MAKALAH ALZHEIMER
Nama
NPM
1. Putri Raraswati
2. Ummi Habibah
3. Tiffany S. R.
4. Ainani Tajriyani
5. Nimas Tika I. T.
6. Rindita Aulia Lubna
7. Rania Adrieza
8. Budi Kurniawan
9. Fanni Surani
10. Annisa Ridla S.
11. Adil Prawira B.
12. Kelvin Adrin
13. Rasyida Indriasari
14. George Ilham H.
260110140079
260110140080
260110140086
260110140100
260110140102
260110140120
260110140121
260110140123
260110140124
260110140125
260110140127
260110140134
260110140136
260110140140
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan baik jasmani dan rohani
sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini kami susun
untuk laporan mata kuliah Farmakoterapi Gangguan Syaraf dan Psikiatri semester 4 tahun
ajaran 2015/2016. Makalah ini dibuat untuk menjelaskan mengenai penyakit alzheimer serta
terapinya.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini banyak kekurangan karena
terbatasnya pengetahuan dan referensi yang kami miliki. Oleh karena itu, kami ucapkan
termakasih kepada Bapak Prof. Dr. Anas Subarnas, M.Sc., Apt. selaku dosen pengampu mata
kuliah Farmakoterapi Gangguan Syaraf dan Psikiatri dan juga kepada Ibu Sri Agung Fitri
Kusuma, M.Si., Apt. selaku dosen tutor saat diskusi sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan lancar. Kami terbuka dengan lapang dada menerima kritikan,
tanggapan dan saran yang bersifat membangun dari pembaca dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................ii
Daftar Isi ...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................2
1.3 Tujuan ...............................................................................................................2
1.4 Manfaat .............................................................................................................2
BAB II ISI .................................................................................................................3
2.1 Anatomi Otak ....................................................................................................3
2.2 Patofisiologi Alzheimer ....................................................................................7
2.3 Gejala ................................................................................................................9
2.3.1 Gejala Alzheimer .....................................................................................9
2.3.2 Karakteristik Demensia pada Alzheimer .................................................9
2.3.3 Sindrom Lobus ......................................................................................10
2.4 Terapi ..............................................................................................................12
2.4.1 Terapi Farmakologi ................................................................................12
2.4.2 Terapi Herbal .........................................................................................17
2.5 Monitoring ......................................................................................................18
BAB III PEMBAHASAN .......................................................................................25
BAB IV PENUTUP .................................................................................................30
4.1. Simpulan ........................................................................................................30
4.2. Saran ..............................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................31
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demensia Alzheimer adalah gangguan penurunan fisik otak yang mempengaruhi
emosi, daya ingat dan pengambilan keputusan dan biasa disebut pikun. Kepikunan
seringkali dianggap biasa dialami oleh lansia sehingga Alzheimer seringkali tidak
terdeteksi, padahal gejalanya dapat dialami sejak usia muda (early on-set demensia) dan
deteksi dini membantu penderita dan keluarganya untuk dapat menghadapi pengaruh
psiko-sosial dari penyakit ini dengan lebih baik.
Penyakit Alzheimer paling sering ditemukan pada orang tua berusia > 65 tahun, tetapi
dapat juga menyerang orang yang berusia sekitar 40 tahun. Berikut adalah peningkatan
persentase Penyakit Alzheimer seiring dengan pertambahan usia, antara lain: 0,5% per
tahun pada usia 69 tahun, 1% per tahun pada usia 70-74 tahun, 2% per tahun pada usia
75-79 tahun, 3% per tahun pada usia 80-84 tahun, dan 8% per tahun pada usia > 85 tahun.
Menurut menkes (2016), menjelaskan bahwa penuaan akan berdampak pada berbagai
aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, maupun kesehatan. Dari segi kesehatan, semakin
bertambahnya usia maka lebih rentan terhadap berbagai keluhan fisik, baik karena faktor
alamiah maupun karena penyakit.
