TESIS
DIAJUKAN OLEH
167026005/FIS
MEDAN
2018
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
dalam Program Studi Magister (S2) Fisika pada Program Pascasarjana
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Oleh
KATA PENGANTAR
Puji Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
tesis dengan judul “Analisis Dosis Radiasi Fluoroscopy Colon In Loop Dengan
Sangkaan Penyakit Megakolon’’
Yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master dalam Ilmu
Fisika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara.
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara, Medan yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada
penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan program studi Master Ilmu
Pengetahuan Alam pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Bapak Dr. Kerista Sebayang, MS., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah
menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa dan
menyelesaikan program studi Master Ilmu Fisika pada Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.
3. Bapak Dr. Kurnia Sembiring, MS., selaku Ketua Program Studi Master Ilmu
Fisika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara, Medan, yang telah memberikan arahan dan bantuan bagi
penulis untuk menyelesaikan Master Ilmu Fisika pada Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.
4. Bapak Prof. DR. Timbangen Sembiring, M.Sc. sebagai Pembimbing I dan
Bapak Prof. Dr. Marhaposan Situmorang, sebagai pembimbing II yang telah
banyak memberikan bimbingan, arahan, masukan, saran dan dorongan dengan
penuh kesabaran tulus dan ikhlas bagi penulis dalam menjalankan pendidikan,
penelitian dan penyelesaian tesis ini.
5. Bapak Dr. Kurnia Sembiring, MS., Bapak Dr. Kerista Sebayang, MS., Bapak
Dr. Krista Tarigan, MSc., sebagai Komisi Pembanding yang telah banyak
memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam penyelesaian tesis ini,
sehingga tesis ini semakin baik.
6. Suami tercinta saya Liberti Tarigan yang selalu setia menyelesaikan bersama
selama perkuliahan dan penyusunan tesis ini.
7. Kedua anak tersayang mama yang sangat mama banggakan Billy Jasri Tarigan
dan Rani Clarisa Tarigan yang selalu berdoa buat mama demi kelancaran
penyelesaian tesis ini.
8. Ibu saya Leriana Ambarita yang selalu turut berdoa dan memberikan semangat
dan motivasi yang luar biasa untuk meningkatkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi.
9. Kepala Ruangan Radiologi RSU Bunda Thamrin Medan Bapak Parsaoran
Pardede, S.Si, M. Kes yang telah membantu dalam pengambilan data penelitian
di rumah sakit.
10. Teman-teman seperjuangan Pascasarjana Fisika USU angkatan 2016 Heryani,
M.Si, Fitler Aritonang, S.Si dan Hotromasari Dabukke, S.Si.
11. Keluarga Besar Yayasan ATRO Sinar Amal Bhakti Medan, dan teman-teman
seperjuangan ibu Sri Nanda Sihotang, M.Kes, Justinus Tambunan, M.Kes,
Hotben Lubis, M.Kes, Nelida Pasaribu, M.Kes.
12. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Pemroses Dosis Perorangan pada
Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan ( BPFK ) Medan ibu Sulvina, S.Si,
Herlista Sembiring, S.Si, Riadiana Sembiring, S.Si, Abdul Rahim, S.Si, Ricky
Bangun, AmR, serta Dewi Batubara, AmD yang telah membantu dalam
pemrosesan pembacaan TLD.
Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah banyak membantu dalam penelitian tesis ini. Kiranya Tuhan Yang Maha
Esa memberikan balasan yang berlipat ganda atas kebaikan dan bantuan yang
telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak. Akhir kata semoga tulisan ini dapat mejadi sumbangan yang berarti bagi
ilmu pengetahuan khusunya bagi bidang fisika.
NIM. 167026005
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang dosis radiasi pada pemeriksaan Colon In Loop
dengan sangkaan penyakit megakolon menggunakan pesawat sinar-X Fluoroscopi.
Pekerja radiasi dalam hal tertentu harus berada di medan radiasi yang berhadapan
langsung dengan pasien untuk membantu pasien saat pemeriksaan Colon In Loop.
