Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE HEMORAGIK
1.1 Konsep Dasar
1.1.1 Pengertian Stroke Hemoragik

Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other


Cerebrovascular Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist
akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara
mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam
beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah
fokal otak yang terganggu (WHO, 1989).
Menurut Batticaca (2008; 56), Stroke adalah suatu keadaan yang timbul
karena terjadi gangguan perdarahan di otak yang menyebabkan terjadinya
kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian.
Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai
serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya
pembuluh darah otak (Hudak dan Gallo, 1997) .
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh karena pecahnya
pembuluh darah pada otak. Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di
dalam otak pecah. Otak sangat sensitif terhadap perdarahan dan kerusakan
dapat terjadi dengan sangat cepat. Pendarahan di dalam otak dapat mengganggu
jaringan otak, sehinga menyebabkan pembengkakan, mengumpul menjadi
sebuah massa yang disebut hematoma. Pendarahan juga meningkatkan tekanan
pada otak dan menekan tulang tengkorak.
Menurut Muttaqin (2008; 129), ada beberapa faktor risiko stroke
hemoragik, yaitu.
1. Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang
menekan dinding arteri sampai pecah.
2. Penyakit kardiovaskular-embolisme serebral berasal dari jantung.
3. Peningkatan hemotokrik meningkatkan risiko infark serebral.
4. Kontasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar estrogen
tinggi).
5. Konsumsi alkohol.
6. Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti
payudara, kulit, dan tiroid.

1
7. Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam
dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.
8. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
9. Overdosis narkoba, seperti kokain.
1.1.2 Etiologi
Menurut Batticaca (2008; 56), Stroke hemoragik umumnya disebabkan
oleh adanya perdarahan intracranial dengan gejala peningkatan tekana darah
systole > 200 mmHg pada hipertonik dan 180 mmHg pada normotonik,
bradikardia, wajah keunguan, sianosis, dan pernafasan mengorok.
Penyebab stroke hemoragik, yaitu :
1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.
2. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak.
3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak.
1.1.3 Manifestasi Klinis
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan
dan jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa
peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan
menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3. Kesulitan menelan.
4. Kesulitan menulis atau membaca.
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk,
batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik.
9. Mual atau muntah.
10. Kejang.
11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi,
baal atau kesemutan.
12. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

2
1.1.4 Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Apabila aliran darah ke jaringan
otak terputus selama 15-20 menit maka akan terjadi infark atau kematian
jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu arteri
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut. Dapat
juga karena keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri seperti
aterosklerosis dan trombosis atau robeknya dinding pembuluh darah dan terjadi
peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah misalnya
syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan atau
infeksi pembuluh ektrakranium dan ruptur vaskular dalam jaringan otak.
(Sylvia A. Price dan Wilson, 2006)

3
1.1.5 Pathway

Pathway dan Masalah Keperawatan

Jaringan otak bergeser, Membentuk Pembuluh arteri robek Hipertensi


tertekan, terdesak suatu massa
Perdarahan jaringan otak (tekanan darah meningkat secara
signifikan)
Peningkatsn TIK, gangguan fungsi
otak

Perubahan perfusi jaringan Perdarahan pada batang otak


Hemisfer kiri
Hemisfer kanan
Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif

Nervus 2 Nervus Nervus 7 Nervus 8 Nervus Nervus 5


Afasia Mudah Hemiplagi Hemiplagi Defisit Nervus I 3,4,6 Nervus 12
9,10,11
Disfagia Kelainan frustasi kanan kiri perseptual P
visual Daya Re
ePenurunan
kanan penciuman M fle
Kerusakan Gangguan Kelemahan n lapang
Kelainan menurun en k
komunikasi konsep diri : fisik u pandang Pendengara Kemampua
visual kiri ut m
verbal Harga diri r n dan n menelan
Kerusakan u Reflek up en
rendah keseimban menurun
menelan n cahaya ke gu
Kurang Organ gan tubuh
Resiko menurun lo ny
perawatan mobilitas menurun
tinggi pa ah
diri fisik
cidera Perubahan m
ukuran
Resiko tinggi Bersihan
pupil
kerusakan jalan nafas
Bola mata tidak dapat
integritas kulit Gangguan tidak efektif
mengikuti perintah
persepsi
4 Sumber :
sensori
Gangguan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh Carpenito, 1995 : 234
1.1.6 Komplikasi
Menurut Batticaca (2008; 60)
1. Gangguan otak yang berat.
2. Kematian bila tidak dapat mengontrol respons pernafasan atau
kardiovaskular.
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Batticaca (2008; 60), Pemeriksaan penunjang diagnostik yang
dapat dilakukan adalah :
1. Laboratorium : darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal,
analisa gas darah, biokimia darah, elektolit.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan juga
untuk memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya
infark.
3. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena ( masalah
sistem arteri karotis ) .
4. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
5. MRI ( magnetic resonance imaging ) : menunjukan daerah yang mengalami
infark, hemoragik ).
6. EEG ( elektroensefalogram ) : memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karotis interna
terdapat pada trombosit serebral ; klasifikasi parsial dinding aneurisma pada
perdarahan subarachnoid.
1.1.8 Penatalaksanaan Medis
( Sylvia dan Lorraine, 2006 ). Penatalaksanaan penderita dengan stroke
hemoragik adalah sebagai berikut :
1. Posisi kepala dan badan atas 20 – 30 derajat, posisi miring apabila muntah
dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan oksigen sesuai kebutuhan.
3. Tanda – tanda vital diusahakan stabil.
4. Bed rest.
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu kateterisasi.

5
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonok.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction berlebih yang
dapat meningkatkan TIK.
10. Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. apabila kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor,
antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi.

2.1 Asuhan Keperawatan


2.1.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak
responsif, dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat –
obat antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif, kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari

6
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih
jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
6. Riwayat psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah
ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan
kecemasan, rasa cemas, rasa tidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep
diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola tata nilai dan
kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spritual karena
tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.
7. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia.
Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
a. B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan obat bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compas mentis, peningkatan
inspeksi pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks

7
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b. B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran
area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik
sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus
dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandunf
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinesia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinesia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
f. B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu,
perlu juga tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan

8
sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2) Pengkajian tingkat kesadaran
Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar
pada tingkat latergi, stupor, dan semikomantosa.
3) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
4) Pengkajian saraf kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
5) Pengkajian sistem motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
6) Pengkajian refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali di dahului
dengan refleks patologis.
7) Pengkajian sistem sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual
maupun potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam
mengidentifikasi dan mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi
keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah
kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya.
Diagnosa keperawatan yang bisa diambil menurut SDKI yaitu:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan
D.0005
Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat.
Penyebab :
1. Depresi pusat pernapasan
2. Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot
pernapasan)
3. Deformitas dinding dada.

9
4. Deformitas tulang dada.
5. Gangguan neuromuskular.
6 Gangguan neurologis (mis elektroensefalogram [EEG] positif, cedera
kepala ganguan kejang).
7. maturitas neurologis.
8. Penurunan energi.
9. Obesitas.
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru.
11. Sindrom hipoventilasi.
12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf CS ke atas).
13. Cedera pada medula spinalis.
14. Efek agen farmakologis.
15. Kecemasan.

Gejalan dan Tanda Mayor :


Subjektif :
1. Dispnea
Objektif :
1. Penggunaan otot bantu pernapasan.
2. Fase ekspirasi memanjang.
3. Pola napas abnormal (mis. takipnea. bradipnea, hiperventilasi kussmaul
cheyne-stokes).
 Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif : 1. Ortopnea
Objektif :
1. Pernapasan pursed-lip.
2. Pernapasan cuping hidung.
3. Diameter thoraks anterior—posterior  meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah

Kondisi klinis terkait :


1. Depresi sistem saraf pusat
2. Cedera kepala
3. Trauma toraks
4. Gullian barre syndrom

10
5. Multiple sclerosis
6. Myasthenia gravis
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Intoksikasi alkohol

2. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan hipertensi.


