Anda di halaman 1dari 20

Bab 8

MATERIALITAS
Materialitas (Materiality) adalah konsep auditing yang sangat penting. Jika bukan yang terpenting
materialitas mengukur berapa besar dan pentingnya suatu salah saji (misstatements) dalam laporan
keuangan.

Materialitas dan Rules – Based Standards

ISA (International Standards on Auditing adalah standar audit berbasis prinsip, atau principles – based
standars. Standars bebasis prinsip, diawali dengan kerangka berpikir atau framework yang menjelaskan
tujuan (apa yang harus dicapai ) dan rambu- rambunya. Auditor mencari jalan untuk mencapai tujuan
tersebut, dengan memperhatikan kondisi (circumstances) di lapangan.

Proses Penentuan Materialitas

Langkah pertama

Auditor mempelajari informasi – informasi berkenaan dengan laporan keuangan yang akan di auditnya.
Penulis menerjemahkan subject matter information sebagai informasi pokok penugasan audit atau
disingkat, informasi pokok penugasan.

Auditor mengidentifikasi risiko salah saji : pada akun mana m atau tentang pengungkapan apa, dalam
laporan keuangan yang mana (laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan seterusnya)? Indentifikasi
risiko salah saji akan di bahas dalam bab tersendiri.

Dalam langkah pertama, auditor seperti membaca peta bencana, dan berusaha melokalisasi wilayah
bencana.

Langkah kedua

Auditor menggeser titik pandangnya kepada pengguna laporan keuangan. Reasonable user menggunakan
laporan keuangan untuk membuat bermacam – macam keputusan ekonomis seperti menanam modal dalm
perusahaan tersebut, seperti dalam saham PT (Perseroan) Tebuka, bebisnis dengan entitas (misalnya
hubungan dengan pemasok), meminjamkan uang (dalam hal bank kepada debiturnya) dan lain – lain.

Reasonable user dalam contoh selanjutnya adalah investor di pasar modal. Ia membuat keputusan :

a) Membeli saham atau surat berharga lainnya dari perusahaan emiten


b) Menahan saham atau surat berharga lainnya yang ada dalam portofolionya
c) Menjual saham atau surat berharga lainnya dalam Bahasa inggris , ia membuat putusan buy, hold
atau sell.

Langkah kedua dalam proses menetapkan besarnya materialitas bersifat konseptual. Auditor tidak betul –
betul bertemu dengan investor dan mengajukan pertanyaan di atas. Proses konseptual imajinatif ini dalam
Bahasa belanda disebut fictie.

Dalam kenyataannya auditor mendekati fictie tadi, misalnya dengan membaca analisis yang dibuat para
analis pasar modal tentang prospek PT Tbk ABC dan masalah yang di hadapi.
Atau , auitor mempelajari reaksi pimpinan perusahaan jika terjadi “bencana”. Seperti sanksi hokum
( tuntutan ganti rugi korban bencana Lapindo ), putusan pengadilan (seperti fee curator Telkomsel di
atas ), kehilangan pemasok penting atau pelanggan besar. Sikap manajemen Telkomsel, sampai berproses
di Mahkamah Agung untuk menolak pembayaran fee sebesar 0,25%, mengidikasikan fee curator sangat
material bagi telkomsel.

Langkah ketiga

Judul dan subjudul ini bermakna :

a) Auditor menetapkan materialitas dalam rangka “menakar “ salah saji, apakah salah saji
immaterial dan bisa diabaikan, atau material dan harus menjadi perhatian auditor (istilah , auditor
harus waspada atau menerapkan professional skepticism)
b) Kata “menakar” berate menerapkan angka materiality pada temuan. Sedangkan pada tahap
perencanaan, angka materiality ini akan dijadikan patokan atau benchmark ketika menemukan
salah saji.
c) Baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan prosedur audit selanjutnya, materiality berkaitan
dengan salah saji. Juga dalam tahap penyusun opini audit, berdasarkan bukti – bukti audit yang
diperoleh, auditor mengiventarisasi materiality untuk masing – masing temuan, dan
menggabungkannya.
d) Materiality bersifat kuantitatif dan kualitatif.

Materialitas dalam Proses Audit

Tahap Auditor melaksanakan


Risk assement (penilaian risiko)  Menentukan dua macam materialitas,
yakni matearilitas untuk laporan
keuangan secara menyeluruh dan
performance matearility (materialitas
pelaksanaan)
 Merencanakan prosedur penilaian risiko
apa yang harus dilaksanakan.
 Mengidentifikasi dan menilai risiko salah
saji yang material.

Risk response ( menanggapi risiko)  Mementukan sifat (nature) waktu (timing)


dan luasnya (extent) prosedur audit
selanjutnya (futher audit procedure)
 Merevisi angka materialitas karena
adanya perubahaan situasi (change in
circumstances) selama audit berlangsung.
Reporting (pelaporan )  Mengevaluasi salah saji yang belum di
koreksi oleh entitas itu.
 Merumuskan pendapat auditor.
Materialitas pada Dua Tingkat

Di tingkat laporan keuangan, pengguna laporan mempunyai kepentingan dalam melaksanakan auditnya,
auditor harus turun ketingkat kedua untuk memastikan apakah saldo akun, transaksi, dan pengungkapan
sudah disajikan sesuai asersi yang dibuat manajemen.

Oleh karena itu, auditor harus menetapkan materialitas untuk unsur – unsur laporan keuangan. Jika
tingkat pertama bersidat overall, tingkat keuda, specitif.

Dalam melaksanakan auditnya, auditor menurunkan overall materiality dan specific materiality, dalam
menetapkan overall performance materiality dan specific performance materiality.