Oleh karena pesawat ini menggunakan sinar-X maka akan ada radiasi hambur yang
dapat mengenai pekerja radiasi maupun pendamping pasien. Dengan tujuan untuk
menentukan jarak titik aman untuk pekerja radiasi maka dilakukan pengukuran
radiasi hambur pada jarak 0 cm, 10 cm, 20 cm, 30 cm dan 50 cm dengan variasi
tegangan sesuai yang diperlukan pada pemeriksaan fluoroscopi colon in loop yaitu
tegangan 80 kVp dengan kuat 8 mAs, 70 kVp dengan kuat 8 mAs dan 60 kVp
dengan kuat 8 mAs. Pengukuran ini menggunakan dosimeter perorangan yaitu
Thermoluminisence Dose. Dosis radiasi yang diterima semakin besar yaitu pada
jarak 0 cm untuk faktor eksposi pada tegangan 80 kVp dengan kuat arus 8 mAs
dosis radiasi sebesar 64,983 mSv dengan persentase sebesar 92,42 %, faktor eksposi
pada tegangan 70 kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi sebesar 41,955 mSv
dengan persentase sebesar 92,77 %, dan faktor eksposi pada tegangan 60 kVp
dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi sebesar 28,501 mSv dengan persentase sebesar
91,82 %. Dosis radiasi yang diterima semakin kecil yaitu pada jarak 50 cm untuk
faktor eksposi pada tegangan 80 kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi sebesar
0,100 mSv dengan persentase sebesar 0,14 %, faktor eksposi pada tegangan 70 kVp
dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi sebesar 0,013 mSv dengan persentase sebesar
0,03 %, dan faktor eksposi pada tegangan 60 kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis
radiasi sebesar 0,003 mSv dengan persentase sebesar 0,01 %. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semakin jauh jarak sumber radiasi maka dosis radiasi semakin
kecil. Pada penelitian ini jarak 50 cm adalah titik yang aman pada saat melalukan
pemeriksaan fluoroscopi colon in loop.
ABSTRACT
A research had been done about radiation doses on Colon In Loop examination with
suspected megakolon disease using fluoroscopic X-ray. The radiation should be on
the radiation field directly opposite to assist the patient during Colon In Loop
examination. The scattering radiation from fluoroscopic X-ray might affect to the
radiation worker or the patient's assistant it used X-rays. The measurement of
scattered radiation at distance of 0 cm, 10 cm, 20 cm, 30 cm and 50 cm with the
appropriate voltage variation required for the inspection of fluoroscopy colon in loop
ie 80 kVp with 8 mAs, 70 kVp with 8 mAs and 60 kVp with 8 mAs aimed to
determined the distance of the radiation worker's secure points. The measurement
was done by Thermoluminisence Dose. Radiation dose received and increased at 0
cm for exposure factor at 80 kVp with 8 mAs of radiation dose 64.983 mSv and
92,24%, exposure factor at 70 kVp with 8 mAs radiation dose 41,955 mSv and
92,77%, and exposure factor at 60 kVp with 8 mAs radiation dose 28,501 mSv with
percentage 91,82%. The received radiation dose was smaller at 50 cm for exposure
factor at 80 kVp with 8 mAs radiation dose of 0.100 mSv with a percentage were
0.14%, exposure factor at 70 kVp with 8 mAs radiation dose of 0.013 mSv or
0.03%, and an exposure factor at 60 kVp with 8 mAs of radiation dose of 0.003 mSv
with a percentage 0.01%. The results showed that the radiation dose would be
smaller when the distance of radiation source increased. Then, from this researched
confirmed that 50 cm was a secure point when did the inspection of fluoroscopy
colon in loop.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Batasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 4
1.5 Manfaat Penelitian 4
1.6 Sistematika Penulisan 4
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
4.1 Pengukuran Dosis Pada Tegangan 80 kVp 43
4.2 Pengukuran Dosis Pada Tegangan 70 kVp 44
4.3 Pengukuran Dosis Pada Tegangan 60 kVp 45
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
DAFTAR GAMBAR
NOMOR
Halaman
GAMBAR
2.1 Anatomi Colon Intestinum 7
2.2 Proses Pembentukan Sinar – X Karakteristik 8
2.3 Proses Pembentukan Sinar – X Bremstrahlung 9
2.4 Hubungan Intensitas Terhadap Arus dan Tabung 10
2.5 Interaksi Radiasi Dengan Materi Biologik 11
2.6 Tanda Bahaya Radiasi 21
2.7 Penguat Gambar dan TV Monitor 26
2.8 Tabung Rontgen Anoda Putar 28
2.9 Image Intensifier 30
2.10 Prinsip Dasar TLD 34
2.11 Thermoluminisence Dose 34
2.12 TLD Reader 35
3.1 Pesawat Sinar-X Fluoroscopy 36
3.2 Thermoluminisence Dose 37
3.3 TLD Reader 37
3.4 Meteran 38
3.5 Diagram Alir 39
4.1 Grafik Dosis Pada Tegangan 80 kVp 43
4.2 Grafik Dosis Pada Tegangan 70 kVp 45
4.3 Grafik Dosis Pada Tegangan 60 kVp 46
4.4 Grafik Persentase Dosis Pada Tegangan 80 kVp 48
4.5 Grafik Persentase Dosis Pada Tegangan 70 kVp 49
4.6 Grafik Persentase Dosis Pada Tegangan 60 kVp 50
4.7 Grafik Hubungan Dosis Terhadap Tegangan dengan Variasi Jarak 51
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
Pekerja radiasi dalam hal tertentu harus berada di medan radiasi yang
berhadapan langsung dengan pasien untuk membantu pasien dalam
melakukan pemeriksaan Colon In Loop dengan sangkaan Penyakit
Megakolon. Hal ini juga bisa terjadi pada pendamping pasien yang harus
menerima radiasi untuk membantu pemeriksaan dapat dilakukan.