Risiko Perfusi Serebral Tidak efektif D.0017
Definisi : Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak
Faktor risiko
1. Keabnormalan masa protrombin dan/atau masa tromboplastin parsial

2. Penurunan kinerja ventikel kiri

3. Aterosklrosis aorta

4. Diseksi arteri

5. Fibrilasi atrium

6. Tumor otak

7. Stenosis karotis

8. Miksoma atrium

9. Aneurisma serebri

10. Koagulopati (mis. anemia sel sabit)

11. Dilatasi kardiomiopati

12. Koagulasi (mis. anemia sel sabit)

13. Embolisme

14. Cedera kepala

15. Hiperkolesteronemia

16. Hipertensi

17. Endokarditis infektif

18. Katup prostetik mekanis

19. Stenosis mitral

20. Neoplasma otak

21. Infark miokard akut

11
22. Sindrom sick sinus

23. Penyalahgunaan zat

24. Terapi tombolitik

25. Efek samping tindakan (mis. tindakan operasi bypass)

Kondisi Klinis Terkait


1. Stroke

2. Cedera kepala

3. Aterosklerotik aortik

4. Infark miokard akut

5. Diseksi arteri

6. Embolisme

7. Endokarditis infektif

8. Fibrilasi atrium

9. Hiperkolesterolemia

10. Hipertensi

11. Dilatasi kardiomiopati

12. Koagulasi intravaskular diseminata

13. Miksoma atrium

14. Neoplasma otak

15. Segmen ventrikel kiri akinetik

16. Sindrom sick sinus

17. Stenosis karotid

18. Stenosis mitral

19. Hidrosefalus

20. Infeksi otak (mis. meningitis, ensefalitis, abses serebri)

SLKI
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan.
Luaran utama : Pola Nafas

12
Pola Nafas L.01004
Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang memberikan ventilasi adekuat.
Ekspetasi Membaik
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Ventilisasi 1 2 3 4 5
semenit
Kapasitas 1 2 3 4 5
vital
Diameter 1 2 3 4 5
thoraks
anterior-
posterior
Tekanan 1 2 3 4 5
ekspirasi
Tekanan 1 2 3 4 5
inspirasi
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Dispnea 1 2 3 4 5
Penggunaan 1 2 3 4 5
otot bantu
nafas
Pemanjanga 1 2 3 4 5
n fase
ekspirasi
Ortopnea 1 2 3 4 5
Pernafasan 1 2 3 4 5
pursed-tip
Pernafasan 1 2 3 4 5
cuping
hidung
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburu Membaik
k
Frekuensi 1 2 3 4 5
nafas
Kedalaman 1 2 3 4 5
nafas
Ekskursi 1 2 3 4 5

13
dada

Luaran Tambahan :Status Neurologis

Status Neurologis L.06053


Definisi : Kemampuan sistem saraf perifer dan pusat untuk menerima,
mengolah, dan merespon stimulus internal dan eksternal.
Ekspetasi Membaik
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Tingkat 1 2 3 4 5
keadaran
Reaksi 1 2 3 4 5
pupil
Orientasi 1 2 3 4 5
kognitif
Kontrol 1 2 3 4 5
motorik
pusat
Fungsi 1 2 3 4 5
sensorik
kranial
Fungsi 1 2 3 4 5
sensorik
spinal
Fungsi 1 2 3 4 5
motorik
kranial
Fungsi 1 2 3 4 5
motorik
spinal
Fungsi 1 2 3 4 5
otonom
Komunikas 1 2 3 4 5
i
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Sakit 1 2 3 4 5
kepala

14
Frekuensi 1 2 3 4 5
kejang
Hipertermia 1 2 3 4 5

Diaforesis 1 2 3 4 5
Pucat 1 2 3 4 5
Kongesti 1 2 3 4 5
konjungtiva
Kongesti 1 2 3 4 5
nasal
Parastesia 1 2 3 4 5
Sensasi 1 2 3 4 5
logam di
mulut
Sindrom 1 2 3 4 5
horner
Pandangan 1 2 3 4 5
kabur
Penile 1 2 3 4 5
erection
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburu Membaik
k
Tekanan 1 2 3 4 5
darah
sistolik
Frekuensi 1 2 3 4 5
nadi
Ukuran 1 2 3 4 5
pupil
Gerakan 1 2 3 4 5
mata
Pola napas 1 2 3 4 5
Pola 1 2 3 4 5
istirahat
tidur
Frekuensi 1 2 3 4 5
napas
Denyut 1 2 3 4 5
jantung
apikal