Ada sekitar 46 juta jiwa yang menderita penyakit Alzheimer di dunia, dan sebanyak
22 juta jiwa di antaranya berada di Asia. Di negara maju seperti Amerika Serikat saat ini
ditemukan lebih dari 4 juta orang usia lanjut penderita Penyakit Alzheimer. Angka ini
diperkirakan akan meningkat hampir 4 kali pada tahun 2050. Hal tersebut berkaitan
dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat di negara maju, sehingga populasi
penduduk lanjut usia juga bertambah (Menkes, 2016).
Estimasi jumlah penderita Penyakit Alzhemeir di Indonesia pada tahun 2013
mencapai satu juta orang. Jumlah itu diperkirakan akan meningkat drastis menjadi dua
kali lipat pada tahun 2030, dan menjadi empat juta orang pada tahun 2050. Bukannya
menurun, tren penderita Alzheimer di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya.
Pertambahan usia dan peningkatan prevalensi penyakit tidak menular, merupakan
faktor utama penyebab penurunan fungsi kognitif yang kelak akan meningkatkan
penyakit Alzheimer dan demensia lainnya pada kelompok Lansia.
Penurunan fungsi kognitif pada Lansia berdampak pada menurunnya aktifitas sosial
sehari-hari, menjadi tidak produktif sehingga memunculkan problem dalam kesehatan
1
BAB II
ISI
2.1 Anatomi Otak
Otak mengendalikan semua fungsi tubuh. Otak merupakan pusat dari
keseluruhan tubuh. Jika otak sehat, maka akan mendorong kesehatan tubuh serta
menunjang kesehatan mental. Sebaliknya, apabila otak terganggu, maka kesehatan
tubuh dan mental bisa ikut terganggu.
Seperti terlihat pada gambar di bawah, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
2. Cerebellum (Otak Kecil)
3. Brainstem (Batang Otak)
4. Limbic System (Sistem Limbik)
1. Cerebrum
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan
nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak
3
Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak
Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,
kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi
penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan
kemampuan bahasa secara umum.
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa area
yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi
dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu
terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak
kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh.
Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri
untuk logika dan berpikir rasional.
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan
ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak,
diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan,
koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan
serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil,
gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap
dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang
tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu
mengancingkan baju.
Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas
dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah
berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran
pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri
badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol
funsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan
pencernaan.
Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama
dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat
kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini sama
dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia.
Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan
korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi
hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa
senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.
Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang salah satu
fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana
yang tidak. Misalnya Anda lebih memperhatikan anak Anda sendiri dibanding dengan
anak orang yang tidak Anda kenal. Mengapa? Karena Anda punya hubungan
emosional yang kuat dengan anak Anda. Begitu juga, ketika Anda membenci
seseorang, Anda malah sering memperhatikan atau mengingatkan. Hal ini terjadi
karena Anda punya hubungan emosional dengan orang yang Anda benci.
Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera.
Dialah yang lazim disebut sebagai otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta
dan kejujuran. Carl Gustav Jung menyebutnya sebagai "Alam Bawah Sadar" atau
ketidaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik seperti menolong
orang dan perilaku tulus lainnya. LeDoux mengistilahkan sistem limbik ini sebagai
7
tempat duduk bagi semua nafsu manusia, tempat bermuaranya cinta, penghargaan dan
kejujuran.
Penurunan
neuron kolinergik yang berproyeksi ke hipokampus dan
Kelainan sel
Neurotrasmiter
Kehilangan
Tingkah
menyelesaikan
laku aneh dan
masalah.
kacau, dan cenderung mengembara.
Perubahan kemampuan
merawat kemampuan
diri sendiri
Perubahan mengawasi keadaan yang kompleks
Mempunyai
dandorongan
berpikir abstrak.
melakukan kekerasan
Emosi labil, Pelupa, Apatis.
