OLEH
AHMAD K. SULEMAN
402170012
i
SKRIPSI
OLEH
AHMAD K. SULEMAN
402170012
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Hasil Skripsi
Telah Diperiksa dan Disetujui
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
Dekan Ketua Program Studi
Fakultas Pertanian Perikanan dan Kelautan
iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Stambuk : 402170012
Fakultas : Pertanian
yang berjudul “Hubungan panjang bobot dan faktor kondisi ikan layang
Utara” dapat diselesaikan dan merupakan asli penelitian saya sendiri dan bukan
plagiasi hasil karya orang lain, dan jika terdapat karya orang lain sebagai
bagian dari skripsi ini, maka disebutkan nama pengarang dan dicantumkan
ini, maka saya bersedia menerima sangsi akademik sesuai peraturan yang
Materai 6000
Ahmad K. Suleman
Stambuk : 402170012
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
Persembahan
kepada :
Almamaterku tercinta
Universitas Gorontalo
v
RIWAYAT HIDUP
jurusan Peirkanan dan Kelautan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007-2008
Gorontalo dan lulus pada akhir tahun 2010 dengan menyandang predikat
Syariah Cluster Gorontalo, dan tahun 2013 pindah ke PT, Bank Rakyat
satu (S1). Sehingga akhir tahun 2017 penulis memutuskan masuk ke Perguruan
Tinggi Universitas Gorontalo untuk meraih gelar Sarjana Strata satu (S1).
vi
KATA PENGANTAR
vii
Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga amal ibadah, dan dorongan serta doa yang diberikan kepada penulis
dengan tulus iklas mendapat Rahmat dan karunia dari Allah SWT, amiin ,,,!!!
Penulis
viii
ABSTRAK
ix
DAFTAR ISI
x
DAFTAR TABEL
No Teks Hal
1. Alat yang digunakan dalam penelitian ................................................. 17
2. Bahan yang digunakan dalampenelitian .............................................. 17
3. Waktu pengambilan ikan contoh.......................................................... 18
4. Hasil analisis hubungan panjang bobot tubuh ikan layang .................. 20
5. Hasil analisis hubungan panjang bobot ikan layang
(Decapterus russelli) pada fase bulan terang dan bulan
gelap .................................................................................................... 24
6. Nilai faktor kondisi ikan layang (Decapterus russelli)
berdasarkan ukuran panjang................................................................. 29
7. Faktor kondisi ikan layang (Decapterus russelli)
berdasarkan fase bulan terang dan fase bulan gelap ............................ 30
xi
DAFTAR GAMBAR
No Teks Hal
1. Kerangka pikir penelitian .......................................................................... 4
2. Ikan Layang (Decapterus russelli ............................................................. 9
3. Hubungan bobot-panjang tubuh ikan layang (Decapterus russelli) betina
dan jantan ................................................................................................ 22
4. Hubungan bobot-panjang tubuh ikan layang (Decapterus russelli) jantan
pada fase bulan terang dan fase bulan gelap .......................................... 27
5. Hubungan bobot-panjang tubuh ikan layang (Decapterus russelli) betina
pada fase bulan terang dan bulan gelap .................................................. 28
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tinggi, baik itu produksi ikan pelagis besar maupun produksi ikan pelagis kecil
yang terletak di Kabupaten Gorontalo Utara dengan luas wilayah 301,26 km2.
2018) .
dari laki-laki 14.769 jiwa, dan perempuan 14.489 jiwa (BPS Kabupaten
penangkapan ikan oleh nelayan di Gorontalo Utara. Dan salah satu sumberdaya
Ikan layang merupakan ikan pelagis kecil yang termasuk dalam komoditas
13
banyak digemari orang, sehingga dapat menjadi salah satu sumber pemenuhan
sehingga sumberdaya ikan pelagis kecil dapat dikelola dengan baik dan
tentang hubungan panjang bobot dan faktor kondisi ikan layang (Decapterus
anggap penting.
B. Rumusan Masalah
Kondisi penangkapan ikan layang yang dilakukan secara terus menerus dan
perhatian yang serius agar tidak memicu terjadinya penangkapan ikan secara
14
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan tentang perlunya kajian
C. Tujuan
D. Manfaat
Manfaat dilakukan penelitian ini yaitu sebagai bahan informasi dan rujukan
dalam upaya pengelolaan sumber daya ikan layang (Decapterus russelli) yang
berkelanjutan.
