Anda di halaman 1dari 16

Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi 1

Analisis Kerentanan Longsoran Menggunakan Proses Hirarki Analitik di


Daerah Sukatani dan Sekitarnya, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat
Landslide Susceptibility Analysis Using Analytic Hierarchy Process in Sukatani and Its
Surroundings, Purwakarta Regency, West Java

Misbahudin, Abdullah Husna, Rusdi Toriq, Agus Marwantho

Institut Teknologi Bandung


Jalan Ganesha No. 10 Bandung 40132 Indonesia
e-mail: misbahudin@students.itb.ac.id

ABSTRAK
Daerah penelitian terletak di wilayah Sukatani dan sekitarnya, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Daerah tersebut memiliki
kondisi geomorfologi yang berbukit-bukit akibat pengaruh produk vulkanik berupa lahar, aliran piroklastik, dan intrusi. Pada
daerah tersebut terdapat laporan mengenai longsoran yang terjadi di beberapa lokasi dekat tempat tinggal penduduk. Atas dasar
hal tersebut, peta kerentanan longsoran dibuat untuk memberikan informasi mengenai persebaran tingkat kerentanan longsoran
pada daerah penelitian. Peta yang digunakan sebagai dasar pembuatan adalah peta sebaran litologi, struktur geologi, kemiringan
lereng, relief relatif, kebasahan lahan, dan tutupan lahan. Parameter tersebut dikelaskan berdasarkan faktor evaluasi bahaya
longsoran. Tingkat kerentanan terhadap longsoran diperoleh dengan metode proses hirarki analitik dan pengujian rasio
konsistensi. Tahapan penggabungan peta menggunakan cara tumpang susun. Secara umum, peta kerentanan longsoran yang telah
dibuat menunjukkan korelasi yang baik sesuai dengan kondisi di lapangan. Tingkat kerentanan sangat rendah meliputi 43%
daerah penelitian, tingkat kerentanan rendah meliputi 40,5% daerah penelitian, tingkat kerentanan sedang meliputi 14,5% daerah
penelitian, dan tingkat kerentanan tinggi meliputi 2% daerah penelitian. Kemiringan lereng adalah kontrol utama dari faktor-
faktor penyebab longsoran di daerah penelitian. Zona kerentanan menengah hingga tinggi umumnya berada pada lereng terjal
dengan material berupa breksi piroklastik.

Kata kunci: Kerentanan longsoran, proses hirarki analitik, Purwakarta, Sukatani.

ABSTRACT
The research area is located in Sukatani and surrounding area, Purwakarta, West Java. The area has a geomorphological
conditions hilly due to the influence of volcanic products in the form of lava, pyroclastic flows, and intrusion. In the area there
are reports of landslide that occurred at several locations near residences. On that basis, landslide susceptibility map created to
provide information about the distribution of susceptibility level of landslides in the research area. Maps are used as the basis
are the map of lithology, structural geology, slope, relative relief, soil wetness, and land cover. Those parameters are classified
based on the landslide hazard evaluation factors. Landslide susceptibility obtained by using the method of analytic hierarchy
process and testing the consistency ratio. Stages for merging maps using the overlaying method. In general, a landslide
susceptibility map that has been made shows good agreement with conditions in the field. The level of very low susceptibility
covering 43% of the study area, the low level covers 40.5%, the medium level covers 14.5% and the high level include the 2%
research area. The slope is the main control of the factors that cause landslides. Medium to high susceptibility zone is generally
on a steep slope with the pyroclastic breccias material.

Keywords: Analytic Hierarchy Process, landslide susceptibility, Purwakarta, Sukatani.

