Anda di halaman 1dari 143

PENGARUH BAHAN DAN TEKNIK BORDER MOLDING

TERHADAP DETAIL MORFOLOGI JARINGAN PERIFER


DAN RETENSI BASIS GIGI TIRUAN
PADA PASIEN EDENTULUS
DI RSGM USU

TESIS

Oleh :
SILVIA PRIDANA
137160010

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS PROSTODONSIA


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGARUH BAHAN DAN TEKNIK BORDER MOLDING
TERHADAP DETAIL MORFOLOGI JARINGAN PERIFER
DAN RETENSI BASIS GIGI TIRUAN
PADA PASIEN EDENTULUS
DI RSGM USU

TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Spesialis Prostodonsia
(Sp.Pros) dalam Bidang Ilmu Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara

Oleh :
SILVIA PRIDANA
137160010

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS PROSTODONSIA


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISTILAH

CAD / CAM = Computered aided design and manufacturing

GFP = Greater foramen palatine

ISO = The international organization for standardization

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Gigi tiruan penuh adalah salah satu pilihan perawatan pada kasus edentulus.
Pencetakan fisiologis merupakan bagian dari tahapan kerja perawatan gigi tiruan
penuh. Prosedur ini bertujuan untuk mendapatkan perluasan maksimal daerah
pendukung gigi tiruan penuh. Border molding dilakukan sebelum pencetakan
fisiologis pada perifer sendok cetak. Tahapan ini bertujuan untuk mencapai Periferal
seal sehingga gigi tiruan penuh yang retentif dapat tercapai. Ketepatan hasil border
molding dipengaruhi oleh bahan dan teknik yang digunakan. Bahan green stick
compound merupakan bahan border molding yang saat ini biasa digunakan, bahan ini
bersifat termoplastik yang mengakibatkan pendeknya waktu kerja sehingga
menyebabkan beberapa kelemahan pada hasil border molding. Polyvinylsiloxane
memiliki waktu kerja yang lama dan sifat bahan lainnya sehingga dapat mengatasi
keterbatasan pada bahan green stick compound. Polyvinylsiloxane memiliki beberapa
viskositas yang mempengaruhi sifat mekanis nya. Heavy body dan Putty merupakan
dua viskositas polyvinylsiloxane yang direkomendasikan sebagai bahan border
molding. Tujuan dari penelitian ini mengevaluasi pengaruh bahan dan teknik border
molding terhadap detail morfologi jaringan perifer dan retensi basis gigi tiruan pada
pasien edentulus RSGM USU. Dari masing masing subjek dibuat empat buah sendok
cetak fisiologis. Pada setiap sendok cetak dilakukan border molding menggunakan
salah satu bahan yaitu heavy body atau putty polyvinylsiloxane dengan teknik
fungsional manual manual. Sesudah pencetakan fisiologis kemudian dilakukan
pengukuran nilai retensi pada masing-masing sampel dengan menggunakan alat push
and pull gauge analog. Model hasil cetakan fisiologis kemudian di pindai dengan
digital scanner CAD/CAM kemudian detail morfologi jaringan perifer diukur
menggunakan software 3D builder. Signifikansi statistik ukuran sulkus vestibulum
dan nilai retensi menggunakan uji univarian dan uji T tidak berpasangan. Nilai rerata
dan standar deviasi ukuran detail morfologi jaringan perifer basis gigi tiruan pada
pasien edentulus di RSGM USU pada kelompok A dengan bahan border molding
heavy body dengan teknik fungsional pada regio anterior adalah (3,62 + 0,52) mm,
dan pada posterior (4,29 + 0,59) mm, kelompok B dengan bahan border moling
heavy body dengan teknik manual pada regio anterior adalah (3,48 + 0,59) mm, dan
pada posterior (4,31 + 0,69) mm. kelompok C dengan bahan border molding putty
dengan teknik fungsional pada regio anterior adalah (4,03 + 0,81) mm dan pada
daerah posterior (4,71 + 0,64) mm, dan kelompok D dengan bahan border molding
putty dengan teknik manual pada regio anterior adalah (4,00 + 0,80) mm dan pada
daerah posterior (4,51 + 0,80) mm. Nilai rerata dan standar deviasi retensi pada
kelompok A adalah (44.20 + 6.89), kelompok B adalah (42.20 + 5.28) N, kelompok
C adalah (48,00 + 6.65) N, kelompok D adalah (44.90 + 6.57) NPada penelitian ini
tidak terdapat nilai signifikan antara pengaruh pada kedua bahan dan teknik.
Berdasarkan penelitian ini bahan Putty polyvinylsiloxane dengan teknik fungsional
memiliki nilai retensi tertinggi dari keselurahan kelompok sampel.

Kata Kunci : Border Molding, Polyvinylsiloxane, peripheral seal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT

Complete denture is an option for edentulous case. Final impression one of the
procedure in complete denture treatment, the aim of this procedure to get maximum
tissue support. Before final impression we need to do border molding to get periferal
seal to achieve a retentive denture. We need periferal seal to achieve a retentive
denture. An exact border molding record influenced by the material and technique.
Green stick compound is usually material nowdays, it has thermoplastik mechanical
properties that makes short working time and it makes some problems.
Polyvinylsiloxane have a long working time which come as material option that
resolved the green stick compound limitations. This material available in several
viscosity, which influence their mechanical properties. Heavybody dan Putty
recomanded as border molding material. This study aim to evaluate the effect of
border molding materials and techniques in morphologic detail of pheriferal tissue
and denture base retention. Four custom tray were made from each subject then
border molding procedure done with either heavy body or putty polyvinylsiloxane
material with fuctional or manual technique. Retention value measured after final
impression with analog push and pull gauge. Than working models were scanned
with digital scanner CAD/CAM and measured with 3D builder software. The
statistical significance of retention value and morphologic detail of pheriferal tissue
was test with univarian dan unpaired T test. Average value at morphologic detail of
pheriferal tissue on group A with heavy body polyvinylsiloxane and functional
technique at anterior region is (3,62 + 0,52) mm, and at posterior region is (4,29 +
0,59) mm, on group B with heavy polyvinylsiloxane and manualy technique at
anterior region is (3,48 + 0,59) mm, and at posterior region is (4,31 + 0,69) mm. on
group C with putty polyvinylsiloxane and functional technique at anterior region is
(4,03 + 0,81) mm and at posterior region is (4,71 + 0,64) mm on group D with putty
polyvinylsiloxane and functional technique at anterior region is (4,00 + 0,80) mm and
at posterior region is (4,51 + 0,80) mm. Avarange value of retention value at group A
is (44.20 + 6.89), group B is (42.20 + 5.28) N, group C is (48,00 + 6.65) N, group D
is (44.90 + 6.57) N. there is no significancy difference on both materials and
techniques. Based on this research putty polyvinylsiloxane with functional technique
are recommended for border molding procedure.

Key words : Border Molding, Polyvinylsiloxane, peripheral seal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga tesis ini selesai

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar spesialis

prostodonsia pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan

kepada ibunda tersayang H. Suherni Am.Keb dan ayahanda Alm. Sofrian

yang telah membesarkan, memberi kasih sayang yang tidak terbalas, doa,

semangat dan dukungan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima

kasih yang tak terhingga kepada suami tercinta drg.Farhan atas semua doa

dan dukungan kepada penulis. Terima kasih penulis kepada anak anak

terkasih Athifa Farihan Naflah dan Anna Farhana Maryam atas pengertian

dan semangat yang diberikan kepada penulis.

Dalam penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapatkan

pengarahan serta bimbingan dari berbagai pihak sehingga tesis ini dapat

disusun dengan baik. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati,

penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg, Ph.D., Sp.Pros (K) selaku

dosen pembimbing pertama penulis yang telah meluangkan banyak waktu

untuk membimbing, memberikan koreksi, pengarahan serta semangat

kepada penulis selama penulisan tesis ini. Nasehat yang diberikan berupa

filosofi hidup, sistematika berfikir dan memperhatikan sesuatu secara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


detail dan kritis sangat membentuk pola fikir penulis khususnya selama

proses penyelesaian tesis ini. Semoga Alloh SWT senantiasa memberikan

kesehatan dan keberkahan umur kepada beliau.

2. Dr. Eng. Ir. M. Indra nasution, MT selaku dosen pembimbing

kedua sekaligus sebagai Kepala Laboratorium Fakultas Teknik Mesin

Universitas Sumatera Utara yang dalam penulisan tesis ini yang dengan

kebaikan hati telah meluangkan banyak waktu untuk membimbing,

memberikan pengarahan dan masukan kepada penulis sampai selama

penulisan tesis ini hingga selesai

3. Prof. Haslinda Z Tamin,drg., M.Kes., Sp. Pros (K) selaku

ketua tim penguji tesis sekaligus sebagai Ketua Program Studi

Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Prostodonsia (PPDGS) Fakultas

Kedokteran Gigi yang telah meluangkan waktu, mengarahkan,

memberikan saran serta solusi kepada penulis selama penulisan tesis ini

sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Teladan berupa ketelitian,

motivasi yang tinggi dan selalu berfikir positif mencari jalan keluar

ketika menghadapi setiap masalah juga sangat berarti bagi penulis,

terutama selama penyelesaian tesis ini.

4. Sumadhi, drg., Ph.D selaku anggota tim penguji tesis yang

juga telah meluangkan banyak waktu, mengarahkan dan memberi saran

dan masukan serta solusi kepada penulis selama penulisan tesis ini

sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Putri Welda Utami Ritonga, drg., MDSc., Sp.Pros selaku

anggota tim penguji yang juga telah meluangkan banyak waktu,

mengarahkan dan memberi saran, masukan serta solusi kepada penulis

selama penulisan tesis ini. Tidak hanya sebagai tim penguji, penulis sangat

merasakan bimbingan, perhatian, dan ketulusan dalam membantu

mengarahkan agar tesis ini dapat selesai dengan baik.

6. Dr Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG (K) sebagai Dekan

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

7. Syafrinani, drg., Sp.Pros (K) selaku Ketua Departemen

Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang

telah banyak memberikan pengarahan dan motivasi agar penulis dapat

segera menyelesaikan tesis ini.

8. Cek Dara Manja, drg., M.Kes., Sp.RKG selaku Direktur

Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Universitas Sumatera Utara atas

bantuan yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian dan

menyelesaikan tesis ini.

9. Seluruh staf pengajar PPDGS terutama Ricca Chairunnisa,

drg., Sp.Pros dan Aryani Dalmer, drg., MDSc., Sp. Pros serta staf aktif

pengajar, Prof. Slamat Tarigan, drg. MS., Ph.D; Eddy Dahar, drg.,

M.Kes; Ika Andryas drg., MSc, dan Hubban Nasution, drg., MSc yang

telah memberikan saran, masukan, doa dan semangat kepada penulis

dalam menyelesaikan tesis ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10. Seluruh pegawai Departemen Prostodonsia Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yaitu Bu Yanti, Kak Naya

dan seluruh pegawai UJI Laboratorium Dental Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara, terutama Bang Hendri , Bang Wawan dan

Sayid,

11. Kelvin Tantono, drg selaku Pimpinan Laboratorium Simon

Dental Medan yang telah bersedia meminjamkan alat 3D Dental Scanner

kepada penulis

12. Darmayanti Siregar, drg., M.Kes yang membantu penulis

dalam analisis statistik data hasil penelitian penulis

13. Theresia Tarigan, drg, Augeswina, drg dan Chihargo drg

sebagai sahabat terbaik penulis yang selalu memberi semangat, saran dan

energi positif dalam penyelesaian tesis ini.

14. Rekan-rekan sejawat residen PPDGS Prostodonsia FKG USU

terutama Selamat Suhard, drg, Ivana Lim drg dan Febriyani,drg beserta

angkatan V,VI,VII yang selalu memberikan saran, semangat dan doa

kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam

penulisan tesis ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun dari semua pihak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Akhir kata penulis mengharapkan semoga tesis ini dapat

memberikan sumbangan fikiran yang berguna bagi pengembangan ilmu

pengetahuan di Fakultas Kedokteran Gigi Univesitas Sumatera Utara,

khususnya Departemen Prostodonsia

Medan, 26 September 2018


Penulis

Silvia Pridana, drg


NIM: 137160010
.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Biodata Peneliti

1. Nama Lengkap : Silvia pridana

2. Tempat / Tanggal Lahir : Tebing Tinggi , 30 Agustus 1983

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Agama : Islam

5. Alamat : Komp. Puri Zahara II. Blok P 34

6. Nama Orang Tua

Ayah : Alm. Sofrian

Ibu : H. Suherni Am.Keb

7. Nama Suami : Farhan, drg

8. Nama Anak : Athifa Farihan Naflah

Anna Farhana maryam

9. Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

10. Riwayat Pendidikan

Sekolah Dasar : SDN 164612 Tebing Tinggi

Sekolah Menen : SLTPN 1 Tebing Tinggi

Sekolah Menengah atas : SMAN 1 Tebing Tinggi

Strata 1 : FKG USU

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KARYA ILMIAH YANG TELAH DIPRESENTASIKAN

NO JUDUL KEGIATAN TEMPAT /


WAKTU
1 Penatalaksanaan Scientific Joint Meeting of Jogjakarta Plaza
kasus single Clinical Prosthodontic and Hotel,
complete denture Dental Materials Jogjakarta 11-12
rahang bawah September 2015
dengan gigi tiruan
teleskop rahang
atas
1 Residual Ridge International Indonesian Solo Paragon Hotel
Form Prosthodontic Meeting and Ist And Residence,
and Its Relation Indonesian Academy Of Solo, 15-17
with Craniomandibular Disorder September 2016
Complete Denture Joint Meeting
Retention
2 Overdenture as International Indonesian Solo Paragon Hotel
Preventive Prosthodontic Meeting and Ist And Residence,
Prosthodontic Indonesian Academy Of Solo, 15-17
Treatment Craniomandibular Disorder September 2016
Joint Meeting

KARYA ILMIAH YANG TELAH DIPUBLIKASIKAN

No JUDUL PUBLIKASI

1 Residual Ridge Form Cakradonya Dental Journal


and Its Relation with Volume 8 No 1 (2016)
Complete Denture Retention ISSN 2085.546
2 Overdenture as Cakradonya Dental Journal
Preventive Prosthodontic Volume 2. No 2 (2017)
Treatment ISSN 2502.0412

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGABDIAN YANG TELAH DILAKSANAKAN

No JUDUL Kegiatan

1 Residual Ridge Form Cakradonya Dental Journal


and Its Relation with Volume 8 No 1 (2016)
Complete Denture ISSN 2085.546
Retention
2 Overdenture as Cakradonya Dental Journal
Preventive Prosthodontic Volume 2. No 2 (2017)
Treatment ISSN 2502.0412

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KURSUS YANG TELAH DIIKUTI

NO JUDUL KEGIATAN TEMPAT /


WAKTU
1 Update in Theories and Update in Theories and JW Marriot Hotel,
Clinical Application of Clinical Application of Medan 18 Agustus
Dental Implant Dental Implant 2014

2 Esthetic Rehabilitation Kuliah Tamu Bambang Emerald Garden


with Bonded Porcelain Agustono Drg., M.Kes., International Hotel,
Laminate Veneers Sp.Pros Medan, 5 Desember
2014
3 Endnote Pelatihan Ruang Seminar
Prostodonsia Fakultas
Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera
Utara, 8 April 2015,
Medan
4 Predictable Seminar Sehari Hotel Arya Duta,
Implantology Using Medan,
New Minimally 13 Mei 2016,
Invasive Techniques
Strategy

5 How To Design And Hands On Dental Specialist Care


Make Treatment Plan Centre (DSCC)
Of Removable Partial Clinic, Medan,
Denture 29 Juli 2016,
6 Practical Method to Upgrading Theory and Dental Specialist Care
Measure Vertical Live Demo Centre (DSCC) Clinic
Dimension Medan, 29 Juli 2016.
7 Magnetic Retained 17th Scientific Meeting Jakarta Convention
Overdenture And Refreshner Course Centre,
In Dentistry Jakarta, 24 – 27
Februari 2016
8 Step By Step Procedure 17th Scientific Meeting Jakarta Convention
to Build Up Flaring and Refreshner Course Centre,
Canal with fiber post in Dentistry Jakarta, 24 – 27
Februari 2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9 The Keys of Success in 17th Scientific Meeting Jakarta Convention
Dental Implant and Refreshner Course Centre,
Treatment in Dentistry Jakarta 24 – 27
Februari 2016
10 Mandibular Suction International Indonesian Solo Paragon Hotel
Method Prosthodontic Meeting And Residence
and Ist Indonesian Solo, 15-17
Academy of September 2016
Craniomandibular
Disorder Joint Meeting
11 Rehabilitation for Post 2nd Medan International Santika Premiere
TMJ Disorder Prosthodontic Scientific Dyandra Hotel And
Treatments (Live Meeting Convention,
Demo) Medan, 30 - 1
Agustus September
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISTILAH………………………………………………………… i

ABSTRAK………………………………………………………………….. ii

ABSTRACT………………………………………………………………… iv

KATA PENGANTAR……………………………………………………… v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP……………………………………………… x

KARYA ILMIAH YANG TELAH DIPRESENTASIKAN………………... xi

KARYA ILMIAH YANG TELAH DIPUBLIKASIKAN………………….. xi

PENGABDIAN YANG TELAH DILAKSANAKAN……………………… xii

KURSUS YANG TELAH DIIKUTI………………………………………… xiii

SEMINAR YANG TELAH DIIKUTI……………………………………….. xiv

DAFTAR ISI.. ................................................................................................ . xv

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xx

DAFTAR TABEL……………………………………………..……………. xxii

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….. xxiii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1


1.2 Permasalahan .......................................................................... 8
1.3 Rumusan Masalah .................................................................. 9
1.4 Tujuan Peneliti………………………………………………. 10
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................. 11
1.5.1 Manfaat Teoritis ......................................................... 11
1.5.2 Manfaat Praktis .......................................................... 11
1.5.2.1 Klinis..………………………………………. 11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.5.2.2 Laboratoris…………………………………... 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 13

2.1 Edentulus……………………………………………….. 13
2.2 Gigi Tiruan Penuh .................................................................. 16
2.3 Pencetakan Fisiologi………………………………………… 17
2.3.1 Prosedur Pencetakan Fisiologis .................................. 18
2.3.2 Sendok Cetak Fisiologis……………………………. 18
2.4 Border Molding ..................................................................... 20
2.4.1 Pengertian .................................................................. 20
2.4.2 Bahan .......................................................................... 20
2.4.2.1 Green Stick Modeling Compound .................. 20
2.4.2.1.1 Sifat Bahan………………………… 21
2.4.2.1.2 Kelebihan dan Kekurangan………. 24
2.4.2.2 Tissue Conditioner ......................................... 25
2.4.2.2.1 Sifat Bahan………………………. . 25
2.4.2.2.2 Kelebihan dan Kekurangan……… . 27
2.4.2.3 Polyvinylsiloxane ........................................... 27
2.4.2.3.1 Sifat Bahan……………………….. 27
2.4.2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan……… 32
2.4.3 Teknik………………………………………………. 33
2.4.3.1 Prosedur…………………………………….. 33
2.4.3.1.1 Fungsional………………………… 34
2.4.3.1.2 Manual…………………………… 36
2.4.3.2 Insersi…………………………………….…. 36
2.4.3.2.1 Incremental / Section ....................... 36
2.4.3.2.2 Single Step………………………… 38
2.5 Anatomis Pembatas Gigi Tiruan Penuh…………................. 40
2.5.1 Rahang Atas…………………………………………. 40
2.5.1.1 Vestibulum Labial………………………….. 41
2.5.1.2 Vestibulum Bukal………………………….. 41
2.5.1.3 Vibrating Line……………………………… 43
2.5.2 Rahang Bawah…………………………………….… 44
2.5.2.1 Vestibulum Labial…………………………. 44
2.5.2.2 Vestibulum Bukal……………………….… 44
2.5.2.3 Vestibulum Lingual……………………….. 45
2.6 Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Gigi Tiruan Penuh.. 45
2.6.1 Daerah Pendukung Gigi Tiruan……………… ........... 45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.6.1.1 Daerah Pendukung gigi tiruan Rahang Atas... 47
2.6.1.1.1 Daerah Pendukung Primer…………. 47
2.6.1.1.2 Daerah Pendukung Sekunder………. 47
2.6.2 Stabilisasi………………………………………….. .. 56
2.6.3 Retensi……………………………………………… . 56
2.6.3.1 Faktor-faktor Retensi……………………… ... 57
2.6.3.1.1 Adhesi…………………………… ... 57
2.6.3.1.2 Kohesi…………………………… ... 57
2.6.3.1.3 Tekanan Atmosfer……………….. .. 58
2.6.3.1.4 Kesejajaran Dinding Linggir…… .... 59
2.6.3.1.5 Muskular…………………………. .. 59
2.6.3.1.6 Rotasi Arah Pasang……………… ... 59
2.6.3.1.7 Tegangan Permukaan…………….... 60
2.6.3.1.8 Gravitasi………………………….... 61
2.6.3.1.9 Periferal Seal…………………….. .. 61
2.6.3.2 Pengukuran Retensi………………………… 64
2.7 Pengukuran Ukuran Sulcus Vestibulum…………………… 65
2.7.1 Penggaris…………………………………………….. 65
2.7.2 Stereomikroskop…………………………………….. 66
2.7.3 Teknologi CAD/ CAM (Computer aided design /
computer aided manufacture………………………..... 67
2.7.3.1 Kelebihan dan Kekurangan…………..……… 67
2.7.3.2 Komponen CAD CAM ……………….…..….. 70
2.7.3.3 Klasifikasi Pemindai…………………...……. 70
2.8 Kerangkap Teori ................................................................... 73
2.9 Kerangka Konsep ................................................................. 74
2.10 Hipotesis Penelitian .............................................................. 75

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN........................................................ 76

3.1 Jenis dan Desain Penelitian .................................................. 76


3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 76
3.2.1 Lokasi Pembuatan Subjek ........................................... 76
3.2.2 Lokasi Pengujian Subjek ............................................. 76
3.2.3 Waktu Penelitian.......................................................... 76
3.3 Subjek dan Besar Subjek Penelitian……………………….. 76
3.3.1 Subjek Penelitian ......................................................... 76
3.3.1.1 Kriteria Subjek Penelitian ................................ 76
3.3.1.1.1 Kriteria Inklusi.................................. 76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.3.1.1.2 Kriteria Ekslusi ................................. 77
3.3.2 Besar Subjek Penelitian ................................................ 77
3.4 Variabel Penelitian ................................................................ 79
3.5 Definisi Operasional............................................................... 80
3.6 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................... 82
3.6.1 Alat dan Bahan yang digunakan ................................. 82
3.6.2 Alat yang digunakan untuk Menguji Sampel ............. 83
3.7 Pelaksanaan Penelitian ........................................................... 84
3.7.1 Ethical Clereance ...................................................... 84
3.7.2 Pemilihan Subjek Penelitian ....................................... 84
3.7.3 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan .................... 84
3.7.4 Penentuan Subjek Penelitian Sesuai Kriteria Inklusi.. 84
3.7.5 Persiapan Pembuatan Sampel ..................................... 85
3.7.6 Prosedur Border Molding ........................................... 90
3.7.6.1 Fungsional………………………………….. 90
3.7.6.1 Manual……………………………………… 91
3.7.7 Prosedur Pencetakan Fisiologis…………………….. 92
3.7.8 Pengukuran Retensi………………………………… 93
3.7.9 Pengukuran Detail Morfologi Jaringan Perifer…….. 95
3.8 Kerangka Operasional Penelitian ............................................ 97
3.9 Analisis Data ........................................................................... 98

BAB 4 HASIL PENELITIAN .................................................................... 99

4.1 Nilai Ukuran Detail Morfologi Jaringan Perifer Basis Gigi


Tiruan menggunakan Bahan Border Molding Heavy Body
dan Putty Polyvinilsiloxane dengan Teknik Fungsional
dan Manual Pada Pasien Edentulus di RSGM USU...………… 100
4.2 Nilai Retensi Basis Gigi Tiruan menggunakan Bahan
Border Molding Heavy Body dan Putty Polyvinilsiloxane
dengan Teknik Fungsional dan Manual pada Pasien
Edentulus di RSGM USU…………….………….… 102
4.3 Pengaruh Bahan Border Molding Heavy Body dan Putty
Polyvinilsiloxane dengan Teknik Fungsional dan Manual
terhadap Detail Morfologi Jaringan Perifer Gigi Tiruan pada
Pasien Edentulus di RSGM USU ……………………… 104

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.4 Pengaruh Bahan Border Molding Heavy Body dan Putty
Polyvinilsiloxane dengan Teknik Fungsional dan Manual
terhadap Retensi Basis Gigi Tiruan Pada Pasien Edentulus
di RSGM USU ……………………………………….…. 106

BAB 5 PEMBAHASAN ......................................................................... 108

5.1 Nilai Ukuran Detail Morfologi Jaringan Perifer Basis Gigi


Tiruan menggunakan Bahan Border Molding Heavy Body
dan Putty Polyvinilsiloxane dengan Teknik Fungsional
dan Manual pada Pasien Edentulus di RSGM USU………. 108
5.2 Nilai Retensi Basis Gigi Tiruan menggunakan Bahan
Border Molding Heavy Body dan Putty Polyvinilsiloxane
Teknik Fungsional dan Manual Pada Pasien Edentulus
di RSGM USU………………………………….………… 110
5.3 Pengaruh Bahan Border Molding Heavy Body Dan Putty
Polyvinilsiloxane dengan Teknik Fungsional Dan Manual
terhadap Detail Morfologi Jaringan Perifer Gigi Tiruan
pada Pasien Edentulus Di RSGM USU ……………….…. 112
5.4 Pengaruh Bahan Border Molding Heavy Body dan Putty
Polyvinilsiloxane dengan Teknik Fungsional dan Manual
terhadap Retensi Basis Gigi pada Pasien Edentulus
di RSGM USU……………………..…………………….. 113

