Anda di halaman 1dari 54

SKRIPSI

HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN FAKTOR KONDISI


IKAN LAYANG (Decapterus russelli) YANG DIDARATKAN
DI PELABUHAN KWANDANG, GORONTALO UTARA

OLEH
AHMAD K. SULEMAN
402170012

PROGRAM STUDI PERIKANAN DAN KELAUTAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GORONTALO
2019

i
SKRIPSI

HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN FAKTOR KONDISI


IKAN LAYANG (Decapterus russelli) YANG DIDARATKAN
DI PELABUHAN KWANDANG, GORONTALO UTARA

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Menyelesaikan Studi
Pada Program Studi Perikanan Dan Kelautan
Universitas Gorontalo

OLEH
AHMAD K. SULEMAN
402170012

PROGRAM STUDI PERIKANAN DAN KELAUTAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GORONTALO
2019

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Hubungan Panjang Bobot dan Faktor Kondisi Ikan Layang


(Decapterus russelli) yang didaratkan di Pelabuhan
Kwandang, Gorontalo Utara.
Nama : Ahmad K. Suleman
Stambuk : : 402170012
Program Studi : : Perikanan Dan Kelautan
Fakultas : : Pertanian

Hasil Skripsi
Telah Diperiksa dan Disetujui

Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II

Asniati Ningsih, S.Pi M.Si Sri Yuningsih Noor, S.Pi M.Si


NIDN: 20018503 NIDN: 0903068603

Mengetahui
Dekan Ketua Program Studi
Fakultas Pertanian Perikanan dan Kelautan

Nurul Auliyah, S.Pi M.Si Ida Astuti, S.Pi M.Si


NIDN: 0905058102 NIDN: 0903028402

iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ahmad K. Suleman

Stambuk : 402170012

Program Studi : Perikanan dan Kelautan

Fakultas : Pertanian

Menyatakan dengan sesungguhnya dan sejujurnya, bahwa skripsi saya

yang berjudul “Hubungan panjang bobot dan faktor kondisi ikan layang

(Decapterus russelli) yang didaratkan di Pelabuhan Kwandang, Gorontalo

Utara” dapat diselesaikan dan merupakan asli penelitian saya sendiri dan bukan

plagiasi hasil karya orang lain, dan jika terdapat karya orang lain sebagai

bagian dari skripsi ini, maka disebutkan nama pengarang dan dicantumkan

dalam daftar pustaka.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila

dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan

ini, maka saya bersedia menerima sangsi akademik sesuai peraturan yang

berlaku diuniversitas gorontalo.

Gorontalo, Juli 2019


Yang Menyatakan

Materai 6000

Ahmad K. Suleman
Stambuk : 402170012

iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu


telah selesai (dari suatu urusan), Kerjakanlah dengan sesungguh-
sungguhnya (urusan) yang lain. (Q.S Al-Insyiriyah 6-7)

Tiada doa yang lebih indah


selain doa agar skripsi ini cepat selesai
(Ahmad K. Suleman)

Persembahan

Sujud Syukur Kepada Allah SWT

Kupersembahkan hasil usahaku dan terima kasihku

kepada :

Yang teristimewa ayahanda tercinta Karim Suleman

yang selalu mendoakan keberhasilan studiku.

Istriku Sri Wahyuni Suratinoyo S.P yang telah turut mebantu

dan mendukung serta dengan sabar menunggu selesainya studiku.

Ananda tersayang Anindya Risqiana Suleman yang menjadi penyemangat

hingga selesainya studiku.

Almamaterku tercinta

Universitas Gorontalo

v
RIWAYAT HIDUP

Ahmad K. Suleman, Lahir pada Tanggal 27 Februari

1989 di Gorontalo. Penulis adalah anak ke tiga dari lima

bersaudara, pasangan bapak Karim Suleman dan ibu

Hadidjah Tuna (Alm). Penulis menyelesaikan pendidikan

di Sekolah Dasar Negeri 1 Bilungala pada tahun 2001.

Melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di

SMPN 1 Bonepantai lulus pada tahun 2004. Selanjuntya penulis melanjutkan

pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Bonepantai

jurusan Peirkanan dan Kelautan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007-2008

penulis melanjutkan studi ke perguruan tinggi negeri Universitas Negeri

Gorontalo dan lulus pada akhir tahun 2010 dengan menyandang predikat

Diploma tiga (D III) program studi Teknologi Hasil Perikanan. Selanjutnya

penulis mengawali karier didunia pekerjaan tahun 2011-2012 di Bank Mega

Syariah Cluster Gorontalo, dan tahun 2013 pindah ke PT, Bank Rakyat

Indonesia (BRI) tbk, hingga sekarang. Disela kesibukan sebagai karyawan,

timbul keinginan penulis untuk melanjutkan studi ke jenjang Sarjana Strata

satu (S1). Sehingga akhir tahun 2017 penulis memutuskan masuk ke Perguruan

Tinggi Universitas Gorontalo untuk meraih gelar Sarjana Strata satu (S1).

vi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat ilahi Robbul


Izzati, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan hasil penelitian dengan judul “Hubungan panjang total dan faktor
kondisi ikan layang (Decapterus russelli) yang didaratkan di Pelabuhan
Kwandang, Gorontalo Utara”.
Adapun tujuan penyelesaian penyusunan hasil penelitian ini adalah
untuk memenuhi salah satu syarata dalam menempuh sidang skripsi guna
memperoleh gelar Sarjana Perikanan program S1 Fakultas Pertanian jurusan
Perikanan dan Kelautan Universitas Gorontalo.
Mengingat keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan
penulis pada proses penyusunan hasil penelitian ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Khususnya penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada Ibu Asniati Ningsih, S.Pi M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah
memberi banyak arahan dan masukan hingga rampungnya hasil penelitian ini.
Tak lupa juga peran dari berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian hasil penelitian ini, untuk itu dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Orang tua dan seluruh keluarga yang telah memberikan do‟a dan dukungan
berupa moral materi serta nasihat selama ini.
2. Bapak Dr. Ibrahim Ahmad, SH, MH selaku Rektor Universitas Gorontalo
3. Ibu Nurul Auliyah, S.Pi M.Si selaku Dekan Fakultas sekaligus dosen penguji
4. Ibu Sri Yuningsih Noor, S,Pi M,Si selaku dosen pembimbing II.
5. Ibu Ida Astuti, S.Pi M.Si selaku Ketua Program studi Perikanan dan Kelautan
Universitas Gorontalo. Serta seluruh staf dosen dan staf administrasi Fakultas
Pertanian Universitas Gorontalo.
6. Teman-teman Program studi Perikanan dan Kelautan angkatan 2017 yang
senasib dan seperjuangan.

vii
Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga amal ibadah, dan dorongan serta doa yang diberikan kepada penulis
dengan tulus iklas mendapat Rahmat dan karunia dari Allah SWT, amiin ,,,!!!

Gorontalo, Juli 2019

Penulis

viii
ABSTRAK

AHMAD K. SULEMAN, 402170012. Hubungan Panjang Bobot dan


Faktor Kondisi Ikan Layang (Decapterus russelli) yang didaratkan di
Pelabuhan Kwandang, Gorontalo Utara. Dibawah bimbingan ibu Asniati
Ningsih selaku pembimbing I dan ibu Sri Yuningsih Noor selaku
pembimbing II.