15
Denyuk 1 2 3 4 5
nadi
radialis
Refleks 1 2 3 4 5
pilomotorik

2. Risiko perfusi serebral tidak efektif behubungan dengan hipertensi.


Luaran utama : Perfusi Serebral
Perfusi Serebral L. 02014
Definisi : Keadekuatan aliran darah serebral untuk menunjang fungsi otak.
Ekpektasi : Meningkat
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Tingkat 1 2 3 4 5
kesadaran
Kognitif 1 2 3 4 5

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Meningkat Menurun
Tekanan 1 2 3 4 5
intra
kranial
Sakit 1 2 3 4 5
kepala
Gelisah 1 2 3 4 5
Kecemasan 1 2 3 4 5
Agitasi 1 2 3 4 5

Demam 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


Memburu Membaik
k
Nilai rata- 1 2 3 4 5
rata
tekanan
darah
Kesadaran 1 2 3 4 5
Tekanan 1 2 3 4 5
darah

16
sistolik
Tekanan 1 2 3 4 5
darah
diastolik
Refleks 1 2 3 4 5
saraf

Luaran tambahan : Mobilitas Fisik


Mobilitas Fisik L. 05042
Definisi : Kemampuan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas
secara mandiri.
Ekspetasi Meningkat
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Pergerakan 1 2 3 4 5
ekstermitas
Kekuatan 1 2 3 4 5
otot
Rentang 1 2 3 4 5
gerak
(ROM)

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Meningkat Menurun
Nyeri 1 2 3 4 5
Kecemasan 1 2 3 4 5
Kaku sendi 1 2 3 4 5
Gerakan 1 2 3 4 5
tidak
terkoordinasi
Gerakan 1 2 3 4 5
terbatas
Kelemahan 1 2 3 4 5
fisik

Luaran Tambahan :Status Neurologis

Status Neurologis L.06053

17
Definisi : Kemampuan sistem saraf perifer dan pusat untuk menerima,
mengolah, dan merespon stimulus internal dan eksternal.
Ekspetasi Membaik
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Tingkat 1 2 3 4 5
keadaran
Reaksi 1 2 3 4 5
pupil
Orientasi 1 2 3 4 5
kognitif
Kontrol 1 2 3 4 5
motorik
pusat
Fungsi 1 2 3 4 5
sensorik
kranial
Fungsi 1 2 3 4 5
sensorik
spinal
Fungsi 1 2 3 4 5
motorik
kranial
Fungsi 1 2 3 4 5
motorik
spinal
Fungsi 1 2 3 4 5
otonom
Komunikas 1 2 3 4 5
i
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Sakit 1 2 3 4 5
kepala
Frekuensi 1 2 3 4 5
kejang
Hipertermia 1 2 3 4 5

Diaforesis 1 2 3 4 5
Pucat 1 2 3 4 5

18
Kongesti 1 2 3 4 5
konjungtiva
Kongesti 1 2 3 4 5
nasal
Parastesia 1 2 3 4 5
Sensasi 1 2 3 4 5
logam di
mulut
Sindrom 1 2 3 4 5
horner
Pandangan 1 2 3 4 5
kabur
Penile 1 2 3 4 5
erection
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburu Membaik
k
Tekanan 1 2 3 4 5
darah
sistolik
Frekuensi 1 2 3 4 5
nadi
Ukuran 1 2 3 4 5
pupil
Gerakan 1 2 3 4 5
mata
Pola napas 1 2 3 4 5
Pola 1 2 3 4 5
istirahat
tidur
Frekuensi 1 2 3 4 5
napas
Denyut 1 2 3 4 5
jantung
apikal
Denyuk 1 2 3 4 5
nadi
radialis
Refleks 1 2 3 4 5
pilomotorik