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN…………………..…...…........ 117


6.1 Kesimpulan………………………………………….……. 117
6.2 Saran……………………………………………………… 119

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 120

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Tepi perifer sendok cetak yang terlalu panjang …………………… 19

2.2 Polimerisasi polyvinylsiloxane…………………………………... 28

2.3 Border molding single step dengan bahan medium body


Polyvinylsiloxane…………………………………………………. 39

2.4 Pemeriksaan posisi vibrating line…………...…………………… 44

2.5 Anatomis pendukung gigi tiruan rahang atas………………………. 46

2.6 Klasifikasi linggir menurut Atwood……………………………. 49

2.7 Klasifikasi linggir rahang atas menurut Cawood dan Howell….. 51

2.8 Pengukuran tinggi linggir alveolus pada rahang atas……………… 52

2.9 Jarak vertikal untuk pengukuran tinggi linggir alveolus…………… 55

2.10 Hubungan antar molukul di antara basis dengan permukaan


jaringan…………………………………………………………… 58

2.11 Tegangan permukaan yang terjadi pada gigi tiruan penuh ……... 61

2.12 Verifikasi daerah post palatal seal menggunakan kaca mulut untuk

menilai kedalaman hamular notch dan toleransi palatal, lalu ditarik

garis antarara kedua notch………………………………………….. 63

2.13 Alat pengukuran retensi , force gauge……………………………. 65

2.14 Gambaran morfologi sulkus vestibulum dengan steriomikroskop

Pada model hasil pencetakan fisiologis………………………….… 67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.15 Proses pembuatan restorasi crown / bridge menggunakan CAD

CAM………………………………………………………………….. 68

3.1 Alat dan bahan penelitian …………………………………………… 83

3.2 Alat Pull and Push scale untuk mengukuran retensi ……………….. 83

3.3 (A)Penentuan titik greater fovea palatina (B) Perkiraan tinggi linggir. 85

3.4 Hasil pencetakan anatomis………………………………………… 86

3.5 Struktur anatomis yang harus ada pada hasil cetakan…………… 87

3.6 Posisi spacer pada pembuatan sendok cetak fisiologis………….. 88

3.7 Posisi stopper pada sendok cetak fisiologis………………………… 88

3.8 Posisi loop pada sendok cetak …………………………………… 89

3.9 Uji coba sendok cetak fisiologis (A).Daerah labial, (B). Daerah bukkal,

(C). Daerah vibrating line………………………………………… 90

3.10 Hasil border molding (A) Bahan Putty dengan teknik fungsional
(B) Bahan Putty dengan teknik manual (C) Bahan Heavy body
dengan teknik fungsional (C) Bahan heavy body dengan teknik
manual……………………………………………………………….. 91

3.11 Pembuatan escape hole pada sendok cetak fisiologis………………. 93

3.12 Hasil pencetakan fisiologis…………………………………………… 93

3.13 Modifikasi kaitan push and pull gauge…………………………….. 94

3.14 Cara pengukuran retensi …………………………………………… 94

3.15 Model hasil pencetakan fisiologis………………………………….. 95

3.16 Metode pengukuran detail morfologi jaringan perifer …………….. 96

3.17 Dental 3D Scanner………………………………………………….. 96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1 Nilai viskositas bahan cetak……………………………………… 22

3.5.1 Definisi operasional variabel bebas……………………………... 80

3.5.2 Definisi operasional variabel terikat …………………………….. 80

3.5.3 Defenisi operasional variabel terkendali ………………………… 81

4.1 Ukuran detail morfologi jaringan perifer………………………… 102


4.2 Ukuran retensi……………………………………………………. 104
4.3.1 Pengaruh bahan border molding polyvinylsiloxane heavy body
dan putty dengan teknik fungsional terhadapp detail morfologi
basis jaringan perifer gigi tiruan penuh edentulus RSGM USU…... 105

4.3.2 Pengaruh bahan border molding polyvinylsiloxane heavy body


dan putty dengan teknik manual terhadapp detail morfologi
basis jaringan perifer gigi tiruan penuh edentulus RSGM USU…... 105

4.4.1 Pengaruh bahan border molding polyvinylsiloxane heavy body


dan putty dengan teknik fungsional terhadap retensi basis
gigi tiruan penuh edentulus RSGM USU………………………….. 106

4.4.2 Pengaruh bahan border molding polyvinylsiloxane heavy body


dan putty dengan teknik manual terhadap retensi basis
gigi tiruan penuh edentulus RSGM USU………………………….. 107

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Edentulus penuh merupakan suatu kondisi hilangnya seluruh gigi asli atau

keadaan tak bergigi pada rahang atas dan rahang bawah di dalam rongga mulut.

Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh kerusakan gigi, periodontitis, ataupun karena

trauma (Zarb 2012; Kumar L 2014). Edentulus mempunyai dampak negatif terhadap

kualitas hidup mencakup fungsi pengunyahan, penampilan, kemampuan berbicara,

dan kepercayaan diri (Nallaswamy 2005; Zarb dkk 2012 ; Kumar L 2014). Menurut

World Health Organization (WHO) Global Oral Data Bank pada tahun 2005,

prevalensi edentulus penuh pada usia lebih dari 65 tahun yaitu 58% di Kanada, 41%

di Finlandia dan 46% di Inggris. Berdasarkan National Health and Nutrition

Examination Survey di United State yang dilaksanakan dari tahun 2011-2012 hampir

19% edentulus penuh terjadi pada usia lebih dari 65 tahun, sedangkan pada usia 75

tahun keatas prevalensi edentulus penuh dua kali lebih banyak yaitu sebesar 26%

dibandingkan pada usia 65 – 75 tahun yang hanya sebesar 13%. Menurut laporan

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDES) di Indonesia pada tahun 2013, prevalensi

edentulous sebesar 17,1 % (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementrian Kesehatan RI, 2013).

Gigi tiruan penuh merupakan salah satu pilihan perawatan yang diberikan

kepada pasien edentulus penuh. Selain gigi tiruan penuh gigi tiruan dukungan implan

merupakan suatu pilihan. Tetapi terdapat beberapa persyaratan pada penggunaan gigi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tiruan implan, yang diantaranya adalah keadaan sistemik, dan jaringan pendukung.

Diakibatkan kedua hal tersebut maka perawatan gigi tiruan penuh masih merupakan

pilihan perawatan utama pada pasien edentulus. Gigi tiruan penuh adalah gigi tiruan

yang digunakan untuk mengganti seluruh gigi yang hilang pada rahang atas dan

rahang bawah yang didukung oleh mukosa, jaringan ikat, dan tulang (Zarb dkk 2012).

Salah satu tahapan perawatan gigi tiruan penuh adalah prosedur pencetakan

fisiologis. Tujuan pencetakan fisiologis adalah untuk mendapatkan perluasan

maksimal dari daerah pendukung gigi tiruan penuh. Berbagai bahan dan teknik

pencetakan dilakukan untuk mendapatkan hasil akurat cetakan gigi tiruan. Proses

border molding dilakukan sebelum pencetakan fisiologis. (Patel JR 2010; Zarb 2012;

Al-Judy 2015). Border molding adalah prosedur untuk mendapatkan ukuram daerah

perifer sendok cetak fisiologis dengan manipulasi jaringan lunak yang berdekatan

batas sendok cetak menggunakan gerakan fungsional ataupun manual untuk

menduplikasi bentuk dan ukuran vestibulum (Glossary of Prosthodontics 2005)

Tujuan border molding pada pembuatan gigi tiruan penuh adalah untuk mendapatkan

peripheral seal yaitu kontak rapat antara basis gigi tiruan penuh dengan mukosa di

sekeliling perifer batas gigi tiruan penuh untuk mencegah masuknya udara diantara

basis dengan mukosa (Irfan Q dkk 2010; Patel 2010; Zarb dkk 2012; Kumar2014).

Bahan border molding yang saat ini masih sering digunakan adalah green

stick modeling compound. Bahan ini memiliki keuntungan karena merupakan bahan

termoplastik yang dapat melunak secara mudah dan menjadi keras pada suhu ruang

dan rongga mulut. Bahan ini memiliki konduktivitas rendah yaitu sekitar 49 oC

(120oF) sampai 60oC (140oF) dan mengeras pada suhu 370 C. Proses border molding

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menggunakan green stick compound menghasilkan sulkus vestibulum dengan sedikit

distorsi sehingga penambahan dan koreksi dapat dilakukan dengan mudah. Sifat

termoplastik menyebabkan proses border molding memerlukan dua puluh empat kali

insersi yaitu delapan pada rahang atas dan enam belas pada rahang bawah. Hal ini

selain menyebabkan rasa tidak nyaman pada pasien juga memerlukan waktu kerja

yang lama. (Irvan dkk 2010; Sanjeef 2012). Selain itu pada manipulasinya

mengharuskan perendaman air panas selama lima sampai delapan detik atau aplikasi

dengan api secara langsung sehingga dapat menyebabkan peningkatan resiko infeksi

silang dan kemungkinan terjadi luka (Irfan Q, 2010, Chan 2016)

Disebabkan banyaknya kekurangan bahan green stick modeling compound

sebagai bahan border molding, beberapa peneliti merekomendasikan berbagai bahan

border molding diantaranya polyvinylsiloxane, polyether, resin akrilik dan tissue

conditioner. Tissue conditioner memiliki sifat viskoelastik yang memungkinkan

dilakukan gerakan fungsional untuk mendapatkan detail morfologi jaringan perifer

tetapi bahan ini memiliki kekurangan karena membutuhkan basis atau gigi tiruan

lama pasien. Penggunaan bahan polyether dikhawatirkan karena memiliki resiko

hipersensitivitas yang tinggi, baik pada pasien maupun operator. Chaffee dkk

menyarankan menggunakan bahan polivinylsiloxane dengan menambahkan bahan

adhesive sendok cetak fisiologis (dikutip dari Qureishi I dkk 2010). Polivinylsiloxane

merupakan salah satu alternatif pilihan dari bahan konvensional border molding.

Bahan polyvinylsiloxane atau biasa juga disebut dengan silikon addisi terdiri

dari polimer silikon yang mengandung vinil dan hidrogen yang berpolimerisasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dengan tambahan katalis platinum salt seperti asam kloropatinik. Kelebihan bahan

Polyvinylsiloxane adalah memiliki sifat bahan sangat elastik sehingga tidak

mengalami distorsi yang signifikan saat pencetakan pada daerah undercut, keakuratan

sampai dua puluh lima mikro dan tidak menghasilkan produk tambahan sehingga

menjamin stabilitas dimensi yang tinggi memungkinkan dilakukan pengisian sampai

tujuh hari setelah pencetakan. Waktu kerja polivinylsiloxane yang lama mencapai

tujuh menit menyebabkan proses border molding dapat dilakukan dalam 1 kali insersi

dengan akvasi otot secara fungsional yaitu gerakan aktivasi otot dilakukan oleh

pasien. Hal ini dapat menghilankan kekurangan bahan konvensional yaitu

mengharuskan insersi berulang. (Sanjeef 2012; Zarb dkk 2012; Kheur dkk 2015)

border molding yang secara simultan dalam satu tahap atau teknik single step

memberikan keuntungan untuk menghindari terjadinya kesalahan pada satu sisi yang

dapat memengaruhi sisi yang lain. Keakuratan bahan cetak polyvinylsiloxane sangat

baik karena memiliki sifat bahan stabilitas dimensi dan elastic recovery yang tinggi

(Kenneth JA 1996; Moira PL dkk; 2014).

Polivinylsiloxane memiliki beberapa viskositas yaitu rendah, sedang, tinggi

dan sangat tinggi. Perbedaan viskositas ini disebabkan perbedaan jumlah filler yang

terdapat pada masing-masing jenis polivinylsiloxane. Bahan filler yang terdapat pada

base polyvylsiloxane adalah amorphous silica dan fluorocarbon. Viskositas

polyvinylsiloxane memengaruhi sifat bahan yang dimilikinya yaitu dimensional

stability, tear strength, detail reproduction dan elastisitas. Tear strength diperlukan

untuk melewati daerah undercut tanpa menyebabkan kerusakan. (Zarb dkk 2012;

Moira PL dkk 2014; Aman K 2015). Dimensional stability pada viskositas rendah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


memiliki perubahan yang terbesar yaitu penyusutan 0,02 - 0,05 %. Perbedaan

viskositas ini memungkinkan polyvinylsiloxane untuk digunakan pada berbagai

teknik pencetakan Pada proses border molding viskositas putty merupakan yang

paling sering digunakan sedangkan medium body dan heavy body juga disebutkan

oleh peneliti (Aman K 2015). Kemampuan detail reproduction polyvinylsiloxane

memungkinkan untuk mendapatkan detail morfologi sulcus vestibulum rongga mulut

pasien edentulus penuh. (Mandikos 2008; Ona M dkk 2010; Zarb dkk 2012; Moira

PL dkk 2014; Aman K 2015 ).

Pentingnya detail morfologi jaringan perifer yang tepat pada gigi tiruan penuh

dipengaruhi bahan dan teknik border molding yang digunakan. Hal ini dikarenakan

sifat bahan yang digunakan harus dapat memenuhi ruang sulkus vestibulum dan

seluruh bahan berkontak dengan permukaan jaringan pada satu kali insersi secara

bersamaan pada saat otot dalam berfungsi. Perbedaan ukuran sulkus yang ditemukan

pada pada penelitian oleh Arora dkk 2015 dengan alat steriomikroskop diketahui

Terdapat perbedaan ukuran sulkus vestibulum yang signifikan sebesar 3,5 mm

dengan beberapa bahan border molding yaitu tissue contioner, green stick

modeling,compound, polyether, resin akrilik, dan malam. Chen pada penelitiannya

menemukan perbedaan yang signifikan antara ukuran sulkus vestibulum pada rongga

mulut dengan ukuran perifer basis gigi tiruan.sebesar 38 % pada ukuran kedalaman

dan 58% pada ukuran lebar vestibulum. Patel menyatakan ukuran ruang vestibulum

pada bahan putty polyvinylsiloxane secara signifikan lebih besar yaitu sebesar 22,77

sqmm dibandingkan dengan bahan lain seperti tissue conditioner sebesar 11,53 sqm ,

akrilik resin sebesar 14,12 mm dan green stick compound sebesar 20,50 sqmm (Patel

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2010; Chen dkk 2014; Arora dkk 2015). Hasil border molding yang tepat meliputi

keseluruhan sulkus vestibulum penting untuk menjadi panduan dalam pembuatan

basis perifer gigi tiruan penuh karana memengaruhi peripheral seal (Sanjeef 2012;

Kumar L 2014)

Periferal seal adalah kontak antara batas gigi tiruan penuh dengan jaringan

yang berdekatan untuk mencegah masuknya udara atau benda lainya (Glossary of

Prosthodontics 2005). Hal ini merupakan salah satu faktor retensi gigi tiruan penuh.

Retensi gigi tiruan adalah daya tahan terhadap gaya yang melepaskan gigi tiruan

dalam arah yang berlawanan dengan arah pasang. Selain peripheral seal faktor

retensi lain yang bekerja pada gigi tiruan penuh adalah adhesi, kohesi, tekanan

atmosfer, kesejajaran dinding linggir alveolus, rotasi arah pasang, muskular, tegangan

permukaan dan gravitasi (Zarb dkk 2012).

Pengukuran retensi gigi tiruan pada beberapa penelitian yaitu diantaranya

menggunakan digital force gauge, push and pull gauge analog, modifikasi whipmix

earpiece facebow dan alat custom made. Penelitian yang dilakukan yang dilakukan

oleh Rizk (2008) diketahui bahwa terdapat perbedaan retensi gigi tiruan penuh pada

beberapa bahan border molding yaitu border molding dilakukan dengan green stick

modeling compound dengan bahan cetak zinc oxide eugenol yaitu 1311,2 gms , pada

medium body sebagai bahan border molding dengan light body sebagai bahan cetak

1640,7 gms, dan 3401,4 gms pada bahan border molding puty dengan bahan cetak

light body. Pada penelitian ini terlihat bahwa retensi pada puty polyvinylsiloxane

sebagai bahan border molding lebih tinggi dibandingkan ke dua bahan lainnya.

Qanunggo dkk (2016) menyatakan retensi dengan menggunakan green stick modeling

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


compound sebesar 9.0560 kgf, yang lebih baik dibandingkan dengan proses border

molding dengan heavy body polyvinylsiloxane yaitu 8.2650 kgf. Penelitian yang

dilakukan Yarapatineni dkk 2015 yang melihat retensi pada border molding dengan

bahan puty polivinylsiloxane yaitu sebesar 8011.43 gms, sedangkan pada Kheur dkk

2015 menyatakan heavy body polyvinylsiloxane memiliki efisiensi terbaik sebagai

bahan border molding (Yarapatineni dkk 2015; Kheur dkk 2015; Qanunggo dkk

2016)

Penggunaan pemindai digital dengan teknologi computer aided design dan

computer aided manufacture (CAD / CAM) pada proses pembuatan gigi tiruan

memiliki kelebihan dalam hal keakuratan. Al Jobouri (2015_ menyatakan keakuratan

pada penggunaan CAD / CAM sampai 20 µm. Pemindai digital ektra oral terbagi atas

dua jenis yaitu pemindai dengan sistem kontak dan nonkontak. Pada sistem non

kontak penggunaan sinar laser dengan prosedur triangulasi. Pemindai ini melakukan

pengumpulan data tiga dimensi dari model yang diambil dari proses pencetakan

kemudian data dikalkulasikan menggunakan software (Aghazawi TF 2015; AlJubouri

O dan azari A 2015; Susic I dkk 2017 ).

1.2 Permasalahan

Pasien edentulus yang pada umumnya merupakan lanjut usia membutuhkan

perawatan gigi tiruan penuh. Border molding merupakan salah satu tahapan penting

dalam proses pembuatan gigi tiruan yang bertujuan untuk mendapatkan rekam detail

morfologi jaringan perifer yang akurat. Terdapat berbagai bahan dan teknik untuk

hasil border molding yang baik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bahan yang sampai saat ini masih sering digunakan adalah green stick low

fusing compound, yang merupakan bahan termoplastik yang memiliki titik lebur 45 0

dan mengeras pada suhu tubuh 37º sehingga memiliki waktu kerja pendek yang

membutuhkan beberapa kali insersi dengan aktivasi otot yang dilakukan operator.

Bahan compound juga merupakan bahan cetak yang memiliki viskositas yang tinggi

sehingga menyebabkan kekurangan pada hasil rekam detail morfologi jaringan

perifer.

Para peneliti menyatakan bahan lain seperti polyether, tissue conditioner,

resin akrilik danpolyvinylsiloxane dapat digunakan sebagai bahan border molding.

Bahan polivylsiloxane merupakan salah satu pilihan dalam proses border molding

dikarenakan sifat bahan yang dimilikinya yaitu keakuratan dan waktu kerja yang

cukup panjang. Waktu kerja polivylsiloxane yaitu mencapai empat menit sehingga

bahan masih dalam keadaan elastik untuk dilakukan insersi one step dengan gerakan

fungsional oleh pasien. Gerakan fungsional pada single step border molding

memiliki kelebihan yaitu menunjukkan hasil rekam detail morfologi daerah perifer

lebih baik dibandingkan gerakan manual yang dilakukan oleh operator karena sesuai

dengan kekuatan tonus otot.

Polyvinylsiloxane tersedia dalam beberapa viskositas yaitu rendah, reguler,

tinggi dan sangat tinggi. Perbedaan viskositas ini dikarenakan jumlah filler yang

terdapat pada bahan base polivylsiloxane. Selain memengaruhi viskositas, perbedaan

jumlah filler juga memengaruhi sifat bahan yaitu tensile stregth, tear strength dan

rigiditas. Sifat-sifat bahan tersebut memengaruhi keakuratan hasil pencetakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Ketepatan hasil border molding memengaruhi perferal seal yang merupakan salah

satu faktor retensi gigi tiruan.

Berdasarkan beberapa pertimbangan dari perbedaan bahan dan teknik border

molding di atas, maka peneliti merasa perlu mengevaluasi pengaruh bahan dan teknik

border molding terhadap detail morfologi jaringan perifer dan retensi basis gigi tiruan

pada pasien edentulus RSGM USU.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas maka ditetapkan rumusan masalah sebagai

berikut :

1. Berapa ukuran detail morfologi jaringan perifer basis gigi tiruan

menggunakan bahan border molding heavy body dan putty polyvinilsiloxane dengan

teknik fungsional dan manual pada pasien edentulus di RSGM USU?

2. Berapa nilai retensi basis gigi tiruan dengan menggunakan border molding

heavy body dan putty polyvinilsiloxane dengan teknik fungsional dan manual pada

pasien edentulus di RSGM USU?

3. Apakah ada pengaruh bahan border molding heavy body dan putty

polyvinilsiloxane dengan teknik fungsional dan manual terhadap detail morfologi

jaringan perifer basis gigi tiruan pada pasien edentulus di RSGM USU?

4. Apakah ada pengaruh bahan border molding heavy body, dan putty

polyvinilsiloxane dengan teknik fungsional dan manual terhadap retensi basis gigi

tiruan pada pasien edentulus di RSGM USU?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk :

1. Mengetahui ukuran detail morfologi jaringan perifer basis gigi tiruan

menggunakan bahan border molding heavy body, dan putty polyvinilsiloxane dengan

teknik fungsional dan manual pada pasien edentulus di RSGM USU .

2. Mengetahui nilai retensi basis gigi tiruan menggunakan bahan border molding

heavy body dan putty polyvinilsiloxane dengan teknik fungsional dan manual pada

pasien edentulus di RSGM USU .

3. Mengetahui pengaruh bahan border molding heavy body dan putty

polyvinilsiloxane terhadap detail morfologi jaringan perifer basis gigi tiruan dengan

teknik fungsional dan manual pada pasien edentulus di RSGM USU .

4. Mengetahui pengaruh bahan border molding heavy body dan putty

polyvinilsiloxane terhadap retensi basis gigi tiruan dengan teknik fungsional dan

manual pada pasien edentulus di RSGM USU.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Menambah wawasan dan pengetahuan di bidang Kedokteran Gigi, khususnya

bagian Prostodonsia tentang bahan dan teknik border molding yang digunakan pada

pencetakan fisiologis gigi tiruan penuh agar mendapatkan retensi gigi tiruan yang

maksimal.

2. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai bahan dan teknik border

molding

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai detail morfologi jaringan

perifer basis gigi tiruan penuh

4. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai retensi basis gigi tiruan

penuh.

1.5.2 Manfaat Praktis

1.5.2.1 Klinis

Membantu dokter gigi dalam hal pemilihan bahan dan teknik border molding

pada proses pencetakan fisiologis gigi tiruan penuh pada pasien edentulus di RSGM

USU.

1.5.2.2 Laboratoris

Membantu dokter gigi dalam memberi informasi yang akurat tentang detail

morfologi jaringan perifer gigi tiruan penuh kepada tekniker pada pembuatan basis

gigi tiruan penuh agar tercapainya gigi tiruan penuh yang retentif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Edentulus

Edentulus penuh merupakan suatu kondisi hilangnya seluruh gigi asli atau

keadaan tak bergigi pada rahang atas dan rahang bawah didalam rongga mulut.

Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh kerusakan gigi, periodontitis, ataupun karena

trauma. Edentulus mempunyai dampak negatif terhadap kualitas hidup mencakup

fungsi pengunyahan, penampilan, kemampuan berbicara, dan kepercayaan diri.

Menurut World Health Organization (WHO) Global Oral Data Bank pada tahun

2005, prevalensi edentulus penuh pada usia lebih dari 65 tahun yaitu 58% di Kanada,

41% di Finlandia dan 46% di Inggris. Berdasarkan National Health and Nutrition

Examination Survey di United State yang dilaksanakan dari tahun 2011-2012 hampir

19% edentulus penuh terjadi pada usia lebih dari 65 tahun, sedangkan pada usia 75

tahun keatas prevalensi edentulus penuh dua kali lebih banyak yaitu sebesar 26%

dibandingkan pada usia 65 – 75 tahun yang hanya sebesar 13%, hal ini menunjukkan

tingginya demografi usia pasien geriatrik (Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2013).

Pasien edentulus yang sebagian besar merupakan pasien lanjut usia yang

memiliki perbedaan fisiologis kondisi kesehatan sehingga menyebabkan kebutuhan

pelayanan kesehatan kesehatan yang khusus. Pertumbuhan usia lanjut usia secara

konstan bertambah setiap tahunnya. Geriatrik merupakan ilmu yang mempelajari

keadaan pasien lanjut usia. Studi epidemiologi menunjukkan 17 % mengalami

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


keterbatasan dan 50 % dari komunitas lanjut usia adalah edentulus (Razak PA dkk

2014) .

