Disusun Oleh
Nama : Rizki Pratama
Kelas : XII IPS 5
Mapel : Biologi
emosi, daya ingat dan pengambilan keputusan. Masyarakat mengenal penyakit ini dengan
(>) 65 tahun, namun dapat mengenai pula seseorang dengan usia berkisar 40 tahun.
Diperkirakan jumlah penderita Alzheimer di Indonesia mencapai satu juta orang di tahun
2013. Jumlah tersebut cenderung meningkat setiap tahunnya dan dalam 20 tahun
peningkatannya mencapai kurang lebih dua kali lipat. Persentase peningkatan Alzheimer
80-84 tahun dan > 85 tahun secara berurutan: 0,5%, 1%, 2%, 3%, dan 8% (Menkes RI,
2016).
Masalah yang sering terjadi pada demensia Alzheimer ini adalah sulitnya deteksi
dini karena pikun sudah umum terjadi di kalangan lansia walaupun sebenarnya telah terjadi
sejak usia muda dan penatalaksanaan yang kurang memadai sehingga kualitas hidup
optimal tidak tercapai (Perdossi, 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
insiden, prevalen, angka mortalitas), biaya kesehatan, sosial dan karir. Dementia dan
pencegahan penyakit Alzheimer telah menjadi prioritas utama dalam masalah kesehatan
masyarakat (Gavurova et al., 2018). Karena itu, penulis ingin menulis lebih banyak
tentang demensia Alzheimer agar jenis ini dapat dikenali lebih awal dan bisa mendapatkan
adalah amygdala sementara itu juga merupakan bagian posterior dari lobus
limbik. Hippocampus berperan penting dalam proses belajar, memori dan navigasi
spasial (Anand and Dhikav, 2012). Hippocampus dapat dilihat pada gambar 2.1
dan 2.2.
Hippocampus dibagi menjadi head, body dan tail. Terdapat 4 daerah yang
termasuk Hippocampus proper (cornu ammonis/ CA), yaitu CA1, CA2, CA3 dan
berbagai daerah otak. Jalur tersebut dimulai dengan ditransmisikannya input dari
EC ke DG (lapisan II). Proses ini penting dalam pattern recognition dan encoding
pyramidal dari CA1 serta subiculum. Gyrus dentatus akan meneruskan informasi
yang diterima oleh EC menuju CA3 (lapisan III) dan neuron CA1. Axon CA1
kemudian menuju subiculum dan lapisan dalam EC. Dapat pula terjadi Shaffer’s
collateral dari CA3 menuju CA1. Bagian ini sangat berperan dalam pembentukan
ingatan dan emosi dari sirkuit Papez. Konduksi sirkuit bersifat stimulasi dan
terlibat dalam plastisitas neuron. Stimulasi tersebut kembali menuju CA3 dan
disebut juga sebagai recurrent collateral (RC) yang sangat diperlukan dalam
ke
CA3. Skema jalur Perforant dalam dilihat pada gambar 2.4 (Anand and Dhikav,
2012).
Gambar 2.4 Jalur Perforant. DG: gyrus dentatus; SUB: subiculum; CA:
cornu ammonis; EC: entorhinal cortex (Anand and Dhikav, 2012).
2.2. Demensia.
2015).
dalam mempelajari hal-hal baru. Ini sering menjadi keluhan utama penderita.
Ingatan lama juga terganggu pada tahap lanjut. Terjadi pula disorientasi dan
Gangguan non kognisi terdiri dari adanya perubahan perilaku yang disebut
Perubahan ini meliputi agitasi, tindakan agresif dan non agresif (wandering,
adalah depresi, gangguan tidur, delusi dan halusinasi. Dapat pula terjadi kelainan
laboratorium didapatkan dari likuor serebrospinalis namun hal ini masih diteliti
dan belum digunakan secara umum di klinik (Perdossi, 2015). Salah satu jenis
dan penyebab demensia yang sering mengenai lansia adalah demensia Alzheimer
Beberapa faktor risiko yang telah diketahui, antara lain: usia, jenis kelamin,
vascular (Perdossi, 2015; Kocahan and Dogan, 2017). Usia, jenis kelamin,
termasuk dalam faktor risiko penyakit Alzheimer yang tidak dapat dimodifikasi.
dua kali lipat tiap 5 tahun pada usia diatas 65 tahun bahkan 50% individu diatas
Awitan Dini (Early onset Alzheimer Disease/ EOAD) yang terjadi pada individu
berusia kurang dari 60 tahun dan lambat (Perdossi, 2015; Kocahan and Dogan,
2017).
