Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang
pesat. Perkembangan ini seiring dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia,
yang menuntut akan peningkatan segala sektor baik ditinjau dari segi kualitas
maupun kuantitas produk. Sebagai contoh adalah penggunaan logam di berbagai
bidang perindustrian. Kebutuhan yang beragam menuntut sifat mekanik serta
karakterisasi material yang berbeda – beda, oleh karena itu dibutuhkan perlakuan
panas untuk mengubah struktur mikro dan sifat material suatu bahan. Agar
diperoleh sifat bahan sesuai dengan kebutuhan aplikasi produk.
Pada kenyataannya, suatu bahan memiliki sifat tertenu yang sesuai
keinginan dan sekaligus memilih sifat lain yang tidak sesuai keinginan atau
kebutuhan. Misalnya besi yang kuat tetapi mudah berkarat atau baja yang ulet
tetapi mudah aus, untuk mempertahankan sifat baik suatu bahan dan sekaligus
menghilangkan sifat buruknya, diperlukan rekayasa bahan. Suatu bahan dapat
diberi perlakuan tertentu atau dapat dipadu dengan bahan lain sehingga sifat-sifat
baik akan muncul dan sifat buruk akah hilang. Salah satu perlakuan yang dapat di
berikan pada material adalah perlakuan panas (heat treatment).
Perlakuan panas (heat treatment) adalah: “Heating and cooling a solid
metal or alloy in such away as to obtain desired conditions or properties. Heating
for the sole purpose of hot-working is excluded from the meaning of this
definition”(Avner 1974: 676).
Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam
dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat mekaniknya. Baja dapat
dikeraskan sehingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat atau dapat
dilunakan untuk memudahkan proses pemesinan lanjut. Melalui perlakuan panas
yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, ukuran butir dapat diperbesar atau
diperkecil. Selain itu ketangguhan ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu
permukaan yang keras disekeliling inti yang ulet. Untuk memungkinkan
perlakuan panas tepat, komposisi kimia baja harus diketahui karena perubahan
komposisi kimia, khususnya karbon dapat mengakibatkan perubahan sifat-sifat

4
fisis. Perlakuan panas terdiri dari beberapa tahapan antara lain adalah pemanasan
hingga mencapai temperatur tertentu, penahanan selama beberapa saat, dan
pendinginan dengan kecepatan tertentu. Sebagai media pendingin digunakan
bahan air, oli, atau udara bertekanan.
Pada umumnya, perlakuan diberikan pada baja, mengingat baja merupakan
logam yang paling sering dimanfaatkan untuk pembuatan berbagai komponen
mesin dan alat mekanik lainnya. Karena itu analisis pengaruh perlakuan panas
terhadap sifat-sifat mekanik baja perlu dilakukan.

1.2. Teori Dasar Pengujian Bahan


1.2.1 Diagram Keseimbangan Besi Karbon (Fe-C)
Menurut George Krauss (1995: 1-4), diagram keseimbangan besi karbon
dapat digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan perlakuan panas. Penggunaan
diagram ini relatif terbatas karena beberapa metode perlakuan panas digunakan
untuk menghasilkan struktur yang non-equilibrium. Akan tetapi pengetahuan
mengenai perubahan fasa pada kondisi seimbang memberikan ilmu pengetahuan
dasar untuk melakukan perlakuan panas. Bagian diagram Fe-C yang mengandung
karbon dibawah 2 % menjadi perhatian utama untuk perlakuan panas baja.
Metode perlakuan panas baja didasarkan pada perubahan fasa austenit
pada sistem Fe-C. Transformasi austenit selama perlakuan panas ke fasa lain akan
menentukan struktur mikro dan sifat yang didapatkan pada baja.
Besi merupakan logam allotropik, artinya besi akan berada pada lebih dari
bentuk kristal tergantung dari temperaturnya. Pada suhu kurang dari 912 0C (1674
0
F) berupa besi alfa (). Besi gamma () pada suhu antara 912-1394 0C (1674-
2541 0F). Besi delta () berada pada suhu 1394 oC – 1538 oC (2541 oF-1538 oF).
Penambahan unsur karbon ke besi memberikan perubahan yang besar pada fasa-
fasa yang ditunjukan oleh diagram keseimbangan besi karbon. Selain Karbon
pada baja terkandung juga unsur-unsur lain seperti Si, Mn dan unsur pengotor lain
seperti P, S dan sebagainya. Unsur-unsur ini tidak memberikan pengaruh utama
kepada diagram fasa sehingga diagram tersebut dapat digunakan tanpa
menghiraukan adanya unsur-unsur tersebut. (Surdia dan Saito, 1999: 69).

5
Gambar 1. Diagram keseimbangan besi karbon (Japrie, 1991: 380)

1.2.2 Macam-macam Perlakuan Panas


Proses pemanasan dan pendinginan yang terkontrol dengan maksud
mengubah sifat fisik dan mekanik dari baja.
Macam-macam perlakuan panas:
a. Perlakuan panas fisik.
1. Annealing
2. Hardening
3. Normalizing
4. Tempering
b. Perlakuan panas secara kimiawi
1. Karburizing
2. Nitriding
3. Calorizing
4. Cyaniding
c. Perlakuan panas dalam bentuk yang berfungsi untuk pengerasan
permulaan:
1. Flame hardening
2. Suface hardening

6
1.2.2 Pengerasan (Hardening)
Hardening atau pengerasan dan disebut juga penyepuhan merupakan salah
satu proses perlakuan panas yang sangat penting dalam produksi komponen-
komponen mesin. Untuk mendapatkan struktur baja yang halus, keuletan,
kekerasan yang diinginkan, dapat diperoleh melalui proses ini.
Menurut Kenneth Budinski (1999: 167), pengerasan baja membutuhkan
perubahan struktur kristal dari body-centered cubic (BCC) pada suhu ruangan ke
struktur kristal face-centered cubic (FCC). Dari diagram keseimbangan besi
karbon dapat diketahui besarnya suhu pemanasan logam yang mengandung
karbon untuk mendapatkan struktur FCC. Logam tersebut harus dipanaskan
dengan sempurna sampai daerah austenit. Gambar 2 menunjukkan daerah
temperatur pengerasan untuk baja karbon.
Pengerasan meliputi pekerjaan pendinginan yang menyebabkan karbon
terbentuk dalam struktur kristal. Pendinginan dilakukan dengan mengeluarkan
dengan cepat logam dari dapur pemanas (setelah direndam selama waktu yang
cukup untuk mendapatkan temperatur yang dibutuhkan) dan mencelupkan
kedalam media pendingin air atau oli.

1.2.3 Pelunakan (Annealing)


Selain untuk tujuan pengerasan perlakuan panas dapat dilakukan untuk
tujuan pelunakan. Hal ini diperlukan untuk perlakuan baja-baja yang keras,
sehingga dapat dikerjakan dengan mesin. Disamping itu juga pelunakan di
lakukan untuk tujuan meningkatkan keuletan dan mengurangi tegangan dalam
yang menyebabkan material berperilaku getas.
Annealing terdiri dari 3 proses yaitu :
a) Fase recovery
Fase recovery adalah hasil dari pelunakan logam melalui pelepasan cacat
kristal (tipe utama dimana cacat linear disebut dislokasi) dan tegangan dalam.
b) Fase rekristalisasi
Fase rekristalisasi adalah fase dimana butir nucleate baru dan tumbuh
untuk menggantikan cacat- cacat oleh tegangan dalam.
c) Fase grain growth (tumbuhnya butir)

7
Fase grain growth (tumbuhnya butir) adalah fase dimana mikrostruktur
mulai menjadi kasar dan menyebabkan logam tidak terlalu memuaskan untuk
proses pemesinan.
Secara umum proses pelunakan dapat berupa proses normalizing, full
annealing dan spheroidizing.
a. Normalizing.
Normalizing merupakan proses perlakuan panas yang bertujuan untuk
memperhalus dan, menyeragamkan ukuran serta distribusi ukuran butir logam.
Proses ini diperlukan untuk komponen atau material yang mengalami proses
pembentukan seperti pengerolan dingin, tempa dingin dan pengelasan.

Gambar 1.1 Diagram fasa Fe-Fe3C


(Sumber :
www.steelindonesia.com)

Dari gambar diatas dapat diterangkan atau dibaca diantaranya adalah


sebagai berikut.
1. Pada kandungan karbon mencapai 6.67% terbentuk struktur
mikro dinamakan Cementit Fe3C (dapat dilihat pada garis vertikal
paling kanan). Sifat – sifat cementitte diantaranya sangat keras dan
sangat getas

2. Pada sisi kiri diagram dimana pada kandungan karbon yang sangat

8
rendah, pada suhu kamar terbentuk struktur mikro ferit.

3. Pada baja dengan kadar karbon 0.83%, struktur mikro yang


terbentuk adalah Perlit, kondisi suhu dan kadar karbon ini
dinamakan titik Eutectoid.

4. Pada baja dengan kandungan karbon rendah sampai dengan titik


eutectoid, struktur mikro yang terbentuk adalah campuran antara
ferit dan
5. Pada baja dengan kandungan titik eutectoid sampai dengan
6.67%, struktur mikro yang terbentuk adalah campuran antara perlit
dan sementit.

6. Pada saat pendinginan dari suhu leleh baja dengan kadar karbon
rendah, akan terbentuk struktur mikro Ferit Delta lalu menjadi
struktur mikro Austenit.

