Anda di halaman 1dari 11

KONSEP ASWAJA DALAM NU

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Aswaja dan ke-NU-an
Yang dibina oleh Bapak Imam Nurngaini, M.Pd.I

Oleh :
1. Vita Khoirina (2188203001)
2. Dicky Aditya Vernanda (2188203002)
3. Arneta Priscilla Putri (2188203003)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN SOSIAL
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA BLITAR
November 2021
Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr Wb.
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Konsep
NU tentang Aswaja” dengan baik dan tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu guna memenuhi tugas
mata kuliah Bapak Imam Nurngaini, M.Pd.I pada mata kuliah Aswaja dan ke NU
an. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan para
pembaca. Tersusunnya makalah ini tentu membutuhkan referensi dari beberapa
sumber buku dan jurnal yang kami peroleh. Penyusun mengucapakan terimakasih
kepada Bapak Imam Nurngaini, M.Pd.I selaku Dosen Pengampu mata kuliah
Aswaja dan ke NU an. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada teman-
teman dan semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kita buat ini masih jauh dari kata
sempurna, maka dari itu apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan di dalamnya
kami mohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Wassalamualaikum Wr Wb.

Blitar, November 2021

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar.............................................................................................ii

Daftar Isi......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................1

B. Rumusan Masalah .................................................................................1

C. Tujuan....................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................2

A. Prinsip – Prinsip Keagamaan dan Kemasyarakatan NU..................2

B. Tiga Aspek Paham Ahlussunnah Wal Jama’ah...............................4

C. Implementasi Paham Ahlussunnah Wal Jama’ah di NU.................6

BAB III PENUTUP....................................................................................7

Kesimpulan..................................................................................................7

Daftar Pustaka……………………………………………………………..8

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aswaja merupakan paham khusus bagi umat islam dengan metode Pembelajaran Aswaja
diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa visi Aswaja adalah untuk mewujudkan manusia
yang berpengetahuan, rajin berinadah, cerdas, produktif, etis, jujur dan adil, berdeisiplin,
toleransi, menjaga keharmonisan, secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya
Ahlussunnah wal Jama’ah (amar makruf nahi munkar). Aswaja merupakan paham dan
ajaran yang dalam kajiannya merujuk pada kebiasaan yang diajarkan Nabi Muhammad
Sallallahu’alaihi wassalam kepada umatnya.. Dalam tahap pemahaman Aswaja menggunakan
cara logis dan rasional, karena mengaitkan diri dengan kehidupan sehari-hari dengan prinsip
aswaja bukan dengan paham radikalis. Pemahaman Aswaja juga bertujuan untuk mendorong
sikap dan perilaku supaya mendalami dan mengamalkan ajaran Islam Ahlusunnah wal
Jama’ah, yang diharapkan nantinaya akan lahir generasi-generasi kiyai yang unggul serta
mampu menjadi pilar-pilar kokoh dalam mensyi’arkan Islam ditengah tengah masyarakat
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai tawasut, tawazun, tasamuh.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja prinsip prinsip keagamaan dan kemasyarakatan NU?
2. Jelaskan 3 aspek paham ahlusunnah wal jamaah!
3. Bagaimana cara mengimplementasikan paham ahlusunnah wal jamaah?

C, Tujuan 2

1. Mengetahui prinsip prinsip keagamaan dan kemasyarakatan


2. Mengetahui aspek tentang paham ahlu sunnah wal jamaah.
3. Memahami cara menerapkan paham ahlu sunnah wal jamaah di NU

1
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Prinsip – Prin0sip Keagamaan dan Kemasyarakatan NU