PENDAHULUAN
Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melalui Peta Prakiraan Wilayah Potensi
Terjadi Gerakan Tanah Tahun 2016 memasukkan wilayah Kecamatan Sukatani dan sekitarnya, Kabupaten
Purwakarta, Jawa Barat ke dalam potensi terjadi gerakan menengah hingga tinggi. Hal ini juga dapat dilihat
dari beberapa kejadian longsoran yang sering melanda wilayah tersebut. Pada 19 Maret 2014, terjadi
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi 2

gerakan tanah berupa longsoran bahan rombakan pada lereng setinggi 100 meter yang menimbun jalur jalan
sepanjang 60 meter yaitu di Jalan Raya Sukatani, Kampung Cianting, Desa Cianting, Kecamatan Sukatani
dan di Jalan Raya Anjun, Kampung Gunung Cupu, Desa Anjun, Kecamatan Plered (PVMBG, 2014). Pada
20 Maret 2015, longsoran terjadi pada lereng dengan tebing terjal di Kampung Nyalindung, Desa Tajur
Sindang, Kecamatan Sukatani, yang menyebabkan dua rumah rusak terlanda material longsoran (PVMBG,
2015). Longsoran juga menimbun jalur kereta api Purwakarta-Ciganea di KM 107+200, Kecamatan
Sukatani pada 29 Desember 2015 (Galamedianews, 2015). Selain itu, masih banyak kejadian longsoran di
wilayah tersebut yang menjadi perhatian penting bagi pemerintah dan masyarakat setempat. Mengingat
intensitas longsoran yang terus terjadi setiap tahunnya, penting untuk membuat peta kerentanan gerakan
tanah atau longsoran di wilayah Sukatani dan sekitarnya. Peta kerentanan longsoran bertujuan untuk
memberikan informasi tentang persebaran tingkat kerentanan longsoran pada daerah penelitian.

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian sebagian besar terletak di Kecamatan Sukatani dan sebagian lagi terletak di Kecamatan
Plered, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Beberapa jalur jalan yang
penting melintasi daerah ini, yaitu jalur kereta api Purwakarta-Ciganea, Jalan Tol Purbaleunyi, Jalan Raya
Sukatani, dan Jalan Raya Citeko. Daerah ini memiliki kondisi geomorfologi yang berbukit-bukit akibat
pengaruh produk vulkanik berupa lahar, aliran piroklastik, dan intrusi. Kondisi tersebut kemudian disertai
dengan pelapukan yang terjadi pada lereng-lereng sehingga meningkatkan potensi terjadinya longsoran.

Gambar 1. Lokasi daerah penelitian (diambil dari peta wilayah Badan Informasi Geospasial, 2015).
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi 3

Geologi Daerah Penelitian


Berdasarkan fisiografi Jawa Barat (van Bemelen, 1949), daerah penelitian berada di antara Zona Bogor dan
Zona Bandung. Zona Bogor umumnya mempunyai morfologi berbukit-bukit. Perbukitan ini berupa
antiklinorium yang terdiri dari perlipatan kuat lapisan berumur Neogen. Beberapa intrusi juga telah
membentuk morfologi yang lain. Morfologi intrusi umumnya mempunyai relief lebih terjal dibandingkan
dengan tubuh intrusi di Zona Bandung yang berada di sebelah selatan Zona Bogor.
Stratigrafi regional daerah penelitian berdasarkan Sudjatmiko (1972) memperlihatkan formasi batuan
tertua berupa Formasi Jatiluhur yang berumur Miosen Tengah. Kemudian secara tidak selaras diendapkan
Formasi Subang yang berumur Miosen Akhir. Di atasnya secara tidak selaras diendapkan endapan gunung
api Kuarter beserta endapan lainnya. Formasi Jatiluhur diterobos oleh andesit yang lebih muda.
Daerah penelitian memiliki pola struktur yang sesuai dengan Pola Jawa. Struktur regional yang terdapat
pada daerah penelitian adalah intrusi batuan yang terletak di sebelah barat dan struktur antiklin yang
dipotong oleh sesar menganan di sebelah timur. Gambar 2 menunjukkan gambaran geologi regional daerah
penelitian.

Gambar 2. Peta geologi regional daerah penelitian (Sudjatmiko, 1972).