7. Pada baja dengan kadar karbon yang lebih tinggi, suhu leleh turun
dengan naiknya kadar karbon, peralihan bentuk langsung dari
leleh menjadi Austenit.
Proses normalizing yaitu dengan cara memanaskan material pada
temperatur 55 sampai 85 0C diatas temperatur kritis. Kemudian ditahan untuk
beberapa lama hingga fasa secara penuh bertransformasi ke fasa austenit.
Selanjutnya material didinginkan pada udara terbuka hingga mencapai suhu
kamar.

b. Full annealing.
Full annealing merupakan proses perlakuan panas yang bertujuan untuk
melunakkan logam yang keras sehingga mampu dikerjakan dengan mesin.
Proses ini banyak dilakukan pada baja medium. Proses ini dilakukan dengan
cara memanaskan material baja pada temperatur 15 hingga 40 0C di atas
temparatur A3 atau A1 tergantung kadar karbonnya. Pada temperatur tersebut
pemanasan ditahan untuk beberapa lama hingga mencapai kesetimbangan.
Selanjutnya material didinginkan dalam dapur pemanas secara perlahan-lahan

9
hingga mencapai temperatur kamar. Struktur mikro hasil full annealing berupa
pearlit kasar yang relatif lunak dan ulet.

c. Spheroidizing.
Baja karbon medium dan tinggi memiliki kekerasan yang tinggi dan
sulit untuk dikerjakan dengan mesin dan dideformasi. Untuk melunakkan baja
ini dilakukan proses spheroidizing.
Proses spheroidizing dilakukan dengan cara memanaskan baja pada
temperatur sedikit dibawah temperatur eutectoid, yaitu sekitar 700 0C. Pada
temperatur tersebut ditahan selama 15 hingga 25 jam. Kemudian didinginkan
secara perlahan-lahan di dalam tungku pemanas hingga mencapai temperatur
kamar.

1.2.4 Tempering
Digunakan untuk mengurangi tegangan dalam melunakan bahan setelah
dihardening dan meningkatkan keuletan. Hal ini karena baja yang dikeraskan
dengan pembentukan martensit biasanya sangat getas, sehingga tidak cukup baik
untuk berbagai pamakaian. Pembentukan martensit juga meninggalkan tegangan
sisa yang sangat tinggi dan kurang menguntungkan. Karena itu biasanya setelah
pengerasan diikuti tempering. Prosesnya adalah dengan memanaskan baja
berstruktur martensite sampai dibawah suhu kritis, ditahan kemudian didinginkan
dengan kecepatan tinggi untuk menghasilkan martensite, kemudian dipanaskan
kembali pada temperature di bawah temperature eutectoid untuk melunakan
martensite dengan mengubah strukturnya menjadi pertikel besi karbid dalam ferit

Gambar 1.2 Hubungan Temperatur Tempering dan Kekerasan (Sumber; Smith,


WF. Principles of Haksicel and Engineering. Mc Grow Hill.
Singapore, hal 466)

10
Macam-macam tempering yaitu:
 Martempering
Merupakan perbaikan dari prosedur quenching dan digunakan untuk mengurangi
distorsi dan chocking selama pendinginan.

Gambar 1.3 Proses martempering (Sumber: Aumar. Introduction to Physical


Metalurgy, Mc Graw Hill. New York. 1974 hal 341)
 Austempering
Tujuannya adalah meningkatkan ductility, ketahanan impact dan mengurangi
distorsi. Struktur yang dihasilkan adalah bainit. Austempering adalah proses
perlakuan panas yang dikembangkan langsung dari diagram transformasi
isothermal untuk meperoleh struktur yang seluruhnya bainit. Pendinginan
dilakukan dengan quenching sampai temperature di atas Ms dan dibiarkan
demikian sampai transformasi menjadi bainit selesai.

Gambar 1.4 Proses Austempering (sumber: Auneer, Introduction to Physical


Metalurgy, Mc Grow Hill. New York. 1974 hal 314)

11
Gambar 1.5 Proses Quenching dan tempering (sumber: Smith. WF. Principles of
Material Science and Engineering, Mc Graw Hill. Singapore. 1984,
hal 464)

Table 1.1 Kecepatan pendinginan pada beberapa media pendinginan (sumber:


Kamenchmy, I, Heat Treatment A Handbook. MIR Publisher.
Moscow 1969 hal 182).

1.2.5 Carburizing
Suatu proses penjenuhan lapisan permukaan baja dengan karbon. Baja
yang diikuti dengan hardening akan mendapatkan kekerasan permukaan yang
sangat tinggi, sedang bagian tengahnya tetap lunak. Macam carburizing adalah
sebagai berikut.
a. Pack Carburizing
Prosesnya material dimasukkan dalam kotak yang berisi medium kimia
aktif padat. Kotak tersebut dipanaskan sampai 900-950oC, waktu total ditentukan
kedalaman kekerasan yang rendah dicapai.

12
b. Paste Carburizing
Medium kimia yang digunakan berbentuk pasta, prosesnya yaitu bagian
yang dikeraskan ditutup dengan pasta dengan ketebalan 3-4 mm kemudian
dikeringkan dan dimasukkan dalam kotak, prosesnya dilakukan pada 920-930oC.
c. Gas Carburizing
Di sini logam dilepaskan dalam atmosfir yang mengandung karbon yaitu
gas alam maupun gas buatan benda kerja dipanaskan 850-900oC.
d. Liquid Carburizing
Proses carburizing dilakukan pada medium kimia akfif cair komposisi
medium kimianya adalah soda abu, NaCl, SiC, dan kadang-kadang dilengkapi
NH4Cl. Suhu proses antara 850-900oC.

1.2.6 Nitriding
Proses ini merupakan proses penjenuhan permukaan baja dengan nitrogen
yaitu dengan cara melakukan holding dalam waktu yang agak lama pada
temperature 480-650oC dalam lingkungan amoniah (NH3). Macam-macamnya
antara lain adalah sebagai berikut.
 Straight Nitriding
Digunakan untuk meningkatkan kekerasan, ketahanan gesek dan fatigue.
 Anti corrosion Nitriding
Bahan yang digunakan biasanya besei tuang dan baja paduan. Derajat kelarutan
nitrogen yang dapat dicapai adalah 30-7oC.

1.2.7 Calorizing
Calorizing adalah suatu perlakuan panas dengan modifikasi permukaan
material melalui sebuah proses pembauran alumunium dengan temperature
800°C-1000°C.pembauran gas alumunium ke bentuk lapisan fero alumunium
alloy pada permukaan material baja. Lapisan hasil calorizing tidak bersifat dapat
dilepas seperti beberapa macam proses pelapisan baja dengan logam cair.
Karakteristik material yang sudah dikalorizing adalah tahan oksidasi pada
temperatue yang tinggi. Material yang dikalorizing adalah keutamaan dalam

13
produk – produk yang digunkan pada unit masin uap, pipa bertekanan tinggi, blok
silinder mesin, piston mesin, dan knalpot.

1.2.8 Cyaniding
Proses ini merupakan proses penjenuhan permukaan baja dengan unsur
karbon dan nitrogen, bertujuan untuk meningkatkan kekerasan, ketahanan gesek
dan kelelahan. Bila proses ini dilakukan di udara disebut karbon nitriding,
macamnya:
- High Temperature Liquid Cyaniding
- High Temperature Gas Cyaniding
- Low Temperature Liquid Cyaniding
- Low Temperature Gas Cyaniding
- Low Temperature Solid Cyaniding

1.2.9 Sulphating
Perlakuan panas yang digunakan untuk menigkatkan ketahanan gesek dari
bagian-bagian mesin maupun alat-alat tertentu dari bahan HSS jalan penjenuhan
permukaan sulfur.

1.2.10 Cara Pemanasan Pengerasan Permukaan yang Lain.


1. Flame Hardening
Prosesnya dengan pemanasan cepat permukaan baja di atas temperature
kritisnya dengan menggunakan gas oksigetilen, selanjutnya diikuti dengan
pendingan.
2. Electrolite Bath Hardening
Pemanasan yang dilakukan dalam suatu larutan elektrolit yang biasanya
digunakan adalah 5% - 10% sodium carbonat dan digunakan arus DC. Pada
tegangan tinggi 200-220 V. prosesnya yaitu pada baja dipakai sebagai katoda,
sehingga terbentuk gelembung-gelembung hydrogen tipis. Karena konduktivitas
dari gelembung hydrogen rendah sehingga arus meningkat cepat pada katoda.
Akibatnya katoda mengalami pemanasan pada temperature yang sangat tinggi
(2000oC). logam yang akan dikeraskan tersebut dicelupkan dalam elektrolit

14
sedalam bagian yang akan dikeraskan. Setelah dipanaskan aliran listrik diputus
dan elektrolit digunakan sebagai media quenching.
3. Induction Surface Hardening
Pemanasan yang dilakukan dengan menggunakan arus listrik frekuensi
tinggi. Logam yang berbentuk silindris diletakkan pada indicator ini. Jadi
pemanasan permukaan dipengaruhi oleh frekuensi dan waktu pemanasan.
Pendinginan dilakukan dengan penyemprotan air setelah proses pemanasan
selesai.
Proses perlakuan panas ada 3 tahapan uji, yaitu:
 Heating
Proses perlakuan panas pada suhu tertentu dan dalam waktu terentu untuk
mencapai struktur tertentu.
 Holding
Proses perlakuan panas dengan suhu yang telah ditetapkan dan dalam waktu
tertentu untuk memperoleh struktur atom yang seragam.
 Cooling
Proses pendinginan yang dilakukan agar struktur atom yang diinginkan tetap.
Proses pendinginan terdapat 3 macam, yaitu: udara, dapur, quenching.