15
E. Kerangka Pikir Penelitian
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
umumnya hidup pada lapisan permukaan dan terdiri dari banyak spesies yang
(Dwiponggo,1983)
massa air (upwelling), sumberdaya ini dapat membentuk biomasaa yang sangat
dari ikan-ikan karanggid yang hidup di paparan benua seperti ikan layang,
berbagai jenis ikan tuna oseanik, setuhuk , layaran, dan lain-lain. Diantara
famili dalam ordo Perciformes yang terdapat di paparan benua dan perairan
pantai, maka ikan layang dan selar, kembung dan tenggiri mendominasi wajah
17
Ikan layang (Decapterus spp) adalah sumberdaya ikan pelagis kecil yang
perairan laut di Indonesia. Terdapat lima jenis Ikan layang yaitu D. lajang, D.
Sementara itu di laut Jawa, Ikan layang (Decapterus spp) yang tertangkap
terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu D. russelli (Rupell, 1928) dan D. macrosoma
(Bleeker, 1851) dalam Prihartini (2006), yang mempunyai peranan penting dan
nilai ekonomis di dalam dunia perikanan purse seine sehingga banyak dicari
dan ditangkap oleh armada purse seine sebagai target utama hasil tangkapan.
perairan Indonesia bagian barat, terutama di Utara Jawa, Selat Bali dan bagian
berupa jaring purse seine dengan ukuran mata jaring 15 mm, panjang jaring
sekitar 300 – 400 meter pada kedalaman 50 – 70 meter, yang merupakan salah
satu usaha perikanan yang paling utama di Laut Jawa dan menduduki rangking
pertama baik dalam jumlah dan nilai produksinya. Kelimpahan usaha perikanan
ini tergantung dari 2 (dua) jenis spesies ikan layang yaitu (1) ikan layang atau
hanya dijumpai di perairan pantai Jepang dan China yang mendominasi dalam
18
usaha penangkapan (2) ikan layang deles atau “Short fin scad” Decapterus
macrosoma. Stok kedua spesies terkonsentrasi di bagian timur paparan Laut Jawa
yaitu dari Kepulauan Karimun Jawa, kearah barat sampai bagian timur P.Lari-
larian.
Sejak pertama kapal purse seine dioperasikan di Perairan Laut Jawa pada
tahun 1971, daerah penangkapan utamanya yaitu di perairan pantai yang landai
sebelah Timur Laut Jawa, yaitu mulai dari Kepulauan Karimun Jawa yang
menerus dari tahun ketahun. Sejak tahun 1982 daerah penangkapan telah meluas
Makassar.
sampai perairan Lari-larian di Selat Makassar produksi naik, yaitu dari 40.000 ton
(1982) menjadi 100.000 ton (1985). Namun beberapa tahun terakhir produksi ikan
layang secara nasional mengalami penurunan hingga 52.000 ton (1988) dan
selanjutnya naik lagi menjadi 65.000 ton pada tahun 1989 (Widodo,1991).
