Anda di halaman 1dari 6

Nama : Siti Fatimah Lani

NIM : 0201.19.0005
Prodi : Ahwal Al-Syakhsiyyah
Mata Kuliah : Tafsir Ahkam

TAFSIR AHKAM AYAT TENTANG LI’AN DAN ZIHAR

o Definisi Li’an dan Zihar


Li’an adalah sumpah suami sebanyak empat kali yang menuduh istrinya telah
berbuat zina. Pada sumpah yang kelima ia mengucapkan “Laknat Allah atasku
sekiranya aku berdusta dalam tuduhanku.” Sebaliknya, istri dapat menolak tuduhan
itu tidak benar. Kemudian, pada sumpah yang kelima ia mengucapkan kata-kata,
“Laknat Allah atas diriku sekiranya tuduhan itu benar.” Apabila seseorang
menuduh orang lain berzina, sedangkan saksi yang cukup tidak ada, orang itu akan
dikenai hukuman dera (dipukul atau dicambuk) sebanyak 80 kali.
Zihar adalah ucapan suami kepada istrinya bahwa istrinya menyerupai ibunya.
Contohnya: “anti alayya kazahri ummi” artinya “engkau tampak olehku seperti
punggung ibuku.” Zihar pada zaman jahiliyah merupakan cara untuk menceraikan
istrinya. Setelah Islam datang, Islam melarang perbuatan itu. Apabila zihar terlanjur
dilakukan oleh suami, ia wajib membayar kafarat dan dilarang mencampuri istrinya
sebelum kafarat tersebut terbayar.

o Bunyi, Terjemahan, Tafsir Ahkam Ayat tentang Li’an


َ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ ُ ُ َ ٓ ‫َ َ ُ َّ ُ ُ َ َ ٓ ا‬ ُ َ َْ َ َ َ َّ
‫َوٱل ِذين ي ْر ُمون أز َ َٰو جه ْم َول ْم يكن له ْم شهدا ُء ِإَّل أنف ُسه ْم فشه َٰ دة أح ِد ِه ْم أ ْرب ُع شه َٰ َٰد ٍۭت‬
َ ْ َ ۟ ُ ْ َ ‫َ َ َ ْ َ َٰ ن‬ َ َ َّ َ َ ْ َ ‫ن َ ْ َ َٰ َ ُ َ ا‬ ‫ب َّ ا ُ َ َ ا‬
‫ي َويد َرؤا عنها‬ ‫ٱَّلل عل ْي ِه ِإن كان ِمن ٱلك ِذ ِب‬
ِ ‫ٱَّلل ِإنهۥ ل ِمن ٱلص َٰ ِد ِقي وٱلخ ِمسة أن لعنت‬ ِ ِ
َ
ٓ َ َ َ َّ َ َ َ ‫َّ ا ُ َ َ ْ َ َٰ ن َ ْ َ َٰ َ َ ا‬ َ
َ َ َ َ َْ َ َ ْ َ َ َ َ َْ
‫ٱَّلل عل ْيها ِإن‬
ِ ‫ٱَّلل ۙ ِإنهۥ ل ِمن ٱلك ِذ ِبي وٱلخ ِمسة أن غضب‬ ِ ‫ٱلعذاب أن تشهد أرب ع شه َٰ َٰد ٍۭت ِب‬
‫ان م َن ا‬
‫ٱلص َٰ ِد ِق ن‬ َ َ
‫ي‬ ِ ‫ك‬