1.2.11 Quencing
Proses quenching melibatkan beberapa faktor yang saling berhubungan.
Pertama yaitu jenis media pendingin dan kondisi proses yang digunakan, yang
kedua adalah komposisi kimia dan hardenbility dari logam tersebut.
Hardenbility merupakan fungsi dari komposisi kimia dan ukuran butir pada
temperatur tertentu. Selain itu, dimensi dari logam juga berpengaruh terhadap
hasil proses quenching.

15
Gambar. 1.6 Diagram fasa Quenching

1.2.12 Kekuatan Tarik


Pengujian tarik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat
mekanis suatu logam dan paduannya. Pengujian ini paling sering dilakukan
karena merupakan dasar pengujian-pengujian dan studi mengenai kekuatan bahan.
Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinyu dan perlahan semakin besar,
bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai 22 perpanjangan yang
dialami benda uji. Kemudian dapat dihasilkan tegangan dan regangan.

16
Regangan yang dipergunakan pada kurva diperoleh dengan cara membagi
perpanjangan panjang ukur dengan panjang awal, persamaanya yaitu:

Pembebanan tarik dilaksanakan dengan mesin pengujian tarik yang selama


pengujian akan mencatat setiap kondisi bahan sampai terjadinya tegangan
ultimate, juga sekaligus akan menggambarkan diagram tarik benda uji, adapun
panjang Lf akan diketahui setelah benda uji patah dengan mengunakan
pengukuran secara normal, tegangan ultimate adalah tegangan tertinggi yang
bekerja pada luas penampang semula. Diagram yang diperoleh dari uji tarik pada
umumnya digambarkan sebagai diagram tegangan regangan.

1.2.13 Uji Impak/Ketangguhan baja


Untuk menentukan sifat perpatahan suatu logam, keuletan maupun
kegetasannya, dapat dilakukan suatu pengujian yang dinamakan dengan uji impak.
Umumnya pengujian impak menggunakan batang ber-takik. Berbagai jenis
pengujian impak batang bertakik telah digunakan untuk menentukan
kecenderungan benda untuk bersifat getas. Dengan jenis uji ini dapat diketahui
perbedaan sifat benda yang tidak teramati dalam uji tarik. Hasil yang 24 diperoleh
dari uji batang bertakik tidak dengan sekaligus memberikan besaran rancangan
yang dibutuhkan, karena tidak mungkin mengukur komponen tegangan tiga
sumbu pada takik.

17
Para peneliti kepatahan getas logam telah menggunakan bebagai bentuk
benda uji untuk pengujian impak bertakik. Secara umum benda uji
dikelompokkan ke dalam dua golongan standar.
 Carphy
Metoda Charpy Batang impak biasa, banyak di gunakan di Amerika
Serikat. Benda uji Charpy mempunyai luas penampang lintang bujursangkar (10 x
10 mm) dan mengandung takik V-45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan
kedalaman 2 mm. Benda uji diletakan pada tumpuan dalam posisi mendatar dan
bagian yang tak bertakik diberi beban impak dengan ayunan bandul (kecepatan
impak sekitar 16 ft/detik). Benda uji akan melengkung dan patah pada laju
regangan yang tinggi, kira-kira 103 detik.

18
 Metoda Izod
Dengan batang impak kontiveler. Benda uji Izod lazim digunakan di
Inggris, namun saat ini jarang digunakan. Benda uji Izod mempunyai penampang
lintang bujursangkar atau lingkaran dan bertakik V di dekat ujung yang dijepit.

19
1.2.14 Sifat Mekanik Logam
Sifat mekanik logam adalah sifat yang menyatakan kemampuan suatu logam
untuk menerima beban ataugaya tanpa mengalami kerusakan pada logam tersebut.
Sifat mekanik logam merupakan salah satu sifat terpenting. Sifat-sifat logam
antara lain:
 Kekuatan (Strength) [N/mm3, kg/mm2, lb/in2]
Yaitu kemampuan bahan untuk menerima gaya berupa ketegangan tanpa
mengalami patah pada bahan. Ada beberapa macam dari kekuatan, tergantung dari
jenis beban yang bekerja, diantaranya kekuatan tekan, kekuatan tarik, kekuatan
torsi, kekuatan kelengkungan, dan kekuatan geser.
 Kekerasan (Hardness) [BHN, VHN, HRc]
Yaitu kemampuan material logam menerima gaya berupa penetrasi,
indentasi, pengikisan, ataupun pernggoresan. Sifat kekerasan mempunyai korelasi,
dengan sifat kekuatan dan juga dengan sifat daya tahan aus (wear resistance).

20
 Kekakuan (Stiffness) [simpangan]
Yaitu kemapuan bahan menerima beban/ketegangan tanpa menyebabkan
perubahan bentuk (deformasi) atau defleksi.
 Ketangguhan (Toughness) [kg/mm]
Merupakan sifat yang menyatakan keamampuan bahan untuk menyerap
sejumlah energi tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan.
 Kekenyalan (Elasticity) [%]
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa
mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanent setelah beban atau
tengagan dihilangkan. Kekenyalan menyatakan seberapa banyak terjadi
perubahan bentuk secara elastis yang dapat dialami sebelum perubahan
platis/permanent terjadi. Dapat juga dinyatkan sebagai keampuan bahan untuk
kembali ke bentuk atau ukuran mula-mula setelah menerima beban yang
mengakibatkan deformasi.
 Kelelahan (Fatigue) [siklus]
Menyatakan kecenderungan logam untuk patah jika menerima beban atau
tegangan berulang-ulang (cycles stress) yang besar beban/tegagnan tersebut jauh
di bawah kekuatan elastisnya.
 Plastisitas (Plasticity) [%]
Yaitu kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi peremanen
(platis) tanpa menyebabkan kerusakan.
 Merangkak (Creep) [siklus]
Menyatakan kecenderungan logam mengalami deformasi platis yang
besarnya merupakan waktu saat menerima beban yang besarnya tetap.
Mengenai sifat mekanik ini, dikenal 2 macam pembebanan, yaitu:
 Pembebanan static
Yaitu pembebanan yang sifatnya static atau besarnya tetap atau berubah
dengan sangat lambat.
 Pembebanan dinamik
Yaitu pembebanan yang besarnya beban berubah-ubah atau dinamis.

21
Ada beberapa factor yang mempengaruhi sifat mekanik baja, diantaranya:
1. Unsur kimia
Penambahan unsur kimia pada baja dapat mempengaruhi sifat mekaniknya.
Penambahan karbon pada baja akan membuat baj semakin keras tapi rapuh. Unsur
kimia yang dapat bersenyawa antara lain:
a. Nikel untuk meningkatkan.
- Kekuatan dan kekerasan baja.
- Ketahanan terhadap korosi.
- Keuletan dan tahan gesek.
b. Chromium, untuk
- Menambah kekerasan baja.
- Membentuk karbida.
- Menambah keelastisan, sehingga baik untuk pegas.
c. Mangan untuk
- Meningkatkan kekerasan.
- Meningkatkan ketahanan terhadap suhu tinggi.
- Membuat bahan mengkilap.
2. Ukuran butir
Ukuran butir pada baja sangat berpengaruh, ukuran butir yang besar dan homogen
membuat baja mempunyai sifat yang ulet, sedangkan untuk ukuran butir yang
kecil dan tidak homogen maka baja tersebut akan bersiafat kaku dan getas.
Pengaruh dari ukuran butir terhadap kekuatan logam dihitung dengan rumus Hall
Picth:

1
1 g
 y   f  K .D 2 , dimana D 
m n
y : ketegangan yield m : pembesaran
f : ketegangan fracture n : jumlah butir
K : Kostanta a : luas bagian
D : diameter butir

22
3. Fasa/Struktur
Fasa dapat mempengaruhi sifat mekanik baja, karena pada tiap-tiap fasa pada baja
memiliki struktur mikro sendiri dengan sifat mekanik, fisik dan kimia yang
berbeda-beda. Misalnya fasa martensite memiliki sifat-sifat keras, rapuh, magnetic
dengan nilai kekerasan 650-700 BHN. Sedangkan fasa ferit memiliki sifat liat,
lunak, tahan karat, dengan nilai kekerasan 60-100 BHN. Jadi baja yang tersusun
atas fas martensite memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan baja yang
tersusun atas fenite.
Baja yang mempunyai struktur yang teratur mempunyai sifat mekanik yang lebih
baik bila dibandingkan baja yang strukturnya tidak teratur sebab tegangan dalam
yang timbul lebih besar. Tegangan didalam berbanding tebalik dengan sifat
mekanik.

4. Cacat
Cacat terjadi kemungkinan besar selama proses pertumbuhan kristal atau pada
proses heat treatment (perlakuan panas). Cacat ini dibedakan menajdi cacat titik,
cacat garis, cacat bidang, dan cacat ruang. Cacat yang terjadi pada baja
menyebabkan kerusakan pada struktur baja misalnya terjadinya kekosongan
(vacancy), sisipan dan slip. Kerusakan ini menyebabkan menurunnya sifat
mekanik baja.