sebagai bagian dari diagnosis atau pengobatan medik, dan orang lain sebagai
sukarelawan yang membantu pasien.
DAFTAR PUSTAKA
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Radiodiagnostik
Radiodiagnostik adalah cabang ilmu radiologi yang memanfaatkan sinar
pengion (sinar-X) untuk membantu diagnosa dalam bentuk foto yang
didokumentasikan. Pesawat rontgen diagnostik adalah peralatan untuk melakukan
berbagai pemeriksaan dan konstruksinya ditentukan oleh jenis pemeriksaan yang
dilakukan, pada pemeriksaan Colon In Loop hendaknya mempunyai pesawat
yang berkapasitas diatas 200 mA dan dilengkapi dengan fluoroscopy radiografi,
sehingga zat kontras yang masuk ke dalam colon terlihat langsung melalui tv
monitor.
Menurut Rasad(2005), pemeriksaan fluoroscopy atau sinar tembus adalah
pemeriksaan radiologi secara langsung yang dapat melihat dan mempelajari alat –
alat tubuh yang bergerak.
2.2. Anatomi
Anatomi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk dan susunan tubuh
baik secara keseluruhan maupun bagian – bagian serta hubungan alat tubuh yang
satu dengan yang lainnya.(Syaifuddin, 1997).
6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
3 4
6
2
10
7
1
8
9
Keterangan Gambar:
1. Apendix
2. Colon Acendens
3. Flexura hepatica
4. Colon Transversum
5. Fleksura lienalis
6. Colon Decendens
7. Colon Sigmoid
8. Rectum
9. Anus
10. Terminal ilium
2.3. Sinar-X
menarik antara inti atom dengan elektron. Ketika elektron yang mendekati inti
atom mempunyai medan energi yang cukup besar untuk ditembus oleh elektron
proyektil, maka medan energi yang terdapat pada inti atom akan melambatkan
gerak dari energi proyektil. Perlambatan gerak dari elektron proyektil akan
mengakibatkan elektron proyektil kehilangan energy dan berubah arah. Energi
yang hilang dari elektron proyektil ini dikenal dengan photon sinar-X
bremstrahlung seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3
Gambar 2.4 Hubungan Intensitas terhadap arus dan tegangan. (BATAN, 2013)
Pada Gambar 2.4 di atas dapat dilihat bahwa bila arus (mA) dinaikkan
(gambar kanan) maka spektrum sinar-X akan semakin tinggi intensitasnya
dengan puncak pada energi atau panjang gelombang yang tetap. Bila tegangan
(kV) dinaikkan (gambar kiri) maka intensitas semakin tinggi dan puncaknya
bergeser ke kiri, panjang gelombang mengecil atau energi membesar. ( BATAN,
2013)
Efek Radiasi terhadap sel tubuh manusia yang merusak DNA ini dibagi atas
dua macam berdasarkan jangka waktu setelah pemaparan yaitu efek stokastik dan
efek deterministik.
Efek stokastik adalah efek yang kemunculannya pada individu tidak bisa
dipastikan tetapi tingkat kebolehjadian munculnya efek tersebut dapat
diperkirakan berdasarkan data statistik yang ada. Efek stokastik berkaitan dengan
dosis rendah yang dapat muncul pada tubuh manusia dalam bentuk kanker yang
dikenal dengan kerusakan somatik atau cacat pada keturunan yang
mengakibatkan kerusakan genetik.