Empat konsep materialitas

“overall “ materiality Overall materiality didasarkan atas apa yang


layaknya di harapkan berdampak terhadap
keputusan yang dibuat pengguna laporan
keuangan. Jika auditor memperoleh informasi
yang menyebabkan ia menentukan angka
materialitas yang berbeda dari yang ditetapkannya
semula, angka materialitas semula seharunya
direvisi.
“overall” performance materiality Performance materiality ditetapkan lebih rendah
dari overall materiality. Performance materiality
memungkinkan auditor menanggapi penilaian
risiko tertentu (tanpa mengubah overall
materiality) dan menurunkan ke tingkat rendah
yang tepat (appropriately low level) probabilitas
salah saji yang tidak dikoreksi dan salah saji yang
tidak terdeteksi secara agregat (aggregate of
uncorrected and undetected misstatements)
melampaui overall materiality. Performance
materiality perlu diubah berdasarkan temuan
audit.
“specific” materialily Specific materiality untuk jenis transaksi , saldo
akun atau disclosures tertentu dimana jumlah
salah sajinya akan lebih rendah dari overall
materiality.
“specific “ performance materiality Specific performance materiality ditetapkan lebih
rendah dari specific materiality . hal ini
memungkinkan kemungkinan adanya salah saji
yang tidak terdeteksi dan salah saji yang tidak
material, yang secara agregat dapat berjumlah
materiality
Overall Materiality
Materialitas untuk laporan keuangan secara menyeluruh (overall materiality) didasarkan atas persepsi
auditor mengenai kebutuhan informasi keuangan dari pemakai laporan keuangan Ini ditetapkan sebesar
angka materialitas yang digunakan pembuat laporan keuangan Auditor menetapkan materialitas sebesar
angka salah saji tertinggi yang tidak akan berdampak pada keputusan ekonomis yang dibuat pemakai
laporan keuangan.

Overall materiality digunakan untuk merumuskan opini auditor Misalkan overall materiality
ditetapkan sebesar Rp250 juta. Jika sesudah melaksanakan prosedur audit

1. tidak ada salah saji, auditor benar dalam memberikan pendapat WTP (wajar tanpa pengecualian)

2. beberapa salah saji yang jumlahnya immaterial, ditemukan auditor, dan auditor masih dapat
memberikan WTP

3, salah sağl melebihi angka materialitas manajemen tidak bersedia mengoreksinya. Auditor keliru jika
memberikan WTP 4. ada salah saji melampaui angka materialitas, auditor tidak menemukannya, dan
akibatnya ia memberikan WTP. Dalam hal ini auditor keliru.

Auditor mungkin tergoda untuk menurunkan angka overall materiality ketika risiko salah sal
yang material dinilai tinggi. Ini tidak benar. Cverall materiality menjawab kebutuhan pemakai laporan
keuangan dan tidak mencerminkan audit risk. Untuk menjelaskan kekeliruan di atas, Hhat entitas A dan
B.

1. Entitas A berukuran sama dengan B

2. tetapi risiko audit A lebih rendah dari B.

Seharusnya overall materiality untuk entitas A dan B suma, karena ukuran mereka sama Jika
risiko audit memengaruhi overall materiality, maka overall materiality entitas A lebih tinggi dari B

Overall materiality yang rendah:

 memberikan ekspektasi bahwa salah saji yang kecil-kecil sekalipun, akan terdeteksi dalam audit
ini, dan
 membuat pekerjaan audit tambahan lebih banyak (padahal tidak perlu) untuk memastikan risiko
audit turun.

Karena overoll materiality ditetapkan selubungan dengan kebutuhan pemakai lapora kestangan, angka
overoll materiality tidak diubah sebagal akibat temuan audit dan perubahan dalam risiko yang dinilai
(axsessed risks). Overall materiality harus dimutakhirkan (updated) ketika auditor mengetahui adanya
informasi yang menyebabkan penetapan angka materialitas seharusnya berbeda dari apa yang ditetapkan
semula

Pada penyelesaian audit, overall materiality akan digunakan untuk mengevaluasi dampak salah saji
yang tidak teridentifikasi dalam laporan keuangan dan tepatnya pendapat auditor
Performance Materiality

Performance materiality memungkinkan auditor menangani risiko salah saji dalam jenis transaksi,
saldo akun atau disclosures tanpa harus mengubah overall materiality.

Performance materiality memungkinkan auditor menetapkan angka materialitas berdasarkan


overall materiality, tetapi lebih rendah dari overall materiality untuk mencerminkan risiko yang
diidentifikasi dan dinilai (identified and assessed risks) dan detection risk (risiko tidak terdetekstnya salah
saji oleh auditor).

Angka yang lebih rendah berfungsi sebagai penyangga (buffer) antara performance materiality
(yang digunakan untuk menentukan sifat dan luasnya prosedur audit yang harus dilaksanakan) dengan
overall materiality (materialitas menyeluruh).

Menetapkan angka performance materiality yang tepat memastikan besar/luasnya pekerjaan audit
untuk meningkatkan kemungkinan terungkapnya salah saji. Contoh, overall materiality Rp200 juta
Prosedur audit direncanakan untuk mendeteksi semua kesalahan sebesar Rp200 juta atau lebih. Salah saji
sebesar Rp80 juta tidak terdeteksi. Salah saji yang terdeteksi Rp130 juta. Jika overall materiality yang
menjadi patokan, maka jumlah salah saji yang diketahui auditor (Rp130 juta), dianggapnya tidak material.
Dengan penetapan performance materiality di bawah overall materiality, misalnya sebesar Rp100 juta,
auditor akan lebih mungkin mendeteksi salah saji sebesar Rp80 Juta. Menetapkan performance
materiality memerlukan kearifan profesional (professional judgment), dan bukan sekadar hitung-hitungan
sederhana atau penerapan tabel-tabel. Kearifan profesional memperhitungkan:

1. pemahaman auditor mengenai entitas dan industrinya;

2. hasil pelaksanaan prosedur risk assessment:

3. sifat dan luasnya salah saji yang terungkap dalam audit terdahulu. Misalnya fraud

(sifat salah saji) yang dilakukan pimpinan dalam waktu yang lama (luasnya salah saji berkecamuk), dan

4. ekspektasi mengenai salah saji dalam tahun berjalan. Contoh, penggunaan untuk pertama kalinya suatu
perangkat lunak, menimbulkan ekspektasi salah saji tambahan. Sebaliknya, akuntan internal baru yang
jauh lebih kompeten dari yang sebelumnya, menimbulkan ekspektasi terjadinya salah saji yang lebih
sedikit.