5. Endapan
Reaksi pengendapan merupakan kebalikan dari reaksi pelarutan, yang terjadi
akibat proses pendinginan. Pengendapan terjadi bila baja didinginkan sampai
daerah suhu dua fasa setelah laku larut yang dipengaruhi laju waktu pendinginan.
Pada laju waktu pendinginan cepat terjadi endapan stau fasa dan laju pendinginan
lambat dapat terjadi endapan dalam dua fasa sehingga pengedapan yang terjadi
berpengaruh pada sifat mekaniknya.

23
1.2.15 Fase-fase yang terjadi pada campuran besi-karbon
Fase – fase yang terjadi pada campuran besi – karbon antarai lain adalah
sebagai berikut.
1. Ferrite
Adalah larutan padat karbon yang mempunyai struktur kristal BBC (Body
Centered Cubic). Sifat ferrite:
- Stabil di bawah suhu 810oC
- Tidak dapat dikeraskan karena kandungan karbon sedikit, kandungan
maksimum 0,025%C yaitu pada suhu 723oC.
- Lunak, liat, tahan karat.
- BHN = 60-100
2. Austenite
Adalah larutan padat karbon yang mempunyai struktur FCC (Face
Centered Cubic). Sifat austenite:
- Stabil pada suhu sekitar 1350oC
- Dapat dikeraskan dengan 2%C
- Dapat ditempa dimana tegangan tarik sekitar 5000 Psi.
- Specific volume rendah disbanding mikrostruktur lain.
- Lunak, non magnetic, malleable, tidak ductile.
- BHN: 170-200
3. Martensite
Adalah larutan pada dari karbon dan besi. Terbentuk dari pendinginan
cepat (quenching) dari austenite. System kritasl BCT (Body Centered
Tetragonal), sifat mertensite:
- Stabil di bawah suhu 1500oC
- Keras, rapuh, magnetic
- Kandungan karbon > 92%
- Konduktor panas dan listrik rendah
- BHB: 650-700
4. Cementite
Adalah senyawa besi dan karbon dengan kandungan karbon 6,67% disebut
juga besi carbide, sifat cementite:

24
- Stabil di bawah 150oC
- BHN : 820
- Rapuh, magnetic.
- Campuran cementite dan austenite disebut ledeburite.
- Campuran cementite dan ferrite disebut pearlite.
5. Ledeburite
Disebut besi eutectoid dengan kandungan karbon 4,3% terjadi di bawah
suhu 723oC. Sifat: rapuh, keras, getas, dengan BHN: 700
6. Pearlite
Adalah baja eutectoide yang tersusun atas 2 fase yaitu ferrite dan
cementite dengan kandungan karbon 0,83%. Sifat : keras, tak tahan karat,
BHN: 160-200.
7. Besi delta
Terjadi pada temperature 1400oC – 1500oC, kandungan karbon 0,1%. Sifat
spesimen adalah lunak dan dapat ditempa.
8. Troostite
Adalah campuran ferrite dan carbide. Disebut toostite dibentuk pada
pemanasan martensite pada suhu 250oC – 400oC atau pendinginan lambat
dari austenit. Stabil di atas suhu 400oC. Sifat: magnetic, tidak kuat, ulet,
konduktivitas tinggi (lebih tinggi dari martensite), kekerasan 330-400
BHN.
9. Soribite
Adalah campuran merata antara ferit dan sementit yang terbentuk pada
pemanasan martensite pada suhu 400oC – AC1 atau pendinginan austenite
yang sangat lambat dan stabil hingga suhu AC1, mempunyai sifat ulet dan
kenyal. Sedikit lebih keras dan kuat dari troosite, kekerasan 270-320 BHN.
Fe3C dibagi menjadi:
C : 0,008% disebut besi murni
C : 0,008-0,83% disebut baja hypoeutectoid.
C : 0,83% - 1,7% disebut baja hypereutectoid.
C : 1,7% disebut baja hypereutectoid.

25
1.3. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah nilai kekerasan logam dengan perlakuan panas hardening
750 oC, 850 oC, 950 oC, dan normalizing 950 oC
2. Bagaimanakah pengujian struktur mikro dari masing – masing perlakuan ?
3. Bagaimanakah pengujian logam dengan metode impack ?
4. Bagaimanakah pengujian logam dengan metode uji tarik ?

1.4. Tujuan
1. Mengetahui nilai kekerasan logam dengan perlakuan panas hardening 750
o
C, 850 oC, 950 oC, dan normalizing 950 oC
2. Mengetahui pengujian struktur mikro dari masing – masing perlakuan ?
3. Mengetahui pengujian logam dengan metode impack ?
4. Mengetahui pengujian logam dengan metode uji tarik ?

26
BAB II
PENGUJIAN KEKERASAN

2.1 Tujuan Pengujian


1. Mengetahui angka kekerasan suatu bahan.
2. Mengetahui pengaruh perlakuan panas terhadap kekerasan bahan.
3. Mengetahui salah satu cara pengukuran kekerasan.

2.2 Pelaksanaan Pengujian


Sebelum melaksanakan pengujian bahan hendaknya kita dapat memahami
tentang alat dan bahan yang digunakan, prosedur maupun metoda pengolahan
data.
2. 2. 1 Alat dan Bahan yang Digunakan
 Spesifikasi alat yang digunakan
1. Electrical Brinell Hardnes Test

Gambar 2. 1 Electrical Brinell Hardnes Test

Spesifikasi
 Merek = Hauser Henry S. A
 Diameter Bola Baja = 1,2 mm
 Berat Beban = 43,2 Kg (100 – 500 BHN) dan 12,48 Kg
 Buatan = Jerman

27
2. Centrifugal Sand Paper Machine

Gambar 2.2 Centrifugal Sand Paper Machine


Spesifikasi :
 Merek = Saphir
 Buatan = Jerman

3. Kertas Ampelas
Digunakan untuk menghaluskan spesimen atau benda kerja dengan tingkat
kekasaran yang bervariasi dari yang paling kasar hingga paling halus, yaitu nomor
100 – 5000

Gambar 2.4 Kertas Ampelas


Sumber: www.wikipedia.en.org/Ampelas

4. Drawing Pen
Digunakan untuk member identitas pengukuran dimensi spesimen/benda kerja.

28
Gambar 2.5 Drawing Pen
Sumber: www.wikipedia.en.org/Drawingpen

 Bentuk dan Dimensi Spesimen

Dimensi spesimen benda kerja memiliki diameter 13 mm dan tinggi 16 mm

2. 2. 2 Prosedur Pengujian
Dalam melakukan pengujian kekerasan hendaknya memenuhi prosedur
pengujian sebagai berikut:
1. Dilakukan proses heat treatment yaitu, Hardening 8500C, Holding
20 menit
2. Permukaan spesimen yang akan diuji dibersihkan dahulu dari terak
dan kotoran dengan centrifugal sand paper sampa betul-betul rata
dan halus serta siap di uji
3. Pemasangan benda kerja yang akan diuji harus benar-benar
diperhatikan

29
4. Dilakukan pengujian kekerasan dengan electrical brinell hardnes
tester dengan pengambilan data secara acak pada permukaan benda
uji. Dalam pengujian ini diambil 10 titik secara acak

2. 3 Hipotesa
1. Heat treatment dapat menyebabkan perubahan tingkat kekerasan pada
logam. Kekerasan itu berubah sesuai dengan perlakuan panas yang
dikenakan pada bahan. Berikut ini perlakuan panas fisik yang dikenakan
sesuai dengan tingkat kekerasan yang tertinggi hingga yang terendah.
a. Hardening
Dapat meningkatkan kekerasan secara maksimum tetapi memiliki
tegangan dalam yang tinggi, sifat yang rapuh
b. Tempering
Menurunkan kekerasan baja dibawah perlakuan panas hardening
c. Normalizing
Dapat meningkatkan kekerasan baja dibandingkan keadaan awal atau
tanpa perlakuan panas
d. Anealling
Menurunkan kekerasan baja dari kedudukan awal tanpa kekerasan
panas
2. Holding mempunyai pengaruh terhadap kekerasan
3. Temperatur mempunyai pengaruh terhadap kekerasan
2. 4 Pengolahan Data
2. 4. 1 Data Kelompok
Data Kelompok (Tanpa Perlakuan)

No X [X-X’] [X-X’]²
1 482,00 143,29 20532
2 267,53 71,18 5066,59
3 350,47 11,76 138,29
4 387,45 48,74 2375,58
5 381,32 42,61 1815,61
6 287,37 51,34 2635,79

30
7 362,59 23,88 570,25
8 292,82 45,89 2105,89
9 283,73 54,98 3022,8
10 292,53 46,18 2132,59

Σ 3387,81 539,85 40395,39

Keterangan : X = kekerasan spesimen


X’= kekerasan rata-rata
 Kekerasan rata-rata

= 3387,81
10
= 338,781
 Standar deviasi

= 66,995
 Standar deviasi rata-rata

= 66,995

= 21,2
 db

= 10 -1

31
=9

Maka nilai t tabel -> t ( a/2 ; db ) = t (0,025 ; 9) = ±2,26


Interval penduga kekerasan spesimen tanpa perlakuan panas
X’ – { t (a/2 ; db ) x δ’} < μ < X’ + { t (a/2 ; db ) x δ’}
3387,81 – (2,26 x 21,2) < μ < 3387,81 + (2,26 x 21,2)
Jadi kekerasan rata – rata spesimen tanpa perlakuan panas berkisar antara
3339,898 < μ < 3435,722. Dengan tingkat keyakinan 95 %.