METODE DAN DATA PENELITIAN


Peta yang digunakan sebagai dasar pembuatan peta kerentanan longsoran adalah peta topografi, peta
geologi, dan citra satelit yang merupakan data spasial primer. Data ini kemudian diolah untuk menghasilkan
data spasial sekunder. Pengolahan data spasial kemiringan lereng dan relief relatif diperoleh dari
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi 4

pengolahan peta topografi Badan Koordinasi dan Survei Pemetaan Nasional (Bakosurtanal, 2002), sekarang
menjadi Badan Informasi Geospasial (BIG). Data litologi dan struktur geologi diperoleh dari hasil pemetaan
secara langsung di lapangan. Sementara itu, data citra satelit Landsat 8 Operational Land Imager-Thermal
Infrared Sensor (OLI-TIRS) diolah untuk mendapatkan data tutupan lahan dan kebasahan lahan.
Data spasial sekunder selanjutnya diolah menjadi data raster dan dikelaskan mengacu pada faktor evaluasi
bahaya longsoran, Anbalagan (1992). Bobot prioritas untuk tingkat kerentanan longsoran diperoleh melalui
metode proses hirarki analitik/Analytic Hierarchy Process (AHP). Kemudian, semua peta digabungkan
dengan cara tumpang susun (overlay). Pembuatan peta kerentanan longsoran daerah penelitian ditampilkan
pada diagram alir (Gambar 3).

Gambar 3. Diagram alir pembuatan peta kerentanan longsoran.

Litologi
Data litologi didapat berdasarkan pemetaan langsung di lapangan (Gambar 4). Setiap satuan batuan
diberikan nilai berdasarkan pengadopsian klasifikasi Anbalagan (1992). Batuan yang memiliki litologi
keras seperti andesit diberikan nilai rendah, sedangkan batuan yang relatif lunak dan tidak terlalu kompak
seperti breksi piroklastik dan lahar diberikan nilai tinggi terhadap kerentanan longsoran.
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi 5

Gambar 4. Peta persebaran litologi daerah penelitian.

Struktur Geologi
Data struktur geologi yang dimaksud adalah hubungan perlapisan batuan dengan kemiringan lereng.
Hubungan perlapisan dengan lereng dikelaskan menjadi kondisi menguntungkan, cukup, dan tidak
menguntungkan. Kondisi tidak menguntungkan dipengaruhi oleh keberadaan struktur geologi seperti sesar
dan lipatan serta kondisi kemiringan lereng yang selaras dengan kemiringan lapisan batuan yang dapat
menjadi penyebab ketidakstabilan lereng. Daerah penelitian sendiri hanya terdiri dari 2 kondisi (Gambar 5).

Kemiringan Lereng
Peta topografi Bakosurtanal diolah menggunakan metode Triangulated Irregular Network (TIN). Metode
ini menggunakan besar atribut tiga titik data ketinggian spasial sehingga dihasilkan peta Digital Elevation
Model (DEM). Atribut slope peta DEM ditampilkan untuk memperoleh kemiringan lereng. Peta kemiringan
lereng selanjutnya dibagi menjadi 5 kelas berdasarkan klasifikasi Anbalagan (1992). Kelas tersebut antara
lain kelas <15°, kelas 16°-25°, kelas 26°-35°, kelas 36°-45°, dan kelas >45°. Daerah penelitian hanya terdiri
dari 4 kelas dan didominasi dengan kemiringan lereng <15° (Gambar 6).
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi 6

Gambar 5. Peta kondisi perlapisan daerah penelitian.

Gambar 6. Peta kemiringan lereng daerah penelitian.

Relief Relatif
Peta topografi Bakosurtanal juga dapat diolah untuk membuat relief relatif. Relief relatif dinyatakan sebagai
selisih ketinggian antara puncak tertinggi dan lembah terendah pada satu individu faset. Peta relief relatif
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi 7

dibagi berdasarkan klasifikasi Anbalagan (1992) menjadi 3 kelas, yaitu kelas <100 m, 100-300 m, dan >
300 m. Daerah penelitian hanya terdiri dari 2 kelas (Gambar 7).

Gambar 7. Peta relief relatif daerah penelitian.