Kriteria menurut menurut Departemen Kesehatan tahun 2009 yaitu (Tarigan AP

2015) :

1. Masa Balita = 0 – 5 tahun,

2. Masa Kanak-kanak = 5 – 11 tahun.

3. Masa Remaja Awal = 12 – 16 tahun.

4. Masa Remaja Akhir = 17 – 25 tahun.

5. Masa Dewasa Awal = 26- 35 tahun.

6. Masa Dewasa Akhir = 36 - 45 tahun.

7. Masa Lansia Awal = 46 - 55 tahun.

8. Masa Lansia Akhir = 56 – 65 tahun.

9. Masa Manula = 65 – sampai atas

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4

yaitu

1. Usia pertengahan (middle age) = 45 -59 tahun,

2. Lanjut usia (elderly) = 60 -74 tahun

3. Lanjut usia tua (old) = 75 – 90 tahun

4. Usia sangat tua (very old) = > 90 tahun

Penyakit pada lanjut usia sering berbeda dengan dewasa muda, karena penyakit pada

lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat penyakit dan

proses menua, yaitu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan

fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap penyakit (termasuk infeksi)

dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Pusat data dan informasi kementrian

kesehatan republik Indonesia (2013))

Hal- hal yang perlu diperhatikan pada pasien lansia dalam perawatan prostodontik

(Tarigan AP 2015) :

 Keadaan sistemik yang melemahkan keadaaan lanjut usia. Sering sekali hal ini

menyebabkan pengabaian kesehatan rongga mulut dan perawatan gigi tiruannya.

Pada pasien dengan penyakit kronis menjaga kebersihan rongga mulut merupakan

cara yang paling mudah dan efektif untuk mencegah terjadinya karies dan penyakit

periodontal.

 Perubahan neurophysiological :

Berat otak kurang lebih 350 gr pada saat kelahiran pada saat kelahiran

kemudian meningkat menjadi 1,375 gram pada usia 20 tahun, berat otak mulai

menurun pada usia 45 – 50 tahun penurunan kurang lebih 11 % dari berat maksimal.

Berat dan volume otak berkurang rata-rata 5-10 % selama usia 20-90 %. Otak

mengandung lebih dari 100 juta sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi

menyalurkan impuls listrik dari susunan syaraf pusat pada penuaan otak kehilangan

100.000 neuron/ tahun. Neuron dapat mengirimkan sinyal kepada beri- ribu sel lain

dengan kecepatan 200 mil/jam

Fungsi organ pada sistem syaraf pusat menurun seiring pertambahan usia , hal ini

membatasi kapasitas pergerakan otot-otot pada lanjut usia. Hal ini menyebabkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


proses adaptasi gigi tiruan pada lanjut usia lebih lambat serta lebih sulit dalam

mengikuti gerakan otot yang baru.

 Perubahan keadaan kejiwaan :

Ciri- ciri kepribadian dasar mungkin tetap stabil sepanjang masa tua, namun

diprediksi perubahan relatif dapat terjadi pada aspek lain dari kepribadian seseorang.

Pola perubahan kepribadian mental dan sikap lansia merupakan interaksi kompleks

dari pengalaman masa lalu, ketuaan fisiologis dan perubahan sosial ekonomi lansia.

Perubahan dalam kemampuan fisik, penampilan dan serta peranan lansia tersebut

didalam kehidupan keluarga dan di masyarakat sering menimbulkan stress yang

sangat besar pada lansia.

 Perubahan keadaan rongga mulut :

Terjadinya atropi yang progresif pada otot otot pengunyahan, labial dan bukal

merupakan gejala dari proses penuaan. Atropi pada otot- otot pengunyahan secara

signifikan mengurangi efesiensi pengunyahan sehingga sebaiknya disarankan

konsumsi diet lunak yang mudah dikunyah.

2.2 Gigi Tiruan Penuh

Gigi tiruan penuh merupakan salah satu pilihan perawatan yang diberikan

kepada pasien edentulus penuh. Gigi tiruan penuh adalah gigi tiruan yang digunakan

untuk mengganti seluruh gigi yang hilang pada rahang atas dan rahang bawah yang

didukung oleh mukosa, jaringan ikat, dan tulang (Zarb dkk 2012).

2.3 Pencetakan Fisiologis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tujuan utama pencetakan fisiologis adalah untuk mendapatkan perluasan

maksimal dari keseluruhan jaringan pendukung dan struktur pembatas gigi tiruan

penuh dan menghindari jaringan yang bergerak ketika gerakan fungsional (Park C

dkk 2016, Madhaf VN dkk 2012)

Prinsip dasar yang harus diikuti pada proses pencetakan adalah (Zarb dkk

2012, Madhav VN dkk 2012)

 Hasil pencetakan harus mencapai jaringan pendukung dan pembatas gigi tiruan

 Batas perifer pencetakan harus harmonis dengan batas fungsional dan antomis

pendukung gigi tiruan dan jaringan lunak, sehingga gerakan fungsional

dianjurkan untuk mendapatkan tersebut

 Terdapat ruangan yang cukup untuk penempatan tempat bahan cetak

 Mekanisme arah masuk sendok cetak sesuai dengan keadaan linggir dan jaringan

lunak yang ada.

 Permukaan hasil cetakan harus sesuai dengan permukaan jaringan dan ukuran

jaringan yang dicetak

Beberapa teknik pencetakan untuk mendapatkan pencatakan fisiologis yang

optimal diantaranya adalah mucocompresive dan selective pressure yang

mengkombinasi teknik mucostatic dan teknik penekanan pada bagian stress bearing

area dengan non stress bearing area yang memerlukan relief (Tiwari P dkk 2014).

2.3.1 Prosedur Pencetakan Fisiologis

Sebelum pencetakan fisiologis harus dipastikan bahwa keseluruhan daerah

pendukung dalam keadaan sehat, tidak terdapat inflamasi yang dapat menyebabkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


distorsi. Hal ini diperlukan karena gigi tiruan yang akan dibuat tidak akan sesuai

dengan jaringan yang sudah sembuh. Untuk menghindari hal tersebut apabila pasien

sedang menggunakan gigi tiruan lama maka pasien diinstruksikan untuk tidak

menggunakannya setidaknya 24 jam sebelum pencetakan fisiologis, tetapi jika pasien

melakukan penolakan maka penggunaan tissue conditioner dapat dilakukan (Zarb dkk

2012).

2.3.2 Sendok Cetak Fisiologis

Sendok cetak fisiologis harus meliputi daerah pendukung gigi tiruan

untuk mendapatkan perluasan maksimal. Pada bagian perifer sendok cetak dilakukan

pengurangan dua sampai tiga mm sebagai tempat bahan border molding. Relief

dilakukan pada frenulum, batas sendok cetak harus mencapai batas vibrating line

dan hamular notch. Prosedur try in harus dilakukan sebelum pencetakan fisiologis

dan apabila terdapat overextension sendok cetak maka dilakukan pengurangan. Wax

digunakan sebagai spacer dengan ketebalan 1-2 mm. Keseluruhan perifer dan daerah

posterior palatal seal tidak boleh tertutupi oleh bahan spacer karena akan diisi oleh

bahan border molding. Bahan border molding ini mengisi keseluruhan sulkus

alveolus. Batas sendok cetak ditandai dengan pulpen yang tidak bisa dihapus pada

hasil pencetakan fisiologis kemudian dipindahkan pada model (Zarb 2012) .

Jika hasil pencetakan akurat dan basis sendok tepat sesuai dengan hasil

pencetakan, maka akan terbentuk kontak langsung antara basis dengan mukosa. Jika

batas perifer basis terlalu pendek maka jaringan akan terlihat di sulkus, jika basis

terlalu panjang dari jaringan akan terjadi lompatan elastik yang akan mendesak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


basis gigi tiruan (gambar 2.1). Kedua hal ini akan menyebabkan hilangnya

peripheral seal dan gigi tiruan menjadi tidak retentif. Evaluasi panjang sendok cetak

dapat dilihat dengan bantuan berbagai bahan, salah satunya menyatakan

penggunaan katalis bahan polyvinylsiloxane sebagai bahan memeriksa perluasan

sendok cetak fisiologis (Bhat V 2016; Qureishi I dkk 2011).

Gambar 2.1: Tepi perifer sendok cetak yang terlalu


panjang

Sumber : Bath V, Shetty S, Kamath J,


Shennoy KK (2016). Asimple method to check the
border extension ofcustom tray.Annals of
international medical anddental research 2 (1)

2.4 Border Molding

2.4.1 Pengertian

Border molding adalah prosedur untuk membentuk daerah perifer sendok

cetak fisiologis dengan manipulasi jaringan lunak yang berdekatan dengan batas

sendok cetak menggunakan gerakan fungsional ataupun manual untuk menduplikasi

bentuk dan ukuran sulcus vestibulum (Glossary of Prosthodontics 2005). Proses ini

perlu dilakukan untuk memastikan ketepatan sendok cetak untuk mendapatkan

peripheral seal yang optimal. Tujuan utama proses border molding untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mendapatkan perluasan maksimal dan keakuratan batas tepi perifer tanpa jaringan

terlipat ketika berfungsi. Hal ini akan membentuk retensi gigi tiruan penuh yaitu

terbentuknya peripheral seal disekitar tepi basis gigi tiruan penuh untuk mencegah

masuknya udara ketika dalam keadaan istirahat maupun berfungsi (Arora dkk 2015,

Mittal S dkk 2012, Zarb dkk 2012).

Krynsky dkk menyatakan bagian sulcus vestibulum anterior dari

pencetakan merupakan bagian yang paling dapat dilihat dikarenakan pada bagian ini

terdapat otot yang memiliki serat serat. Evaluasi hasil proses border molding harus

dalam keadaan membulat, tidak terpat penonjolan sendok cetak fisiologis pada

daerah border molding (dikutip dari Arora dkk 2015,Mittal S dkk 2012).

2.4.2 Bahan

2.4.2.1 Green Stick Modeling Compound

Green stick modeling compound merupakan bahan low fusing compound.

Penggunaan bahan ini sebagai bahan border molding pertama sekali dilakukan oleh

Green bersaudara pada tahun 1907, kemudian diperkenalkan secara luas pada tahun

1976 oleh Universitas Washington ( Arora AK dkk 2015).

2.4.2.1.1 Sifat Bahan

Bahan ini merupakan termoplastik yang berbentuk balok yang berwarna

merah atau batangan berwarna hijau, merah dan abu-abu, perbedaan warna ini

menunjukkan perbedaan suhu lebur dari masing masing bahan. Komposisi bahan

compound adalah malam dan resin termoplastik yang merupakan bahan utama

sebagai pembentuk matriks, tambahan fillers untuk menambah viskositas bahan.

Mekanisme pengerasan bahan compound merupakan proses yang reversible. Sifat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bahan yang termoplastik membutuhkan pemanasan dan digunakan sewaktu dalam

masih hangat, yaitu sekitar 45o C dan mengeras pada rongga mulut yaitu pada suhu

37o. Untuk melunakkan bahan dibutuhkan pemanasan dengan api atau perendaman

dengan air panas yang terkendali untuk mencapai suhu yang melukkan bahan. Pada

penggunaan api secara langsung, bahan compound tidak boleh dipanaskan sampai

mendidih dan menguap begitu juga dengan pengunaan perendaman air panas,

perendaman yang terlalu lama atau suhu yang terlalu panas akan menyebabkan unsur

molekul yang ringan akan terlepas yang menyebabkan meningkatnya kerapuhan dan

/atau keburaman bahan. Proses border molding bahan compound harus dilakukan

dengan suhu yang tepat agar bahan secara perlahan berubah menjadi keadaan plastis.

Keseluruhan bahan harus dalam keadaan lunak ketika diletakkan pada sendok cetak

dan tetap dalam keadaan plastis ketika proses border molding dilakukan. Ketika

sendok cetak diletakkan pada mulut, harus dalam keaadaan posisi pasif sampai suhu

compound menurun dibawah suhu lebur nya. Sendok cetak baru boleh dikeluarkan

ketika bahan compound mencapai suhu rongga mulut. Percikan air dingin pada

sendok cetak dilakukan pada rongga mulut untuk mencapai pengerasan yang

maksimal ketika sendok cetak dikeluarkan dari rongga mulut. (Zarb dkk 2012)

Bahan cetak compound merupakan bahan yang paling kental dibandingkan

bahan cetak lainnya. Tingginya viskositas ini secara signifikan mempengaruhi dua

hal, yaitu mempengaruhi detail hasil cetakan dan karakteristik compound sebagai

bahan cetak mukokompresif (McCabe 1985).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Table 2.1 : Nilai viskositas bahan cetak

Sumber : Mccabe JF. Anderson’s (1985). Anderson’s applied dental materials. Six
edition. Blackwel sientific publications
No Bahan Cetak Viskositas (Pas)

1 Compound 4000

2 Impression plaster 60

3 Zinc oxide /eugenol paste 60

4 Alginate 50

5 Light body elastomer 30

6 Putty elastomer 800

Compound terdiri atas 2 tipe berdasarkan manipulasinya (Zarb dkk 2012) :

1. Tipe 1 (titik lebur rendah)

 Bentuk balok : Bahan cetak untuk gigi tiruan penuh, bahan ini melunak

dengan pemanasan, diletakkan pada pemanasan dan ditempatkan pada

mukasa sebelum menjadi dingin

 Bentuk batang : Sebagai bahan border molding untuk sendok cetak

fisiologis

2. Tipe II ( titik lebur tinggi)

Digunakan sebagai bahan sendok cetak yang membutuhkan adaptasi.

Biasanya digunakan pada pencetakan anatomis pada jaringan lunak. Lalu digunakan

sebagai sendok cetak untuk mendukung bahan cetak kedua zinc oxide pasta,

hydrocolloids dan nonaquagennus elastomer

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Beberapa pertimbangan penting pada penggunaan bahan compound. :

1. Bahan ini memiliki suhu lebur yang sangat rendah oleh karena itu dibutuhkan

waktu untuk mencapai pemanasan dan pendinginan. Stress yang disebabkan tekanan

menyebabkan distorsi pada saat pengerasan bahan, yaitu ketikan sendok cetak

dikeluarkan dari rongga mulut, bahan masih dalam keadaaan pendinginan yang tidak

sempurna karena bagian dalam dari bahan compound masih dalam keadaan lunak.

2. Penggunaan air menyebabkan pelunakan dalam keadaan basah dapat

meyebabkan daya alir yang berlebih pada suhu ronggu mulut yang menyebabkan

distorsi hasil cetakan ketika dikeluarkan dari rongga mulut

3. Sendok cetak yang digunakan harus cukup kuat dan keras untuk mendukung

bahan dan menghindari hasil cetakan.

2.4.2.1.2 Kelebihan dan Kekurangan

Bahan green stick modeling compound memiliki beberapa keuntungan yaitu (Arora

AK 2015,Qanungo dkk 2016) :

 Bahan compound dapat di disinfektan dengan perendaman dengan sodium

hypocloride, iodophors, atau phonelic glutahardehydes. Setelah dilakukan

perendaman beberapa saat, di bilas dengan dan air lalu diisi secepatnya.

 Tersedia luas di pasaran

 Biaya yang lebih murah

Bahan green stick compound memiliki kekurangan ( Zarb dkk 2012; Arora

dkk 2015) :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


 Viskositas bahan relatif tinggi menyebabkan keterbasan dalam pencetakan yang

rinci

 Hasil pencetakan harus diisi secepatnya setidaknya dalam satu jam

pertama.untuk menghidari distorsi disebabkan proses relaksasi bahan compound,

yang terjadi dalam waktu singkat

 Memerlukan insersi yang berulang sehingga mengurangi rasa nyaman pasien

 Memiliki waktu kerja yang pendek sehingga tidak terdapat cukup waktu untuk

melakukan gerakan fungsional

Park C dkk (2016) menyarankan penggunaan compound stick gun untuk

menghilangkan kekurangan yang terdapat pada bahan green stick modelling

compound tetapi ketersediaan alat tersebut masih terbatas serta harga yang mahal

(Park dkk 2016).

Pentingnya hasil detail morfologi perifer yang tepat pada gigi tiruan penuh

dipengaruhi jenis bahan border molding yang digunakan. Hal ini dikarenakan oleh

sifat bahan yang digunakan harus dapat memenuhi jaringan sulcus vestibulum

ronggga mulut dan seluruh bahan berkontak dengan seluruhan permukaan jaringan

pada satu kali insersi secara bersamaan sehingga periferal seal basis gigi tiruan penuh

dapat tercapai. Perbedaan lebar sulkus yang ditemukan pada pada penelitian oleh

Arora dkk 2015, yaitu lebar dan tinggi sulkus dengan beberapa bahan border molding

yaitu green stick modeling compound, memiliki perbedaan yang signifikan sebesar

3,5 mm ( Arora dkk 2015).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.4.2.2 Tissue Conditioner

2.4.2.2.1 Sifat Bahan

Tissue conditioner atau merupakan short term soft liner yang memiliki

sifat lunak, resilient, dari bahan methacrilate resin yang biasanya digunakan sebagai

bahan liner sementara. Keadaan lunak tissue conditioner merupaka proses fisika yang

tidak menyebabkan reksi kimia atau menghasilkan zat monomer yang dapat

menyebabkan kerusakan jaringan. Pada saat pengadukan antara bahan bubuk dan

cairan, alkohol yang berfungsi sebagai plasticizer bersatu membentuk bulatan-

bulatan kecil methcrylate yang dapat mengembang. Keadaan lunak ini melibatkan

rantai polimer luar yang berdampingan dengan bulatan bulatan kecil yang sedang

mengembang, yang menghasilkan jel yang lengket dan sifat kohesi yang tinggi. Pada

penggunaan sebagai soft liner, tissue conditioner dianjurkan diganti setiap 3-4 hari.

Hal ini dilakukan karena bahan ini akan kehilangan sifat viskoelastiknya.

Komposisi bahan tissue conditioner, terdiri dari :

1. Bubuk, yang terdiri dari polymer/ liquid yang biasanya terbentuk dari

polymethylmethacrilate (PMMA) atau kopolimer.

2. Cairan, berisi campuran ethyl alchohol sebagai solvent dan aromatic ester

(dibuthylphthalate) yang berfungsi sebagi plasticizers.

Arora dkk (2015) menyatakan bahwa tissue conditioner merupakan bahan

border molding yang paling fungsional dan fisiologis karena memiliki sifat bahan

yang mengalir dalam jangka waktu yang panjang (Arora dkk 2015). Fase kritis pada

penggunaan tissue conditioner pada saat menuangkan pada sendok cetak karena

memiliki karakteristik plastis maka proses penempatan sendok cetak pada rongga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mulut harus dilakukan secepatnya, dan bahan ini juga mempunyai kecendrungan

untuk merosot pada waktu pengerasan dibutuhkan sendok cetak atau basis yang dapat

didukung secara adekuat. Pada daerah post palatal seal harus diberi tanda pada model

fisiologis karena pada periode plastis, tissue conditioner tidak memiliki kekuatan

yang cukup untuk menggerakkan jaringan pada daerah ini (Baslav V dkk 2014)

2.4.2.2.2 Kelebihan dan kekurangan

Keuntungan tissue conditioner sebagai bahan border molding adalah

(Zarb dkk 2012; Tiwari P 2014; Arora AK 2015) :

 Merupakan bahan yang bersifat viskoelastik

 Memiliki waktu pengerasan yang panjang

 Bersifat hidrofillia

 Dapat mengalir secara simultan dibawah tekanan dan hal ini berbanding terbalik

dengan waktu walaupun berubah menjadi kaku tetapi tidak kehilangan sifat

resilientnya

Kerugian bahan tissue conditioner sebagi bahan border molding

adalah :

 Membutuhkan dukungan basis sementara atau gigi tiruan yang lama

2.4.2.3 Polyvinylsiloxane

2.4.2.3.1 Sifat Bahan

Polyvinylsiloxane (PVS) atau biasa disebut silikon addisi. Bahan ini

terdiri dari beberapa viskositas. Komposisi bahan base polyvinylsiloxane adalah

polymethylhydrosiloxane ( polimer yang memiliki berat molekul rendah ) Sedangkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bahan liquid accelerator adalah divinyl polymethil siloxane, siloxane prepolymers

lainnya dan platinum cast sebagai katalis dan bahan retarder untuk mengkontrol

waktu pengerasan. Waktu kerja polyvinylsiloxane selama dua sampai 4 menit dan

waktu pengerasan selama tiga sampai tujuh menit (Zarb dkk 2012).

Bahan polivinilsiloxane terdiri dari polimer silikon yang mengandung vinyl

dan hydrogen yang dapat berpolimerisasi dengan tambahan katalis platinum salt

seperti asam kloropatinik tanpa mengeluarkan produk sampingan sehingga memiliki

stabilitas dimensi yang baik. Karena ketidakmurnian dan kelembapan yang dengan

reaksi keduanya dapat terjadi antara hydrates dengan kelembapan menghasilkan gas

hidrogen yang pada akhirnya menyebabkan terbentuknya ruangan kosong akibat

terperangkapnya gas pada model gipsum yang pada akhirnya mengurangi ikatan

silang dari struktur polimer. Produsen polivinylsiloxane menyarankan pengisian

pencetakan dilakukan setidaknya satu jam setelah pencetakan untuk memastikan

keseluruhan reaksi sudah terjadi tetapi formula polyvinysiloxane terbaru sudah

dimodifikasi untuk mencegah terbentuknya gas hydrogen (Zarb dkk 2012) (gambar

2.2).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.2 : Polimerisasi polyvinylsiloxane.

Sumber : Annusavice, Shen , Rawls (2013)


Phillips science of dental material. 13ed . USA : Elsivier

Polyvinylsiloxane merupakan bahan yang memiliki sifat elastic recovery

paling baik diantara bahan cetak lainnya, dan juga memiliki akurasi dimensi yang

baik karena tidak menghasilkan produk samping dari reaksi polimerisasinya dan

curing shrinkage yang rendah yaitu sebesar 0,17% dan deformasi permanen 0,05 - 0,3

% serta stabilitas dimensi yang tinggi sehingga tidak harus dilakukan pengisian

langsung pasca pencetakan, tetapi stabilitas dimensi polyvinylsiloxane dipengaruhi

suhu dan ketebalan bahan cetak. Perubahan dimensi terbesar ketika polyvinylsiloxane

disimpan pada suhu yang tinggi. Suhu yang dianjurkan adalah 21 + 2 o C. Ketebalan

bahan polyvinylsiloxane yang dianjurkan adalah 1,5 – 2 mm, untuk meminamalisir

perubahan dimensi yang dapat terjadi. Suhu juga mempengaruhi waktu kerja

polyvinylsiloxane. Waktu kerja dimulai dari saat pengadukan sampai berakhirnya fase

plastis dari bahan. Selain mempengaruhi stabilitas dimensi suhu yang lebih tinggi

juga mempercepat waktu kerja. Dikarena sifat stabilitas dimensi yang dimiliki

polyvinylsiloxane maka pengisian cetakan dapat dilakukan sampai empat minggu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


setelah pencetakan dan dapat pengisian berulang hasil cetakan (Annusavice dkk 2012;

Concalev FS dkk 2011)

Kurangnya adhesive strength antara bahan polyvinylsiloxane dengan

sendok cetak dapat menyebabkan deformasi, sehingga dibutuhkan adhesive tray pada

penggunaan polyvinylsiloxane. Penelitian terdahulu menyatakan bond strength antara

polyvinylsiloxane dengan bahan resin akrilik adalah sekitar 0,13 sampai 1,09 MPa

(Daou EE 2010; Ona M dkk 2010).

Sifat mekanis bahan yang kuat dapat menahan berbagai gaya yang

melepaskan tetapi masih memiliki kestabilan dimensi dan integritas. Tear strength

pada polyvinylsiloxane yaitu mekanisme putusnya bahan cetak yang disebabkan

pelebaran pada tempat yang terkonsentrasi tekanan yang tinggi berupa kerusakan,

atau deformasi. Chai dkk dalam penelitian yang membandingkan berbagai bahan

cetak menyatakan polyvinylsiloxane memiliki toleransi strain yang besar sehingga

menyebabkan tidak rusaknya hasil cetakan melewati jaringan yang memiliki undercut

(Zarb dkk 2012; Re D dkk 2015).

Viskositas adalah daya tahan cairan untuk mengalir. Bahan

polyvinylsiloxane terbagi atas beberapa viskositas yaitu rendah, medium, tinggi dan

sangat tinggi. Perbedaan viskositas ini disebabkan oleh perbedaan jumlah filler.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan semakin banyak jumlah filler maka semakin

baik pula keakuratannya dan semakin tinggi viskositas, semakin menurun

penyusutannya. Pada polyvinylsiloxane yang memiliki viskositas rendah mengalami

perubahan dimensi lebih banyak dikarenakan sedikitnya jumlah filler yang ada.

Viskositas polyvinylsiloxane dapat mempengaruhi reproduksi tensile strength,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dimentional stability, detail reproduction dan tear stregth. Tensile strength adalah

gaya yang disebabkan oleh beban yang cenderung untuk meregangkan atau

megulurkan. Re dkk 2015 menyatakan polyvinylsiloxane heavy body memiliki tear

stregth dan tensile strength lebih baik dibandingkan polyvinylsiloxane light body.

Variasi viskositas ini menjadikan polyvinylsiloxane dapat digunakan tergantung

dengan konsistensi jaringan pendukung dan tujuan pencetakan. Tear strength

diperlukan untuk melewati daerah undercut tanpa menyebabkan kerusakan. Semakin

besar viskositas bahan polyvinylsiloxane maka semakin besar efek dari shear

thinning. Keuntungan dari bahan ini adalah keakuratan yang lebih baik disebabkan

oleh karena memiliki waktu kerja yang lebih panjang yaitu 4 menit (Irfan dkk,2010).