Dalam efek stokastik tidak dikenal dengan adanya dosis
ambang.Kemunculan efek ini berlangsung lama setelah terjadinya penyinaran dan
hanya dialami beberapa orang diantara kelompok yang menerima penyinaran.
Ada empat ciri khas dari efek stokastik :
Efek deterministik adalah efek yang berkaitan dengan paparan radiasi dosis
tinggi yang kemunculannya dapat langsung dilihat atau dirasakan oleh individu
yang terpapar radiasi. Efek tersebut dapat muncul seketika hingga beberapa
minggu setelah penyinaran.Efek ini mengenal adanya dosis ambang. Jadi hanya
radiasi dengan dosis tertentu yang dapat menimbulkan efek deterministik, radiasi
dengan dosis di bawah dosis ambang tidak akan menimbulkan efek deterministik
tertentu. Sebagai contoh dari efek deterministik ini adalah erythema kulit( kulit
memerah ) karena terkena paparan radiasi sebesar 3.000 – 6.000 mSv, atau
kerontokan rambut yang disebabkan oleh paparan radiasi sebesar 6.000 – 12.000
mSv.
Efek deterministik ini dicirikan oleh hubungan sebab akibat yang bersifat
pasti antara dosis yang diterima ( sebab ) dengan efek yang ditimbulkannya (
akibat ). Efek ini termasuk dalam kelompok efek segera, dengan masa tunggu
pemunculannya tergantung pada dosis yang diberikan pada suatu sistem biologi
bersangkutan.
Kemunculan efek ini juga ditandai dengan munculnya keluhan baik umum
maupun lokal namun sulit dibedakan dengan penyakit – penyakit lainnya.
Keluhan umum bisa berupa : nafsu makan berkurang, mual, lesu, lemah, demam,
keringat berlebihan hingga menyebabkan terjadinya shock. Beberapa saat
kemudian timbul keluhan yang lebih khusus, yaitu nyeri perut, rambut rontok
shock bahkan kematian. Sedangkan keluhan lokal yang biasanya muncul adalah
erythema atau kulit memerah, pedih, gatal, bengkak, melepuh, memborok, dan
kerontokan rambut kulit. Jumlah limfosit dalam darah berkurang pada jam-jam
perama setelah terjadinya paparan radiasi dosis tinggi.
H
T.R = WR . DT.R
Dengan DT.R adalah dosis serap yang dirata-ratakan untuk daerah organ
atau jaringan T yang menerima radiasi R, sedang WR adalah faktor bobot dari
radiasi R. Satuan untuk dosis ekuivalen adalah rem, kemudian diganti menjadi
sievert (Sv), dimana 1 Sv = 100 rem.
HE = WT . HT
2.5.4 Paparan
Paparan pada mulanya merupakan besaran untuk menyatakan intensitas
sinar-X yang dapat menghasilkan ionisasi di udara dalam jumlah tertentu.
Berdasarkan defenisi tersebut, maka paparan (X) dapat dirumuskan dengan:
X = dQ / dm
oleh pekerja selama berada di dalam medan radiasi dapat dirumuskan sebgai
berikut berikut:
D=Ḋt
Dengan
D = dosis serap yang diterima
Ḋ = laju dosis serap
t = waktu penyinaran
Waktu penyinaran merupakan faktor penting dalam membatasi jumlah dosis
akumulasi yang diterima oleh pekerja radiasi.
Pada pesawat rontgen harus ada penunjukan tegangan tabung, arus tabung
dan waktu penyinaran yang dipilih, penunjukan jumlah muatan listrik (mAs)
dapat dipakai sebagai pengganti penunjukan arus tabung dan waktu penyinaran
secara terpisah. Untuk pengatur penyinaran secara otomatis cukup ada
penunjukan tegangan tabung dan arus tanung penyerta. Jika pembangkit sinar-X
ini juga dapat digunakan untuk fluoroscopy, harus ada suatu cara untuk menjaga
agar arus tabung berada dalam + 25 % dari nilai yang ditetapkan sebelumnya.
Rangkaian penyinaran yang ditetapkan sebelumnya harus diperlihatkan dengan
jelas dalam sebuah table dalam dokumen penyerta. Faktor- faktor penyinaran ini
hendaknya tersedia dekat atau pada panel pengatur. Waktu penyinaran biasanya
sangat singkat atau pendek dengan maksud untuk memperkecil dosis radiasi yang
diterima pekerja radiasi.