Loss deep memory
Defisit Perawatan diri (makan, minum, berpakaian, higiene)
tersebut akhirnya bercampur dengan sel-sel glia yang akhirnya membentuk fibril-fibril
plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi
neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas
sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah
sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi,
perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia
kelainan pada otak (Muttaqin, 2008).
2.3 Gejala
2.3.1 Gejala Alzheimer
Gejala pada penyakit alzheimer terbagi menjadi 3 yaitu:
a. Gejala Klinis
Mengeluh suka lupa, kemudian daya pikir menurun secara bertahap.
Gangguan perilaku mungkin timbul pada tingkat moderat, dan kehilangan
fungsi aktivitas sehari-hari terjadi pada tingkatan lanjut.
b. Gejala Kognitif (Timbul sepanjang terjadinya Alzheimer)
1. Kehilangan memori (daya ingat)
2. Aphasia (circumlocution dan anomia) adalah kesulitan berkomunikasi
atau mengutarakan sesuai sesuatu melalui verbal atau tulisan
ataupenggunaan tanda).
3. Apraxia adalah tidak bias melakukanpekerjaan yang biasa dilakukan
4. Agnosia adalah kehilangan daya ingat
5. Disorientasi yaitu gangguan presepsi akan waktu dan tempat serta tidak
dapat mengenal orang yang sudah kenal.
c. Gejala Non-Kognitif
1. Depresi karena tidak melakukan aktivitas
2. Gejala psikotik (halusinasi dan delusi)
3. Gangguan perilaku (agresi fisik dan verbal, hiperaktivitas, tidak bisa
bekerja sama, mengeluyur (berpergian tidak tentu tujuan), perilaku
berulang.
Orang dengan alzheimer disease mengalami gangguan progresif daya
ingat dan fungsi kognitif lainnya. Gangguan mula-mula mungkin samar
dan mudah disalah-sangka sebagai depresi, penyakit penting lain pada
usia lanjut. Gangguan kognitif berlanjut terus, biasanya dalam waktu 5
hingga 15 tahun, yang menyebabkan disorientasi total dan hilangnya
fungsi bahasa dan fungsi luhur korteks lainnya.
10
11
Lobus
Frontalis :
Lobus Parietalis:
Apraksia
Agnosia
Disorientasi
Gangguan body image
Hemipareses, hemihipestesia dan Hemianopsia
Lobus Temporalis:
Afasia
Amnesia
Gangguan Penghidu
2.4 Terapi
2.4.1
Terapi Farmakologi
a.
perkembangan penyakit
adalah
meningkatkan
dengantujuan
menstabilkan
transmisi
neuro.
badan, lesu,
efek
sampingnya
pada
saluran
cerna
pada
13
2008).
Galantamine
Galantamine biasanya diberikan dua kali sehari, setelah makan
pagi dan malam. Seringkali Galantamine diberikan dengan dosis
rendah pada awalnya yaitu 4 mg dua kali sehari untuk beberapa
minggu dan dilanjutkan dengan 8 mg dua kali sehari untuk
beberapa minggu pengobatan selanjutnya. Meskipun demikian,
beberapa pasien membutuhkan dosis yang lebih besar. Untuk
kapsul lepas lambat diminum satu kalisehari. Obat dari golongan
antikolinergik yang langsung masuk ke dalam otak, seperti
Atropin, Benztropin dan Ttriheksiphenil memberikan efek yang
berseberangan denganGalantamine dan harus dihindari minum
obat tersebut jika dalam pengobatan dengan Galantamine. Efek
samping yang sering terjadi dari Galantamine adalah mual,muntah,
diare, kehilangan berat badan. Efek samping ini umumnya terjadi
pada awal pengobatan atau ketika dosis ditingkatkan. Efek
samping yang terjadi umumnya ringan dan bersifat sementara.
Minum Galantamine sesudah makan dan minumdengan air yang
cukup akan mengurangi akibat efek sampingnya (Chisholm-burns
et al, 2008).