Kwandang merupakan salah satu wilayah yang terletak di Kabupaten


Gorontalo utara yang penduduknya kebanyakan berprofesi sebagai nelayan dan
memiliki sumber daya perikanan yang melimpah khususnya ikan layang
(Decapterus russelli). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek biologi
ikan layang (Decapterus russelli) meliputi hubungan panjang bobot dan faktor
kondisi ikan layang yang didaratkan di Pelabuhan Kwandang, Gorontalo Utara.
Penelitian ini dilakukan selama dua bulan yaitu pada bulan Maret dan bulan
April 2019. Metode yang digunakan yaitu dengan mengukur panjang total dan
bobot ikan pada fase bulan gelap dan fase bulan terang. Jumlah contoh ikan
layang yang diperoleh selama penelitian sebanyak 200 ekor terdiri dari 82 ekor
ikan layang jantan dan 118 ekor ikan layang betina. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan, pola pertumbuhan ikan layang jantan dan ikan
layang betina bersifat alometrik positif yaitu pertambahan bobot ikan lebih
cepat dari pertambahan panjang tubuh. Pola pertumbuhan ikan layang betina
pada fase bulan terang dan bulan gelap bersifat alomterik positif sedangkan
pola pertumbuhan ikan jantan pada fase bulan gelap bersifat alometrik negatif
yaitu pertambahn panjang tubuh lebih cepat dari pertambahan bobot ikan.
Faktor kondisi ikan layang meningkat seiring bertambahnya panjang tubuh.
Faktor kondisi ikan layang pada fase bulan gelap lebih besar dibanding dengan
fase bulan terang. Ikan layang jantan dan ikan layang betina tergolong ikan
tidak gemuk

Kata Kunci : Panjang bobot, ikan layang, Pelabuhan Kwandang

ix
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ vii


ABSTRACK ................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 2
C. Tujuan Penelitian.............................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 4
E. Kerangka Pikir .................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Sumber daya Ikan Layang (Decapterus russelli) ............................ 5
B. Status Perikanan Ikan Layang .......................................................... 6
C. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Layang (Decapterus russelli) ........ 8
D. Daerah Penyebaran......................................................................... 10
E. Pola Ruaya ...................................................................................... 12
F. Musim Penangkapan ....................................................................... 13
G. Musim Pemijahan Ikan Layang ..................................................... 13
H. Aspek Biologi ................................................................................ 14
1.Hubungan panjang bobot ............................................................ 14
2.Faktor Kondisi ............................................................................ 16
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 17
B. Alat dan Bahan............................................................................... 17
C. Metode Pengambilan Data ............................................................. 17
D. Analisis Data.................................................................................. 18
BAB VII HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hubungan Panjang – Bobot Ikan Layang ..................................... 20
B. Faktor Kondisi .............................................................................. 31
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 32
B. Saran ............................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

No Teks Hal
1. Alat yang digunakan dalam penelitian ................................................. 17
2. Bahan yang digunakan dalampenelitian .............................................. 17
3. Waktu pengambilan ikan contoh.......................................................... 18
4. Hasil analisis hubungan panjang bobot tubuh ikan layang .................. 20
5. Hasil analisis hubungan panjang bobot ikan layang
(Decapterus russelli) pada fase bulan terang dan bulan
gelap .................................................................................................... 24
6. Nilai faktor kondisi ikan layang (Decapterus russelli)
berdasarkan ukuran panjang................................................................. 29
7. Faktor kondisi ikan layang (Decapterus russelli)
berdasarkan fase bulan terang dan fase bulan gelap ............................ 30

xi
DAFTAR GAMBAR

No Teks Hal
1. Kerangka pikir penelitian .......................................................................... 4
2. Ikan Layang (Decapterus russelli ............................................................. 9
3. Hubungan bobot-panjang tubuh ikan layang (Decapterus russelli) betina
dan jantan ................................................................................................ 22
4. Hubungan bobot-panjang tubuh ikan layang (Decapterus russelli) jantan
pada fase bulan terang dan fase bulan gelap .......................................... 27
5. Hubungan bobot-panjang tubuh ikan layang (Decapterus russelli) betina
pada fase bulan terang dan bulan gelap .................................................. 28

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gorontalo Utara memiliki potensi sektor kelautan dan perikanan yang

tinggi, baik itu produksi ikan pelagis besar maupun produksi ikan pelagis kecil

yang terus melimpah. Kecamatan Kwandang merupakan salah satu kecamatan

yang terletak di Kabupaten Gorontalo Utara dengan luas wilayah 301,26 km2.

Secara geografis Kecamatan Kwandang terletak pada posisi 0°49′39″S -

122°55′8″E dengan batas wilayah Sebelah Utara berbatasan dengan Laut

Sulawesi, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Gentuma Raya, sebelah

Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo, dan sebelah Barat berbatasan

dengan Kecamatan Anggrek (Profil Kecamatan Kwandang Dalam Angka,

2018) .

Kecamatan Kwandang memiliki jumlah penduduk 29.258 jiwa yang terdiri

dari laki-laki 14.769 jiwa, dan perempuan 14.489 jiwa (BPS Kabupaten

Gorontalo Utara,2018). Dari jumlah penduduk tersebut banyak diantaranya

yang berprofesi sebagai nelayan. Hasil tangkapan ikan yang beragam di

Perairan laut Kwandang menyebabkan daerah ini potensial sebagai kawasan

penangkapan ikan oleh nelayan di Gorontalo Utara. Dan salah satu sumberdaya

perikanan yang cukup potensial adalah ikan layang ( Decapterus russelli ).

Ikan layang merupakan ikan pelagis kecil yang termasuk dalam komoditas

ekonomis penting di Gorontalo Utara. Selain mempunyai nilai ekonomis

penting, dagingnya memiliki tekstur yang kompak dengan citarasa yang

13
banyak digemari orang, sehingga dapat menjadi salah satu sumber pemenuhan

protein hewani bagi rakyat (Prihartini, 2006).

Penangkapan ikan layang juga menjadi sumber mata pencaharian bagi

banyak nelayan di sekitar wilayah Kwandang. Hal ini memicu terjadinya

eksploitasi terhadap sumberdaya tersebut. Walaupun ikan layang merupakan

sumberdaya yang dapat terbarukan (renewable resources) namun tingkat

kecepatan pemulihannya dapat saja tidak seimbang dengan laju

pemanfaatannya (Irham, 2009). Untuk itu diperlukan upaya pengelolaan guna

menekan tingkat penangkapan ikan yang di lakukan secara berlebihan.

Dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan, terutama sumberdaya

ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis maka diperlukan

informasi yang up to date tentang sumberdaya tersebut. Informasi-

informasi seperti panjang bobot dan faktor kondisi sangatlah diperlukan

sehingga sumberdaya ikan pelagis kecil dapat dikelola dengan baik dan

dimanfaatkan secara berkelanjutan. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian

tentang hubungan panjang bobot dan faktor kondisi ikan layang (Decapterus

russelli) yang didaratkan di pelabuhan Kwandang, Gorontalo Utara ini di

anggap penting.

B. Rumusan Masalah

Kondisi penangkapan ikan layang yang dilakukan secara terus menerus dan

dengan jumlah yang banyak di kecamatan Kwandang ini perlu mendapatkan

perhatian yang serius agar tidak memicu terjadinya penangkapan ikan secara

berlebihan khususnya ikan layang (Decapterus russelli) yang nantinya jika

dilakukan secara terus menerus akan menyebabkan kepunahan.

14
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan tentang perlunya kajian

sumberdaya perikanan dalam rangka pengelolaan perikanan layang yang

berkelanjutan, salah satu contohnya seperti informasi mengenai panjang bobot

dan faktor kondisi ikan layang (Decapterus russelli) yang didaratkan di

Pelabuhan Kwandang, Gorontalo Utara.

C. Tujuan

Adapun tujuan dilakukan penelitian ini diantaranya adalah :

1. Untuk mengetahui hubungan panjang dan bobot ikan layang (Decapterus

russelli) yang didaratkan di pelabuhan Kwandang, Gorontalo Utara.

2. Untuk mengetahui faktor kondisi ikan layang (Decapterus russelli) yang

didaratkan di pelabuhan Kwandang, Gorontalo Utara

D. Manfaat

Manfaat dilakukan penelitian ini yaitu sebagai bahan informasi dan rujukan

dalam upaya pengelolaan sumber daya ikan layang (Decapterus russelli) yang

berkelanjutan.

15
E. Kerangka Pikir Penelitian

Hubungan panjang bobot dan faktor kondisi


ikan layang (Decapterus ruselli) yang
didaratkan di Pelabuhan Kwandang,
Gorontalo Utara

Pengukuran panjang Pengukuran bobot


ikan layang Ikan layang

Analisis hubungan panjang dan


faktor kondisi

Data yang diperoleh digunakan


sebagai bahan informasi dan
rujukan dalam upaya
pengelolaan sumber daya ikan
layang.

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian

16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sumber daya Ikan Layang ( Decapterus sp)

Sumberdaya ikan pelagis merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang

umumnya hidup pada lapisan permukaan dan terdiri dari banyak spesies yang

berukuran badannya relatif tetap kecil meskipun telah dewasa

(Dwiponggo,1983)

Sumberdaya ikan pelagis kecil diduga merupakan salah satu sumberdaya

perikanan yang paling melimpah di perairan Indonesia. Sumberdaya ini

merupakan sumberdaya neritik, karena terutama penyebarannya adalah di

perairan dekat pantai. Di daerah – daerah dimana terjadi proses pengadukan

massa air (upwelling), sumberdaya ini dapat membentuk biomasaa yang sangat

besar (Csirke dalam Merta,dkk.,1999).

