan 60 kVp 46
4.4 Grafik Persentase Dosis Pada Tegangan 80 kVp 48
4.5 Grafik Persentase Dosis Pada Tegangan 70 kVp 49
4.6 Grafik Persentase Dosis Pada Tegangan 60 kVp 50
4.7 Grafik Hubungan Dosis Terhadap Tegangan dengan Variasi Jarak 51

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada masa sekarang pemanfaatan Sinar-X pada bidang kedokteran
merupakan salah satu penunjang untuk menegakkan diagnosa. Sejak
ditemukannya sinar-X oleh Wilhem Condrad Roentgen pada tahun 1895 dan
kemudian diproduksinya peralatan radiografi, pemanfaatan tersebut sangat
berguna dibidang kesehatan. (Lukman D,1991)

Perkembangan teknologi radiologi tersebut selain memiliki dampak


yang positif, rupanya juga memiliki dampak yang negatif. Karena apabila
pemberian radiasi tersebut melebihi ambang batas normal maka dapat
menimbulakan efek radiasi terhadap tubuh, berupa radikal bebas dalam
tubuh.

Salah satu contoh pemeriksaan radiologi yang memanfaatkan radiasi


tetapi tidak mengabaikan efek radiasi yang ditimbulkan adalah Pemeriksaan
Colon In Loop Dengan Sangkaan Penyakit Megakolon..

Menurut (Syaifuddin,2011), usus besar (intenstinum mayor) merupakan


saluran pencernaan berupa usus berpenampang luas atau berdiameter besar
dengan panjang kira-kira 1,5-1,7 meter dan penampang 5 cm, lanjutan dari
usus halus yang tersusun seperti huruf U terbalik mengelilingi usus halus
terbentang dari valvulailiosekalis sampai ke anus.
Penyakit Megakolon termasuk kelainan yang terjadi pada colon biasanya
terjadi di bagian colon sigmoid dengan tanda-tanda susah mengeluarkan feses
dan perut membesar. Sebelum pemeriksaan dilakukan keluarga harus
menandatangani surat persetujuan. Dengan teknik pemasukan kontras media
perlahan-lahan melalui anus, sampai terlihat bagian colon yang mengalami
penyempitan. Masalah yang terjadi pada saat pemeriksaan, pasien tidak
kooperatif dan kondisi perut pasien yang sudah besar karena tidak BAB
selama beberapa hari.

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

Untuk mengetahui seseorang menderita penyakit Penyakit Megakolon


perlu dilakukan tindakan diagnosa yaitu dengan cara pemotretan terhadap
objek dengan menggunakan sinar-X. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
menggunakan pesawat rontgen berkapasitas 500 mA yang dilengkapi dengan
fluoroscopy.
Pemanfaatan radiasi pada pemeriksaan Colon In Loop dengan
sangkaan Penyakit Megakolon tersebut juga memiliki resiko sebagaimana
pemanfaatan zat radioaktif lainnya. Oleh karena itu untuk mengurangi
efek negatif dari radiasi perlu diterapkan ketentuan keselamatan radiasi
dan keamanan sumber radioaktif. Keamanan tersebut diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi
Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, yang bertujuan untuk
melindungi pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi,
serta untuk mengendalikan potensi bahaya radiasi. Diperlukan pula
tindakan Proteksi Radiasi, yaitu tindakan utama yang perlu dilakukan
untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi.

Pekerja radiasi dalam hal tertentu harus berada di medan radiasi yang
berhadapan langsung dengan pasien untuk membantu pasien dalam
melakukan pemeriksaan Colon In Loop dengan sangkaan Penyakit
Megakolon. Hal ini juga bisa terjadi pada pendamping pasien yang harus
menerima radiasi untuk membantu pemeriksaan dapat dilakukan.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 8 Tahun


2011 Tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X
Radiologi Diagnostik Dan Intervensional. Pesawat Sinar-X Fluoroskopi
adalah pesawat sinar-X yang memiliki tabir atau lembar penguat fluorosensi
yang dilengkapi dengan sistem video yang dapat mencitrakan obyek secara
terus menerus.

Paparan Radiasi adalah penyinaran Radiasi yang diterima oleh


manusia atau materi, baik disengaja atau tidak, yang berasal dari Radiasi
interna maupun eksterna. Paparan Kerja adalah paparan yang diterima oleh
Pekerja Radiasi. Paparan Medik adalah paparan yang diterima oleh pasien

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

sebagai bagian dari diagnosis atau pengobatan medik, dan orang lain sebagai
sukarelawan yang membantu pasien.

Murniaty dkk 2006, Dari hasil analisis, kardiolog dan perawat


diperkirakan menerima dosis radiasi 43 – 77 % dari NBD untuk pekerja
radiasi sebesar 50 mSv/tahun. Sedangkan menurut BSS-115, dosis yang
diterima kardiolog dan perawat melebihi NBD untuk pekerja radiasi sebesar
20 mSv/tahun. Sebagai kesimpulan, radiasi yang diterima oleh pekerja
radiologi interventional memiliki potensi resiko radiasi yang besar dan dapat
melebihi NBD yang ditetapkan.

Mulyati Dkk 2016, Melakukan Penelitian Tentang Penerapan


Keselamatan Kerja Radiasi Pada Sistem Pelayanan Fluoroskopi Bagasi
Dibandara Internasional Ahmad Yani Semarang Pihak Manajemen Bandara
Internasional A Yani Semarang Memberikan Alat Monitoring Personnel
Dose Seperti Film Badge, TLD Badge Agar Dosis Yang Diterima Masing-
Masing Orang Dapat Dimonitor.

Ridzwan dkk 2016, Pengukuran Dosis Radiasi Semasa Prosedur


Fluoroskopi: Lebih Rendah Lebih Baik.

Berdasarkan penelitian dan kajian yang telah dilakukan sebelumnya, maka


peneliti akan melakukan penelitian mengenai Analisis Dosis Radiasi
Fluoroscopy Colon In Loop Dengan Sangkaan Penyakit Megakolon.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi rumusan masalah :

a. Apa saja usaha yang dilakukan untuk memberikan tindakan proteksi


radiasi keselamatan dan kesehatan kerja dalam medan radiasi pengion ?
b. Bagaimana cara menentukan jarak aman dari paparan radiasi sinar-X
ketika penyinaran ?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

1.3. Batasan Masalah


Pada pemeriksaan Colon In Loop dengan sangkaan penyakit Megakolon,
penulis menggunakan konsentrasi zat kontras media 70-80% dan zat kontras
media water soluble (lopamiro), dengan perbandingan 1:8 (250-400ml) yang
dimasukkan melalui anus. Penelitian ini dibatasi yaitu :
a. Untuk menentukan nilai paparan dosis radiasi terhadap jarak.
b. Untuk mengetahui jarak titik aman paparan radiasi sinar-X terhadap
petugas radiasi.

1.4. Tujuan Penelitian


a. Mengetahui hasil pengukuran tingkat radiasi dari pesawat sinar-X
fluoroscopi yang digunakan di Unit Radiologi Rumah Sakit Bunda
Thamrin Medan dengan menggunakan variasi faktor eksposi dan jarak.
b. Mengetahui proteksi radiasi dan hasil pengukuran paparan radiasi pada
pesawat sinar-X fluoroscopi dengan menentukan jarak titik aman
sumber radiasi terhadap petugas radiasi.

1.5. Manfaat Penelitian


a. Mengetahui paparan radiasi dari pesawat sinar-X fluoroscopi dengan
menggunakan faktor eksposi dan jarak yang berbeda.
b. Menambah pemahaman tentang pentingnya proteksi radiasi kepada
pasien maupun masyarakat umum serta pekerja radiasi dan menjadi
bahan masukan yang berguna bagi pelayanan diagnostik sehingga dapat
diterima dosis radiasi yang serendah mungkin terhadap pasien, pekerja
radiasi dan masyarakat umum.
c. Sebagai informasi terhadap Rumah Sakit dan juga pekerja radiasi untuk
meyakinkan bahwa pekerjaan atau penyinaran radiasi yang dilakukan
dalam batas aman.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

1.6. Sistematika Penulisan

BAB 1 Berisi tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah,


Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian
dan Sistematika Penulisan.

BAB 2 Berisi tentang dasar Teori meliputi : Radiodiagnostik,


Colon in Loop, Megakolon, Dosis Radiasi, Efek radiasi
terhadap jaringan biologi, Sinar-X, Fluoroscopi, dan Alat
Ukur Dosis Radiasi.

BAB 3 Berisi tentang Metode Penelitian yang terdiri dari : Alat


Penelitian, Bahan penelitian, Tempat penelitian, Penyinaran
Thermoluminisence Dosimeter (TLD) dengan variasi Jarak
dan Faktor Ekspose , Pembacaan Thermoluminisence
Dosimeter (TLD) dan Analisis hasil.

BAB 4 Berisi tentang Hasil dan Pembahasan Analisis dosis radiasi


pada pemeriksaan Colon in Loop dengan pesawat
Fluoroscopi.

BAB 5 Berisi tentang Kesimpulan dan Saran untuk


penyempurnaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Radiodiagnostik
Radiodiagnostik adalah cabang ilmu radiologi yang memanfaatkan sinar
pengion (sinar-X) untuk membantu diagnosa dalam bentuk foto yang
didokumentasikan. Pesawat rontgen diagnostik adalah peralatan untuk melakukan
berbagai pemeriksaan dan konstruksinya ditentukan oleh jenis pemeriksaan yang
dilakukan, pada pemeriksaan Colon In Loop hendaknya mempunyai pesawat
yang berkapasitas diatas 200 mA dan dilengkapi dengan fluoroscopy radiografi,
sehingga zat kontras yang masuk ke dalam colon terlihat langsung melalui tv
monitor.
Menurut Rasad(2005), pemeriksaan fluoroscopy atau sinar tembus adalah
pemeriksaan radiologi secara langsung yang dapat melihat dan mempelajari alat –
alat tubuh yang bergerak.

2.2. Anatomi
Anatomi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk dan susunan tubuh
baik secara keseluruhan maupun bagian – bagian serta hubungan alat tubuh yang
satu dengan yang lainnya.(Syaifuddin, 1997).

2.2.1. Usus Besar ( Colon )


Usus besar atau kolon yang kira-kira panjangnya satu setengah meter,
adalah sambungan dari usus mulai dari katup ilekolik atau ileosekal yaitu tempat
sisa makanan lewat. Refleks gastrocolik terjadi ketika makanan masuk ke
lambung dan menimbulkan peristaltik di dalam usus besar. Refleks ini
menyebabkan defekasi atau pembuangan air besar. Colon mempunyai diameter
yang lebih besar dari usus kecil. Dan rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm),
dimana semakin dekat ke anus diameternya semakin kecil (Pearce, 2002).

6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7

3 4

6
2

10

7
1

8
9

Gambar 2.1. Anatomi Colon Intestinum Mayor, (Ballinger 1986)

Keterangan Gambar:
1. Apendix
2. Colon Acendens
3. Flexura hepatica
4. Colon Transversum
5. Fleksura lienalis
6. Colon Decendens
7. Colon Sigmoid
8. Rectum
9. Anus
10. Terminal ilium

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

2.3. Sinar-X

Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang


gelombang yang sangat pendek, yaitu hanya 1/10.000 panjang gelombang cahaya
yang kelihatan. Hal inilah yang menyebabkan sinar-X dapat menembus benda-
benda.1 Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik atau sering juga disebut
sebagai foton. Sinar-X merupakan salah satu gelombang elektromagnetik yang
mempunyai energi relatif besar sehingga daya tembusnya tinggi, bahkan dapat
menembus lapisan logam. Sinar-X dapat dibedakan menjadi sinar-X karakteristik
dan sinar-X brehmsstrahlung.
Sinar-X karakteristik ketika elektron proyektil dengan energy kinetik tinggi
berinteraksi dengan elektron dari tiap-tiap kulit atom. Elektron proyektil ini harus
mempunyai energy kinetik yang tinggi untuk melepaskan elektron pada kulit
atom tertentu dari orbitatnya. Saat elektron terlepas dari orbitnya maka terjadi
transisi dari orbit yang luar ke orbit yang dalam. Energi yang dilepaskan pada
saat terjadi transisi dikenal dengan photon sinar-X karakterikstik seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.2. Besarnya energi photon sinar-X tergantung
karakteristik pada energi proyektil yang digunakan untuk melepaskan elektron
dari kulit atom.