Detail reproduction pada light body polyvinylsiloxane adalah mencapai lebar 0,02

mm dan light body polyvinylsiloxane dapat mencapai garis 1-2 ųm. Dimensional

stability pada viskositas rendah memiliki perubahan yang terbesar yaitu penyusutan

0,02- 0,05 %. Kemampuan detail reproduction polyvinylsiloxane memungkinkan

untuk mendapatkan detail morfologi sulcus vestibulum rongga mulut pasien edentulus

penuh. (Anusavic dkk 2013, Ona M dkk 2010; Mandikos 2008; Aman K 2015; Zarb

dkk 2012; Moira PL dkk 201; Dauo EE 2009; Madhav VN dkk 2012)

Rizk FN 2008 merekomendasikan menggunakan medium body

polyvinylsiloxane sebagai bahan border molding pada jaringan yang mengalami

resopsi yang cukup parah karena dapat meminimalisir tekanan pada jaringan mukosa.

Pada proses border molding viskositas putty merupakan yang paling sering digunakan

sedangkan medium / regular body serta heavy body juga disebutkan oleh peneliti.

Patel menyatakan ukuran ruang vestibulum pada bahan putty polyvinylsiloxane secara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


signifikan lebih besar yaitu sebesar 22,77 sqmm dibandingkan dengan bahan lain

seperti tissue conditioner sebesar 11,53 sqmm, akrilik resin sebesar 14,12 mm dan

green stick compound sebesar 20,50 sqmm (Rizk FN 2008; Patel dkk 2010 Aman

2015).

Sediaan bahan polyvylsiloxane dengan viskositas rendah tersedia dalam

bentuk pasta, sedangkan pada bahan viskositas tinggi yaitu putty terdapat dalam

sediaan dua buah wadah yang terdiri basis dan katalis. Dikarenakan sifat bahan yang

memiliki sifat shear thinning atau kemampuan menipis dalam tarikan maka bahan

polyvinylsiloxane dimanipulasi dengan alat otomatis yaitu dispensing gun.

Pengadukan otomatis menggunakan dispensing gun memiliki kelebihan

dibandingakan cara manual dengan Perbandingan bahan yang tepat, memperkecil

masuknya udara, kontaminasi lebih kecil,dan waktu pengadukan yang lebih singkat

(Anusavice dkk 2012)

2.4.2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan

Beberapa kelebihan bahan polyvinylsiloxane sebagai bahan border molding

(Goncalev FS dkk 2011; Zarb dkk 2012; Arora 2015 ) :

 Memiliki waktu pengerasan yang cukup lama yaitu sampai tiga sampai tujuh

menit sehingga memungkinkan untuk dilakukan gerakan fungsional oleh

pasien

 Membutuhkan jumlah insersi minimal yaitu satu kali pada setiap rahang.

 Tensile strength yang tinggi sehingga dapat melewati undercut tanpa

mengalami kerusakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


 Tidak menghasilkan produk tambahan pada saat pengerasan, sehingga

memiliki stabilitas dimensi yang baik.

Beberapa kekurangan bahan polyvinylsiloxane sebagai bahan border

molding (Daou EE 2009, Re DE dkk 2015) :

 Memerlukan tray adhesive untuk menambah perlekatan dengan permukaan

sendok cetak fisiologis

 Karena memiliki sifat hidrofobia membuatnya sulit untuk membasahi permukaan

maka permukaan jaringan lunak harus dalam keadaaan kering sebelum dilakukan

proses pencetakan. Hal ini dikarenakan struktur kimia yang mengandung grup

aliphatic hydrocarbon yang mengelilingi ikatan siloxane

Dengan beberapa kelebihan sifat bahan yang dimiliki oleh

polyvinylsiloxane sehingga dapat mencetak sulcus vestibulum. Beberapa peneliti

menyarankan penggunaannya pada proses border molding saat pencetakan fisiologis

(Arora, 2015 AK; Gupta R, 2015; Bath V, 2016).

2.4.3 Teknik

2.4.3.1 Prosedur

Pada proses border molding dilakukan aktifasi otot-otot untuk

mendapatkan cetakan otot- otot perifer gigi tiruan penuh. Pada rahang atas Hal ini

dilakukan pada bagian labial, bukal dan daerah posterior palatal seal. Aktifasi otot

ini disesuaikan dengan bahan border molding yang digunakan karena sifat bahan

yang dimilikinya. Pada bahan elastomer seperti polyvinysiloxane dan polyether

pasien dapat melakukan sendiri proses ini karena bahan ini memiliki waktu kerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang panjang. Pada bahan green stick compound proses ini harus dibantu oleh

operator (Quraishi I dkk 2010).

2.4.3.1.1 Fungsional

Prosedur gerakan otot pada proses border molding, yaitu (Zarb dkk 2012):

 Rahang atas

1. Labial :

Pasien melakukan gerakan kuat dengan bibir seperti : mengkerutkan,

senyum, membuka lebar, meringis. Gerakan gerakan ini untuk mendapatkan

penonjolan frenulum

2. Lateral posterior :

Menggerakkan rahang bawah kekiri dan kekanan. Gerakan ini untuk

mendapatkan tinggi dan lebar lateral posterior.

3. Hamular notch :

Menekankan bahan border molding pada tonjolan hamolar. dan membuka

lebar rahang bawah dengan dukungan tangan pada dagu.

4. Posterior vibrating line :

Pasien menyebutkan kata “ah” lalu dilakukan palpasi pada daerah batas

palatum keras dengan palatum lunak lalu dilakukan valsava maneuver, yaitu :

pasien diminta mengeluarkan udara melalui hidung sambil menutup kedua lubang

hidung.

 Rahang bawah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Labial :

Pasien melakukan gerakan kuat dengan bibir seperti : mengkerutkan,

senyum, membuka lebar, meringis. Gerakan gerakan ini untuk mendapatkan

penonjolan frenulum labial.

2. Bucal shelf :

Pasien membuka mulut lebar, menyeringai, dan mengerutkan mulut.

3. Messetric notch :

Pasien menutup mulut dengan dagu yang ditahan.

4. Retromolar pad :

Pasien membuka lebar lalu menutup mulut dengan dagu yang ditahan.

5. Fossa Retromylohyoid :

Bahan border molding ditekankan pada daerah fossa, lalu menjilat bibir

bawah, kiri dan kanan pipi lalu menelan

6. Batas anterior lingual :

Pasien menjilat bibir atas dan bawah dari kiri ke kanan pipi lalu menekankan

lidah pada pegangan sendok cetak maka pterymylohyoid akan tercetak.

Tujuan penekanan jaringan pada daerah posterior palatal seal (zarb dkk

2012) :

1. Batas perifer basis gigi tiruan penuh sebagai tempat lidah sewaktu penelanan

dan berbicara

2. Membentuk peripheral seal untuk menurunkan resiko terlepasnya gigi tiruan

pada saat mastikasi dan berbicara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Penahan akibat pasca penyusutan polimerisasi yang terjadi pada penggodokan

yang membuat basis memiliki jarak dengan palatum

2.4.3.1.2 Manual

Pada teknik border molding manual operator melakukan pencetakan

jaringan vestibular disekitar perifer sendok cetak melakukan beberapa gerakan pada

otot pipi dan bibir pasien, Jadkensen dan Redcle menyatakan gerakan border molding

secara manual menyebabkan ketegangan pada otot otot pipi dan bibir yang

menyebabkan kurangnya panjang tepi basis gigi tiruan ketika otot-otot kembali pada

posisi istirahat. Sebaliknya batas perifer gigi tiruan penuh harus berkontak secara

pasif dengan otot-otot sekitarnya ketika dalam keadaan istirahat (dikutip dari Arora

dkk 2015).

2.4.3.2 Insersi
Teknik Konvensional border molding menggunakan green stick

compound yang membutuhkan dua puluh empat kali insersi karena sifat bahan yang

termoplastik menyebabkan terbatasnya waktu kerja sehingga membutuhkan waktu

yang lebih lama pada proses pengerjaan keseluruhan proses border molding,

sedangkan pada bahan border molding elastomer yang memiliki waktu kerja yang

lebih panjang sehingga dapat dilakukan dalam satu kali insersi (Qureshi I dkk 2010).

2.4.3.2.1 Incremental / Sectional

 Pengertian

Teknik ini membutuhkan insersi berulang dari bahan border molding karena

menggunakan bahan green stick modeling compound yang merupakan bahan yang

menpunyai titik lebur yang sangat rendah, yaitu melunak pada suhu 49 oC (120oF) dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60oC (140oF). Pada prosedur border bording dengan teknik incremental, dibutuhkan

penggunaan api secara langsung untuk melunakkan bahan, tetapi proses ini tidak

boleh sampai membuat bahan mendidih. Sebelum dimasukkan ke rongga mulut,

green stick modeling compound di rendam ke dalam air panas dengan suhu > 49 oC

sekitar 5-8 detik untuk mendapatkan waktu kerja yang cukup (Annusavice 2012; Park

C dkk 2016 ).

 Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan pada proses border molding dengan teknik incremental adalah

evaluasi hasil border molding dapat dilakukan pada setiap insersi, apabila terdapat

perbaikan maka dapat dengan melakukan pengulangan ataupun penambahan bagian

tersebut secara langsung (Zarb dkk 2012).

Kesalahan yang sering terjadi pada proses border molding dengan teknik

incremental adalah pada saat operator melakukan pencetakan jaringan vestibular

disekitar perifer sendok cetak melakukan beberapa gerakan pada otot pipi dan bibir,

sedangkan penekanan pada pipi dan bibir bukan termasuk gerakan kontraksi fisiologis

otot pipi dan bibir. Ketika terjadi kontraksi otot, panjang otot menjadi berkurang dan

terbentuklah bentuk belly pada otot tersebut Kekurangan lain pada teknik incremental

menggunakan green stick compound adalah penggunaan pemanasan menggunakan

api dan air panas untuk melunakkan bahan, pada operator yang kurang

berpengalaman dapat secara tidak sengaja melukai jaringan sehingga pasien memiliki

kecemasan terhadap rasa sakit menyebabkan pasien tidak dapat dalam keadaan

relaksasi ketika proses border molding, selain itu dapat menyebabkan infeksi silang.

Apabila evaluasi hasil border molding pada satu daerah tidak tepat maka kesalahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pencetakan jaringan perifer disalah satu sisi dapat menyebabkan kesalahan simultan

yang mempengaruhi daerah yang lainnya. (Mittal S dkk 2012,Qanungo dkk 2016,

Quraishi I dkk 2010).

Pada border molding menggunakan teknik incremental rata-rata suhu

pelunakan dan pengerasan bervariasi pada beberapa bagian dari sendok cetak

fisiologis tergantung pada pemanasan di luar rongga mulut, hal ini membuat

terjadinya perbedaan viskositas pada setiap bagiannya. Pada daerah compound yang

memiliki viskositas tinggi menyebabkan penekanan yang lebih besar dan pada daerah

dengan compound viskositas rendah jaringan mendapat penekanan yang minimal

(Tiwari P dkk 2014 ) .

2.4.3.2.2 Single Step / Simultanously

 Pengertian

Teknik border molding single step adalah border molding yang

dilakukan secara simultan dalam satu kali insersi pada setiap rahang. Bahan border

molding yang digunakan untuk teknik single step harus dapat mengalir dengan

tekanan fungsional, dengan minimum elastic recovery untuk memastikan adaptasi

yang terus menerus terhadap jaringan lunak yang berubah-ubah ketika terdapat

tekanan ( Arora AK 2015)

Tissue conditioner, polyvinylsiloxane, polyether, wax dan resin akrilik

merupakan beberapa bahan yang direkomendasikan untiuk border molding sigle step

dikarenakan sifat yang dimilikinya yaitu seperti lamanya waktu kerja (Rizk FN 2008,

Qanungo dkk 2016) (gambar 2.3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.3. Border molding single step
dengan bahan medium body
polyvinylsiloxane

Sumber : Rizk FN. (2008).


Effect of different border molding material
on complete denture retention. CDJ 24 (3)
: 415-20

Mittal Sdkk (2012) mengatakan heavy body polyvinylsiloxane sering

dipergunakan sebagai bahan border molding karena dapat diletakkan di keseluruhan

perifer sendok cetak fisiologis, hanya memerlukan satu kali insersi, keakuratan yang

tinggi, stabilitas dimensi yang baik dan mudah dimanupulasi. Penggunaan bahan

putty polyvinylsiloxane sebagai bahan border molding dilakukan dengan cara setelah

pengadukan bahan, lalu dipuntir setebal 3-4 mm disekelililng perifer sendok cetak

fisiologis, termasuk daerah posterior palatal seal. Evaluasi bahan putty

polyvinylsiloxane sebagai bahan border molding pada saat akan dikeluarkan dari

rongga mulut, dengan ujung jari dilakukan tidak terdapat lekukan permanen yang

terjadi akibat penekanan tersebut. Apabila terdapat bagian dari sendok cetak terlihat

pada daerah border molding, itu menandakan pada daerah tersebut mengalami

penekanan yang berlebih (Mittal S dkk 2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


 Kelebihan dan kekurangan

Teknik single step border molding memiliki beberapa kelebihan yaitu

(Quraishi dkk 2010):

1. Menghindari terjadinya kesalahan yang simultan akibat kesalahan pada salah satu

sisi daerah border molding.

2. Membutuhkan jumlah insersi minimal yaitu dua kali untuk kedua rahang

3. Karena waktu kerja yang cukup panjang, sehingga pasien dapat melakukan
gerakan fungsional dalam proses border molding.
Kekurangan pada teknik single step border molding , adalah:
 Gerakan fungsional yang dilakukan pasien bergantung dengan keadaan muskular

pasien

 Membutuhkan bahan elastomer dan tray adhesive yang relative mahal

2.5 Struktur Anatomis Pembatas Gigi Tiruan Penuh

2.5.1 Rahang atas

Pada rahang atas struktur pembatas terbagi atas tiga area yaitu vestibulum

labial yang berada diantara kedua yaitu frenulum bukal yang terdapat pada sisi labial,

vestibulum bukal yang berada pada frenulum bukal sampai hamular notch, dan

vibrating line yang membentang diantara kedua hamular notch (Zarb dkk 2012).

2.5.1.1. Vestibulum Labial

Terbagi dua atas vestibulum labial kanan dan kiri oleh frenulum labial yang

merupakan lipatan membran mukosa pada median line. Frenulum ini tidak

mengandung otot dan tidak dapat bergerak dengan sendirinya. Bagian atas frenulum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menurun berbentuk seperti kipas dan memiliki titik temu pada bagian labial dari

linggir alveolus. Takik pada gigi tiruan penuh harus memiliki lebar dan kedalaman

yang cukup untuk dilalui frenulum saat pasien menggerakkan bibir atas. Orbicularis

oris merupakan otot utama bibir yang membentuk permukaan luar vestibulum labial.

Otot ini mendapakan dukungan dari labial flage gigitiruan dan posisi gigi anterior

pada gigi tiruan penuh. Serat-serat otot orbicularis oris melewati secara horizontal

antara bibir dan anastomose serat-serat otot buccinators. Disebabkan serat-serat otot

berada pada arah horizontal maka otot orbicularis oris hanya mempengaruhi secara

tidak langsung perluasan basis gigi tiruan penuh. Frenulum bukal membentuk garis

terpisah vestibulum bukal dan labial. Frenulum ini dapat berbentuk lipatan sendiri,

berdua ataupun berbentuk kipas yang belebar. Otot otot levator anguli oris terikat

dibawah frenulum, tergantung pada posisinya. Otot orbicularis oris mendorong

frenulum keluar dan otot buccinators mendorong kearah belakang (Zarb dkk 2013).

2.5.1.2 Vestibulum Bukal

Vestibulum bukal berada pada arah berlawanan dari tuberositas meluas dari

frenulum bukal sampai hamular notch. Ukuran vestibulum bukal bervariasi

disebabkan kontraksi otot buccinators, posisi rahang bawah dan luasnya kehilangan

tulang pada rahang atas. Ukuran dan bentuk akhiran pada distal buccal flange gigi

tiruan penuh harus disesuaikan dengan ramus dan procesus corononoid rahang bawah

dan kepada otot masetter. Ketika rahang bawah terbuka dan digerakkan kearah

berlawanan ukuran vestibulum berkurang. Ketika otot masetter berkontraksi dengan

penekanan yang kuat, akan mengurangi ukuran ruangan distal dari buccal flange gigi

tiruan penuh. Perluasan vestibulum bukal dapat tidak tepat karena tidak terlihatnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


processus corronoid ketika mulut terbuka lebar, oleh sebab itu perlu melakukan

pemeriksaan pada saat mulut hampir dalam keadaan tertutup. Ruangan ini biasanya

lebih diatas dari batas lainnya. Dasar dari membran mukosa vestibulum bukal sama

dengan yang terdapat pada vestibulum labial. Pada distal frenulum bukal dan pada

bagian atas yang dapat di palpasi terdapat akar dari tulang zygoma. Hamular notch

merupakan batas pada distal vestibulum bukal yang terletak diantara tuberositas

dengan hamulus plat medial ptrygoid, hal ini dapat di palpasi atau menggunakan

burnisher berbentuk T (Zarb dkk 2012) .

Batas vestibulum bukal rahang atas adalah tulang alveolus, mukosa bukal, bukal

frenulum, dan hamular notch. Ukuran lebar dan dalam vestibulum bukal pada setiap

individu bervariasi, salah satunya dipengaruhi resorpsi linggir alveolus yang dimulai

dari daerah bukal dan terjadi secara terus-menerusyang menyebabkan vestibulum

cenderung menjadi lebih lebar, dangkal dan memiliki lekukan yang berkurang

ketajamannya. Kesalahan dalam membentuk buccal flange menyebabkan

permasalahan retensi yaitu hilangnya peripheral seal ketika pasien tertawa atau

membuka mulut yang lebar (Chen JH dkk 2014).

2.5.1.3 Vibrating Line

Panduan penentuan posisi vibrating line dengan memerintahkan pasien mengatakan

“ah” dan palatum lunak akan terlihat terangkat. Gerakan ini hampir tidak terlihat pada

daerah anterior, hal ini terjadi disebabkan aponeurosis dan serat-serat otot tensor veli

palatine, jaringan kelenjar dan mukosa. Semua jaringan yang disebutkan diatas dapat

menyebabkan hilangnya retensi gigi tiruan. Jika bergeser beberapa millimeter lebih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sedikit ke belakang dari vibrating line, akan terjadi lebih banyak gerakan pada

palatum lunak. Batas luar vibrating line berada pada pada garis yang menghubungkan

kedua hamular notch, pada daerah midline biasanya berada pada 1-2 mm di depan

fovea palatine. Batas posterior basis gigi tiruan penuh harus meluas sampai vibrating

line (Zarb dkk 2012) (gambar 2.4).

Post palatinal seal merupakan daerah antara anterior dan posterior vibrating line

yang terdapat diantara kedua tuberositas dan berbentuk seperti garis bibir atas. Garis

vibrating line anterior merupakan batas peralihan antara jaringan yang tidak bergerak

pada palatum keras dengan jaringan yang dapat sedikit bergerak pada palatum lunak.

Posisi vibrating line dapat diketahui dengan melakukan valsava manuver yaitu pasien

diminta untuk menghembuskan udara dalam keadaan lubang hidung yang ditutup

dengan jari, selain itu dapat juga dengan metode sharry yaitu dengan meminta pasien

menyebutkan “ah” dengan suara keras. Penentuan vibrating line posterior didapatkan

dengan meminta pasien mengatakan “ah” pelan dan pendek. Fovea palatine secara

klinis terlihat berupa lekukan pada midline mukosa palatum. (Zarb dkk 2012; Goyal S

dkk 2014 ).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.4 : Pemeriksaan posisi vibrating line: (a) Posisi pterygomaxillary
notch dengan burnisher bentuk T, (b) Daerah yang adapat dilakukan
penekanan minimal pada posterior palatal seal (c) posterior palatal seal
yang sudah ditandai dengan pinsil

Sumber : Goyal S, Goyal MK, Balkrishanan D, Hedge V, Narayana


HI (2014). The posterior palatal seal : its rationale and importance : an
overview. European journal of prosthodontic 2 (2)

2.5.2 Rahang Bawah

2.5.2.1 Vestibulum Labial

Vestibulum labial pada rahang bawah berada pada sepanjang frenululum

labial sampai frenulum bukal. Lipatan mukolabial meluas dari bagian dalam bibir

dengan ke rahang bawah. Otot- otot mentalis pada daerah ini masuk sangat dekat

dengan puncak linggir dan membatasi perluasan basis baik dalamukuran panjang

ataupun ketebalannya. Frenulum labial terdiri dari serat serat otot orbicularis oris.

Kedua otot-otot ini sangat aktif pada saat membuka mulut lebar dan mengurangi

ukuran batas perifer basisi gigi tiruan penuh (Zarb dkk 2012).

2.5.2.2 Vestibulum Bukal

Perluasan vestibulum bukal rahang bawah kearah posterior dari frenulum

bukal kearah lateral posterior dari retromolar pad. Pada daerah ini basis sangat lebar.

Otot buccinators meluas dari medius anterior dan serat seratnya berakhir pada raphe

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pterygomandibular dan melekat secara lateral pada tulang external obliqe. Penekanan

dari arah oklusal untuk mengaktifir otot masetter akan menyebabkan membesarnya

otot buccinators, membentuk massetteric notch pada lateral posterior basis gigi tiruan

penuh (Zarb dkk 2012).

2.5.2.3 Vestibulum Lingual

Daerah lingual basis gigi tiruan penuh dibatasi oleh otot mylohyoid, dan

dipengaruhi oleh gerakan gerakan yang dilakukan oleh otot mylohyoid. Otot ini

berada pada anterior dari kelenjar sublingual. Batas basis dapat menjadi lebar pada

pertengahan karena otot mylohyoid mulai belekatan dekat dengan puncak linggir.

Lidah harus digerakkan keluar untuk menjilat bibir atas dan bawah serta pipi.

Mendorong lidah berlawan dari operator dapat mengaktivir perlekatan anterior otot.

Pada daerah posterior terdapat undercut yaitu fossa mylohyoid, otot mylohyoid tidak

aktif pada fossa ini (Zarb dkk 2012).

2.6 Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Gigi Tiruan Penuh

2.6.1 Daerah Pendukungan Gigi tiruan

Gigi tiruan penuh berada pada tulang yang dilapisi jaringan lunak. Basis gigi tiruan

terletak pada membran mukosa yang berfungsi sebagai bantalan antara basis gigi

tiruan dan tulang.. Gigi tiruan didukung oleh mukosa yang dapat bergerak dan

memiliki gaya kompresibilitas dan merupakan jaringan yang memiliki sifat

viskoelastik alami. Keadaan ideal mukosa didukung oleh tulang kortikal dan

mempunyai sub mukosa yang resilien yang dilpisi oleh mukosa yang berkeratin. Sub

mukosa yang resilien inilah yang memungkinkan adanya kompresibilitas sedangkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lemak dan kelenjar bekerja sebagai bantalan hidrolik, maka mukosa yang sehat

memiliki submukosa yang cukup untuk mendukung bagian intaglio basis gigi tiruan

penuh (gambar 2.5) (Jain R dkk 2012; Zarb dkk 2012) (gambar 2.5) :

 Daerah Pendukung gigi tiruan pada rahang atas :

1. Primer : Tuberositas dan palatum keras

2. Sekunder : Linggir alveolar dan rugae palatinal

 Daerah pendukung gigitiruan pada rahang bawah :

1. Primer : Buccal shelves dan retromolar pads

2. Sekunder : Lingggir alveolus

Gambar 2.5 : Anatomis pendukung gigi tiruan rahang


atas :1, Frenulum labial; 2,vestibulum labial; 3, Frenulum
bukal; 4, Vestibulum bukal; 5, Tonjolan coronoid; 6,
Linggir alveolus; 7, Tuberositas, 8, hamolar notch; 9,
posterior palatal seal; 10, fovea palatine; 11, median
palatine raphae; 12, incisisvus papilla; 13, rugae; 14,
jaringan yang dapat bergerak pada palatum lunak dank
keras.

Sumber : Zarb G, Hobkirk John A, Eckert Steven E,


Jacob Rhonda F (2012). Prosthodontic Treatment for
edentulous patients. Complete Denture and Implant
Supported Prostheses. 13th ed. Singapore : Elsiver

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.6.1.1 Daerah Pendukung gigi tiruan pada rahang atas

2.6.1.1.1 Daerah pendukung primer

Pada daerah pendukung utama (primary denture bearing area) memiliki mukosa

yang lebih tebal dan tulang sedikit / tidak dipengaruhi oleh proses resorpsi karena

merupakan jenis tulang kortikal. Dua daerah pendukung primer adalah tuberositas

dan palatum.

Torus pada palatum disebut dengan torus palatinus. Hal ini ditemukan pada

tengah palatum keras. Bentuk torus yaitu datar, nodular, lobular atau bentuk spindle.

Torus palatinus dapat mempengaruhi retensi jika melewati vibrating line karena akan

menghalangi penentuan daerah posterior palatal seal (Zarb dkk 2012).