(sepuluh) tahun terakhir juga mengalami penurunan yaitu dari 55.817 ton pada
tahun 1994 menjadi 22.793 ton pada tahun 2003 dengan rata-rata penurunan 9,47
Dalam kurun waktu 10 tahun tersebut, hasil tangkapan ikan layang dengan
kapal purse seine, rata-rata per bulannya mengalami penurunan sampai titik
terendah, yaitu terjadi pada bulan Pebruari ketika angin berembus sangat kencang
19
mencapai klimaks. Hal ini yang mengakibatkan hasil tangkapan rendah dalam
bulan Pebruari – Maret yang secara rinci dapat dilihat pada lampiran 2 (PPN
Pekalongan, 2005). Penyebab rendahnya hasil tangkapan ini, tidak hanya karena
angin kencang dan gelombang yang kuat, tetapi juga kondisi biologi ikan dalam
yaitu mengalami peningkatan dari 213.274 ton (1991) menjadi 277.593 ton pada
tahun 1998. Kemudian mulai tahun 1999 sampai 2001, hasil tangkapan menurun
yaitu dari 261.138 ton menjadi 258.393 ton namun penurunan ini diikuti dengan
peningkatan jumlah kapal purse seine dari 9.924 buah pada tahun 1999 menjadi
sudah dimulai sejak tahun tahun 1982 Hal ini sesuai hasil penelitian Nurhakim
(1987) yang menyatakan bahwa usaha penangkapan ikan layang di Laut Jawa
pengaturan ini ialah suatu sistim klasifikasi, yang sengaja diciptakan untuk
20
menyatakan hubungan kekerabatan jenis-jenis makhluk hidup satu sama
lainnya. Menurut Rideng (1989) bahwa semua klasifikasi bertujuan agar kita
Pauly, 2013) :
Phylum : Chordata
Class : Pisces
Subclass : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Divisi : Perciformes
Subdivisi : Carangi
Family : Carangidae
Genus : Decapterus
21
Gambar 2. Ikan Layang (Decapterus russelli)
memanjang, sedikit ramping dan compressed. Memiliki dua sirip dorsal yang
terpisah jauh, sirip dorsal pertama memiliki VIII sirip jari keras. Sirip dorsal
kedua memiliki I sirip jari keras dan 28-33 sirip jari lemah (termasuk finlet).
Sirip dubur berjari-jari keras II (lepas) dan I bergabung dengan 25-29 jari-jari
lemah (termasuk finlet); sirip akhir dorsal dan dubur masing-masing terdiri dari
finlet yang terpisah; panjang sirip dada 76,5-97% panjang kepala. Memiliki
scale dan scute di linea lateralis yang berjumlah 77-102 (termasuk sisik di sirip
ekor). Pada bagian lengkungan linealateralis terdiri dari 42-62 sisik dan 0-4
scute, sedangkan pada bagian linea lateralis yang lurus terdapat 0-4 sisik
operkulum. Sirip ekor berwarna kuning hingga coklat kehitaman, sirip dorsal
sebagian besar berwarna kuning kecuali sirip perut pada ikan jantan dewasa
D. Daerah Penyebaran
layang, dan Decapterus maruadsi (FAO,1974). Dari kelima jenis ini hanya
22
sedangkan di Perairan Laut Jawa terdapat dua spesies yaitu Decapterus
Secara ekologis sebagian besar populasi ikan pelagis kecil termasuk ikan
layang menghuni habitat yang relatif sama, yaitu di permukaan dan membuat
gerombolan di perairan lepas pantai, daerah daerah pantai laut dalam, kadar garam
tinggi dan sering tertangkap secara bersama (Prihartini, 2006). Ikan layang
gerombolan besar di perairan neritik dengan kedalaman kurang dari 100 m dan
kisaran salinitas antara 32-34% (Durand dan Widodo, 1998.,Kalhoro et al., 2017).
Ikan layang termasuk jenis ikan perenang cepat, bersifat pelagis, tidak
menetap dan suka bergerombol. Jenis ikan ini tergolong “stenohaline”, hidup di
perairan yang berkadar garam tinggi (32 – 34 promil) dan menyenangi perairan
jernih. Ikan layang banyak tertangkap di perairan yang berjarak 20 – 30 mil dari
pantai. Sedikit informasi yang diketahui tentang migrasi ikan , tetapi ada
kecenderungan bahwa pada siang hari gerombolan ikan bergerak ke lapisan air
yang lebih dalam dan malam hari kelapisan atas perairan yang lebih. Dilaporkan
bahwa ikan ini banyak dijumpai pada kedalaman 45 – 100 meter (Hardenberg
tersebut bersifat „multispecies‟ yang saling berinteraksi satu sama lain baik secara
23
biologis ataupun secara teknologis melalui persaingan (competition) dan atau
Indo-Pasifik mulai dari Laut Merah dan pantai timur Afrika Selatan terus ke
ikan ini tersebar di Laut Jawa, Sulawesi, Selayar, Ambon, Selat Makassar, Selat
Sementara itu, Widodo (1997) menyatakan bahwa ikan layang benggol (D.