Performance materiality secara keseluruhan atau untuk saldo, transaksi, dan disclosures secara
individual mungkin harus diubah pada setiap waktu selama audit (tanpa memengaruhi overall materiality)
untuk mencerminkan penilaian risiko yang diubah (revised risk assessments), temuan audit, dan informasi
baru. Istilah performance materiality sama dengan tolerable misstatements yang biasanya digunakan
dalam audit sampling.
SPECIFIC MATERIALITY
Salah saji kecil yang berdampak terhadap pengguna laporan keuangan menunjukkan bahwa materialitas
bukan saja diukur secara kuantitatif, tetapi juga secara kualitatif. Secara loualitatif, suatu informasi
disebut material jika ia berdampak terhadap pemakal informasi atau putusan yang dibuatnya.

Materialitas bukanlah ukuran kuantitatif semata. Contoh, kerugian keuangan negara karena korupsi dalam
pengadaan Al Qur'an mungkin secara kuantitatif kecil dibandingkan dengan jumlah anggaran
Kementerian Agama untuk tahun-tahun terkait. Namun, secara kualitatif, kerugian tersebut material
karena sifat pengeluaran APBN kementerian itu kes yakni mempunyai nilai-nilai luhur bagi umat Islam.

Materialitas dalam makna kualitatif berkenaan dengan sifat atau kondist (circumstance) dari salah saji.
Lihat laporan audit PwC dalam sketsa audit Tesco. PwC menetapkan materialitas.

secara kuantitatif sebesar £150 juta (sekitar 5% dari laba sebelum pajak). PwC menetapkan materialitas
secara kualitatif dengan keterangan: we would report to them misstatement identified during our audit
above £7 million as well as misstatements below that amount for qualitative reasons"

Contoh materialitas secara kualitatif dalam laporan audit PwC di Tesco menunjukkan bahwa jika menurut
kearifan profesional PwC ada hal-hal yang harus dilaporkan, maka salah saji sebesar £7 juta (bahican di
bawah angka ini) akan dilaporkan.

Dari contoh kerugian keuangan negara dalam pengadaan Al Qur'an dan kasus Tesco kita dapat melihat
bahwa makna materialitas bukanlah secara kuantitatif semata, melainkan juga secara kualitatif. Dan jika
pertimbangan auditor menyatakan bahwa secara kualitatif suat salah saji itu material, maka jumlah salah
saji yang dianggap material ini, berada di bawah angka materialitas kuantitatif (E7 juta dibandingkan
dengan £150 juta dalam kasus Tesco)

Specific Performance Materiality


Ini serupa dengan performance materiality yang dibahas di atas, kecuali dalam hal ini
performance materiality-nya berhubungan dengan penetapan angka materialitas yang spesifik.

Specific performance materiality ditetapkan lebih rendah dari angka specific materiality untuk
memastikan pekerjaan audit yang cukup, dilaksanakan untuk mengurangi ke tingkat rendah yang tepat,
probabilitas salah saji yang tidak dikoreksi dan yang tidak terdeteksi melebihi specific materiality.

Apa Kata ISA 320?


Pembahasan diatas menjelaskana konsep materialitas, yang sangat penting dalam auditing. Pembaca perlu
mandalami ISA yang relevan dengan pembahasan ini, yakni ISA 320.
Tabel 8-3 menyajikan kutipan beberapa alinea penting dalam ISA 320.

Kutipan dari ISA 320

Pembahasan di atas menjelaskan konsep materialitas, yang sangat penting dalam auditing. Pembaca perlu
mendalami ISA yang relevan dengan pembahasan ini, yakni ISA 320. Tabel 8-3 menyajikan kutipan
beberapa alinea penting dalam ISA 320.

ISA POKOK BAHASA KUTIPAN DARI ISA 320 ALINEA YANG BERSANGKUTAN
320.9 Definisi Untuk tujuan ISA, performance materiality (materialitas
performance pelaksaan) adalah jumlah yang ditetapkan oleh auditor di bawah
materiality angka materialitas laporan keuangan secara keseluruhan.
(materialitas Tujuannya ialah untuk menurunkan probabilitas salah saji
pelaksanaan ) melebihi “materialitas menyeluruh”, ke tingkat rendah yang tepat.
(catatan: a. salah saji di sini adalah jumlah seluruh salah saji yang
tidak dikoreksi dan tidak terdeteksi. B. “materialitas menyeluruh “
adalah materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruh. C.
“ketingkat rendah yang tepat” adalah terjemahaan dari
“appropriately low level”). Performance materiality juga
digunakan untuk jumlah yang ditetapkan oleh auditor dibawah
angka materialitas dalam jenis transaksi, saldo akun, atau
pengungkapan.
120-10 Strategi audit dan Dalam merumuskan strategi audit secara keseluruhan, auditor
angka materialitas wajib menentukan angka materialtas laporan keuangan secara
keseluruhan Jika dalam situasi tertentu pada ertitas itu, ada satu
atau lebih jenis transaksi, saldo akun, atau pengungkapan di mana
jumlah yang lebih rendah dari angka materialitas laporan
keuangan secara keseluruhan dapat memengaruhi keputusan
ekonomis pemakai laporan keuangan (yang menggunakan laporan
keuangan sebagai dasar untuk membuat keputusannya), auditor
juga wajib menentukan tingkat materialitas yang harus diterapkan
pada jenis transaksi, saido akun, atau pengungkapan tersebut.
320 – 11 Menetapkan Auditor wajib menetapkan (besarnya) performance materiality
(besarnya untuk tujuan menilai risiko salah saji yang material dan
performance menentukan sifat sature), waktu (timing), dan luasnya (extent)
materiality) prosedar audit selanjutnya

(further audit procedures).