19
2.1.3 Perencanaan Keperawatan
SIKI
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan.
Intervensi Utama :
a. Manajemen jalan nafas
b. Pemantauan respirasi

Manajemen Jalan Nafas 1.01011


Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan nafas.
Tindakan :
Observasi :

 Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)


 Monitor bunyi nafas tambahan (mis, gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
kering)
 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik :

 Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-trust


jika curiga trauma servikal)
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigen sebelum penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
 Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi :

 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi


 Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi :

20
 Kolaborasi pemberian brnkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

Pemantauan Respirasi 1.01014


Definisi : Mengumpulkan dan menganalisa data untuk memastikan kepatenan jalan
nafas dan keefektifan pertukaran gas.
Tindakan :
Observasi :

 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas


 Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes, biot, ataksik)
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan nafas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi nafas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik :

 Atur intervensi pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien


 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi :

 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Intervensi pendukung :

a. Dukungan ventilasi
b. Pengaturan posisi

Dukungan Ventilasi 1.01002

21
Definisi : Memfasilitasi dalam mempertahankan pernafasan spontan untuk
memaksimalkan pertukaran gas di paru-paru.
Tindakan :
Observasi :

 Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas


 Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernafasan
 Monitor status respirasi dan oksigenasi (mis, frekuensi dan kedalaman nafas,
penggunaan otot bantu nafas, bunyi nafas tambahan, saturasi oksigen)

Terapeutik :

 Pertahankan kepatenan jalan nafas


 Berikan posisi semi fowler atau fowler
 Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
 Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan (mis, nasal kanul, masker wajah, masker
rebreathing atau non rebreathing)
 Gunakan bag-valve mask, jika perlu

Edukasi :

 Ajarkan melakukan teknik relaksasi nafas dalam


 Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
 Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi :

 Kolaborasi pemberian bronkhodlator, jika perlu

Pengaturan Posisi 1.01019


Definisi : Menempatkan bagian tubuh untuk meningkatkan kesehatan fisiologis
dan/atau psikologis
Tindakan :
Observasi :

 Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah mengubah poisi

22
 Monitor alat traksi agar selalu tepat

Terapeutik :

 Tempatkan pada matras/tempat tidur terapeutik yang tepat


 Tempatkan pada posisi terapeutik
 Tempatkan objek yang sering digunakan dalam jangkauan
 Tempatkan bel atau lampu panggilan dalam jangkauan
 Sediakan matras yang kokoh/padat
 Atur posisi tidur yang disukai, jika tidak kontraindikasi
 Atur posisi untuk mengurangi sesak (mis, semi fowler)
 Atur posisi yang meningkatkan drainage
 Posisikan pada kesejajaran tubuh yang tepat
 Imobilisasi dan topang bagian tubuh yang cedera dengan tepat
 Tinggikan bagian tubuh yang sakit dengan tepat
 Tinggikan anggota gerak 20 derajat atau lebih diatas level jantung
 Tinggikan tempat tidur bagin kepala
 Berikan bantal yang tepat pada leher
 Berikan topangan pada area edema (mis, bantal dibawah lengan dan skrotum)
 Posisikan untuk mempermudah ventilasi/perfusi (mis, tengkurap/good lung
down)
 Motivasi melakukan ROM aktif atau pasif
 Motivasi terlibat dalam perubahan posisi, sesuai kebutuhan
 Hindari menempatkan pada posisi yang dapat meningkatkan nyeri
 Hindari menmpatkan stump amputasi pada posisi fleksi
 Hindari posisi yang menimbulkan ketegangan pada luka
 Minimalkan gesekan dan tarikan saat mengubah posisi
 Ubah posisi setiap 2 jam
 Ubah posisi dengan teknik log roll
 Pertahankan posisi dan integritas traksi
 Jadwalkan secara tertulis untuk perubahan posisi

Edukasi :

 Informasikan saat akan dilakukan perubahan posisi


 Ajarkan cara menggunakan postur tubuh yang baik dan mekanika tubuh yang

23
baik selama melakukan perubahan posisi

Kolaborasi :

 Kolaborasi pemberian premedikasi sebelum mengubah posisi, jika perlu

2. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan hipertensi.