Gambar 2.2 Proses pembentukan sinar-X karakteristik (Curry III, 1990)

Sinar-X bremstrahlung terjadi ketika elektron dengan energi kinetic


berinteraksi dengan medan energi pada inti atom. Energi pada inti atom
bermuatan positif dan electron bermuatan negatif maka terjadi hubungan tarik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

menarik antara inti atom dengan elektron. Ketika elektron yang mendekati inti
atom mempunyai medan energi yang cukup besar untuk ditembus oleh elektron
proyektil, maka medan energi yang terdapat pada inti atom akan melambatkan
gerak dari energi proyektil. Perlambatan gerak dari elektron proyektil akan
mengakibatkan elektron proyektil kehilangan energy dan berubah arah. Energi
yang hilang dari elektron proyektil ini dikenal dengan photon sinar-X
bremstrahlung seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Proses pembentukan sinar-X brehmsstrahlung (Curry III, 1990)

2.3.1. Prinsip Kerja Sinar-X

Prinsip kerja sinar-X berawal dari diberikannya Arus listrik ( mA ) pada


pesawat radiograf yang akan memanaskan filamen sehingga akan terjadi awan
elektron di sekitar filamen. Hal ini mengakibatkan Tegangan ( kV ) diantara
katoda (negatif) dan anoda (positif) akan menyebabkan elektron-elektron
bergerak ke arah anoda.Sementara itu Fokus atau focusing cup pada tabung
pesawat radiograf berfungsi untuk mengarahkan pergerakan elektron-elektron
(berkas elektron) menuju target. Ketika berkas elektron tersebut menumbuk
target maka akan terjadi proses eksitasi pada atom-atom target, yang akan
memancarkan sinar-X karakteristik, dan membelokkan elektron sehingga akan
dipancarkan sinar-X bremstrahlung. Berkas sinar-X yang dihasilkan inilah yaitu
sinar-X karakteristik dan bremstrahlung yang dipancarkan keluar dari tabung
sinar-X melalui window.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

2.3.2. Pengaturan Pesawat Sinar-X

Dalam pengaturan pada pesawat sinar-X dikenal dengan dua pengaturan


(adjustment) yaitu pengaturan arus filamen (mA) dan pengaturan tegangan
diantara anoda dan katoda (kV). Pengaturan arus mA akan menyebabkan
perubahan jumlah elektron yang dihasilkan filamen dan intensitas berkas elektron
sehingga mempengaruhi intensitas sinar-X yaitu Semakin besar mA akan
menghasilkan intensitas sinar-X yang semakin besar.
Sementara pengaturan tegangan kV akan menyebabkan perubahan “gaya
tarik” anoda terhadap elektron sehingga kecepatan elektron menuju (menumbuk)
target akan berubah. Hal ini menyebabkan energi sinar-X dan intensitas sinar-X
yang dihasilkan akan mengalami perubahan yaitu Semakin besar kV akan
menghasilkan energi dan intensitas sinar-X yang semakin besar.
Berikut diagram hubungan energi (panjang gelombang) dan
intensitas terhadap arus (mA) dan tegangan (kV).

Gambar 2.4 Hubungan Intensitas terhadap arus dan tegangan. (BATAN, 2013)

Pada Gambar 2.4 di atas dapat dilihat bahwa bila arus (mA) dinaikkan
(gambar kanan) maka spektrum sinar-X akan semakin tinggi intensitasnya
dengan puncak pada energi atau panjang gelombang yang tetap. Bila tegangan
(kV) dinaikkan (gambar kiri) maka intensitas semakin tinggi dan puncaknya
bergeser ke kiri, panjang gelombang mengecil atau energi membesar. ( BATAN,
2013)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

2.4. Efek Radiasi

Efek radiasi pada tubuh/materi dapat menimbulkan akibat biologi melalui


dua cara yaitu secara langsung dan tak langsung. Secara langsung yaitu melalui
jalur disosiasi molekul setelah terjadinya pengionan dan eksitasi. Sementara itu
secara tak langsung yaitu melalui pembentukan radikal bebas dan peroksida
hidrogen dalam air cairan tubuh.( BATAN, 2013 )

Gambar 2.5 Interaksi radiasi dengan materi biologik.

Interaksi radiasi pengion dengan materi biologi diawali dengan proses


ionisasi. Elektron yang dihasilkan dari proses ionisasi akan berinteraksi dengan
molekul dalam sel yang secara biologik penting pada DNA sebagaimana pada
Gambar 2.5. Diantara berbagai bentuk kerusakan di dalam sel yang dapat
disebabkan oleh radiasi pengion, yang paling utama adalah kerusakan dalam
DNA. Kerusakan dalam DNA dapat mencegah pulihnya atau kemampuan
reproduksi sel, meskipun seringkali kerusakan diperbaiki oleh sel. Jika
perbaikannya tidak sempurna, akan menghasilkan sel yang tetap hidup tetapi
sudah berubah.

Efek Radiasi terhadap sel tubuh manusia yang merusak DNA ini dibagi atas
dua macam berdasarkan jangka waktu setelah pemaparan yaitu efek stokastik dan
efek deterministik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

2.4.1. Efek stokastik

Efek stokastik adalah efek yang kemunculannya pada individu tidak bisa
dipastikan tetapi tingkat kebolehjadian munculnya efek tersebut dapat
diperkirakan berdasarkan data statistik yang ada. Efek stokastik berkaitan dengan
dosis rendah yang dapat muncul pada tubuh manusia dalam bentuk kanker yang
dikenal dengan kerusakan somatik atau cacat pada keturunan yang
mengakibatkan kerusakan genetik.
Dalam efek stokastik tidak dikenal dengan adanya dosis
ambang.Kemunculan efek ini berlangsung lama setelah terjadinya penyinaran dan
hanya dialami beberapa orang diantara kelompok yang menerima penyinaran.
Ada empat ciri khas dari efek stokastik :

a. Tidak mengenal dosis ambang


b. Timbulnya efek setelah melalui masa tunda yang lama
c. Keparahannya tidak bergantung pada dosis radiasi
d. Tidak ada penyembuhan spontan
Timbulnya efek stokastik dapat dikurangi dengan menurunkan penurunan
dosis, tetapi efek stokastik tidak dapat dihindari sepenuhnya karena diasumsikan
efek ini dapat terjadi pada setiap nilai dosis radiasi sekalipun sangat rendah.
Contoh berupa kanker dan efek pewarisan.

2.4.2. Efek Deterministik

Efek deterministik adalah efek yang berkaitan dengan paparan radiasi dosis
tinggi yang kemunculannya dapat langsung dilihat atau dirasakan oleh individu
yang terpapar radiasi. Efek tersebut dapat muncul seketika hingga beberapa
minggu setelah penyinaran.Efek ini mengenal adanya dosis ambang. Jadi hanya
radiasi dengan dosis tertentu yang dapat menimbulkan efek deterministik, radiasi
dengan dosis di bawah dosis ambang tidak akan menimbulkan efek deterministik
tertentu. Sebagai contoh dari efek deterministik ini adalah erythema kulit( kulit
memerah ) karena terkena paparan radiasi sebesar 3.000 – 6.000 mSv, atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

kerontokan rambut yang disebabkan oleh paparan radiasi sebesar 6.000 – 12.000
mSv.

Efek deterministik ini dicirikan oleh hubungan sebab akibat yang bersifat
pasti antara dosis yang diterima ( sebab ) dengan efek yang ditimbulkannya (
akibat ). Efek ini termasuk dalam kelompok efek segera, dengan masa tunggu
pemunculannya tergantung pada dosis yang diberikan pada suatu sistem biologi
bersangkutan.

Ada empat ciri khas mengenai efek deterministik ini adalah:

a. mempunyai dosis ambang,


b. umumnya timbul beberapa saat setelah penerimaan dosis radiasi,
c. dapat dilakukan penyembuhan spontan bergantung pada tingkat
keparahannya; serta
d. keparahan efek deterministik bergantung pada dosis radiasi yang diterima.

Kemunculan efek ini juga ditandai dengan munculnya keluhan baik umum
maupun lokal namun sulit dibedakan dengan penyakit – penyakit lainnya.
Keluhan umum bisa berupa : nafsu makan berkurang, mual, lesu, lemah, demam,
keringat berlebihan hingga menyebabkan terjadinya shock. Beberapa saat
kemudian timbul keluhan yang lebih khusus, yaitu nyeri perut, rambut rontok
shock bahkan kematian. Sedangkan keluhan lokal yang biasanya muncul adalah
erythema atau kulit memerah, pedih, gatal, bengkak, melepuh, memborok, dan
kerontokan rambut kulit. Jumlah limfosit dalam darah berkurang pada jam-jam
perama setelah terjadinya paparan radiasi dosis tinggi.

Menurut ( Akhadi, 2000), beberapa efek deterministic lainnya yang dapat


muncul akibat paparan radiasi dosis tinggi pada tubuh manusia adalah :

a. Penerimaan dosis radiasi 100.000 mSv ( 100 Sv ) mengakibatkan kerusakan


system syaraf pusat yang diikuti dengan kematian setelah beberapa jam/hari.
b. Penyinaran dosis radiasi 10 – 50 Sv mengakibatkan kerusakan saluran
pencernaan dan dapat mati setelah 1-2 minggu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

c. Dosis radiasi 3-5 Sv mengakibatkan keruakan pada organ pembentukan sel


darah merah pada sumsum tulang belakang yang diikuti dengan kematian
setelah 1-2 bulan.
d. Efek somatic pada organ reproduksi adalah tergangganya produksi sperma
pada pria ( 2 Sv ) dan kerusakan ovum pada wanita ( 3 Sv ), sehingga
mengakibatkan kemandulan.
e. Radiasi yang dapat mengakibatkan kerusakan pada lensa mata sehingga
mengakibatkan katarak dengan dosis radiasi 2-5 Sv.
f. Penyinaran ke seluruh tubuh dengan dosis 1-2 Sv menimbulkan gejala mual-
mual yang diikuti dengan muntah.