1 | Tafsir Ahkam
Artinya: “Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka
tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang
itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah
termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah
atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari
hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu
benar-benar termasuk orang-orang yang dusta. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa
laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.” (Q.S An-
Nur/24: 6-9)
Tafsir Ahkam: (Ayat 6) menerangkan bahwa suami yang menuduh istrinya
berzina, dan ia tidak dapat mendatangkan empat orang saksi yang melihat sendiri
perbuatan zina yang dituduhkan itu, maka ia diminta untuk bersumpah demi Allah
sebanyak empat kali bahwa istrinya itu benar-benar telah berzina. Sumpah empat
kali itu untuk pengganti empat orang saksi yang diperlukan bagi setiap orang yang
menuduh perempuan berzina. Seorang suami menuduh istrinya berzina adakalanya
karena ia melihat sendiri istrinya berbuat mesum dengan laki-laki lain atau karena
istrinya hamil dan melahirkan, padahal ia yakin bahwa janin yang ada di dalam
kandungan istrinya atau anak yang dilahirkan istrinya itu bukanlah dari hasil
hubungan ia dengan istrinya. (Ayat 7) menerangkan bahwa setelah suami
mengucapkan empat kali sumpah itu, pada kali kelima ia perlu menyatakan bahwa
ia bersedia menerima laknat Allah, bila ia berdusta dengan tuduhannya itu. Dengan
demikian, terhindarlah ia dari hukuman menuduh orang berzina. (Ayat 8)
menerangkan bahwa untuk menghindarkan istri dari hukuman akibat tuduhan
suaminya itu, maka ia harus mengajukan kesaksian mengangkat sumpah pula demi
Allah empat kali yang menegaskan kesaksiannya bahwa suaminya itu berbohong
dengan tuduhannya. (Ayat 9) menerangkan bahwa setelah mengucapkan sumpah
itu sebanyak empat kali, pada kali kelima ia harus menyampaikan penegasan bahwa
ia bersedia menerima laknat Allah bila suaminya itu benar dengan tuduhannya
kepadanya.

2 | Tafsir Ahkam
Asbabun Nuzul: Kisah ini terekam dalam Shahih al-Bukhari, Sunan Abu
Dawud dan al-Tirmidzi, melalui penuturan Ibn ‘Abbas. Suatu waktu Hilal Ibn
Umayyah menuduh istrinya melakukan zina dengan Syarik Ibn Samha dan
membawa persoalan tersebut ke hadapan Nabi SAW. Lalu Nabi SAW, bersabda:
“bawalah bukti (empat orang saksi) atau kamu akan dihukum cambuk.” Hilal
berkata: “ya Rasulullah, jika salah seorang dari kita melihat seorang laki-laki lain
bersama istrinya, haruskah ia mencari saksi?” Nabi SAW, bersabda: “bawalah bukti
(empat orang saksi) atau kamu yang akan dihukum cambuk.” Hilal kemudian
berkata: “demi zat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku berkata benar dan
Allah akan mewahyukan kepadamu suatu ayat yang akan menyelamatkanku dari
hukuman cambuk.” Lalu turunlah Q.S An-Nur (24): 6-9 di atas.
Kemudian Nabi SAW menyuruhnya untuk pergi menjemput istrinya. Hilal
pulang dan kembali dengan membawa istrinya. Nabi SAW, bersabda: “Allah tahu
bahwa salah seorang dari kalian berdusta, jadi siapa di antara kalian yang akan
bertaubat?” Kemudian istri Hilal bangun dan bersumpah dan ketika ia akan
mengucapkan sumpah yang kelima, mereka (para sahabat) menghentikannya dan
berkata “sumpah kelima itu akan membawa laknat kepadamu (jika kamu
bersalah).” Ia pun tampak ragu melakukannya, sehingga kami berpikir bahwa ia
akan menyerah. Namun kemudian istri Hilal berkata: “aku tidak akan menjatuhkan
kehormatan keluargaku”, dan melanjutkan mengambil sumpah. Nabi SAW
kemudian bersabda: “perhatikan ia. Jika ia melahirkan seorang bayi dengan mata
hitam, berpantat besar, dan kaki yang gemuk, maka bayi itu adalah anak Syarik Ibn
Samha.” Di kemudian hari ia melahirkan bayi yang ciri-cirinya seperti yang
digambarkan Nabi SAW (terbukti berzina). Maka Nabi SAW, bersabda: “jika
persoalan ini tidak diputuskan Allah terlebih dahulu, maka tentu aku akan
menjatuhkan hukuman yang berat terhadapnya.”