2.6.1.1.2 Daerah pendukung sekunder

Daerah pendukung sekunder (secondary denture bearing area) dukungan

tulang adalah tulang cancellous. Gigi tiruan didukung oleh mukosa yang dapat

bergerak dan memiliki gaya kompresibilitas dan merupakan jaringan yang memiliki

sifat viskoelastik alami. Pasca pencabutan gigi geligi, tulang alveolar mengalami

resorpsi yang menyebabkan perubahan bentuk dan berkurangnya ukuran linggir

alveolus secara terus menerus. Perubahan bentuk linggir alveolus tidak hanya terjadi

pada permukaan linggir dalam arah vertikal saja tetapi juga dalam arah labio -

lingual/ palatal dari posisi awal yang menyebabkan linggir menjadi rendah, membulat

atau datar. Fenomena perubahan yang terjadi pada tulang alveolar ini sering disebut

dengan residual ridge resorption. Resorpsi linggir alveolus menyebabkan

berkurangnya tinggi linggir alveolus dan beberapa bentuk linggir alveolus yang

dipengaruhi oleh faktor-faktor etiologi yang berbeda pada setiap individu. Proses

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


resorpsi linggir alveolus dipengaruhi beberapa faktor etiologi, Zarb dkk membaginya

atas 3 kategori yaitu (Zarb dkk 2012; Kumar TA dkk 2016) :

1. Faktor anatomis

a. Resorpsi pada mandibula empat kali lebih besar dibandingkan pada maksila.

b. Wajah yang pendek dan persegi, disebabkan besarnya bebanpengunyahan

c. Alveoloplasti

2. Faktor prostodontik

a. Penggunaan gigi tiruan secara intensif

b. Keadaan oklusi yang tidak stabil

c. Penggunaan gigi tiruan imediat

3. Faktor sistemik

Penyakit yang mempengaruhi proses pembentukan tulang seperti osteoporosis, defisiensi

vitamin D, dan kelainan metabolisme fosfat/ kalsium.

Posisi anasir anterior dan posterior, tinggi, panjang dan lebar linggir alveolus

merupakan standar kriteria yang penting dalam perawatan prostodontik untuk

mendapatkan profil yang alami dan restorasi yang fungsional baik pada pasien

edentulus maupun pada pasien yang bergigi. Proses resorpsi menyebabkan

permukaan linggir tidak rata, dan pada linggir knife edge ditandai dengan jaringan

lunak yang berlebih. Oleh karena itu diperlukan palpasi pada saat pemeriksaan intra

oral untuk memastikan bentuk linggir alveolus. Radiografi sefalometri memberikan

data yang akurat untuk menentukan besarnya kehilangan tulang2. Selain itu terdapat

beberapa cara untuk menganalisa besarnya resorpsi pada linggir yaitu ; menggunakan

kaliper untuk melihat tinggi linggir, dento-counthograph, perbandingan dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


model, metode photogrammetric dan skala visual analog (Zarb dkk 20012; Jagadeesh

MS dkk 2013; Park dkk 2017).

Terdapat beberapa klasifikasi bentuk linggir, Atwood (1963) membaginya atas 6

kelas, yaitu (dikutip dari Gupta A dkk 2010) (gambar 2.6);

1. Linggir sebelum pencabutan

2. Linggir pasca pencabutan

3. High, well-rounded

4. Knife edge

5. Low, well-rounded

6. Depressed .

Gambar 2.6 : Klasifikasi linggir menurut Atwood

Sumber : Gupta A, Tiwari B, Goel H,


shekhawat H (2010) “ Residual ridge resoption, a
review “ Indian journal of dental science 3 (2):2

Zarb dkk juga mengklasifikasikan ukuran linggir alveolus rahang bawah berdasarkan

tinggi linggir atas 4 kelas yaitu1 :

1. Klas I

Tinggi linggir rahang bawah 21 mm atau lebih dengan hubungan rahang klas 1.

Keadaan ini memiliki prognosa yang baik keberhasilan perawatan gigi tiruan.

2. Klas II

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tinggi linggir rahang bawah 16-20 mm dengan hubungan rahang klas I. Bentuk

linggir dapat menahan gaya vertikal dan horizontal pada gigi tiruan penuh.

3. Klas III

Tinggi linggir rahang bawah 11-15 mm. Pasien hubungan rahang klas I, II ataupun III

dengan posisi perlekatan jaringan lunak dapat mempengaruhi retensi dan stabilitas

gigi tiruan penuh. Dibutuhkan intervensi perawatan bedah berupa tindakan

pembedahan preprostetik atau insersi implant untuk mencapai keberhasilan fungsi

gigi tiruan.

4. Klas IV

Tinggi linggir rahang bawah yang tidak adekuat dan pasien memiliki

hubungan rahang klas I, II dan III dengan posisi perlekatan jaringan lunak sangat

mempengaruhi retensi dan stabilitas gigi tiruan. Linggir tidak memiliki kemampuan

dalam menahan gaya horizontal dan vertikal. Tindakan bedah merupakan indikasi

tapi seringkali tidak dapat dilakukan dikarenakan kesehatan, kemauan, riwayat

kesehatan rongga mulut, dan keadaaan keuangan pasien

Cawood dan Howell (1988) mengklasifikasikan bentuk linggir (gambar 2.7) ;

1. Klas I : Bergigi

2. Klas II : Langsung pasca pencabutan

3. Klas III : Bentuk linggir well rounded, dengan tinggi dan lebar linggir yang

adekuat dengan ketinggin linggir > 6 mm

4. Klas IV : Bentuk linggir knife edge, dengan tinggi linggir yang adekuat

tetapi lebar linggir tidak adekuat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Klas V : Bentuk linggir depressed, dengan terdapatnya kehilangan tulang

basilar

Gambar 2.7 : Klasifikasi linggir rahang atas menurut


Cawood dan Howell

Sumber : Cawood JI, Howell RA (1988). A Classification


of the edentulous jaws. Int J Oral Maxillofacial. 17 : 232-
236

Klasifikasi tinggi linggir alveolus menurut Cawood dan Howell dilakukan

dengan mengukur batas tulang basal sampai puncak linggir alveolus. Batas tulang

basal pada daerah anterior adalah incisive foramine dan posterior adalah greater

foramen palatine (GFP) (Cawood JI dan Howell RA 1988) (gambar 2.8). Beberapa

penelitian menyatakan posisi GFP secara umum yaitu diantaranya pada dekat dengan

batas lateral palatum, pada batas posterolateral palatum, media dari molar terakhir,

berdampingan dengan molar molar kedua. Secara klinis penetuan posisi yang GFP

yang digunakan untuk proses anastesi palatum bagian posterior adalah pengaplikasian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tekanan menggunakan cotton swab pada batas palatum keras dengan linggir alveolus

di daerah yang berdekatan dengan molar ke dua (Chrcanovic BR dan Custodio LN

2010; Aoun G dkk 2015)

Gambar 2.8 : Pengukuran tinggi linggir alveolus pada


rahang atas

Sumber : Cawood JI, Howell RA (1988). A


Classification of the edentulous jaws. Int J Oral
Maxillofacial. 17 : 232-236

Berkurangnya ukuran tinggi linggir dapat mempengaruhi daerah dukungan gigi tiruan

penuh dan mempengaruhi ukuran basis gigi tiruan penuh. Faktor-faktor retensi pada

gigi tiruan penuh seperti tegangan permukaan adhesi, kohesi, tegangan permukaan,

tekanan atmosfer berhubungan langsung dengan luas daerah dukungan gigi tiruan 5.

Maller dkk menyatakan bentuk linggir yang baik pada gigi tiruan adalah linggir

dengan puncak yang rata dan sejajar pada kedua sisi dinding labial / bukkal dan

lingual / palatal. Zarb dkk menyatakan bentuk linggir alveolus yang ideal untuk

memberi dukungan pada gigi tiruan penuh adalah linggir yang memiliki tulang yang

berbentuk membulat dan sedikit persegi pada region labial, bukal , lingual serta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ditutupi oleh perlekatan mukosa yang baik. Bentuk linggir alveolus dengan dinding

bukal dan lingual / palatal yang sejajar dapat menambah retensi karena memperbesar

daerah permukaan antara gigi tiruan dan mukosa oleh karena kemampuanya

meningkatkan tegangan permukaan dan tekanan atmosfer. Tinggi linggir yang cukup

juga dapat menahan gerakan gigi tiruan dengan cara membatasi ruang gaya yang

melepaskan dan dinding lateral linggir alveolus yang tertutupi oleh basis gigi tiruan

dapat menahan gerakan lateral serta membentuk peripheral seal (Kumar L 2014; Zarb

dkk 2012).

Pada pengukuran tinggi linggir menggunakan foto rontsen panoramik memiliki

kerugian dengan adanya distorsi gambar sebesar 10 dan 30 %. Salah satu penggunaan

ronsen foto panoramik sebagai pengukuran linggir alveolus adalah penelitian Liang

XH pada tahun 2014 cone beam computed tomografi (CBCT), pertama sekali di

gunakan di kedokteran gigi tahun 1990, memiliki keuntungan hasil yang presisi, high

definition, paparan radiasi yang rendah, waktu pengamatan yang sedikit dan hasil tiga

dimensi Foto panoramik yang digunakan untuk menentukan tinggi linggir harus

memenuhi kriteria yaitu tampilan yang jelas struktur anatomis berupa septum nasal,

anterior nasal spine, foramen nasopalatinus, sinus maksilaris, foramen mentale, batas

atas kanal mandibularis, batas bawah processus maksilaris dan tepi bawah piriform

apertures serta pada pasien tidak ada riwayat adanya pembedahan maupun patah

tulang. Sehingga pada pengukuran titik panduan dapat dilihat dengan tepat( Liang

XH dkk 2014).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada penelitian yang dilakukan Liang XH dkk pada tahun2014. Pengukuran tinggi

linggir rahang atas dilakukan pada 18 garis, 7 garis pada rahang atas yaitu (gambar

2.9) :

1. Posisi midline (garis U1) = Jarak dari anterior nasal spine menuju linggir alveolus

pada midline

2. Posisi incicivus sentralis (garis1-1 dan 2-1) = Jarak antara batas bawah celah

piriform menuju linggir alveolus yang berada paralel 5,9 mm dari posisi midline

3. Posisi premolar kedua (garis 1-5 dan 2-5) = Jarak dari batas bawah sinus

maksilaris menuju linggir alveolus yang berada paralel 42,9 mm dari posisi

midline

4. Posisi molar pertama (garis 1-6 dan 2-6) = Jarak dari batas bawah sinus maksilaris

menuju linggir alveolus yang berada parallel batas bawah zygomatic processus.

Pada pengukuran tinggi linggir pada rahang bawah dilakukan pada 9 garis, yaitu

pada :

1. Garis L1 = jarak batas bawah rahang bawah menuju puncak linggir alveolus

pada midline

2. Posisi incicivus sentralis (garis 3-1 dan 4-1) = jarak batas inferior rahang bawah

menuju puncak linggir alveolus yang berada parallel 3,9 mm dari midline

3. Posisi premolar pertama (Garis 3-4 dan 4-4) : jarak dari batas inferior rahang

bawah menuju puncak tegak lurus dengan titik A yang berjarak 5,2 mm dari

foramen mentale

4. Posisi premolar kedua (garis 3-5 dan 4-5) : jarak dari batas inferior rahang bawah

menuju puncak tegak lurus dengan titik A melalui foramen mentale

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Posisi premolar kedua (garis 3-5’ dan 4-5’) : jarak dari batas inferior mandibular

canal menuju puncak linggir alveolus sepanjang garis yang tegak lurus dengan A

melalui mentale foramen

6. Posisi molar pertama (garis 3-6 dan4-6) : jarak dari batas inferior mandibular

canal menuju puncak linggir alveolus sepanjang garis yang tegak lurus menuju A

pada 16.3 mm dari distal foramen mentale.

Gambar 2.9 Jarak vertikal untuk pengukuran tinggi linggir


alveolus

Sumber Liang XH, Kim YM, Cho IH (2014). Residual


bone height measured by panoramic radiography in older
edentulous Korean patients. J adv prosthodont; 6 : 53-9.

2.6.2 Stabilisasi

Stabilisasi adalah daya tahan terhadap gerakan horizontal dan tekanan. yang

menyebabkan perubahan hubungan antara basis gigi dengan tiruan dan daerah

pendukung dalam arah horizontal atau rotasi (Zarb dkk 2012). Stabilisasi

berhubungan langsung dengan skema oklusi yang digunakan. Interkuspid maksimal

pada posisi retruded dengan vertikal dimensi yang tepat direkomendasikan pada

pembuatan gigi tiruan penuh. Skema oklusi bilateral balanced merupakan pilihan

skema oklusi untuk mendapatkan stabilisasi gigi tiruan penuh (Klineberg dkk 2016)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.6.3 Retensi

Retensi adalah kemampuan gigi tiruan menahan gaya yang melepasakan dari arah

vertikal atau dari arah yang berlawanan dari arah pasang. Sedangkan stabilisasi

adalah daya tahan terhadap gerakan horizontal dan tekanan. yang menyebabkan

perubahan hubungan antara basis gigi dengan tiruan dan daerah pendukung dalam

arah horizontal atau rotasi (Zarb dkk 2004, Shabina dkk 2014). Semakin rapat posisi

basis dengan permukaan mukosa maka semakin besar retensi gigi tiruan (Zarb dkk;

Arora AK 2015)

Saliva diharapkan memiliki viskositas yang cukup tinggi . hal ini disebabkan karena

saliva berperan sebagai gaya yang bekerja pada lapisan tipis antara basis dan mukosa

jaringan yang mempengaruhi faktor kohesi, adhesi dan tegangan permukaan. Luas

permukaan jaringan pendukung juga berpengaruh langsung dengan faktor retensi

kohesi dan adhesi dikarenakan mempengaruhi jumlah saliva yang melapisi gigi tiruan

penuh, hal ini juga untuk penyebaran tekanan pada saat pengunyahan dan kontak gigi

geligi pada saat penelanan. (Zarb dkk 2012; Hemmati dkk 2015).

2.6.3.1 Faktor-faktor Retensi

Retensi gigi tiruan penuh dari beberapa faktor fisika yang bekerja pada

basis. Diantaranya adalah : adhesi, kohesi, tegangan permukaan, kontrol

neuromuskular, gaya gravitasi dan peripheral seal. Jacobson dan krol menyatakan

tegangan permukaan yang membuat meniskus cairan patas perifer batas gigi tiruan

yang menahan tekanan yang tinggi antara tekana atmosfer dan pengurangan tekanan

pada lapisan tipis cairan antar mukosa dan permukaan intaglio basis gigi tiruan penuh

(Zarb dkk 2005; Chen JH dkk 2014).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.6.3.1.1 Adhesi

Adhesi merupakan daya tarik-menarik fisik pada molekul yang berbeda

antara yang satu dengan lainnya. Adhesi antara saliva ke membran mukosa dan basis

gigi tiruan dicapai melalui kekuatan ionik antara glikoprotein saliva dan epitelium

permukaan atau resin akrilik. Keefektifan adhesi tergantung pada rapatnya kontak

antara basis gigi tiruan dan jaringan pendukung serta pada daya alir saliva. Besarnya

retensi yang diberikan adhesi berbanding langsung dengan luas daerah yang ditutupi

oleh basis gigi tiruanlapisan tipis saliva bekerja sebagai lubrikan dan bantalan antara

basis dan mukasa untuk mengurangi friksi (Zarb dkk 2004; Sachdeva S dkk 2014).

2.6.3.1.2 Kohesi

Kohesi adalah mekanisme ketertarikan fisik antara molekul yang sama.

Kekuatan retensi ini dihasilkan dari lapisan cairan saliva yang terdapat diantara basis

gigi tiruan dan mukosa yang bekerja mempertahankan integritas permukaan cairan.

Ishihara M (2017) menyatakan korelasi positif antara viskositas saliva dengan retensi

gigi tiruan penuh (Zarb dkk 2004) (gambar 2.10)

Gambar 2.10 : Hubungan antar molekul


antara basis dengan permukaan
jaringan

Sumber : Basker RM,


Davenport V 2002. “Prosthetic
treatment of the edentulous patient”
4th Ed, Blackwell Munksgaard

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.6.3.1.3 Tekanan Atmosfer

Ketika suatu gaya tegak lurus terjadi searah dari daerah dukungan gigi

tiruan, maka tekanan antara gigi tiruan dan mukosa menurun dibandingkan dengan

keadaan sekitarnya, hal inilah yang menahan gaya yang dapat melepaskan gigi tiruan

(Zarb dkk 2012). Hemmati dkk (2015) menyatakan bahawa tekanan atmosfer yang

sama dengan 1 kg/cm2 akan dapat menjadi faktor retensi yang dapat mempertahankan

posisi gigi tiruan penuh. Tekanan atmosfer yang terjadi pada basis gigi tiruan penuh

sangat depengaruhi oleh border seal (Hemmati 2015).

2.6.3.1.4 Kesejajaran dinding linggir

Linggir alveolus yang cukup tinggi dengan kedua dinding yang sejajar

menambah retensi gigi tiruan dengan menambah jumlah permukaan, sehingga

memaksimalkan tekanan atmosfer dan tekanan permukaan. Selain itu linggir alveolus

yang tinggi juga dapat menahan pergerakan dangan membatasi gaya yang melepaskan

gigi tiruan penuh

2.6.3.1.5 Muskular

Merupakan kekuatan retensi tambahan yang didapatkan jika (1) posisi

anasir yang tepat pada neutral zone antara otot pipi dan lidah (2) permukaan gigi

tiruan yang halus dengan bentuk yang tepat. Apabila kedua hal diatas tercapai maka

otot-otot secara otomatis dapat menahan gigi tiruan, hal ini juga disebut dengan faktor

physiological. Pada rahang atas jika posisi otot buccinators berfungsi menahan gigi

tiruan penuh (Zarb dkk 2004).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.6.3.1.6 Rotasi Arah Pasang

Adanya daya pegas dari mukosa dan submukosa yang melapisi tulang

pendukukung menyebabkan terdapatnya sedikit undercut yang dapat menambah

retensi. Walaupun adanya pembesaran tulang yang dilapisi dengan mukosa epitel

yang tipis akan megurangi retensi dengan penyesuaian gigi tiruan, undercut yang

lebih kecil padalateral tuberositas, area premolar rahang atas, area distolingual, dan

lingual rahang bawah dapat menambah gigi tiruan. Pada arah pasang vertikal jika

undercut berada bersimpangan maka dibutuhkan gerakan rotasi. Pada rahang atashal

ini sering terjadi pada region anterior yang menonjol yang menyebabkan arah pasang

dari arah anterior terlebih dahulu baru ke posterior.

2.6.3.1.7 Tegangan Permukaan

Tegangan permukaan antar fasial adalah daya tahan dua permukaan yang

merekat dengan perantaraan selapis tipis cairan terhadap gaya yang memisahkannya

(gambar 2.11). Semua bahan basis mempunyai tegangan permukaan yang lebih besar

jika dibandingkan dengan mukosa rongga mulut, tetapi setelah dilapisi oleh pelikel

saliva maka tegangan permukaan semakin menurun yang dapat memaksimalkan luas

permukaan antara saliva dan basis gigi tiruan. Tegangan viskositas gaya yang terdapat

pada cairan diantara dua plat Tegangan ini dijelaskan oleh hukum steffan. Pada

aplikasinya tegangan permukaan akan meningkat seiring dengan meningkatnya gaya

ion pada cairan dan permukaan disekitarnya (adhesi ) dan gaya antara molekul cairan

(kohesi) (Zarb dkk 2004)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.11. .Tegangan permukaan yang terjadi pada gigi tiruan
penuh
Sumber : Lakhyani R, Wagdargi SS.(2012)
“Saliva and its importance incomplete denture
prosthesis” NJRM2; 3 (1) : 139-146

2.6.3.1.8 Gravitasi

Pada saat pasien berada dalam posisi berdiri gaya gravitasi berfungsi

sebagai kekuatan retensi pada gigi tiruan penuh mandibula dan kekuatan yang

melepaskan pada gigi tiruan penuh maksila. Pada beberapa kasus, berat gigi tiruan

bekerja sebagai faktor retensi gaya gravitasi sedangkan jika gigi tiruan rahang atas

terbuat dari logam, berat gigi tiruan akan berfungsi melepaskan. Meningkatkan berat

gigi tiruan rahang bawah dengan penambahan basis logam, atau permukaan oklusal

dapat berfungsi untuk menambah retensi gigi tiruan (Zarb dkk 2004)

2.6.3.1.9 Periferal Seal

Periferal seal adalah kontak antara batas gigi tiruan penuh dengan jaringan

yang berdekatan untuk mencegah masuknya udara atau benda lainya (Glossary of

Prosthodontics 2005) Periferal seal terdapat pada batas perifer basis gigi tiruan penuh

yaitu daerah sulcus vestibulum labial, bukal, lingual gigi tiruan penuh. Pada posterior

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


rahang atas terletak pada daerah posterior palatal seal yang merupakan jaringan

lunak yang terletak pada batas palatum keras dan lunak yang dapat mengalami

penekanan dari gigi tiruan penuh dalam batas fisiologis sebagai tambahan retensi gigi

tiruan penuh. Daerah posterior palatal seal terbagi atas dua area : pterygomaxillary

seal yang membentang dari pterygomaxillary notch / hamular notch sepanjang sekitar

3-4 mm antero-lateral dari mucogingival junction dan posterior palatal seal yang

membentang secara medial dari kedia tuberositas. Posterior palatal seal berada

antara vibrating line anterior dan posterior (Mariyam A dkk 2014; Zarb dkk 2012)

(gambar 2.12)

Untuk mendapatkan peripheral seal yang adekuat daerah batas perifer gigi tiruan

penuh harus mengisi keseluruhan sulkus vestibulum pada awal kontraksi sehingga

peripheral seal tercapai pada perifer basis gigi tiruan. Border molding dilakukan agar

pada daerah perifer gigi tiruan tetap berkontak dengan jaringan vestibulum pada saat

istirahat maupun. Manes JF dkk (2011) menyatakan bahwa kunci dari retensi gigi

tiruan penuh adalah perluasan maksimal basis gigi tiruan penuh dan peripheral seal

(Zarb dkk 2012; Sanjeef 2012; Kumar L 2014; Mittal S 2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.12 Verifikasi daerah post palatal seal
menggunakan kaca mulut untuk menilai
kedalaman hamular notch dan toleransi palatal,
lalu ditarik garis antara kedua notch

Sumber : Zarb G, Hobkirk John A,


Eckert Steven E, Jacob Rhonda F (2012).
Prosthodontic Treatment for edentulous
patients. Complete Denture and Implant
Supported Prostheses. 13th ed. Singapore :
Elsiver

Perbedaan ukuran sulkus vestibulum rahang atas yang ditemukan pada pada

penelitian oleh Arora dkk 2015 dengan alat steriomikroskop dengan beberapa bahan

border molding tissue contioner, green stick modeling compound, polyether, resin

akrilik, dan malam. Terdapat perbedaan yang signifikan sebesar 3,5 mm pada bahan

tissue conditioner dengan bahan green stick compound. Chen pada penelitiannya 100

orang di China menemukan perbedaan yang signifikan antara ukuran sulkus

vestibulum pada rongga mulut dengan ukuran perifer basis gigi tiruan.sebesar 38 %

pada ukuran kedalaman dan 58% pada ukuran lebar vestibulum. Chen juga mendapati

bahwa ukuran vestibulum posterior memiliki ukuran lebih besar dibandingkan ukuran

sulkus vestibulum anterior. Pada pembuatan gigi tiruan rahang atas , sayap bukal

basis harus sesuai dan mengisi keseluruhan sulkus vestibulum. Kesesuaian yang tepat

akan peripheral seal gigi tiruan dan akan meningkatkan retensi. Sayap bukal rahang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


atas yang dibuat tidak sesuai dengan ukuran sulkus vestibulum maka akan kehilangan

peripheral seal dan gigi tiruan akan lepas ketika pasien tertawa dan membuka mulut

lebar ( Chen dkk 2014; Arora dkk 2015).

Untuk mendapatkan retensi pada gigi tiruan rahang bawah, peripheral seal pada dasar

mulut dapat menambah seal pada vestibulum. Gerakan lidah yang bebas dan hasil

cetakan jaringan perifer tepat dengan proses border molding. Pada daerah ini yang

perlu menjadi perhatian bahwa otot-otot pada bagian ini tidak di dukung oleh tulang.

Daerah ini pada disebut dengan daerah sublingual crescent, yang menurut glossary of

prosthodontic adalah area yang berbentuk bulan sabit pada dasar mulut yang dibentuk

oleh dinding lingual mandibula dan berdekatan dengan lipatan sub lingual, dan

merupakan bagian anterior dari sulvus alveolingual. Beberapa peneliti menyarankan

untuk mempertebal basis pada daerah sublingual (Dhananjay G dkk 2013).

2.6.3.2 Pengukuran Retensi

Pengukuran retensi pada gigi tiruan penuh rahang atas menggunakan

digital force meter atau push and pull meter. Hasil pengukuran pada penelitian ini

adalah gaya.. Alat ini menunjukkan hasil dalam satuan ukur kgf dan newton.

Pengukuran retensi pada beberapa penelitian dilakukan pada beberapa tahapan, yaitu

pada saat border molding sendok cetak, border molding ketika pencetakan fisiologis

dan pada basis pesmanen gigi tiruan penuh. Pada saat pengukuran pasien duduk tegak

ditopang dengan sandaran kepala, pembukaan mulut maksimal dengan posisi rahang

atas pasien sejajar dengan lantai dan gaya yang bekerja tegak lurus untuk

mengevaluasi retensi. Aplikasi pengukuran dengan cara ditarik kebawah dan bagian

bawah alat didukung oleh telapak tangan operator. Alat ini merupakan alat yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


memiliki pegas yang terhubung dengan kaitan pada basis gigi tiruan penuh. Nilai

retensi dapat dilihat dari layar yang terdapat pada alat (gambar 2.13). Gaya adalah

aksi sebuah benda terhadap benda lain. Satuan dari gaya adalah newton. Alat ini

menunjukkan hasil dalam satuan ukur kgf dan newton. Sudut derajat vektor yang

bekerja pada gaya dapat mempengaruhi hasil pengukuran (Beer 1976; Manes dkk

2010; Hemmati 2015; Qanungo A dkk 2016).