Ikan-ikan pelagis kecil yang tergolong kedalam ordo Perciformes terdiri

dari ikan-ikan karanggid yang hidup di paparan benua seperti ikan layang,

selar, kuwe dan lain-lain dan skombroid seperti kembung,tenggiri serta

berbagai jenis ikan tuna oseanik, setuhuk , layaran, dan lain-lain. Diantara

famili dalam ordo Perciformes yang terdapat di paparan benua dan perairan

pantai, maka ikan layang dan selar, kembung dan tenggiri mendominasi wajah

ekosistem pelagis perairan Indonesia. Ikan-ikan karanggid bersifat aktif pada

malam hari di samping sebagai perenang yang aktif (Widodo ,1991).

17
Ikan layang (Decapterus spp) adalah sumberdaya ikan pelagis kecil yang

penting di perairan Indonesia karena mendominasi hasil tangkapan di berbagai

perairan laut di Indonesia. Terdapat lima jenis Ikan layang yaitu D. lajang, D.

russelli, D. macrosoma, D. kuroides dan D. maruadsi (Nontji, 2002).

Sementara itu di laut Jawa, Ikan layang (Decapterus spp) yang tertangkap

terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu D. russelli (Rupell, 1928) dan D. macrosoma

(Bleeker, 1851) dalam Prihartini (2006), yang mempunyai peranan penting dan

nilai ekonomis di dalam dunia perikanan purse seine sehingga banyak dicari

dan ditangkap oleh armada purse seine sebagai target utama hasil tangkapan.

Kondisi dari berbagai jenis sumberdaya ikan pelagis kecil di wilayah

perairan Indonesia bagian barat, terutama di Utara Jawa, Selat Bali dan bagian

selatan Sulawesi telah mengalami tekanan eksploitasi yang intensif. Sebaliknya

hampir di seluruh perairan wilayah Indonesia bagian timur, sumberdaya ikan

yang sama masih belum diusahakan secara optimal.

B. Status Perikanan Ikan Layang

Usaha perikanan ikan layang (Decapterus sp), menggunakan alat tangkap

berupa jaring purse seine dengan ukuran mata jaring 15 mm, panjang jaring

sekitar 300 – 400 meter pada kedalaman 50 – 70 meter, yang merupakan salah

satu usaha perikanan yang paling utama di Laut Jawa dan menduduki rangking

pertama baik dalam jumlah dan nilai produksinya. Kelimpahan usaha perikanan

ini tergantung dari 2 (dua) jenis spesies ikan layang yaitu (1) ikan layang atau

“Indian Scad” (Decapterus russselli) atau menurut Gushiken dalam Widodo

(1991) sering salah dalam mengidentifikasi sebagai Decapterus maruadsi, yang

hanya dijumpai di perairan pantai Jepang dan China yang mendominasi dalam

18
usaha penangkapan (2) ikan layang deles atau “Short fin scad” Decapterus

macrosoma. Stok kedua spesies terkonsentrasi di bagian timur paparan Laut Jawa

yaitu dari Kepulauan Karimun Jawa, kearah barat sampai bagian timur P.Lari-

larian.

Sejak pertama kapal purse seine dioperasikan di Perairan Laut Jawa pada

tahun 1971, daerah penangkapan utamanya yaitu di perairan pantai yang landai

sebelah Timur Laut Jawa, yaitu mulai dari Kepulauan Karimun Jawa yang

berbatasan dengan perairan bagian barat P. Bawean dan Massalembo bagian

timur. Sejak purse seine dioperasikan hasil tangkapannya meningkat terus

menerus dari tahun ketahun. Sejak tahun 1982 daerah penangkapan telah meluas

kearah timur sampai Matasiri dan akhirnya sampai P. Lari-larian di Selat

Makassar.

Dengan ditemukan daerah penangkapan baru yakni sekitar perairan Matasiri

sampai perairan Lari-larian di Selat Makassar produksi naik, yaitu dari 40.000 ton

(1982) menjadi 100.000 ton (1985). Namun beberapa tahun terakhir produksi ikan

layang secara nasional mengalami penurunan hingga 52.000 ton (1988) dan

selanjutnya naik lagi menjadi 65.000 ton pada tahun 1989 (Widodo,1991).

Demikian juga ikan layang yang didaratkan di PPN Pekalongan selama 10

(sepuluh) tahun terakhir juga mengalami penurunan yaitu dari 55.817 ton pada

tahun 1994 menjadi 22.793 ton pada tahun 2003 dengan rata-rata penurunan 9,47

% per tahun (PPN Pekalongan, 2005).

Dalam kurun waktu 10 tahun tersebut, hasil tangkapan ikan layang dengan

kapal purse seine, rata-rata per bulannya mengalami penurunan sampai titik

terendah, yaitu terjadi pada bulan Pebruari ketika angin berembus sangat kencang

19
mencapai klimaks. Hal ini yang mengakibatkan hasil tangkapan rendah dalam

bulan Pebruari – Maret yang secara rinci dapat dilihat pada lampiran 2 (PPN

Pekalongan, 2005). Penyebab rendahnya hasil tangkapan ini, tidak hanya karena

angin kencang dan gelombang yang kuat, tetapi juga kondisi biologi ikan dalam

bulan-bulan tersebut rata-rata panjang ikan layang (Decapterus spp) yang

tertangkap berukuran minimum (Widodo,1988).

Menurut Statistik Perikanan Indonesia 1991–2001 (Ditjen Perikanan

Tangkap,2002), perkembangan hasil tangkapan ikan layang mengalami fluktuasi,

yaitu mengalami peningkatan dari 213.274 ton (1991) menjadi 277.593 ton pada

tahun 1998. Kemudian mulai tahun 1999 sampai 2001, hasil tangkapan menurun

yaitu dari 261.138 ton menjadi 258.393 ton namun penurunan ini diikuti dengan

peningkatan jumlah kapal purse seine dari 9.924 buah pada tahun 1999 menjadi

13.485 buah pada tahun 2001.

Dari data tersebut secara nasional sumberdaya ikan layang menunjukkan

adanya penurunan . Bahkan fluktuasi penurunan sumberdaya ikan layang ini

sudah dimulai sejak tahun tahun 1982 Hal ini sesuai hasil penelitian Nurhakim

(1987) yang menyatakan bahwa usaha penangkapan ikan layang di Laut Jawa

telah menunjukkan gejala upaya penangkapan yang berlebih, sehingga apabila

penangkapan ikan terus masih berkembang, maka dikawatirkan akan merugikan

usaha penangkapan dan sumberdaya perikanan itu sendiri.

C. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Layang

Klasifikasi adalah proses pengaturan hewan atau tumbuh-tumbuhan ke

dalam takson tertentu brdasarkan persamaan dan perbedaan. Hasil proses

pengaturan ini ialah suatu sistim klasifikasi, yang sengaja diciptakan untuk

20
menyatakan hubungan kekerabatan jenis-jenis makhluk hidup satu sama

lainnya. Menurut Rideng (1989) bahwa semua klasifikasi bertujuan agar kita

mengingat sedikit mungkin, tetapi dalam ingatan tersebut mengandung

informasi sebanyak-banyaknya. Dengan mengelompokkan jenis-jenis

tumbuhan dalam suatu takson maka ciri-ciri masing-masing individu akan

tercermin dalam deskripsi takson tersebut.

Klasifikasi ikan layang dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Froese dan

Pauly, 2013) :

Phylum : Chordata

Class : Pisces

Subclass : Teleostei

Ordo : Percomorphi

Divisi : Perciformes

Subdivisi : Carangi

Family : Carangidae

Genus : Decapterus

Spesies : Decapterus russelli

21
Gambar 2. Ikan Layang (Decapterus russelli)

Ikan layang (Decapterus russelli) memiliki ciri-ciri badannya

memanjang, sedikit ramping dan compressed. Memiliki dua sirip dorsal yang

terpisah jauh, sirip dorsal pertama memiliki VIII sirip jari keras. Sirip dorsal

kedua memiliki I sirip jari keras dan 28-33 sirip jari lemah (termasuk finlet).