2.5 Besaran dan Satuan Dasar Dalam Dosimetri


Dosimetri radiasi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari besaran
dan satuan dosis radiasi, sedangkan pengertian dosis adalah kuantisasi dari proses
yang ditinjau sebagai akibat radiasi mengenai materi.
2.5.1 Dosis Serap
Dosis serap sebagai jumlah energi yang diserahkan oleh radiasi atau
banyaknya energi yang diserap oleh bahan persatuan massa bahan itu. Jadi dosis
serap merupakan ukuran banyaknya energi yang diberikan oleh radiasi pengion
kepada medium. Untuk keperluan proteksi radiasi digunakan untuk
menyatakan dosis rata-rata pada suatu jaringan. Satuan yang digunakan satuan
baru, yaitu gray (Gy) dimana:
1 gray (Gy) = 1 joule/g
Dengan demikian dapat diperoleh hubungan: 1 gray = 100 Rad
Besaran dosis serap ini berlaku semua jenis bahan yang dikenainya.(BATAN,
2005)
2.5.2 Dosis Ekuivalen
Dosis ekuivalen pada prinsipnya adalah dosis serap yang diberi bobot, yaitu
dikalikan dengan faktor bobotnya. Faktor bobot radiasi ini dikaitkan dengan
kemampuan radiasi dalam membentuk pasangan ion persatuan panjang
lintasan, semakin banyak pasangan ion yang dapat dibentuk persatuan
panjang lintasan, (HT.R) semakin besar pula nilai bobot radiasi itu. Dosis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

ekuivalen dalam organ T yang menerima penyinaran radiasi R ditentukan


melalui persamaan:

H
T.R = WR . DT.R

Dengan DT.R adalah dosis serap yang dirata-ratakan untuk daerah organ
atau jaringan T yang menerima radiasi R, sedang WR adalah faktor bobot dari
radiasi R. Satuan untuk dosis ekuivalen adalah rem, kemudian diganti menjadi
sievert (Sv), dimana 1 Sv = 100 rem.

2.5.3 Dosis Efektif


Hubungan antara peluang timbulnya efek biologi tertentu akaibat
penerimaan dosis ekuivalen pada suatu jaringan juga bergantung pada organ
atau jaringan yang tersinari. Untuk menunjukkan keefektifan radiasi dalam
menimbulkan efek tertentu pada suatu organ diperlukan besaran baru yang
disebut besaran dosis efektif. Besaran ini merupakan penurunan dari besaran
dosis ekuivalen yang dibobot. Dosis efektif dalam organ T,

HE yang menerima penyinaran radiasi dengan dosis ekuivalen HT


ditentukan melalui persamaan:

HE = WT . HT

ICRP melalui publikasi ICRP Nomor 60 Tahun 1990 menetapkan nilai


WT yang dikembangkan dengan menggunakan “manusia acuan” dengan jumlah
yang sama untuk setiap jenis kelamin dan mencakup rentang umur yang cukup
lebar.

2.5.4 Paparan
Paparan pada mulanya merupakan besaran untuk menyatakan intensitas
sinar-X yang dapat menghasilkan ionisasi di udara dalam jumlah tertentu.
Berdasarkan defenisi tersebut, maka paparan (X) dapat dirumuskan dengan:

X = dQ / dm

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

Dengan dQ adalah jumlah muatan elektron yang timbul sebagai akibat


interaksi anrata foton dengan atom-atom udara dalam volume udara bermassa
dm. Besaran paparan ini mempunyai satuan Coulomb per kilogram-udara
(C/kg) dan diberi nama khusus roentgen, disingkat R.

2.6 Proteksi Radiasi

Proteksi radiasi atau keselamatan radiasi adalah suatu pengetahuan dan


teknik tentang keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan yang
berhubungan dengan pemberian perlindungan ( proteksi ) kepada seseorang atau
sekelompok orang terhadap kemungkinan negative akibat radiasi pengion,
sementara kegiatan yang diperlukan dalam pemakaian sumber radiasi pengion
masih tetap dapat dilaksanakan. Akibat negatif disebut Somatik apabila diderita
oleh orang yang terkena radiasi, dan disebut akibat genetik apabila dialami oleh
keturunannnya. Proteksi radiasi memiliki tujuan yaitu :

a. Membatasi peluang terjadinya efek stokastik atau risiko akibat pemakaian


radiasi yang dapat diterima oleh seseorang atau masyarakat,
b. Mencegah terjadinya efek deterministik dari radiasi yang membahayakan
seseorang.

Dalam upaya proteksi, didalmnya juga terdapat upaya pencegahan. Masalah


penerimaan dosis terhadap manusia menjadi perhatian utama. Ada tiga jenis
penyinaran yang digunakan untuk menetapkan pembatasan terimaan dosis.

2.6.1 Penyinaran kerja


Yaitu penyinran yang terjadi di tempat kerja dan sebagai akibat melaksanakan
pekerjaan yang melibatkan sumber radiasi. Pengendalian sumber radiasi terhadap
potensi bahaya radiasi pada pekerja dapat dilakukan dengan memperhatikan 3
faktor, yaitu waktu, jarak, dan penahan radiasi.
2.6.1.1 Waktu
Pekerja radiasi yang berada di dalam medan radiasi akan menerima dosis
radiasi yang besarnya sebanding dengan lamanya pekerja tersebut berada di dalam
medan radiasi. Semakin lama seseorang berada di tempat itu, akan semakin besar
dosis yang diterimanya, demikian pula sebaliknya. Dosis radiasi yang diterima

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

oleh pekerja selama berada di dalam medan radiasi dapat dirumuskan sebgai
berikut berikut:

D=Ḋt

Dengan
D = dosis serap yang diterima
Ḋ = laju dosis serap
t = waktu penyinaran
Waktu penyinaran merupakan faktor penting dalam membatasi jumlah dosis
akumulasi yang diterima oleh pekerja radiasi.

Pada pesawat rontgen harus ada penunjukan tegangan tabung, arus tabung
dan waktu penyinaran yang dipilih, penunjukan jumlah muatan listrik (mAs)
dapat dipakai sebagai pengganti penunjukan arus tabung dan waktu penyinaran
secara terpisah. Untuk pengatur penyinaran secara otomatis cukup ada
penunjukan tegangan tabung dan arus tanung penyerta. Jika pembangkit sinar-X
ini juga dapat digunakan untuk fluoroscopy, harus ada suatu cara untuk menjaga
agar arus tabung berada dalam + 25 % dari nilai yang ditetapkan sebelumnya.
Rangkaian penyinaran yang ditetapkan sebelumnya harus diperlihatkan dengan
jelas dalam sebuah table dalam dokumen penyerta. Faktor- faktor penyinaran ini
hendaknya tersedia dekat atau pada panel pengatur. Waktu penyinaran biasanya
sangat singkat atau pendek dengan maksud untuk memperkecil dosis radiasi yang
diterima pekerja radiasi.

Seorang ahli radiografi ditugaskan untuk melakukan pekerjaan radioaktif 5


hari dalam 1 minggu di medan radiasi 25 mR/jam. Maka penyinaran yang
berlebihan ini dapat dicegah dengan membatasi waktu kerja hariannya selama 48
menit, sehingga jumlah penyinaran yang diterima dalam 1 hari hanya 20 mR. Jika
volume pekerjaannya membutuhkan waktu penyinaran yang lebih lama, maka
petugas ahli radiografi lain harus ditunjuk untuk menggantikannya atau pekerjaan
itu harus dirancang bangun kembali untuk mengurangi intensitas medan radiasi
pada daerah kerja radiografi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

2.6.1.2 Jarak
Laju dosis berbanding terbalik dengan kuadrat jarak (hukum kuadrat
terbalik). Semakin besar jarak dari sumber radiasi, laju dosis di tempat tersebut
semakin berkurang. Hubungan besar laju dosis untuk sumber titik terhadap jarak
dari sumber dirumuskan oleh persamaan berikut:

Ḋ1.r12=Ḋ2. r22

Dengan

Ḋ1= laju dosis serap pada jarak dari sumber

Ḋ2= laju dosis serap pada jarak dari sumber

Sumber radiasi dianggap sebagai sumber titik apabila jarak dari sumber
paling sedikit 10 kali dimensi sumber. Penerapan faktor jarak dalam
pengendalian bahaya radiasi eksterna dilakukan dalam penetapan daerah kerja
dengan memperhatikan laju dosis radiasi.

Bila jarak sumber radiasi diperpendek 1/2 kali, laju dosis radiasi akan
menjadi 4 kali lebih besar dan bila jarak diperpendek menjadi 1/3 kali, maka laju
dosis menjadi 9 kali lebih besar. Jadi bila terlalu dekat pada sumber, misalnya
langsung menyentuh atau memegang sumber radiasi, maka laju dosis pada tangan
berlipat ganda besarnya.

2.6.1.3 Penahan Radiasi


Laju dosis dapat dikurangi dengan memasang penahan radiasi di antara
sumber radiasi dengan pekerja radiasi. Dengan cara ini maka pekerja radiasi dapat
bekerja pada jarak yang tidak terlalu jauh dari sumber radiasi dengan dosis yang
tidak melebihi batas yang ditetapkan. Tebal dan jenis bahan penahan yang
diperlukan bergantung pada jenis dan energi radiasi, aktivitas sumber, dan laju
dosis yang diinginkan setelah radiasi menembus penahan.

Tujuan pemasangan penahan radiasi untuk mengurangi dosis radiasi yang


mengenai organ dalam tubuh. Penahan radiasi untuk instalasi sinar–X dapat
dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu ( BATAN, 2005 )

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

a. Penahan Radiasi Primer merupakan penahan sumber yang dibuat oleh


pabrik pembuat tabung berupa penahan timbal atau besi yang sekaligus
berfungsi sebagai rumah atau wadah tabung Sinar–X dan memberikan
proteksi terhadap radiasi primer. Persyaratan penahan radiasi primer harus
memenuhi persyaratan yang direkomendasi NCRP (National Council on
Radiation Protection & Measurement) yaitu laju kebocoran pesawat tipe
diagnostik pada jarak 1 meter dari fokus tidak melebihi 0,1R/jam, yang
dioperasikan pada arus dan tegangan maksimum.
b. Penahan Radiasi Sekunder merupakan disain ruangan penyinaran di
rumah sakit dengan menggunakan perhitungan ketebalan yang
dibutuhkan. Penahan radiasi sekunder yang disinari terus menerus,
dianggap sebagai penahan radiasi primer.
Untuk menghitung tebal dinding penahan struktural dari ruangan (dinding
dan pintu), perlu diketahui variabel atau faktor yang berpengaruh, yang meliputi :
tegangan maksimum (kV) saat tabung sinar–X dioperasikan, arus maksimum
(mA) dari aliran berkasnya, beban kerja atau Workload (W), faktor penggunaan
atau Use Factor (U), faktor hunian atau Occupancy Factor (T), jarak (Distance,
d). ( BATAN , 2009 )

2.6.2 Persyaratan Keselamatan Kerja Untuk Sinar-X Diagnostik


Beberapa factor yang perlu diperhatikan, yaitu kewajiban pengawasan
operator, lamanya pemakaian pesawat sinar-X dan ukuran berkas radiasi serta
yang lainnya, seperti rancangan pesawat sinar-X, perisai bangunan dan denah
kamar pemeriksaan sinar-X. Pertimbangan utama dalam memilih pesawat sinar-X
selain didasarkan atas tujuan medis, juga pada penyediaan daya listrik setempat,
dimana yang paling baik adalah dengan tersedianya daya listrik khusus untuk
pesawat sinar-X. Kamar pemerinksaan sinar-X harus dibangun cukup kuat untuk
menahan beban peraltan yang ada di dalamnya dan dibangun sedemikian,
sehingga memberikan proteksi yang cukup terhadap orang-orang yang berada di
luar kamar sinar-X. Pada umumnya untuk kamar sinar-X dengan ukuran ( 6 x 4 x
3 ) m3 dan tegangan tabung 70 kVp – 125 kVp, memerlukan dinding dengan
semua sisi yang tebalnya setara 2 mmPb atau jika dinding yang ada terbuat dari
bata dan plester yang tebalnya 13 cm cukup ditambahkan dengan lapisan timbal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

yang tebalnya 1 mm Pb, sehingga setara dengan tebal 2 mm Pb atau beton setebal
15 cm atau bata dengan plester yang tebalnya 25 cm. Ruang operator tempat meja
control pesawat sebaiknya dibuat erpisah dari ruang penyinaran, atau jika berada
di dalam ruang penyinaran harus disediakan tabir Pb dan dilengkapi dengan kaca
intip atau jendela observasi yang terbuat dai Pb setara 2 mm Pb. Pintu ruang
pesawat sinar-X harus diberi penahan radiasi yang cukup sehingga terproteksi
dengan baik. Pintu tersebuat biasanya terbuat dari tripleks atau kayu dengan tebal
tertentu dengan ditambah lempengan Pb setebal 1 – 2 mm Pb. Lampu merah
sebagai tanda radiasi harus dipasang di atas pintu, yang dapat memyala pada saat
pesawat sinar-X digunakan. Tanda peringatan bahaya radiasi hendaknya dibuat
dan ditempelkan di pintu masuk utama ruang penyinaran.