Prinsip NU dalam mengembangkan kebudayaan dan peradaban didasari sikap


yang
berimbang dan menjaga kesinambungan antara yang sudah ada dan mengambil hal yang
baru. Budaya lama yang masih relevan terus dipelihara dan dilestarikan, sementara
budaya baru diterima, setelah dilakukan filterisasi dan penyesuaian. Terhadap budaya dan
peradaban modern dari Barat, NU memandang sebagai hasil inovasi dan kreativitas
manusia atas dasar rasionalisme dalam menjawab tantangan yang dihadapi dalam bentuk
nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan teknologi. Semua yang ada dalam peradaban dan
kebudayaan modern berupa etos kerja, kedisiplinan, orientasi ke depan, motivasi
penggunaan rasio dan kreativitas serta penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi
merupakan warisan kemanusiaan yang membawa manfaat bagi kesejahteraan hidup
manusia. NU memandang kebudayaan dan peradaban modern dapat dimanfaatkan selama
tidak mengakibatkan bahaya dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar akidah
dan syariat Islam Dengan prinsip menyebarkan rahmat kepada seluruh alam semesta
(rahmatan lil ‘alamin) NU memandang realitas kehidupan secara inklusif dan
substantive, NU tidak mau terjebak dalam klaim kebenaran dalam dirinya secara mutlak,
juga tidak dalam kelompok-kelompok lain karena perbedaan pendapat dan faham
golongan serta kelompok merupakan suatu keniscayaan. Bagi NU pluralitas
(kemajemukan) dalam hidup merupakan anugerah yang harus dihadapi dengan sikap
ta’aruf, membuka diri dan melakukan dialog secara kreatif untuk menjalin kebersamaan
dan kerjasama atas dasar saling menghormati dan saling membantu. Prinsip – prinsip
keagamaan dan kemasyarakatan NU, sebagai berikut :

1. Attawasuth, artinya mengambil jalan tengah atau pertengahan. Bahwa NU


tidak bersikap ekstrem baik ekstrem kanan ( yang berkedok agama ) maupun
ekstrem kiri (komunis). Karena kebijakan memang selamanya terletak
diantara dua ujung (kana dan kiri). Sebagaimana termaktub dalam firman
Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 143. Sikap tawasuth ini sebagai bukti

2
bahwa NU yang bersifat moderat baik dalam kegiatan sosial politik maupun
agama. Dalam kehidupan sosial politik NU tidak pernah melakukan tindakan-
tindakan makar yang melawan negara. Bahkan NU adalah organisasi yang
mempunyai peranan signifikan dalam memperjuangkan kemerdekaan maupun
mempertahankan kemerdekaan. Dalam bidang agama, NU tetap istiqomah
menjalankan ajaran Islam Ahlus sunnah Wal-jama'ah, ajaran yang
mengajarkan kita untuk berlaku adil ditengah kehidupan bersama, dan selalu
bersikap membangun.
2. Al i'tidal berarti tegak lurus, tidak condong kekanan atau kekiri. Diambil dari
kata adlu, yang berarti keadilan sebagaimana tercantum dalam Al-qur'an surat
Al-Maidah ayat 8. kesimpulannya adalah bahwa warga NU bersikap tidak
kompromi dengan sikap mencampuradukkan antara yang benar dan yang
salah. NU juga tidak berpengaruh kepentingan-kepentingan sesaat, dengan
mengorbankan sesuatu yang prinsip bagi NU dan umat.
3. Attawazun, yang berati keseimbangan, tidak berat sebelah, tidak berlebihan
suatu unsur atau kekurangan suatu unsur. Prinsip tawazun ini diambil dari kata
Al-Waznu yang berarti alat penimbang. Yang dimaksud disini adalah bahwa
NU menyerasikan  antara khidmah kepada Allah dan khidmah kepada
manusia, menyelaraskan masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Bagi NU
tujuan hidup yang ideal adalah bahagia dunia dan akhirat.
4. Attasamuh, yang berarti toleran. Maksudnya adalah Nu toleran terhadap
perbedaan pandangan dalam masalah keagamaan, terutama masalah
khilafiyah/furuiyyah. Begitu pula masalah yang berhubungan dengan sosial
kebudayaan atau kemasyarakatan, sebagaimana dilakukan oleh walisongo
ketika berdakwah. Yakni dengan mengejawantahkan ajaran agama melalui
sosial kultur yang ada di lingkungan masyarakat.
5. Amar Makruf Nahi Mungkar, artinya mengajak pada kebajikan dan mencegah
pada kemungkaran. Maksudnya mendorong kepada kebaikan, selalu
mempunyai kepekaan terhadap kejadian-kejadian dilingkungan dan mencegah
hal-hal yang akan merusak moralitas masyarakat berdasarkan tinjauan syariat.