Sirip dubur berjari-jari keras II (lepas) dan I bergabung dengan 25-29 jari-jari

lemah (termasuk finlet); sirip akhir dorsal dan dubur masing-masing terdiri dari

finlet yang terpisah; panjang sirip dada 76,5-97% panjang kepala. Memiliki

scale dan scute di linea lateralis yang berjumlah 77-102 (termasuk sisik di sirip

ekor). Pada bagian lengkungan linealateralis terdiri dari 42-62 sisik dan 0-4

scute, sedangkan pada bagian linea lateralis yang lurus terdapat 0-4 sisik

bergabung dengan 30-40 scute. Warna tubuh hijau kebiruan di bagian

punggung, keperakan di bagian perut, terdapat titik hitam kecil di dekat

operkulum. Sirip ekor berwarna kuning hingga coklat kehitaman, sirip dorsal

kedua berwarna dasar kuning kecoklatan terang, sedangkan sirip lainnya

sebagian besar berwarna kuning kecuali sirip perut pada ikan jantan dewasa

yang berwarna sedikit gelap (Carpenter dan Niem, 1999).

D. Daerah Penyebaran

Di perairan Indonesia terdapat lima jenis layang yang umum yakni

Decapterus kurroides, Decapterus russelli, Decapterus macrosoma Decapterus

layang, dan Decapterus maruadsi (FAO,1974). Dari kelima jenis ini hanya

Decapterus russelli yang mempunyai daerah sebaran yang luas di Indonesia ,

22
sedangkan di Perairan Laut Jawa terdapat dua spesies yaitu Decapterus

macrosoma dan Decapterus ruselli (Widodo ,1988).

Secara ekologis sebagian besar populasi ikan pelagis kecil termasuk ikan

layang menghuni habitat yang relatif sama, yaitu di permukaan dan membuat

gerombolan di perairan lepas pantai, daerah daerah pantai laut dalam, kadar garam

tinggi dan sering tertangkap secara bersama (Prihartini, 2006). Ikan layang

(Decapterus russelli) hidup di continental shelf waters dan membentuk

gerombolan besar di perairan neritik dengan kedalaman kurang dari 100 m dan

kisaran salinitas antara 32-34% (Durand dan Widodo, 1998.,Kalhoro et al., 2017).

Ikan layang termasuk jenis ikan perenang cepat, bersifat pelagis, tidak

menetap dan suka bergerombol. Jenis ikan ini tergolong “stenohaline”, hidup di

perairan yang berkadar garam tinggi (32 – 34 promil) dan menyenangi perairan

jernih. Ikan layang banyak tertangkap di perairan yang berjarak 20 – 30 mil dari

pantai. Sedikit informasi yang diketahui tentang migrasi ikan , tetapi ada

kecenderungan bahwa pada siang hari gerombolan ikan bergerak ke lapisan air

yang lebih dalam dan malam hari kelapisan atas perairan yang lebih. Dilaporkan

bahwa ikan ini banyak dijumpai pada kedalaman 45 – 100 meter (Hardenberg

dalam Sunarjo ,1990).

Secara biologi ikan layang merupakan plankton feeder atau pemakan

plankton kasar yang terdiri dari organisme pelagis meskipunkomposisinya

berbeda masing-masing spesies copepoda, diatomae,larva ikan. Sumber daya

tersebut bersifat „multispecies‟ yang saling berinteraksi satu sama lain baik secara

23
biologis ataupun secara teknologis melalui persaingan (competition) dan atau

antar hubungan pemangsaan (predatorprey relationship).

Ikan layang (Decapterus russelli) di mancanegara tersebar luas di daerah

Indo-Pasifik mulai dari Laut Merah dan pantai timur Afrika Selatan terus ke

Aden, Sekotra, Zanzibar, Madagaskar, Arab Selatan, Malaysia kearah utara

sampai ke Filiphina, Pulau-pulau Riu Kiung dan Jepang. Sedangkan di Indonesia,

ikan ini tersebar di Laut Jawa, Sulawesi, Selayar, Ambon, Selat Makassar, Selat

Bali, Selat Sunda dan Selat Madura (Genisa, 1998).

Sementara itu, Widodo (1997) menyatakan bahwa ikan layang benggol (D.

russelli) banyak ditemukan di pulaupulau sepanjang laut Jawa mulai dari

Karimunjawa di bagian Barat sampai ke Samber Gelap dan Lumu lumu di selat

Makassar, dan Pulau Kangean di bagian timur sepanjang tahun.

E. Pola Ruaya

Karena di Laut Jawa sering terjadi perubahan pola arus dan pola sebaran

salinitas yang bergantung pada musim, maka ikan layang berruaya sesuai pola

arus. Hardenberg dalam Nontji (2002) telah menyusun hipotesis mengenai

ruaya ikan layang di laut Jawa dan sekitarnya dengan arah gerakan ruayanya

yang sejalan dengan gerakan arus utama yang berkembang di laut Jawa pada

musim tersebut sebagai berikut :

1. Pada musim timur : bulan Juni – September banyak ikan layang di Laut

Jawa. Ikan layang ini adalah ikan layang timur yang terdiri dari 2 (dua)

populasi, yakni yang datang dari Selat Makassar dan yang datang dari laut

24
Flores. Pada saat itu, dengan salinitas tinggi menyebar dari laut Flores

masuk ke laut Jawa dan keluar melalui Selat Karimata dan Selat Sunda.

2. Pada musim Barat : bulan Januari sampai dengan Maret. Pada musim ini

terdapat 2 ( dua) populasi yang masuk ke Laut Jawa yaitu ikan layang

barat dan ikan layang utara. Populasi layang barat memijah di Samodera

Hindia sampai ke Selatan Selat Sunda dan sekitarnya selanjutnya

bermigrasi /terbawa arus masuk ke Laut Jawa . Sementara itu populasi

layang utara memijah di Laut Cina Selatan, pada musim barat sebagian

bermigrasi ke Selatan melalui Selat Sunda masuk ke laut Jawa dan

sebagian lagi ke timur sampai ke P. Bawean, P. Masalembo dan sebagian

lagi membelok kearah selatan Selat Bali. Pola ruaya ini sejalan dengan

pola arus yang berkembang saat itu.

F. Musim Penangkapan

Puncak produksi ikan layang di Laut Jawa terjadi dua kali dalam setahun

masing-masing jatuh pada bulan Januari – Maret (akhir musim barat) dan pada

bulan Juli – September (musim Timur) . Puncak-puncak musim ini dapat maju

atau mundur waktunya sesuai dengan perubahan musim. Diluar waktu itu ikan

layang tidak tertangkap ( Widodo,1988). Musim penangkapan ikan,terutama

ikan-ikan pelagis kecil dapat ditelusuri dari berlangsungnya musim ikan yaitu

berdasarkan produksi ikan yang didaratkan Pelabuhan Perikanan Nusantara

Pekalongan melimpah antara bulan Juli sampai Desember dengan puncaknya

sekitar bulan Nopember , karena bulan-bulan tersebut terjadi kenaikan produksi

bila dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. (Pelabuhan Perikanan

Nusantara Pekalongan,2005).

25
G. Musim Pemijahan Ikan Layang

Musim pemijahan ikan pelagis kecil di Perairan Laut Jawa relatip panjang

tetapi masing-masing individu lama memijah dalam periode

singkat.Keberadaan juvenil ikan layang (ukuran kurang dari 12 Cm) hanya

terjadi pada bulan Maret sampai Juli. (Atmaja dkk.,2003). Tingkat kematangan

gonad ikan layang biasa (D.ruselli) pada tingkat matang (ripe) dijumpai pada

bulan April sampai Juni , sedangkan pada tingkat lepas telur (masa istirahat dan

menyerupai kantong kosong) terjadi pada bulan sampai Desember . Juvenil

kecil telah dijumpai antara bulan Maret sampai Mei antara ukuran 6 Cm.

(Widodo,1988).

H. Aspek Biologi

1. Hubungan Panjang Bobot

Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan ukuran panjang atau

berat dalam periode waktu tertentu (Hartini et al., 2013). Pola pertumbuhan

ikan ada dua yaitu pertumbuhan isometrik dan pertumbuhan alometrik.