2.6.1.2 Jarak
Laju dosis berbanding terbalik dengan kuadrat jarak (hukum kuadrat
terbalik). Semakin besar jarak dari sumber radiasi, laju dosis di tempat tersebut
semakin berkurang. Hubungan besar laju dosis untuk sumber titik terhadap jarak
dari sumber dirumuskan oleh persamaan berikut:
Ḋ1.r12=Ḋ2. r22
Dengan
Sumber radiasi dianggap sebagai sumber titik apabila jarak dari sumber
paling sedikit 10 kali dimensi sumber. Penerapan faktor jarak dalam
pengendalian bahaya radiasi eksterna dilakukan dalam penetapan daerah kerja
dengan memperhatikan laju dosis radiasi.
Bila jarak sumber radiasi diperpendek 1/2 kali, laju dosis radiasi akan
menjadi 4 kali lebih besar dan bila jarak diperpendek menjadi 1/3 kali, maka laju
dosis menjadi 9 kali lebih besar. Jadi bila terlalu dekat pada sumber, misalnya
langsung menyentuh atau memegang sumber radiasi, maka laju dosis pada tangan
berlipat ganda besarnya.
yang tebalnya 1 mm Pb, sehingga setara dengan tebal 2 mm Pb atau beton setebal
15 cm atau bata dengan plester yang tebalnya 25 cm. Ruang operator tempat meja
control pesawat sebaiknya dibuat erpisah dari ruang penyinaran, atau jika berada
di dalam ruang penyinaran harus disediakan tabir Pb dan dilengkapi dengan kaca
intip atau jendela observasi yang terbuat dai Pb setara 2 mm Pb. Pintu ruang
pesawat sinar-X harus diberi penahan radiasi yang cukup sehingga terproteksi
dengan baik. Pintu tersebuat biasanya terbuat dari tripleks atau kayu dengan tebal
tertentu dengan ditambah lempengan Pb setebal 1 – 2 mm Pb. Lampu merah
sebagai tanda radiasi harus dipasang di atas pintu, yang dapat memyala pada saat
pesawat sinar-X digunakan. Tanda peringatan bahaya radiasi hendaknya dibuat
dan ditempelkan di pintu masuk utama ruang penyinaran.
2.7.1 Justifikasi
Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber radiasi lainnya harus
didasarkan pada azas manfaat. Justifikasi harus didasarkan pada manfaat yang
diperoleh lebih besardaripada risiko yang ditimbulkan. Justifikasi diberlakukan
dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang meliputi:
a. Adanya penerapan teknologi lain dari risiko yang ditimbulkan lebih kecil
daripada jenis pemanfaatan tenaga nuklir yang sudah ada sebelumnya;
b. Ekonomi dan social
c. Kesehatan dan keselamatan; dan
d. Pengelolaan limbah radioaktif dan dekomisioning.
a. Seorang ibu menderita sakit pinggang tetapi ibu tersebut tidak dapat di
roentgen karena sedang hamil. Karena ditakutkan radiasi tersebut akan
tersalurkan ke janinnya. Maka pemotretan akan dilakukan setelah ibu
tersebut melahirkan.
b. Jika seseorang pasien datang ke ruang pemeriksaan tanpa membawa
rekomendasi dari dokter maka sebagai radiografer tidak diharuskan untuk
melakukan pemeriksaan terhadap pasien tersebut.
c. Seorang radiografer tidak boleh seenaknya menggunakan pesawat roentgen
di dalam Rumah Sakit tempat ia bekerja, misalnya dengan mengekspose
binatang peliharaannya untuk kepentingan pribadinya.
2.7.2 Optimasi
Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya ALARA (As Low
AsReasonably Achieveable) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan
sosial. Optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi harus diupayakan agar
besarnya dosis yang diterima serendah mungkin yang dapat dicapai dengan
mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi.Besarnya dosis harus di bawah
NBD. Penerapan optimisasi dilaksanakan melalui :
a. pembatas dosis
Berikut adalah contoh penerapan asas limitasi dalam kehidupan sehari-hari yaitu :
4. Lensa ( kaca )
5. Tv kamera dan unit control
6. Monitor
4
2
5
3
6
10 9 8 7
Keterangan kerja :
1 Ekspansi bawah
2 Kabel soket
3 Tabung x-ray
4 Kabel soket
5 Rotor anoda
6 Gulungan stator
7 Anoda
8 Bagian yang keluar
9 Katoda
10 Minyak transformator
dari tabung, sehingga sinar-X yang terbentuk hanya dapat keluar melalui jendela
tabung.