3
B. Aspek Ahlusunnah wal Jamaah

1. Aqidah
Aqidah menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu yang berarti
ikatan, at-tautsiiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, dan ar-rabthu
biquw-wah yang berarti mengikat dengan kuat. Sedangkan menurut istilah
(terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan
sedikit pun bagi orang yang meyakininya. Secara Historis, lahirnya pemahaman
Aqidah Aswaja berasal atau berawal dari permaalahan menggunakan Mu’tazilah
dijadikan paham keagamaan Islam resmi pemerintah oleh penguasa Abbasiyah. Pada
masa tersebut terjadilah kasus mihnah (dalam tarikh Aththbary) yang cukup
menimbulkan keresahan ummat Islam. Ketika Imam al Asyari tampil berkhutbah
menyampaikan pemikiran-pemikiran teologi islamnya sebagai koreksi teologi
Mu’tazilah dalam beberaa hal yang dianggap bid’ah. Sehingga disambut positif oleh
masyarakat atas koreksi tersebut. Dan akhirnya banyak ummat islam menjadi
pengikutnya yang kemudian disebut dengan kelompok Asy’ari. Di  tempat  lain 
yakni  di  Samarqand  Uzbekistan,  juga  muncul seorang  Imam  Abu  Manshur  al-
Maturidi  (333  H)  yang  secara garis  besar  rumusan  pemikiran  teologi  Islamnya 
paralel  dengan pemikiran  teologi  Asy’ariyah,  sehingga  dua  imam  inilah  yang
kemudian diakui sebagai imam penyelamat akidah keimanan, karena karya pemikiran
dua imam ini tersiar ke seluruh belahan dunia dan diakui  sejalan  dengan  sunnah 
Nabi  saw.  serta  petunjuk  para sahabatnya, meskipun sebenarnya masih ada satu
orang ulama lagi yang sepaham, yaitu Imam al-Thahawi (238 H  –  321 H) di Mesir.
Akan  tetapi  karya  beliau  tidak  sepopuler  dua  imam  yang  pertama. Akhirnya
para ulama menjadikan rumusan akidah Imam Asy’ari dan Maturidi sebagai pedoman
akidah yang sah dalam Aswaja.
Secara  materil  banyak  produk  pemikiran  Mu’tazilah  yang, karena metodenya
lebih mengutamakan akal daripada nash (Taqdîm al-‘Aql ‘alâ al-Nash), dinilai tidak
sejalan dengan sunnah,sehingga sarat  dengan  bid’ah,  maka  secara  spontanitas 
para  pengikut  imam tersebut bersepakat menyebut sebagai kelompok Aswaja,

4
meskipun istilah ini bahkan dengan pahamnya telah ada dan berkembang pada masa-
masa  sebelumnya,  tetapi  belum  terinstitusikan  dalam  bentuk mazhab.  Karena 
itu,  secara  historis  term  aswaja  baru  dianggap secara  resmi  muncul  dari 
periode  ini.  Setidaknya  dari  segi  paham telah  berkembang  sejak  masa  ‘Ali  bin 
Abi  Thalib  r.a.,  tetapi  dari segi  fisik  dalam  bentuk  mazhab  baru  terbentuk 
pada  masa  al Asy’ari, al-Maturidi, dan al-Thahawi.
2. Syari’ah
Syari’ah secara etimologi berarti aturan atau ketetapan yang Allah perintahkan
kepada hamba-hamba-Nya, seperti: puasa, shalat, haji, zakat dan seluruh kebajikan.
Syariat dalam istilah syar’i adalah hukum-hukum Allah yang disyariatkan kepada
hamba-hamba-Nya, baik hukum-hukum dalam Al-Qur’an dan sunnah nabi Saw dari
perkataan, perbuatan dan penetapan. Secara historis, aspek yang kedua ini disepakati
oleh jumhur  ulama  bersumber  dari  empat  mazhab,  yakni  Hanafi, Maliki,  Syafii 
dan  Hanbali.  Secara  substantif,  aspek  yang kedua  ini  sebenarnya  tidak  terbatas 
pada  produk  hukum  yang dihasilkan  dari  empat  madzhab  di  atas,  produk 
hukum  yang dihasilkan  oleh  imam-imam  mujtahid  lainnya,  yang  mendasarkan
penggalian  hukumnya  melalui  al-Qur’an,  Hadits,  Ijma’  dan  Qiyas, seperti, Hasan
Bashri, Awzai, dan lain-lain tercakup dalam lingkup pemikiran Aswaja, karena
mereka memegang prinsip utama  Taqdîm al-Nash ‘alâ al-‘Aql (mengedepankan
daripada akal).
3. Akhlaq
Akhlaq berasal dari bahasa arab, yaitu jama’ dari kata “khuluq” secara bahasa
kata ini memiliki arti perangai atau yang mencakup diantaranya: sikap, prilaku,
sopan, tabi’at, etika, karakter, kepribadian, moral dll. Menurut istilah, akhlak artinya
tingkah laku lahiriah yang diperbuat oleh seseorang secara spontan sebagai
manifestasi atau pencerminan, refleksi dari jiwa , batin atau hati seseorang. Akhlak
bukan saja merupakan mengatur hubungan antara sesame manusia, tetapi juga norma
yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam
semesta sekalipun. Keberadaan akhaq terasa penting bagi kehidupan soial seorang
hamba Allah swt., baik dengan Tuhan maupun kepada sesama manusia.
Hubungannya dengan aspek aqidah dan syar’iat berupa suatu cara mengaplikasikan