Pertumbuhan isometrik adalah pertambahan panjang tubuh dan bobot

seimbang, sedangkan pertumbuhan alometrik adalah jika pertambahan panjang

tubuh dan bobot tidak seimbang. Pertumbuhan alometrik ada dua yaitu pola

pertumbuhan alometrik negatif (alometrik minor) adalah jika pertambahan

panjang tubuh lebih cepat daripada pertambahan bobot tubuh dan pola

pertumbuhan allometrik positif(allometrik major) jika pertambahan bobot

tubuh lebih cepat daripada pertambahan panjang tubuh (Sasmito et al., 2016).

Pengetahuan tentang pertumbuhan dibutuhkan untuk mendukung upaya

pengelolaan sumberdaya ikan. Menganalisa hubungan panjang dan berat

26
dimaksudkan untuk mengukur variasi bobot untuk panjang tertentu dari ikan

sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan, kesehatan, dan perkembangan

gonad (Dewi et al., 2015). Dalam pengelolaan perikanan, informasi tentang

hubungan panjang berat digunakan untuk menentukan selektifitas alat tangkap

agar ikan-ikan yang tertangkap hanya yang berukuran layak tangkap saja

(Nurhayati et al., 2016).

Hubungan bobot – panjang beserta distribusi panjang ikan sangat perlu

diketahui untuk mengkonversi secara statistik hasil tangkapan dalam bobot ke

jumlah ikan, untuk menduga besarnya populasi, dan untuk menduga laju

kematiannya (Bayliff, 1966 dalam Andy Omar, 2012).

Salah satu nilai yang dapat dilihat dari adanya hubungan panjang bobot

ikan adalah bentuk atau tipe pertumbuhannya. Apabila harga b = 3 maka

dinamakan isometrik yang menunjukkan ikan tidak berubah bentuknya dan

pertambahan ikan seimbang dengan pertambahan bobotnya. Apabila b < 3

dinamakan alometrik negatif dimana pertambahan panjangnya lebih cepat

dibanding pertambahan bobotnya, jika b > 3 dinamakan alometrik positif yang

menunjukkan bahwa pertambahan bobotnya cepat dibanding dengan

pertambahan panjangnya (Hile, 1963 dalam Effendie, 1979). Hubungan

panjang – berat ikan dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin, tingkat kematangan

gonad, musim dan tingkat kepenuhan lambung (Hasnia, 1997).

Formulasi umum yang dapat digunakan dalam perhitungan bobot

panjang adalah :

dimana : W = bobot ikan (g),


L = panjang total ikan (mm),

27
a dan b = konstanta (Ricker, 1975 dalam Andy Omar, 2012).

2. Faktor Kondisi.

Faktor kondisi adalah suatu angka yang menunjukkan kegemukan ikan.

Faktor kondisi secara tidak langsung menunjukkan kondisi fisiologis ikan yang

menerima pengaruh dari faktor intrinsik (perkembangan gonad dan cadangan

lemak) dan faktor ekstrinsik (ketesediaan sumberdaya makanan dan

tekananlingkungan) (Hossain et al, 2006).

Faktor kondisi atau Ponderal index ini menunjukkan keadaan ikan, baik

dilihat dari segi kapasitas fisik, maupun dari segi survival dan reproduksi.

Dalam penggunaan secara komersial, pengetahuan kondisi hewan dapat

membantu untuk menentukan kualitas dan kuantitas daging yang tersedia agar

dapat dimakan (Andy Omar, 2012).

Faktor kondisi relatif merupakan simpangan pengukuran dari sekelompok

ikan tertentu dari bobot rata-rata terhadap panjang pada sekelompok umurnya,

kelompok panjang, atau bagian dari populasi (Weatherley, 1972 dalam Andy

Omar, 2012).

Selama dalam pertumbuhan, tiap pertambahan berat material ikan

bertambah panjang dimana perbandingan liniernya akan tetap. Dalam hal ini

dianggap bahwa berat yang ideal sama dengan pangkat tiga dari panjangnya

dan berlaku untuk ikan kecil atau besar. Bila terdapat perubahan berat tanpa

28
diikuti oleh perubahan panjang atau sebaliknya, akan menyebabkan perubahan

nilai perbandingan tadi (Effendie, 2002).

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Kwandang, Kabupaten Gorontalo

Utara, dan berlangsung selama 2 bulan yaitu bulan Maret sampai dengan bulan

April 2019.

B. Alat dan Bahan

a) Alat

Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian

No Nama Alat Jumlah Kegunaan

1 Cool box 1 Buah Menampung ikan


2 Mistar besi 1 Buah Mengukur panjang
tubuh ikan
3 Timbangan 1 Buah Menukur bobot tubuh
Ikan
4 Papan preparat 1 Buah Pengalas ikan saat
Pengukuran
5 Kertas label 1 pcs penandaan

b) Bahan

Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian.


No Nama bahan Jumlah Kegunaan

1 Ikan layang 200 ekor sampel penelitian


(Decapterus russelli)

29
2 Es batu 1 box kecil menjaga suhu tubuh ikan

C. Metode Pengambilan data

Ikan sampel yang menjadi objek penelitian diperoleh dari hasil tangkapan

nelayan yang didaratkan di Pelabuhan Kwandang, Gorontalo Utara.

Pengambilan sampel ikan dilakukan sebanyak 8 kali selama dua bulan, yakni

bulan Maret dua kali di bulan terang dan dua kali di bulan gelap, hal serupa

dilakukan di bulan April.

Waktu pengambilan dan jumlah ikan contoh yang diambil dapat dilihat

pada tabel 3 berikut :

Tabel 3. Waktu pengambilan ikan contoh


Jenis kelamin Jumlah
Waktu pengambilan ikan contoh Keterangan
Jantan Betina (ekor)

10 Maret 2019 bulan terang 9 16 25


17 Maret 2019 bulan terang 7 13 20
24 Maret 2019 bulan gelap 13 17 30
31 Maret 2019 bulan gelap 9 16 25
07 April 2019 bulan terang 13 13 26
14 April 2019 bulan terang 8 6 14
21 April 2019 bulan gelap 11 19 30
28 April 2019 bulan gelap 12 18 30

D. Analisis Data

a). Hubungan panjang bobot

Menurut Ricker (1975 dalam Andy Omar, 2012) formulasi umum yang

dapat digunakan adalah: W

Keterangan : W = bobot ikan (g),

L = panjang total ikan (mm),

a dan b = konstanta.

30
Persamaan di atas ditransformasikan dalam bentuk logaritma sebagai

bentuk persamaan linier (Spiegel, 1978 dalam Andy Omar, 2012):

log W = log a + b log L

Dapat ditulis dalam bentuk persamaan yang linier sederhana dengan bentuk :

Y = a* + b X

Keterangan : Y = log₁₀W,

X =log₁₀ L,

a*=log₁₀ a,

a dan b = konstanta.

b). Faktor Kondisi

Untuk ikan-ikan yang pertumbuhannya isometrik, rumus faktor kondisi

yang digunakan (Beckman, 1945 dalam Andy Omar, 2012)

Keterangan : W = bobot ikan (g), L = panjang ikan (mm).

Jika pertumbuhan ikan yang diperoleh alometris, maka faktor kondisi

dihitung dengan menggunakan faktor kondisi relatif atau faktor kondisi nisbi.

Faktor kondisi relatif disebut juga Faktor Kondisi Alometris (Ricker, 1975

dalam Andy Omar, 2012).

atau

Keterangan : = faktor kondisi relatif,

Wb = bobot tubuh ikan hasil pengamatan (g),

a = hubungan bobot – panjang yang diperoleh,

31
W* = bobot tubuh ikan dugaan (g).

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hubungan Panjang – Bobot Ikan layang (Decapterus russelli)

Jumlah ikan layang yang didapatkan selama penelitian yaitu sebanyak 200

ekor yang terdiri dari 82 ekor ikan jantan dan 118 ekor ikan betina. Hasil

analisis hubungan bobot-panjang tubuh ikan dapat dilihat pada tabel 4. Berikut

Tabel 4. Hasil analisis hubungan bobot panjang tubuh ikan layang (Decapterus
russelli) di Pelabuhan Kwandang, Gorontalo Utara.