Data Kelompok (Normalizing 9500C, 20” )


No X [X-X’] [X-X’]²
1 359,80 34,937 1220,593
2 333,94 9,077 82,391
3 293,70 31,163 971,132
4 305,43 19,433 377,641
5 360,99 36,127 1305,160
6 339,32 14,457 209
7 316,58 8,283 68,6
8 309,50 15,363 236
9 309,50 15,363 236
10 319,87 4,993 24,930
Σ 3248,63 189,196 4731,447
 Kekerasan rata-rata

= 3248.63
10
=324,863

 Standar deviasi

32
=

= 22,928

 Standar deviasi rata-rata

= 22,928

= 7,251
 db

= 10 -1
=9

Maka nilai t tabel -> t ( a/2 ; db ) = t (0,025 ; 9) = ±2,26


Interval penduga kekerasan spesimen tanpa perlakuan panas
X’ – { t (a/2 ; db ) x δ’} < μ < X’ + { t (a/2 ; db ) x δ’}
324,863 - (2,26 x 7,251) < μ < 324,863 + (2,26 x 7,251)
308,4758 < μ < 341,25026. Dengan tingkat keyakinan 95

33
Data Kelompok (Hardening 750 oC, 20”)

No X [X-X’] [X-X’]²

1 482.00 141.26 19954.38

2 287.52 53.22 2832.37

3 350.47 9.73 94.67

4 387.45 46.71 2181.82

5 381.32 40.58 1646.73

6 287.37 53.37 2848.35

7 362.59 21.85 477.42

8 292.82 47.92 2296.32

9 283.37 57.37 3291.31


10 292.53 48.21 2324.20

Σ 3407.44 520.22 37947.57

Keterangan : X = kekerasan spesimen


X’= kekerasan rata-rata
 Kekerasan rata-rata

= 3407.44 / 10
= 340.74
 Standar deviasi

34
δ = 64.92
 Standar deviasi rata-rata

Data Kelompok (Hardening 8500C, 20” )

No X [X-X’] [X-X’]²

1 646,27 259,474 67326,76

2 426,23 39,434 1555,04

3 343,38 43,416 1884,949

4 368,97 17,826 317,7663

5 359,8 26,996 728,784

6 330,77 56,026 3138,913

7 313,65 73,146 5350,337

8 334,7 52,096 2713,993

9 355,43 31,366 983,826

10 388,76 1,964 3,857296

Σ 3867,96 601,744 84004,22

 Kekerasan rata-rata

X’ = 3867,96 / 10
= 386,79
 Standar deviasi

116

 Standar deviasi rata-rata

35
.

 db

db = 10 – 1
db = 9
Maka nilai t tabel -> t ( a/2 ; db )
= t (2,26)
Interval penduga kekerasan spesimen tanpa perlakuan panas
X’ – { t (a/2 ; db ) x δ’} < μ < X’ + { t (a/2 ; db ) x δ’}
386,79 – (2,26 x ) < μ < 386,79 + (2,26 x )

Jadi kekerasan rata-rata spesimen tanpa pelakuan panas berkisar antara


317,737 < μ < 455.833 Dengan tingkat keyakinan 95%

Data Kelompok (Hardening 9500C, 20” )

No X [X-X’] [X-X’]2

1 937,53 188,35 35.477,34

2 705,36 43,81 1.919,84

3 880,29 131,11 17.190,88

4 721,96 27,21 740,71

5 790,71 41,53 1.725,07

6 747,39 1,78 3,189

7 689,32 59,85 3.582,74

36
8 661,80 87, 37 7.634,56

9 615,90 133,27 12.831,45

10 741,50 7,676 58,92

∑ 7.491,76 87,37 8.1164,7

 Kekerasan rata-rata

 Standar deviasi

 Standar deviasi rata-rata

37
 db

Maka nilai t tabel -> t ( a/2 ; db ) = t (0,05/2 ; 9) = ±2,26

Interval penduga kekerasan spesimen perlakuan panas Hardening 950°c


X’ – { t (a/2 ; db ) x δ’} < μ < X’ + { t (a/2 ; db ) x δ’}
749,176 – (2,26x31,65)<µ<749,176+(2,26x31,65)
Jadi kekerasan rata rata spesimen perlakuan panas Hardening 950°c
677,647 < µ< 820,705 dengan tingkat keyakinan 95%.

Uji Beda Dua Rata-rata


Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kekerasan pada spesimen tanpa
perlakuan panas dan dengan perlakuan panas, dilakukan uji beda dua rata-rata
dengan uji sudent t.
Hipotesis H0 : μ1 = μ2
H1 : μ1 ≠ μ2
Digunakan pengujian dua arah dengan
A = 5% dan db = (n1 - 1) + (n2 – 1)
= (10 – 1) + (10 – 1)
= 18
Maka nilai t table → t ( a/2 ; db )
t (0,025 ; 18) = ± 2,101
Perhitungan thitung

38
Kedudukan thitung pada kurva distribusi t adalah :
Jelaskan :
t hitung = - 0,616

2. 4. 2 Data Antar Kelompok


Analisa Varian Dua Arah
Tujuan: Untuk mengetahui variasi suhu pemanasan, waktu holding, dan
kombinasi keduanya terhadap kekerasan spesimen
Hipotesis:
H₀₁ α₁ = α₂
H₁₁ α₁ ≠ α₂
H₀₂ β₁ = β₂
H₁₂ β₁ ≠ β₂
H₀₃ (αβ)₁ = (αβ)₂
H₁₃ (αβ)₁ ≠ (αβ)₂
Perulangan (z) = 5 kali
Banyaknya data (n) = 20
Banyaknya data tiap kolom (u) = 10
Banyaknya data tiap baris (v) = 10
Banyaknya variasi holding (x) = 2
Banyaknya variasi heating (y) = 2

Tanpa Perlakuan Hardening,750°C, 20"


Kekerasan Kekerasan
No (BHN) No (BHN)

1 482,00 1 482,00

2 267,53 2 287,52

3 350,47 3 350,47

4 387,45 4 387,45

5 381,32 5 381,32

39
6 287,37 6 287,37

7 362,59 7 362,59

8 292,82 8 292,82

9 283,73 9 283,37

10 292,53 10 292,53

Σ 3387,81 Σ 3407,44

X' 338,781 X' 340,744

Hardening, 850°C, 20" Normalizing,950°C,20"

No Kekerasan (BHN) No Kekerasan (BHN)

1 646,27 1 359,80

2 161,21 2 333,94

3 243,38 3 293,70

4 168,97 4 305,43

5 359,80 5 360,99

6 330,77 6 339,32

7 313,65 7 316,58

8 134,70 8 309,50

40
9 155,43 9 309,50

10 248,76 10 319,87

Σ 2762,94 Σ 3248,63

X' 276,294 X' 324,863

Hardening, 950°C, 20"


No Kekerasan (BHN)
937,53
1
705,36
2
880,29
3
721,96
4
790,71
5
747,39
6
689,32
7
661,80
8
615,90
9
741,50
10
7.491,76
Σ
X' 749,176

41
Tabel spesimen dengan berbagai macam kekerasan
Kekerasan
No Perlakuan panas
(BHN)
1 Tanpa Perlakuan 338,781
2 Hardening, 750°C, 20" 340,744
3 Hardening, 850°C, 20" 376,294
4 Normalizing, 950°C, 20" 324,863
5 Hardening, 950°, 20" 749,176

GAMBAR GRAFIK DIAGRAM PERBANDINGAN KEKERASAN DENGAN


BERBAGAI MACAM PERLAKUAN PANAS :

PEMBAHASAN :
 Pembahasan Data Kelompok
Pada praktikum uji kekerasan ini membandingkan antara spesimen
normalizing (9500C, 20”) dengan spesimen tanpa perlakuan. Berdasarkan uji
kekerasan dengan mesin uji kekerasan brinel didapatkan nilai kekerasan pada
spesimen normalizing (9500C, 20”) sebesar 324,863 BHN dan spesimen tanpa

42
perlakuan sebesar 338,781 BHN. Pada hasil uji kekerasan ini berdasarkan teori
tidak terjadi penyimpangan.
Pada spesimen normalizing (9500C, 20”) didapatkan tingkat kekerasan
pada kisaran 290 – 360 BHN karena pada spesimen baja dipanaskan sampai
9500C (dipanaskan sampai diatas suhu AC3 karena spesimen baja ini termasuk
spesimen hypoeutecoid) kemudian di-holding 20 menit sehingga didapatkan fasa
yang berstruktur austenit. Dari struktur austenite ini spesimen lalu didinginkan
secara perlahan pada suhu normal. Dari hasil uji kekerasan didapatkan sifat bahan
specimen yang ductil.
 Pembahasan Data Antar Kelompok
Pada hasil pengolahan data diperoleh simpulan bahwa perlakuan panas
hardening suhu 950 derajat memiliki tingkat kekerasan paling tinggi jika
dibanding dengan hasil pengujian yang lain. Hal tersebut menyebabkan sifat fisik
benda specimen menjadi lebih keras, getas, dan fracture yang lebih tinggi.
2.5 Simpulan dan Saran
Kesimpulan
 Urutan tingkat kekerasan berdasarkan praktikum metalurgi fisik uji kekerasan
adalah
1. Hardening
2. Martempering
3. Tanpa Perlakuan
4. Normalizing
5. Full Anealling
 Proses Perlakuan panas (Heating, Holding, dan Cooling) sangat berpengaruh
pada kekerasan logam
 Pada diagram fase Fe - Fe3C, prosentase karbon mempengaruhi kekerasan
 Makin tinggi prosentase karbon makin tinggi kekerasannya
 Makin rendah prosentase karbon makin rendah kekerasannya
 Bentuk butir mempengaruhi kekerasan
 Bentuk butir yang besar akan mengakibatkan spesimen akan menjadi
lunak, karena:
1. Batas butir yang sedikit
2. Hambatan slip yang kecil
3. Tegangan dalam yang kecil

43
 Bentuk butir yang kecil akan mengakibatkan spesimen akan menjadi
keras, karena:
1. Batas butir yang banyak
2. Hambatan slip yang besar
3. Tegangan dalam yang besar

Saran
1. Ketika praktikum diharapkan mengerti tentang prosedur praktikum
pengujian kekerasan
2. Dalam pengukuran kekerasan spesimen praktikan harus cermat dan
teliti dalam pengukuran
3. Dalam praktikum praktikan harus serius
BAB III
PENGUJIAN MIKROSTRUKTUR

3.1.Tujuan Pengujian
- Untuk mengetahui mikrostruktur suatu logam
- Membandingkan perubahan mikrostruktur dan
sifat-sifat logam berbagai perlakuan panas.
- Untuk mengetahui cara pengamatan
mikrostruktur.
- Untuk mengetahui ukuran dan bentuk batas
butir.
- Untuk mengetahui distribusi fasa dan jenis.

