LP Askep SH
LP Askep SH
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE HEMORAGIK
1.1 Konsep Dasar
1.1.1 Pengertian Stroke Hemoragik
1
7. Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam
dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.
8. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
9. Overdosis narkoba, seperti kokain.
1.1.2 Etiologi
Menurut Batticaca (2008; 56), Stroke hemoragik umumnya disebabkan
oleh adanya perdarahan intracranial dengan gejala peningkatan tekana darah
systole > 200 mmHg pada hipertonik dan 180 mmHg pada normotonik,
bradikardia, wajah keunguan, sianosis, dan pernafasan mengorok.
Penyebab stroke hemoragik, yaitu :
1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.
2. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak.
3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak.
1.1.3 Manifestasi Klinis
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan
dan jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa
peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan
menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3. Kesulitan menelan.
4. Kesulitan menulis atau membaca.
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk,
batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik.
9. Mual atau muntah.
10. Kejang.
11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi,
baal atau kesemutan.
12. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
2
1.1.4 Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Apabila aliran darah ke jaringan
otak terputus selama 15-20 menit maka akan terjadi infark atau kematian
jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu arteri
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut. Dapat
juga karena keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri seperti
aterosklerosis dan trombosis atau robeknya dinding pembuluh darah dan terjadi
peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah misalnya
syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan atau
infeksi pembuluh ektrakranium dan ruptur vaskular dalam jaringan otak.
(Sylvia A. Price dan Wilson, 2006)
3
1.1.5 Pathway
5
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonok.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction berlebih yang
dapat meningkatkan TIK.
10. Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. apabila kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor,
antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi.
6
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih
jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
6. Riwayat psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah
ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan
kecemasan, rasa cemas, rasa tidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep
diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola tata nilai dan
kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spritual karena
tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.
7. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia.
Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
a. B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan obat bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compas mentis, peningkatan
inspeksi pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks
7
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b. B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran
area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik
sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus
dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandunf
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinesia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinesia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
f. B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu,
perlu juga tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
8
sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2) Pengkajian tingkat kesadaran
Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar
pada tingkat latergi, stupor, dan semikomantosa.
3) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
4) Pengkajian saraf kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
5) Pengkajian sistem motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
6) Pengkajian refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali di dahului
dengan refleks patologis.
7) Pengkajian sistem sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.
9
4. Deformitas tulang dada.
5. Gangguan neuromuskular.
6 Gangguan neurologis (mis elektroensefalogram [EEG] positif, cedera
kepala ganguan kejang).
7. maturitas neurologis.
8. Penurunan energi.
9. Obesitas.
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru.
11. Sindrom hipoventilasi.
12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf CS ke atas).
13. Cedera pada medula spinalis.
14. Efek agen farmakologis.
15. Kecemasan.
10
5. Multiple sclerosis
6. Myasthenia gravis
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Intoksikasi alkohol
3. Aterosklrosis aorta
4. Diseksi arteri
5. Fibrilasi atrium
6. Tumor otak
7. Stenosis karotis
8. Miksoma atrium
9. Aneurisma serebri
13. Embolisme
15. Hiperkolesteronemia
16. Hipertensi
11
22. Sindrom sick sinus
2. Cedera kepala
3. Aterosklerotik aortik
5. Diseksi arteri
6. Embolisme
7. Endokarditis infektif
8. Fibrilasi atrium
9. Hiperkolesterolemia
10. Hipertensi
19. Hidrosefalus
SLKI
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan.
Luaran utama : Pola Nafas
12
Pola Nafas L.01004
Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang memberikan ventilasi adekuat.