5
dalam bentuk kepribadian yang baik (Insan Kamil). Dengan terbentuknya  pribadi
muslim yang baik bagi seorang hamba, akan berpengaruh terhadap keseharian dirinya
sendiri maupun orang – orang yang disekitarnya. Sehingga terbentuklah lingkungan
yang baik disekitar hamab tersebut

C. Implementasi Paham Ahlusunnah wal jama’ah di NU

Kalangan.NU.mengutamakan.pemikiran.al-Asy’ari.dan menomorduakan Al-


Maturidi, karena beberapa faktor: pertama, literatur mengenai ajaran-ajaran al-Maturidi
dan aliran Maturidiyah tidak sebanyak literatur mengenai ajaran-ajaran Asy’ariyah;
kedua, pengaruh penerus al-Asy’ari seperti Al-Baqillani, al-Juwaini dan terutama al-
Ghazali yang sangat luas di dunia Islam khususnya dunia pesantren. Sedangkan penerus
al-Maturidi seperti al-Bazdawi kurang dikenal di kalangan ulama pesantren; dan ketiga,
letak geografis warga NU yang rata-rata berada di daerah rural dan peripheral membawa
model pemikirann yang sederhana Secara konseptualal dan doktrinal pada bidang fikih,
NU mengikuti salah satu di antara empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’idan Hanbali).
Hal ini memberi kelonggaran pada warganya untukmengekspresikan selera mereka dalam
menampilkan ibadah maupun muamalah dengan mengikuti pendapat mazhab yang paling
mereka sukai. Sikap memilih salah satu di antara empat mazhab ini merupakan cirikhas
NU, sehingga membedakan dengan yang hanya mengikuti Syafi’i dan Wahabi yang
hanya mengikuti Hanbali. Akan tetapi dalam prakteknya, kalangan NU menyandarkan
pemikirannya pada mazhab Syafi’i. Bahkan dalam beberapa kasus, ketika ada orang NU
yang mengikuti salah satu di antara ketiga mazhab selain Syafi’I itu (Hanafi, Maliki dan
Hanbali) dianggap bukan NU. Anggapan ini menunjukkan dua kemungkinan: sikap tidak
konsisten (inkonsistensi) terhadap Anggaran Dasar NU; dan ketidaktahuan terhadap
substansi pedoman NU itu sendiri.

6
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan

Dalam kajian akidah atau ilmu kalam istilah Aswaja dinisbatkan pada paham yang

diusung oleh Abu Hasan Al-As’ari dan Abu Mansur Al-Maturidzi, yang menentang paham

khawarij dan jabariyah juga paham qadariyah dan mu’tazilah. Dalam kajian fiqih aswaja

dinisbatkan pada paham sunni yaitu merujuk pada fikih 4 madzhab yang berbeda paham fikih

syi’iy, dzahiriy, ja’fariy. Dari situlah kemudian NU menjadikan Ahlussunnah wal jamaah

sebagai asas organisasi yaitu dalam bidang aqidah mengikuti Abu Hasan Asy’ari dan Abu

Mansur Al-Maturidzi. Sedangkan dalam bidang fiqih mengikuti salah satu dari 4 madzhab yaitu

madzhab syafi’i.

7
Daftar Pustaka

Abbas, S. (2006). I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah. 24.

Qomar, M. (2014). IMPLEMENTASI ASWAJA DALAM PERSPEKTIF NU DI TENGAH


KEHIDUPAN MASYARAKAT.

Razi, F. (2011). Nu dan Kontinuitas Dakwah Kultural. Jurnal Komunikasi Islam, 1(2), 161–171.
http://jki.uinsby.ac.id/index.php/jki/article/view/86

https://unupurwokerto.ac.id/pengertian-dan-metode-berpikir-ahlussunnah-wal-
jamaah/#:~:text=Dengan%20demikian%20dapat%20dikatakan%20bahwa,Junaidi%20dan%20al
%2DGhazali%20dalam

Anda mungkin juga menyukai