3.2. Teori Dasar Pengujian


3.2.1 Alat dan bahan yang digunakan
1. Mikroskop logam

44
Gambar 3. 17 Mikroskop Logam Sumber
www.google.co.id/mikroskop

Spesifikasi mikroskop yang di gunakan adalah


 Merk : Olympus
 Buatan : Jerman
 Pembesaran : 10x , 50x , 100x , 200x
Mokroskop logam digunakan untuk membesarkan penampakan struktur
mikro spesimen pada titik tertentu. Seberkas cahaya horizontal dipantulkan oleh
plane glass reflector kepermukaan spesimen. Spesiman akan memantulkan cahaya
dengan karakteristik yang sesuai struktur mikronya, cahaya ini di biaskan oleh
lensa obyektif, lalu oleh lensa okuler, sehingga di peroleh bayangan dengan
pembesaran tertentu. Dalam pengujian ini diunakan pebesaran 200x.
2. Kamera
Digunakan untuk memotret struktur mikro spesimen dengan perbesaran
tertentu ( sesuai dengan pembesaran mikroskop) kamera di letakkan di atas lensa
okuler.
3. Etsa
Digunakan untuk memperjelas penampakan struktur mikro spesimen. Etsa
berupa cairan kimiayang akan bereaksi dengan atom tertentu pada logam terutama
pada atom-atom yang tidak stabil, misal atom pada batas butir. Larutan etsa yang
digunakan disesuaikan dengan logam yang akan di etsa, misal :

45
a. Untuk bahan dari besi karbon menggunakan nitrid acid bertujuan untuk
menggelapkan pearlite & membuat perbandingan antara bagian-bagian yang
nampak pada pearlite, memperlihatkan bekas-bekas dari ferritee, membedakan
ferritee cementit.
b. Untuk besi karbon dan paduannya menggunakan pieric acid bertujuan
mengetsa setelah proses annealing, normalizing, dan tempering.
c. Untuk nikel dan baja tahan karat menggunakan ferriccloric. Etsa yang
digunakan paa pengujian ini adalah natal, yang merupakan campuran 1
sampaidengan 5 ml white nitrit acid dalam 100 ml ethil atau methyl alcohol 95
– 100 % nikel akan menggelapkan pearlite. Menampakkan batas butir ferritee
dan membedakan ferritee dari martensite.
4.Kertas gosok
Digunakan intuk meratakan permukanaan spesimen , kertas gosok yang di
gunakan berturut- turut adalah no. 100, 350, 500, 1000
5.Batu hijau
Digunakan untuk menghaluskan dan mengkilapkan permukaan spesimen
6.Kain flanel
Digunakan untuk menghaluskan dan membersihkan spesimen dari btu hijau yng
tersisa.

3.2.3Bentuk dan Dimensi Spesimen

3.2 Prosedur pengujian


1. Dilakukan proses heat treatment.

46
2. Permukaan spesimen yang akan di foto di bersihkan duli dari kerak
dan kotoran dengan sentrifugal sand paper sapai rata dan halus dengan
tahapan kertas gosok seuai dengan di atas.
3. Permukaan spesimen di haluskan dengan batu hijau dan di gosok
dengan kain flanel sampai mengkilap dan halus.
4. Permukaan spesimen yang sudah mengkilap di bersihkan dengan
alcohol kemudian di tetesi cairan etsa.
5. Spesimen di letakkan pada mikroskop logam, kemudian focus di atur
sampai mendapatkan gambar yang jelas dengan pembesaran 200 kali.
6. Dilakukan pemotrettan dengan kamera, kemudian hasilnya di cetak.

3.3 Hipotesa
Dengan perlakuan panas yang diberikan pada suhu maksimum dengan
waktu holding yang relative lama maka akan didapat kekerasan spesimen yang
maksimum. Hal ini ditandai dengan banyaknya kandungan pearlite yang lebih
banyak dianding kandungan ferrite nya. Pada cirri fisik dapat di ketahui bahwa
prosentase warna hitam lebih besar dari pada putih pada spesimen yang mendapat
perlakuan panas, karena warna hitam merupakan cirri dari pearlite sedang warna
putih adalah ferrite

3.4 Metoda pengolahan data


3.4.1 Pengolahan Data Kelompok.
Dari foto yang di peroleh, baik spesimen sebelum maupun sesudah
perlakuan, di ambil 1000 titik sampel. Untuk memudahkan perhitungan
digunakan bantuan kertas milimeter. Berdasar warna tiap titip sampel, di
tentukan struktur mikronyaserta proporsi presentase nya. Hasilnya disajikan
dalam tabel. Kemudian dilakukan uji z untuk menentukan perbedaan proporsi
struktur mikro sebelum dan sesudah perlakuan panas.

Data Spesimen Tanpa Perlakuan Panas

47
Foto Mikro

Dari hasil foto diambil sampel sebanyak sepuluh buah yang masing – masing
sampel berukuran 1 cm x 1 cm

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10

Kemudian hitung jumlah warna putih dan warna hitam pada foto micro tersebut
dan di susun dalam bentuk tabel seperti berikut:

No. Putih (%) Hitam (%)

1 68 32

2 72 28

3 65 35

4 46 54

48
5 57 43

6 45 55

7 63 37

8 59 41

9 61 39
10 44 56

 580 420

Proporsi sampel warna putih (p1)


n1 = 10 x 100 = 1000

p1 =  putih =
580
= 0,58
n1 1000

Standart deviasi sampel warna putih   1


q1 = 1 – p1
= 1 – 0,58
= 0,42
p1  q1
1 =
n1

0,58  0,42
=
1000

= 0,0156

Dari tabel distribusi standar dengan a = 5 % diperoleh nilai Z a/2 =  1,96


Interval penduga rata – rata proporsi warna putih :
P1 – (Za/2 x  1) < p < p1 + (Za/2 x  1)
0,58 – (1,96 x 0,0156) < p < 0,58 + (1,96 x 0,0156)
0,58 – (1,96 x 0,0156) < p < 0,58 + (1,96 x 0,0156)
0,549424 < p < 0,610576

Data spesimen Dengan Perlakuan Panas Normalizing, 950°C, 20"

49
Foto Mikro
Dari hasil foto diambil sampel sebanyak sepuluh buah yang masing – masing
sampel berukuran 1 cm x 1 cm

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10

Kemudian hitung jumlah warna putih dan warna hitam pada foto micro
tersebut dan di susun dalam bentuk tabel seperti berikut:

No. Putih (%) Hitam (%)

1 35 65

2 36 64

3 61 39

50
4 37 63

5 41 59

6 43 57

7 30 70

8 35 65
9 22 78

10 27 73

 367 633

Proporsi sampel warna putih (p2)


n2 = 10 x 100 = 1000

p2 =  putih =
367
= 0,367
n1 1000

Standart deviasi sampel warna putih (  2)


q2 = 1 – p2
= 1 – 0,367
= 0,633
p2  q2
2 =
n1

0,367  0,633
=
1000

= 0,0152

Dari tabel distribusi standar dengan a = 5 % diperoleh nilai Z a/2 =  1,96


Interval penduga rata – rata proporsi warna putih :
P2 – (Za/2 x  2) < p < p2 + (Za/2 x  2)
0,367 – (1,96 x 0,0152) < p < 0,367 + (1,96 x 0,0152)
0,367 – (1,96 x 0,0156) < p < 0,367 + (1,96 x 0,0156)
0,06908 < p < 0,396792

51
Jadi proporsi warna putih untuk foto micro tanpa perlakuan panas adalah 0,069
sampai 0,396. Dengan tingkat kepercayaan 95 %.

Data spesimen Dengan Perlakuan Panas Hardening 850°C, 20"

No. Putih Hitam


(%) (%)
1 12 88

2 26 74

3 23 77

4 30 70

5 23 77

6 27 73

7 21 79

8 17 83
9 11 89

10 19 81

 209 791

Proporsi sampel warna putih (p2)


n2 = 10 x 100 = 1000

p2 =  putih =
209
= 0,209
n1 1000

Standart deviasi sampel warna putih (  2)


q2 = 1 – p2
= 1 – 0,209
= 0,791
p2  q2
2 =
n1

0,209  0,791
=
1000

= 0,01285

52
Dari tabel distribusi standar dengan a = 5 % diperoleh nilai Z a/2 =  1,96
Interval penduga rata – rata proporsi warna putih :
P2 – (Za/2 x  2) < p < p2 + (Za/2 x  2)
0,209 – (1,96 x 0,01285) < p < 0,209 + (1,96 x 0,01285)
0,209 – (1,96 x 0,01285) < p < 0,209 + (1,96 x 0,01285)
0,183814 < p < 0,23418
Jadi proporsi warna putih untuk foto micro adalah adalah 18,38 % sampai
23,41 % dengan tingkat keyakinan 95%.

Uji Beda Dua Proporsi


Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara proporsi warna putih
pada spesimen tanpa perlakuan panas dan spesimen dengan perlakuan panas
dilakukan uji beda dua proporsi.

Hipotesis
H0 : p1 = p2
H1 : p1  p2

Perhitungan Z hitung :
p1  p 2
Z hitung = p1  q1 p 2  q 2

n1 n2

Z hitung =
= 9,68
Kedudukan Zhitung pada kurva distribusi normal adalah sebagai berikut :
Dari kurva uji Z diketahui bahwa Zhitung terletak pada daerah tolak berarti terdapat
perbedaan yang nyata antara persentase warna putih spesimen tanpa perlakuan
panas dengan spesimen dengan perlakuan panas

53
3.3.2 Pengolahan Data Antar Kelompok
Dilakukan perbandingan antara proporsi struktur mikro dari perlakuan
panas, termasuk termasuk spesimen tanpa perlakuan panas. Untuk keperluan ini,
digunakan diagram batang yang menggambarkan hubungan antar perlakan panas
dengan presentase mikronya.
Data spesimen dengan berbagai perlakuan panas
Prosentase proporsi struktur mikro spesimen dengan berbagai perlakuan panas
tampak dalam table dan diagram berikut :

No Perlakuan Putih (%) Hitam (%)


1 Tanpa perlakuan panas 580 420
2 Hardening 750 C 20’ 303 697
3 Hardening 850 C 20’ 208 792
4 Hardening 950 C 20’ 320 680
5 Normalizing 950 C 20’ 367 633

Buatlah Diagram Prosentase Proporsi Struktur Mikro Spesimen dengan


Berbagai Perlakuan Panas :

Pembahasan :
 Data Kelompok

54
Spesimen yang akan di uji adalah baja carbon yang tergolong baja paduan
dengan kandungan karbon menengah, baja ini termasik baja hypoeuctectoid.
Sebelum mendapat perlakuan panas, baja ini terdari struktur ferrite yang dalam
foto micro tampak berwarna putih dan struktur pearlite berwarna hitam. Dalam
hasil fotomicro spesimen tanpa perlakuan dengan spesimen hardening 850 C
20’ secara teori dapat dikatakan bahwa spesimen hardening 850 C 20’
memiliki struktur pearlite yang lebih banyak dari spesimen tanpa perlakuan
menginget pada proses pendinginan spesimen 850 C 20’ dilakukan quenching
secara cepat sehingga struktur pearlite dan martensit akan mendominasi dari pada
ferritenya.
Pada spesimen tanpa perlakuan panas diambil 10 sampel dari hasil
fotomicronya, kemudian dari sepuluh sempel tersebut di peroleh presentase warna
putih sebesar 58 % dan warna hitam 42 % . Dengan perhitungan uji Z yang
dihitung dari tabel distribusi standar dengan a = 5 % diperoleh proporsi warna
putih untuk hasil fotomicro spesimen tanpa perlakuan panas antara 58,549 %
sampai 58,610 % Dengan tingkat struktur ferritenya (putih) lebih banyak dari
pearlitenya (hitam).
Pada spesimen normalizing 950 C 20’ juga diambil 10 sempel dari hasil
fotomikronya. Didapat hasil hasil presentase warna putih sebesar 36,7 % dan
warna hitam 63,3 %. Dengan menggunakan uji Z yang dihitung dari tabel
distribusi standar dengan a = 5%, diperoleh proporsi warna putih untuk spesimen

55
ini adalah antara 36,769 % sampai 37,096 % dengan tingkat keyakinan 95 % dari
data tersebut dapat diketahui bahwa kandungan pearlite dari spesimen normalizing
950 C 20’ lebih banyak sehingga mempunyai sifat kekerasan yang tinggi dari
spesimen tanpa perlakuan panas.
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara warna putih dan warna
hitam pada spesimen tanpa perlakuan dengan spesimen normalizing 950 C 20’
dilakukan uji beda dua proporsi dengan menggunakan perhitungan Z hitung yang
menghasilkan nilai sebesar 28,22227784. Kedudukan hasil ini berada di sebelah
kanan kurva atau berada di daerah tolak. Dengan hasil tersebut dapat diketahui
bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara persentase warna putih spesimen
tanpa perlakuan dengan spesimen hardening 850 C 20’, hasil ini sesuai dengan
teori yang menyatakan bahwa pada spesimen hardening memiliki struktur pearlite
yang lebih banyak sehingga memiliki sifat kekerasan yang lebih tinggi dari
spesimen tanpa perlakuan panas.

 Data Antar Kelompok


Dalam membandingkan presentase struktur mikro spesimen berbagi
perlakuan panas akan diketahui bermacam – macam hasil dari perbandingan
struktur ferritenya dan struktur pearlite nya pada tiap – tiap perlakuan, secara teori
dapat dinyatakan urutan perlakuan panas yang memiliki pearlite yang paling
banyak hingga yang paling sedikit adalah sebagai berikut :
1. Spesimen dengan tanpa perlakuan
2. Spesimen dengan pelakuan hardening 750°C 20’
3. spesimen dengan pelakuan hardening 850°C 20’
4. spesimen dengan pelakuan hardening 950°C 20’
5. spesimen dengan pelakuan normalizing 950° 20’
Dari tabel dan proporsi struktur mikro spesimen dengan berbagai
perlakuan panas diperoleh urutan proporsi struktur warna hitam mulai yang
terbanyak hingga yng paling sedikit adalah :
1. Hardening 850 C 20’ dengan presentase warna hitam 79,2%

56
2. Hardening 750 C 20’ dengan presentase warna hitam 69,7 %
3. Hardening 950 C 20’ dengan presentase warna hitam 68 %
4. Normalizing 950 C 20’ dengan presentase warna hitam 63,3 %
5. Tanpa perlakuan dengan presentase warna hitam 42 %
Pada spesimen hardening 850 C 20’ memiliki prosentase 20,8 % warna
putih lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan teori bahwa spesimen dengan perlakuan
hardening memiliki struktur warna putih (ferrite) yang lebih sedikit dari pada
spesimen tanpa perlakuan. Kemudian pada urutan kedua spesimen dengan
hardening 750 C 20’ memiliki prosentase struktur ferritenya sebesar 30,3 %.
Hal ini sesuai karena proses hardening dilakukan untuk melunakkan struktur
martensit menjadi partikel besi karbid dalam ferrite setelah proses hardening. Pada
urutan ketiga adalah hardening 950 C 20’ prosentase warna putihnya 32 %.
Urutan keempat adalah proses perlakuan panas normalizing 950 C 20’
prosentase warna putihnya 36,7 %, Struktur ferrite pada proses normalizing 950
C 20’ lebih banyak karena pendinginannya melalui media udara sampai suhu
ruangan, sehingga pearlite yang tersusun lebih halus.proses ini bertujuan untuk
menghilangkan tegangan dalam, menghaluskan ukuran butir agar kemampu mesin
nya meningkat. Spesimen tanpa perlakuan panas yang prosentasenya warna putih
nya 58 %, disini tedapat penyimpangan dimana spesimen tanpa perlakuan
menurut teori seharusnya berada di urutan ketiga yang memiliki kekerasan lebih
dari proses normalizing dan full anealing.
Penyimpangan urutan kekerasan pada spesimen tanpa perlakuan panas
kemungkinan di sebabkan oleh perlakuan yang sebelum nya dilakukan sebelum
spesimen di amati oleh praktikan. Perlakuan yang kemungkinan besar pernah
dilakkukan pada spesimen adalah proses manufaktur dari pabrik pembuat
spesimen, yaitu spesimen terkena panas manufaktur seperti pada saat pemotongan,
atau perlakuan panas pada saat produksi tidak di bawah control suhu yang baik
lalu didinginkan secara perlahan-lahan atau lama di mana suhu pabrik lebih tinggi
dari pada suhu ruang rata-rata.