15
digunakan
dalam
pengelolaan
gejala
bahaya
yang
juga
harusdipertimbangkan
terkait
dengan
adalah
aspek
yang
paling
sulit
dari
AD
untuk
beban
pengasuh
dan
memungkinkan
pasien
untuk
Dosis
120-240 mg
Kegunaan
1. Meningkatkan toleransi terhadap
2 kali sehari
Selama 12 minggu
iskemik.
2. Secara bersamaan meningkatkan
kekentalan darah, mengurangi adhesi
platelet, mengurangi agregasi platelet
dan eritrosit dan mengurangi
viskositas darah dan plasma.
3. Melindungi eritrosit dari hemolisis.
4. Menurunkan permeabilitas kapiler dan
melindungi membran sel dengan
17
400 mikrogram /
transferase
Menghambat asetilkolinterase
hari
Ekstrak Salvia
8 minggu
3000 mg / hari
Meningkatkan kognitif
Officinalis
Melissa
16 minggu
1500 mg / hari
Antidepresan, antispasmodic,
ofcinalis
Selama 16 minggu
2.5 Monitoring
1. Tes Neuropsikologis
Tes ini membantu diagnosis dan pengobatan kondisi yang mempengaruhi
pikiran, emosi, dan perilaku. Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk
menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum dan
mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Pemeriksaan ini juga bertujuan
untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbedabeda seperti gangguan memori, kehilangan eksperi, kalkulasi, perhatian dan
pengertian berbahasa (Cummings, 1997). Tes neuropsikologis untuk skrining
meliputi mini mental state examination (MMSE), clock drawing test (CDT), dan
International HIV dementia scale (IHDS). Tes neuropsikologis formal meliputi
forward digit span test dan backward digit span test, constructional praxis, verbal
fluency test, Boston naming test (BNT), word list memory task, word list memory
recall, word list recognition, recall of constructional praxis, dan trailmaking test
(TMT) A dan B (Harahap dan Rianawati, 2015). Pemeriksaan ini dilakukan
dengan interview komprehensif dengan pasien untuk menilai perhatian, memori,
bahasa, kemampuan untuk merencanakan dan alasan, kemampuan untuk
18
19
20
pemeriksaan MMSE dilakukan dapat dengan cara subjek diminta untuk membaca
kalimat Tutup matamu dan melakukan perintah tersebut. Penilaian sederhana
adalah: apakah subjek menutup matanya atau tidak. Setiap pertanyaan mungkin
dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali jika subjek tampaknya tidak mengerti
atau tidak berusaha untuk menjawab. Jika subjek mencoba utuk menjawab dan
tidak benar maka diberikan skor 0. Jika subjek menjawab dengan jawaban yang
benar maka diberikan skor 1.
Gambar 4. Tahapan penderita Alzheimer
22
untuk melihat apakah terapi yang diberikan dapat bermanfaat atau tidak dilakukan
monitoring selama beberapa bulan sampai 1 tahun pengobatan (Dipiro et al, 2012).
TOOL
Cognitive function
Clinical Global
Impression or
Global Disease
Severity
24
MEASUREMEN
T
TOOL
Activities of daily
living
Behavioral
disturbances or
quality-of-life
Tabel 1. Alat untuk mendeteksi hasil positif pada penderita penyakit Alzheimer pada
Cholinesterase Inhibitors
25
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang Ibu (68 tahun) meminta pendapat dan saran kepada seorang apoteker
tentang perubahan perilaku suaminya, Tuan X yang terjadi sejak beberapa bulan
terakhir. Sekarang ini mood suaminya sangat cepat berubah dan kadang-kadang tidak
dapat diprediksi , memori dan konsentrasinya menjadi lemah dan kadang-kadang dia
sangat impulsive. Untuk pertama kali dalam hidupnya dia menggunkan kata-kata dan
ungkapan bahasa yang kasar dan vulgar. Penilaian yang dilakukan oleh seorang
psikiatris menunjukan bahwa Tuan X sedikit bingung. Tekanan darahnya rendah
(100/65 mmHg) dan kadar sodium 155 mmol/L. Akhirnya dia didiagnosis dimensia tipe
Alzhaimer.