Karimunjawa di bagian Barat sampai ke Samber Gelap dan Lumu lumu di selat
E. Pola Ruaya
Karena di Laut Jawa sering terjadi perubahan pola arus dan pola sebaran
salinitas yang bergantung pada musim, maka ikan layang berruaya sesuai pola
ruaya ikan layang di laut Jawa dan sekitarnya dengan arah gerakan ruayanya
yang sejalan dengan gerakan arus utama yang berkembang di laut Jawa pada
1. Pada musim timur : bulan Juni – September banyak ikan layang di Laut
Jawa. Ikan layang ini adalah ikan layang timur yang terdiri dari 2 (dua)
populasi, yakni yang datang dari Selat Makassar dan yang datang dari laut
24
Flores. Pada saat itu, dengan salinitas tinggi menyebar dari laut Flores
masuk ke laut Jawa dan keluar melalui Selat Karimata dan Selat Sunda.
2. Pada musim Barat : bulan Januari sampai dengan Maret. Pada musim ini
terdapat 2 ( dua) populasi yang masuk ke Laut Jawa yaitu ikan layang
barat dan ikan layang utara. Populasi layang barat memijah di Samodera
layang utara memijah di Laut Cina Selatan, pada musim barat sebagian
lagi membelok kearah selatan Selat Bali. Pola ruaya ini sejalan dengan
F. Musim Penangkapan
Puncak produksi ikan layang di Laut Jawa terjadi dua kali dalam setahun
masing-masing jatuh pada bulan Januari – Maret (akhir musim barat) dan pada
bulan Juli – September (musim Timur) . Puncak-puncak musim ini dapat maju
atau mundur waktunya sesuai dengan perubahan musim. Diluar waktu itu ikan
ikan-ikan pelagis kecil dapat ditelusuri dari berlangsungnya musim ikan yaitu
Nusantara Pekalongan,2005).
25
G. Musim Pemijahan Ikan Layang
Musim pemijahan ikan pelagis kecil di Perairan Laut Jawa relatip panjang
terjadi pada bulan Maret sampai Juli. (Atmaja dkk.,2003). Tingkat kematangan
gonad ikan layang biasa (D.ruselli) pada tingkat matang (ripe) dijumpai pada
bulan April sampai Juni , sedangkan pada tingkat lepas telur (masa istirahat dan
kecil telah dijumpai antara bulan Maret sampai Mei antara ukuran 6 Cm.
(Widodo,1988).
H. Aspek Biologi
berat dalam periode waktu tertentu (Hartini et al., 2013). Pola pertumbuhan
tubuh dan bobot tidak seimbang. Pertumbuhan alometrik ada dua yaitu pola
panjang tubuh lebih cepat daripada pertambahan bobot tubuh dan pola
tubuh lebih cepat daripada pertambahan panjang tubuh (Sasmito et al., 2016).
26
dimaksudkan untuk mengukur variasi bobot untuk panjang tertentu dari ikan
agar ikan-ikan yang tertangkap hanya yang berukuran layak tangkap saja
jumlah ikan, untuk menduga besarnya populasi, dan untuk menduga laju
Salah satu nilai yang dapat dilihat dari adanya hubungan panjang bobot
panjang – berat ikan dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin, tingkat kematangan
panjang adalah :
27
a dan b = konstanta (Ricker, 1975 dalam Andy Omar, 2012).
2. Faktor Kondisi.
Faktor kondisi secara tidak langsung menunjukkan kondisi fisiologis ikan yang
Faktor kondisi atau Ponderal index ini menunjukkan keadaan ikan, baik
dilihat dari segi kapasitas fisik, maupun dari segi survival dan reproduksi.
membantu untuk menentukan kualitas dan kuantitas daging yang tersedia agar
ikan tertentu dari bobot rata-rata terhadap panjang pada sekelompok umurnya,
kelompok panjang, atau bagian dari populasi (Weatherley, 1972 dalam Andy
Omar, 2012).
bertambah panjang dimana perbandingan liniernya akan tetap. Dalam hal ini
dianggap bahwa berat yang ideal sama dengan pangkat tiga dari panjangnya
dan berlaku untuk ikan kecil atau besar. Bila terdapat perubahan berat tanpa
28
diikuti oleh perubahan panjang atau sebaliknya, akan menyebabkan perubahan
BAB III
METODE PENELITIAN
Utara, dan berlangsung selama 2 bulan yaitu bulan Maret sampai dengan bulan
April 2019.
a) Alat
b) Bahan
29
2 Es batu 1 box kecil menjaga suhu tubuh ikan
Ikan sampel yang menjadi objek penelitian diperoleh dari hasil tangkapan
Pengambilan sampel ikan dilakukan sebanyak 8 kali selama dua bulan, yakni
bulan Maret dua kali di bulan terang dan dua kali di bulan gelap, hal serupa
Waktu pengambilan dan jumlah ikan contoh yang diambil dapat dilihat
D. Analisis Data
Menurut Ricker (1975 dalam Andy Omar, 2012) formulasi umum yang
a dan b = konstanta.