3.4 Simpulan dan saran


3.4.1 Simpulan

57
1. Dari hasil penelitian didapatkan urutan spesimen dengan kadar warna
hitam dari yang paling banyak hingga yang paling sedikit adalah
hardening 850°C, hardening 750°C, hardening 950°C, normalizing
950°C, dan tanpa perlakuan.
2. Pada pengujian bahan ini terdapat penyimpangan dari teori yang telah
ada. Penyimpangan tersebut pada spesimen tanpa perlakuan panas.
Hal ini di sebabkan tidak diketahuinya track record dari spesimen dari
pabrik sampai di lab.
3.4.2 Saran
1. Kehalusan dan kerataan permukaan benda kerja pada tahap uji foto
mikro diperhatikan dengan benar dan teliti agar mendapat hasil foto
mikro yang memuaskan
2. Diharapkan dari benda kerja yang diujikan juga dapat diketahui
beberapa struktur antara lain struktur ferrite, pearlite dan martensit
3. Penggunaan mikroskop logam sebaiknya bisa disosialisasikan pada
mahasiswa agar bisa menggunakan sesuai prosedur dengan baik dan
benar
BAB IV
PENGUJIAN IMPACT

4.1 Tujuan Pengujian


o Mengetahui daya tahan suatu logam terhadap beban dinamis yang
menyebabkan terjadinya patahan
o Mengetahui bentuk patahan
o Mengetahui pengaruh perlakuan panas terhadap kekuatan kejut
logam
o Mengetahui cara pengujian kejut

4.2 Pelaksanaan Pengujian


4.2.1 Alat dan Bahan yang Digunakan
4.2.1.1 Spesifikasi Alat yang Digunakan
a. Charpy Impact testing Machine

58
digunakan untuk mengukur kekuatan kejut

Gambar 4.1 Charpy Impact Testing Machine


b. Kertas Gosok
digunakan untuk membersihkan spesimen dari kotoran dan kerak
4.2.1.2 Komposisi Kimia Spesimen
Baja Bohler Special K:
C = 2.0%
Cr = 12%
Mn = 0.3%
Si = 0.2%
4.2.1.3 Bentuk dan Dimensi Spesimen

4.2.2 Prosedur Pengujian


1) Benda kerja diberi heat treatment
2) Spesimen dibersihkan dari kotoran dan terak
3) Dilakukan dry run test sebagai berikut:
a.Pendulum uji charpy diatur agar benar – benar bebas dalam
keadaan diam

59
b. Lengan pengikat diturunkan dengan roda pemutar
c.Tombol pengunci ditekan dan jika kedudukan lengan pendulum
sudah tepat terhadap pendulum, pengunci dapat dilepas tanpa
menggeser kedudukan pendulum. Kedua jarum penunjuk ditur
pada posisi vertikal
d. Pendulum beserta legannya diangkat dengan roda pemutar
sehingga jarum luar menunjukkan skala yang sesuai dengan
kedudukan
e.Dilakukan dry run test untuk mengetahui energi yang dilesap
mesin karena kerugian mekanik. Dilakukan pencatatan sudut yang
ditunjuk oleh jarum.

4.3 Hipotesa
Hipotasa yang dapat dibuat meneurut teori, urutan perlakuan panas yang
mempengaruhi kekuatan impact yang paling besar adalah: full annealing,
tanpa perlakuan panas, normalizing, tempering, dan haedening.

4.4 Pengolahan Data


4.4.1 Pengolahan Data Kelompok
Besarnya energi impact dapat di hitung dengan persamaan sebagai berikut :
E0 = W.h0..........................................................1
E1 = W.h1........................................................2

E =E0-E1 = W(h0-h1)......................................3

60
h0 = ........................4

h1 = = ..........................5

dengan subtitusi persamaan 4 dan 5 pada 3 di dapatkan :

.................................6

Dimana : E0 = Energi awal ( j )


Kerugian pada alat :

................................7

Energi aktual yang di butuhkan :

Ea =

Dimana :

E1 = Energi akhir ( j )
W = Berat bandul (N)
H0 = Ketinggian bandul sebelum di lepas (m)
H1 = Ketinggian bandul sesudah di lepas (m)

= Panjang lengan bandul (m)

= sudutt awal (0)

= sudut akhir (0)

Untuk mengetahui kekuatan impact / impact strength (Is) maka energi impact
tersebut harus di bagi dengan luas penampang efektif spessimen (A) sehingga :

Is = Ea/A =W .............................................................(8)

61
a) Data spesimen dengan perlakuan hardening 9500 holding 20 menit
 Energi ideal

awal = 30o

W =m.G
= 20kg . 9,8m/s2
= 196N
E = W (cos – cos

= 196N . 0,648 (cos30o – cos90o)


= 109,99 j

 Kerugian energi

kerugian = 90o – 30o = 60o

Ef = W (cos – cos

= 196N . 0,648 (cos60o – cos90o)


= 63,5 j

 Energi aktual
Ea = E - Ef

= 109,99 – 63,5
= 46,49 j
 Energi patah
Is = Ea/A

= = 0,0968 j/mm2

62
b) Spesimen dengan perlakuan hardening 850oc holding 20 menit
Diket  0  22

W = m.g
2
= 20 Kg . 9,8 m/s

= 196 N

 Energi yang diperlukan secara ideal

E = w. l (cos β . cos α)

= 196 N . 0.648 (cos 22 - cos 90 )

= 117,76J
 Kerugian pada alat

kerugian = 90 - 22 = 68

Ef = w. l (cos β . cos α)

= 196 N . 0,648 (cos 68 - cos 90 )

= 112.81 J
 Energi aktual yang dibutuhkan

E - Ef
Ea =

= 117,76 J – 112.81 J
= 4,95 j
 Energi patah

Energi patah

63
Is =

Is =

= j/mm2

c) Spesimen dengan perlakuan hardening 750oc holding 20 menit


Diket  0  10

W = m.g
2
= 20 Kg . 9,8 m/s

= 196 N

 Energi yang diperlukan secara ideal

E = w. l (cos β . cos α)

= 196 N . 0.648 (cos 10 - cos 90 )

= 125,07 J
 Kerugian pada alat

kerugian = 90 - 10 = 80

Ef = w. l (cos β . cos α)

= 196 N . 0,648 (cos 80 - cos 90 )

= 22,05 J
 Energi aktual yang dibutuhkan

64
E - Ef
Ea =

= 125,07 J – 22,05 J
= 103,02 j
 Energi patah

Energi patah

Is =

Is =

= 0,214 j/mm2
d). Spesimen dengan perlakuan normalizing 950oC
Diket  0  25

W = m.g
2
= 20 Kg . 9,8 m/s

= 196 N

 Energi yang diperlukan secara ideal

E = w. l (cos β . cos α)

= 196 N . 0.648 (cos 25 - cos 90 )

= 115,1 J
 Kerugian pada alat

kerugian = 90 - 25 = 65

65
Ef = w. l (cos β . cos α)

= 196 N . 0,648 (cos 65 - cos 90 )

= 53,67 J
 Energi aktual yang dibutuhkan

E - Ef
Ea =

= 115,1 J – 53,67 J
= 61,43 j
 Energi patah

Energi patah

Is =

Is = 61,43/ 480
= 0,128 j/mm2
e). Pengujian tanpa perlakuan
Diket  0  10

W = m.g
2
= 20 Kg . 9,8 m/s

= 196 N

 Energi yang diperlukan secara ideal

E = w. l (cos β . cos α)

66
= 196 N . 0.648 (cos 10 - cos 90 )

= 125,07 J
 Kerugian pada alat

kerugian = 90 - 10 = 80

Ef = w. l (cos β . cos α)

= 196 N . 0,648 (cos 80 - cos 90 )

= 22,05 J
 Energi aktual yang dibutuhkan

E - Ef
Ea =

= 125,07 J – 22,05 J
= 103,02 j
 Energi patah

Energi patah

Is =

Is =

= 0,214 j/mm2

67
Kerugian Energi
Perlakuan holding 20 Energi ideal Energi patah
No α0 α1 energi aktual
menit (j) ( j/mm2)
(j) (j)
1 Hardening 750°C 10o 80o 125,07 J 22,05 J 103,02 j 0,214 j/mm2

2 Hardening 850°C 22o 68o 117,76 J 112.81 J 4,95 j 0,0103 j/mm2

3 Hardening 950°C 30o 60o 109,99 j 63,5 j 46,49 j 0,0968 j/mm2

4 Normalizing 950oC 45o 45o 115,1 J 53,67 J 61,43 j 0,128 j/mm2

5 Tanpa perlakuan 10o 80o 125,07 J 22,05 J 103,02 j 0,214 j/mm2

 Diagram pengujian impact dengan berbagai macam perlakuan

 Pembahasan

68
Kekuatan impact pada masing-masing perlakuan panas berbeda-beda.
Urutan perlakuan panas pada spesimen yang menghasilkan kekuatan impact yang
paling besar menurut teori adalah:
1) Tanpa perlakuan
Letak kekuatan impactnya bisa berada di atas atau di bawah normalizing
karena kekuatan impactnya tergantung pada jenis dan paduan material itu sendiri
2) Normalizing
Pada proses ini, pendinginan dilakukan dengan udara (pada suhu ruang).
Material menjadi lebih keras dari spesimen dengan perlakuan annealing sehingga
kekuatan impactnya agak rendah.

4.5 Simpulan dan Saran


 Simpulan
Perlakuan panas yang berbeda akan menghasilkan kekuatan impact pada
specimen, yang berbada pula.

1) Full annealing
Spesimen sangat ulet sehingga kekuatan impact besar
2) Normalizing
Pendinginan lebih cepat dibanding anealing. Kekuatan impactnya di
bawah annealing
3) Tanpa perlakuan
4) Tempering
Menghilangkan tegangan dalam setelah hardening. Kekuatan impactnya
di bawah normalizing.
5) Hardening
Kekuatan impactnya paling rendah karena tegangan dalam paling besar.
 Saran
Untuk memperoleh hasil yang maksimal antara pengaruh heat treatment
dan kekuatan impactnya, sebaiknya perlakuan panas dilakukan sesuai prosedur
agar didapat hasil yang sesuai terhadap speseimen dengan perlakuan yang

69
berbeda-beda. Contohnya dengan memberikan suhu yang telah ditetapkan untuk
suatu perlakuan tertentu.

70

Anda mungkin juga menyukai