Gambar 2.13. Alat pengukuran retensi , digital


force gauge

Sumber : Gupta R, Luthra RP, Gupta S (2016). A


comparative analysis of retention of mandibula
denture bases in patients with resorb ridge with or
without sublingual extention- an in vivo
study.International journal of advanced research 4
(11);1920 -1929.

Hasil pengukuran retensi dari beberapa penelian memiliki hasil yang

berbeda diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Aoyagi dkk yang mendapatkan

hasil nilai terendah 0,92 N dan nilai tertinggi 17,78 N. Gupta R mendapatkan hasil

pengukuran retensi dari mandibula mendapatkan nilai rata rata 39,9 gr dan 55,9 gr

(Aoyagi K, 2014; Gupta R, 2016)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.7 Alat Pengukuran Ukuran Sulkus Vestibulum

2.7.1 Penggaris

Gupta R dkk (2015) melakukan penelitian untuk menganaliasa dan

membandingkan sulkus vestibulum pada rahang atas dengan menentukan beberapa

titik pada model untuk menentukan lebar dan kedalaman sulkus lalu model diletakkan

pada surveyor dan dilakukan pengukuran menggunakan penggaris (Gupta R dkk

2015).

2.7.2 Stereomikroskop

Patel RJ dkk (2010) membandingkan morfologi daerah perifer gigi tiruan

penuh dengan menggunakan bahan border molding green stick compound, putty

polivinylsiloxane dan resin akrilik. Setelah pencetakan fisiologis, dan pengisian

model dengan dental model kemidian dipotong menjadi beberapa bagian dan

dilakukan pengukuran menggunakan stereomikroskop. Pengukuran kedalaman sulkus

vestibulum menggunakan analisa gambar diukur proyeksi horizontal dan vertikal dari

tepi linggir di sisi paling bawah (Patel JR 2010) (gambar 2.14) .

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.14. Gambaran morfologi sulkus
vestibulum dengan steriomikroskop pada
model pencetakan fisiologis

Sumber : Arora AK Goyal I


Sebgal M. (2015). Comparative evaluation of
reprocibility of periferal tissues produced by
different border molding materials in
edentulous patients : in vivo study. The
journal of Indian prosthodontic society. 15
(2)

2.7.3 Teknologi CAD/ CAM (Computer aided design / computer aided

manufacture)

Kebanyakan sistem CAD/CAM yang tersedia sekarang ini untuk pembuatan

mahkota dan jembatan menggunakan model sebagai titik awal. Permukaan dari model

diukur menggunakan berbagai alat pengukur untuk mendapatkan data digital yang

sesuai dengan model asli. Salah satu alat pengukur tersebut adalah pemindai

(Miyazaki dkk 2009) (gambar 2.15).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.15 : Proses pembuatan restorasi crown / bridge
menggunakan CAD CAM

Sumber : Yeshwante B, Nazisbaig, Despand S, Patil S,


Makanikar S, Bhandari S (2016). Dental CAD CAM : A
sistematic review. Journal applied dental and medical science 2
(3).

2.7.3.1 Kelebihan dan Kekurangan

Keuntungan penggunaan teknologi CAD / CAM, yaitu (Alghazzawi 2016) :

1. Pencetakan digital

 Menghilangkan waktu yang dibutuhkan pada pemilihan sendok cetak,

waktu penggunaan bahan cetak, disinfeksi dan pengiriman ke

laboratorium.

 Meminimalisir biaya karena tidak diperlukannya sendok cetak, bahan

cetak, bahkan pengiriman ke laboratorium.

 Menghilangkan permasalahan yang berhubungan pada pencetakan

konvensional seperti ketidaktepatan manajemen jaringan lunak,

ketidaktepatanpemilihan sendok cetak dan distorsi hasil cetakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


 Meningkatkanrasa nyapanpada pasien, karena penggunaan cetakan

yang lebih cepat tanpa menggunakan sendok cetak

 Pemindaian lalu hasil preparasi dilihat pada layar komputer sehingga

memungkinkan klinisi untuk menilai hasil preparasi (jarak

interoklusal, akhiran servikal, sudut axial) lalu kemudian melakukan

perbaikan preparasi secepatnya dan melakukan pencetakan kembali.

 Kecocokan akhiran yang lebih tepat dibandingkan pencetakan

konvensional.

2. Model kerja digital

 Menghilangkan adanya penyusutan pada saat polimerisasi dan hasil

cetakan , disinfeksi, pengisian cetakan pada saat pengerasan model.

 Model dibuat secara presisi, dibentuk secara terkomputerisasi dan

menghilangkan ketidakakuratan yang biasa terjadi pada pemotongan

menggunakan tangan.

 Pembuatan restorasi dilakukan dilaboratorium secara terkomputerisasi,

dan digital die dipotong oleh komputer dalam keadaan terkunci dan

tidak dapat bergeser.

 Teknisi tidak dapat mengubah akhiran servikal, yang sering terjadi

pada dai konvensional.

3. Artikulator virtual dan facebow

 Mengurangi rasa tidak nyaman pada penggunaan facebow

konvensional

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


 Waktu yang dibutuhkan lebih sedikit

 Menghilangkan kemungkinan masalah yang terjadi pada penggunaan

artikulator konvensional

 Tidak membutuhkan cetakan intraoklusal, hal ini digantikan dengan

pemindai digital yang dilakukan dari arah bukal pada saat posisi

sentrik

 Simulasi gerakan sama dengan fully adjustable articulator

Keterbatasan penggunaan CAD / CAM yaitu hasil gambar pada pemindai intra oral

yang terbatas dari satu arah sehingga terhalangi oleh adanya saliva, darah atau

jaringan lunak sehingga mengurangi keakuratan hasil cetakan. Selain itu penggunaan

CAD / CAM juga terbatas hanya pada porcelain tidak dapat digunakan pada logam

atau bahan – bahan yang terbuat dari polimer (Alghazzawi 2016).

2.6.3.2 Komponen CAD / CAM

Sistem CAD / CAM terdiri dari 3 bahagian besar yaitu (Alghazawi TF 2016) : 1.

Alat pengumpulan data, yang mengumpulkan data dari bagian yang dipreparasi serta

bagian disekitar dan berlawanan dengan daerah tersebut lalu diubah menjadi hasil

cetakan virtual. Hal tersebut menggunakan alat pemindai intra oral ( in office CAD /

CAM) atau secara tidak langsung menggunakan model kerja dengan proses

pencetakan konvensional.

2. Pirangkat lunak, untuk membuat pola restorasi pada model kerja virtual lalu

pengolahan data terkomputerisasi pada parameter pemotongan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Sebuah alat pemotong terkomputerisasi untuk membentuk restorasi dari bahan

restorasi berbentuk balok padat atau produksi tambahan.

2.7.3.3 Klasifikasi Pemindai

Dental 3D scanner dapat diklasifikasikan menjadi: (Al-Jubouri dan Azari 2015) :

1. Pemindai Ekstra Oral, dimana proses pemindaian dilakukan di luar rongga mulut,

yang dibagi menjadi :

a. Sistem Kontak

Disebut juga pemindai mekanik atau pemindai tidak aktif. Pada alat ini pengumpulan

data dengan cara bersentuhannya objek dengan probe (ruby ball) garis per garis

mengelilingi objek.

b. Sistem Non-Kontak

Disebut juga dengan pemindai optikal atau pemindai aktif. Pada alat

ini pengumpulan data menggunakan cahaya (kombinasi beberapa warna) atau

menggunakan laser (hanya satu warna cahaya). Dasar pengumpulan data tiga dimensi

pada alat ini adalah prosedur triangulasi. Pada pemindai ini, cahaya putih atau laser

digunakan pada permukaan model hasil cetakan. Sebuah kamera digital yang

presentasikann dengan unit penerima lalu merefleksikan pola-pola. Oleh karena itu

terdapat hubungaan antara sumber cahaya dengan penerima yang dipresentasikan

dengan sudut yang pasti. Produsen CAD / CAM menjabarkan teknologi ini sebagai

cahaya yang diproyeksikan dan direfleksikan pada garis linear, yang memungkinkan

pemindaian pada lereng dengan kecuraman 85o. Sesudah hasil data tersimpan

teknologi triangulasi digunakan untuk mengumpulkan data tiga dimensi pada

komputer. Proses pengumpulan data terjadi pada saat model berputar dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


diproyesikan sinar laser. Proses pengambilan gambar ini dilakukan oleh CCD

(charged couple device) yang dapat menghasilkan gambar dengan keakuratan yang

baik pada kecepatan tinggi.

2. Pemindai Intra Oral, dimana proses pemindaian dilakukan langsung di dalam

rongga mulut. Proses pencetakan dan pembuatan model tidak dibutuhkan pada

scanner ini, yang dapat dibagi menjadi :

a. Powder painting scanner

b. Active wave-front sampling scanner

c. Parallel confocal laser scanner

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.10 Hipotesis Penelitian

1. Ho : Tidak ada pengaruh bahan border molding terhadap detail morfologi


jaringan perifer basis gigi tiruan pada pasien edentulus di RSGM USU

Ha : Ada pengaruh bahan border molding terhadap detail morfologi jaringan


perifer basis gigi tiruan pada pasien edentulus di RSGM USU

2. Ho : Tidak ada pengaruh bahan border molding terhadap retensi basis gigi
tiruan pada pasien edentulus di RSGM USU

Ha : Ada pengaruh bahan border molding terhadap retensi basis gigi tiruan
pada pasien edentulus di RSGM USU

3. Ho : Tidak ada pengaruh teknik border molding terhadap detail morfologi


jaringan perifer basis gigi tiruan pada pasien edentulus di RSGM
USU.

Ha : Ada pengaruh teknik border molding terhadap detail morfologi jaringan


perifer basis gigi tiruan pada pasien edentulus RSGM USU.

4. Ho : Tidak ada pengaruh teknik border molding terhadap retensi basis gigi
tiruan pada pasien edentulus di RSGM USU

Ha : Ada pengaruh teknik border molding terhadap retensi basis gigi tiruan
pada pasien edentulus di RSGM USU

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian adalah eksperimen dengan desain penelitian uji klinis. yaitu

kegiatan percobaan eksperimental yang bertujuan untuk mengungkapkan suatu gejala

atau pengaruh yang timbul akibat suatu perlakuan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Pembuatan Sampel

Poliklinik Prostodonsia RSGM USU

3.2.2 Lokasi Pengujian Sampel

Poliklinik Prostodonsia RSGM USU dan Laboratorium Simon Dental

3.2.3 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan juni tahun 2018

3.3 Subjek dan Besar Subjek Penelitian

3.3.1 Subjek Penelitian

3.3.1.1 Kriteria Subjek Penelitian

3.3.1.1.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inkulsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pasien edentulus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Pasien tidak memiliki penyakit sistemik yang dapat memengaruhi bentuk dan

resiliensi jaringan pendukung gigi tiruan

3. Linggir alveolus berbentuk well rounded

4 Kondisi linggir alveolus tidak terdapat undercut, inflamasi atau mukosa yang

hiperplasia maupun flabby

5. Pasien tidak memiliki permasalahan pada sendi rahang, yang dapat membatasi

ruangan pembukaan mulut

3.3.1.1.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pasien edentulus di RSGM USU yang tidak bersedia menjadi subjek penelitian

2. Mempunyai riwayat penyakit yang dapat memengaruhi bentuk dan resiliensi

jaringan pendukung gigi tiruan penuh

3. Tidak memiliki bentuk linggir alveolus well rounded

4. Memiliki linggir alveolus yang memiliki undercut dan mukosa inflamasi ,

hiperplasia atau flabby

5. Memiliki permasalahan sendi rahang yang dapat membatasi ruangan pembukaan

mulut.

3.3.2 Besar Subjek Penelitian

Pada penelitian ini pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode

purposive sampling yaitu sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi yang telah

ditentukan melalui rumus, yaitu :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


n = 2.19522 (1,96 + 1,28)2
(3401,4-1311,2)2

n = 9

Keterangan :
n = Besar sampel minimal
Z∝ = Deviat baku alpha, kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5 % (1,96)
Z𝛽 = Deviat baku beta (0,84)
σ = Standart deviasi gabungan dari penelitian sebelumnya (Rizk 2008)

Dari hasil di atas, jumlah subjek 9 orang, pada setiap perlakuan dan

ditambahkan 10 % dari jumlah sampel untuk menghindari bias, total sampel adalah

10 orang. Setiap subjek dilakukan 4 perlakuan sehingga terdapat 40 sampel.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.4 Variabel Penelitian
Variabel Bebas Variabel Terikat

Bahan Border Molding : 1. Detail morfologi jaringan


1. Heavy body polyvinylsiloxane perifer
2. Putty polyvinylsiloxane 2. Retensi basis gigi tiruan
penuh
Metode Border Molding :

1. Teknik fungsional
2. Teknik manual
Variabel Terkendali

1. Keadaan edentulus

2. Keadaan penyakit sistemik subjek

3. Keadaan jaringan pendukung gigi tiruan penuh : bentuk linggir dan keadaan

mukosa.
3.5 Definisi Operasional
4. Riwayat penyakit sendi rahang
Tabel 3.5.1 Definisi operasional variabel bebas
5. Sendok cetak fisiologis dari bahan resin akrilik swapolimerisasi

6. Ukuran spacer wax

7. Ukuran loop

8. Posisi pasien saat pengukuran retensi

9. Bahan cetak anatomis

10. Bahan cetak fisiologis : medium body polyvinylsiloxane

11. Bahan model fisiologis

12. Pengisian maksimal 24 jam setelah pencetakan

13. Jenis bahan tray adhesive

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.5 Defenisi Operasional

Tabel 3.5.1 Definisi operasional variabel bebas

Variabel Bebas Definisi Operasional Alat Ukur

 Bahan polyvinylsiloxane  Bahan polyvinylsiloxane dengan viskositas (-)


heavy body heavy body

 Bahan polyvinylsiloxane  Bahan polyvinylsiloxane dengan viskositas


(-)
putty putty

 (-)
 Teknik fungsional Teknik pergerakan otot pada proses border
molding yang dilakukan oleh pasien yaitu
pasien diinstruksikan gerakan tersenyum,
menyeringai, menyebut huruf O, menggerakkan
rahang ke kiri, menggerakkan rahang kekanan
dan kiri, membuka dan menutup mulut sebanyak
masing masing tiga kali lalu dilakukan gerakan
valsasa manuver

 Teknik pergerakan otot pada proses border


 Teknik manual molding yang dilakukan oleh dokter gigi
(-)
yaitu gerakan tarikan keluar dan kedalam
pada otot otot daerah labial dan bukal
masing masing sebanyak tiga kalu lalu
dilakukan gerakan valsava manuver

Tabel 3.5.2 Definisi operasional variabel terikat

Variabel Terikat Definisi Operasional Skala Alat


Ukur Ukur
 Retensi basis gigi Kemampuan gigi tiruan menahan gaya yang Rasio Push pull
tiruan penuh melepaskan dari arah vertikal atau dari arah scale
yang berlawanan dari arah pasang.

 Detail morfologi Ukuran lebar sulcus vestibulum rahang atas. Rasio Software
jaringan perifer gigi Yaitu jarak horizontal antara titik bagian dalam 3d
tiruan penuh yang bersebelahan dengan linggir sulkus Builder
vestibulum dengan titik bagian luar vestibulum
yang berdekatan dengan bagian bukal, pada
anterior di daerah pertengahan frenulum bukal
dan labial kanan dan kiri dan pada posterior
daerah tuberositas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 3.5.3 Definisi operasional variabel terkendali

Variabel Terkendali Definisi Operasional Skala Alat


Ukur Uku
r
 Pasien yang tidak Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik (-) (-)
memiliki penyakit yang dapat mempengaruhi bentuk dan resiliensi
sistemik yang dapat jaringan pendukung gigi tiruan penuh seperti :
mempengaruhi bentuk diabetes mellitus
dan resiliensi jaringan
pendukung gigi tiruan
penuh
 Bentuk linggir alveolus well rounded yaitu bentuk linggir alveolus yang (-) (-)
well rounded memiliki tinggi > 6 mm dilihat dengan
pengukuran menggunakan foto panoramic
menggunakan metode Liang XH 2014
 Tidak memiliki Pasien tidak memiliki keluhan keadaan sendi (-) (-)
permasalahan sendi rahan dan mampu melakukan pembukaan
rahang rahangminimal 40 mm
 Kondisi linggir Keadaan mukosa linggir alveolus sehat, tanpa ada (-) (-)
alveolus tidak terdapat jaringan mengalami inflamasi.
flabby atau hiperplasia
 Posisi pasien saat Posisi tubuh tegak dengan posisi dataran oklusal (-) (-)
pengukuran retensi parallel dengan permukaan lantai

 Sendok cetak fisiologis Desain sendok cetak sesuai dengan ouline sendok (-) (-)
cetak dan mencakup keseluruhan jaringan
pendukung gigi tiruan penuh
 Bahan cetak anatomis Bahan cetak reversible hidrokoloid alginate (-) (-)
normal set

 Bahan model anatomis Gipsum tipe III medium strength. (-) (-)

 Bahan cetak fisiologis Bahan cetak elastomer polivinylsiloxane medium (-) (-)
body
 Bahan model fisiologis Gipsum tipe IV high stregth (-) (-)

 Waktu pengisian hasil Maksimal 24 jam sesudah pencetakan (-) (-)


pencetakan fisiologis
 Bahan tray adhesive GV tray adhesive, untuk menambah perlekatan (-) (-)
antara bahan cetak dengan permukaan sendok
cetak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.6 Alat dan Bahan Penelitian

3.6.1. Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan sampel :

Alat :

a. Kaca mulut

b. Pinset

c. Sendok cetak pabrikan

d. Spatula

e. Pot akrilik

f. Semen spatel

g. Vibrator ( Pulsar 2 Filli Manfredi, Italy)

h. Mikromotor (Strong 204, Korea)

i. Dispensing Gun (gambar 3.1.b)

j. Lekron ( Smic, China) (gambar 3.1.c)

k. Pinsil

l. Rubber bowl (gambar 3.1.e)

m. Radiografri panoramik

Bahan :

a. Bahan cetak hydrokoloid irreversible alginate normal set (Aroma fine plus)

b. Gipsum tipe 3 medium strength

c. Gipsum stone tipe 4(fujirock, GC America)

d. Resin akrilik swapolimerisasi (Hillon self cure acrylic repair material)

(gambar 3.1 a)

e. Dental wax

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


f. Mikromotor (Strong 204, Korea)

g. Adhesive tray (ivoclar)

h. Bahan cetak polivinylsiloxane viskositas medium body, heavy body dan putty

(gambar 3.1.d)

a b c

d e

Gambar 3.1 : Alat dan bahan penelitian (a) akrilik


swapolimerisasi (b) dispensing gun (c)lecron (d) bahan cetak
polivinilsiloxane (e) rubber bowl dan spatula

3.6.2 Alat yang Digunakan untuk Menguji Retensi Sampel

a. Software 3D builder

b. Push and Pull analog scale (Krisbow) (gambar 3.2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 3.2 :Alat push and pull
scale untuk pemeriksaan
retensi

3.7 Pelaksanaan Penelitian

3.7.1 Ethical Clearance

Ethical clearance diperoleh peneliti dengan mengajukan proposal penelitian

yang ditujukan ke Komisi Etik dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera

Utara.

3.7.2 Pemilihan Subjek Penelitian

Sepuluh orang pasien edentulus penuh, tidak memiliki penyakit sistemik yang dapat

memengaruhi bentuk dan resiliensi jaringan pendukung gigi tiruan penuh dan pada

pemeriksaan intra oral memiliki bentuk linggir alveolus well rounded, keadaan

mukosa linggir alveolus baik, tidak terdapat undercut, jaringan hiperplasia atau flabby

dan tidak memiliki permasalahan sendi rahang yang dapat membatasi ruangan

pembukaan mulut.

3.7.3 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Seluruh subjek penelitian yang memenuhi kriteria akan diberikan lembar

penjelasan tentang penelitian yang akan dilakukan, jika bersedia menjadi subjek

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


penelitian, maka diwajibkan menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan

(informed consent) yang sudah disediakan oleh peneliti.

3.7.4 Penentuan Subjek Penelitian Sesuai kriteria Inklusi

1. Pemeriksaan intra oral menggunakan kaca mulut untuk melihat keadaan

jaringan mukosa yaitu tidak terdapatnya jaringan inflamasi, hiperplasia atau

flabby dan undercut.

2. Penentuan daerah greater fovea palatine sebagai panduan memperkirakan

tinggi linggir alveolus. Hal ini dilakukan menggunakan cotton swab pada

daerah postero lateral palatum pada regio molar ke dua. Cotton swab

digunakan untuk mencari lekukan yang merupakan greater fovea palatine

kemudian ditandai dengan pinsil copy. Pengukuran tinggi linggir alveolus

menggunakan kaliper digital dari posisi greater fovea palatine sampai puncak

linggir alveolus harus lebih tinggi dari 6 mm (Gambar 3.3)

(A) (B)
Gambar 3.3 : (A) Penentuan posisi greater
fovea palatine

(B) Perkiraan tinggi linggir dari


greater fovea palatine sampai puncak linggir

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Untuk memastikan tinggi linggir dilakukan foto panoramik pengukuran tinggi

linggir alveolus menurut Liang XH 2014. Linggir alveolus pada regio

posterior > 6 mm

3.7.5 Persiapan Pembuatan Sampel Penelitian

1. Pencetakan anatomis pada rahang atas dengan bahan cetak alginat. Rasio

bahan cetak dengan air mengikuti petunjuk pabrik. Sendok cetak yang

digunakan adalah sendok cetak pabrikan (Gambar 3.4).

Gambar 3.4: Hasil


pencetakan anatomis

2. Penilaian hasil pencetakan harus meliputi jaringan pendukung pada rahang

atas yaitu labial notch, labial flange, buccal notch, buccal flange, kontur

coronoid, lekukan alveolar, tuberositas, pterygomaxillary pada hamular

notch, area posterior palatal seal, fovea palatinae, lekukan median palatine,

fosa insisivus, frenulum dan rugae (Gambar 3.5 ).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 3.5 : Struktur anatomis yang harus
ada pada hasil cetakan yaitu : 1, labial
notch; 2. labial flange; 3. buccal notch; 4.
buccal flange;5, kontur coronoi; 6, lekukan
alveolar; 7, tuberositas; 8, pterygomaxillary
pada hamular notch; 9, area posterior
palatal seal; 10, fovea palatinae; 11,
lekukan median palatine; 12, fosa insisivus;
13, rugae.

Sumber : Zarb G, Hobkirk John A,


Eckert Steven E, Jacob Rhonda F (2012).
Prosthodontic Treatment for edentulous
patients. Complete Denture and Implant
Supported Prostheses. 13th ed. Singapore :
Elsiver

3. Pengisian hasil cetakan dengan bahan gipsum tipe tiga medium stregth untuk

mendapatkan model anatomis rahang atas

4. Penentuan outline sendok cetak sebagai panduan dalam penentuan batas

perifer sendok cetak fisiologis yang ditentukan oleh struktur pembatas yaitu

daerah vestibulum labial, vestibulum bukal dan vibrating line.

5. Aplikasikan vaseline pada permukaan model sebagai bahan separator antara

sendok cetak dengan model anatomis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Pembuatan empat buah sendok cetak fisiologis menggunakan satu lembar

malam dengan ketebalan 2 mm sebagai spacer pada permukaan model

anatomis yang akan dibuat sendok cetak fisiologis sesuai dengan outline

sendok cetak (Gambar 3.6)

Gambar 3.6: Posisi spacer pada pembuatan


sendok cetak fisiologis

7. Empat buah posisi stopper yaitu dua pada anterior dan posterior pada .regio

kaninus dan regio gigi molar pertama pada kedua sisi. Stopper berbentuk

persegi dengan ukuran 2x4 mm dan ketebalan 2 mm (Gambar 3.7)

Gambar 3.7 : Posisi stopper pada


sendok cetak fisiologis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8. Aplikasian resin akrilik swapolimerisasi untuk pembuatan sendok cetak

fisiologis dengan loop pada bagian tengah sendok cetak. Posisi tengah sendok

cetak ditentukan dengan panduan titik frenulum labial (titik A) dan fissure

pterygomaxillary (titik B dan C). Lalu pertengahan garis B dan C ditentukan

(titik D). Kemudian jarak titik A menuju D ditentukan, dan ditentukan titik

tengahnya ( titik E). Titik E sebagai tempat meletakkan kaitan push and pull

scale pada saat pengukuran retensi (Gambar 3.8)

(A) (B)

Gambar 3.8. :(A) Menentukan posisi loop pada


sendok cetak

(B) posisi loop pada sendok cetak

9. Penghalusan permukaan sendok cetak dengan bur polish. Hal ini dilakukan

untuk menghindari terjadinya luka akibat bagian yang tajam dari sendok

cetak.

10. Uji coba sendok cetak fisiologis dilakukan pada rongga mulut pasien untuk

pemeriksaan kembali posisi batas perifer sendok cetak untuk proses border

molding (Gambar3.9)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


A B C
.
Gambar 3.9 : Uji coba sendok cetak fisiologis A. Daerah labial, B. Daerah
bukkal, C. Daerah vibrating line

3.7.6 Prosedur Border Molding

3.7.6.1. Prosedur Border molding dengan Metode Fungsional

1. Adhesive tray bahan cetak diaplikasikan pada seluruh bagian perifer sendok

cetak fisiologis

2. Bahan heavy body polyvinylsiloxane dicampurkan dengan metode

automixing dengan menggunakan dispensing gun (kelompok A dan B)

3. Bahan polivinylsiloxane putty dicampurkan secara manual dengan

perbandingan base dan catalys sebanyak 1:1 (kelompok C dan D)

4. Pengaplikasian bahan border molding pada keseluruhan batas perifer sendok

cetak fisiologis.