30
Persamaan di atas ditransformasikan dalam bentuk logaritma sebagai
Dapat ditulis dalam bentuk persamaan yang linier sederhana dengan bentuk :
Y = a* + b X
Keterangan : Y = log₁₀W,
X =log₁₀ L,
a*=log₁₀ a,
a dan b = konstanta.
dihitung dengan menggunakan faktor kondisi relatif atau faktor kondisi nisbi.
Faktor kondisi relatif disebut juga Faktor Kondisi Alometris (Ricker, 1975
atau
31
W* = bobot tubuh ikan dugaan (g).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah ikan layang yang didapatkan selama penelitian yaitu sebanyak 200
ekor yang terdiri dari 82 ekor ikan jantan dan 118 ekor ikan betina. Hasil
analisis hubungan bobot-panjang tubuh ikan dapat dilihat pada tabel 4. Berikut
Tabel 4. Hasil analisis hubungan bobot panjang tubuh ikan layang (Decapterus
russelli) di Pelabuhan Kwandang, Gorontalo Utara.
jantan memiliki kisaran panjang tubuh 180 – 272 mm dan kisaran bobot tubuh
32
55 – 191 g, sama halnya dengan ikan betina memiliki kisaran panjang tubuh
180 – 272 mm tetapi memiliki bobot tubuh berkisar antara 55 – 193 g. Rata –
rata panjang tubuh ikan layang jantan adalah 222.9512 mm dan rata – rata
bobot tubuh 108.5244 g, sedangkan ikan layang betina memiliki rata – rata
panjang tubuh 227.7119 mm dan rata – rata bobot tubuh 115.6525 g (Lampiran
1 dan 2). Dapat dilihat bahwa rata-rata panjang total dan bobot total ikan
layang betina lebih besar dibandingkan dengan jantan. Hal ini diduga karena
apabila pada suatu perairan terdapat perbedaan ukuran dan jumlah dari salah
hidup, dan adanya pemasukan jenis ikan / spesies baru pada suatu populasi ikan
Pada tabel 4. Nilai koefisien regresi (b) dari ikan jantan 3.0763 sedangkan
nilai koefisien regresi (b) ikan betina 3.0563. Ini berarti ikan jantan dan ikan
betina memiliki nilai koefisin regresi lebih besar dari 3 (b>3) yang menandakan
bahwa ikan jantan dan ikan betina memiliki pola pertumbuhan alomterik
positif dimana pertambahan panjang lebih cepat dari pertambahan bobot tubuh
ikan.
33
pertambahan bobotnya, jika b > 3 dinamakan alometrik positif yang
pertambahan panjangnya.
Grafik hubungan panjang – bobot ikan layang jantan dan betina disajikan
250
y = -5,21x + 3,08
200 R² = 0,98
Bobot Tubuh (gr)
r = 0,99
150 n = 82
100
50
0
0 50 100 150 200 250 300
Panjang Tubuh (mm)
34
250
y = -5,1648x + 3,0564
200 R² = 0,970
r = 1,00
100
50
0
0 50 100 150 200 250 300
Panjang Tubuh (mm)
3,08. Nilai konstan bobot ikan layang sebesar -5,1852 dan nilai koefisien
regresi panjang sebesar 3,08 artinya panjang ikan layang yang mengalami
koefisien kenaikan setiap 1% akan di ikuti pula oleh kenaikan bobot ikan
layang sebesar 3,08. Dan pada (gambar 3b, betina) memiliki persamaan regresi
y = -5,1648x + 3,056 dimana nilai konstanta bobot ikan layang sebesar -5,1648
dan nilai koefisien regresi panjang sebesar 3,056, artinya apabila panjang ikan
35
determinasi (R2) pada ikan layang jantan (gambar 2a) sebesar 0.98 berarti 97%
pertumbuhan berat tubuh ikan terjadi karena adanya pertambahan panjang ikan
dan 2% pertambahan berat ikan karena adanya pengaruh dari faktor umur dan
koefisien determinasi (R2) pada ikan betina (gambar 3b) memiliki nilai sebesar
0,970 berarti 97% pertambahan berat tubuh ikan terjadi karena adanya
beberapa faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam umumnya
adalah keturunan, jenis kelamin, umur, parasit dan penyakit. Sebaliknya, faktor
perairan.