2.8.6 Transformator
Transformator adalah suatu alat yang digunakan untuk menggerakkan
dengan cepat electron – electron melalui tabung sinar-x. Fungsinya adalah
mengubah tegangan dari volt menjadi kilo volt sehingga pergerakannya cepat.
konduksi. Beberapa bahan TLD yang bersifat luminisense tersebut antara lain
CaSO4:Mn,Dy; LiF:Mg,Ti; dan LiF:Mg, Cu,P.
Elektron-elektron yang tereksitasi tersebut, juga hole-hole, tidak dapat
langsung kembali berkombinasi karena terjebak oleh pita energi pendampingnya.
Apabila kristal tersebut dipanaskan maka elektron-elektron yang terperangkap
akan mendapat cukup energi untuk kembali ke pita konduksi yang kemudian
berkombinasi kembali ke pita valensi sambil memancarkan cahaya.
Gambar 2.10 kiri : Radiasi mengakibatkan elektron meloncat dari pita valensi ke
pita konduksi, selanjutnya jatuh ke dalam perangkap elektron (trap).
Gambar 2.10 kanan : Dengan energi panas yang cukup, elektron keluar dari
perangkap meloncat ke pita konduksi dan selanjutnya meloncat ke pita valensi
disertai dengan pancaran emisi cahaya.
BAB 3
METODE PENELITIAN
35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
- Merk : Harshaw
- Model/Type : 6600
c. Meteran
Mulai
Observasi Pesawat
Sinar-X Fluoroscopy
1. Memproses Thermoluminisence
Analisa Data Dose dengan TLD Reader.
2. Menganalisis Dosis Radiasi yang
Hasil dan Pembahasan dihasilkan pesawat sinar – x
Fluoroscopi pada jarak dan faktor
ekspose yang berbeda.
Selesai
Tekan tombol power pada generator, kemudian tekan tombol on/off untuk
menghidupkan/mematikan pesawat dan tekan pilihan untuk fluoroscopi. Pilih
tegangan dengan indikator kV dan kuat arus dengan indikator mA dan Second
biasa disebut ( mAs) untuk menentukan factor eksposi atau kondisi penyinaran
sesuai kebutuhan objek yang akan difoto. Menghubungkan Image Intensifier
dengan TV monitor. Objek yang difoto benar-benar dalam posisi pemotretan
yang tepat, dan tidak lupa berikan aba-aba atau instruksi pada pasien sebelum
melakukan eksposi ataupun penyinaran.
Penyinaran dilakukan untuk setiap jarak yang berbeda mulai dari jarak
sumber radiasi terhadap pasien utama dengan penggunaan FFD standard yaitu
100 cm, selanjutnya mengukur penyinaran dengan variasi faktor ekspose mulai
dari tegangan 60 kVp dan kuat arus 8 mAs , dilanjutkan dengan tegangan 70 kVp
dan kuat arus 8 mAs serta yang terakhir dengan tegangan 80 kVp dan kuat arus 8
mAs dan variasi jarak mulai dari 0 cm,10 cm, 20 cm, 30 cm dan 50 cm dari 4
(empat ) titik central point dari objek dengan ketegaklurusan sinar-X dengan
menggunakan alat ukur Thermoliminisence Dose ( TLD ). Pengukuran dilakukan
sebanyak 4 (empat) kali untuk setiap penentuan jarak . Hal ini dimaksudkan agar
data yang diperoleh lebih akurat. Setelah pengukuran tersebut dapat ditentukan
jarak aman dalam melakukan eksposi pada saat pemeriksaan Colon In Loop
dengan sangkaan penyakit megakolon pada pesawat sinar-X Fluoroscopi .
BAB 4
4. 1 Hasil
40
30
dosis mSv
20
10
4.484
0 0.502 0.243 0.100
0 cm 10 cm 20 cm 30 cm 50 cm
Jarak (cm )
Gambar 4.1 Grafik jumlah dosis radiasi pada tegangan 80 kVp terhadap variasi jaraK
30
20
Series1
10
0 2.747 0.369 0.142 0.013
0 cm 10 cm 20 cm 30 cm 50 cm
Jarak ( cm )
Gambar 4.2 Grafik jumlah dosis radiasi pada tegangan 70 kVp terhadap variasi jarak
20
15
10 mSv
5
2.16
0 0.28 0.095 0.003
0 cm 10 cm 20 cm 30 cm 50 cm
Jarak ( cm )
Gambar 4.3 Grafik jumlah dosis radiasi terhadap tegangan 60 kVp dengan variasi jarak
4. 2 Pembahasan
sebesar 0,14 %, faktor eksposi pada tegangan 70 kVp dengan kuat arus 8 mAs
dosis radiasi sebesar 0,013 mSv dengan persentase sebesar 0,003 %, dan faktor
eksposi pada tegangan 60 kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi sebesar
0,003 mSv dengan persentase sebesar 0,01 %.