5. Pasien diinstruksikan untuk melakukan gerakan fungsional :

a. Tersenyum tiga kali

b. Menyeringai tiga kali

c. Menyebut huruf O tiga kali,

d. Menggerakkan rahang ke kiri dan kanan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


e. Membuka dan menutup mulut, dan

f. Melakukan valsava maneuver yaitu meniup udara melalui hidung,

dalam keadaan hidung tertutup untuk mendapatkan detail perifer pada regio

posterior palatal seal.

6. Sesudah bahan border molding mengalami pengerasan sempurna, sendok

cetak dikeluarkan dari rongga mulut lalu dilakukan evaluasi terhadap hasil

proses border molding yaitu tercetaknya guratan otot, dan tidak terdapat step

antara bahan border molding dengan spacer pada seluruh struktur pembatas

sendok cetak fisiologis (gambar 3.10).

A B C D

Gambar 3.10 : Hasil border molding (A) Bahan Heavy dengan teknik fungsional (B) Bahan
Heavy dengan teknik manual (C) Bahan Putty dengan teknik fungsional (C) Bahan putty
dengan teknik manual

3.7.6.2 Prosedur Border Molding dengan Metode Manual

1. Adhesive tray bahan cetak diaplikasikan pada seluruh bagian perifer sendok

cetak fisiologis

2. Bahan heavy body polyvinylsiloxane dicampurkan dengan metode

automixing dengan menggunakan dispensing gun (kelompok A dan B)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Bahan polivinylsiloxane putty dicampurkan secara manual dengan

perbandingan base dan catalys sebanyak 1:1 (kelompok C dan D)

4. Pengaplikasian bahan bahan border molding pada keseluruhan batas perifer

sendok cetak fisiologis.

5. Operator membantu melakukan gerakan aktivasi otot, yaitu :

1. Penekanan pada hamular notch

2. Penarikan otot bukal keluar dan kebawah sebanyak tiga kali

3. Penarikan otot labial keluardan kebawah sebanyak tiga kali

Lalu dokter gigi Instruksukan pasien untuk melakukan valsava maneuver meniup

udara melalui hidung, dalam keadaan hidung tertutup untuk mendapatkan detail

perifer pada regio posterior palatal seal.

6. Sesudah bahan border molding mengalami pengerasan sempurna,

sendok cetak dikeluarkan dari rongga mulut lalu dilakukan evaluasi

terhadap hasil proses border molding yaitu tercetaknya guratan otot, dan

tidak terdapat step antara bahan border molding dengan spacer pada

seluruh struktur pembatas sendok cetak fisiologis.

3.7.7 Prosedur Pencetakan Fisiologis

1. Pembuangan spacer dilakukan sebagai tempat bahan cetak.

2. Pembuatan escape hole dengan bur bulat no.6 dengan jarak 12,5 mm antara

escape hole (Gambar 3.11).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 3.11 : Pembuatan escape
hole pada sendok cetak fisiologis

3. Aplikasi bahan polyvinylsiloxane medium body dengan metode automix

menggunakan dispensing gun dengan mixing tip.

4. Proses pencetakan fisiologis dengan teknik mukokompresi. Hasil cetakan

dievaluasi dengan terlihatnya stopper setentang dengan hasil cetakan (Gambar

3.12 ).

Gambar 3.12 : Hasil


pencetakan fisiologis

3.7.8 Pengukuran retensi

1. Pasien didudukkan dengan posisi tubuh tegak dengan posisi dataran oklusal

paralel dengan permukaan lantai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Pemasangan tangkai push and pull gauge yang telah dimodifikasi untuk

mencapai arah tarikan 450 pada loop yang terdapat palatum pada sendok cetak

(gambar 3.13)

Gambar 3.13 : modifikasi


kaitan dari push and pull
gauge

3. Push and pull gauge dipegang dengan telapak tangan lalu tarikan arah vertikal

ke bawah dilakukan sebagai gaya untuk melepaskan gigi tiruan (gambar 3.14)

Gambar 3..14: Cara pengukuran retensi

4. Dilakukan pencatatan besar retensi (N) yang diperlukan untuk melepaskan

hasil pencetakan fisiologis

5. Pengukuran retensi dilakukan tiga kaliuntuk menghindari bias hasil

pengukuran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Prosedur ini dilakukan pada ke tiga kelompok sampel yaitu pada bahan

polyvinylsiloxane heavy body dengan teknik fungsional (grup A) , bahan heavy

body polyvinylsiloxane dengan teknik manual (grup B), bahan Putty

polyvinylsiloxane dengan teknik fungsional (grup C) dan bahan putty

polyvinylsiloxane dengan teknik manual (grup D)

3.7.9 Pengukuran detail morfologi jaringan perifer

1. Boxing dilakukan pada sendok cetak rahang atas 3 mm di bawah batas border

molding diletakkan modelling wax kemudian ditutup dengan wax setinggi 10 mm

mengelilingi sendok cetak.

2. Pengisian cetakan fisiologis dengan gipsum tipe IV untuk mendapatkan model

fisiologis (gambar 3.15)

Gambar 3.15 : Model hasil pencetakan fisiologis

3. Model fisiologis di pindai dengan scanner digital CAD/CAM (gambar 3.16).

4. Penentuan lebar sulkus vestibulum pada model fisiologis adalah jarak

horizontal antara titik bagian dalam yang bersebelahan dengan linggir sulkus

vestibulum dengan titik bagian luar vestibulum yang berdekatan dengan bagian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bukal, pada anterior dia daerah pertengahan frenulum bukal dan labial kanan dan kiri

(titik 1 dan 2) dan pada posterior daerah tuberositas, pengukuran menggunakan (titik

3 dan 4) (gambar 3.16) pengukuran menggunakan software 3D builder (gambar

3.17).

Gambar 3.16 : Dental 3D Scanner.

Sumber : Al-Jubouri O, Azari A


(2015). An introduction to digitizers in
dentistry, systematic review. Journal of
chemical and pharmaceutical research. 7
(10) : 10-20

Gambar 3.17 : Metode pengukuran detail


morfologi

5. Pengukuran dilakukan pada 40 sampel model dari kelompok A, B, C dan D

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.8 Kerangka Operasional Penelitian

Populasi

Calon Sampel

Sampel Selektif

Pencetakan Anatomis

Model Anatomis

Sendok Cetak Fisiologis

Border Molding

Heavy Body Putty

Fungsional (Grup A dan C) Manual (Grup B dan D)

Pencetakan Fisiologis dengan PVS Medium Body

Pengukuran Retensi Pada Hasil Cetakan Fisiologis

Boxing

Model Fisiologis

Pemindaian dengan 3D dental scanner

Pengukuran detail morfologi perifer sulkus vestibulum


dengan software 3 D builder

Lebar vestibulum

Anterior Posterior

Hasil data

Analisis data

Kesimpulan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.9 Analisa Data

Analisis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah :

1. Analisis Univarian, untuk mengetahui nilai rerata dan standar deviasi detail

morfologi jaringan perifer dan retensi basis gigi tiruan dengan bahan border

molding heavy body dan putty polivinylsiloxane dengan teknik fungsional dan

manual pada pasien edentulus di RSGM USU .

2. Uji T tidak berpasangan untuk mengetahui pengaruh bahan border molding

heavy body dan putty polyvinylsiloxane dengan teknik fungsional dan manual

terhadap detail morfologi jaringan perifer dan retensi basis gigi tiruan penuh

pada pasien edentulus di RSGM USU.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2018. Pemilihan subjek penelitian

dilakukan pada Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sumatera Utara. Proses

seleksi subjek penelitian dilakukan sesuai kriteria inklusi penelitian. Salah satu

tindakan yang dilakukan adalah pemeriksaan intra oral untuk memperkirakan tinggi

linggir alveolus well rounded menggunakan digital caliper. Pengukuran perkiraan

tinggi linggir alveolus intra oral yaitu jarak posisi foramen greater palatinal sampai

ke puncak linggir alveolus. Untuk memastikan tinggi linggir alveolus well rounded

dilakukan foto ronsen panoramik dengan metode Liang XH 2014.

Pencetakan anatomis dilakukan untuk mendapatkan dua model, yang pertama

untuk pembuatan sendok cetak fisiologis dan model kedua sebagai model studi. Pada

model pertama dilakukan pembuatan outline sendok cetak fisiologis untuk pembuatan

empat buah sendok cetak fisiologis. Keempat sendok cetak fisiologis dibuat

menggunakan bahan akrilik swapolimerisasi tanpa pembuatan tangkai. Fungsi

tangkai sendok cetak fisiologis digantikan oleh loop yang diletakkan pada palatum

sendok cetak sebagai tempat kaitan alat push and pull gauge saat pengukuran retensi.

Proses border molding dilakukan pada ke empat sendok cetak fisiologis

menggunakan dua bahan dan teknik border molding. Pada kelompok A menggunakan

bahan heavy body polivinylsiloxane dengan teknik fungsional, kelompok B

menggunakan bahan heavy body polivinylsiloxane dengan teknik manual, kelompok

C menggunakan bahan putty polivinylsiloxane dengan teknik fungsional dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kelompok D menggunakan bahan putty polyvinylsiloxane dengan metode manual.

Setelah proses border molding selesai dilanjutkan dengan pencetakan fisiologis

menggunakan bahan medium body polyvinylsiloxane. Pengukuran retensi dilakukan

pada hasil ke empat cetakan fisiologis.

Hasil cetakan fisiologis di boxing kemudian diisi dengan dental stone tipe 4.

Pemindaian model hasil cetakan fisiologis menggunakan alat CAD / CAM digital

scanner. Pengukuran detail morfologi jaringan perifer dilakukan menggunakan

software 3D builder pada regio anterior dan posterior kanan model sesuai dengan

defenisi operasional penelitian.

4.1 Ukuran Detail Morfologi Jaringan Perifer Basis Gigi Tiruan menggunakan

Bahan Border Molding Heavy Body dan Putty Polyvinilsiloxane dengan Teknik

Fungsional dan Manual pada Pasien Edentulus di RSGM USU

Pengukuran detail morfologi jaringan perifer menggunakan hasil pindai model

cetakan fisiologis dengan alat CAD CAM digital scanner. Pengukuran ini dilakukan

pada regio anterior dan posterior kanan model. Pada regio anterior pengukuran

dilakukan pada pertengahan diantara frenulum labial dan bukal dan pada regio

posterior dilakukan pada pertengahan daerah tuberositas. Garis pengukuran dimulai

pada daerah bukal yaitu titik sudut lekukan sulkus vetibulum yang kemudiam

dihubungkan secara horizontal dengan titik bagian dalam yang bersebelahan dengan

linggir alveolus.

Uji normalitas data dilakukan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan

mendapatkan nilai p = > 0.05, yang berarti bahwa data terdistribusi normal. Dari hasil

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


penelitian diketahui pada anterior nilai terbesar terdapat pada kelompok C yaitu 5,53

mm dan nilai terkecil terdapat pada kelompok D yaitu 2,61 mm. Pada daerah

posterior nilai terbesar terdapat pada kelompok C yaitu 5,67 mm dan nilai terkecil

terdapat pada kelompok B yaitu 3,21 mm.

Nilai rerata lebar vestibulum dianalisis dengan uji univarian. Nilai rerata

untuk kelompok A adalah 3,62 mm dengan standar deviasi 0,52 untuk regio anterior

dan 4,29 mm dengan standar deviasi 0,59 untuk regio posterior. Nilai rerata

kelompok B adalah 3,48 mm dengan standar deviasi 0,59 untuk regio anterior dan

4,31 mm dengan standar deviasi 0,69 untuk regio posterior Nilai rerata ukuran

vestibulum kelompok C adalah 4,03 mm dengan standar deviasi sebesar 0,81 untuk

regio anterior dan 4,71 mm dengan standar deviasi 0,64 untuk regio posterior. Nilai

rerata kelompok D adalah 4,00 mm dengan standar deviasi sebesar 0,80 untuk regio

anterior dan 4,51 mm dengan standar deviasi 0,80 untuk regio posterior. (Tabel 4.1).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 4.1 Ukuran Detail Morfologi Daerah Perifer Basis Gigi Tiruan Menggunakan
Bahan Border Molding Heavy Body dan Putty Polyvinilsiloxane dengan Teknik
Fungsional dan Manual pada Pasien Edentulus di RSGM USU
Detail Morfologi (mm)

No PVS Heavy Body PVS Putty


Subjek Fungsional (A) Manual (B) Fungsional (C) Manual (D)

Anterior Posterior Anterior Posterior Anterior posterior Anterior Posterior


1 3,84 3,73 3,58 3,70 3,03 3,42 2,61* 2,92
2 3,77 3,58 3,50 3,61 3,60 4,84 4,35 4,38
3 4,16 4,62 3,99 3,98 4,58 4,97 4,45 4,53
4 3,11 3,21* 3,26 3,42 4,39 4,19 3,88 3,56
5 4,30 4,85 4,35 5,00 4,78 5,12 4,39 5,04
6 2,75 4,56 2,37 4,92 2,89 4,99 2,86 4,83
7 3,12 4,18 2,98 3,98 3,87 4,20 3,75 4,22
8 3,23 4,48 3,63 4,18 3,64 4,58 4,28 4,73
9 3,99 4,79 4,15 5,02 4,08 5,20 4,12 5,23
10 3,98 4,93 3,04 5,34 5,53** 5,67** 5,40 5,69
X + SD 3,62 + 0,52 4,29 + 0,59 3,48 + 0,59 4,31 + 0,69 4,03 + 0,81 4,71 + 0,64 4,00 + 0,80 4,51 + 0,80

Ket * Nilai terkecil


** Nilai terbesar

4.2 Nilai Retensi Basis Gigi Tiruan menggunakan Bahan Border Molding Heavy

Body dan Putty Polyvinilsiloxane dengan Teknik Fungsional dan Manual Pada

Pasien Edentulus di RSGM USU

Pengukuran retensi (newton) dilakukan pada hasil cetakan fisiologis.

Pengukuran retensi pada setiap sampel dilakukan tiga kali, menggunakan alat push

and pull gauge analog (krisbow) pada bulan juli 2018 di klinik Prostodonsia RSGM

USU. Hasil pengukuran retensi dicatat secara manual

Data hasil pengukuran retensi dianalisa statistik dengan uji Cronbach alpha

untuk mengetahui konsistensi pengukuran data. Dari hasi uji ini diketahui bahwa

hasil pengukuran retensi pertama, kedua, dan ketiga konsisten (nilai alpha > 0,9).

Dari hasil analisa tersebut diketahui bahwa data yang digunakan untuk analisa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


statistik univarian adalah data dari salah satu pengukuran retensi dari setiap sampel.

Maka data yang digunakan adalah data dari hasil pengukuran retensi pertama.

Kemudian dilakukan analisa statistik normalitas data dengan uji Kolmogorov-

Smirnov dan hasil yang didapat pengukuran retensi terdistribusi normal dimana nilai

P > 0,05.

Pengukuran retensi yang tertinggi terdapat pada sampel kelompok C dan D

yaitu sebesar 54 N sedangkan nilai terkecil didapatkan pada sampel pada kelompok

A, D dan B yaitu sebesar 33 N. Nilai rerata ukuran retensi dianalisis dengan uji

univarian. Nilai rerata retensi kelompok A adalah 44,20 N dengan standar deviasi

6.89 N. Nilai rerata retensi kelompok B adalah 44,20 N dengan standar deviasi 5.28

N. Nilai rerata retensi kelompok C adalah 48 N dengan standar deviasi 6,65 N. Nilai

rerata kelompok D adalah 44.90 N dengan standar deviasi 6.54 N. (tabel 4.2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 4.2. Nilai Retensi Basis Gigi Tiruan menggunakan Bahan Border Molding
Heavy Body dan Putty Polyvinilsiloxane dengan Teknik Fungsional dan Manual pada
Pasien Edentulus di RSGM USU

Retensi (N)
No Subjek PVS Heavy Body PVS Putty
Fungsional Manual Fungsional Manual
(A) (B) (C) (D)
1 51 46 53 50
2 50 45 54** 51
3 50 49 54** 50
4 48 40 53 46
5 33* 33* 35 33*
6 39 38 41 39
7 36 39 45 39
8 40 42 46 44
9 52 50 54** 54**
10 43 40 45 43
X + SD 44.20 + 6.89 42.20 + 5.28 48,00 + 6.65 44.90 + 6.57
Ket Nilai terkecil *
Nilai terbesar **

4.3 Pengaruh Bahan Border Molding Heavy Body dan Putty Polyvinilsiloxane
dengan Teknik Fungsional dan Manual Terhadap Detail Morfologi Jaringan
Perifer Basis Gigi Tiruan Pada Pasien Edentulus di RSGM USU

Untuk mengetahui pengaruh bahan border molding heavy body dan putty

polyvinilsiloxane dengan teknik fungsional dan manual terhadap detail morfologi

jaringan perifer gigi tiruan pada pasien edentulus RSGM USU maka data sampel

dianalisis dengan uji T tidak berpasangan. Dari hasil uji diketahui nilai signifikansi p

= 0,58 pada anterior dan p = 0,53 pada posterior (p > 0,05). Dari hasil tersebut

diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh bahan border molding heavy body

polyvinylsiloxane dengan teknik fungsional dan manual terhadap detail morfologi

jaringan perifer basis gigi tiruan penuh (tabel 4.3.1).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 4.3.1 Pengaruh Bahan Border Molding Heavy Body Polyvinilsiloxane dengan
Teknik Fungsional dan Manual Terhadap Detail Morfologi Jaringan Perifer Basis
Gigi Tiruan Penuh Pada Pasien Edentulus di RSGM USU
No Kelompok X + SD (mm) p

N Anterior Posterior Anterior Posterior

1 Heavy - Fungsional (A) 10 3,62 + 0,52 4,29 + 0,59

0,58 0,53
2 Heavy - manual (B) 10 3,48 + 4,31 + 0,61

0,59

Dari hasil uji statistik T tidak berpasangan diketahui bahwa nilai signifikansi

pengaruh bahan border molding putty polyvinilsiloxane dengan teknik fungsional dan

manual terhadap detail morfologi jaringan perifer basis gigi tiruan yaitu p = 0,93 pada

anterior dan p = 0,53 pada posterior (p > 0,05), dari hasil tersebut diketahui bahwa

tidak terdapat pengaruh bahan border molding putty polyvinylsiloxane dengan teknik

fungsional dan manual terhadap detail morfologi jaringan perifer basis gigi tiruan

pada pasien edentulus di RSGM USU (tabel 4.3.2).

Tabel 4.3.2 Pengaruh Bahan Border Molding Putty Polyvinilsiloxane dengan Teknik
Fungsional dan Manual Terhadap Detail Morfologi Jaringan Perifer Basis Gigi
Tiruan Penuh Edentulus RSGM USU
No Kelompok X + SD p

N Anterior Posterior Anterior Posterior

1 Putty – fungsional (C) 10 4,03 + 0,81 4,71 + 0,64

0,93 0,53
2 Putty –manual (D) 10 4,00 + 0,80 4,51 + 0,80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.4 Pengaruh Bahan Border Molding Heavy Body dan Putty Polyvinilsiloxane

dengan Teknik Fungsional dan Manual terhadap Retensi Basis Gigi Tiruan

Pada Pasien Edentulus di RSGM USU

Untuk mengetahui pengaruh bahan border molding heavy body

polyvinilsiloxane dengan teknik fungsional dan manual pada pasien edentulus di

RSGM USU terhadap retensi gigi tiruan penuh maka data sampel dianalisis dengan

uji T tidak berpasangan, dari hasil uji diketahui nilai signifikan sebesar p = 0,47 (p >

0,05), hal ini berarti tidak terdapat pengaruh bahan border molding heavy body

polyvinilsiloxane dengan teknik fungsional dan manual terhadap retensi basis gigi

tiruan pada pasien edentulus di RSGM USU (tabel 4.4.1)

Tabel 4.4.1 Pengaruh Bahan Border Molding Heavy Body Polyvinilsiloxane dengan
Teknik Fungsional dan Manual Terhadap Retensi Basis Gigi Tiruan pada Pasien
Edentulus Di RSGM USU

No Kelompok N X + SD p
1 Heavy body - Fungsional (A) 10 44.20 + 6.89
2 Heavy body - manual (B) 10 42,20 + 5,28 0,47

Untuk mengetahui pengaruh bahan border molding putty polyvinylsiloxane,

dengan teknik fungsional dan manual terhadap retensi basis gigi tiruan pada pasien

edentulus di RSGM USU maka data dianalisis dengan uji T tidak berpasangan, dari

hasil uji diketahui nilai signifikan sebesar p = 0,30 (p > 0,05), hal ini berarti tidak

terdapat pengaruh bahan border molding putty polyvinilsiloxane dengan teknik

fungsional dan manual terhadap retensi gigi tiruan pada pasien edentulus di RSGM

USU (tabel 4.4.2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 4.4.2 Pengaruh Bahan Border Molding Putty Polyvinilsiloxane dengan Teknik
Fungsional dan Manual Terhadap Retensi Basis Gigi Tiruan pada Pasien Edentulus
Di RSGM USU

No Kelompok N X + SD p
1 Putty – fungsional (C) 10 48,00 + 6.65 0,30
2 Putty – manual (D) 10 44.90 + 6,57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 5

PEMBAHASAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah ekperimental klinis, yaitu kegiatan

percobaan yang bertujuan untuk mengungkapkan suatu gejala atau pengaruh yang

timbul akibat adanya perlakuan tertentu. Penelitian ini menyelidiki kemungkinan

adanya pengaruh antara beberapa kelompok eksperimen dengan cara memberikan

perlakuan kepada satu atau lebih kelompok eksperimen. Desain penelitian adalah

Quasi experimental design yaitu studi intervensi empiris yang digunakan untuk

memperkirakan pengaruh dari suatu intervensi pada besaran sampel tanpa dilakukan

secara acak (Sastroasmoro, 2002).

5.1 Ukuran Detail Morfologi Jaringan Perifer Basis Gigi Tiruan Menggunakan

Bahan Border Molding Heavy Body dan Putty Polyvinilsiloxane dengan Teknik

Fungsional dan Manual pada Pasien Edentulus di RSGM USU

Tabel 4.1.1 Menunjukkan ukuran detail morfologi jaringan perifer basis gigi

tiruan pada anterior dan posterior memiliki nilai terbesar bagi kelompok C yaitu

bahan border molding putty polyvinylsilosane dengan teknik fungsional yaitu sebesar

5,53 mm pada regio anterior dan 5,67 mm pada regio posterior. sedangkan nilai

terkecil pada anterior sebesar 2,61 mm terdapat pada kelompok D yaitu pada bahan

border molding putty polyvinylsiloxane dengan teknik manual, dan pada posterior

sebesar 3,21 mm pada terdapat pada kelompok A yaitu pada bahan border molding

heavy body dengan teknik fungsional.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada teknik border molding manual diadapati ukuran ruang sulkus vestibulum

lebih kecil dibandingkan dengan teknik fungsional Hal ini mungkin disebabkan

gerakan saat aktivasi otot pipi dan bibir dengan gerakan tarikan keluar dan kedalam

yang tidak sesuai dengan gerakan otot ketika berfungsi selain itu gerakan ini juga

menyebabkan ketegangan pada otot yang menyebabkan ukuran sulkus vestibulum yang

berbeda ketika otot kembali pada posisi istirahat (Arora dkk 2015).

Pada penelitian ini ditemukan ukuran sulkus verstibulum yang lebih besar

pada regio posterior. Hal ini dikarenakan struktur anatomis bentuk processus

coronoid, otot buccinators dan linggir alveolus. Pada rahang atas proses absorpsi

linggir alveolus pada regio posterior dimulai pada bagian bukal yang menyebabkan

sulkus vestibulum semakin lebar dan dangkal. Variasi bentuk processus coronoid

yang melebar juga menyebabkan ukuran sulkus vestibulum posterior lebih besar.

Selain itu pada regio anterior terdapat serat serat otot yang tegak lurus sedangkan

pada regio posterior terdapat serat serat otot dari arah horizontal. Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Chen (2012) yang melakukan pengukuran sulkus

vestibulum menggunakan probe periodontal menyatakan nilai rerata lebar vestibulum

anterior pada 100 orang di China di regio anterior adalah 3,3 mm lebih kecil

dibandingkan dengan 7,9 mm pada regio posterior. Ukuran sulkus vestibulum intra

oral penting penting diketahui sebagai panduan pada saat pembuatan basis gigi tiruan

(Zarb dkk 2012; Chen dkk 2012).

Ukuran sulkus vestibulum paling besar terdapat pada bahan border molding

putty polyvinylsiloxane (kelompok C) disebabkan putty polyvinylsiloxane memiliki

viskositas tinggi yaitu 800 pas. Hal ini menyebabkan bahan dapat menahan tekanan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


otot yang ada di sekitar sulkus vestibulum sehingga dapat mengisi keseluruhan

dinding ruang sulkus vestibulum Sedangkan pada bahan dengan viskositas yang lebih

kecil dapat tergeser oleh otot otot disekitar vestibulum dan pada saat insersi border

molding rahang atas dan kemungkinan bahan merosot diakibatkan gaya gravitasi. Hal

ini sesuai dengan penelitian Patel (2010) yang menyatakan ukuran ruang vestibulum

pada bahan putty polyvinylsiloxane secara signifikan lebih besar yaitu sebesar 22,77

sqmm dibandingkan dengan bahan lain seperti tissue conditioner sebesar 11,53

sqmm, akrilik resin sebesar 14,12 mm dan green stick compound sebesar 20,50

sqmm (Mccabe dkk 1985; Patel dkk 2010; Annusavic 2012; Arora dkk 2015).