Tabel 5. Hasil analisis hubungan panjang bobot ikan layang (Decapterus russelli)
pada fase bulan terang dan bulan gelap yang didaratkan di Pelabuhan
Kwandang, Gorontalo Utara.
Jantan Betina
Parameter
Bulan terang Bulan Gelap Bulan Terang Bulan gelap
36
Tipe pertumbuhan alometrik (+) alometrik (-) alometrik (+) alometrik (+)
ekor ikan contoh, dengan kisaran panjang tubuh 180 – 272 mm dan kisaran
bobot tubuh 55 – 193 g. Pada fase bulan gelap ikan layang jantan yang
diperoleh sebanyak 46 ekor ikan contoh dengan kisaran panjang tubuh 180 –
272 mm dan kisaran bobot tubuh 56 – 192 g. Demikian pula halnya untuk ikan
layang betina pada fase bulan terang dan bulan gelap masing-masing memiliki
kisaran panjang tubuh 182 – 272 mm dengan bobot tubuh 56 – 193 g, dan
kisaran panjang tubuh 180 – 272 mm dengan bobot tubuh berkisar 55 – 193 g.
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa meskipun ikan layang jantan dan betina
memiliki ukuran kisaran panjang dan kisaran bobot yang hampir sama Namun
hasil rata-rata diperoleh berbeda, dan ikan betina memiliki rata-rata panjang
total dan rata-rata bobot tubuh lebih besar dibanding dengan ikan jantan. Hal
ini bisa saja dipengaruhi oleh variasi ukuran, jenis kelamin dan jumlah hasil
fase. Pada fase bulan gelap ikan layang yang diperoleh sebanyak 116 ekor
dimana ikan jantan 46 ekor dan ikan betina 70 ekor. Sebaliknya, pada fase
bulan terang didapatkan sebanyak 84 ekor ikan layang dengan jumlah ikan
jantan 36 ekor dan ikan betina 48 ekor. Dari perbedaan jumlah ikan di atas
dapat diketahui bahwa hasil tangkapan yang diperoleh pada bulan gelap relatif
lebih besar daripada bulan terang. Hal ini dikarenakan adanya bantuan cahaya
lampu nelayan yang terfokus pada satu titik menyebabkan flankton dan
37
organisme kecil berkumpul dan mendekati cahaya lampu tersebut. Bersamaan
dengan itu pula memicu ikan layang untuk berkumpul mendekati cahaya
bahwa pada kondisi bulan gelap rata – rata nelayan akan memperoleh hasil
tangkapan yang tinggi dan akan terus menurun hingga kondisi bulan mencapai
purnama.
Berdasarkan nilai hitung yang diperoleh ikan jantan pada bulan gelap
menunjukan bahwa nilai koefisien regresi lebih kecil dari 3 (b < 3) yang berarti
cepat daripada pertambahan bobot tubuh ikan. Sebaliknya ikan betina pada fase
bulan terang dan bulan gelap memiliki nilai koefisien regresi lebih besar dari 3
bobot lebih cepat dari pertambahan panjang tubuh ikan. Hal ini bisa di
pengaruhi oleh waktu pemijahan, suhu, salinitas dan jumlah organisme kecil
setiap bulan berfluktuasi, pola pertumbuhan alometrik positif yaitu pada ikan
layang bulan Februari, Mei, Juli, Agustus sebaliknya pada bulan Maret, April,
karena sebagian besar (90,5%) contoh pada bulan – bulan tersebut mulai
matang gonad dan hanya 9.5 % yang dalam kondisi baru selesai memijah.