o Bunyi, Terjemahan, Tafsir Ahkam Ayat tentang Zihar

ُ‫ا‬ َُ َْ ٓ‫ْ ُ َ ُُ ا ا‬ َ ُ ‫ُ ا‬ ٓ ِّ ُ َ َ ُ َ َّ
‫ٱل ِذين يظ َٰ ِه ُرون ِمنكم ِّمن ن َسا ِئ ِهم اما هن أ امه َٰ ِت ِه ْم ۖ ِإن أ امه َٰ ته ْم ِإَّل ٱل َٰ ِ ى َولدنه ْم ۚ َو ِإنه ْم‬
ُ ٓ ِّ َ َ ُ َ َّ ٌ ُ َ ٌّ ُ َ َ َ َّ ‫َ َ ُ ُ َ ُ َ ً ِّ َ ْ َ ْ َ ُ ً َ ا‬
‫ور َوٱل ِذين يظ َٰ ِه ُرون ِمن ن َسا ِئ ِه ْم ث ام‬ ‫ليقولون منكرا من ٱلقو ِل وزورا ۚ و ِإن ٱَّلل لعفو غف‬

3 | Tafsir Ahkam
َ ُ َ ُ َّ َ ُ َ ُ ُ َ ٓ ََ َ َ َ ْ ََ ۟ ُ َ َ ُ َ
‫ي ُعودون ِل َما قالوا فتح ِر ُير َرق َبة ِّمن ق ْب ِل أن يت َما اسا ۚ ذ َٰ ِلك ْم توعظون ِب ِهۦۚ َوٱَّلل ِب َما ت ْع َملون‬
َ
‫خ ِب ٌي‬
Artinya: “Orang-orang yang menzhihar istrinya di antara kamu, (menganggap
istrinya sebagai ibunya), padahal tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu
mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya
mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan
sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. Orang-orang yang
menzhihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang
mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum
kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S Al-Mujadilah/58: 2-3)
Tafsir Ahkam: (Ayat 2) menerangkan bahwa para suami yang menjatuhkan
sumpah zihar kepada istrinya dengan menganggapnya haram digauli, seperti halnya
ibu mereka yang juga haram mereka gauli, telah berbuat salah. Istri bukanlah ibu.
Ibu mereka yang sebenarnya adalah orang yang melahirkan mereka. Orang-orang
yang menjatuhkan sumpah zihar itu benar-benar telah mengucapkan suatu
perkataan yang mungkar karena ucapan itu hanya alasan bahwa ia tidak lagi
menyukai istrinya dan merupakan ucapan dusta, karena tidak sesuai dengan fakta
bahwa istri itu berbeda dengan ibu kandungnya. (Ayat 3) menerangkan bahwa
mereka yang menzihar istrinya, lalu menyesali perbuatannya, kemudian ingin
segera menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan kepada istrinya itu, maka
mereka para suami yang telah menzihar istrinya itu diwajibkan membayar kafarat,
yakni tebusan dengan memerdekakan seorang budak sebelum suami istri itu
bercampur kembali seperti sebelum menziharnya. Zihar berakhir jika suami
mencabut ziharnya, hukum syara’ memang memperberat kafarat zihar karena syar’i
Allah SWT ingin menjaga kelanggengan hubungan suami istri dan mencegah suami
dari perbuatan yang zalim. Sebab dengan tahunya suami bahwa kafarat zihar itu
berat maka dia tentu akan berhati-hati dalam menjaga hubungannya dengan istrinya
dan ia diharapkan tidak berbuat zalim kepada istrinya dengan cara apapun termasuk
zihar.

4 | Tafsir Ahkam
Asbabun Nuzul: Seorang wanita bernama Khaulah binti Tsalabah yang Telah
dizhihar oleh suaminya Aus ibn Shamit, yaitu dengan mengatakan kepada istrinya:
“kamu bagiku seperti punggung ibuku”, dengan maksud dia tidak boleh lagi
menggauli istrinya, sebagaimana ia tidak boleh menggauli ibunya. Menurut adat
jahiliyah kalimat zhihar seperti itu sudah sama dengan mentalak istri. Maka
Khaulah mengadukan hal itu kepada Rasulullah SAW, ia berkata” ya Rasulullah,
Aus bin Shamit mengawiniku karena ia mencintaiku, setelah usiaku lanjut, kulitku
mulai keriput, dia menganggapku seperti ibunya.” Rasulullah menjawab, bahwa
dalam hal ini belum ada keputusan dari Allah dan pada riwayat yang lain Rasulullah
mengatakan: “engkau telah diharamkan bersetubuh dengan dia.” Lalu Khaulah
berkata: “suamiku belum menyebutkan kata-kata talak.” Kemudian Khaulah
berulang kali mendesak Rasulullah supaya menetapkan suatu keputusan dalam hal
ini, sehingga kemudian turunlah Q.S. Al-Mujadilah (58): 1-4 tersebut.
Berdasarkan hadist Rasulullah, “Khaulah berkata, suamiku Aus ibn Shamit
menziharku, maka ku adukan hal itu pada Rasulullah SAW, sedang Rasulullah
membantah diriku, tentang dia, seraya berkata, bertakwalah kamu kepada Allah,
karena Uais adalah anak pamanku, maka belum sampai aku keluar, turunlah surah
al-Mujadilah. Lalu berkatalah Rasulullah, ‘hendaklah ia memerdekakan seorang
hamba.’ Kata Khaulah, ‘dia tidak punya.’ Nabi berkata, ‘hendaklah ia berpuasa dua
bulan berturut-turut.’ Kata Khaulah, ‘wahai Rasulullah, sesungguhnya ia adalah
yang sudah lanjut usia, tidak sanggup lagi berpuasa.’ Nabi SAW berkata,
‘hendaklah ia memberi makan enam puluh orang miskin.’ Khaulah berkata, ‘dia
tidak mempunyai sesuatu pun yang dapat disedekahkan.’ Kata Nabi SAW, ‘aku
akan membantunya dengan satu takar kurma kering.’ Kata Khaulah lagi, ‘dan aku
pun akan membantunya dengan satu takar kurma pula.’ Nabi SAW berkata: engkau
telah melakukan suatu kebajikan, pergilah, dan berilah makan atas namanya enam
puluh orang miskin.”

o Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa disyari’atkannya li’an
adalah untuk menjaga hubungan suci antara anak dengan ayahnya (nasab) sehingga

5 | Tafsir Ahkam
keturunannya menjadi jelas dan tidak kacau serta tidak ada keragu-raguan. Dalam
melakukan li’an suami tidak boleh hanya berdasarkan desas-desus, fitnahan, atau
tuduhan dari orang lain. Akibat hukum yang disebabkan li’an dalam perspektif fiqih
Islam ialah putusnya perkawinan, haram bagi pasangan suami istri rujuk kembali
untuk selama-lamanya, pihak suami terhindar dari had qazf, pihak istri berhak
menerima mahar, anak dinasabkan kepada pihak ibu dan keluarga ibu, dan anak
tersebut berhak menjadi ahli waris ibunya dan sebaliknya. Sementara itu, zihar
islam menetapkan haram hukumnya ucapan tersebut. Namun, Allah SWT memberi
keringanan bagi umat Islam dan menetapkan kafarat di dalamnya sebagai
pendidikan agar tidak mengulang perkataan dan sikap tersebut.

6 | Tafsir Ahkam

Anda mungkin juga menyukai