320-12 Revisi Materialitas Auditor wajib merevisi materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan (dan, di mana perlu, tingkat materialitas untuk jenis
transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu) ketika
memperoleh Informasi selama auditnya yang menyebabkan ia
menentukan angka materialitas yang berbeda dari yang
ditetapkannya semula. (Lihat alinea A131
320-13 Menentukan apakah Jika auditor menyimpulkan bahwa angka materialitas yang lebih
revisi performance rendah untuk laporan keuangan secara keseluruhan (dan, di mana
materialty perlu, tingkat materialitas untuk jenis transaksi, saldo akun atau
disclosures tertentu) dari ditetapkannya semula, memang lebih
tepat, auditor wajib menentukan apakah la perlu merevisi
performance materiality, dan apakah sifat, waktu, dan luasnya
prosedur audit selanjutnya (seperti direncanakan semula) masih
tepat.
320-14 Dokumentasi Auditor wajib memasukkan dalam dokumentasi audit
materialitas angka/jumlah yang berikut beserta faktor-faktor yang
dipertimbangkan dalam menentukan:

a) Overall materiality (materialitas menyeluruh


b) ka perlu, tingkat materialitas untuk jenis transaksi, saldo
akun atau disclosures
c) Performance materiality materialitas pelaksanaan; dan
d) Revisi angka yang disebutkan pada huruf (a) sampal
dengan (c)selama audit berlangsung
Bab 9
Prosedur Penilaian Risiko
Acuan atau referensi utama bab ini ialah ISA 240 dan ISA 315. Berikut ini terjemahan dari beberapa
alínea ISA 315 yang relevan untuk bab ini.

ISA 315.5

Auditor wajib melakukan prosedur penilaian risiko untuk mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji
yang material pada tingkat laporan keuangan dan pada tingkat asersi.

Prosedur penilaian risiko itu sendiri tidak memberikan bukti audit yang cukup dan tepat sebagai dasar
pemberian opini audit.

ISA 315.6

Prosedur penilalan risiko meliputi berikut ini:

(a) Bertanya kepada manajemen dan pihak lain dalam entitas yang menurut auditor mungkin mempunyal
informasi yang dapat membantu mengidentifikasi risiko salah saji material yang disebabkan oleh
kecurangan atau kekeliruan.

(b) Prosedur analitikal

(c) Pengamatan dan inspeksi.

Auditor wajib memperoleh pemahaman mengenai berikut ini.

ISA 315.11

(a) Industri terkait ketentuan perundangan, dan faktor eksternal lainnya, termasuk kerangka pelaporan
keuangan yang diterapkan.

(b) Sifat entitas, termasule:

(1) operasinya:

(1) struktur kepemilikan dan governance-nya:

jenis investasi atau penanaman yang dilakukan entitas dan rencana penanaman lainnya, termasuk
investasi dalam entitas bertujuan khusus; dan bagaimana struktur keuangan entitas untuk memahami jenis
transaksi, saldo alcun, dan pengungkapan yang seharusnya ada dalam laporan keuangan.
(c) Pemilihan dan penerapan kebijakan akuntansi, termasuk alasan untuk mengubah kebijakan akuntansi.
Auditor wajib mengevaluasi apakah kebijakan akuntansi yang diterapkan entitas cocok untuk bisnis itu
dan konsisten dengan kerangka pelaporan yang diterapkan dan kebijakan akuntansi yang diterapkan
dalam industri itu.

(d) Tujuan dan strategi entitas, dan risiko bisnis terkait yang dapat berakibat pada risiko salah saji.

(e) Pengukuran dan reviu kinerja keuangan entitas.

ISA 315.12

Auditor wajib memperoleh pemahaman mengenai pengendalian internal yang relevan bagi auditnya.
Meskipun kebanyakan pengendalian yang relevan dengan audit, sangat berhubungan dengan pelaporan
keuangan, namun, tidak semua pengendalian yang berhubungan dengan pelaporan keuangan, adalah
relevan dengan audit. Dengan kearifan profesionalnya, auditor menilai apakah suatu pengendalian, secara
individu atau dalam kombinasi dengan pengendalian lain, adalah relevan dengan auditnya.

BUTIR PERTIMBANGAN
15As yang berikut memberikan garis besar dari hal-hal khusus yang perlu diingat dalam merancang
sifat dan luasnya prosedur penilaian risika

ISA 240.16 Kecurangan dalam audit atas laporan keuangan Ketika melaksanakan prosedur pumilaian
risiko dan kegiatan terkait untuk memperoleh pemahaman mengenai entitas dan lingkungannya,
termasuk pengendalian internalnya, sesuai ketentuan ISA 315. auditor wajib melaksanakan prosedur
dalam alines 17-24 (dari ISA 240) untuk memperoleh informasi yang akan digunakan untuk
mengidentifikasi risiko salah saji karena kecurangan. Lihat juga Tabel 9-3 dan S-4

ISA 540.8 Auditing atas estimasi akuntansi

Ketika melaksanakan prosedur penilaian risiko dan kegiatan terkait untuk memperoleh pemahaman
mengenal entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internalnya, sesuai ketentuan ISA 315,
auditor wajib memperoleh pemahaman mengenai hal-hal berikut untuk memperoleh informasi yang akan
digunakan untuk mengidentifikasi risiko salah saji karena estimasi akuntansi.

(a) Ketentuan mengenal estimasi akuntansi, termasuk pengungkapannya, sesuai kerangka pelaporaN
keuangan yang diterapkan.

(b) Bagaimana manajemen mengidentifikasi transaksi, peristiwa, dan keadaan yang mungkin
membutuhkan estimasi akuntansi yang akan dimasukkan atau diungkapkan dalam laporan keuangan.
Auditor wajib menanyakan kepada manajemen tentang perubahan keadaan yang mungkin memerlukan
estimasi akuntansi baru atau memerlukan revisi atas estimasi akuntansi yang ada.