Parameter Jantan Betina


Jumlah ikan (ekor) 82 118
Kisaran Panjang total (mm) 180 – 272 180 – 272
Rata-rata panjang total 222.9512 227.7119
Kisaran bobot tubuh (g) 55 – 191 55 – 193
Rata-rata bobot tubuh 108.5244 115.6525
Log a -5,2123 -5.1648
Koefisien regresi (b) 3.0763 3.0563
Tipe Pertumbuhan Alometrik positif Alometrik positif
Sumber : Data primer

Berdasarkan Tabel 4. didapatkan bahwa ikan layang (Decapterus russelli)

jantan memiliki kisaran panjang tubuh 180 – 272 mm dan kisaran bobot tubuh

32
55 – 191 g, sama halnya dengan ikan betina memiliki kisaran panjang tubuh

180 – 272 mm tetapi memiliki bobot tubuh berkisar antara 55 – 193 g. Rata –

rata panjang tubuh ikan layang jantan adalah 222.9512 mm dan rata – rata

bobot tubuh 108.5244 g, sedangkan ikan layang betina memiliki rata – rata

panjang tubuh 227.7119 mm dan rata – rata bobot tubuh 115.6525 g (Lampiran

1 dan 2). Dapat dilihat bahwa rata-rata panjang total dan bobot total ikan

layang betina lebih besar dibandingkan dengan jantan. Hal ini diduga karena

adanya perbedaan pola pertumbuhan, lingkungan, ketersediaan makanan dan

perbedaan ukuran pertama kali matang gonad. Menurut Nikolsky (1963)

apabila pada suatu perairan terdapat perbedaan ukuran dan jumlah dari salah

satu jenis kelamin, kemungkinan disebabkan oleh perbedaan pola

pertumbuhan, perbedaan ukuran pertama kali matang gonad, perbedaan masa

hidup, dan adanya pemasukan jenis ikan / spesies baru pada suatu populasi ikan

yang sudah ada.

Pada tabel 4. Nilai koefisien regresi (b) dari ikan jantan 3.0763 sedangkan

nilai koefisien regresi (b) ikan betina 3.0563. Ini berarti ikan jantan dan ikan

betina memiliki nilai koefisin regresi lebih besar dari 3 (b>3) yang menandakan

bahwa ikan jantan dan ikan betina memiliki pola pertumbuhan alomterik

positif dimana pertambahan panjang lebih cepat dari pertambahan bobot tubuh

ikan.

Seperti pernyataan Effendie (1979) apabila harga b = 3 maka dinamakan

isometrik yang menunjukkan ikan tidak berubah bentuknya dan pertambahan

ikan seimbang dengan pertambahan bobotnya. Apabila b < 3 dinamakan

alometrik negatif dimana pertambahan panjangnya lebih cepat dibanding

33
pertambahan bobotnya, jika b > 3 dinamakan alometrik positif yang

menunjukkan bahwa pertambahan bobotnya cepat dibanding dengan

pertambahan panjangnya.

Grafik hubungan panjang – bobot ikan layang jantan dan betina disajikan

dalam (gambar 3) berikut :

250
y = -5,21x + 3,08
200 R² = 0,98
Bobot Tubuh (gr)

r = 0,99
150 n = 82

100

50

0
0 50 100 150 200 250 300
Panjang Tubuh (mm)

Gambar 3(a).Hubungan bobot - panjang tubuh ikan layang


(Decapterus russelli) betina dan jantan yang didaratkan
di pelabuhan Kwandang (ikan jantan)

34
250

y = -5,1648x + 3,0564
200 R² = 0,970
r = 1,00

Bobot Tubuh (gr)


n = 118
150

100

50

0
0 50 100 150 200 250 300
Panjang Tubuh (mm)

Gambar 3(b).Hubungan bobot - panjang tubuh ikan layang


(Decapterus russelli) betina dan jantan yang didaratkan
di pelabuhan Kwandang (ikan betina).

Pada (Gambar 3) hasil analisis hubungan panjang bobot ikan layang

(Decapterus russelli) jantan dan betina di wilayah perairan Kwandang,

Gorontalo utara memiliki persamaan regresi (gambar 3a, jantan) y = -5,21x +

3,08. Nilai konstan bobot ikan layang sebesar -5,1852 dan nilai koefisien

regresi panjang sebesar 3,08 artinya panjang ikan layang yang mengalami

koefisien kenaikan setiap 1% akan di ikuti pula oleh kenaikan bobot ikan

layang sebesar 3,08. Dan pada (gambar 3b, betina) memiliki persamaan regresi

y = -5,1648x + 3,056 dimana nilai konstanta bobot ikan layang sebesar -5,1648

dan nilai koefisien regresi panjang sebesar 3,056, artinya apabila panjang ikan

layang mengalami koefisien kenaikan setiap 1% maka akan diikuti oleh

kenaikan bobot ikan layang sebesar 3,056. Sedangkan nilai koefisien

35
determinasi (R2) pada ikan layang jantan (gambar 2a) sebesar 0.98 berarti 97%

pertumbuhan berat tubuh ikan terjadi karena adanya pertambahan panjang ikan

dan 2% pertambahan berat ikan karena adanya pengaruh dari faktor umur dan

faktor lingkungan perairan Kwandang, Gorontalo Utara. Demikian pula nilai

koefisien determinasi (R2) pada ikan betina (gambar 3b) memiliki nilai sebesar

0,970 berarti 97% pertambahan berat tubuh ikan terjadi karena adanya

pertambahan panjang ikan dan 3% pertambahn berat ikan karena adanya

pengaruh faktor umur dan faktor lingkungan disekitar perairan Kwandang,

Gorontalo Utara. Menurut Effendi (2002), pertumbuhan dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam umumnya

adalah keturunan, jenis kelamin, umur, parasit dan penyakit. Sebaliknya, faktor

luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan adalah makanan dan suhu

perairan.

Tabel 5. Hasil analisis hubungan panjang bobot ikan layang (Decapterus russelli)
pada fase bulan terang dan bulan gelap yang didaratkan di Pelabuhan
Kwandang, Gorontalo Utara.
Jantan Betina
Parameter
Bulan terang Bulan Gelap Bulan Terang Bulan gelap

Jumlah ikan contoh 36 46 48 70


Kisaran pjg total (mm) 180 – 272 180 – 272 182 – 272 180 – 272
Rata-rata panjang total 209.389 233.3696 215.6042 236.0143
Kisaran bobot tubuh (g) 55 – 193 56 – 192 56 – 193 55 – 193
Rata-rata bobot tubuh 90.500 122.6304 98.6875 127.2857
Log a -5.2704 -4.9542 -5.1634 -5.1591
Koefisien regresi (b) 3.0996 2.9685 3.0556 3.0540

36
Tipe pertumbuhan alometrik (+) alometrik (-) alometrik (+) alometrik (+)

Sumber : Data primer


Pada fase bulan terang ikan layang jantan yang diperoleh sebanyak 36

ekor ikan contoh, dengan kisaran panjang tubuh 180 – 272 mm dan kisaran

bobot tubuh 55 – 193 g. Pada fase bulan gelap ikan layang jantan yang

diperoleh sebanyak 46 ekor ikan contoh dengan kisaran panjang tubuh 180 –

272 mm dan kisaran bobot tubuh 56 – 192 g. Demikian pula halnya untuk ikan

layang betina pada fase bulan terang dan bulan gelap masing-masing memiliki

kisaran panjang tubuh 182 – 272 mm dengan bobot tubuh 56 – 193 g, dan

kisaran panjang tubuh 180 – 272 mm dengan bobot tubuh berkisar 55 – 193 g.

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa meskipun ikan layang jantan dan betina

memiliki ukuran kisaran panjang dan kisaran bobot yang hampir sama Namun

hasil rata-rata diperoleh berbeda, dan ikan betina memiliki rata-rata panjang

total dan rata-rata bobot tubuh lebih besar dibanding dengan ikan jantan. Hal

ini bisa saja dipengaruhi oleh variasi ukuran, jenis kelamin dan jumlah hasil

tangkapan ikan layang.

Berdasarkan jumlah ikan yang diperoleh terdapat perbedaan pada setiap

fase. Pada fase bulan gelap ikan layang yang diperoleh sebanyak 116 ekor

dimana ikan jantan 46 ekor dan ikan betina 70 ekor. Sebaliknya, pada fase

bulan terang didapatkan sebanyak 84 ekor ikan layang dengan jumlah ikan

jantan 36 ekor dan ikan betina 48 ekor. Dari perbedaan jumlah ikan di atas

dapat diketahui bahwa hasil tangkapan yang diperoleh pada bulan gelap relatif

lebih besar daripada bulan terang. Hal ini dikarenakan adanya bantuan cahaya

lampu nelayan yang terfokus pada satu titik menyebabkan flankton dan

37
organisme kecil berkumpul dan mendekati cahaya lampu tersebut. Bersamaan

dengan itu pula memicu ikan layang untuk berkumpul mendekati cahaya

karena terlihat adanya flankton sebagai makanannya. Pendapat Lee (2010)

bahwa pada kondisi bulan gelap rata – rata nelayan akan memperoleh hasil

tangkapan yang tinggi dan akan terus menurun hingga kondisi bulan mencapai

purnama.