38
kesehatan, teknik pengawetan, dan variasi tahunan terhadap kondisi lingkungan
(Bagenal dan Tesch 1978; Froese, 2006 dalam Zahid dan Simanjuntak, 2009).
Grafik hubungan panjang bobot tubuh ikan layang betina yang tertangkap
pada fase bulan terang dan bulan gelap disajikan dalam (gambar 4). Sedangkan
grafik hubungan panjang bobot tubuh ikan layang jantan yang tertangkap pada
fase bulan terang dan fase bulan gelap disajikan dalam (gambar 5).
39
250
y = -5,2705x + 3,10
200 R² = 0,989
r = 0,994
100
50
0
0 50 100 150 200 250 300
Panjang Tubuh (mm)
250
y = -4,9543x + 2,97
200
R² = 0,97
Bobot Tubuh (gr)
r = 0,98
150 n = 46
100
50
0
0 50 100 150 200 250 300
Panjang Tubuh (mm)
40
250
100
50
0
0 50 100 150 200 250 300
Panjang Tubuh (mm)
250
y = -5,1591x + 3,05
200 R² = 0,98
Bobot Tubuh (gr)
r = 0,99
150 n = 70
100
50
0
0 50 100 150 200 250 300
Panjang Tubuh (mm)
Koefisien korelasi (r) hubungan panjang - bobot tubuh ikan layang jantan
pada fase bulan terang (gambar 4a) adalah 0,994 dan bulan gelap (gambar 4b)
41
sebesar 0,98. Sedangkan koefisien korelasi (r) hubungan panjang bobot tubuh
ikan layang betina pada fase bulan terang (gambar 5a) adalah 1,00 dan
koefisien korelasi (r) hubungan panjang bobot tubuh ikan layang betina pada
fase bulan gelap (gambar 5b) sebesar 0,99. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
hubungan koefisien korelasi antara variabel panjang dan bobot tubuh ikan
layang pada fase bulan terang dan fase bulan gelap baik betina maupun yang
jantan memiliki korelasi yang sangat erat. Hal ini berdasarkan pendapat Andy
Omar (2012) bahwa apabila nilai koefisien korelasi 0,90 – 1,00 menunjukkan
B. Faktor Kondisi
Tabel.6. Nilai faktor kondisi ikan layang (Decapterus russelli) berdasarkan ukuran
panjang.
layang terendah pada ikan jantan dan ikan betina yaitu 180-200 dengan rata-
rata 0,0160 untuk ikan jantan dan rata-rata 0,0274 untuk ikan betina.
Sedangkan nilai faktor kondisi kelompok ukuran panjang ikan layang tertinggi
42
pada ikan jantan dan ikan betina yaitu 261-280 dengan rata-rata 0,0371 pada
ikan jantan dan rata-rata 0,0953 pada ikan betina. Nilai faktor kondisi yang
dimiliki adalah 0 maka ikan layang jantan dan ikan layang betina tergolong
ikan tidak gemuk. Menurut Effendie (1979), untuk ikan yang nilai faktor
kondisi 0 – 1, maka ikan tersebut tergolong ikan yang pipih atau tidak gemuk.
Faktor kondisi dari ikan layang berdasarkan fase bulan terang dan fase
Tabel 7.Faktor kondisi ikan layang (Decapterus russelli) berdasarkan fase bulan
terang dan fase bulan gelap yang didaratkan di Pelabuhan Kwandang,
Gorontalo Utara.
Berdasarkan tabel 7 diperoleh rata-rata nilai faktor kondisi ikan jantan lebih
besar didapatkan pada fase bulan gelap yaitu 0.1562 di bandingkan dengan
nilai faktor kondisi ikan jantan pada fase bulan terang yaitu 0.0247. Demikian
pula untuk rata-rata nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar didapatkan pada
fase bulan gelap yaitu 0.0248 dibandingkan dengan nilai rata-rata faktor
kondisi ikan betina pada fase bulan terang yaitu 0.0209. Hal ini disebabkan
jumlah tangkapan ikan layang pada fase bulan gelap lebih banyak didapatkan
dari pada jumlah hasil tangkapan ikan layang pada fase bulan terang. Jumlah
43
ikan yang diperoleh pada bulan gelap lebih besar daripada pada waktu bulan
terang karena Pada fase bulan terang cahaya bulan menyebar keseluruh
et al,1989 dalam lee, 2010) Jumlah ikan yang diperoleh pada bulan gelap lebih
besar daripada pada waktu bulan terang. Pada bulan terang kurang efektif
mengumpulkan ikan kurang efisien (Subani et al., 1989 dalam Lee, 2010).