Prevalensi PA awitan dini adalah sebesar 6-7% dan 13% dari kelompok
ini diakibatkan karena adanya mutasi gen autosomal, seperti amyloid ß protein
genetik, yaitu sebanyak 58-79% (Kocahan and Dogan, 2017). Diduga faktor
(APOE e4) meningkatkan risiko PA terutama pada wanita berusia 55-65 tahun
namun risiko menurun pada usia yang lebih tua. Penyakit ini lebih banyak
diderita oleh wanita dibandingkan pria namun wanita memiliki angka harapan
dan stroke), metabolik, kekurangan asam folat dan vitamin B dan gaya hidup
yang tidak sehat (makanan tidak bervariasi dan sehat, kurang beraktivitas, kurang
sayur dan buah, dan sebagainya) (Perdossi, 2015; Kocahan and Dogan, 2017;
6
Dogan, 2017).
gejala terberat pada PA walaupun sel-sel dalam locus ceruleus, nuclei batang
thalamus, claustrum dan beberapa daerah pada cortex cerebri juga terkena
(Anand and Dhikav, 2012; Kocahan and Dogan, 2017). Tipe-tipe sel neuron yang
Sel-sel ini nantinya akan mengalami degenerasi (Kocahan and Dogan, 2017).
neuron yang telah dipisahkan pada kultur (Kocahan and Dogan, 2017). Atrofi
oligomer Aβ, presenilin, disregulasi Ca2+, tau protein dan lisosom (Kocahan and
Dogan, 2017).
dan gangguan fungsi kognitif (Kocahan and Dogan, 2017). Mutasi gen-gen
sel-sel neuron dan demensia (Hudson et al., 2011; Pattni, tt; Armstrong, 2011;
yang berlangsung lama sehingga terjadi sinaptotoxicity dan atrofi. Keadaan ini
Dogan, 2017).
Glutamat, yang merupakan salah satu neurotransmitter eksitasi pada susunan
saraf pusat, berperan sebagai perantara dalam plastisitas dan transmisi neuron,
neocortex pada lapisan V dan III, serta glutamate-innervated cortical dan neuron
NMDA memediasi plastisitas sinapsis, fungsi belajar dan ingatan jangka panjang.
reseptor
Term Potentiation (LTP) dan perubahan ekspresi reseptor post sinaptik AMPA
struktur, kelaparan neuron dan kematian sel. Hiperfosforilasi tau protein berperan
Tau memediasi transfer Fyn, yaitu suatu Sre kinase menuju dendritic
mempengaruhi fungsi kognitif, perilaku, belajar dan memori (daya ingat). Faktor
ini merupakan mediator penting bagi kehidupan neuron, plastisitas sinaptik dan
di basal forebrain dan terutama induksi sekresi asetilkolin oleh BDNF (Kocahan
dalam jumlah besar pada fase akhir penyakit (Kocahan and Dogan, 2017).
Penurunan memori dan fungsi kognitif lain pada tahap awal, berhubungan dengan
perubahan dalam cortex Hippocampus dan entorhinal. Sekitar 80% neuron mati
IV pada pemeriksaan histologi. Plak neural sering terlihat pada lapisan III,
dimulainya PA, sebelum tanda-tanda klinis terlihat. Fase ini terjadi selama
beberapa tahun dan dikenal sebagai mild cognitive impairment (MCI) yang
ditandai dengan adanya keluhan memori subjektif dari keluarga serta gangguan
penderita sehingga aktivitas sehari-hari masih dapat dilakukan dengan baik dan
bahasa) ataupun hanya satu fungsi. Kurang lebih 10% pasien dengan MCI
Diagnosis berdasarkan gejala klinis akurat pada 90% kasus namun tetap
dan fungsional) dan likuor serebrospinalis (β-amiloid dan protein tau) juga dapat
dilakukan untuk diagnosis dini fase pre-demensia (MCI) dan preklinik PA (Perdossi,
2015).
serebral (positif PET amiloid dan atau penurunan kadar amiloid ß42 likuor
ditambah cidera neuronal (CN). Tingkat 3 ditandai dengan adanya ACA dan CN
disertai tanda-tanda penurunan fungsi kognisi. Diagnosis dini dengan terapi aktif
dan depresi walaupun ketiganya dapat terjadi bersamaan. Tabel 2.1 berikut ini