Dari kasus diatas, telah dijelaskan oleh seorang psikiatris bahwa Tuan X suami
dari ibu yang berusia 68 tahun didiagnosis menderita dimensia tipe Alzhaimer.
Diagnosis awal ini didasarkan pada gejala yang ditunjukan oleh tuan x yakni mood
yang sangat cepat berubah dan kadang-kadang tidak dapat diprediksi , memori dan
konsentrasinya menjadi lemah dan kadang-kadang Tuan X ini sangat impulsive, selain
itu Tuan X juga akhir-akhir ini sering menggunakan kata-kata yang kasar dan vulgar.
Dari gejala tersebut yang ditunjukan oleh Tuan X memang benar menunjukan bahwa
Tuan X ini mengalami dimensia tipe Alzhaimer.
Penyakit Alzheimer (Alzheimer Disease/AD) adalah bentuk paling umum dari
penyakit demensia (pikun). Alzheimer merupakan demensia progresif secara bertahap
yang mempengaruhi kognisi, perilaku, dan status fungsional (Dipiro et al, 2008).
Diagnosis awal dari penyakit Alzheimer dapat dilakukan dengan pengujian
status mental yang menyeluruh. Tanda atau gejala kognitif yang ditunjukan oleh pasien
26
yang mengidap penyakit Alzheimer dapat berupa kehilangan memori, masalah dengan
bahasa, disorientasi waktu dan tempat, penilaian buruk atau menurun, masalah dengan
belajar dan berpikir abstrak dan lupa tempat ketika menyimpan sesuatu (Chisholmburns et al, 2008).
Tahapan penurunan kognitif berdasarkan stadium Alzheimer dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Stage
Tipe
Stage 1
Level
Deskripsi
Normal
Stage 2
Pelupa
Stage 3
Mild
Early
confusion
Stage 4
Late
confusion
(Early AD)
Stage 5
Stage 6
Moderate
Severe
Early
dementia
(moderate
AD)
Middle
dementia
(moderatel
y severe
Stage 7
AD)
mengalami delusi
Pasien tidak bisa bicara jelas (bergumam atau
Late
dementia
Bila dilihat dari parameter diatas gejala yang ditunjukan oleh Tuan X
merujuk kedalam Alzheimer tingkat ringan karena Tuan X ini hanya sebatas perubahan
mood, memori dan konsentrasinya menjadi lemah dan kadang-kadang sangat
impulsive. Tuan X ini belum sampai pada gejala yang sangat parah, seperti tidak dapat
menjalankan aktivitas yang biasa dilakukan sehari-hari, lupa akan keluarga dan lainlain.
Hasil pemeriksaan tes tekanan darah dari Tuan X adalah 100/65 mmHg. Dari
hasil tekanan darah Tuan X dapat diketahui bahwa Tuan X mengalami hipotensi
(tekanan darah rendah) karena tekanan darah normal adalah 120/90 mmHg. Selain itu
kadar sodium dari Tuan X adalah 155 mmol/L, hasil ini dapat dikategorikan sebagai
kelebihan kadar sodium karena melebihi dari kadar normal sodium yang seharusnya
yaitu 135-148 mmol/L. Sehingga dari hasil diagnosis diatas dapat diajukan terapi obat
untuk Tuan X berupa Donepezil, karena donepezil ini merupakan obat Alzheimer
tingkat ringan.
Donepezil merupakan obat pertama yang secara ilmiah terbukti bermanfaat
untuk pasien lanjut usia dengan gangguan fungsi kognitif dan depresi. Donepezil
biasanya digunakan untuk mengatasi demensia terkait penyakit Alzheimer. Donepezil
termasuk obat golongan penghambat asetilkolinesterase yang bekerja sentral. Donepezil
akan menghambat enzim asetilkolinesterase yang berfungsi untuk memecah asetilkolin
menjadi kolin dan asetat. Pada keaadaan normalnya, 10 % asetilkolin diteruskan ke
pasca sinaps sedangakan 90 % akan terjadi re-uptake dimana kolin akan masuk kembali
ke siklus sintesis asetilkolin ketika bereaksi dengan acetyl-CoA dengan bantuan enzim
choline acetyltranferase. Dengan adanya donepezil maka jumlah asetilkolin yang
diteruskan ke pasca sinaps dibadingkan re-uptake
diharapkan impuls akan berjalan lebih banyak dibandingkan dalam keadaan normal.
Hal ini diharapkan dapat memperbaiki system saraf yang mengalami peneuruna
fungsinya untuk meneruskan impuls pada penderita alzheimer. Donepezil memperbaiki
28
fungsi mental (seperti daya ingat, pemusatan perhatian, interaksi sosial, dan
sebagainya) dengan meningkatkan jumlah asetilkolin di kortek otak.
keadaan normal kadar sodium dlam darah adalah 135-148 mmol/L. sehingga dosis yang
diberikan dalam dosis yang rendah. Disisi lain pasien tidak memiliki riwayat alergi
donepezil yang menjadi kontraindikasi obat ini sendiri sehingga cocok diberikan.
Donepezil yang dipilih untuk pasien yaitu 5 mg. Donepezil tersedia dalam bentuk tablet
oral. Biasanya diminum satu kali sehari sebelum tidur, sebelum atau sesudah makan.
Donepezil dengan dosis rendah diberikan minimal satu bulan sebelum respon klinis
dapat dinilai. Dosis dapat ditingkatkan hingga 10 mg/hari sebagai dosis tunggal. Obat
ini dapat berinteraksi dengan obat antikolinergik sehingga harus dihindari kombinasi
dngan obat golongan tersebut. Resorpsinya dari usus hampir mencapai 100 %, PP-nya
94 %, t nya 70-100 jam. Di dalam hati donepezil dimetabolisme dan dieksresi lewat
urin. Efek samping yang sering terjadi sewaktu minum Donepezil adalah sakit kepala,
nyeri seluruh badan, lesu, mengantuk, mual, muntah, diare, nafsu makan hilang, berat
badan turun, kram, nyeri sendi, insomnia, dan meningkatkan frekuensi buang air kecil.
Selain terapi farmakologi yang diberikan kepada pasien, terapi herbal juga
disarankan untuk dikonsumsi. Hal tersebut merupakan langkah pencegahan atau
penghambatan laju penyakit. Terapi herbal yang dapat digunakan untuk pasien ini salah
satunya yaitu Ginko Biloba dengan kegunaannya meningkatan toleransi terhadap
hipoksia dan menunjukkan efek anti-istemik, melindungi eritrosit dari hemolisis, serta
meningkatkan aliran darah ke otak. Meningkatkan aliran darah ke otak ini dapat
29
mencegah perkembangan dimensia ke tingkat yang lebih serius. Selain itu, ada ekstrak
Salvia Officinalis dengan dosis 3000 mg/hari selama 16 minggu yang memiliki
kegunaan untuk meningkatkan kognitif yaitu upaya menyangkut aktivitas otak. Apabila
aktivitas otak meningkat, maka laju perkembangan dimensia pun dapat dikendalikan.
Setelah terapi diberikan kepada pasien tersebut, pharmaceutical care sangat
penting untuk dilakukan. Pharmaceutical care ini merupakan edukasi terhadap pasien,
keluarga pasien, hingga kerabat pasien untuk dapat terlibat dalam program-program
penyembuhan penyakit alzheimer yang diderita pasien. Pasien yang ikut berpartisipasi
akan mengalami peningkatan fungsi otak, penurunan frekuensi kunjungan ke dokter,
peningkatan aktivitas fisik, dan peningkatan kualitas hidup. Pasien diberi pemahaman
mengenai proses penyakit, gejala-gejala, pemilihan terapi, serta informasi lengkap
mengenai terapi yang dipakai. Informasi mengenai obat yang dipakai mencakup dosis,
indikasi, kontraindikasi, efek samping, mekanisme obat, serta cara pemakaian dan
penyimpanan obat tersebut.
Selain itu, pasien perlu diberi edukasi mengenai bagaimana cara mengurangi
rasa sakit, latihan yang menyangkut aktivitas otak, latihan fisik dan relaksasi,
komunikasi dengan staff kesehatan, dan pemecahan masalah, dapat menghadapi secara
fisik, emosi dan mental, mempunyai kendali lebih baik terhadap alzheimer,
meningkatkan percaya diri untuk hidup aktif dan mempunyai hidup yang tidak
tergantung orang lain. Dengan adanya sikap mental yang positif, tentunya akan
mempengaruhi kondisi tubuh yang sakit menjadi lebih baik dan sehat.
30
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Penyakit Alzheimer adalah bentuk paling umum dari penyakit demensia
(pikun). Alzheimer
merupakan
mempengaruhi kognisi, perilaku, dan status fungsional. Dari kasus, telah dijelaskan
oleh seorang psikiatris bahwa Tuan X suami dari ibu yang berusia 68 tahun
didiagnosis menderita dimensia tipe Alzheimer.Sehingga dari hasil diagnosis diatas
dapat diajukan terapi obat untuk Tuan X berupa donepezil, karena donepezil ini
merupakan obat Alzheimer tingkat ringan. Donepezil yang dipilih untuk pasien yaitu
5 mg. Pharmaceutical Care yang diberikan kepada pasien adalah mengenai proses
penyakit, gejala-gejala, pemilihan terapi, serta informasi lengkap mengenai terapi
yang dipakai. Informasi mengenai obat yang dipakai mencakup dosis, indikasi,
kontraindikasi, efek samping, mekanisme obat, serta cara pemakaian dan
penyimpanan obat tersebut.
4.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih mendalam dan lebih mencari tinjauan pustaka yang lebih bervariasi untuk
menjelaskan dan memecahkan kasus yang diberikan, serta dapat memilihkan terapi
yang lebih tepat pada kasus selanjutnya.
31
DAFTAR PUSTAKA
Chisholm-burns, M. A., B. G. Wells, T. L. Schwinghammer, P. M. Malone, J. M. Kolesar, J.C.
Rotschafer, and J. T. Dipiro. 2008. Pharmacotheraphy Principles and
Practice. USA : The McGraw-Hill Companies inc. P. 1372.
Cummings, JL. 1997. The Neuropsychiatric Inventory: Assessing psychopathology in
dementia patiens. Neurology. 48(6): S10-S16
Dipiro, J.T., R.L. Talbert, G.C. Yee, G.R Matzke, B.G. Wells, L.M. Posey. 2008.
Pharmacotherapy A Patophisiologic Approach Seventh Edition. New York :
McGraw-Hill Companies.
Dipiro, J et al. 2012. Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition.United States: McGraw-Hill
Companies
Harahap, H.S dan S.B.Rianawati. 2015. Dimensia Terkait Infeksi. Jurnal MNJ. 1(1): 15-21
Menkes. 2016. Menkes: Lansia yang Sehat, Lansia yang Jauh Dari Demensia. Online
http://www.depkes.go.id/article/print/16031000003/menkes-lansia-yangsehat-lansia-yang-jauh-dari-demensia.html [diakses pada tanggal 2 Mei
2016]
Mohs, Richard C et al. 1997. Development of Cognitive Instruments for Use in Clinical
Trials of Antidementia Drugs: Additions to the Alzheimerss Disease
Assessment Scales That Broaden Its Scope. Alzheimer Disease and
Associated Disorders. 11(2): S13-S21
Molloy, D.W and T.I.M. Standish. 1997. A Guide to the Standardized Mini-Mental State
Examination. International Psychogeriatrics. 9(1): 87-94
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Kepererawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
32
Raetz, J., Luft, E. 2007. Monitoring Therapy for Patients with Alzheimers Disease. Am
FamPhysicia. 75(11): 1703-1704
33