5.2 Nilai Retensi Basis Gigi Tiruan Menggunakan Bahan Border Molding Heavy

Body dan Putty Polyvinilsiloxane dengan Teknik Fungsional dan Manual Pada

Pasien Edentulus di RSGM USU

Tabel 4.2.1 menunjukkan nilai retensi basis gigi tiruan terbesar pada

kelompok C dan D yaitu menggunakan bahan border molding putty polyvinylsiloxane

dengan teknik fungsional dan manual yaitu sebesar 54 N, sedangkan nilai terkecil

didapatkan pada bahan border molding menggunakan putty polyvinysiloxane dengan

teknik manual dan bahan heavy body polyvinysiloxane dengan teknik fungsional dan

manual yaitu sebesar 33 N (kelompok A, B dan D)

Nilai retensi memiliki penyebaran ukuran yang bervariasi pada setiap sampel.

Hal ini mungkin disebabkalan kriteria inklusi pada penelitian ini diantaranya adalah

pasien tidak memiliki penyakit sistemik yang dapat memengaruhi bentuk dan

resiliensi jaringan pendukung gigi tiruan, linggir alveolus berbentuk well rounded.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


serta kondisi linggir alveolus tidak terdapat undercut, torus dan inflamasi mukosa

yang hiperplasia maupun flabby. Hal ini bertujuan untuk penyeragaman sampel

sehingga meminimalisir pengaruh faktor faktor retensi tersebut pada hasil pengukuran

retensi. Tetapi tidak keseluruhan dari faktor faktor retensi dapat dikendalikan pada

penelitian ini diantarnya yaitu viskositas dan volume saliva serta ukuran rahang, Hal-

hal terserbut yang dapat mempengaruhi faktor adhesi dan kohesi dan tegangan

permukaan yang ada pada permukaan intaglio basis gigi tiruan. Hal ini juga sesuai

dengan penelitian pengukuran retensi sebelumnya yang dilakukan Aoyagi dkk pada

subjek penelitian 9 pria dan 5 wanita pada beberapa viskositas saliva yang

mendapatkan hasil nilai terendah 0,92 N dan nilai tertinggi 17,78 N. Gupta R

mendapatkan hasil pengukuran retensi dari mandibula mendapatkan nilai rata rata

39,9 gr dan 55,9 gr. Hemmati melakukan penelitian pada basis yang diberi

sandblasting memiliki hasil retensi 30,89 N sebelum sandblasting dan 37,66 + 9,76 N

sesudah sandblasting (Aoyagi K, 2014; Hemmati 2015; Gupta R 2016).

Bahan border molding putty polyvinylsiloxane dengan teknik fungsional

memiliki hasil ukuran retensi yang paling baik disebabkan pada teknik border

molding fungsional memiliki ketepatan mendapatkan cetakan ruangan vestibulum

karena otot otot yang berkontraksi sesuai dengan keadaan fisiologisnya sehingga

mendapatkan ketebalan yang seragam sehingga mendapatkan peripheral seal yang

maksimal. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Rizk 2008 menyatakan bahan putty

polyvinylsiloxane dengan teknik fungsional memiliki kekuatan retensi yang lebih

besar yaitu 3401.4 + 1382.3 gms dibandingkan dengan 1640.7 + 1250 gms

menggunakan bahan medium body polyvinylsiloxane dan 1311,2 + 1261 gms

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menggunakan bahan green stick compound. Al Judy (2015) mendapati nilai retensi

yang tertinggi pada bahan border molding putty polyvinylsiloxane dengan bahan cetak

light body polyvinylsiloxane dan teknik fungsional sebesar 3406,55 + 6,78 gm. Hal ini

juga didukung dengan pernyataan Jone dkk yang mendapatkan hasil pada border

molding menggunakan putty polyvinylsilosane dengan teknik fungsional memiliki

rata rata retensi yang lebih besar dibandingkan dengan bahan low fusing compound

(Rizk FN 2008; Al-Judy 2015; Jone 2018).

5.3 Pengaruh Bahan Border Molding Heavy Body dan Putty Polyvinilsiloxane

dengan Teknik Fungsional dan Manual terhadap Detail Morfologi Jaringan

Perifer Basis Gigi Tiruan pada Pasien Edentulus di RSGM USU

Tabel 4.3.1 menunjukkan hasil analisis uji T tidak berpasangan yang

menyatakan bahwa tidak ada pengaruh bahan border molding heavy body

polyvinylsiloxane dengan teknik fungsional dan manual terhadap detail morfologi

jaringan perifer basis gigi tiruan pasien edentulus RSGM USU dengan nilai p = 0,58

pada anterior dan p = 0,53 (p > 0,05) pada posteror

Tabel 4.3.2 menunjukkan hasil analisis uji T tidak berpasangan menyatakan

tidak ada pengaruh bahan border molding putty polyvinylsiloxane dengan teknik

fungsional dan manual terhadap detail morfologi jaringan perifer basis gigi tiruan

pasien edentulus di RSGM USU dengan nilai p = 0,93 pada anterior dan p = 0,53 (p >

0,05) pada posteror.

Tidak terdapatnya pengaruh bahan border molding dengan kedua teknik

terhadap detail morfologi jaringan pada penelitian ini mungkin disebabkan kriteria

inklusi betuk linggir alveolus yang well rounded dan tidak memilki undercuts

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sehingga perbedaan sifat bahan pada kedua vikositas polyvinylsiloxane yaitu tensile

dan tear strength padaundercut tidak berfungsi. (Zarb dkk 2012; Goncalev FS dkk

2011,).

Pengukuran sulkus vestibulum pada penelitian ini menggunakan hasil

pemindaian model hasil pencetakan fisiologis pada CAD / CAM scanner extra oral

untuk model kerja digital yang kemudian diukur menggunakan software 3D builder

pada komputer. Hal ini memberikan keuntungan yaitu keakuratan pada hasil digital

tiga dimensi. Hal ini belum pernah dilakukan pada penelitian ukuran sulkus

vestibulum sebelumnya, yang menggunakan penggaris dan steriomikroskop (Patel JR

2010; Gupta R 2015)

5.4 Pengaruh Bahan Border Molding Heavy Body dan Putty Polyvinylsiloxane

dengan Teknik Fungsional dan Manual terhadap Retensi Basis Gigi Tiruan

pada Pasien Edentulus di RSGM USU

Tabel 4.4.1 menunjukkan hasil analisis uji T tidak berpasangan yang

menyatakan bahwa tidak ada pengaruh bahan border molding heavy body

polyvinylsiloxane dengan teknik fungsional dan manual pada pasien edentulus di

RSGM USU dengan nilai p = 0,47 (p > 0.05). Tabel 4.4.2 menunjukkan hasil analisis

uji T tidak berpasangan yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh bahan border

molding putty polyvinylsiloxane dengan teknik fungsional dan manual pada pasien

endentulus di RSGM USU dengan nilai p = 0,30 (p > 0,05).

Tidak terdapatnya pengaruh pada penelitian ini mungkin disebabkan oleh

kedua bahan polyvinylsiloxane yang digunakan memiliki sifat bahan yang sama yaitu

detail reproduction dan stabilitas dimensi, serta memiliki waktu kerja yang lama. Hal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ini menyebabkan dapat dilakukannya insersi border molding single step. Pada insersi

single step keseluruhan peripheral seal dicapai secara simultan dengan ketebalan

yang sama dengan seluruh permukaan halus, yang didapatkan dari hasil aktivasi yang

terus menerus terhadap jaringan lunak yang berubah-ubah ketika bahan dalam

keadaan viskoelastik. Hal ini meminimalisir kesalahan yang simultan akibat

kesalahan pada salah satu sisi daerah border molding yang terjadi pada teknik

sectional pada penggunaan bahan green stick compound (Quraishi dkk 2010; Arora

AK 2015). Proses border molding dengan teknik manual single step menjadi pilihan

pada geriatrik disebabkan pada pasien geriatrik mengalami penurunan fungsi organ

diantaranya pada sistem syaraf pusat yang menyebabkan keterbatasan pergerakan

otot otot dan atropi otot otot pengunyahan (Razak 2014, Tarigan AP 2015).

Disebabkan hal diatas maka diperlukan operator untuk mengaktivasi otot pada proses

border molding.

Hasil pengukuran retensi pada kedua bahan heavy dan putty polyvinylsiloxane dapat

diterima secara klinis. Sediaan bahan polyvinylsiloxane viskositas rendah seperti

heavy body tersedia dalam bentuk pasta dalam tube dengan proses manipulasi

automix dengan pengadukan otomatis menggunakan dispensing gun. Pengadukan

automix ini memiliki kelebihan dibandingakan cara manual karena perbandingan

bahan yang tepat, memperkecil masuknya udara, kontaminasi lebih kecil dan waktu

pengadukan yang lebih singkat. Sedangkan pada bahan viskositas tinggi yaitu putty

polyvinylsiloxane tersedia dalam dua buah wadah yang terdiri basis dan katalis.

Proses manipulasi dengan cara pengadukan manual menggunakan tangan operator

kemudian bahan dipuntir sebesar 3-4 mm lalu diaplikasikan disekeliling perifer

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sendok cetak fisiologis. Dikarenakan hal ini bahan putty polyvinylsiloxane sangat

sensitif dengan ketrampilan operator sedangkan bahan heavy body polyvinysiloxane

memiliki kemudahan karena menggunakan dispensing gun sehingga mempersingkat

proses manipulasi bahan dan memiliki efisiensi lebih baik (Zarb 2012; Annusavic

2013; Mittal 2012).

Terdapat ketidaksesuaian hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya

seperti pada penelitian yang dilakukan, Yarepateni dan Rizk yang menyatakan

perbedaan yang signifikan pada kekuatan retensi pada bahan border molding

menggunakan putty, medium body polyvinylsiloxane, dan low fusing compound (Rizk

2008; Dikutip dari Ishihara dkk, 2017). Hal ini mungkin disebabkan oleh alat yang

digunakan pengukuran retensi yaitu push and pull gauge analog. Sedangkan pada

penelitian sebelumnya menggunakan digital force gauge, modifikasi whipmix

earpiece facebow dan alat custom made (Ishihara dkk 2017; Yarapateneni dkk 2013;

,Manes dkk 2010; Beer FP dkk 1976). Pada penelitian ini terdapat modifikasi bentuk

kaitan alat pengukuran retensi dengan loop yang pada palatum sendok cetak

fisiologis. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan arah tarikan 900 untuk menghindari

adanya bias akibat arah gaya yang tidak tegak lurus dari basis gigi tiruan karena sudut

vektor dapat memengaruhi hasil pengukuran. Sudut angulasi yang lebih besar

membutuhkan gaya yang lebih besar (Beer 1976). Pada penelitian sebelumnya

terdapat angulasi 100 pada arah tarikan yang mungkin dapat mempengaruhi hasil

pengukuran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Keterbatasan pada penelitian ini adalah :

1. Alat push and pull gauge anolog memberikan hasil pengukuran retensi yang

kurang detail.

2. Umur, ukuran rahang, volume dan viskositas saliva tidak termasuk dalam

kriteria inklusi

3. Penelitian ini belum melihat pengaruh kedua jenis bahan border molding

dengan masing- masing teknik.

4. Penelitian ini belum melihat korelasi antara ukuran detail morfologi perifer

dengan nilai retensi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 6

Kesimpulan dan Saran

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan :

1. Nilai rerata dan standar deviasi ukuran detail morfologi jaringan perifer

basis gigi tiruan pada pasien edentulus di RSGM USU pada kelompok A pada regio

anterior adalah (3,62 + 0,52) mm, dan pada posterior (4,29 + 0,59) mm, kelompok B

pada regio anterior adalah (3,48 + 0,59) mm, dan pada posterior (4,31 + 0,69) mm.

kelompok C pada regio anterior adalah (4,03 + 0,81) mm dan pada daerah posterior

(4,71 + 0,64) mm kelompok D pada regio anterior adalah (4,00 + 0,80) mm dan pada

daerah posterior (4,51 + 0,80) mm .

2. Nilai rerata dan standar deviasi nilai retensi basis gigi tiruan dengan bahan

border molding heavy body dan putty polyvinilsiloxane dengan teknik fungsional

pada pasien edentulus di RSGM USU pada kelompok A adalah (44.20 + 6.89),

kelompok B adalah (42.20 + 5.28) N, kelompok C adalah (48,00 + 6.65) N,

kelompok D adalah (44.90 + 6.57) N

3. Tidak ada pengaruh bahan border molding heavy body polyvinilsiloxane

dengan teknik fungsional dan manual (kelompok A dan B) terhadap detail morfologi

jaringan perifer basis gigi tiruan pada pasien edentulus di RSGM USU dengan nilai p

= 0,58 (p >0,05) pada regio anterior dan p = 0,53 (p >0,05) pada regio posterior, dan

pada bahan putty polyvinylsiloxane (kelompok C dan D) nilai p = 0,93 (p >0,05) pada

regio anterior dan p = 0,53 (p >0,05) pada regio posterior.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Tidak ada pengaruh bahan border molding heavy body polyvinilsiloxane

dengan teknik fungsional dan manual pada pasien edentulus di RSGM USU terhadap

retensi gigi tiruan pada pasien edentulus di RSGM USU (kelompok A dan B) dengan

nilai p = 0,47 (p>0,05), dan dengan bahan putty (kelompok C dan D) dengan nilai p =

0,30 (p>0,05).

Implikasi klinis dari hasil penelitian ini:

1. Bahan putty polyvinylsiloxane dengan teknik fungsional merupakan pilihan bahan

border molding yang baik dalam pembuatan gigi tiruan penuh karena memiliki

hasil pengukuran retensi paling baik

2. Penggunaan bahan heavy body polyvinylsiloxane sebagai bahan border molding

dapat mempersingkat waktu karena proses manipulasinya dengan metode automix

menggunakan dispensing gun.

3. Teknik border molding fungsional menggunakan bahan heavy body dan putty

polyvinylsiloxane dapat menjadi pilihan untuk border molding karena memiliki

hasil pengukuran retensi paling baik.

4. Teknik border molding manual merupakan pilihan ketika keadaan pasien tidak

memungkinkan untuk dilakukannya teknik border molding fungsional, misalnya

penurunan fungsi motorik akibat adanya penyakit sistemik neurologis dan pasien

geriatrik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh bahan border

molding heavy body dan putty polyvinilsiloxane pada pasien edentulus di RSGM

USU terhadap terhadap retensi gigi tiruan penuh pada keadaan anatomi linggir

alveolus patologis yang sering didapati di klinik seperti pada pasien dengan linggir

alveolus datar, linggir alveolus dengan reseliensi patologis seperti flabby dan adanya

undercut yang disebabkan torus.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh teknik border

molding fungsional dan manual terhadap retensi gigi tiruan pada pasien edentulus di

RSGM USU dengan keadaan sistemik patologis yang sering ditemui pada pasien

geriatrik.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ukuran sulkus vestibulum intra

oral.

4. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh kedua bahan border

molding dengan masing- masing teknik.

5. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mengenai korelasi antara detail

morfologi jaringan perifer dengan retensi gigi tiruan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Aoun G, Zaarour I, Sayde S, Nasseh I (2015). Maxillary nerve block via the greater
palatine canal : Anold technique revisited. J int soc prevent communt dent 5 :359- 64

Arora AK Goyal I Sebgal M. (2015). Comparative evaluation of reprocibility of


periferal tissues produced by different border molding materials in edentulous
patients : in vivo study. The journal of Indian prosthodontic society. 15 (2)

Alghazawi TF (2016). Advancements in CAD/ CAM technology : Option for


practical implementation. Journal of prsthodontic research 60 : 72 – 84.

Al-Jubouri O, Azari A (2015). An introduction to digitizers in dentistry, systematic


review. Journal of chemical and pharmaceutical research. 7 (10) : 10-20

AlHelal A, Al Rumaih HS, Kattadyl MT, Baba NZ, Goodacre CJ (2016). Comparison
ofretentation between maxillary milled andconventional denture bases : a clinical
study. The journal of prosthetic dentistry

Annusavic, Shen ,Rawls (2013) Phillips science of dental material. 13ed . USA :
Elsivier

Aoyagi K, Sato Y, Kitagawa N, Okane M, Kakuda T, Takayama T (2014). Chairside


evaluation of denture retention. Departemen of

Baslas V, Sigh SV, Aggarwal H, Kaur S, Sigh K, Agarwal KK (2014). A technique


for using short term soft liners as complete denture final impression material. Journal
oral biology and craniofacial research 4: 204-207

Basker RM, Davenport V (2002). “Prosthetic treatment of the edentulous patient” 4 th


Ed, Blackwell Munksgaard
Bath V, Shetty S, Kamath J, Shennoy KK (2016). A simple method to check the
border extension of custom tray.Annals of international medical anddental research 2
(1)

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2013.


Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Cawood JI, Howell RA (1988). A Classification of the edentulous jaws. Int J Oral
Maxillofacial. 17 : 232-236

Chrcanovic BR, Custodio LN (2010). Anatomical variation in the position of the


greater palatine foramen. Journal of oral science. 52 (1) : 109 - 113.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Chen JH, Lee HE, Chen JH, Chuang FH, Chen HS, Chou TM, weng CH (2014),
Investigating the maxillary buccal vestibule. Journal of dental science 9; 125-129

Daou EE (2010).The elastomer for complete denture impression : a review of the


literature.The Saudi dental journal 22 : 153-160

Dhananjay G, Siddiqui A, Gangadhar SA dan lagdive SB (2013). Anatomy of the


lingual and its influence on denture borders. Anat physiol 3 :2

Sachdeva S, Noor R, Mallick R, Perwez E (2014). Role of saliva in complete denture


: an overview. Annals of dental specialty vol 2 (2)

Gupta A, Tiwari B, Goel H, shekhawat H (2010) “ residual ridge resorbtion, a


review “ Indian journal of dental science 3 (2):2.

Goncalev FS, Popoff DA, Castro CD, Silva GC, Magalhes CS, Moreira AN (2011).
Dimensional stability of elastomeric impression materials : a critical review of the
literature. Europe journal of prosthodontic restorative dentistry 19 (2) pp 1-4

Goyal S, Goyal MK, Balkrishanan D, Hedge V, Narayana HI (2014). The posterior


palatal seal : its rationale and importance : an overview. European journal of
prosthodontic 2 (2)

Gupta R, Luthra RP, Gupta S (2016). A comparative analysis of retention of


mandibula denture bases in patients with resorb ridge with or without sublingual
extention- an in vivo study.International journal of advanced research 4 (11);1920 -
1929.

Gupta R, Kuthra RP, Reena S (2015). Comparison of border morphology recorded


using two border molding materials.Journal of advanced medical and dental sciences
research. Vol 3 (4)

Hemmati MA, Jammali A, Barzegar S, Taghavi F (2015). Effect ofsandblastingon


retention of maxillary complete denture.Journal ofislamic dental association;.
Summer 27 (3)

Hikmat JA. (2015) Comparison of the effect of sectional border mouldingusing


different molding andfinal impression material on the retention of maxillary complete
denture bases. IOSR journal of dental andmedical sciences 14 (7) pp 35-40

Ishihara M, Sato Y, Kitagawa N, Nakatsu M, Takeda K, kakuda T, Takayama M,


Tsubakida K (2017). Investigation of methods for measuring mandibular complete
denture retention. JSM dentistry 5 (1) :1080

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jain R, Pemecha S, Jain GC (2012).Realeff : relevance in comple denture.
International journal of innovations inengineering and technology.vol 1 (4)

Jagadeesh MS, Patil RA, Kattimani PT (2013). Clinical evaluation of mandibular


ridge height in relation to aging and length of edentualism. IOSR

Qureishi I, Rashid S, Qureshi S, Rehman AU (2010). Critical evaluationof material


and procedures used for the functional peripheral moulding; JPDA 19 (2)

Kinra SK (2012). Custom impression trays in prosthodontics - clinical guidelines.


Journal of dental sciences 4 (4).

Keneth JA. (1996). Phillips ajar ilmu bahan kedokteran gigi. Edisi 10 by annusavice.
EGC

Kumar L. (2014) Biomechanics and Clinical Implications of Complete Edentulous


State JCGG ; 101-4.

Kumar TA, Naeem A, Mariyam A, Krisna D, Kumar PK (2016).” Residual ridge


resorption : the unstoppable” International journal of applied research 2(2) :169-171

Kumari N, Nandeswhar DB (2015). The dimentional accuracy of polyvinysiloxane


impression material using two different impression technique: an in vitro study. The
journal of Indian prosthodontic society. July-sep 15(3)

Kheur M, Jambhekar S, Sethi T, Kheur S (2015). Journal Dental Specialities; 3 (1)


:81-85

Klineberg I, Eckert SE, Zarb G (2016). Functional occlution in restorative dentistry


and prosthodontics. Elsevier

Liang XH, Kim YM, Cho IH (2014). Residual bone height measured by panoramic
radiography in older edentulous Korean patients. J adv prosthodont; 6 : 53-9.

Mittal S, Gupta D, Sharma H, Kamboj D.(2012) Single step silicone border molding
technique for edentulous patient. International journal of clinical cases 4 (2)

Manes JF, Selva EJ, Barutell AD dan Bouazza K. (2011). Comparison of the
retention strength of three complete denture adhesive. An in vivo study. Med oral
patol ral cir bukal jan 1 ; 16 (1) 132- 6

Manappalil JJ 2003. Basic dental materials 2nd ed. India. Jaypee

Mandikos MN. Polyvinylsiloxane impression material : an update clinical uses.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Mariyam A, Verma AK, saurabh C, Naeem A, Anuj S.(2014).Posterior palatal seal
(PPS): a brief review. Journal of scientific and innovative research ; 3(6): 602-605.

Madhav VN, Prabhudesai (2012). Elastomeric impression technique for complete


denture impression 5 (2)

Mersel A, Zablotsky Y, Uhryn M (2012). Oral rehabilitation for geriatric population


– a voluntary experience in ukrain report. Open journal of stomatology 2 : 95-97

Mccabe JF. Anderson’s (1985). Anderson’s applied dental materials. Six edition.
Blackwel sientific publications.

Mittal S, Gupta D, Sharma H, Kamboj D.(2012) Single step silicone border molding
technique for edentulous patient. International journalof clinical cases 4 (2)

Moira PL, Camila PP, Ana PS, Barbara PO (2014) Dimensional stability of a novel
polyvinylsiloxane impression technique. Braz J Oral Sci13 (2)

Naeem M, Pankaj K, Vijay K, Sumit M, Nisha S, Taseer B (2014). Geriatrik


consideration in the management of edentulous patient. International journal of
applied research 1 (1) :13-15.

Nallaswamy D (2005). Textbook of Prosthodontics. New Delhi: Jaypee


Brothers,: 4, 19-25, 29-31, 60-3.

Ona M, takashi H, Sato M, Igarashi Y, wakabayashi N (2010). Effect of reactive


adhesive on the tensile bond strength of polyvinylsiloxane impression material to the
methacrylate tray material. Dental materian journal. 29 (3) : 336-340

Park C, Yang HS, Lim PL, Yun KD, Oh GJ, Park SW (2016) A new fast and simple
border molding process for complete denturesusing acompound stick gun.The
international journal of prosthodontic 29 (6)

Rizk FN. (2008). Effect of different border molding material on complete denture
retention. CDJ 24 (3) : 415-20

Re D, Angelis FD, Augusti G, Augusti D, Caputi S,Amario MD, D’arcangelo


C.(2015)
Mechanical properties of elastomeric impression materials:An in vitro
comparison.international journal of dentistry.

Susic I, Travar M, Susic M (2017). The application of CAD / CAM technology in


dentistry. IOP conf series : material aand engineering 200

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


The academy of Prosthodontics. The Glossary of Prosthodontic Terms (2005). The
Journal Prosthetic Dentistry ; 94(1): 25

Ufuk H, Ayhan G, Nehir O, kesim F.(1998) Evaluation of reprocibility of the


peripheral tissues in edentulous patients. Tr J of medical science 28 : 291- 294

Patel JR, Sethurahman R, Chaudari j. (2010). Comparative evaluation ofborder


morfoly produced by three different border molding material. International journal of
contemporary dentistry

Pusat data dan informasi kementrian kesehatan (2013).Gambaran kesehatan lanjut


usia di Indonesia. Buletin jendela data dan informasi kesehatan. Semester 1

Qanungo A, Aras MA, Chitre V, Coutinho I, Rajagopal P, Mysore A. (2016)


Comparative evaluation ofborder molding using two different techniques in maxillary
edentulous arches: clinical study. The journal of Indian prosthodontic society 16 (4)

Tarigan AP (2015).Proses penuaan dari aspek kedokteran gigi. USU Press

Tiwari P, karambelkar V, Patel JR, Sethuraman. (2014). Comparison of the ability of


two border moldng materials in recording the functional laterak throat in completely
edentulous mandibular arches- in vivo study. International journal ofreserch in
dentistry. Vol 4 (5)

Yeshwante B, Nazisbaig, Despand S, Patil S, Makanikar S, Bhandari S (2016).


Dental CAD CAM : A systematic review. Journal applied dental and medical science
2 (3).

Zarb et al 2005.” .”Prosthodontic treatment for edentulous patients. Complete denture


and implant supported prostheses. 12th ed. St. Louis: MO: Mosby; 2005:437442

Zarb G, Hobkirk JA, Eckert SE, Jacob RF (2012). Prosthodontic Treatment for
edentulous patients. Complete Denture and Implant Supported Prostheses. 13th ed.
Singapore : Elsivier

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai