Anda di halaman 1dari 18

Menelisik Arah Kebijakan RUU Cipta Kerja Dalam

Perspektif Konstitusi Ekonomi

I Made Artana,S.H.,M.H1, Ni Luh Putu Geney Sri Kusuma Dewi, S.H., M.H.2
{madeartana@ymail.com1, geney_skusumad@ymail.com2}

Abstrak.
Omnibus law merupakan Constitusional Exercise dari pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi di Indonesia. Metode yang mengintegrasikan berbagai aturan dengan cara mengubah, menghapus
dan mencabut ketentuan aturan yang terkait dengan kemudahan berusaha dan investasi dalam satu aturan
disebut dengan RUU Cipta Kerja. Awal kehadiran RUU Cipta Kerja sudah menuai banyak polemik dari
11 kluster yang terdapat dalam RUU Cipta kerja tak satupun luput dari perdebatan. Banyak kalangan yang
mempertanyakan sudahkan RUU Cipta Kerja sejalan antara tujuan pembentukannya, substansi pasal yang
diatur dengan amanat konstitusi ekonomi dalam Pasal 33 UUD NRI 1945 dan bagaimana relevansi dalam
praktik ketatanegaraan saat ini. Penelitian ini berjenis penelitian yuridis normatif dengan cara melakukan
studi kepustakaan dan menelaah data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nafas
pembentukan RUU Cipta kerja tidak selaras dengan amanat konstitusi ekonomi yang menekankan
keberpihakan pada kemakmuran masyarakat Indonesia bukan hanya perorangan maka perlu dikawal
secara baik agar terimplementasi menjadi UU yang pro rakyat sesuai dengan asas dan prinsip dari
perekonomian Indonesia.
Keywords: Omnibus Law, Konstitusi Ekonomi, RUU Cipta Kerja.

Introduction

Pesawat yang terbang dengan kecepatan terlalu rendah akan membuatnya jatuh (stall) hal
yang berlaku sama dengan perekonomian Indonesia, diperlukan batas minimum untuk dapat
meningkatkan pertumbuhannya guna kesejahteraan rakyat. Perkembangan pertumbuhan
ekonomi di Indonesia sejak kurun waktu 2014-2019 (dalam periode lima tahun terkahir) hanya
mencapai kecepatan 5 persen. Hal tersebut menempatkan Indonesia dalam kelempok negara
berpendapatan menengah (middle income trap)1. Pertumbuhan investasi Indonesia juga tidak
bergerak dengan grafik yang signifikan dalam lima tahun terakhir yakni tidak lebih dari 7,94
Persen Pertahun. Merujuk pada data Global Competitiveness Report 2019 yang dikeluarkan oleh
World Ekonomi Forum. Indeks daya saing Indonesia berada di urutan ke-50 dimana mengalami
penurunan dari sebelumnya berada dalam urutan ke-45. Hal ini menempatkan Indonesia berada
di bawah peringkat Singapura (1), Malaysia (27) dan Thailand (4) namun lebih tinggi dari
Filipina (64), Vietnam (67), dan Laos (113)2.
Hal senada juga terjadi dalam indeks peringkat kemudahan berusaha (Ease of doing
business/EODB) Indonesia hanya menduduki peringkat ke 73 dari jumlah keseluruhan 190
negara dengan permasalahan yang sama yakni melaksanakan kontrak dan memulai bisnis.3
Penyebab utama dari kedua masalah pelik tersebut adalah rumitnya regulasi mengenai investasi
mulai dari perizinan yang berbelit-belit. Hal tersebut tentunya bertolak belakang dengan

1
Ari Kuncoro.: Ekonomi Politik UU Sapu Jagat, Kompas Edisi 26 Februari 2020, pp.6.
2
Ibid.
3
Agus Herta Sumarto.: Mencermati RUU Cipta Kerja, Kompas Edisi 25 Februari 2020,
pp.6.
keinginan Presiden Jokowidodo yang menargetkan Indonesia menduduki peringkat ke-40 dalam
hal EODB. Tanpa adanya kondisi yang luar biasa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan
tumbuh secara signifikan. Perkembangan dunia bisnis yang begitu cepat ditambah dengan
perang dagang antara AS dan China membawa pengaruh juga terhadap perekonomian Indonesia
untuk dapat mengimbangi semua itu dibutuhkan suatu kebijakan yang cepat dan tepat. Regulasi
di Indonesia sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya dinilai membelenggu dan
tumpang tindih yang mengakibatkan peluang pertumbuhan ekonomi tidak dapat ditangkap
secara maksimal.
Investasi memerlukan iklim kepastian, keamanan dan kenyamanan yang stabil dalam
berusaha. Menurut Pendapat Krueger4 bahwa birokrasi dan regulasi dibentuk bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan namun realitas yang berkembang di lapangan adanya monopoli
dari birokrat sebagai pembuat aturan regulasi dibuat sedemikian sulit dan rumit. Akibatnya akan
timbul suatu rente sehingga banyak yang berupaya untuk mengambil jalan cepat dengan
bersedia memberikan bayaran untuk memotong alur birokrasi yang bertele-tele5. Paradigma ini
kemudian dicoba untuk dirubah melalui deregulasi ekonomi melalaui UU sapu jagat yang
dilabelkan nama RUU Cipta Kerja.
RUU yang merupakan usulan dari pemerintah ini memiliki ikhtiar untuk meningkatkan
iklim investasi di Indonesia dengan cara menyederhanakan beberapa peraturan yang
memperlambat pertumbuhan ekonomi. Metode Ominibus merupakan metode yang
mengkonsolidasikan beberapa peraturan yang membuatnya menjadi satu tujuan dengan cara
mengharmonisasikan agar tidak tumpang tindih. RUU Cipta kerja yang dicanangkan oleh
pemerintah tersebut bertujuan untuk merapikan peraturan dan menciptakan konsistensi. Paling
tidak ada tiga tujuan utama yang ingin dicapai pemerintah dalam upaya menyukseskan
pembahasan RUU Cipta kerja yang Pertama perampingan di satu peraturan sehingga tidak
banyak regulasi, kedua kepastian hukum dan kejelasan di satu materi dan ketiga
penyederhanaan pemangku kepentingan yang diharapkan dapat menciptakan aturan yang
efisien dan efektif6.
Berdasarkan kalkulasi yang diharapkan pemerintah melalui RUU Cipta kerja diharapkan
struktur perekonomian negara akan berubah dengan peningkatan di angka 5,7-6 Persen pertahun
dan diyakini juga menciptakan lapangan kerja baru 2,6 Juta-3 Juta orang pertahun dan
meningkatkan pendapatan per kapita menjadi 5.860-6.000 dolar AS pada tahun 2024. Bila
kondisi ini tersebut dapat dicapai maka konsumsi rumah tangga akan meningkat dan diiringi
dengan permintaan barang dan jasa yang diiringi dengan meningkatnya investasi. 7 Merujuk
data dari data Badan Pusat Statistik disebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak
tahun 2016 tidak beranjak dari kisaran 5 persen apabila RUU Cipta kerja tidak disusun
penduduk yang tidak bekerja akan semakin meningkat dan menyebabkan Indonesia sebagai
negara berpendapat menegah. Keberadaan RUU tersebut diharapkan sebagai warisan Era
presiden Jokowidodo dalam rangka mengubah struktur ekonomi.

4
Krueger.:The Political Economy of the Rent-Seeking Societ, American Economic
Review Volume 64, (Juni 1974).
5
Mudrajad Kuncoro.: Otonomi & Pembangunan Daerah, Reformasi, Perencanaan,
Strategi, dan Peluang, Jakarta, Erlangga, (2004).
6
Nurul Ghufron.: Omnibus Law Berspektif Anti Korupsi, Kompas Edisi 28 Februari
2020, pp.7.
7
Litbang Kompas.: Struktur Ekonomi Akan Diubah”, Kompas Edisi 19 Februari 2020,
pp.1.
Perubahan struktur ekonomi yang dilakukan saat ini bukanlah yang pertama bagi Indonesia,
era Presiden Soekarno serta masa presiden Soeharto melalui peran Dana Moneter Internasional
IMF. Pada masa itu Presiden Soeharto menetapkan PP Nomor 20 Tahun1994 tentang Pemilikan
saham dalam Perusahaan yang didirikan dalam rangka Penanaman Modal Asing. PP tersebut
dinilai tidak sesuai dengan kaidah dalam Pasal 5 ayat 2 UUD NRI 1945 yang menyatakan
Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk melaksanakan undang-undang sebagaimana
mestinya. Bunyi pasal tersebut sangat bertolak belakang dengan amanat pembentukannya yakni
sebagai peraturan pelaksana dari suatu Undang-undang yang memerintahkannya namun PP
Nomor 20 Tahun 1994 dibentuk dalam rangka menjalankan beberapa UU sekaligus yakni UU
tenaga Atom, UU Pers, UU Penanaman modal dalam negeri, UU Ketenagalistrikan, UU
Telekomunikasi, UU Perkeretapian, UU Penerbangan dan UU Pelayaran 8.
Keberadaan PP tersebut juga mengubah materi muatan yang ada dalam beberapa UU yang
seharusnya pengaturannya tertutup oleh model asing yakni distribusi tenaga listrik untuk umum,
produksi dan transmisi telekomunikasi, pelayaran, media massa, pelabuhan, penerbangan,
pembangkit tenaga atom menjadi bisa dimiliki modal asing hingga 95 persen. Pengaturan yang
terdapat dalam PP tersebut telah bertentangan dengan beberapa UU namun juga telah
bertentangan dengan dengan Pasal 33 UUD 1945. Fenomena dua puluh lima (25) tahun lalu
tersebut mungkin sama dengan dialami sekarang dimana sulitnya pertumbuhan investasi yang
disebabkan oleh banyaknya peraturan soal perizinan dan lembaga yang menanganinya. Polemik
demikian apakah harus diselesaikan dengan menyederhanakan peraturan dengan metode
omnibus law?. Tidak mengherankan dalam pembahasan RUU tersebut menuai beragam
kontroversi dari publik. Perdebatan terjadi khususnya dalam kluster yang bersentuhan langsung
dengan hak pekerja dimana dinilai menguntungkan pengusaha, mendiskriminasi hak pekerja
dan pertentangan kewenangan antara pemerintah daerah dan pusat. Kondisi tersebut
menimbulkan ketidakpastian, semestinya RUU tersebut mengarah pada peningkatan
perekonomian dan kesejahteraan rakyat yang disesuaikan dengan amanat konstitusi ekonomi.
Konstitusi ekonomi merupakan kebijakan ekonomi tertinggi yang harus dijadikan
acuan dan rujukan dalam mengembangkan setiap peraturan perundang-undangan. Indonesia
sebagai negara yang menganut paham konstitusional yang menjadikan Pasal 33 dan 34 UUD
NRI sebagai hukum tertinggi di bidang perekonomian oleh karena itu setiap kebijakan ekonomi
tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Hal ini mungkin akan dipandang sebagai suatu hal
akan membelenggu perkembangan ekonomi yang cenderung ditentukan oleh pasar dan
perkembangan bergerak dinamis namun perlu dipahami bahwa norma konstitusi merupakan
norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sehingga memahami konstitusi dalam
pendekatan ekonomi tidak dapat terbatas pada teks formalnya namun pemahamannya harus
mempertimbangkan aspek material. Hal berlaku sama dengan pokok pembahasan dalam
penulisan yakni relevansi pengambilan kebijakan RUU sapu jagat untuk meningkatkan iklim
investasi dalam perspektif konstitusi ekonomi Indonesia.

Literatur Review
A. Omnibus Law
Konsep mengenai omnibus law ini umumnya berkembang di negara yang menganut sistem
Common law seperti Amerika serikat, Kanada, Irlandia dan Suriname kemudian mulai populer
pada tahun 1967 dimana Menteri Kehakiman Kanada Pierre Trudeau mengenalkan criminal law
amandement Act dimana isi dari peraturan tersebut mengubah beberapa peraturan perundang-

8
Maria Farida Indarti.:Omnibus Law, UU Sapu Jagat”, Kompas Sabtu 4 Januari 2020, pp.
6.
undangan hukum pidana yang mencakup beberapa isu. Pada tahun 2008 Irlandia juga pernah
menggeluarkan sebuah peraturan perundang-undangan yang mencabut sebanyak 3.255 undang-
undang. Perkataan Ominibus sendiri berasal dari Bahasa latin yang memiliki makna for
everything jadi dapat dimaknai bahwa satu regulasi yang dibentuk dan juga sekaligus dapat
mengubah dan mencabut dar regulasi yang sudah berlaku. Konsep omnibus juga dapat berarti
mengganti beberapa pasal di satu regulasi dan pada saat yang sama juga dapat mencabut seluruh
isi substansi dari regulasi lainnya9.
Ominibus Law dalam berdasarkan define dari Bryan A. Graner dalam Black Dictionary
digunakan istilah Omnibus Bill yang memeliki pengertian sebagai berikut10:
1. A Single Bill containing various distinct matter, usu drafted in this way to force
the executive either to accept all the unrelated minor provisions or to veto the
major provision.
2. A bill that deals with all proposals relating to particular subject, such as an
omnibus judgeship bill, covering all proposals for new judgeships or an omnibus
crime bill dealing with different subjects such as new crimes and grants to states
for crime control.
Omnibus Law atau omnibus bill juga dimaknai sebagai berikut “ Just like a standard bill,
omnibus bills are formal proposals to change laws that are voted on by rank and file
lawmakers and sent off to the executive branch for final approval. The difference with
omnibus bills is they contain numerous smaller bills, ostensibly on the same broad topic.
Take the omnibus tax bill as an example: It may include changes on everything from
income, corporate, and sales taxes, but all of those issues can fit under the large umbrella of
taxes11.
Mencermati pengertian omnibus dalam pengertian di atas apabila diterjemahkan akan
berarti suatu undang-undang yang mengatur berbagai jenis materi muatan yang berbeda-beda
atau mengatur mencakup semua hal mengenai suatu jenis materi muatan 12. Secara sederhana
omnibus law merupakan satu UU yang bisa mengubah banyak UU dan dapat dipraktikkan ke
dalam tiga keadaan yakni UU yang akan diubah berkaitan secara langsung, UU yang akan
diubah tidak berkaitan dengan secara langsung dan UU yang akan diubah tidak berkaitan tetapi
dalam praktiknya memiliki suatu korelasi.
Sepanjang penerapannya diberbagai negara sejauh ini belum ada yang memetakan
secara spesifisik mengenai ciri atau karakteristik dari omnibus law hal ini disebabkan tidak
banyak negara-negara yang menyatakan dengan tegas dan jelas menggunakan metode omnibus

9
Hukum Online.:Menelusuri Asal-Usul Konsep Omnibus law, diunduh dalam Laman
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5e2c1e4de971a/menelusuri-asal-usul-konsep-omnibus-
law?page=3, Pada Tanggal 14 Mei (2020)
10
Bryan A. Garner, et. al. (Eds.).: Black’s Law Dictionary Ninth Edition. St. Paul: West
Publishing Co., pp. 186. (2009)
11
Briana Bierscbach, ‘Everything You Need to Know About Omnibus Bills, and
Why They’re So Popular at The Minnesota Legislature’ (Minnpost, 31 Maret 2017)
https://www.minnpost.com/politics-policy/2017/03/everything-you-need-know aboutomnibus-
bills-and-why-theyre-so-pop ular-minne diakses 30 Mei (2020)
12
Arasy Pradana A.Aziz “Mengenal Omnibus Law dan Manfaatnya dalam Hukum
Indonesia”https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5dc8ee10284ae/mengenal-
iomnibus-law-i-dan-manfaatnya-dalam-hukum-indonesia/, Pada Tanggal 14 Mei (2020)
law belum banyak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Vincent Suriadinata13 Terdapat
dua karakteristik dari omnibus law yakni karakteristik umum dan khusus. Karakteristik umum
adalah karakteristik yang semuanya harus dimiliki dalam setiap penerapan omnibus law yang
semuanya harus dimiliki dalam setiap penerapan omnibus law. Sedangkan karakter khusus
adalah merupakan karakter penunjang atau pelengkap dari karakteristik umum dan tidak semua
karakteristik khusus harus diterapkan.
Karakteristik umum dalam omnibus law terbagi menjadi dua bentuk yakni
1. Akselerasi Proses Legislasi
Penggunaan metode omnibus law dalam suatu kebijakan harus terdapat karakteristik
akselarasinya dalam proses legislasi. Hal ini disebabkan karena pada prinsipnya
omnibus law dipilih untuk mewujudkan efisiensi dan efektivitas dalam proses legislasi.
Praktiknya dalam proses legislasi yang menggunakan menggabungkan berbagai
macam substansi dalam UU akan memakan waktu lama sehingga dengan metode
omnibus law dapat dipersingkat beberapa alus legislasi sehingga akan lebih cepat
selesai.
2. Kompleksitas Permasalahan
UU yang menggunakan metode omnibus law mengandung beberapa permasalahan
yakni beragam permasalahan yang diatur dalam satu UU. Dalam hal suatu UU hanya
mengatur satu jenis permasalahan saja makan tidak dapat disebut sebagai suatu
omnibus law. Hal yang sama apabila disandingkan dengan secara sederhana dengan
pengertian omnibus law adalam black Law Dictionary yang menyebutkan “A single
Bill Containing various distinct matter. Hal yang senada juga disebutkan dalam uraian
sebelumnya bahwa dalam menerapkan metode omnibus law paling tidak ada tiga
keadaan yang mendasarinya yakni UU yang akan diubah berkaitan secara langsung,
UU yang akan diubah tidak berkaitan secara langsung dan UU yang akan diubah tidak
berkaitan tetapi dalam prakteknya bersinggungan. Maka dapat ditarik suatu
pemahaman bahwa permasalahan yang diatur dalam UU yang menggunakan metode
omnibus law memiliki suatu kompleksitas.
Karakteristik Khusus Omnibus Law dibagi menjadi dua yakni
1. Berbentuk Kodifikasi
hukum menurut R. Soeroso14 adalah pembukuan hukum dalam suatu himpunan
undang-undang dalam materi yang sama. Kodifikasi memiliki suatu tujuan mencapai
suatu kepastian hukum, penyederhanaan hukum dan kesatuan hukum. Hal tersebut
senada dengan tujuan dari dibentuknya omnibus law yang mengedepankan pada
efisiensi dan efektivitas. Dapat ditarik suatu contoh di Negara Filipina yang
menerapkan bentuk kodifikasi dalam Omnibus Investment Code of 1987 di Filipina.
Pada praktiknya memang tidak semua omnibus law berbentuk kodifikasi.
2. Gaya atau Motif Politik
UU merupakan produk hukum yang tidak terlepas dari pengaruh dari kepentingan
politik. Penekanan pada gaya atau motif politik yang dimaksud adalah cara yang
digunakan oleh eksekutif dan legislatif dalam proses legislasi. Tidak jarang
diketemukan dalam proses legislasi dijadikan sebagai momen konsensus bagi partai

13
Vinvent Suriadinata.: Penyusunan Undang-Undang Di Bidang Investasi: Kajian
Pembentukan Omnibus Law Di Indonesia”, Jurnal Refleksi Hukum , Vol. 4 No. 2019, pp. 127-
128.
14
R. Soeroso.: Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika. pp.77. (2011)
politik, pemerintahan maupun lembaga legislatif untuk memasukkan suatu agenda
tertentu.
B. Konstitusi Ekonomi
Pengertian konstitusi dalam praktik ketatanegaraan paling tidak menganut dua pengertian
yakni menggambarkan suatu sistem ketatanegaraan atau kumpulan peraturan yang membentuk
dan mengatur atau mengarahkan pemerintahan15. Bilamana merujuk pada pendapat Herman
Heller seorang pemikir Jerman pada masa Republik Weimar yang memahami Konstitusi secara
luas yakni undang-undang dasar hanya sebagian dari pengertian konstitusi yaitu die geschreiben
verfassung atau konstitusi yang dituliskan. Pengertian Konstitusi menurut Heller
menggambarkan proses perumusan (tekstualisasi, formalisasi) konstitusi ke dalam dokumen
hukum bernama konstitusi dengan perkataan lain Heller menguraikan tentang proses untuk
menghasilkan ius constitutum dari kondisi sosiologi dan realitas yuridis atau ius
constituendum16. Konstitusi menurut Jimly merupakan perjanjian, Konsensus atau kesepakatan
tertinggi dalam bernegara. Kesepakatan tertinggi yang sudah disetujui tidak lagi diperdebatkan
benar atau salah apa yang diatur karena isinya disusun atas dasar kompromi take and give yang
dicapai dengan susah payah17.
Bagi Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 sebagai suatu konstitusi tertulis yang
dituangkan dalam sebuah dokumen formal dimana dokumen tersebut telah dipersiapkan jauh
sebelum Indonesia merdeka dan dirancang oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) 18. Undang-Undang dasar sebagai suatu sumber hukum
tertinggi di Indonesia tidak hanya mengatur mengenai organ dan lembaga negara dan ketentuan
di bidang politik tetapi juga mengatur di bidang perekonomian. Sebagai suatu konstitusi
ekonomi UUD 1945 harus dipahami sebagai kebijakan yang tertinggi dan dijadikan acuan bagi
setiap pengembang kebijakan perekonomian di Indonesia.
Konstitusi ekonomi menjadi suatu sebutan yang belum jamak diketahui oleh publik di
Indonesia. Pada perkembangannya prinsip yang mengkolaborasikan antara konstitusi dengan
perekonomian di berbagai negara di dunia sejatinya sudah bermula sejak lama. Soviet-Rusia
sebagai negara yang bersifat komunis sudah sejak tahun 1981 mencantumkan pasal-pasal
perekonomian pada undang-undangnya. Jerman sebagai negara yang menganut paham Liberal
sejak tahun 1919 sudah mencantumkan dalam konstitusi Weimar19. Negara Jermanlah yang
dianggap sebagai negara pertama penganut paham sosial demokrat di Eropa Barat sedangkan
Soviet-Rusia merupakan negara sosialis komunis pertama di Eropa timur. Preseden untuk
melakukan konstitusionalisasi kebijakan ekonomi selanjutnya dikembangkan oleh Irlandia
dalam konstitusi tahun 1937 dengan memperkenalkan konsep directie princple of social policy
(DPSP) yang mana konsep ini lalu diadopsi oleh banyak negara non komunis20. Namun Pada
perkembangannya klausul konstitusi ekonomi (Economic Constitution) belum dipakai sebagai
istilah resmi.

15
K.C Wheare.: Modern Constituions, Oxford University Press, pp.1. (1996)
16
Mohhamd Fajrul Falaakh.:Pertumbuhan dan Model Konstitusi Serta Perubahan UUD
1945 Oleh Presiden DPR dan Mahkamah Konstitusi, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, pp.19. (2014)
17
Jimly Asshiddiqie.: Konstitusi Ekonomi, Jakarta, Kompas Media Nusantara, pp. VII-
XV. (2010)
18
Dahlan Thaib.: Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta, Raja Grafindo Persada, pp. 81.
(2013)
19
Jimly Asshiddiqie, Loc.Cit
20
Ibid.
Pelopor Ide Konstitusi ekonomi oleh Franz Bohn sebagaimana ditulis dalam European
Journal of Law and Econmic oleh Wolfgang K yang mengembangkan ide kompetensi dalam
bentuk hukum. Franz Bohn meletakkan landasan teoritis mengenai tatanan ekonomi dengan
konsep konstitusi ekonomi sebagaimana yang berikut ini:Franz Bohn deserves recognition for
having cast the idea of competition into legal forms; thus he laid the foundation of our economic
order and opened new horizon for the concept21. Ahli-ahli lain yang juga dapat dikatakan
memberikan sumbangsih pemikiran penggunaan istilah konstitusi ekonomi dalam wacana ilmu
pengetahuan yakni Rudiger Zuck (1975), Gernot Gutman dan Werner Klein (1976) Wolfang
Bohlin (1981). Istilah ini kemudian dikembangkan di lagi oleh Rittner dalam empat konteks
pengertian yakni:
1. Sebagai kondisi aktual perekonomian nasional (actual state of national economy)
2. Model ekonomi seperti ekonomi pasar atau ekonomi terencana
3. Tiap-tiap norma hukum yang mengatur perekonomian
4. Sebagai kalimat-kalimat pernyataan hukum yang dituangkan dalam rumusan undang-
undang dasar suatu negara.
Poin satu dan dua merupakan pandangan yang bertolak dari pandangan ekonomi dan
sedangkan selebihnya ditinjau dari konsep hukum khususnya hukum tata negara22.
Teori Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sangat dibutuhkan dalam
penyelenggaraan pemerintahan ditingkat pusat maupun di daerah. Peraturan perundang-
undangan yang baik akan menunjang pemerintahan dan pembangunan serta tercapainya tujuan
bernegara sebagaimana yang diamanatkan oleh konstitusi. Hal senada disampaikan oleh T
Koopman menyatakan bahwa fungsi pembentukan peraturan perundang-undangan semakin
terasa dan diperlukan kehadirannya karena di dalam negara yang berdasarkan atas hukum
tujuannya tidak lagi menciptakan kodifikasi bagi nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang
sudah mengendap dalam masyarakat melainkan menciptakan modifikasi atau perubahan dalam
kehidupan masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut dalam proses pembentukan perundang-undangan para
sarjana Belanda mengembangkan suatu pemikiran tentang pembentukan perundang-undangan
yang efektif dan dapat mencapai tujuanya. Beberapa teori tentang peraturan perundang-
undangan dikembangkan oleh Jan Michiel Otto dkk23 yang mencoba mengarahkan teori
perundang-undangan kedalam the socio legal concept of reak legal certainty24. Dalam konsep
tersebut terdapat lima elemen dalam mencapai suatu kepastian hukum yakni25:
1. A law maker laid down clear, accessible and realistic rules
2. The administratiom follows these rules and induces citizen to do the same
3. The Majority of people accept these rules, in principle as just;
4. Serious are regularu brought before independent and impartial judges who
decide cases in accordance with those rules

21
Wolfang K.: On The Concept Of Economic Constitution and The Importance Of Franz
Bohn From The View Point Of Legal History”, European Journal of Law And Economics,
Volume, 3 Nomber 4, Spinger, pp. 345-356. (December 1996)
22
Timea Drinoesi.: An Introduction To The Economic Constitution In Europe, Policy
Paper by Young Researcher WP II/III Theories Team 5, pp .1-2. (March 2007)
23
Jan Michiel Otto, Suzanne Stoter, Julia Arnscheidt and Wim Oosterveld.: Legislative
Theory to Improve Law and Development Project , Jurnal Regel Mat Vol. 4, pp.4. (2004)
24
Ibid., hlm.2.
25
Ibid.
5. The decisions are actually complied with defining objectives of law and
development projects in theses terms could help improving their
affectiveness.
Dalam membuat suatu peraturan perundang-undangan yang baik diperlukan
pengetahuan tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang mudah dipahami dan
sistematis sehingga peraturan tersebut dilaksanakan. Berdasarkan hal tersebut pembentukan
peraturan perundang-undangan minimal memiliki tiga landasan keberlakuan secara filosofis,
landasan sosiologis dan landasan berlaku secara yuridis26. Landasan Filosofis Undang-undang
selalu mengandung norma-norma hukum yang diidealkan (ideal norms) oleh suatu masyarakat
ke arah mana cita-cita luhur kehidupan bermasyarakat bernegara hendak diarahkan, Kedua
landasan sosiologis bahwa setiap norma hukum yang dituangkan dalam undang-undang
haruslah mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat sendiri akan norma hukum yang sesuai
dengan realitas kesadaran hukum masyarakat. Ketiga landasan yuridis yakni dalam perumusan
setiap undang-undang harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi27.
Jika landasan tersebut dalam dipenuhi dalam setiap proses pembentukan peraturan perundang-
undangan maka dapat dinyatakan substansi peraturan perundang-undangan tersebut baik,
berkualitas dan berkelanjutan.
Berkaitan dengan pembentukan perundang-undangan menurut Burkhardt Krems
menyatakan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan (Staattliche Rechtssetzung)
meliputi dua hal yang pokok yakni kegiatan dalam menentukan isi peraturan disalah satu pihak
dan kegiatan menyangkut pemenuhan bentuk peraturan. Dalam rangkaian menyusun peraturan
perundang-undangan yang baik menurut I.C. Van Der Vlies dan A. Hamid S Attamimi dibagi
menjadi dua klasifikasi yakni asas-asas formal dan asas-asas material28.

Tabel 1. Asas-Asas Dalam Pembentukan Perundang-Undangan


Asas Formal Asal Material
Asas-asas formal meliputi asas tujuan yang asas mengenai terminologi yang benar atau
jelas atau van duideleijke doelstelling het beginsel van duidelijke terminologi en
duidelijke systematiek
asas organ/lembaga yang tepat atau beginsel asas tentang dapat dikenali atau het beginsel
van het juiste orgaan van de kenbaarheid
asas perlunya pengaturan atau het asas perlakuan yang sama dalam hukum
noodzakelijkheids beginsel atau het rechtsgelijk-heidsbeginsel
asas dapatnya dilaksanakan atau het asas kepastian hukum atau het
beginsel van uitvoerbaarheid rechtszekerheids beginsel
asas konsensus atau het beginsel van asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan
consensus individual atau het beginsel van de
individuele rechtbedeling

26
Made Pantja Astawa dan Suprin Na’a.: Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-
undangan di Indonesia, Bandung, Alumni, pp.78. (2008)
27
Jimly Asshiddiqie.: Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Sekretariat Jendral
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta. pp.34. (2006)
28
I.C van der Vlies, Hand Book, diterjemahkan oleh Linus Doludjawa.: Buku
Perancangan Peraturan perundang-undangan, Direktorat Jendral Peraturan Perundang-
undangan Departemen Hukum dan Ham, pp. 258-280. (2005) Lihat Lebih lanjut Maria Farida
Indrati Soeprapto.: Ilmu Perundang-Undangan, Jenis Fungsi dan Materi Muatan, Yogyakarta,
Kanisius, pp. 228. (2010)
Asas-asas yang disampaikan di atas lebih bersifat normatif dan bukan merupakan
norma hukum. Asas mengenai tujuan jelas meliputi hal ketepatan letak peraturan, tujuan khusus
peraturan yang akan dibentuk dan tujuan bagian-bagian dari peraturan yang akan dibentuk. Asas
mengenai organ atau lembaga yang tepat pada hakekatnya menafsirkan perlunya kejelasan
kewenangan organ/lembaga yang membentuk peraturan perundang-undangan. Selanjutnya asas
mengenai perlunya pengaturan berawal dari penyelesaian permasalahan kehidupan manusia
yang tidak semuanya harus diselesaikan dengan membentuk peraturan perundang-undangan.
Perlu diperhatikan dalam hal ini bahwa bukan berarti tidak perlu adanya peraturan (ontregelen)
yang perlu diperhatikan dalam membentuk peraturan harus berpegang pada prinsip
penyederhanaan (soberheid). Asas selanjutnya adalah peraturan harus dapat dilaksankan dengan
baik sebab tidak akan ada gunanya dalam merumuskan berbagai norma jika pada akhirnya
norma tersebut tidak dapat ditegakkan. Selanjutnya konsesus menyiratkan ada bahwa dalam
pembentukan suatu peraturan peraturan perundang-undangan di dasarkan pada kesepakatan
antara eksekutif dan legislatif.
Berkaitan dengan aspek material diperlukan adanya asas terminologi yang tepat dan
sangat berkaitan dengan teknik penyusunan peruu sebab asas ini menekankan pada teknik dalam
merancang kata-kata, struktur, dan susunan peraturan sehingga pada akhirnya akan membentuk
norma yang mengikat. Asas dapat dikenali maksudnya asas tersebut sangat penting terutama
terhadap peraturan yang akan membebani masyarakat dengan berbagai kewajibannya. Peraturan
yang tidak dikenali oleh masyarakat akan kehilangan tujuannya sebagai peraturan. Asas
perlakuan sama dalam hukum menghendaki dalam pembentukan peraturan peruu tidak
diskriminatif sehingga mengakibatkan adanya ketidaksamaan dan kesewenang-wenangan.
Terakhir mengenai asas pelaksanaan sesuai dengan keadaan individu dimaksudkan bahwa selain
muatan peraturan perundang-undangan berlaku umum juga dapat diterapkan untuk
menyelesaikan permasalahan khusus dalam keadaan tertentu.
Berdasarkan uraian asas-asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan oleh
Van der vlies29 membedakan secara substantif mulai dari aspek formal ke arah material yang
meliputi:
a. Asas yang berkaitan dengan proses pembentukan peraturan perundang-undangan
b. Asas yang berkaitan dengan sistematika
c. Asas yang berkaitan dengan urgensi dan tujuan pembentukan suatu aturan
d. Asas yang berkaitan dengan isi suatu aturan
Asas tersebut di ataslah yang akan menjadi suatu rambu-rambu dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan. Asas-asas tersebut awal mulainya disampaikan oleh A Hamid S Attamimi
yang kini telah dinormatifkan menjadi norma dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan. Asas tersebut dibedakan menjadi asas formal yang dikaitkan dengan pembentukan
suatu peraturan dan asas material terkait dengan muatan peraturan perundang-undnagan.

Methode
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yakni dengan cara melakukan
studi kepustakaan dan menelaah data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier30. Bahan hukum Primer meliputi peraturan perundang-
undangan yang terkait seperti UUD 1945, RUU Cipta Kerja dan UU yang terkait dengan
subtansi pengaturan cipta lapangan pekerjaan. Pengumpulan Bahan hukum atau teknik

29
Van der Vlies, Op.Cit, hlm.252.
30
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji.: Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Raja Grafindo Persada, pp.13-14. (2010)
pengumpulan bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan studi
kepustakaan atau library research31 yang didapat di dapat dengan cara menelaah peraturan
perundang-undanganm buku, jurnal ilmiah dan informasi di media cetak yang terkait dengan
kemudahaan berusaha. Bahan Hukum primer dalam penelitian yakni peraturan perundang-
undangan bersifat autoritatif32 atau mempunyai otoritas sebab dijadikan sebagai landasan
hukum, bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer dan alasan digunakannya adalah untuk mencari landasan teori
dengan jalan membandingkan teori satu dengan teori lainnya. Bahan hukum tersier digunakan
untuk mencari suatu pengertian atau istilah.
Pengolah data dalam penelitian dilakukan secara kualitatif. Bahan-bahan Hukum yang
tertulis yang telah dikumpulkan dan klasifikasikan sesuai dengan permasalahan yang akan
diidentifikasi kemudian dilakukan komparasi dari berbagai sumber.

DISCUSION
Menakar Substansi RUU Cipta Kerja dalam Perspektif Konstitusi Ekonomi
Sejak RUU Cipta kerja diserahkan oleh Pemerintah kepada DPR pada tanggal 12 Februari
2020 untuk dibahas dalam masa sidang berikutnya. RUU setebal 1028 halaman, dengan jumlah
Pasal 1.244 pasal yang bersumber dari 79 Undang-Undang. RUU yang terdiri dari 11 sektor
dari berbagai bidang33 Pertama penyederhanaan perizinan berkaitan dengan 1.042 pasal dalam
52 UU, Kedua Persyaratan Investasi berkaitan dengan sembilan pasal dalam empat UU, Ketiga
ketenagakerjaan berkaitan dengan 63 pasal dalam tiga UU, Keempat kemudahan perlindungan
UMKKM dan koperasi berkaitan dengan enam pasal dalam tiga UU, Kelima kemudahan
berusaha berkaitan dengan 20 pasal dalam Sembilan UU. Keenam dukungan riset dan inovasi
berkaitan dengan satu UU. Ketujuh administrasi pemerintahan berkaitan dengan 11 pasal dan
dua UU. Kedelapan pengenaan sanksi yang merupakan norma baru. Kesembilan pengadaan
lahan berkaitan dengan 14 Pasal dalam 2 UU, Kesepuluh investasi dan proyek strategi nasional
yang merupakan norma baru. Ke-11 kawasan ekonomi berkaitan 37 pasal di tiga UU.
RUU tersebut sudah menuai polemik di banyak kalangan yang menilai tidak ada pelibatan
publik dalam perumusan RUU tersebut. Perwakilan buruh juga memprotes proses formal
penyusunan RUU cipta kerja sangat tertutup selanjutnya dari sisi substansi beberapa hal menjadi
perdebatan dari RUU Cipta Kerja adalah penghilangan upah minimum dan penerapan upah
perjam yang tidak diatur dengan detail, pengurangan pesangon, perubahan sistem kerja,
liberalisasi hubungan kerja serta fleksibilitas penggunaan karyawan alih daya (out sourcing)34.
Hal lain yang tak kalah luput terkait jaminan sosial yang terancam hilang, terjadinya kemudahan
rekrutmen bagi tenaga kerja asing serta upaya menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha.
Melihat opini publik yang berkembang memang yang paling banyak menuai konflik pada
kluster ketenagakerjaan padahal diberbagai sektor yang lain juga mengundang polemik.
Merujuk pada catatan kritis yang disampaikan oleh fakultas hukum Gadjah mada bahwa disetiap
11 kluster RUU tersebut berpotensi menuai polemik pengaturan35.

31
Peter Mahmud Marzuki.:Pengantar Penelitian Hukum, Kencana, pp. 438. (2014)
32
Peter Mahmud Marzuki.: Penelitian Hukum, Kencana, pp. 181. (2005)
33
Eddy OS Hirariej, Sanksi dalam RUU Cipta Kerja, Kompas Edisi Rabu, 11 Maret 2020,
pp.6.
34
Susanti Agustina, “Menanti Kepekaan Wakil Rakyat”, Kompas Edisi 20 April 2020,
pp.2.
35
Lihat Lebih detail dalam Kertas Kebijakan: Catatan Kritis dan Rekomendasi Terhadap
RUU Cipta Kerja, Fakultas Hukum Universitas Gadjah mada, Maret (2020)
Secara umum RUU Cipta kerja nafas utamanya adalah meningkatkan iklim investasi yang
berujung pembukaan lapangan kerja yang luas dan akan berdampak peningkatan ekonomi
Indonesia. Pertanyaan saat ini apakah tujuan utama dari penyusunan RUU tersebut sudah selaras
dengan amanat konstitusi ekonomi Indonesia yang termaktub dalam Pasal 33 UUD NRI.
Menyimak penjelasan Pasal 33 dimana tercantum dalam dasar dari perekonomian bangsa
Indonesia disusun berdasarkan asas kekeluargaan dan diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan berkelanjutan
Mengenai Pasal 33 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama atas asas kekeluargaan”. Bila ditelaah lebih lanjut ayat tersebut mengandung beberapa
komponen kata yakni (i) disusun, (ii) usaha bersama dan (iii) asas kekeluargaan36. Kata disusun
dapat dimaknai bahwa perekonomian tersebut merupakan satu susunan yakni suatu kebijakan
yang sistematis dan komprehensif mulai dari susunan yang bersifat nasional sampai pada
susunan yang di provinsi maupun kota-kota. Susunan perekonomian disusun atas usah bersama
atas dasar asas kekeluargaan. Usaha bersama ini dapat dilihat dari tiga segi yakni pengertian
makro, mikro dan usaha bersama sebagai prinsip atau sebagai jiwa. Pengertian mikro ini dapat
dikaitkan dengan koperasi dalam bentuk usaha bersama. Pemaknaan usaha bersama dapat
dilihat dari segi yang lebih luas yakni tidak lain merupakan usaha seluruh rakyat Indonesia
dalam bidang perekonomian. Hal tersebut tidak lain adalah menunjuk pada pengertian satu
sistem perekonomian nasional sebagai usaha bersama seluruh rakyat. Kebersamaan ini tidak
hanya berkaitan dengan bentuk usaha namun lebih jauh yakni konsep pelaku ekonomi. Konsep
pelaku ekonomi tidak hanya dipandang terbatas pada BUMN, perusahaan swasta dan koperasi
saja tetapi juga semua subyek ekonomi baik dalam kegiatan produksi, distribusi maupun
konsumsi.
Makna asas kekeluargaan sebagaimana yang disampaikan oleh Menkop UKM, Ali
Marwan Hanan dalam PAH I BP MPR 25 Februari 202037 bahwa pembangunan perekonomian
Indonesia harus merupakan proses usaha bersama oleh seluruh rakyat Indonesia. Hal ini
bertujuan untuk mendapat nilai tambah agar tidak hanya ditekankan pada pihak-pihak tertentu
saja. Asas kekeluargaan mengandung makna filosofis yang sangat mendalam mengenai
pemahaman terhadap cita-cita perjuangan bangsa Indonesia. Sebagaimana halnya yang
tercantum dalam Penjelasan Pasal 33 tercantum “dasar demokrasi ekonomi produksi yang
dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan anggota-anggota masyarakat. Dalam
hal ini kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang perorangan.
Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan. Bangun
perusahaan yang sesuai adalah koperasi38”.
Berdasarkan penjelasan tersebut paling tidak ada tiga poin utama dalam sistem ekonomi
yakni39:
Pertama partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses produksi nasional. Partisipasi
seluruh anggota masyarakat dalam proses produksi nasional ini menempati kedudukan yang

36
Jimly Asshiddiqie, Op.Cit,pp.269-270
37
Mahkamah Konstitusi, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Buku VII Keuangan, Perekonomian Nasiona dan
Kesejahteraan Sosial, pp.611. (2010)
38
Penjelasan Pasal 33 Naskah Asli Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Indonesia Tahun 1945, Kepaniteraan dan Sekratariat Jendral Mahkah Konstitusi RI 2018, pp.
31.
39
Soegeng Sarjadi dan Iman Sugema, Ekonomi Konstitusi Haluan Baru Kebangkitan
Ekonomi Indonesia, pp.31-32. (2009)
sangat penting dalam sistem ekonomi. Hal ini penting dalam rangka menjamin penggunaan
seluruh potensi sumber daya nasional dan juga merupakan dasar seluruh anggota masyarakat
dalam menikmati hasil produksi nasional.
Kedua, partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut menikmati hasil produksi
nasional yang bermakna dalam rangka pengembangan perekonomian harus ada suatu jaminan
dimana rakyat juga turut menikmati hasil produksi nasional.
Ketiga adalah kegiatan pembentukan produksi dan pembagian hasil produksi nasional harus
berlangsung di bawah pimpinan atau penilikan anggota masyarakat. Kiranya dalam poin ketiga
ini penekanannya adalah mendasari perlunya peran seluruh anggota masyarakat dalam turut
memiliki modal atau faktor-faktor produksi nasional. Dalam hal ini modal yang dimaksud tidak
hanya modal bentuk material (material capital) tetapi juga mencakup modal intelektual
(intellectual capital).
Terkait dalam bentuk usaha kegiatan, terkandung makna perkataan usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan harus dilihat secara luas dan makro pada penjelasan Pasal 33 yang
menyatakan bahwa bentuk usaha yang paling tepat adalah koperasi. Perlu dipahami bahwa
bukan semua usaha harus berbentuk koperasi, usaha lain seperti BUMN maupun PT tidak tepat.
Maksud pembentuk tersebut adalah bahwa setip bentuk usaha harus berjiwa koperasi yang di
dalamnya terdapat usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
Bila ditelisik lebih jauh mendalam paradigma yang digunakan dalam Pasal 33 UUD NRI
1945 lahir dari konsep yang disampaikan oleh founding bangsa ini yakni Moh. Hatta dengan
gagasan ekonomi kerakyatannya. Sebagai salah satu pendiri bangsa Mohamad hatta sangat
kukuh dan konsisten untuk menegakkan kedaulatan ekonomi rakyat dalam penyelenggaraan
perekonomian di Indonesia. Hal ini bersesuaian dengan tulisannya yang berjudul “Menuju
Indonesia Merdeka” dimana Hatta mengupas secara mendalam mengenai kerakyatan,
demokrasi ekonomi dan ditegaskan pula bahwa perekonomian di Indonesia tidak hanya dikuasai
oleh sebagian kecil golongan masyarakat melainkan harus didasarkan pada kepentingan rakyat
banyak40. Berdasarkan pemikiran yang disampaikan Hatta dapat dimengerti bahwa ia berusaha
untuk memasukkan ekonomi kerakyatan sebagai dasar prinsip sistem perekonomian Indonesia.
Berkaitan dengan Pasal 33 ayat 4 UUD NRI 1945 Perekonomian nasional yang dijalankan
berdasar atas demokrasi ekonomi berdasarkan atas prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan
berkelanjutan. Prinsip usaha bersama ini menekankan pada Kerjasama (cooperation) sedangkan
efisiensi menekankan pada pentingnya persaingan. Kedua hal tersebut dapat dikatakan
merupakan keniscayaan apabila diterapkan secara bersamaan di masyarakat dan harus selaras
sebab apabila hanya diutamakan hanya Kerjasama tanpa persaingan yang terbuka maka akan
berkembang menjadi kolektivitas yang dipaksakan sehingga terbentuk sistem yang otoritarian.
Sebaliknya apabila yang ditekankan hanya persaingan saja maka semua orang akan saling
menjatuhkan dan merusak tatanan kehidupan bersama. Kedua prinsip tersebut termaktub dalam
Pasal 33 ayat (4) sebagai prinsip efisiensi-berkeadilan. Penggambaran di atas sejalan dengan
pendapat dari Tim Harford yang menyatakan “we seem to be facing two contradictory
imperative: avoid the needless waste that is inefficiency but make sure the wealth is at least
somewhat evenly spread. What we need is away to make our economies both efficient and
fair”41.

40
Hatta.:“Ke Arah Indonesia Merdeka, di Terbitkan Kembali dalam Bentuk Edisi Khusus
Tahun 1994, Dekopin, Jakarta. (1932)
41
Tim Harford.;The Under Cover Economist, The Sunday Times Bestseller, Abacus,
London, pp. 72. (2008)
Pendapat Tim Harford yang menyatakan untuk menghindari adanya infisiensi tetapi dilain
pihak harus menjamin agar kekayaan terbesar secara adil dan merata. Hal ini mengapa
dirumuskannya kata efisiensi dan keadilan menjadi satu nafas yakni efisensi-berkeadilan.
Selanjutnya dalah prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, prinsip kemandirian,
prinsip keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Penyelenggaraan ekonomi
prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang menjamin kehidupan
generasi selanjutnya.
Kembali pada persoalan utama sudahkan RUU cipta kerja sejalan dengan amanat konstitusi
sudah regulasi tersebut mampu menempatkan masyarakat sebagai subyek dan bukan sebagai
obyek kegiatan ekonomi meskipun kegiatan perekonomian dapat dilakukan oleh pemodal asing
melalui investasi tetapi kegiatan harus tetap berada di bawah pimpinan anggota masyarakat.
Secara tujuan memang RUU cipta kerja tersebut mencakup tujuan yang baik namun substansi
yang diatur banyak yang mereduksi hak-hak masyarakat salah satu contoh yang paling Nampak
kluster ketenagakerjaan. Hal ini tentunya akan membuka peluang pengujian secara formil
maupun materiil apabila RUU tersebut disahkan menjadi UU.

Relevansi Kebijakan RUU Cipta Kerja Diterapkan Untuk Meningkatkan Iklim Investasi
di Indonesia
Dalam suatu negara demokrasi tidak banyak pemimpin yang berani melakukan suatu
perubahan besar karena sangat beresiko untuk menguncang kekuasaanya. Pada konteks
ekonomi ada suatu consensus yang mengatakan dimana saat situasi terlihat baik maka akan
timbul kebijakan yang buruk sebaliknya situasi yang buruk memberikan insentif lahirnya
banyak kebijakan yang baik.
JA Schumpeter menyampaikan bahwa suatu consensus itu sebagai creative destruction
atau destruksi dalam rangka memperbaiki situasi agar jalan keluar dari kesulitan ekonomi42. Hal
ini mengapa suatu krisis menghasilkan suatu perubahan besar. Langkah presiden Jokowi dalam
mengambil kebijakan dengan cara mencabut, merubah, mengganti dan mengatur ulang beberapa
UU dalam suatu UU Baru (Omnibus Law) sangat patut diapresiasi. Kalau disimak lebih dalam
lagi tujuan dibentuknya RUU Cipta Kerja adalah baik dengan menyederhanakan perizinan.
Melakukan penyederhanaan perizinan adalah hal yang baik dan sudah sepantasnya diwujudkan
sebagaimana yang tercantum dalam Konsideran menimbang huruf b dab c dan dijabarkan lebih
terang dalam Bab II dan dari Pasal 2 hingga Pasal 6.
Pada sudut pandang yang berbeda banyak yang mempertanyakan urgensi dan banyak
menuai polemik dan perdebatan panas. Banyak pihak yang meragukan tujuan utama dari
pembuatan RUU Cipta Kerja. Dalam Kacamata aktivis buruh RUU Cipta kerja dinilai lebih
banyak mengakomodir kepentingan pengusaha daripada kepentingan pekerja. Setidaknya ada
tiga prinsip yang dipermasalahkan oleh kelompok pekerja yakni kepastian pekerjaan, jaminan
pendapatan dan kepastian jaminan sosial.
Dalam Perjalanan UU Omnibus Law menimbulkan beberapa polemik ada beberapa hal
yang menjadi catatan penulis tentang tidak relevan kebijakan RUU Cipta Kerja dilanjutkan:
Pertama, RUU yang terdiri dari 15 Bab dan 174 Pasal tersebut sangat berpotensi
menyembunyikan aturan krusial. Penyusunannya yang kurang demokratis dan kurang
partisipatif telah mereduksi hak-hak masyarakat dalam negara demokrasi. Menggunakan
metode omnibus law dalam UU yang berbeda filosofi pembentukannya dan direvisi secara
serentak akan berakibat pada pembentuk UU menjadi tidak peka terhadap kompleksitas