Ekspetasi Membaik
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Ventilisasi 1 2 3 4 5
semenit
Kapasitas 1 2 3 4 5
vital
Diameter 1 2 3 4 5
thoraks
anterior-
posterior
Tekanan 1 2 3 4 5
ekspirasi
Tekanan 1 2 3 4 5
inspirasi
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Dispnea 1 2 3 4 5
Penggunaan 1 2 3 4 5
otot bantu
nafas
Pemanjanga 1 2 3 4 5
n fase
ekspirasi
Ortopnea 1 2 3 4 5
Pernafasan 1 2 3 4 5
pursed-tip
Pernafasan 1 2 3 4 5
cuping
hidung
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburu Membaik
k
Frekuensi 1 2 3 4 5
nafas
Kedalaman 1 2 3 4 5
nafas
Ekskursi 1 2 3 4 5
13
dada
14
Frekuensi 1 2 3 4 5
kejang
Hipertermia 1 2 3 4 5
Diaforesis 1 2 3 4 5
Pucat 1 2 3 4 5
Kongesti 1 2 3 4 5
konjungtiva
Kongesti 1 2 3 4 5
nasal
Parastesia 1 2 3 4 5
Sensasi 1 2 3 4 5
logam di
mulut
Sindrom 1 2 3 4 5
horner
Pandangan 1 2 3 4 5
kabur
Penile 1 2 3 4 5
erection
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburu Membaik
k
Tekanan 1 2 3 4 5
darah
sistolik
Frekuensi 1 2 3 4 5
nadi
Ukuran 1 2 3 4 5
pupil
Gerakan 1 2 3 4 5
mata
Pola napas 1 2 3 4 5
Pola 1 2 3 4 5
istirahat
tidur
Frekuensi 1 2 3 4 5
napas
Denyut 1 2 3 4 5
jantung
apikal
15
Denyuk 1 2 3 4 5
nadi
radialis
Refleks 1 2 3 4 5
pilomotorik
Demam 1 2 3 4 5
16
sistolik
Tekanan 1 2 3 4 5
darah
diastolik
Refleks 1 2 3 4 5
saraf
17
Definisi : Kemampuan sistem saraf perifer dan pusat untuk menerima,
mengolah, dan merespon stimulus internal dan eksternal.
Ekspetasi Membaik
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Tingkat 1 2 3 4 5
keadaran
Reaksi 1 2 3 4 5
pupil
Orientasi 1 2 3 4 5
kognitif
Kontrol 1 2 3 4 5
motorik
pusat
Fungsi 1 2 3 4 5
sensorik
kranial
Fungsi 1 2 3 4 5
sensorik
spinal
Fungsi 1 2 3 4 5
motorik
kranial
Fungsi 1 2 3 4 5
motorik
spinal
Fungsi 1 2 3 4 5
otonom
Komunikas 1 2 3 4 5
i
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Sakit 1 2 3 4 5
kepala
Frekuensi 1 2 3 4 5
kejang
Hipertermia 1 2 3 4 5
Diaforesis 1 2 3 4 5
Pucat 1 2 3 4 5
18
Kongesti 1 2 3 4 5
konjungtiva
Kongesti 1 2 3 4 5
nasal
Parastesia 1 2 3 4 5
Sensasi 1 2 3 4 5
logam di
mulut
Sindrom 1 2 3 4 5
horner
Pandangan 1 2 3 4 5
kabur
Penile 1 2 3 4 5
erection
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburu Membaik
k
Tekanan 1 2 3 4 5
darah
sistolik
Frekuensi 1 2 3 4 5
nadi
Ukuran 1 2 3 4 5
pupil
Gerakan 1 2 3 4 5
mata
Pola napas 1 2 3 4 5
Pola 1 2 3 4 5
istirahat
tidur
Frekuensi 1 2 3 4 5
napas
Denyut 1 2 3 4 5
jantung
apikal
Denyuk 1 2 3 4 5
nadi
radialis
Refleks 1 2 3 4 5
pilomotorik
19
2.1.3 Perencanaan Keperawatan
SIKI
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan.