Jika hasil rata-rata dosis radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi
dikalikan sebanyak 10 kali pemeriksaan Colon in Loop per bulan yaitu 120 orang
pasien per tahun maka dosis radiasi maksimum yang diterima pada jarak 50 cm
dengan tegangan 80 kVp dan kuat arus 8 mAs dosis sebesar 12 mSv/tahun,
sedangkan pada tegangan 70 kVp dan kuat arus 8 mAs dosis sebesar 1,56
mSv/tahun dan dosis minimum yang diterima pada jarak 50 cm dengan tegangan
60 kVp dan kuat arus 8 mAs dosis sebesar 0,36 mSv/thn.
Jika hasil rata-rata dosis radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi
dikalikan sebanyak 15 kali pemeriksaan Colon in Loop per bulan yaitu 180 orang
pasien per tahun maka dosis radiasi maksimum yang diterima pada jarak 50 cm
dengan tegangan 80 kVp dan kuat arus 8 mAs dosis sebesar 18 mSv/tahun
sedangkan pada tegangan 70 kVp dan kuat arus 8 mAs dosis sebesar 2,34
mSv/tahun dan dan dosis minimum yang diterima pada jarak 50 cm dengan
tegangan 60 kVp dan kuat arus 8 mAs dosis sebesar 0,540 mSv/thn.
Dengan hasil tersebut diatas dapat disimpulkan dosis radiasi pada pekerja
radiasi dinyatakan aman pada jarak 50 cm.
radiasi sebesar 0.710 % , pada jarak 30 cm persentase dosis radiasi sebesar 0,350
% dan pada jarak 50 cm persentase dosis radiasi sebesar 0,140 %. Dari hasil
penurunan persentase tersebut maka dapat dilihat pada gambar 4.4 hubungan
perentase dosis radiasi pada tegangan 80 kVp dengan kuat arus 8 mAs terhadap
perubahan jarak.
0.71% 0.35%
0.14%
6.38%
0 cm
10 cm
20 cm
30 cm
50 cm
92.42%
Gambar 4.4 Grafik Persentase dosis terhadap tegangan 80 kVp dengan variasi jarak
Dari hasil penurunan persentase dosis radiasi pada tegangan 70 kVp dengan kuat
arus 8 mAs dapat dilihat pada gambar 4.5 hubungan dosis radiasi pada perubahan
jarak.
0,82% 0,31%
0,03%
6,07%
0 cm
10 cm
20 cm
30 cm
50 cm
92,77%
Gambar 4.5 Grafik Persentase dosis terhadap tegangan 70 kVp dengan variasi jarak
0 cm
10 cm
20 cm
30 cm
50 cm
91,82%
Gambar 4.6 Grafik Persentase dosis terhadap tegangan 60 kVp dengan variasi jarak.
4. 2.4 Hubungan Dosis Radiasi dan Jarak dengan Variasi Faktor Eksposi
Pada Tegangan 80 kVp, 70 kVp dan 60 kVp dengan Kuat Arus 8 mAs
Berdasarkan gambar 4.7 tampak hubungan antara faktor eksposi dengan jarak
terhadap sumber radiasi, semakin rendah faktor eksposi maka paparan radiasi
semakin kecil, semakin jauh jarak dari sumber radiasi maka semakin rendah
paparan radiasinya. Berdasarkan SK BAPPETEN tahun 1999 untuk keselamatan
kerja operasional radiologi, nilai batas dosis (NBD) untuk operator atau pekerja
radiasi yang paling aman di tunjukkan pada jarak 50 centimeter.