Gambar 2.6 Tanda Bahaya Radiasi (BAPETEN, 2009)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

2.6.3 Persyaratan Proteksi Untuk Pesawat Sinar-X Terapi Umum


Proteksi radiasi yang berhubungan dengan terapi sinar-X sangat berbeda-
beda dan sesuai dengan tegangan tabung. Pada tegangan rendah tidak
menggunakan filter, tabung sinar-X dengan jendela beryllium akan memancarkan
berkas cukup kuat yang mungkin dapat menyebabkan suatu bahaya. Kesalahan
kecil dalam penentuan waktu dapat menimbulkan akibat yang serius, demikian
pula radiasi hamburan selama penyinaran untuk operator yang berada di ruangan
sinar-X kecuali jika ujung aplikator menempel pada kulit pasien. Pada tegangan
yang lebih tinggi, bangunan penahan radiasi memerlukan pertimbangan yang
lebih mendalam untuk tercapainya keselamatan untuk petugas dan anggota
masyarakat. Juga perlu diperhatikan penahan radiasi dari wadah tabung sinar-X
sehingga memenuhi nilai maksimum radiasi bocor. Hanya pasien yang berada di
dalam ruangan. Pintu ke dalam ruangan terapi harus mempunyai system
interlock, sehingga penyinaran tidak akan berlangsung bila pintu dibuka. Sebuah
alat peringatan yang menghasilkan isyarat cahaya atau bunyi pada panel
pengendali harus selalu menunjukkan dengan jelas bahwa tabung sinar-X sedang
memancarkan radiasi. Beberapa pesawat terapi bertegangan menengah ( 200-400
kV ) memerlukan beberapa detik untuk sampai pada tegangan yang sudah diatur
sebelumnya, sehingga dengan demikian digunakan sebuah penutup untuk
mengontrol penyinaran pada pasien.

2.7 Penyinaran medik

Yaitu penyinaran yang diterima oleh seseorang yang berkaitan dengan


pemeriksaan kesehatan ataupun upaya penyembuhan penyakit dengan
menggunakan kepentingan radiasi bagi kepentingan orang itu.

2.7.1 Justifikasi
Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber radiasi lainnya harus
didasarkan pada azas manfaat. Justifikasi harus didasarkan pada manfaat yang
diperoleh lebih besardaripada risiko yang ditimbulkan. Justifikasi diberlakukan
dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang meliputi:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

a. Adanya penerapan teknologi lain dari risiko yang ditimbulkan lebih kecil
daripada jenis pemanfaatan tenaga nuklir yang sudah ada sebelumnya;
b. Ekonomi dan social
c. Kesehatan dan keselamatan; dan
d. Pengelolaan limbah radioaktif dan dekomisioning.

Berikut adalah contoh penerapan asas justifikasi dalam kehidupan sehari-


hari yaitu

a. Seorang ibu menderita sakit pinggang tetapi ibu tersebut tidak dapat di
roentgen karena sedang hamil. Karena ditakutkan radiasi tersebut akan
tersalurkan ke janinnya. Maka pemotretan akan dilakukan setelah ibu
tersebut melahirkan.
b. Jika seseorang pasien datang ke ruang pemeriksaan tanpa membawa
rekomendasi dari dokter maka sebagai radiografer tidak diharuskan untuk
melakukan pemeriksaan terhadap pasien tersebut.
c. Seorang radiografer tidak boleh seenaknya menggunakan pesawat roentgen
di dalam Rumah Sakit tempat ia bekerja, misalnya dengan mengekspose
binatang peliharaannya untuk kepentingan pribadinya.

2.7.2 Optimasi
Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya ALARA (As Low
AsReasonably Achieveable) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan
sosial. Optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi harus diupayakan agar
besarnya dosis yang diterima serendah mungkin yang dapat dicapai dengan
mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi.Besarnya dosis harus di bawah
NBD. Penerapan optimisasi dilaksanakan melalui :

a. pembatas dosis

Pembatas dosis ditentukan oleh pemegang izin setelah mendapat


persetujuan dari Kepala Bapeten. Penentuan pembatas dosis tidak boleh
melampaui NBD, dan diberlakukan apabila :
a. Terdapat lebih dari satu fasilitas atau instalasi di satu kawasan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

b. Personil bekerja lebih dari satu fasilitas atau instalasi.


b. Tingkat panduan untuk paparan medik
Tingkat panduan hanya diperuntukkan bagi paparan medik dalam radiologi
diagnostik dan intervensional, serta kedokteran nuklir. Tidak diperuntukkan bagi
paparan medik dalam radioterapi. Tingkat panduan untuk paparan medik
ditetapkan oleh Kepala Bapeten berdasarkan Standar Nasional Indonesia yang
berlaku. Bila Standar Nasional Indonesia belum tersedia, Bapeten dapat
menetapkan tingkat panduan berdasarkan standar internasional. Untuk
memastikan bahwa tingkat panduan dipatuhi maka wajib dilakukan uji
kesesuaian terhadap pesawat sinar-X untuk radiologi diagnostik dan
intervensional. Uji kesesuaian tesebut harus dilaksanakan oleh penguji yang
berkualifikasi. Hasil pengujian harus dievaluasi oleh tenaga ahli untuk
menentukan keandalan pesawat sinar-X. Uji kesesuaian didasarkan pada
parameter operasi dan keselamatan.
Berikut adalah contoh penerapan asas optimalisasi dalam kehidupan
sehari-hari yaitu :

a. Radiografer harus memperhatikan ukuran film yang sesuai dengan jenis


pemeriksaan yang akan dilakukan.
b. Sebelum dilakukan pemeriksaan radiografer terlebih dahulu harus
memberikan instruksi yang jelas kepada pasien agar pengulangan foto dapat
dihindari sehingga pasien tidak mendapat dosis radiasi yang sia-sia.
2.7.3 Limitasi
Dosis ekivalen yang diterima oleh pekerja radiasi atau masyarakat tidak
boleh melampaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang ditetapkan Menurut Surat
Keputusan Kepala Bapeten No. 01/Ka-BAPETEN/V-99. NBD yang ditetapkan
dalam Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2007 adalah dosis terbesar yang
diizinkan oleh Bapeten yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota
masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek genetik dan
somatik yang berarti akibat pemanfaatan tenaga nuklir. NBD yang ditetapkan
meliputi penyinaran seluruh tubuh dan penyinaran terhadap organ atau jaringan
tubuh tertentu. NBD pekerja radiasi untuk penyinaran seluruh tubuh
ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

a Dosis efektif rata-rata sebesar 20 mSv (duapuluh milisievert) pertahun


dalam periode 5 (lima) tahun, sehingga dosis yang terakumulasi dalam
5 (lima) tahun tidak boleh melebihi 100 mSv (seratus milisievert);
b Dosis efektif sebesar 50 mSv (limapuluh milisievert) dalam 1 (satu)
tahun tertentu.

Berikut adalah contoh penerapan asas limitasi dalam kehidupan sehari-hari yaitu :

a Pada saat ingin mengekspose pasien yang perlu diperhatikan adalah


jumlah radiasi yang akan digunakan. Misalnya seorang pasien dewasa
ingin melakukan pemeriksaan Colon In Loop, menggunakan tegangan 70
kV dengan kuat arus 8 mAs. Apabila ada seorang pasien anak-anak juga
ingin melakukan pemeriksaan Colon In Loop maka kita sebagai
radiografer harus menurunkan kondisi yang tadi digunakan menjadi
tegangan 60 kV dengan kuat arus 8 mAs karena dengan kondisi tersebut
sudah dapat dihasilkan gambar radiografi yang bagus karena tebal objek
sudah dapat ditembus dengan kondisi tersebut.
b Jika radiografer melakukan foto x-ray, untuk mengurangi dosis radiasi
yang diterima oleh pasien, kita sebisa mungkin menyesuaikan kolimasi
sesuai dengan kebutuhan dan letak objek. Sebab semakin besar kolimasi
maka semakin besar pula radiasi yang diterima oleh pasien begitupun
sebaliknya.

2.7.4 Penyinaran yang diterima oleh masyarakat umum


Yaitu penyinaran yang diterima karena bukan pekerjaan atau pemeriksaan
atau penyembuhan kesehatannya. Resiko radiasi merupakan sebagian kecil dari
semua resiko yang dapat diterima oleh seorang masyarakat dari lingkungan
hidupnya. Suatu hal yang perlu diperhatikan , yaitu adanya kemungkinan bahwa
anggota masyarakat umum bukan pekerja radiasi menerima penyinaran dari
beberapa sumber. Tingkat resiko yang dapat diterima untuk gejala stokastik pada
anggota masyarakat umum dapat dipahami melalui anggapan tentang resiko yang
hampir tidak dapat diubah oleh seseorang, atau yang dapat diatur oleh instansi
berwenang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

Mengkipun pada umumnya penerimaan dosis anggota masyarakat akan


lebih rendah dari 1 mSv pertahun, ada kemungkinan menerima penyinaran dari
beberapa sumber. Desain instalasi nuklir dan menyusun prosedur kerja
menggunakan kriteria desain dan prosedur yang didasarkan pada batas dosis
untuk anggota masyarakat bukan pekerja radiasi yang lebih rendah daripada 1
mSv pertahun, misalnya 0,1 mSv.

2.8 Pesawat Fluoroscopi


Menurut Meredith (1972), sinar-X dihasilkan dari tabung rontgen akan
menembus obyek, selanjutnya akan mengenai fluoroscopy screen, fluoroscopy
screen adalah suatu tabir yang apabila dikenai Sinar – x akan berpancar sehingga
mengakibatkan timbulnya bayangan tampak, bayangan tampak tersebut
dipertajam oleh image intensifier (penguat gambar) sehingga bayangan yang
dihasilkan tampak lebih jelas. Pada image intensifier ini bayangan bisa dilihat
pada ruangan terbuka tetapi bayangan tersebut diteruskan melalui tenden optical
sistem yaitu susunan lensa, sehingga resolusi yang dihasilkan semakin tajam.
Selanjutnya bayangan tersebut ditanggap oleh tv kamera yang mana
fungsinya adalah mengubah bayangan menjadi sinyal – sinyal listrik yang masih
lemah dan akan diperkuat. Hasil dari pada tv sentral station akan di kirim ke tv
monitor sehingga menghasilkan bayangan.

Gambar 2.7 Penguat gambar dan tv monitor (Meredith,1973)


Keterangan gambar :
1. Tabung sinar – x
2. Pasien
3. Penguat gambar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

4. Lensa ( kaca )
5. Tv kamera dan unit control
6. Monitor

2.8.1 Tabung Sinar-X


Tabung rontgen sinar-X merupakan alat untuk memproduksi sinar-X,
tabung mendapat sumber daya pemanas filamen dari auto transformator ± 12 volt.
Emisi elektron terjadi pada filamen lalu diarahkan pada focusing cup ke arah
sasaran dan dipercepat dengan tegangan tinggi yang diberikan pada target (anoda)
melalui tegangan dari step up kemudian menubruk suatu bahan yaitu target dan
menghasilkan sinar-X. Pada target ini terdapat piring anoda dan dibuat berputar
yang disebut juga dengan rotasi anoda.