Kebasahan Lahan
Data kebasahan lahan diperoleh dari pengolahan data citra satelit Landsat 8 OLI TIRS. Pengolahan data ini
diharapkan dapat mewakili kondisi air permukaan di daerah penelitian. Citra satelit ini diolah untuk
menampilkan atribut greeness, wetness, dan brightness menggunakan metode Tasseled Cap. Atribut yang
digunakan dalam kebasahan lahan adalah wetness.
Atribut kebasahan lahan diolah dengan metode klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification).
Peta kebasahan lahan kemudian dibagi menjadi 5 kelas sesuai dengan klasifikasi Anbalagan (1992). Kelas
tersebut antara lain mengalir, merembes, basah, lembab, dan kering (Gambar 8).

Tutupan Lahan
Metode Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) digunakan untuk memperoleh data tutupan lahan
dari citra satelit Landsat 8 OLI TIRS. Band citra satelit yang digunakan adalah band 5 yang menyatakan
kondisi biomassa dan delineasi tubuh air dan band 4 yang menggambarkan tingkat absorbsi klorofil pada
vegetasi.
Atribut yang dihasilkan disebut atribut NDVI yang menggambarkan kondisi tutupan lahan. Atribut ini
kemudian diproses menggunakan metode klasifikasi terbimbing (supervised classification) dengan
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi 8

pembanding berupa observasi kondisi vegetasi di lapangan. Peta tutupan lahan daerah penelitian dibagi ke
dalam 5 kelas yang dimodifikasi dari klasifikasi Anbalagan (1992). Kelas tersebut antara lain area pertanian
dan pemukiman, area tertutup hutan lebat, area tertutup vegetasi menengah, area jarang tertutup vegetasi,
dan lahan gundul (Gambar 9).

Gambar 8. Peta kebasahan lahan daerah penelitian.

Gambar 9. Peta tutupan lahan daerah penelitian.


Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi 9

Metode Proses Hirarki Analitik


Metode proses hirarki analitik merujuk pada penelitian Saaty (1988), digunakan untuk menentukan bobot
prioritas setiap parameter yang diperhitungkan. Nilai dari elemen matriks perbandingan parameter yang
digunakan didasari oleh hasil penelitian Ercanoglu drr. (2008). Dalam penelitian tersebut, metode AHP
menggunakan data dari kuisioner tujuh pendapat ahli longsoran. Kuisioner tersebut menanyakan penilaian
ahli terhadap derajat kepentingan parameter yang ditampilkan dalam bentuk matriks perbandingan. Pada
penelitian ini, elemen matriks perbandingan yang digunakan merupakan nilai rata-rata dari ketujuh elemen
matriks perbandingan dari para ahli. Matriks perbandingan itu diolah untuk menentukan bobot prioritas
masing-masing faktor. Bobot masing-masing parameter adalah hasil rata-rata per baris dari elemen matriks
yang telah dibagi dengan jumlah elemen per kolom.
Setelah didapatkan bobot prioritas maka perlu dilakukan pengujian konsistensi perbandingan ditinjau per
matriks perbandingan. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa urutan prioritas yang dihasilkan
dari matriks perbandingan tersebut masih berada dalam suatu preferensi yang logis. Pengujian rasio
konsistensi dimulai dengan mengetahui nilai principal eigen maksimum. Untuk mendapatkan nilai tersebut
perlu dilakukan perkalian matriks antara matriks perbandingan dengan matriks bobot prioritas. Perkalian ini
akan menghasilkan matriks nilai eigen. Setelah didapatkan nilai eigen, tahap selanjutnya adalah
mendapatkan nilai principal eigen dengan cara membagi nilai eigen pada tiap matriks dengan nilai bobot
prioritas pada baris yang sama. Matriks principral eigen yang telah didapat berupa matriks dengan n baris
dan 1 kolom. Selanjutnya matriks ini dirata-ratakan sesuai dengan jumlah baris dan didapatkan nilai
principal eigen maksimum. Tahapan berikutnya adalah menentukan indeks konsistensi yang merujuk ke (1)
maks  n
Indeks Konsistensi  (1)
n 1
dengan λmaks adaalah nilai principal eigen maksimum dan n adalah jumlah matriks.
Setelah didapat nilai konsistensi, maka peneliti dapat menentukan rasio konsistensi. Rasio konsistensi
merupakan pembagian indeks konsistensi dengan Random Index (RI). Untuk melakukan perhitungan ini
diperlukan bantuan tabel Random Index (RI) yang nilainya untuk setiap n matriks dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.
Random Index (RI) untuk tiap jumlah (n) matriks.
n
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
matriks
RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi 10