Intervensi Utama : a. Manajemen peningkatan tekanan intrakranial.
b. Pemantauan tekanan intrakranial.

Manajemen Peningkata Tekanan Intrakranial 1.06194


Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola peningkatan tekanan dalam
rongga kranial.
Tindakan :
Observasi :
 Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis, lesi, gangguan
metabolisme, edema, serebral)
 Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK (mis, tekanan darah
meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas ireguler,
kesadaran menurun)
 Monitor MAP ( Mean Arterial Pressure)
 Monitor CVP (central Venous Pressure), jika perlu
 Monitor PAWP, jika perlu
 Monitor PAP, jika perlu
 Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
 Monitor CPP (cerebral Perfusion Pressure)
 Monitor gelombang ICP
 Monitor status pernapasan
 Monitor intake dan out put cairan
 Monitor cairan serebro-spinalis (mis, warna, konsistensi)

Terapeutik

 Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang terang


 Berikan posisi semi fowler
 Hindari maneuver valsava
 Cegah terjadinya kejang
 Hindari penggunaan PEEP

24
 Hindari pemberian cairan IV hipotonik
 Atur ventilator agar PaCO2 optimal
 Pertahankan suhu tubuh normal

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu


 Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
 Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

Pemantauan Tekanan Intrakranial 1.06198


Definisi : Mengumpulkan dan menganalisis risiko mengalami kerusakan
fisik dan gangguan kesehatan akibat terjatuh.
Tindakan
Observasi :
 Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis, lesi menempati ruang,
gangguan metabolisme, edema serebral, peningkatan tekanan vena,
obstruksi aliran cairan serebrospinal, hipertensi intrakranial
idiopatik)
 Monitor peningkatan TD
 Monitor pelebaran tekanan nada (selisih TDS dan TDD)
 Monitor penurunan frekuensi jantung
 Monitor ireguleritas irama napas
 Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon pupil
 Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalam rentang yang
diindikasikan
 Monitor tekanan perfusi serebral
 Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase cairan
serebrospinal
 Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK

Terapeutik

 Ambil sampel drainase cairan serebrospinal


 Kalibrasi transduser

25
 Pertahankan sterilitas sistem pemantauan
 Pertahankan posisi kepala dan leher netral
 Bilas sistem pemantauan, jika perlu
 Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


 Informasikan hasil pemantaun, jika perlu

Intervensi Pendukung :
a. Pemantauan neurologis
b. Pemantauan tanda vital
c. Pemberian obat

Pemantauan Neurologis 1.06197


Definisi : Mengumpulkan dan menganalisa data untuk mencegah tu meminimalkan
komplikasi neurologis.
Tindakan :
Observasi :

 Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktifits pupil


 Monitor tingkat kesadaran (mis, menggunakan skala koma glasgow)
 Monitor tingkat orientasi
 Monitor ingatan terakhir, rentang perhatian, memori masa lalu, mood, dan
perilaku
 Monitor tanda-tanda vital
 Monitor status pernafasan : analisa gas darah, oksimetri nadi, kedalaman
nafas, pola nafas, dan usaha nafas
 Monitor parameter hemodinamika invasif, jika perlu
 Monitor ICP dan CPP
 Monitor refleks kornea
 Monitor batuk dan refleks muntah
 Monitor irama otot, gerakan motor, gaya berjalan, dan pronosepsi
 Monitor kekuatan pegangan
 Monitor adanya tremor

26
 Monitor kesimetrisan wajah
 Monitor gangguan visual: diplopia. Nistagmus, pemotongan bidang visual,
penglihatan kabur, dan ketajaman penglihatan
 Monitor keluhan sakit kepala
 Monitor karakteristik bicara: kelancaran, kehadiran afasia, atau kesulitan
mencari kata
 Monitor diskriminais tajam/tumpul atau panas/dingin
 Monitor parestesi (mati rasa dan kesemutan)
 Monitor pola berkeringat
 Monitor babinski
 Monitor respon cusbing
 Monitor balutan kraniotomi atau laminektomi terhadap adaya crainase
 Monitor respon terhadap pengobatan