BAB V
PENUTUP
44
A. Kesimpulan
Pola pertumbuhan ikan layang jantan dan ikan layang betina bersifat
alometrik positif. Dan pola pertumbuhan ikan layang betina pada fase bulan
terang dan fase bulan gelap bersifat alometrik positif, sedangkan ikan layang
jantan pada fase bulan gelap bersifat alometrik negatif. Dan pada fase bulan
Faktor kondisi ikan layang memiliki nilai 0 maka dikategorikan ikan tidak
gemuk. Nilai faktor kondisi ikan meningkat seiring dengan peningkatan ukuran
panjang total tubuhnya. Dan rata-rata nilai faktor kondisi ikan layang jantan
dan ikan layang betina pada fase bulan gelap lebih besar dibandingkan dengan
rata-rata nilai faktor kondisi ikan layang jantan dan ikan layang betina pada
B. Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan pengamatan yang lebih lama dan
menggunakan ikan contoh yang lebih banyak dari berbagai ukuran mengenai
aspek biologi, baik biologi reproduksi ikan layang maupun biologi populasi
DAFTAR PUSTAKA
45
Andy Omar, S. Bin. 2012. Modul Praktikum Biologi Perikanan. Jurusan
Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Hasanuddin. Makassar. 168 hal
Badan Pusat Statistik Gorontalo Utara tahun 2018.
Carpenter dan Niem. 1999. The Living Marine Resource Of The Western Pasific.
Dewi, K., T.A. Barus., Desrita. 2015. Analisis Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi
Ikan Tongkol (Auxis thazard) yang didaratkan di KUD Gabion
Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan Sumatera Utara. Universitas
Sumatera Utara
Ditjen Perikanan Tangkap , 2002.Prosiding Workshop Forum Komunikasi
Pengelolaan Perairan dan Sumberdaya (FKPPS) , Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap,Jakarta.
Durand, J. R. and J. Widodo. 1998. The Java Sea Ecosystem.
Hasnia. 1997. Studi Tentang Beberapa Parameter Biologi Populasi Ikan layang
(Decapterus ruselli Ruppel) di Perairan Kabupaten Barru. Skripsi.
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.
Lee. J. W. 2010. Pengaruh Periode Hari Bulan Terhadap Hasil Tangkapan dan
Tingkat Pendapatan Nelayan Bagan Tancap di Kabupaten Serang.
Tesis.Sekolah Pasca Sarjana Institusi Pertanian Bogor. Bog
46
Merta.I.G.S.,B.Sadhotomo dan J.Widodo ,1999. Sumberdaya Perikanan Pelagis
Kecil dam Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan
Indonesia ,Direktorat Jenderal Perikanan Jakarta.
Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology of Fishes. Translated by L. Birkett. Academic
Press. 352 pp.
Nontji , A , 2002. Laut Nusantara Penerbit Djambatan , Jakarta.
Nurhakim,1987. Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan,2005. Statistik
Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan,2004 Pelabuhan Perikanan
Nusantara Pekalongan.
Nurhayati., Fauziyah., dan S. M. Bernas. 2016. Hubungan Panjang-Berat dan
Pola Pertumbuhan Ikan di Muara Sungai Musi Kabupaten Banyuasin
Sumatera Selatan. Maspari. 8 (2):111-118.
Senen B. , Sulistiono, dan Muchsin I. 2011. Beberapa aspek biologi ikan layang
deles (Decapterus macrosoma) di Perairan Banda Neira Maluku. Jurnal
Pengembangan Pulau-Pulau Kecil 2011. ISBN : 978-602-98439-2-7
47
Party on Marine Fisheries, First Session, 13 - 16 May 1997, Bangkok,
Thailand. RAP Publication 1997/31, 445 p
48
LAMPIRAN
49
Lokasi Pengambilan Ikan Contoh
50
Ikan Layang (Decapterus russelli) Betina
51
52
53
54