HASIL DAN PEMBAHASAN


Matriks perbandingan, perhitungan bobot prioritas, dan rasio konsistensi yang mempengaruhi kerentanan
longsoran di daerah penelitian ditampilkan dalam Tabel 2.
Tabel 2.
Matriks perbandingan faktor yang mempengaruhi kerentanan longsoran, bobot prioritas, dan rasio konsistensi yang diolah oleh
penulis mengacu pada Saaty (1988) dan Ercanoglu drr. (2008).

Parameter (1) (2) (3) (4) (5) (6) Bobot


(1) Litologi 1,00 3,00 0,50 6,00 2,00 5,00 0,25
(2) Struktur 0,33 1,00 0,17 2,00 0,20 3,00 0,08
(3) Kemiringan lereng 2,00 6,00 1,00 6,00 2,00 6,00 0,36
(4) Relief relatif 0,17 0,50 0,17 1,00 0,14 2,00 0,05
(5) Kebasahan lahan 0,50 5,00 0,50 7,00 1,00 5,00 0,22
(6) Tutupan lahan 0,20 0,33 0,17 0,50 0,20 1,00 0,04

Rasio Konsistensi 0,05

Menurut Saaty (1988), nilai rasio konsistensi di bawah 0,1 menunjukan bahwa nilai tersebut konsisten. Hal
ini merepresentasikan hubungan bobot masing-masing faktor dalam matriks perbandingan masih dalam
suatu preferensi yang logis. Apabila nilai dari suatu faktor pada matriks perbandingan bersifat mutlak
dibandingkan dengan faktor lainnya dan membentuk sebuah diagonal bernilai 1, sementara elemen lain
memiliki nilai tinggi yang relatif sama, maka akan didapatkan nilai rasio konsistensi >1. Hal ini
mencerminkan nilai suatu faktor menjadi jauh lebih mutlak daripada faktor lainnya atau nilai suatu faktor
yang tidak mutlak tidak mempunyai pengaruh apapun terhadap faktor yang mutlak sehingga terjadi
inkonsistensi. Sementara itu, jika hubungan intensitas pengaruh atau bobot suatu faktor terhadap faktor
lainnya bernilai sama atau semua nilai matriks perbandingan bernilai 1, maka akan didapatkan nilai rasio
konsistensi bernilai 0 yang berarti tidak ada pengaruh suatu faktor terhadap faktor lainnya.

Peta Kerentanan Longsoran


Peta kerentanan longsoran diperoleh dengan penjumlahan nilai tiap parameter yang memperhitungkan
bobot prioritas masing-masing. Pada pengolahan data, 6 peta digabungkan dengan metode tumpang susun.
Atribut hasil penggabungan merupakan representasi tingkat kerentanan longsoran.
Atribut hasil penggabungan dikelaskan menggunakan metode Natural Break (Jenks). Metode ini dapat
memaksimalkan perbedaan antarkelas dan meminimalkan perbedaan antardata dalam satu kelas. Peta
kerentanan tersebut dibagi menjadi 4 tingkatan, yaitu tingkat kerentanan tinggi, menengah, rendah, dan
sangat rendah yang mengacu pada Standar Nasional Indonesia (2005) dalam pembuatan peta kerentanan
longsoran (Gambar 10).
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi 11

Gambar 10. Peta kerentanan longsoran daerah penelitian.

Tingkat Kerentanan Sangat Rendah


Tingkat kerentanan ini meliputi 43% daerah penelitian. Daerah ini secara umum dikontrol oleh litologi
batulempung, breksi piroklastik, batupasir-batulempung, dan intrusi. Daerah dengan tingkat kerentanan ini
memiliki kemiringan lereng relatif landai (kurang dari 15°), kondisi relief relatif halus, kondisi lahan kering
sampai basah, dan kerapatan vegetasi menengah hingga lebat.