Suatu tabung rontgen mempunyai beberapa persyaratan yaitu :


a Sumber electron
sebagai sumber electron adalah kawat pijar atau filamen pada katoda
didalam tabung pesawat rontgen.
b Gaya yang mempercepat gerakan electron
Gaya tersebut bergantung pada tegangan yang dipasang pada tabung
rontgen.
c Lintasan electron yang bebas dalam ruang hampa.
Lintasan ini terjadi karena dalam ruangan yang praktis hampa udara
diantara katoda dan anoda.
d Alat pemusat berkas electron (focusing cup)alat ini menyebab kan electron
– electron tidak bergerak terpancar – pancar,tetapi terarah ke bidang focus.
e Penghenti gerakan electron
1) Keeping wolfram yang ditanamkan di dalam tembaga pada tabung
rontgen anoda diam
2) Piring wolfram diatas tungkai molypdeum pada tabung rontgen anoda
putar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

4
2
5
3

6
10 9 8 7

Gambar 2.8 Tabung rontgen anoda putar (Meredith,1973)

Keterangan kerja :
1 Ekspansi bawah
2 Kabel soket
3 Tabung x-ray
4 Kabel soket
5 Rotor anoda
6 Gulungan stator
7 Anoda
8 Bagian yang keluar
9 Katoda
10 Minyak transformator

Adapun proses pembangkitan sinar-X dari tabung rontgen sebagai berikut:


Pertama-tama katoda (filamen) dipanaskan (lebih dari 20.000 oC) sampai filamen
berpijar dengan mengalirkan arus listrik yang berasal dari transformator, karena
panas elektron-elektron dari katoda (filamen) terlepas, sewaktu dihubungkan
dengan transformator tegangan tinggi, elektron-elektron tersebut dipercepat
gerakannya dan diarahkan oleh focusing cup menuju anoda. Awan-awan elektron
mendadak dihentikan pada sasaran (target) sehingga terbentuk panas (± 99%) dan
sinar-X(±1%), pelindung atau perisai timbal akan mencegah keluarnya sinar-X

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

dari tabung, sehingga sinar-X yang terbentuk hanya dapat keluar melalui jendela
tabung.

2.8.2 Wadah Tabung Sinar-X


Setiap tabung Sinar-x harus ditempatkan dalam wadah atau perisai
pelindung lain. Di dalam wadah juga terdapat alat pendingin, wadah tabung
biasanya terdiri dari timbal atau uranium yang dilapisi logam. Celah atau lubang
pada wadah tabung tidak bole lebih besar dari yang diperlukan untuk
menghasilkan berkas sinar Guna dengan ukuran maksimum. Wadah tabung
pesawwat sinar-X stasionary harus dilengkapi dengan kolimator yang ada
lampunya. Wadah tabung juga harus mempunyai total filter yang ekivalen dengan
2,0 mm Al ( dengan 1,5 mm filter permanen ) untuk pesawat sinar-X yang
pengoperasianny diatas 100 kV kecuali untuk unit mammografi atau dental x-ray.

2.8.3 Fluoroscopy dengan Prinsip Kerja image Intensifier


Sinar-x dihasilkan dari tabung rontgen akan menembus objek,selanjutnya
akan mengenai fluoroscopy screen (Meredith,1972). Fluoroscopy screen adalah
suatu tabir yang apabila dikenai sinar-X akan berpencar sehingga mengakibatkan
timbulnya bayangan tampak, bayangan tampak tersebut dipertajam oleh image
intensifier (penguat gambar) sehingga bayangan yang dihasilkan tampak lebih
jelas. Pada image intensifier ini bayangan bisa dilihat pada ruangan terbuka tetapi
bayangan tersebut diteruskan melalui tenden optical sistem yaitu susunan
lensa, sehingga resolusi yang dihasilkan semakin tajam.
Selanjutnya bayangan tersebut dilengkapi oleh TV kamera yang mana
fungsinya adalah mengubah bayangan menjadi sinyal-sinyal listrik yang masih
lemah dan akan diperkuat.Hasil dari pada TV sentral station akan dikirim ke TV
monitor sehingga menghsilkan bayangan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

Gambar 2.9 Image Intensifier (Meredith, 1972)

2.8.4 Meja Kontrol


Meja kontrol merupakan bagian dari unit pesawat rontgen yang digunakan
untuk menentukan besarnya keluaran sinar-X yang dibutuhkan untuk setiap kali
ekspose (paparan). Meja control pesawat rontgen diagnostik berbeda-beda pada
masing-masing pesawat, tetapi pada prinsip penggunaannya hampir sama pada
setiap pesawat rontgen. Adapun bagian-bagian dari meja control pesawat rontgen
yaitu:
1 Radiography kV meter, alat penunjuk besarnya tegangan tabung
rontgen yang digunakan dalam memproduksi sinar-x yang
dibutuhkan untuk pemeriksaan radiografi.
2 mA (mili-ampere) selector, alat untuk menunjukkan besarnya arus
tabung rontgen yang digunakan dalam memproduksi sinar-x yang
dibutuhkan untuk pemeriksaan radiografi.
3 S (secon), menunjukkan lamanya proses terjadinya sinar-x pada
tabung rontgen.
4 Radiography kV kontrol, alat untuk mengatur voltase yang
digunakan dalam pembuatan radiografi.
5 Radiography tombol ekspose (hand-switch), alat untuk menghubungkan
atau memutuskan pada pemeriksaan secara radiografi (ready dan
exposure).
6 Line switch, alat untuk menghidupkan dan memetikan pesawat
rontgen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

7 Line voltage kontrol, alat untuk menyesuaikan besarnya tegangan


masuk ke pesawat rontgen dengan tanda line voltage.
8 Fluoroscophy kV kontrol, alat penunjuk besarnya tegangan tabung
rontgen (kilo volt) yang digunakan dalam pemeriksaan fluoroscopy.
9 Fluoroscophy mA kontrol, alat untuk mengatur besarnya arus tabung
rontgen pada pemeriksaan fluoroscopy.

2.8.5 Meja pemeriksaan


Meja pemeriksaan adalah suatu peralatan yang digunakan untuk penderita
atau pasien yang akan diperiksa. Meja pemeriksaan berfungsi untuk tempat
penderita di ruangan pemeriksaan dan terpisah dari ruangan meja control.Meja
pemeriksaan merupakan meja yang didesain khusus untuk pemeriksaan radiografi
dan fluoroscopy.Meja pemeriksaan dilengkapi dengan grid bergerak (bucky).

2.8.6 Transformator
Transformator adalah suatu alat yang digunakan untuk menggerakkan
dengan cepat electron – electron melalui tabung sinar-x. Fungsinya adalah
mengubah tegangan dari volt menjadi kilo volt sehingga pergerakannya cepat.

2.9 Alat Ukur Radiasi


Alat ukur radiasi merupakan suatu system yang terdiri dari detector dan
rangkaian penunjang. Detektor adalah suatu bahan yang peka terhadap radiasi
sehingga mampu menghasilkan tanggapan (respon) bila terkena radiasi. Peralatan
penunjang biasanya merupakan peralatan elektronik untuk mengubah tanggapan
detector tersebut menjadi suatu imformasi yang lebih mudah dimengerti. Besaran
radiasi yang diukur oleh peralatan ini sebenarnya adalah intensitas radiasi, namun
untuk keperluan proteksi radiasi nilai intensitas tersebut dikonversikan dan
ditampilkan sebagai besaran dosis radiasi. Informasi yang diberikan dapat berupa
paparan dalam roentgen, dosis serap dalam rad atau gray, dan dosis ekivalen
dalammrem atau Sievert.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

2.9.1 Monitor Radiasi Perorangan


Monitor radiasi perorangan merupakan suatu alat yang digunakan untuk
mendeteksi radiasi yang diterima oleh tubuh manusia. Contohnya seperti film
badge dan TLD ( Thermoluminisence Dose ) yang berfungsi untuk mengetahui
dosis radiasi yang telah mengenai seorang pekerja radiasi secara akumulasi
sehingga pekerja radiasi tersebut dapat membandingkan ke nilai batas akumulasi
dosis. ( BAPETEN, 2003 )

2.9.2 Monitor Radiasi Lingkungan


Monitor radiasi seperti surveymeter adalah alat ukur radiasi yang dapat
menampilkan hasil pengukuran secara langsung pada saat dikenai radiasi.
Berfungsi untuk mengukur laju paparan secara langsung di tempat kerja sehingga
pekerja radiasi yang mempergunakan alat ini dapat memperkirakan dosis yang
akan diterimanya bila bekerja ditempat tersebut dalam waktu tertentu. Sehingga
dapat diperkirakan resiko bahaya serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk
mengurangi resiko tersebut.
Untuk menjamin keandalannya, setiap surveymeter harus dikalibrasi oleh
instansi yang berwenang setiap tahun. Hasil kalibrasi tersebut harus tertera pada
alat, berisi informasi antara lain tanggal dan masa berlaku kalibrasi, faktor
kalibrasi dan sumber kalibrasi.
Sebelum menggunakan surveymeter, setiap pekerja radiasi harus perlu
melakukan beberapa langkah untuk memastikan bahwa suerveymeter yang
digunakan memang layak untuk digunakan, yaitu dengan memmeriksa sertifikat
kalibrasi dari surveymeter, pengecekan batere, mempelajari skala pembacaan dan
factor pengali/rentang pengukuran serta memeriksa respon alat dengan
menggunakan sumber penguji ( Check Source ) . ( BAPETEN, 2003 )

2.9.3 Thermoluminicence Dosimeter ( TLD )

Alat ukur radiasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah


Termoluminisen Dosimeter (TLD). Prinsip dari Termoluminisen Dosimeter
(TLD) adalah radiasi pengion yang mengenai kristal termoluminisen ini akan
menyebabkan elektron-elektron yang berbeda di pita valensi berpindah ke pita

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

konduksi. Beberapa bahan TLD yang bersifat luminisense tersebut antara lain
CaSO4:Mn,Dy; LiF:Mg,Ti; dan LiF:Mg, Cu,P.
Elektron-elektron yang tereksitasi tersebut, juga hole-hole, tidak dapat
langsung kembali berkombinasi karena terjebak oleh pita energi pendampingnya.
Apabila kristal tersebut dipanaskan maka elektron-elektron yang terperangkap
akan mendapat cukup energi untuk kembali ke pita konduksi yang kemudian
berkombinasi kembali ke pita valensi sambil memancarkan cahaya.

Jumlah elektron yang tereksitasi dan kemudian tertangkap sebanding


dengan dosis radiasi yang mengenai kristal. Percikan cahaya dihasilkan oleh
elektron-elektron yang terperangkap dan kembali ke keadaan dasarnya sehingga
dosis radiasi yang ditentukan dengan menghitung jumlah percikan cahaya yang
dihasilkan.

Gambar 2.10 kiri : Radiasi mengakibatkan elektron meloncat dari pita valensi ke
pita konduksi, selanjutnya jatuh ke dalam perangkap elektron (trap).

Gambar 2.10 kanan : Dengan energi panas yang cukup, elektron keluar dari
perangkap meloncat ke pita konduksi dan selanjutnya meloncat ke pita valensi
disertai dengan pancaran emisi cahaya.