Berdasarkan nilai hitung yang diperoleh ikan jantan pada bulan gelap

menunjukan bahwa nilai koefisien regresi lebih kecil dari 3 (b < 3) yang berarti

pola pertumbuhan allometrik negatif yaitu pertambahan panjang tubuh lebih

cepat daripada pertambahan bobot tubuh ikan. Sebaliknya ikan betina pada fase

bulan terang dan bulan gelap memiliki nilai koefisien regresi lebih besar dari 3

(b>3) yang menunjukan pola pertumbuhan alometrik positif yaitu pertambahan

bobot lebih cepat dari pertambahan panjang tubuh ikan. Hal ini bisa di

pengaruhi oleh waktu pemijahan, suhu, salinitas dan jumlah organisme kecil

sebagai bahan makanan di sekitar wilayah perairan Kwandang, Gorontalo

Utara. Berdasarkan hasil penelitian Senen et al. (2011) bahwa pola

pertumbuhan ikan layang Deles di sekitar Perairan Kepulauan Banda Neira

setiap bulan berfluktuasi, pola pertumbuhan alometrik positif yaitu pada ikan

layang bulan Februari, Mei, Juli, Agustus sebaliknya pada bulan Maret, April,

Juni menunjukkan pola pertumbuhan alometrik negatif hal tersebut terjadi

karena sebagian besar (90,5%) contoh pada bulan – bulan tersebut mulai

matang gonad dan hanya 9.5 % yang dalam kondisi baru selesai memijah.

Adanya perbedaan pola hubungan panjang – bobot dipengaruhi oleh musim,

habitat, kematangan gonad, jenis kelamin, makanan, kepenuhan lambung,

38
kesehatan, teknik pengawetan, dan variasi tahunan terhadap kondisi lingkungan

(Bagenal dan Tesch 1978; Froese, 2006 dalam Zahid dan Simanjuntak, 2009).

Grafik hubungan panjang bobot tubuh ikan layang betina yang tertangkap

pada fase bulan terang dan bulan gelap disajikan dalam (gambar 4). Sedangkan

grafik hubungan panjang bobot tubuh ikan layang jantan yang tertangkap pada

fase bulan terang dan fase bulan gelap disajikan dalam (gambar 5).

39
250

y = -5,2705x + 3,10
200 R² = 0,989
r = 0,994

Bobot Tubuh (gr)


150 n = 36

100

50

0
0 50 100 150 200 250 300
Panjang Tubuh (mm)

Gambar 4(a).Hubungan bobot - panjang tubuh ikan layang


(Decapterus russelli) jantan pada fase bulan terang dan
fase bulan gelap yang didaratkan di pelabuhan
Kwandang (bulan terang)

250

y = -4,9543x + 2,97
200
R² = 0,97
Bobot Tubuh (gr)

r = 0,98
150 n = 46

100

50

0
0 50 100 150 200 250 300
Panjang Tubuh (mm)

Gambar 4(b).Hubungan bobot - panjang tubuh ikan layang (Decapterus


russelli) jantan pada fase bulan terang dan fase bulan
gelap yang didaratkan di pelabuhan Kwandang (bulan
gelap)

40
250

200 y = -5,1634x + 3,0556


R² = 0,99

Bobot Tubuh (gr)


r = 1,00
150
n = 48

100

50

0
0 50 100 150 200 250 300
Panjang Tubuh (mm)

Gambar 5 (a). Hubungan bobot - panjang tubuh ikan layang (Decapterus


russelli) Betina pada fase bulan terang dan fase bulan
gelap yang didaratkan di pelabuhan Kwandang (bulan
terang)

250

y = -5,1591x + 3,05
200 R² = 0,98
Bobot Tubuh (gr)

r = 0,99
150 n = 70

100

50

0
0 50 100 150 200 250 300
Panjang Tubuh (mm)

Gambar 5 (b).Hubungan bobot - panjang tubuh ikan layang (Decapterus


russelli) Betina pada fase bulan terang dan fase bulan
gelap yang didaratkan di pelabuhan Kwandang (bulan
gelap)

Koefisien korelasi (r) hubungan panjang - bobot tubuh ikan layang jantan

pada fase bulan terang (gambar 4a) adalah 0,994 dan bulan gelap (gambar 4b)

41
sebesar 0,98. Sedangkan koefisien korelasi (r) hubungan panjang bobot tubuh

ikan layang betina pada fase bulan terang (gambar 5a) adalah 1,00 dan

koefisien korelasi (r) hubungan panjang bobot tubuh ikan layang betina pada

fase bulan gelap (gambar 5b) sebesar 0,99. Nilai tersebut menunjukkan bahwa

hubungan koefisien korelasi antara variabel panjang dan bobot tubuh ikan

layang pada fase bulan terang dan fase bulan gelap baik betina maupun yang

jantan memiliki korelasi yang sangat erat. Hal ini berdasarkan pendapat Andy

Omar (2012) bahwa apabila nilai koefisien korelasi 0,90 – 1,00 menunjukkan

korelasi yang sangat kuat.

B. Faktor Kondisi

Nilai faktor kondisi ikan layang (Decapterus russelli) berdasarkan ukuran

panjang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel.6. Nilai faktor kondisi ikan layang (Decapterus russelli) berdasarkan ukuran
panjang.

Kelompok Jantan Betina


ukuran (mm) Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata

180 – 200 0.0126 - 0.0235 0.0160 0.0217 - 0.0337 0.0274

201 – 220 0.0146 - 0.0314 0.0234 0.0247 - 0.0928 0.0372

221 – 240 0.0193 - 0.0412 0.0288 0.0339 - 0.1169 0.0833

241 – 260 0.0242 - 0.0459 0.0346 0.0199 - 0.1277 0.0559

261 – 280 0.0242 - 0.0505 0.0371 0.0419 - 0.1477 0.0953

Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel 6. Nilai faktor kondisi kelompok ukuran panjang ikan

layang terendah pada ikan jantan dan ikan betina yaitu 180-200 dengan rata-

rata 0,0160 untuk ikan jantan dan rata-rata 0,0274 untuk ikan betina.

Sedangkan nilai faktor kondisi kelompok ukuran panjang ikan layang tertinggi

42
pada ikan jantan dan ikan betina yaitu 261-280 dengan rata-rata 0,0371 pada

ikan jantan dan rata-rata 0,0953 pada ikan betina. Nilai faktor kondisi yang

diperoleh selama penelitian menunjukan peningkatan seiring dengan

meningkatnya ukuran panjang ikan. Dengan rata-rata faktor kondisi yang

dimiliki adalah 0 maka ikan layang jantan dan ikan layang betina tergolong

ikan tidak gemuk. Menurut Effendie (1979), untuk ikan yang nilai faktor

kondisi 0 – 1, maka ikan tersebut tergolong ikan yang pipih atau tidak gemuk.

Faktor kondisi dari ikan layang berdasarkan fase bulan terang dan fase

bulan gelap dapat dilihat pada (tabel 7) sebagai berikut.

Tabel 7.Faktor kondisi ikan layang (Decapterus russelli) berdasarkan fase bulan
terang dan fase bulan gelap yang didaratkan di Pelabuhan Kwandang,
Gorontalo Utara.