Tingkat Kerentanan Rendah


Pada zona kerentanan rendah ini, area yang tercakup sebesar 40,5% dari total area penelitian. Breksi
piroklastik, aluvial, dan batulempung adalah litologi yang terdapat pada daerah ini. Kemiringan lereng
relatif landai (kurang dari 15°) dan relief halus. Kondisi kebasahan relatif basah hingga merembes dan
kerapatan vegetasi jarang hingga lebat.

Tingkat Kerentanan Menengah


Tingkat kerentanan ini meliputi 14,5% daerah penelitian. Daerah ini secara umum dikontrol breksi
piroklastik, lahar, dan aluvial. Variasi kemiringan lereng dari 15° hingga 35° dan relief halus hingga
bergelombang. Daerah ini memiliki kondisi basah hingga mengalir dan kerapatan vegetasi jarang hingga
menengah.
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi 12

Tingkat Kerentanan Tinggi


Daerah pada zona kerentanan tinggi meliputi 2% daerah penelitian. Litologi lahar dan breksi piroklastik
mendominasi daerah ini. Kemiringan lereng pada daerah ini umumnya 35° sampai 45° dan relief yang
bergelombang. Kondisi kebasahan merembes sampai mengalir dan kerapatan vegetasi umumnya jarang
hingga menengah. Longsoran pada zona kerentanan tinggi tersebar pada bagian tengah dan selatan daerah
penelitian.

Verifikasi Lapangan
Verifikasi dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan. Tujuannya adalah validasi peta
kerentanan longsoran. Secara umum, peta kerentanan longsoran yang telah dibuat menunjukkan korelasi
yang baik dengan kondisi lapangan. Zona kerentanan rendah dan sangat rendah umumnya berada pada
lereng yang stabil. Sementara itu, zona kerentanan longsoran menengah dan tinggi menunjukkan gejala
longsoran pada lereng terjal dengan material dominan berupa breksi piroklastik.

Gambar 11. Longsoran pada daerah dengan kerentanan tinggi di tepi Sungai Cipatenggeng.
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi 13

(a) (b)

Gambar 12. Longsoran yang terdapat pada zona kerentanan tinggi di Kampung Cihempas Kidul, (a) dilihat dari jauh dan (b) dilihat
dari dekat.

Gambar 13. Longsoran pada tingkat kerentanan menengah di tepi Sungai Cipami.
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi 14

Zona kerentanan tinggi yang dijumpai di lapangan menunjukkan longsoran debris pada kontak breksi
piroklastik dan batulempung. Longsoran ini berada pada tepi Sungai Cipatenggeng (lihat Gambar 11) dan
berjarak 500 meter sebelah selatan Komplek Perkebunan Gununghejo. Selain itu, longsoran pada zona
kerentanan tinggi juga terdapat di Kampung Cihempas Kidul, Desa Pasir Munjul. Longsoran terjadi pada
material tuf dan breksi piroklastik yang menunjukkan tipe gelinciran (lihat Gambar 12). Zona kerentanan
tinggi umumnya berada pada lereng-lereng yang relatif terjal.
Area dengan tingkat kerentanan longsoran menengah dijumpai di tepi Sungai Cipami yang berada dekat
dengan Stasiun Plered. Longsoran ini terdapat pada lahan pertanian penduduk. Material longsor berupa
tanah pelapukan dari breksi piroklastik dan kemiringan lereng cukup terjal (lihat Gambar 13). Sementara
itu, zona kerentanan sangat rendah hingga rendah terdapat pada area datar berupa pesawahan dan
pemukiman seperti diperlihatkan dalam Gambar 14.

Gambar 14. Area pesawahan dan pemukiman yang termasuk ke dalam zona kerentanan rendah di Desa Palinggihan.