41.955
28.501
0 cm 10 cm 20 cm 30 cm 50 cm 0 cm 10 cm 20 cm 30 cm 50 cm 0 cm 10 cm 20 cm 30 cm 50 cm
80 kv 70 kv 60 kv
Gambar 4.7 Grafik Hubungan dosis terhadap tegangan mulai 60 kVp, 70 kVp dan
4. 2.5 Proteksi Radiasi Unit Radiologi Rumah Sakit Bunda Thamrin Medan
Ruangan Radiologi Rumah sakit Bunda Thamrin Medan berdinding tembok
setebal 30 cm dengan seluruh pintu ruangan terbuat dari kayu yang dilapisi 2
mmPb. Adapun ruang Fluoroscopi tempat penelitian berukuran P x L x T = 8,00
m x 6,00 m x 4,00 m dan dalam ruangan ruangan pemeriksaan juga terdapat
penhan /pelindung operator (pekerja radiasi) yang dilengkapi dengan jendela
observasi setara 2 mmPb yang berukuran P x L = 30 cm x 20 cm. Pada pintu
ruang Fluoroscopi juga terdapat peringatan tanda bahaya radiasi dan diatas pintu
terdapat pemberitahuan yang mana ketika pemeriksaan fluoroscopi berlangsung
maka secara otomatis lampu tanda bahaya radiasi tersebut akan menyala
(berwarna merah). Sebagai proteksi radiasi di ruang radiologi juga terdapat 5
(lima) buah lead apron dengan nilai proteksi 0,5 mmPb dan tersedia juga sarung
tangan ( lead Gloves) serta kaca mata proteksi radiasi. Dengan demikian unit
Radiologi Rumah Sakit Bunda Thamrin sudah cukur memperhatikan dan
menerapkan proteksi radiasi.
Program proteksi radiasi bertujuan untuk mencegah dan mengurangi efek biologi
yang terjadi akibat paparan radiasi yang mengenai manusia atau lingkungan.
Secara garis besarnya system proteksi radiasi ini diatur oleh tiga (3) lembaga
Internasional yaitu UNSCEAR, ICRP, dan IAEA. Ketiga lembaga Internasional
tersebut akan menghasilkan suatu standard Internasional tentang program proteksi
radiasi yang direkomendasikan ke setiap Negara anggota untuk
diimplementasikan dan disesuaikan dengan budaya yang ada di setiap Negara
anggota. ICRP ( International Commision on Radiological Protection) berperan
sebagai lembaga internasional yang memberikan rekomendasi, UNCEAR
( United Nation Scientific Committee for the Effect of the Atomic Radiation)
adalah lembaga yang berperan untuk mempelajari efek radiasi terhadap manusia
dan lingkungan. Kedua lembaga tersebut secara kontiniu memberikan masukan ke
International Atomic nEnergy Agency (IAEA) agar dihasilkan suatu standar
secara internasional mengenai system proteksi radiasi. Secara garis besarnya salah
satu tugas IAEA adalah untuk menjamin pemanfaatan radiasi untuk kesehatan
dapat berjalan secara aman. Di Indonesia sendiri lembaga yang memiliki
kewenangan adalah BAPETEN ( Badan Pengawas Tenaga Nuklir ).
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dosis radiasi yang diterima semakin besar yaitu pada jarak 0 cm untuk
faktor eksposi pada tegangan 80 kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis
radiasi sebesar 64,983 mSv dengan persentase sebesar 92, 42 %, faktor
eksposi pada tegangan 70 kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi
sebesar 41,955 mSv dengan persentase sebesar 92, 77 %, dan faktor
eksposi pada tegangan 60 kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi
sebesar 28,501 mSv dengan persentase sebesar 91,82 %.
2. Hasil pengukuran rata-rata radiasi hambur dari sumber radiasi sehingga
dosis yang diterima semakin kecil yaitu pada jarak 50 cm untuk faktor
eksposi pada tegangan 80 kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi
sebesar 0,100 mSv dengan persentase sebesar 0,14 %, faktor eksposi pada
tegangan 70 kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi sebesar 0,013 mSv
dengan persentase sebesar 0,03 %, dan faktor eksposi pada tegangan 60
kVp dengan kuat arus 8 mAs dosis radiasi sebesar 0,003 mSv dengan
persentase sebesar 0,01 %.
3. Pada jarak 50 cm pekerja radiasi mendapat dosis radiasi 0.003 mSv dan
dosis ini dinyatakan aman dengan dosis yang diperkenankan yaitu 20
mSv/tahun.
5.2 Saran
Jhon Ball, Tong Price. Chesney’s Radiographic Imaging.London : Black well scientic,
1989.
Pearce, Evelyn C. Anatomi Dan fisiologi Untuk Paramedis, PT Gramedia Pustaka Utama,
1992.
publishing,2005.