Terapeutik :

 Tingkatkan frekuensi pemantauan neurologis, jika perlu


 Hindari aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial
 Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi :

 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantaun


 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Pemantauan Tanda Vital 1.02060


Definisi : Mengumpulkan dan menganalisa data hasil pengukuran fungsi vital
kardiovaskuler, pernafasan dan suhu tubuh
Tindakan :
Observasi :

 Monitor tekanan darah


 Monitor nadi (frekuensi, kekuatan, irama)
 Monitor pernafasan (frekuensi, kedalaman)
 Monitor suhu tubuh

27
 Monitor oksimetri ndi
 Monitor tekanan nadi (selisih TDS dan TDD)
 Identifikais penyebab perubahan tanda vital

Terapeutik :

 Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien


 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi :

 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Pemberian Obat 1.02062


Definisi : Mempersiapkan, memberi, dan mengevaluasi keefektifan agen
farmakologis yang diprogramkan
Tindakan :
Observasi :

 Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi, dan kontraindikais obat


 Verifikasi order obat sesuai dengan indikasi
 Periksa tanggal kadaluwarsa obat
 Monitor tanda vital dan nilai laboratorium sebelum pemberian obat, jika perlu
 Monitor efek terapeutik obat
 Monitor efek samping, toksisitas, dan interaksi obat

Terapeutik ;

 Perhatikan prosedur pemberian obat yang aman dan akurat


 Hindari interupsi saat mempersiapkan, memverifikasi, atau mengelola obat
 Lakukan prinsip enam benar (pasien, obat, dosis, rute, waktu, dokumentasi)
 Perhatikan jadwal pemberian obat jenis hipnotik, narkotika, dan antibiotik
 Hindari pemberian obat yang tidak diberi label dengan benar
 Buang obat yang tidak terpakai atau kadaluwarsa
 Fasilitasi minum obat

28
 Tandatangani pemberian narkotika, sesuai protokol
 Dokumentasikan pemberian obat dan respons terhadap obat

Edukasi :

 Jelaskan jenis obat, alasan pemberian, tindakan yang diharapkan, dan efek
samping sebelum pemberian
 Jelaskan faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan efektifitas obat

1.2.4 Implementasi
Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan dalam tindakan,
selama fase implementasi ini merupakan fase kerja aktual dari proses
keperawatan. Rangkaian rencana yang telah disusun harus diwujudkan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan. Pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat
yang bertugas merawat klien tersebut atau perawat lain dengan cara
didelegasikan pada saat pelaksanaan kegiatan maka perawat harus
menyesuaikan rencana yang telah dibuat sesuai dengan kondisi klien maka
validasi kembali tentang keadaan klien perlu dilakukan sebelumnya. (Basford.
2006, Hal 22)

1.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan untuk mengukur
keberhasilan dari rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien  Bila
masalah tidak dipecahkan atau timbul masalah baru, maka perawat harus
berusaha untuk mengurangi atau mengatasi beban masalah dengan meninjau
kembali rencana perawatan dengan menyesuaikan kembali terhadap keadaan
masalah yang ada. (Basford. 2006, Hal : 24).
Hasil Evaluasi yang mungkin didapat  adalah :
1. Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
2. Mobilisasi klien mengalami peningkatan.
3. Pola nafas tetap efektif.
4. Tekanan darah stabil.

29
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan Stroke.
Edisi I. Yogyakarta: CV. Dianloka.
Batticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. 2005. Medical Surgical Nursing; clinical management
for positive outcomes. 7th Edition. St. Louis : Elsevier. Inc
Carpenito, L. J. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi X. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnoatik Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Smeltzer, S. C et.al. 2005. Brunner&Suddarth’s: Textbook of Medical Surgical Nursing.9th.
Philadelphia: Lippincott
Soepardjo. 2009. Sekilas Tentang Stroke. Yayasan stroke Indonesia.
Sudoyo, A. W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK-UI.
Jakarta. Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FK-UI.

30

Anda mungkin juga menyukai