KESIMPULAN
Kemiringan lereng adalah kontrol utama dari faktor-faktor penyebab longsoran di daerah penelitian.
Kontrol dominan kedua adalah litologi, faktor berikutnya yang juga ikut berpengaruh adalah kebasahan
lahan. Tutupan lahan juga memberikan pengaruh walaupun kurang dominan. Daerah penelitian didominasi
oleh zona kerentanan sangat rendah hingga rendah. Sementara itu, tingkat kerentanan menengah hingga
tinggi dapat menimbulkan longsoran yang cukup membahayakan di daerah penelitian. Area tersebut
umumnya terletak pada area bervegetasi menengah yang dekat dengan area pemukiman. Peta kerentanan
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi 15

longsoran yang telah penulis buat dapat menjadi perhatian dan informasi awal bagi pemerintah daerah,
masyarakat, peneliti, atau pihak terkait yang berkepentingan. Meskipun demikian, peta kerentanan yang
dibuat hanya sebatas informasi awal mengenai persebaran bahaya longsoran yang mungkin terjadi di daerah
penelitian. Peta ini tidak memiliki informasi yang menyeluruh mengenai area landaan dari longsoran yang
terjadi terkait kegunaannya dalam pengembangan wilayah dan tata ruang lingkungan.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua penelaah atas masukannya yang sangat membantu dalam
peningkatan kualitas makalah penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anbalagan, R., 1996. Landslide Hazard Evaluation and Zonation Mapping in Mountainous Terrain-Case
Study From Kumaun Himalaya, India, in Engineering Geology: Vol. 43, pp.237-246.

Badan Informasi Geospasial, 2015. Peta Wilayah Provinsi Jawa Barat, diunduh dari
http://www.bakosurtanal.go.id/assets/download/Atlas-Administrasi/12-Peta-Wilayah-Prov-
Jawa-Barat.pdf pada tanggal 27 Oktober 2016.

Bakosurtanal, 2002. Peta Rupa Bumi Indonesia, Lembar 1209-242 dan 1209-244, Skala 1:12.500.

Ercanoglu, M., Kasmer O., Temiz, N., 2008. Adaptation and Comparison of Expert Opinion to Analytic
Hierarchy Process for Landslide Susceptiblity Mapping, in Engineering Geology Vol. 67, pp.
565-578.

Galamedianews, 2015. Hujan Deras, Rel Kereta Api di Sukatani Purwakarta Tertimbun Longsor, diakses di
http://m.galamedianews.com/daerah/62769/hujan-deras-rel-kereta-api-di-sukatani-
purwakarta-tertimbun-longsor.html pada 16 September 2016.

Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi, 2014. Tanggapan Bencana Gerakan Tanah di
Kecamatan Sukatani dan Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat,
diakses di http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/gerakan-tanah/kejadian-gerakan-tanah/395-
tanggapan-bencana-gerakan-tanah-di-kecamatan-sukatani-dan-kecamatan-plered-kabupaten-
purwakarta-provinsi-jawa-barat pada 10 Agustus 2016.

Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015. Td Gerakan Tanah di Kec. Sukatani, Kab.
Purwakarta, Jawa Barat, diakses di http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/gerakan-
tanah/kejadian-gerakan-tanah/775-td-gerakan-tanah-di-kec-sukatani-kab-purwakarta-jawa-
barat pada 9 Agustus 2016.

Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi, 2016. Peta Prakiraan Wilayah Potensi Terjadi Gerakan
Tanah Pada Bulan Desember 2016, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat, Badan
Geologi, Bandung.
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi 16

Saaty, T. L., 1988. Multicriteria Decision Making: The Analytic Hierarchy Process, University of
Pittsburgh, United States of America.

Standar Nasional Indonesia, 2005. Penyusunan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah SNI 13-7124-2005,
ICS 07.060, Badan Standardisasi Nasional.

Sudjatmiko, 1972. Peta Geologi Lembar Cianjur, Jawa Skala 1:100.000, Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Geologi, Bandung.

United States of Geological Survey, 2016. Citra Landsat 8 OLI TIRS Path 22 Raw 65, diunduh dari
earthexplorer.usgs.gov pada 12 September 2016.

Van Bemmelen, R. W., 1949. The Geology of Indonesia: Vol. 1A, Martinus Nijhof, The Hague, The
Netherland.

Anda mungkin juga menyukai