Intervensi Utama :
a. Manajemen jalan nafas
b. Pemantauan respirasi
Terapeutik :
Edukasi :
Kolaborasi :
20
Kolaborasi pemberian brnkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
Terapeutik :
Edukasi :
Intervensi pendukung :
a. Dukungan ventilasi
b. Pengaturan posisi
21
Definisi : Memfasilitasi dalam mempertahankan pernafasan spontan untuk
memaksimalkan pertukaran gas di paru-paru.
Tindakan :
Observasi :
Terapeutik :
Edukasi :
Kolaborasi :
22
Monitor alat traksi agar selalu tepat
Terapeutik :
Edukasi :
23
baik selama melakukan perubahan posisi
Kolaborasi :
Terapeutik
24
Hindari pemberian cairan IV hipotonik
Atur ventilator agar PaCO2 optimal
Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
Terapeutik
25
Pertahankan sterilitas sistem pemantauan
Pertahankan posisi kepala dan leher netral
Bilas sistem pemantauan, jika perlu
Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Intervensi Pendukung :
a. Pemantauan neurologis
b. Pemantauan tanda vital
c. Pemberian obat
26
Monitor kesimetrisan wajah
Monitor gangguan visual: diplopia. Nistagmus, pemotongan bidang visual,
penglihatan kabur, dan ketajaman penglihatan
Monitor keluhan sakit kepala
Monitor karakteristik bicara: kelancaran, kehadiran afasia, atau kesulitan
mencari kata
Monitor diskriminais tajam/tumpul atau panas/dingin
Monitor parestesi (mati rasa dan kesemutan)
Monitor pola berkeringat
Monitor babinski
Monitor respon cusbing
Monitor balutan kraniotomi atau laminektomi terhadap adaya crainase
Monitor respon terhadap pengobatan
Terapeutik :
Edukasi :
27
Monitor oksimetri ndi
Monitor tekanan nadi (selisih TDS dan TDD)
Identifikais penyebab perubahan tanda vital
Terapeutik :
Edukasi :
Terapeutik ;
28
Tandatangani pemberian narkotika, sesuai protokol
Dokumentasikan pemberian obat dan respons terhadap obat
Edukasi :
Jelaskan jenis obat, alasan pemberian, tindakan yang diharapkan, dan efek
samping sebelum pemberian
Jelaskan faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan efektifitas obat
1.2.4 Implementasi
Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan dalam tindakan,
selama fase implementasi ini merupakan fase kerja aktual dari proses
keperawatan. Rangkaian rencana yang telah disusun harus diwujudkan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan. Pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat
yang bertugas merawat klien tersebut atau perawat lain dengan cara
didelegasikan pada saat pelaksanaan kegiatan maka perawat harus
menyesuaikan rencana yang telah dibuat sesuai dengan kondisi klien maka
validasi kembali tentang keadaan klien perlu dilakukan sebelumnya. (Basford.
2006, Hal 22)
1.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan untuk mengukur
keberhasilan dari rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien Bila
masalah tidak dipecahkan atau timbul masalah baru, maka perawat harus
berusaha untuk mengurangi atau mengatasi beban masalah dengan meninjau
kembali rencana perawatan dengan menyesuaikan kembali terhadap keadaan
masalah yang ada. (Basford. 2006, Hal : 24).
Hasil Evaluasi yang mungkin didapat adalah :
1. Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
2. Mobilisasi klien mengalami peningkatan.
3. Pola nafas tetap efektif.
4. Tekanan darah stabil.
29
DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan Stroke.
Edisi I. Yogyakarta: CV. Dianloka.
Batticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. 2005. Medical Surgical Nursing; clinical management
for positive outcomes. 7th Edition. St. Louis : Elsevier. Inc
Carpenito, L. J. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi X. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnoatik Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Smeltzer, S. C et.al. 2005. Brunner&Suddarth’s: Textbook of Medical Surgical Nursing.9th.
Philadelphia: Lippincott
Soepardjo. 2009. Sekilas Tentang Stroke. Yayasan stroke Indonesia.
Sudoyo, A. W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK-UI.
Jakarta. Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FK-UI.
30