PENDAHULUAN
Secara geografis sebagian besar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berada
pada kawasan rawan bencana alam, dan salah satu bencana alam yang sering terjadi adalah
bencana longsor. Sejalan dengan proses pembangunan berkelanjutan perlu diupayakan
pengaturan dan pengarahan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan prioritas
utama pada penciptaan keseimbangan lingkungan. Salah satu upaya yang diambil adalah
melalui pelaksanaan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana alam agar dapat
ditingkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan masyarakat terutama
di kawasan rawan bencana longsor.
Longsor merupakam peristiwa gerakan massa batuan atau tanah yang terjadi karena
terganggunya stabilitas lereng (Karnawati, 2005). Kestabilan suatu lereng ditentukan oleh
momen gaya yang melongsorkan (driving force) yang membuat massa tanah batuan bergerak
ke bawah dan momen gaya yang menahan (resisting force) yang menyebabkan massa tanah
atau batuan tetap berada di tempatnya. Terjadinya longsorlahan disebabkan oleh gaya material
penyusun lereng lebih besar daripada gaya yang menahan massa tanah batuan. Gaya penahan
pada umumnya dipengaruhi oleh kepadatan tanah dan kekuatan batuan. Gaya pendorong
dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta jenis tanah batuan (Karnawati, 2005).
Kelerengan menjadi faktor yang sangat penting dalam proses terjadinya gerakan massa.
Pembagian zona kerentanan sangat terkait dengan kondisi kemiringan lereng. Kondisi
kemiringan lereng lebih 15º perlu mendapat perhatian terhadap kemungkinan bencana tanah
longsor dan tentunya dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mendukung. Pada
dasarnya sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan daerah perbukitan atau pegunungan
yang membentuk lahan miring (Karnawati, 2005)
Pemanfaatan lahan yang berlebihan seperti pembukaan lahan baru, pemotongan lereng
untuk pembuatan jalan dan pemukiman baru serta pemanfaatan lahan yang tidak
memperhatikan konservasi menyebabkan beban pada lereng semakin berat. Selain aktifitas
manusia, longsor disebabkan oleh faktor alam antara lain jenis tanah, intensitas curah hujan,
faktor geologi, penggunaan lahan yang terjadi dan topografi. Gempa bumi atau getaran juga
dapat mempengaruhi stabilitas lereng yang dapat mangakibatkan potensinya longsor.
Secara umum daerah penelitian merupakan wilayah perbukitan memanjang berarah
timurlaut-baratdaya dengan ketinggian tempat di atas 90 m di atas permukaan laut.
Kemiringan lereng secara umum agak terjal sampai terjal, terdapat pemotongan lereng yang
digunakan sebagai lahan pemukiman, sehingga stabilitas lereng terganggu. Berdasarkan Peta
Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa (Rahardjo dkk, 1995) daerah bencana tersusun oleh
Formasi Semilir (Tmse), yang terdiri dari perselingan antara breksi-tuf, breksi batuapung, tuf
dasit dan tuf andesit serta batulempung tufan. Tanah pelapukan di lokasi ini berupa lempung
pasiran dengan batuan dasar tuf pasiran berwarna coklat terang, lunak, dan porous.
Desa Srimulyo merupakan salah satu wilayah yang perkembangan sarana infrastruktur
yang cukup tinggi dan memiliki potensi terjadinya bencana gerakan tanah. Apabila dilihat dari
topografi di daerah tersebut, Desa Srimulyo merupakan daerah dengan topografi berbukit
hingga bergunung, memiliki penyusun batuan gunungapi, terdapat bidang discontinuitas yang
dapat mengakibatkan terjadinya Gerakan massa, Oleh karena itu perlu dilakukan tinjauan
geologi dan analisis kestabilan lereng untuk mengetahui potensi Gerakan massa pada daerah
penelitian,
1.8 Hipotesis
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa (Rahardjo dkk, 1995) daerah
penelitian tersusun oleh Formasi Semilir (Tmse), yang terdiri dari perselingan antara breksi-
tuf, breksi batuapung, tuf dasit dan tuf andesit serta batulempung tufan. Beberapa tempat di
daerah tersebut, sering terjadi gerakan massa yang diakibatkan oleh bidang diskontinuitas
(bidang lemah) pada lerengnya. Sehingga dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:
1. Banyaknya gerakan massa di daerah penelitian, dikontrol oleh ketidakstabilan lereng
yang runtuh akibat kontraksi bidang diskontinuitas (berupa sesar/rekahan maupun
sesar/patahan) maupun tingkat pelapukan yang tinggi.
2. Beragamnya bidang diskontinuitas dan tingkat pelapukan pada lereng pada lereng di
daerah penelitian, menghasilkan tipe dan arah pergerakan massa yang beragam juga.
3. Srimulyo merupakan Daerah yang memiliki morfologi sedang-kuat dan memiliki
litologi gunungapi serta tingkat pelapukan yang tinggi mengakibatkan bencana
longsor yang secara umum disebabkan oleh beberapa faktor yakni : topografi, geologi,
curah hujan dan aktifitas manusia.
4. Kondisi hidrogeologi sangat menentukan terjadinya suatu gerakan tanah dimana
faktornya adalah resapan tanah/ permeabilitas dan pengaruh besarnya tekanan pori
yang akhirnya mengurangi kuat geser tanah atau batuan.
1.9 Asumsi.