42
Prasetyayantoko, “Dilema RUU Cipta Kerja” Kompas Edisi, Selasa 25 Februari
2020,pp.11.
kepentingan dan aspirasi fraksi-fraksi yang telah menyusun dan mengkompromikan
kepentingan-kepentingan UU terdahulu contohnya UU ketenagakerjaan yang dasar filosofisnya
adalah menjamin kesejahteraan buruh, UU Lingkungan hidup antara lain untuk melestarikan
lingkungan hidup. Kemudian dengan dimasukkan ketentuan RUU tersebut ke dalam RUU Cipta
kerja ada potensi pengabaian pada dasar filosofi UU asal sebab orientasinya akan berubah
mengikuti substansi aturan yang baru yakni diarahkan pada investasi.
RUU ini juga berpotensi tidak dipantauanya secara detail aturan tersebut oleh DPR
karena metode dalam penyusunan ini sangat rumit sehingga aturan yang krusial mungkin
berpotensi disembunyikan 43 seperti berikut:
a) Banyak dalam substansi RUU Cipta Kerja tampaknya memerlukan pendekatan
dan kewaspadaan seperti isu-isu yang terkait dengan analisis mengenai dampak
lingkungan (amdal), izin mendirikan bangunan, pencabutan UU gangguan, usaha
pers, hubungan pusat dan daerah dalam kaitannya dengan penarikan kewenangan,
perubahan stelsel pidana dengan denda, penghapusan kewajiban menggunakan
paten di Indonesia hal tersebut merupakan beberapa hal yang perlu diwaspadai.
b) Selanjutnya terkait dengan pembenahan konsep kewenangan yang selama ini
dipermasalahkan bahwa kewenangan perizinan terletak pada soal kewenangan.
Pengaturan kewenangan dibagi dalam beberapa sektor-sektor sebagai
kewenangan menteri/pimpinan lembaga sehingga ini melahirkan suatu
pengkotakan dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahaan.
c) Dalam menentukan ketentuan umum suatu UU yang berakibat pada seluruh pasal
dalam UU (asal) yang akan diubah. Selanjutnya bagaimana eksistensi dari
beberapa UU yang berapa pasalnya dicabut (dipindahkan) dan diletakkan dalam
omnibus law sebab mengatur subyek (adressat) yang berbeda-beda.
d) Terkait rumusan dalam bentuk penutup, UU Omnibus law harus menetapkan
segala sesuatu yang dirubah termasuk penambahan, pengurangan, penggantian
dan penghapusan ataupun pencabutannya terhadap beberapa UU yang masih
berlaku
Kedua, RUU Cipta kerja yang menggunakan metode omnibus law sangat berpotensi menabrak
ketentuan formal yang ada dalam UU No. 12 Tahun 2011 jo UU No. 15 Tahun 2019 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana dalam aturan baku pembentukan
dan perubahan UU di Indonesia dilakukan dengan mengubah undang-undang terkait secara
holistik dan tidak semata-mata menyatukan, mencabut dan mengubah dari banyak UU yang
diterapkan dalam RUU Cipta Kerja44. Bila ditelusuri bahwa dalam pembentukan Peruu di
Indonesia dengan pembentukan RUU Cipta kerja yang menghapus, mengganti, mengubah atau
mencabut ketentuan beberapa UU atau Peruu yang lain dan merumuskan kembali dalam UU
tidak sesuai dengan tradisi yang berlaku dalam UU No. 12 Tahun 2011. Hal ini disebabkan
setiap pembentukan peruu harus dibentuk berdasarkan asas-asas pembentukan perundang-
undangan yang patut dan juga berdasarkan landasan filosofis, yuridis dan sosiologis yang
tentunya berbeda dalam setiap UU. Hal yang lain juga berpotensi melanggar aspek formal dan
prosedural dimana tidak mengikuti sistem dan tata cara baku yang dalam aturan UU 12 tahun
2011 jo UU no 15 tahun 2019.

43
Rini Kustiasih, “Omnibus Law dan Harmonisasi UU”, Kompas Edisi, Kamis 12 Maret
2020, pp.3.
44
Omnibus Law Dinilai Tidak sesuai UU 12/2011, Kompas Edisi, Kamis 30 April 2020,
pp.4.
Selain itu ada kemungkinan pasal-pasal tersebut dipertentangkan dengan UU (asalnya)
melalui pengujian UU di MK karena ketidakpastian hukum sehingga bertentangan dengan
pasal-pasal UUD 1945. Apakah ada jaminan bahwa melalui metode omnibus law serta merta
dapat menyelesaikan permasalahan yang ada padahal dalam kenyataanya perbedaan perumusan
dua undang-undang yang setingkat saja dalam pelaksanaannya sulit diselesaikan dan kadang
harus dilakukan pengujian baik ke MA maupun MK.
Ketiga, Secara yuridis dengan mengambil metode omnibus law dapat menambah beban
regulasi. Bila di baca lebih lanjut naskah RUU cipta kerja terdapat hampir 500 norma delegasi
pengaturan kepada Pengaturan Pemerintah. 45 Secara kuantitatif delegasi ke dalam PP jauh
melebihi pasal induk yang terdapat dalam RUU tersebut. Hal ini merupakan suatu yang amat
sangat fantastis untuk jumlah peraturan pelaksana. Problematika tersebut akan mengundang
banyak pertanyaan mengapa begitu banyak peraturan pelaksana tidakkah ada maksud lain yang
menunggangi dalam pembentukan RUU Cipta Kerja.
Dalam tataran normatif jawaban atas pertanyaan di atas tidaklah sulit untuk ditebak
sebab membentuk PP akan lebih mudah. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (2) UUD 1945
bahwa PP ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka melaksanakan UU. Hal ini berimplikasi
bahwa PP merupakan delegated legislation yang cukup hanya diselesaikan dalam ranah
kewenangan presiden tanpa perlunya proses panjang legislasi di DPR. Dapat dipastikan bila
suatu RUU akan memberikan ruang yang lebih besar kepada pemerintah untuk melakukan suatu
pengaturan, Selain keleluasaan bila ditinjau lebih dalam Naskah Akademik RUU Cipta kerja
memberikan fleksibilitas bagi pemerintah pusat. Atas nama fleksibilitas inilah ruang selama ini
telah terbagi dalam sejumlah UU dapat ditarik menjadi wewenang pemerintah pusat. Hal ini
apabila tidak dikaji secara hati-hati akan menimbulkan celaka bagi rakyat. Obesitas PP akan
menimbulkan suatu superioritas dalam RUU Cipta Kerja.
Berdasarkan beberapa pemikiran yang dikemukakan di atas bahwa telah jelas arah
pembentukan dari RUU Cipta Kerja namun ada hal yang perlu disikapi secara arif dan bijaksana
bagaimana membuat suatu pengaturan yang terbaik bagi iklim investasi Indonesia sehingga
tidak bertentangan dengan sistem hukum yang berlaku saat ini dan eksistensi Pasal 33 UUD
1945 sebagai suatu soko guru dalam perekonomian Indonesia. Ikthiar untuk meningkatkan
perekonomian, mengembangkan investasi dan mewujudkan kesejahteraan rakyat harus
mempertimbangkan cara mengimplementasikannya sebab pengaturan tersebut menimbullkan
ketidakpastian hukum dan bahkan dapat bertentangan dengan UUD 1945. Hal mendasar yang
perlu ditelaah lebih lanjut apakah dengan pembentukan RUU Cipta Kerja melalui metode
omnibus law apakah serta-merta dapat menyelesaikan permasalahan yang ada maka sangat perlu
dikaji kembali kebijakan tersebut.
Conclusion
Acuan tertinggi dalam merumuskan kebijakan ekonomi di Indonesia adalah Pasal 33
UUD NRI 1945 atau istilah yang digunakan dalam penulisan ini adalah Konstitusi ekonomi.
Pada tataran ini segala kebijakan yang diambil dan dijalankan harus mengacu pada konstitusi
sebagai hukum dasar dan hukum tertinggi. Hal yang sama berlaku pada kebijakan pemerintah
dalam peningkatan iklim investasi melalui RUU cipta kerja. RUU Cipta kerja merupakan salah
satu kebijakan dalam bidang perekonomian yang implementasinya wajib sejalan dengan nafas
konstitusi Ekonomi. Dilema yang berkembang saat ini RUU tersebut dinilai oleh publik tidak
mencerminkan amanat konstitusi ekonomi sebab telah menimbulkan berbagai macam gejolak
penolakan di masyarakat dalam perumusannya.

45
Khairul Fahmi, Obesitas PP Omnibus Law, Kompas Edisi 3 Maret 2020, pp. 6.
Bila ditelusuri sistem ekonomi yang dianut oleh Indonesia adalah sistem ekonomi
kerakyatan berdasarkan atas prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan berkelanjutan. Dalam
sistem ini kedaulatan ekonomi ditangan rakyat segala aspek penyelenggaraan ekonomi harus
bertujuan untuk kepentingan masyarakat tidak hanya kepentingan perseorangan. Permasalahan
mendasarnya apakah RUU Cipta kerja telah memenuhi amanat konstitusi ekonomi jika dalam
perumusannya saja sudah menuai polemik dari awal. Minusnya partisipasi publik dalam
perumusan RUU dan yang paling menonjol pada kluster ketenagakerjaan. Kluster tersebut yang
banyak mereduksi hak-hak pekerja dan lebih menguntungkan dari sisi ekonomi. Berdasarkan
catatan penulis paling tidak ada tiga (3) alasan yang mendasar RUU Cipta kerja tidak relevan
dilanjutkan, Pertama RUU Cipta Kerja yang menggunakan metode ominibus law sangat
berpotensi menyembunyikan aturan krusial sebab kurangnya partisipasi publik dalam
perumusannya, Kedua metode omnibus law sangat berpotensi menabrak aturan yang ada dalam
UU No. 12 Tahun 2011 jo UU No. 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan sebagaimana dalam aturan baku pembentukan dan perubahan UU di Indonesia
dilakukan dengan mengubah undang-undang terkait secara holistik dan tidak semata-mata
menyatukan, mencabut dan mengubah dari banyak UU yang diterapkan dalam RUU Cipta
Kerja. Ketiga RUU Cipta kerja akan menimbulkan beban regulasi dalam penerapannya sebab
hampir 500 norma delegasi pengaturan kepada Pengaturan Pemerintah. Secara kuantitatif
delegasi ke dalam PP jauh melebihi pasal induk yang terdapat dalam RUU Cipta Kerja.

ACKNOWLEDGEMENTS
The authors gratefully acknowledge the financial support from Rector of Ngurah Rai University
and Faculty of Law Ngurah Rai University.
Referensi

1
Ari Kuncoro.: Ekonomi Politik UU Sapu Jagat, Kompas Edisi 26 Februari 2020, pp.6.
1
Ibid.
1
Agus Herta Sumarto.: Mencermati RUU Cipta Kerja, Kompas Edisi 25 Februari 2020,
pp.6.
1
Krueger.:The Political Economy of the Rent-Seeking Societ, American Economic
Review Volume 64, (Juni 1974).
1
Mudrajad Kuncoro.: Otonomi & Pembangunan Daerah, Reformasi, Perencanaan,
Strategi, dan Peluang, Jakarta, Erlangga, (2004).
1
Nurul Ghufron.: Omnibus Law Berspektif Anti Korupsi, Kompas Edisi 28 Februari
2020, pp.7.
1
Litbang Kompas.: Struktur Ekonomi Akan Diubah”, Kompas Edisi 19 Februari 2020,
pp.1.
1
Maria Farida Indarti.:Omnibus Law, UU Sapu Jagat”, Kompas Sabtu 4 Januari 2020, pp.
6.
1
Hukum Online.:Menelusuri Asal-Usul Konsep Omnibus law, diunduh dalam Laman
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5e2c1e4de971a/menelusuri-asal-usul-konsep-omnibus-
law?page=3, Pada Tanggal 14 Mei (2020)
1
Bryan A. Garner, et. al. (Eds.).: Black’s Law Dictionary Ninth Edition. St. Paul: West
Publishing Co., pp. 186. (2009)
1
Briana Bierscbach, ‘Everything You Need to Know About Omnibus Bills, and
Why They’re So Popular at The Minnesota Legislature’ (Minnpost, 31 Maret 2017)
https://www.minnpost.com/politics-policy/2017/03/everything-you-need-know aboutomnibus-
bills-and-why-theyre-so-pop ular-minne diakses 30 Mei (2020)
1
Arasy Pradana A.Aziz “Mengenal Omnibus Law dan Manfaatnya dalam Hukum
Indonesia”https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5dc8ee10284ae/mengenal-
iomnibus-law-i-dan-manfaatnya-dalam-hukum-indonesia/, Pada Tanggal 14 Mei (2020)
1
Vinvent Suriadinata.: Penyusunan Undang-Undang Di Bidang Investasi: Kajian
Pembentukan Omnibus Law Di Indonesia”, Jurnal Refleksi Hukum , Vol. 4 No. 2019, pp. 127-
128.
1
R. Soeroso.: Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika. pp.77. (2011)
1
K.C Wheare.: Modern Constituions, Oxford University Press, pp.1. (1996)
1
Mohhamd Fajrul Falaakh.:Pertumbuhan dan Model Konstitusi Serta Perubahan UUD
1945 Oleh Presiden DPR dan Mahkamah Konstitusi, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, pp.19. (2014)
1
Jimly Asshiddiqie.: Konstitusi Ekonomi, Jakarta, Kompas Media Nusantara, pp. VII-
XV. (2010)
1
Dahlan Thaib.: Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta, Raja Grafindo Persada, pp. 81.
(2013)
1
Jimly Asshiddiqie, Loc.Cit
1
Ibid.
1
Wolfang K.: On The Concept Of Economic Constitution and The Importance Of Franz
Bohn From The View Point Of Legal History”, European Journal of Law And Economics,
Volume, 3 Nomber 4, Spinger, pp. 345-356. (December 1996)
1
Timea Drinoesi.: An Introduction To The Economic Constitution In Europe, Policy
Paper by Young Researcher WP II/III Theories Team 5, pp .1-2. (March 2007)
1
Jan Michiel Otto, Suzanne Stoter, Julia Arnscheidt and Wim Oosterveld.: Legislative
Theory to Improve Law and Development Project , Jurnal Regel Mat Vol. 4, pp.4. (2004)
1
Ibid., hlm.2.
1
Ibid.
1
Made Pantja Astawa dan Suprin Na’a.: Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-
undangan di Indonesia, Bandung, Alumni, pp.78. (2008)
1
Jimly Asshiddiqie.: Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Sekretariat Jendral Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta. pp.34. (2006)
1
I.C van der Vlies, Hand Book, diterjemahkan oleh Linus Doludjawa.: Buku Perancangan
Peraturan perundang-undangan, Direktorat Jendral Peraturan Perundang-undangan
Departemen Hukum dan Ham, pp. 258-280. (2005) Lihat Lebih lanjut Maria Farida Indrati
Soeprapto.: Ilmu Perundang-Undangan, Jenis Fungsi dan Materi Muatan, Yogyakarta,
Kanisius, pp. 228. (2010)
1
Van der Vlies, Op.Cit, hlm.252.
1
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji.: Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Raja Grafindo Persada, pp.13-14. (2010)
1
Peter Mahmud Marzuki.:Pengantar Penelitian Hukum, Kencana, pp. 438. (2014)
1
Peter Mahmud Marzuki.: Penelitian Hukum, Kencana, pp. 181. (2005)
1
Eddy OS Hirariej, Sanksi dalam RUU Cipta Kerja, Kompas Edisi Rabu, 11 Maret 2020,
pp.6.
1
Susanti Agustina, “Menanti Kepekaan Wakil Rakyat”, Kompas Edisi 20 April 2020,
pp.2.
1
Lihat Lebih detail dalam Kertas Kebijakan: Catatan Kritis dan Rekomendasi Terhadap
RUU Cipta Kerja, Fakultas Hukum Universitas Gadjah mada, Maret (2020)
1
Jimly Asshiddiqie, Op.Cit,pp.269-270
1
Mahkamah Konstitusi, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Buku VII Keuangan, Perekonomian Nasiona dan
Kesejahteraan Sosial, pp.611. (2010)
1
Penjelasan Pasal 33 Naskah Asli Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Indonesia Tahun 1945, Kepaniteraan dan Sekratariat Jendral Mahkah Konstitusi RI 2018, pp.
31.
1
Soegeng Sarjadi dan Iman Sugema, Ekonomi Konstitusi Haluan Baru Kebangkitan
Ekonomi Indonesia, pp.31-32. (2009)
1
Hatta.:“Ke Arah Indonesia Merdeka, di Terbitkan Kembali dalam Bentuk Edisi Khusus
Tahun 1994, Dekopin, Jakarta. (1932)
1
Tim Harford.;The Under Cover Economist, The Sunday Times Bestseller, Abacus,
London, pp. 72. (2008)
1
Prasetyayantoko, “Dilema RUU Cipta Kerja” Kompas Edisi, Selasa 25 Februari
2020,pp.11.
1
Rini Kustiasih, “Omnibus Law dan Harmonisasi UU”, Kompas Edisi, Kamis 12 Maret
2020, pp.3.
1
Omnibus Law Dinilai Tidak sesuai UU 12/2011, Kompas Edisi, Kamis 30 April 2020,
pp.4.
1
Khairul Fahmi, Obesitas PP Omnibus Law, Kompas Edisi 3 Maret 2020, pp. 6.

1 Somov, A.: api keselamatan dengan jaringan sensor nirkabel. EAI transaksi didukung pada sistem
ambient. h. p. 1-11 (2011)

[2] Motaz, A.: mulai pemrograman menggunakan objek Pascal. Vol. 2, halaman. 10-11. buku
komputer secara hukum gratis, US (2013)

Anda mungkin juga menyukai