Fase N Jantan N Betina


Bulan (ekor) Kisaran Rata-rata (ekor) Kisaran Rata-rata

Bulan 46 0.0943 – 0.2156 0.1562 70 0.0144 – 0.0337 0.0248


gelap

Bulan 36 0.0183 – 0.0427 0.0247 48 0.0145 – 0.0339 0.0209


Terang

Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel 7 diperoleh rata-rata nilai faktor kondisi ikan jantan lebih

besar didapatkan pada fase bulan gelap yaitu 0.1562 di bandingkan dengan

nilai faktor kondisi ikan jantan pada fase bulan terang yaitu 0.0247. Demikian

pula untuk rata-rata nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar didapatkan pada

fase bulan gelap yaitu 0.0248 dibandingkan dengan nilai rata-rata faktor

kondisi ikan betina pada fase bulan terang yaitu 0.0209. Hal ini disebabkan

jumlah tangkapan ikan layang pada fase bulan gelap lebih banyak didapatkan

dari pada jumlah hasil tangkapan ikan layang pada fase bulan terang. Jumlah

43
ikan yang diperoleh pada bulan gelap lebih besar daripada pada waktu bulan

terang karena Pada fase bulan terang cahaya bulan menyebar keseluruh

perairan sehingga cahaya lampu untuk kegiatan penangkapan ikan mengalami

pembiasan kurang sempurna di perairan. Seperti yang dikatakan oleh (subhani

et al,1989 dalam lee, 2010) Jumlah ikan yang diperoleh pada bulan gelap lebih

besar daripada pada waktu bulan terang. Pada bulan terang kurang efektif

untuk kegiatan penangkapan karena cahaya menyebar diperairan sehingga,

cahaya lampu untuk kegiatan penangkapan mengalami pembiasan kurang

sempurna di perairan yang pada akhirnya efektifitas pengunaan cahaya untuk

mengumpulkan ikan kurang efisien (Subani et al., 1989 dalam Lee, 2010).

BAB V
PENUTUP

44
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Pelabuhan Kwandang,

Gorontalo Utara dapat disimpulkan :

Pola pertumbuhan ikan layang jantan dan ikan layang betina bersifat

alometrik positif. Dan pola pertumbuhan ikan layang betina pada fase bulan

terang dan fase bulan gelap bersifat alometrik positif, sedangkan ikan layang

jantan pada fase bulan gelap bersifat alometrik negatif. Dan pada fase bulan

terang pola pertumbuhan ikan jantan bersifat alometrik positif.

Faktor kondisi ikan layang memiliki nilai 0 maka dikategorikan ikan tidak

gemuk. Nilai faktor kondisi ikan meningkat seiring dengan peningkatan ukuran

panjang total tubuhnya. Dan rata-rata nilai faktor kondisi ikan layang jantan

dan ikan layang betina pada fase bulan gelap lebih besar dibandingkan dengan

rata-rata nilai faktor kondisi ikan layang jantan dan ikan layang betina pada

fase bulan terang.

B. Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan pengamatan yang lebih lama dan

menggunakan ikan contoh yang lebih banyak dari berbagai ukuran mengenai

aspek biologi, baik biologi reproduksi ikan layang maupun biologi populasi

ikan layang untuk memperoleh data dan informasi lebih lengkap.

DAFTAR PUSTAKA

45
Andy Omar, S. Bin. 2012. Modul Praktikum Biologi Perikanan. Jurusan
Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Hasanuddin. Makassar. 168 hal
Badan Pusat Statistik Gorontalo Utara tahun 2018.
Carpenter dan Niem. 1999. The Living Marine Resource Of The Western Pasific.
Dewi, K., T.A. Barus., Desrita. 2015. Analisis Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi
Ikan Tongkol (Auxis thazard) yang didaratkan di KUD Gabion
Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan Sumatera Utara. Universitas
Sumatera Utara
Ditjen Perikanan Tangkap , 2002.Prosiding Workshop Forum Komunikasi
Pengelolaan Perairan dan Sumberdaya (FKPPS) , Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap,Jakarta.
Durand, J. R. and J. Widodo. 1998. The Java Sea Ecosystem.

Effendi , M.I.,1979. Metoda Biologi Perikanan Yayasan Dewi Sri Bogor.

Effendie, I.M. 2002. Biologi Perikanan.Yayasan Pustaka Nusantara. Bogor.163 p.

FAO,1974. Species Identification Sheets for Fishery Purpose,Volume I Food and


Agriculture Organization of the United Nations , Rome.

Froese,R. And D. Pauly (eds). 2013. Decapterus macrosoma in Fishbase.


February 2013 version

Genisa, A. S. 1998. Beberapa Catatan Tentang Biologi Ikan Layang Marga


Decapterus. Oseana 23 (2) : 27-36.

Hasnia. 1997. Studi Tentang Beberapa Parameter Biologi Populasi Ikan layang
(Decapterus ruselli Ruppel) di Perairan Kabupaten Barru. Skripsi.
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.

Hossain, M. Y., Z. F. Ahmed, P. M. Leunda, S. Jasmine, J. Oscoz, R. Miranda,


and J. Ohtomi. 2006. Condition, Length–Weight and Length–Length
Relationships of The Asian Striped Catfish Mystus Vittatus (Bloch, 1794)
(Siluriformes: Bagridae) in The Mathabhanga River, Southwestern
Bangladesh. J. Appl. Ichthyol. 22: 304–30

Irham.2009. Pola Pengembangan Berkelanjutan Sumberdaya Ikan Layang


(Decapterus spp) di Perairan Maluku. Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Lee. J. W. 2010. Pengaruh Periode Hari Bulan Terhadap Hasil Tangkapan dan
Tingkat Pendapatan Nelayan Bagan Tancap di Kabupaten Serang.
Tesis.Sekolah Pasca Sarjana Institusi Pertanian Bogor. Bog

46
Merta.I.G.S.,B.Sadhotomo dan J.Widodo ,1999. Sumberdaya Perikanan Pelagis
Kecil dam Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan
Indonesia ,Direktorat Jenderal Perikanan Jakarta.
Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology of Fishes. Translated by L. Birkett. Academic
Press. 352 pp.
Nontji , A , 2002. Laut Nusantara Penerbit Djambatan , Jakarta.
Nurhakim,1987. Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan,2005. Statistik
Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan,2004 Pelabuhan Perikanan
Nusantara Pekalongan.
Nurhayati., Fauziyah., dan S. M. Bernas. 2016. Hubungan Panjang-Berat dan
Pola Pertumbuhan Ikan di Muara Sungai Musi Kabupaten Banyuasin
Sumatera Selatan. Maspari. 8 (2):111-118.

Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan,2005. Statistik Pelabuhan Perikanan

Prihartini, A. 2006. Analisis Tampilan Biologis Ikan Layang (Decapterus spp)


Hasi Tangkapan Purse Seine yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan
Nusantara Pekalongan.Tesis.Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Semarang
Rideng. 1989. Klasifikasi, Idenifikasi dan Tata nama Tumbuhan,Universitas
Udayana,DIKTI. Jakarta

Sasmito.2016. Pola pertumbuhan ikan peperek (Leiognathus eguulus) di Teluk


Kenndari Provinsi Sulawesi Tenggara

Senen B. , Sulistiono, dan Muchsin I. 2011. Beberapa aspek biologi ikan layang
deles (Decapterus macrosoma) di Perairan Banda Neira Maluku. Jurnal
Pengembangan Pulau-Pulau Kecil 2011. ISBN : 978-602-98439-2-7

Sunarjo .1990 . Analisa Parameter Pertumbuhan Ikan Layang Deles (Decapterus


macrosoma Blkr) di Perairan Laut Jawa Bagian Timur. (Skripsi) Fakultas
Peternakan Universitas Diponegoro Semarang.

Widodo,J.1988. Population Dynamics and Management of Ikan Layang , Scad


Mackerel, Decapterus spp (Pisces:Carangidae) in The Java Sea , Disertasi
Ph.D School of Fisheries , University of Washington – Seattle.

Widodo,J.1991. Maturity and Spawning of Shortfin Scad (Decapterus


macrosoma) Carangidae of The Java Sea. Asian Fishery Society ,Manila.

Widodo.1997. Review of the Small Pelagic Fisheries of Indonesia. In Devaraj, M.,


and P. Martosubroto (Eds). 1997. Small Pelagic Resources and their
Fisheries in the Asia-Pacific region. Proceedings of the APFIC Working

47
Party on Marine Fisheries, First Session, 13 - 16 May 1997, Bangkok,
Thailand. RAP Publication 1997/31, 445 p

Zahid.A., dan C.P.H. Simanjuntak. 2009.Biologi Reproduksi dan Faktor Kondisi


Ikan Ilat-Ilat Cynoglossus bilineatus (Lac.1802) (Pisces :Cynoglossus ) di
Perairan Pantai Mayangan Jawa Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia 9 (1)
:85-95

48
LAMPIRAN

49
Lokasi Pengambilan Ikan Contoh

Mengukur Bobot Ikan Mengukur Panjang Total Ikan

50
Ikan Layang (Decapterus russelli) Betina

Ikan Layang (Decapterus russelli) Jantan

51
52
53
54

Anda mungkin juga menyukai