(c) Bagaimana manajemen membuat estimasi akuntansi dan pemahaman tentang data yang digunakan

sebagai dasar, termasuk:

(I) metode atau model yang digunakan untuk membuat estimasi akuntansi;
(II) pengendalian yang relevan;

(III) apakah manajemen menggunakan tenaga ahli;

(iv) asumsi yang mendasari estimasi akuntanst

(V) apakah ada perubahan atau seharusnya ada perubahan dari tahun lalu, dalam membuat

estimasi akuntansi, dan jika demikian, mengapa; dan

(vi) apakah manajemen menilai dampak ketidakpastian estimasi (estimation uncertainty), dan jika
demikian, bagaimana manajemen menilai dampak tersebut.

ISA 550.11 Pihak-pihak yang berelasi (related parties)

Sebagai bagian prosedur penilaian risiko dan kegiatan terkait sesuai ketentuan ISA 315 dan 15A 240,
auditor wajib melaksanakan prosedur audit dan kegiatan terkait seperti disebutkan dalam alinea 12-17
(dari ISA 550) untuk memperoleh informasi yang relevan guna mengidentifikasi risiko salah saji yang
material berkaitan dengan pihak-pihak yang berelasi (related-party relationships) dan transaksi di antara
pihak-pihak tersebut.

ISA 570.10 Going concern

Ketika melaksanakan prosedur penilaian risiko sesuai ketentuan ISA 315, auditor wajib
mempertimbangkan apakah ada peristiwa atau kondisi yang membuat kemampuan entitas untuk
mempertahankan hidupnya (atau melanjutkan bisnisnya sebagai suatu going concern) diragukan

Gambar 9-1 menunjukkan ketiga prosedur penilaian risiko yang disebutkan dalam ISA 315.6, yakni: (a)
bertanya kepada manajemen dan pihak lain (inquiries of managment and others); pengamatan dan
inspeksi (observation and inspection); dan prosedur analitikal (analytical procedures).

Selayang Pandang

Tujuan prosedur penilaian risiko adalah mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji yang material
dalam laporan keuangan. Tujuan ini dapat dicapai melalui pemahaman mengenai entitas dan
lingkungannya, termasuk pemahaman mengenai pengendalian intern dari entitas tersebut. Informasi dapat
diperoleh dari sumber-sumber eksternal, seperti dari Internet dan publikasi yang diterbitkan
asosiasi/industri yang bersangkutan maupun dari sumber-sumber internal seperti karyawan. Pemahaman
entitas merupakan upaya yang berkesinambungan dan proses yang dinamis dalam mengumpulkan,
memutakhirkan, serta menganalisis informasi selama audit berlangsung.

Bukti Audit
Prosedur penilaian risiko memberikan bukti audit untuk mendukung penilaian risiko pada tingkat laporan
keuangan dan pada tingkat asersi. Namun, bukti itu saja tidak cukup. Bukti dari prosedur penilaian risiko
harus dilengkapi dengan prosedur audit lanjutan yang merupakan tanggapan atas risiko yang
diidentifikasi, seperti pengujian pengendalian dan/atau prosedur substantive Auditor menggunakan
kearifan profesionalnya untuk menentukan prosedur penilaian risiko yang harus dilaksanakannya, dan
seberapa dalam ia perlu memahami entitas itu. Dalam audit tahun pertama, auditor menggunakan banyak
waktu untuk memperoleh dan mendokumentasikan informasi ini. Jika informasi ini didokumentasikan
dengan baik di tahun pertama, waktu untuk mengumpulkan informasi di tahun berikutnya seharusnya
tidak sebanyak pada tahun pertama.

Auditor perlu melaksanakan prosedur penilaian risiko yang cukup untuk mengidentifikasi ristko bisnis
dan risiko kecurangan yang bisa berdampak pada salah saji yang material. Auditor menyelidiki dengan
saksama keadaan yang menimbulkan keraguan tentang kemampuan entitas melanjutkan usahanya (going
concern).

Lingkup dan luasnya pemahaman terhadap entitas disajikan dalam alinea 11 dan 12 ISA 315.
Pemahaman auditor tidak sedalam pemahaman manajemen, kecuali jika auditor itu pernah bekerja di
entitas itu atau perusahaan sejenis

Ketiga Prosedur Penilaian Risiko

Seperti disebutkan di awal bab ini, ketiga prosedur penilaian risiko ini terdiri atas:

a prosedur menanyakan kepada manajemen dan pihak lain (inquiries of managment and others):

b. pengamatan dan inspeksi (observation and inspection); dan

c. prosedur analitikal (analytical procedures).

Ketiga prosedur penilaian risiko ini dilakukan selama berlangsungnya audit. Dalam banyak
situasi, hasil dari satu prosedur akan membawa pada prosedur lain. Contoh, dalam wawancara dengan
manajer penjualan, terungkap adanya kontrak penjualan yang tidak biasa. Wawancara ini (prosedur
inquiry) diikuti dengan prosedur inspeksi atas kontrak penjualan dan dilanjutkan dengan analisis
(analytical procedure) mengenal dampaknya terhadap margin penjualan. Atau, temuan dari pelaksanaan
analytical procedures atas angka-angka dalam draf laporan laba rugi mungkin memicu pertanyaan bagi
manajemen. Jawaban atas pertanyaan pertanyaan itu dan membawa auditor ke prosedur inspeksi atas
dokumen tertentu atau prosedur pengamatan atas kegiatan tertentu.

Sifat dan penggunaan masing-masing prosedur dari ketiga prosedur penilaian risiko ini akan
dibahas berikutnya.

Menanyakan kepada Manajemen dan Pihak Lain


Kutipan dari ISA 240 tentang prosedur "Menanyakan kepada termasuk menanyakan masalah
kecurangan, disajikan di bawah.

ISA 240.17

Auditor wajib menanyakan kepada manajemen tentang:

(a) penilaian oleh manajemen mengenal risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan karena
kecurangan, termasuk tentang sifat, huas dan berapa seringnya penilaian tersebut dilakukan:

(b) proses yang dilakukan manajemen untuk mengidentifikasi dan menanggapi risiko kecurangan dalam
entitas itu, termasuk risiko kecurangan yang diidentifikasi oleh manajemen atau yang dilaporkan kepada
manajemen, atau risiko kecurangan mungkin terjadi dalam jenis transaksi, saldo akun, atau
pengungkapan:

(c) komunikasi manajemen dengan TCWG' mengenai proses yang dilakukan manajemen untuk
mengidentifikasi dan menanggapi risiko kecurangan dalam entitas itu; dan

(d) komunikasi manajemen dengan karyawan, jika ada, tentang pandangan manajemen mengenai praktik-
praktik bisnis dan perilaku etis.

ISA 240.18
Auditor wajib menanyakan kepada manajemen, dan pihak lain di dalam entitas (jika perlu), untuk
menentukan apakah mereka mengetahui kecurangan yang terjadi, yang disangka terjadi, atau yang
dituduhkan, yang mempunyai dampak pada entitas.
ISA 240.20
Kecuali jika TCWG terlibat dalam mengelola entitas, auditor wajib memperoleh pemahaman tentang
bagaimana TCWG melaksanakan pengawasan terhadap proses yang dilakukan manajemen untuk
mengidentifikasi dan menanggapi risiko kecurangan dalam entitas itu dan pengendalian intern yang
dibangun manajemen untuk menanggulangi risiko tersebut.
ISA 240.21
Kecuali jika TCWG terlibat dalam mengelola entitas, auditor wajib menanyakan kepada TCWG untuk
menentukan apakah TCWG mengetahui tentang kecurangan yang terjadi, yang dicurigai, atau yang
dituduhkan, yang berdampak pada entitas. Pertanyaan ini diajukan untuk memperkuat tanggapan atas
pertanyaan serupa kepada manajemen.

Prosedur bertanya digunakan auditor dalam hubungannya dengan prosedur penilalom risiko
lainnya, untuk mengidentifikasi risiko salah saji yang material. Perhatian utama dalam pertanyaan yang
diajukan adalah pemahaman mengenal setiap aspek yang wajib diketah (lihat alinea 11 dan 12 dari ISA
315).

Kebanyakan informasi dalam prosedur inquiry diperoleh dari manajemen dan mereka yang
bertanggung jawab atas pelaporan keuangan. Namun, bertanya kepada orang lain dalam entitas itu dan
pegawai dengan jenjang otoritas yang berlainan dapat memberikan perspektif yang berbeda, dan juga
informasi tambahan yang dapat berguna untuk mengidentifikasi risiko salah saji yang material yang
mungkin terabalkan. Sebagai contoh, pembicaraan dengan manajer penjualan mengungkapkan adanya
transaksi penjualan yang dilakukan pada saat saat terakhir penutupan tahun buku dan dicatat tidak sesuai
dengan kebijakan pengakuan pendapatan entitas tersebut.

Rancangan dan Implementasi Pengendalian Internal


Prosedur penilaian risiko meliputi prosedur evaluasi atas rancangan atau desain dan implementasi
pengendalian internal. Prosedur ini secara rinci dibahas di Bab 25 (Memahami Pengendalian Internal).

Ketiga Prosedur Penilaian Risiko


Seperti disebutkan di awal bab ini, ketiga prosedur penilaian risiko ini terdiri atas:

a prosedur menanyakan kepada manajemen dan pihak lain (inquiries of managment and others)

b. pengamatan dan inspeksi (observation and inspection); dan

c. prosedur analitikal (analytical procedures).

Ketiga prosedur penilaian risiko ini dilakukan selama berlangsungnya audit. Dalam banyak
situasi, hasil dari satu prosedur akan membawa pada prosedur lain. Contoh, dalam wawancara dengan
manajer penjualan, terungkap adanya kontrak penjualan yang tidak biasa. Wawancara ini (prosedur
inquiry) diikuti dengan prosedur inspeksi atas kontrak penjualan dan dilanjutkan dengan analisis
(analytical procedure) mengenal dampaknya terhadap margin penjualan. Atau, temuan dari pelaksanaan
analytical procedures atas angka-angka dalam draf laporan laba rugi mungkin memicu pertanyaan bagi
manajemen. Jawaban atas pertanyaan pertanyaan itu dan membawa auditor ke prosedur inspeksi atas
dokumen tertentu atau prosedur pengamatan atas kegiatan tertentu.

Sifat dan penggunaan masing-masing prosedur dari ketiga prosedur penilaian risiko ini akan
dibahas berikutnya.

Menanyakan kepada Manajemen dan Pihak Lain


Kutipan dari ISA 240 tentang prosedur "Menanyakan kepada termasuk menanyakan masalah kecurangan,
disajikan di bawah.

ISA 240.17

Auditor wajib menanyakan kepada manajemen tentang

(a) penilaian oleh manajemen mengenal risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan karena
kecurangan, termasuk tentang sifat, huas dan berapa seringnya penilaian tersebut dilakukan:

(b) proses yang dilakukan manajemen untuk mengidentifikasi dan menanggapi risiko kecurangan dalam
entitas itu, termasuk risiko kecurangan yang diidentifikasi oleh manajemen atau yang dilaporkan kepada
manajemen, atau risiko kecurangan mungkin terjadi dalam jenis transaksi, saldo akun, atau
pengungkapan:

(c) komunikasi manajemen dengan TCWG' mengenai proses yang dilakukan manajemen untuk
mengidentifikasi dan menanggapi risiko kecurangan dalam entitas itu; dan

(d) komunikasi manajemen dengan karyawan, jika ada, tentang pandangan manajemen mengenal praktik-
praktik bisnis dan perilaku etis.

ISA 240.18
Auditor wajib menanyakan kepada manajemen, dan pihak lain di dalam entitas (jika perlu), untuk
menentukan apakah mereka mengetahui kecurangan yang terjadi, yang disangka terjadi, atau yang
dituduhkan, yang mempunyai dampak pada entitas.
ISA 240.20
Kecuali jika TCWG terlibat dalam mengelola entitas, auditor wajib memperoleh pemahaman tentang
bagaimana TCWG melaksanakan pengawasan terhadap proses yang dilakukan manajemen untuk
mengidentifikasi dan menanggapi risiko kecurangan dalam entitas itu dan pengendalian intern yang
dibangun manajemen untuk menanggulangi risiko tersebut.
ISA 240.21
Kecuali jika TCWG terlibat dalam mengelola entitas, auditor wajib menanyakan kepada TCWG untuk
menentukan apakah TCWG mengetahui tentang kecurangan yang terjadi, yang dicurigai, atau yang
dituduhkan, yang berdampak pada entitas. Pertanyaan ini diajukan untuk memperkuat tanggapan atas
pertanyaan serupa kepada manajemen.
Prosedur bertanya digunakan auditor dalam hubungannya dengan prosedur penilaicom risiko
lainnya, untuk mengidentifikasi risiko salah saji yang material. Perhatian utama dalam pertanyaan yang
diajukan adalah pemahaman mengenal setiap aspek yang wajib diketahui (lihat alinea 11 dan 12 dari ISA
315).

Kebanyakan informasi dalam prosedur inquiry diperoleh dari manajemen dan mereka yang
bertanggung jawab atas pelaporan keuangan. Namun, bertanya kepada orang lain dalam entitas itu dan
pegawai dengan jenjang otoritas yang berlainan dapat memberikan perspektif yang berbeda, dan juga
informasi tambahan yang dapat berguna untuk mengidentifikasi risiko salah saji yang material yang
mungkin terabalkan. Sebagai contoh, pembicaraan dengan manajer penjualan mengungkapkan adanya
transaksi penjualan yang dilakukan pada saat saat terakhir penutupan tahun buku dan dicatat tidak sesuai
dengan kebijakan pengakuan pendapatan entitas tersebut.

BUTIR PERTIMBANGAN
Dalam audit entitas kecil jangan batasi pertanyaan kepada owner-manager dan akuntan/pemegang
buku. Tanya kepada pegawai lain (misalnya yang menangani penjualan, produksi, dan lain-lain)
mengenal tren, peristiwa luar biasa, riiko bisnis yang besar, berfungsi/tidaknya pengendalian intern dan
contoh manajemen potong kendall":

Jika ditemukan kemungkinan kecurangan yang melibatkan senior management atau TCWG,
konsultasikan temuan ini dengan engagement partner (partner yang memimpin audit), dan
pertimbangkan untuk meminta konsultasi ahill hukum dari luar entitas. Informasi tentang kecurangan
harus diperlakukan secara rahasia (confidential. Periksa kode etik untuk mengetahui apakah ada
kewajiban lain yang hanus dipenuhi.

Prosedur Analitikal

Prosedur analitikal sebagai prosedur penilaian risiko membantu mengidentifikasi hal-hal yang
mempunyai implikasi terhadap faporan keuangan dan audit. Sebagai contoh, segala sesuatu yang bersifat
luar biasa, seperti transaksi atau peristiwa luar biasa, angka-angka yang terlalu tinggi, rasio-rasio yang
"melenceng, dan tren yang ganjil.

Di samping sebagai prosedur penilalan risiko, prosedur analitikal juga dapat digunakan sebagai prosedur
audit selanjutnya dalam:

• memperoleh bukti mengenal asersi laporan keuangan. Ini adalah prosedur analitikal

substantif yang dibahas dalam Bab 31 (Prosedur Audit Selanjutnya); dan

• melakukan reviu menyeluruh atas laporan keuangan pada atau menjelang akhir audit.

Kebanyakan prosedur analitikal tidak terlalu detail atau rumit. Prosedur analitikal pada umumnya
menggunakan data agregatif. Ini berarti, hasil dari prosedur analitikal hanya memberi indikasi awal yang
sangat luas/umum mengenai terjadinya salah saji yang material.

Hasil prosedur analitikal dibandingkan dengan informasi yang dikumpulkan untuk:

• mengidentifikasi risiko salah saji yang material mengenal asersi yang terkandung dalam
unsur-unsur laporan keuangan yang signifikan; dan
• membantu merancang sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit selanjutnya.

Entitas kecil mungkin tidak dapat menyediakan informasi keuangan yang mutakhir. Mereka
mungkin tidak menyiapkan laporan keuangan bulanan. Dalam hal ini, beberapa Informasi mungkin
diperoleh melalui prosedur inquiry, namun inquiries yang lebih detail harus menunggu sampai draf awal
laporan keuangan sudah tersedia.

Observasi (Pengamatan) dan Inspeksi


Observasi atau pengamatan dan inspeksi (observation and inspection) mempunyai dua fungsi yaitu:

• mendukung prosedur inquiries (bertanya) kepada manajemen dan pihak-pihak dan


lingkungannya.lain dan
• menyediakan informasi tambahan mengenai entitas dan lingkungannya.

Rancangan dan Implementasi Pengendalian Internal


Prosedur penilaian risiko meliputi prosedur evaluasi atas rancangan atau desain dan implementasi
pengendalian internal. Prosedur ini secara rinci dibahas di Bab 25 (Memahami Pengendalian Internal).
BAB 10
ESTIMASI AKUNTANSI

Tahap reporting (pelaporan)


-apakah pengungkapan mengenai estimasi akuntansi dalam pelaporan keuangan sesuai dengan
kerangka pelaporan keuangan?
-jika hal ini merupakan resiko yang signifikan,apakah ketidakpastian proses estimasi
diungkapkan dalam laporan keuangan?
-peroleh representasi manajemen

Tujuan auditor-estimasi akuntansi


Tujuan auditor adalah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat mengenai apakah:
a) Estimasi akuntansi,termasuk estimasi akuntansi dengan nilai wajar,dalam laporan
keuangan baik yang diakui atau yang diungkapkan adalah wajar dan
b) Pengungkapan atau disclosures(yang berkaitan dengan estimasi akuntansi) dalam laporan
keuangan sudah cukup, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.

Beberapa item dalam laporan keuangan tidak dapat diukur dengan tepat dan
karenanya,harus diestimasi atau diperkirakan jumlahnya. Estimasi akuntansi
beranekaragam tingkat kerumitannya dan berkisar dari yang paling sederhana sampai
yang lebih kompleks. Estimasi seringkali melibatkan banyak analisis data historis dan
data tahun berjalan dan perkiraan mengenai peristiwa dikemudian hari seperti
transaksi penjualan.

Pengungkapan estimasi akuntansi bisa berbeda-beda tergantung persyaratan atau


kewajiban dalam kerangka pelaporan keuangan yang berlaku dan item dalam laporan
keuangan. Tujuan pengungkapan dari suatu estimasi bisa untuk:
1. Membuat perkiraan atau forecast mengenai outcome satu atau lebih
transaksi,peristiwa atau kondisi yang menyebabkan estimasi akuntansi perlu
dibuat atau
2. Menentukan nilai dari transaksi berjalan atau item laporan keuangan berdasarkan
kondisi yang ada pada tanggal pengukuran seperti taksiran harga pasar dari suatu
jenis asset atau kewajiban tertentu.
Ketika bukti audit sudah diperoleh, kewajiban estimasi dievaluasi dan luasnya
salah saji diidentifikasi:
1. Dalam hal bukti mendukung suatu point estimate,perbedaan antara auditor’s
point estimate dan management’s point estimate merupakan suatu salah saji:
2. Dalam hal auditor menyimpulkan bahwa dengan menggunakan auditor’s
range of reasonableness(kisaran yang menurut auditor adalah wajar).

Langkah terakhir adalah menentukan apakah:


1. Bukti audit yang cukup dan tepat sudah diperoleh.
2. Estimasi akntansi adalah wajar dalam konteks kerangka pelaporan
keuangan yang berlaku atau disalahsajikan
3. Pengungkapan dalam laporan keuangan mengenai estimasi akuntansi
a) Sesuai dengan persyaratan dalam kerangka pelaporan keuangan yang
berlaku
b) Ketidakpastian estimasi diungkapkan dengan cukup,jika
ketidakpastian estimasi itu berisiko signifikan.
BAB 11
PIHAK-PIHAK YANG BERELASI

Bab ini membahas prosedur audit atas pihak-pihak yang berelasi dan hubungan diantara mereka .
ISA yang menjadi acuan untuk pembahasan dalam bab ini ialah ISA 550.
Dalam konteks ini,ISA menggunakan beberapa istilah yang akan dibahas berikut ini:

1. Arm’s length transaction-ini adalah transaksi diantara pihak-pihak yang bebas,tidak


saling terkait dan bertindak independen satu terhadap yang lain.
2. Related party—dalam mendefinisikan istilah ISA 550.10 mengembalikannya kepada
kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. Maka ISA memaknai related-party sebagai:
a. Seseorang atau suatu entitas yang mengendalikan atau sangat berpengaruh,secara
langsung atau tidak langsung melalui satu atau lebih perantara, terhadap entitas
pelapor
b. Suatu entitas yang dikendalikan atau dipengaruh,secara langsung atau tidak langsung
melalui satu atau lebih perantara,oleh entitas pelapor
c. Entitas lain yang bersama entitas pelapor berada dibaawah pengendalian bersama
melalui:
1. Pemilikan dibawah kendali bersama
2. Pemilik terdiri atas keluarga dan kerabat
3. Anggota manajemen kunci yang sama

ISA 550.9. Menegaskan tujuan auditor dalam mengaudit pihak-pihak yang berelasi. Auditor
wajib memahami hubungan diantara pihak-pihak yang berelasi dan transaksi hubungan pihak
berelasi yang cukup untuk:

a) Mengenal faktor risiko kecurangan yang timbul dari hubungan pihak berelasi dan
transaksi hubungan pihak berelasi sesuai identifikasi dan penilaian risiko salah saji
material karena kecurangan:
b) Menyimpulkan,berdasarkan bukti audit yang diperoleh,apakah laporan
keuangan,sepanjang dipengaruhi oleh hubungan pihak berelasi dan transaksi hubungan
pihak berelasi:
i.menyajikan secara layak (dalam hal kerangka pelaporan keuangan penyajian yang
layak)
ii.tidak menyesatkan(kerangka pelaporan keuangan kepatuhan)

Pihak berelasi tidak independen satu dengan yang lain. Oleh karena itu risiko terjadinya
salah saji material melalui transaksi hubungan pihak berelasi umumnya lebih tinggi
dibandingkan dengan transaksi diantara pihak-pihak yang bebas. Karena pihak-pihak
yang berelasi tidak independen satu terhadap yang lain,banyak kerangka pelaporan
keuangan menetapkan persyaratan akuntansi dan pengungkapan yang spesifik untuk
hubungan pihak berelasi,serta transaksi dan saldo-saldonya.
Dalam hal diperolehnya informasi yang mengarah kepada adanya hubungan dan transaksi
pihak-pihak yang berelasi (yang sebelumnya tidak diketahui atau diungkapkan oleh
manajemen) auditor harus memastikan kebenaran informasi tersebut.
ISA 550 memberikan petunjuk mengenai tanggung jawab auditor dan prosedur audit
mengenai pihak-pihak yang berelasi dan transaksi antar pihak-pihak yang berelasi, ini
akan dibahas selanjutnya sesuai urut-urutan ketiga tahap dalam proses audit.

Anda mungkin juga menyukai