Gambar 2.10 Prinsip Dasar Termoluminisen Dosimeter (TLD)

TLD yang dipakai oleh pekerja radiasi di fasilitas pelayanan kesehatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

dilakukan pembacaan oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan ( BPFK ). Jenis


TLD yang dipakai ialah jenis TLD HP(10) berkemampuan merekam radiasi β dan
γ dengan daya tembus sinar γ setebal 10 mm dari permukaan kulit.

Gambar 2.11 .TLD

Dosis radiasi yang terekam di TLD dibaca dengan menggunakan TLD


Reader Model 6600 merek Harshaw. Langkah-langkah pembacaannya adalah
TLD tersebut dikeluarkan dari bingkai TLD dan dimasukkan ke dalam holder
bacaan alat Harshaw model 6600.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

Gambar 2.12.TLD reader Model6600

TLD reader kemudian dikonversikan ke dalam besaran muatan listrik,


sehingga hasil bacaan TLD reader berupa besaran yang disebut respon kartu TLD
dalam satuan nano coulomb. Dengan bantuan perangkat lunak WinREMS hasil
pembacaan TLD akan dikonversi menjadi satuan dosis (mSv). Keunggulan TLD
dibandingkan dengan film badge adalah terletak pada ketelitiannya. Selain itu,
ukuran kristal TLD relatif lebih kecil dan setelah diproses kristal TLD tersebut
dapat digunakan lagi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Dalam penyusunan Tesis ini penulis menggunakan metode yang


bersifat comperative experiment , yaitu pengukuran paparan radiasi dengan
variasi tegangan dan variasi jarak dengan pesawat sinar-X fluoroscopi. Untuk
lebih mudah memahami dalam penyusunan tugas akhir ini, peneliti melakukan
observasi langsung pada penelitian di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Bunda
Thamrin Jl. Sei Batang Hari No. 42 Kota Medan, Sumatera Utara 2011.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1 Pesawat Sinar-X
Pesawat sinar-X yang digunakan dalam penelitian ini adalah pesawat
sinar-X yang dioperasikan pada unit Radiologi Rumah Sakit Bunda Thamrin
Medan, yaitu Pesawat Sinar – X Fluoroscopi Merk Toshiba.

Gambar 3.1 Pesawat Sinar-X Fluoroscopi di Unit Radiologi Rumah Sakit


Bunda Thamrin

35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36

3.2.2 Alat Ukur Yang Digunakan


a. Thermoluminisence Dose ( TLD )

Gambar 3.2 Thermoluminisence Dose

b. TLD ( Thermoluminisence Dose ) Reader

Adapun Spesifikasinya adalah :

- Merk : Harshaw
- Model/Type : 6600

Gambar 3.3 Thermoluminisence Dose (TLD) Reader

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

c. Meteran

Gambar 3.4 Meteran

3.3. Lokasi dan waktu penelitian


3.3.1 Lokasi penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di di Instalasi Radiologi Rumah Sakit
Bunda Thamrin Jl. Sei Batang Hari No. 42 Kota Medan, Sumatera Utara
20111.

3.3.1 Waktu penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2018.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

3.4. Diagram Alir

Mulai

Studi Literatur Mencari referensi dan jurnal tentang pesawat


sinar-x, serta peraturan tentang radiasi

Observasi Pesawat
Sinar-X Fluoroscopy

Persiapan Alat dan 1. Pesawat sinar – X Fluoroscopy


Bahan 2. Thermoluminisence Dose
3. Meteran
Pengambilan Data

Pengukuran Dosis Radiasi Pesawat 1. Variasi jarak mulai 0 cm, 10 cm, 20


Sinar- X Fluoroscopy menggunakan cm, 30 cm dan 50 cm.
Thermoluminisence Dose dengan variasi 2. Variasi faktor ekspose mulai dari
jarak dan variasi faktor ekspose tegangan 60 kVp; 70 kVp dan 80 kVp

1. Memproses Thermoluminisence
Analisa Data Dose dengan TLD Reader.
2. Menganalisis Dosis Radiasi yang
Hasil dan Pembahasan dihasilkan pesawat sinar – x
Fluoroscopi pada jarak dan faktor
ekspose yang berbeda.

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.5. Gambar flowcart penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

3.5. Prosedur Penelitian

3.5.1 Prosedur Penggunaan Pesawat Sinar-X Fluoroscopi

Tekan tombol power pada generator, kemudian tekan tombol on/off untuk
menghidupkan/mematikan pesawat dan tekan pilihan untuk fluoroscopi. Pilih
tegangan dengan indikator kV dan kuat arus dengan indikator mA dan Second
biasa disebut ( mAs) untuk menentukan factor eksposi atau kondisi penyinaran
sesuai kebutuhan objek yang akan difoto. Menghubungkan Image Intensifier
dengan TV monitor. Objek yang difoto benar-benar dalam posisi pemotretan
yang tepat, dan tidak lupa berikan aba-aba atau instruksi pada pasien sebelum
melakukan eksposi ataupun penyinaran.

3.5.2 Prosedur Pengukuran Paparan Radiasi Pesawat Sinar-X Fluoroscopi

Penyinaran dilakukan untuk setiap jarak yang berbeda mulai dari jarak
sumber radiasi terhadap pasien utama dengan penggunaan FFD standard yaitu
100 cm, selanjutnya mengukur penyinaran dengan variasi faktor ekspose mulai
dari tegangan 60 kVp dan kuat arus 8 mAs , dilanjutkan dengan tegangan 70 kVp
dan kuat arus 8 mAs serta yang terakhir dengan tegangan 80 kVp dan kuat arus 8
mAs dan variasi jarak mulai dari 0 cm,10 cm, 20 cm, 30 cm dan 50 cm dari 4
(empat ) titik central point dari objek dengan ketegaklurusan sinar-X dengan
menggunakan alat ukur Thermoliminisence Dose ( TLD ). Pengukuran dilakukan
sebanyak 4 (empat) kali untuk setiap penentuan jarak . Hal ini dimaksudkan agar
data yang diperoleh lebih akurat. Setelah pengukuran tersebut dapat ditentukan
jarak aman dalam melakukan eksposi pada saat pemeriksaan Colon In Loop
dengan sangkaan penyakit megakolon pada pesawat sinar-X Fluoroscopi .

3.5.2 Prosedur Pembacaan Thermoluminisence Dose ( TLD) dengan TLD


Reader

Pembacaan TLD yang dipakai oleh pekerja radiasi di Unit Radiologi


Rumah Sakit Bunda Thamrin dilakukan oleh Instalasi Laboratorium Pemroses
Dosis Perorangan yang bertempat di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan
(BPFK) Medan. Jenis TLD yang dipakai ialah jenis TLD HP(10) berkemampuan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

merekam radiasi β dan γ dengan daya tembus sinar γ setebal 10 mm dari


permukaan kulit. Langkah-langkah pembacaannya adalah TLD tersebut
dikeluarkan dari bingkai TLD dan dimasukkan ke dalam holder bacaan. Dosis
eksterna yang terekam dalam kartu TLD, dibaca dengan menggunakan alat TLD
Reader model 6600 merk HARSHAW. Di dalam TLD reader, kartu TLD
dipanaskan dengan sistem pemanasan yang menggunakan aliran gas nitrogen,
sehingga energi radiasi yang terserap dilepaskan dalam bentuk pancaran foton.
Pancaran foton tersebut ditangkap oleh tabung photomultiplier yang terdapat di
dalam TLD reader kemudian dikonversikan ke dalam besaran muatan listrik,
sehingga hasil bacaan TLD reader berupa besaran yang disebut respon kartu TLD
dalam satuan nano coulomb (Cahyana, 2004:219).

Dengan bantuan perangkat lunak WinREMS hasil pembacaan TLD akan


dikonversi menjadi satuan dosis (mSv).
3.6. Analisis Data Pengukuran

3.6.1 Pengambilan Data Pengukuran


Data pengukuran nilai dosis radiasi diambil secara langsung pada saat
eksposi. Untuk keakurasian hasil pengukuran, pengambilan data dilakukan
sebanyak 4 (empat) kali dengan variasi faktor ekspose mulai dari tegangan 60
kVp dan kuat arus 8 mAs , dilanjutkan dengan tegangan 70 kVp dan kuat arus
8 mAs serta yang terakhir dengan tegangan 80 kVp dan kuat arus 8 mAs dan
variasi jarak mulai dari 0 cm,10 cm, 20 cm, 30 cm dan 50 cm

3.6.2 Membuat kurva hubungan besarnya dosis radiasi terhadap penentuan


jarak sumber radiasi dengan variasi faktor ekspose.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Hasil

Pesawat Sinar-X yang dipergunakan dalam pengukuran ini adalah Pesawat


Sinar-X Fluoroscopi dengan merk Thosiba buatan Jepang, pesawat jenis ini dapat
digunakan untuk pemeriksaan general radiography, baik untuk konvensional dan
intervensional maupun pemeriksaan dengan bahan kontras.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan variasi faktor ekspose mulai
dari tegangan 60 kVp dan kuat arus 8 mAs , dilanjutkan dengan tegangan 70 kVp
dan kuat arus 8 mAs serta yang terakhir dengan tegangan 80 kVp dan kuat arus 8
mAs dan variasi jarak mulai dari 0 cm,10 cm, 20 cm, 30 cm dan 50 cm dengan
jarak sumber sinar dengan objek adalah 100 cm dengan luas lapangan penyinaran
disesuaikan dengan luas lapangan penyinaran foto Abdomen. Setiap settingan
jarak pengukuran dilakukan sebanyak 4 (empat) kali.
Adapun hasil pengukuran ini meliputi hasil pengukuran paparan radiasi
secara tidak langsung dengan menggunakan alat ukur radiasi thermoluminisence
dose yang di letakkan secara bersamaan yang diuraikan dalam bentuk table dan
kurva.

4. 1.1 Pengukuran Dosis Radiasi Pada Tegangan 80 kVp dengan Kuat


Arus 8 mAs dan Variasi Jarak
Pengukuran dosis radiasi pada pemeriksaan Fluoroscopi Colon In Loop
dengan sangkaan penyakit megakolon dilakukan dengan faktor ekspose pada
tegangan 80 kVp dan kuat arus 8 mAs dengan variasi jarak mulai dari 0 cm, 10
cm, 20 cm, 30 cm, dan 50 cm. Pengkuran ini dilakukan dengan menggunakan
dosimeter Thermoluminisence Dose sebanyak 21 buah. Adapun hasil dari
pengukuran ini setelah dilakukan pembacaan di TLD Reader, dapat dituliskan
pada tabel 4.1 di bawah ini.

41 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Dosis Radiasi dengan Faktor ekspose


Pada Tegangan 80 kVp dengan Kuat Arus 8 mAs dan Variasi Jarak.

Faktor Ekspose Tegangan 80 kVp dengan kuat arus 8 mAs


Jarak
I II III IV Rata-rata
cm mSv mSv mSv mSv mSv
0 65.826 64.727 61.115 68.26 64.983
10 6.305 4.094 2.805 4.73 4.484
20 0.611 0.55 0.472 0.37 0.502
30 0.313 0.164 0.171 0.32 0.243
50 0.101 0.094 0.09 0.11 0.100

Berdasarkan tabel 4.1 diatas setelah dilakukan pengukuran dengan dosimeter


Thermoluminisence Dose dari empat titik tersebut dapat digambarkan dalam
bentuk grafik jarak dan faktor ekspose terhadap paparan radiasi yang dapat
diterima pekerja radiasi dapat diamati pada Gambar 4.1 bahwa nilai dosis radiasi
pada jarak 0 cm, 10 cm, 20 cm, 30 cm dan 50 cm berturut-turut sebesar 64,983
mSv, 4,484 mSv, 0,502 mSv, 0,243 mSv dan 0,100 mSv. Semakin jauh jarak dari
sumber radiasi maka dosis yang diterima semakin kecil, semakin dekat jarak
dengan sumber maka dosis yang diterima semakin besar.

Kurva faktor ekspose terhadap tegangan


80 kVp dengan variasi jarak
70
64.983
60
50
Dosis (mSV)

40
30
dosis mSv
20
10
4.484
0 0.502 0.243 0.100
0 cm 10 cm 20 cm 30 cm 50 cm

Jarak (cm )

Gambar 4.1 Grafik jumlah dosis radiasi pada tegangan 80 kVp terhadap variasi jaraK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

4. 1.2 Pengukuran Dosis Radiasi Pada Tegangan 70 kVp dengan Kuat


Arus 8 mAs dan Variasi Jarak
Pengukuran dosis radiasi pada pemeriksaan Fluoroscopi Colon In Loop
dengan sangkaan penyakit megakolon dilakukan dengan faktor ekspose pada
tegangan 70 kVp dan kuat arus 8 mAs dengan variasi jarak mulai dari 0 cm, 10
cm, 20 cm, 30 cm, dan 50 cm. Pengkuran ini dilakukan dengan menggunakan
dosimeter Thermoluminisence Dose sebanyak 21 buah. Adapun hasil dari
pengukuran ini setelah dilakukan pembacaan di TLD Reader, dapat dituliskan
pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Paparan Radiasi dengan Faktor ekspose


( Tegangan 70 kVp dan kuat arus 8 mAs ) dan Variasi Jarak

Faktor Ekspose Tegangan 70 kVp dengan kuat arus 8 mAs


Jarak
I II III IV Rata-rata
cm mSv mSv mSv mSv mSv
0 41.661 40.692 43.888 41.580 41.955
10 3.402 2.099 2.634 2.854 2.747
20 0.367 0.283 0.449 0.375 0.369
30 0.210 0.072 0.135 0.152 0.142
50 0.004 0.025 0.012 0.013 0.013

Berdasarkan tabel 4.2 diatas setelah dilakukan pengukuran dengan


dosimeter Thermoluminisence Dose dari empat titik tersebut dapat digambarkan
dalam bentuk grafik jarak dan faktor ekspose terhadap paparan radiasi yang dapat
diterima pekerja radiasi dapat diamati pada Gambar 4.2 bahwa nilai dosis radiasi
pada jarak 0 cm, 10 cm, 20 cm, 30 cm dan 50 cm berturut-turut sebesar 41,955
mSv, 2,747 mSv, 0,369 mSv, 0,142 mSv dan 0,013 mSv. Semakin jauh jarak dari
sumber radiasi maka dosis yang diterima semakin kecil, semakin dekat jarak
dengan sumber maka dosis yang diterima semakin besar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

Kurva faktor ekspose terhadap tegangan 70 kVp


dan variasi jarak
50
40 41.955
Dosis ( mSv )

30
20
Series1
10
0 2.747 0.369 0.142 0.013
0 cm 10 cm 20 cm 30 cm 50 cm
Jarak ( cm )

Gambar 4.2 Grafik jumlah dosis radiasi pada tegangan 70 kVp terhadap variasi jarak

4. 1.3 Pengukuran Dosis Radiasi Pada Tegangan 60 kVp dengan Kuat


Arus 8 mAs terhadap Variasi Jarak
Pengukuran dosis radiasi pada pemeriksaan Fluoroscopi Colon In Loop
dengan sangkaan penyakit megakolon dilakukan dengan faktor ekspose pada
tegangan 60 kVp dan kuat arus 8 mAs dengan variasi jarak mulai dari 0 cm, 10
cm, 20 cm, 30 cm, dan 50 cm. Pengkuran ini dilakukan dengan menggunakan
dosimeter Thermoluminisence Dose sebanyak 21 buah. Adapun hasil dari
pengukuran ini setelah dilakukan pembacaan di TLD Reader, dapat dituliskan
pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Paparan Radiasi dengan Faktor ekspose


(Tegangan 60kVp dengan kuat arus 8 mAs) dan Variasi Jarak

Faktor Ekspose dengan tegangan 60 kVp dengan kuat arus 8


Jarak mAs
I II III IV Rata-rata
cm mSv mSv mSv mSv mSv
0 27.8772 27.5132 29.9502 28.66 28.501
10 2.022 2.4126 2.0806 2.12 2.160
20 0.2783 0.2943 0.2598 0.29 0.280
30 0.0435 0.0828 0.0964 0.16 0.095
50 0.0013 0.0011 0.0058 0.00 0.003

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

Berdasarkan tabel 4.3 diatas setelah dilakukan pengukuran dengan dosimeter


Thermoluminisence Dose dari empat titik tersebut dapat digambarkan dalam
bentuk grafik jarak dan faktor ekspose terhadap paparan radiasi yang dapat
diterima pekerja radiasi dapat diamati pada Gambar 4.3 bahwa nilai dosis radiasi
pada jarak 0 cm, 10 cm, 20 cm, 30 cm dan 50 cm berturut-turut sebesar 28,501
mSv, 2,16 mSv, 0,28 mSv, 0,095 mSv dan 0,003 mSv. Semakin jauh jarak dari
sumber radiasi maka dosis yang diterima semakin kecil, semakin dekat jarak
dengan sumber maka dosis yang diterima semakin besar.

Kurva faktor ekspose tegangan 60 kVp dengan kuat arus 8


mAs dan variasi jarak
30 28.501
25
Dosis ( mSv )

20
15
10 mSv
5
2.16
0 0.28 0.095 0.003
0 cm 10 cm 20 cm 30 cm 50 cm
Jarak ( cm )

Gambar 4.3 Grafik jumlah dosis radiasi terhadap tegangan 60 kVp dengan variasi jarak

4. 2 Pembahasan

Hasil pengukuran rata-rata radiasi primer yang langsung dari sumber


radiasi ( tegak lurus sumber ) sehingga dosis yang diterima semakin besar untuk
faktor eksposi pada tegangan 80 kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi
sebesar 64,983 mSv dengan persentase sebesar 92, 42 %, faktor eksposi pada
tegangan 70 kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi sebesar 41,955 mSv
dengan persentase sebesar 92, 77 %, dan faktor eksposi pada tegangan 60 kVp
dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi sebesar 28,501 mSv dengan persentase
sebesar 91,82 %.

Hasil pengukuran rata-rata radiasi hambur dari sumber radiasi sehingga


dosis yang diterima semakin kecil untuk faktor eksposi pada tegangan 80 kVp
dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi sebesar 0,100 mSv dengan persentase

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

sebesar 0,14 %, faktor eksposi pada tegangan 70 kVp dengan kuat arus 8 mAs
dosis radiasi sebesar 0,013 mSv dengan persentase sebesar 0,003 %, dan faktor
eksposi pada tegangan 60 kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi sebesar
0,003 mSv dengan persentase sebesar 0,01 %.

Jika hasil rata-rata dosis radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi
dikalikan sebanyak 10 kali pemeriksaan Colon in Loop per bulan yaitu 120 orang
pasien per tahun maka dosis radiasi maksimum yang diterima pada jarak 50 cm
dengan tegangan 80 kVp dan kuat arus 8 mAs dosis sebesar 12 mSv/tahun,
sedangkan pada tegangan 70 kVp dan kuat arus 8 mAs dosis sebesar 1,56
mSv/tahun dan dosis minimum yang diterima pada jarak 50 cm dengan tegangan
60 kVp dan kuat arus 8 mAs dosis sebesar 0,36 mSv/thn.

Jika hasil rata-rata dosis radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi
dikalikan sebanyak 15 kali pemeriksaan Colon in Loop per bulan yaitu 180 orang
pasien per tahun maka dosis radiasi maksimum yang diterima pada jarak 50 cm
dengan tegangan 80 kVp dan kuat arus 8 mAs dosis sebesar 18 mSv/tahun
sedangkan pada tegangan 70 kVp dan kuat arus 8 mAs dosis sebesar 2,34
mSv/tahun dan dan dosis minimum yang diterima pada jarak 50 cm dengan
tegangan 60 kVp dan kuat arus 8 mAs dosis sebesar 0,540 mSv/thn.

Dengan hasil tersebut diatas dapat disimpulkan dosis radiasi pada pekerja
radiasi dinyatakan aman pada jarak 50 cm.

4. 2.1 Persentase Penurunan Dosis Radiasi Pada Tegangan 80 kVp


dengan Kuat Arus 8 mAs terhadap Variasi Jarak

Penurunan persentase dosis radiasi pada pemeriksaan Fluoroscopi Colon In


Loop dengan sangkaan penyakit megakolon dilakukan dengan factor ekspose
pada tegangan 80 kVp dan kuat arus 8 mAs dengan variasi jarak mulai dari 0cm,
10 cm, 20 cm, 30 cm, dan 50 cm. Dari tabel 4.1 yaitu pengukuran dosis radiasi
pada tegangan 80 kVp dengan kuat arus 8 mAs dapat dituliskan persentasi dari
hasil tersebut yaitu pada jarak 0 cm persentase dosis radiasi sebesar 92, 42 %,
pada jarak 10 cm dosis radiasi sebesar 6,38%. , pada jarak 20 cm persentase dosis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

radiasi sebesar 0.710 % , pada jarak 30 cm persentase dosis radiasi sebesar 0,350
% dan pada jarak 50 cm persentase dosis radiasi sebesar 0,140 %. Dari hasil
penurunan persentase tersebut maka dapat dilihat pada gambar 4.4 hubungan
perentase dosis radiasi pada tegangan 80 kVp dengan kuat arus 8 mAs terhadap
perubahan jarak.

Hubungan Dosis terhadap Jarak Dengan Faktor


Ekspose pada tegangan 80 kVp dan kuat arus 8 mAs

0.71% 0.35%
0.14%
6.38%

0 cm
10 cm
20 cm
30 cm
50 cm

92.42%

Gambar 4.4 Grafik Persentase dosis terhadap tegangan 80 kVp dengan variasi jarak

4. 2.2 Persentase Penurunan Dosis Radiasi Pada Tegangan 70 kVp


dengan Kuat Arus 8 mAs terhadap Variasi Jarak
Penurunan persentase dosis radiasi pada pemeriksaan Fluoroscopi Colon In
Loop dengan sangkaan penyakit megakolon dilakukan dengan factor ekspose
pada tegangan 70 kVp dan kuat arus 8 mAs dengan variasi jarak mulai dari 0cm,
10 cm, 20 cm, 30 cm, dan 50 cm. Dari tabel 4.2 yaitu pengukuran dosis radiasi
pada tegangan 80 kVp dengan kuat arus 8 mAs dapat dituliskan persentasi dari
hasil tersebut yaitu pada jarak 0 cm persentase dosis radiasi sebesar 92, 77 %,
pada jarak 10 cm dosis radiasi sebesar 6,07%. , pada jarak 20 cm persentase
dosis radiasi sebesar 0.82 % , pada jarak 30 cm persentase dosis radiasi
sebesar 0,310 % dan pada jarak 50 cm persentase dosis radiasi sebesar 0,03 %.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

Dari hasil penurunan persentase dosis radiasi pada tegangan 70 kVp dengan kuat
arus 8 mAs dapat dilihat pada gambar 4.5 hubungan dosis radiasi pada perubahan
jarak.

Hubungan Dosis terhadap Jarak dengan Faktor


Ekspose pada tegangan 70 kVp dan kaut arus 8 mAs

0,82% 0,31%
0,03%
6,07%

0 cm
10 cm
20 cm
30 cm
50 cm

92,77%

Gambar 4.5 Grafik Persentase dosis terhadap tegangan 70 kVp dengan variasi jarak

4. 2.3 Persentase Penurunan Dosis Radiasi Pada Tegangan 60 kVp


dengan Kuat Arus 8 mAs terhadap Variasi Jarak
Penurunan persentase dosis radiasi pada pemeriksaan Fluoroscopi Colon In
Loop dengan sangkaan penyakit megakolon dilakukan dengan factor ekspose
pada tegangan 60 kVp dan kuat arus 8 mAs dengan variasi jarak mulai dari 0cm,
10 cm, 20 cm, 30 cm, dan 50 cm. Dari tabel 4.2 yaitu pengukuran dosis radiasi
pada tegangan 80 kVp dengan kuat arus 8 mAs dapat dituliskan persentasi dari
hasil tersebut yaitu pada jarak 0 cm persentase dosis radiasi sebesar 91,82 %, pada
jarak 10 cm dosis radiasi sebesar 6,96%, pada jarak 20 cm persentase dosis radiasi
sebesar 0.90 % , pada jarak 30 cm persentase dosis radiasi sebesar 0,310 % dan
pada jarak 50 cm persentase dosis radiasi sebesar 0,01 %.
Dari hasil penurunan persentase dosis radiasi pada tegangan 60 kVp dengan kuat
arus 8 mAs dapat dilihat pada gambar 4.6 hubungan dosis radiasi pada perubahan
jarak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

Hubungan Dosis Terhadap Jarak Dengan Faktor


Ekspose pada Tegangan 60 kVp dan Kuat Arus 8 mAs
0,90%
0,31%
6,96% 0,01%

0 cm
10 cm
20 cm
30 cm
50 cm

91,82%

Gambar 4.6 Grafik Persentase dosis terhadap tegangan 60 kVp dengan variasi jarak.

4. 2.4 Hubungan Dosis Radiasi dan Jarak dengan Variasi Faktor Eksposi
Pada Tegangan 80 kVp, 70 kVp dan 60 kVp dengan Kuat Arus 8 mAs

Berdasarkan gambar 4.7 tampak hubungan antara faktor eksposi dengan jarak
terhadap sumber radiasi, semakin rendah faktor eksposi maka paparan radiasi
semakin kecil, semakin jauh jarak dari sumber radiasi maka semakin rendah
paparan radiasinya. Berdasarkan SK BAPPETEN tahun 1999 untuk keselamatan
kerja operasional radiologi, nilai batas dosis (NBD) untuk operator atau pekerja
radiasi yang paling aman di tunjukkan pada jarak 50 centimeter.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

Grafik Hubungan Dosis Dan Jarak Dengan Variasi


Faktor Ekspose
64,983

41.955

28.501

4,484 2.747 0.369 0.142 2.16


0,502 0,243 0,100 0.013 0.28 0.095 0.003

0 cm 10 cm 20 cm 30 cm 50 cm 0 cm 10 cm 20 cm 30 cm 50 cm 0 cm 10 cm 20 cm 30 cm 50 cm
80 kv 70 kv 60 kv

Gambar 4.7 Grafik Hubungan dosis terhadap tegangan mulai 60 kVp, 70 kVp dan

80 kVp dengan variasi jarak

4. 2.5 Proteksi Radiasi Unit Radiologi Rumah Sakit Bunda Thamrin Medan
Ruangan Radiologi Rumah sakit Bunda Thamrin Medan berdinding tembok
setebal 30 cm dengan seluruh pintu ruangan terbuat dari kayu yang dilapisi 2
mmPb. Adapun ruang Fluoroscopi tempat penelitian berukuran P x L x T = 8,00
m x 6,00 m x 4,00 m dan dalam ruangan ruangan pemeriksaan juga terdapat
penhan /pelindung operator (pekerja radiasi) yang dilengkapi dengan jendela
observasi setara 2 mmPb yang berukuran P x L = 30 cm x 20 cm. Pada pintu
ruang Fluoroscopi juga terdapat peringatan tanda bahaya radiasi dan diatas pintu
terdapat pemberitahuan yang mana ketika pemeriksaan fluoroscopi berlangsung
maka secara otomatis lampu tanda bahaya radiasi tersebut akan menyala
(berwarna merah). Sebagai proteksi radiasi di ruang radiologi juga terdapat 5
(lima) buah lead apron dengan nilai proteksi 0,5 mmPb dan tersedia juga sarung
tangan ( lead Gloves) serta kaca mata proteksi radiasi. Dengan demikian unit
Radiologi Rumah Sakit Bunda Thamrin sudah cukur memperhatikan dan
menerapkan proteksi radiasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

Program proteksi radiasi bertujuan untuk mencegah dan mengurangi efek biologi
yang terjadi akibat paparan radiasi yang mengenai manusia atau lingkungan.
Secara garis besarnya system proteksi radiasi ini diatur oleh tiga (3) lembaga
Internasional yaitu UNSCEAR, ICRP, dan IAEA. Ketiga lembaga Internasional
tersebut akan menghasilkan suatu standard Internasional tentang program proteksi
radiasi yang direkomendasikan ke setiap Negara anggota untuk
diimplementasikan dan disesuaikan dengan budaya yang ada di setiap Negara
anggota. ICRP ( International Commision on Radiological Protection) berperan
sebagai lembaga internasional yang memberikan rekomendasi, UNCEAR
( United Nation Scientific Committee for the Effect of the Atomic Radiation)
adalah lembaga yang berperan untuk mempelajari efek radiasi terhadap manusia
dan lingkungan. Kedua lembaga tersebut secara kontiniu memberikan masukan ke
International Atomic nEnergy Agency (IAEA) agar dihasilkan suatu standar
secara internasional mengenai system proteksi radiasi. Secara garis besarnya salah
satu tugas IAEA adalah untuk menjamin pemanfaatan radiasi untuk kesehatan
dapat berjalan secara aman. Di Indonesia sendiri lembaga yang memiliki
kewenangan adalah BAPETEN ( Badan Pengawas Tenaga Nuklir ).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada pesawat Sinar-X Fluoroscopy


pada memeriksaan Colon In Loop dengan sangkaan megakolon, maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Dosis radiasi yang diterima semakin besar yaitu pada jarak 0 cm untuk
faktor eksposi pada tegangan 80 kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis
radiasi sebesar 64,983 mSv dengan persentase sebesar 92, 42 %, faktor
eksposi pada tegangan 70 kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi
sebesar 41,955 mSv dengan persentase sebesar 92, 77 %, dan faktor
eksposi pada tegangan 60 kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi
sebesar 28,501 mSv dengan persentase sebesar 91,82 %.
2. Hasil pengukuran rata-rata radiasi hambur dari sumber radiasi sehingga
dosis yang diterima semakin kecil yaitu pada jarak 50 cm untuk faktor
eksposi pada tegangan 80 kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi
sebesar 0,100 mSv dengan persentase sebesar 0,14 %, faktor eksposi pada
tegangan 70 kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi sebesar 0,013 mSv
dengan persentase sebesar 0,03 %, dan faktor eksposi pada tegangan 60
kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi sebesar 0,003 mSv dengan
persentase sebesar 0,01 %.

3. Pada jarak 50 cm pekerja radiasi mendapat dosis radiasi 0.003 mSv dan
dosis ini dinyatakan aman dengan dosis yang diperkenankan yaitu 20
mSv/tahun.

5.2 Saran

1. Sebaiknya pada pemeriksaan Colon In Loop dengan pesawat sinar-x


fluoroscopy disediakan perisai radiasi mobile untuk pekerja radiasi
sesuai standar yang telah ditetapkan.

52 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

2. Sebaiknya pada pemeriksaan Colon In Loop dengan pesawat sinar-x


fluoroscopy pekerja radiasi memakai dosimeter perorangan yaitu
Thermoluminisence Dose .
3. Sebaiknya pada pemeriksaan Colon In Loop dengan pesawat sinar-x
fluoroscopy pekerja radiasi memakai alat pelindung diri yaitu apron,
kaca mata Pb, apron tyroid serta sarung tangan Pb.
4. Untuk mempertahankan dosis radiasi yang berada dibawah nilai batas
dosis di unit radiologi Rumah Sakit Bunda Thamrin Medan , pihak
Rumah Sakit khususnya Unit Radiologi harus melakukan pemantauan
dosis radiasi lingkungan setiap tahun dan dosis radiasi perorangan
setiap bulan atau pertiga bulan terhadap pekerja radiasi.
5. Pihak Rumah Sakit perlu melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap
pekerja radiasi sehingga dapat diketahui secara pasti dampak atau
pengaruh radiasi tersebut serta memberi asupan gizi yang baik
terhadap pekerja radiasi. Hal ini sesuai Peraturan Pemerintah RI No.
63 Tahun 2000 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Terhadap
Pemanfaatan Radiasi Pengion. Pasal 19 ayat 2 yang menyatakan
bahwa Pengusaha Instalasi yaitu Rumah Sakit harus
menyelenggarakan pemeriksaan awal, pasal 20 ayat 1 pemeriksaan
kesehatan berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setahun dan pada
ayat 2 bila perlu dilakukan pemeriksaan khusus.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Akadi, Muklis. Dasar-Dasar ProteksiRradiasi.PT Aneka cipta, Juni 2000.

Attix , Frank Herbert. Introduction To Radiological Physic And Radiation dosimetry.


Weinheim : Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA, 2004.
Bushong, Stewart C. Radiologic Science For Radiologist. St Lois, Missouri : Mosby,
2008.
Cunningham Jhon robert, Jhons Harrold Elford. The Physics Of Radiology. Illinois, USA

: Charles C Thomas, 1983.


European Comission.European Guidelines On Quality Criteria For Diagnostic
Radiographic Images In Pediatrics.. Brusel, Luxembourg : 1996.

IAEA Training Material on Radiation Protection in Diagnostic and Interventional


Radiology.Radiation Protection in Diagnostic And Interventional Radiology, L 21:
Optimization of Protection in PediatricRadiology
International Atomic EnergyAgency. Dosimetry In Diagnostic Radiology : An
International Code Of Practice. Vienna :2007
International Atomic Energy Agency. Dosimetric quantities and units
Introduction. Miramare, Trieste, Italy :2009
International Atomic Energy Agency. Radiation Protection In Diagnostic and
Interventional Radiology . L 2 : Radiation units and dosequantities
Jarold TB, J Antony S, Edwin ML, dan John MB. The Essential Physics Of Medical
Imaging. Lippincott : Williams & Wilkins, 2002.

Jhon Ball, Tong Price. Chesney’s Radiographic Imaging.London : Black well scientic,
1989.

Pearce, Evelyn C. Anatomi Dan fisiologi Untuk Paramedis, PT Gramedia Pustaka Utama,
1992.

Radiological Council of Western Australia.Diagnostic X-ray Equipment Compliance


Testing.Workbook 1.Mobile Radiographic Equipment. 2006.

Radiological Council of Western Australia.Diagnostic X-ray Equipment Compliance


Testing.Workbook 3.Major Radiographic Equipment.2006.

54 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

Robert A fosbinder, CharlesAK. Essential


Of Radiologic Science. United States of
Amerika : The Mc Gran Hill, 2002.

Wang, Yao. Physics Of Radiography. Brooklyn,


NY : Polytechnic University, 11201 Wolbrast,
Anthony B. Physics Of Radiologiy. medison
winconsin : Medical physics

publishing,2005.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai