Tugas Studi Kasus Toshiba PDF Free
Tugas Studi Kasus Toshiba PDF Free
Tujuan:
Kita mungkin sering mendengar kisah runtuhnya perusahaan besar di barat, seperti
Enron, Worldcom, Xerox dan lainnya yang terjadi di sekitar tahun 2000-an. Kisah ini
begitu menghantam profesi akuntan dan auditor. Akuntan dan auditor seperti kehilangan
kepercayaan dari masyarakat. Masyarakat menuntut perubahan agar profesi auditor dan
akuntan dilindungi sehingga bisa menunjukkan sisi laporan keuangan yang benar. Selain
itu reformasi tata kelola perusahaan juga dituntut agar lebih kredibel dan dipercaya. Hasil
dari drama skandal akuntansi di barat menciptakan kerangka kerja akuntabilitas dan tata
kelola baru dalam Sarbanes-Oxley Act. Peraturan untuk profesi akuntan dan auditor juga
diperketat dalam bentuk kode etik profesi akuntan. Dengan ini diharapkan dapat
memulihkan kepercayaan yang memadai agar pasar modal berfungsi normal dan arus
modal investasi kembali naik.
Di tahun 2015, publik kembali dihamtam dengan skandal besar yang terjadi tidak
lagi di barat namun dari arah timur. Skandal perusahaan Toshiba menjadi skandal luar
biasa yang tidak disangka-sangka. Publik dihentakkan dengan kosnpirasi manajemen
perusahaan yang menunjukkan Toshiba seperti dalam keadaaan baik-baik saja. Selama ini,
publik seakan di-ninabobokkan oleh tata kelola perusahaan yang dijunjung tinggi. Terlebih
lagi negara Jepang sangat ketat dalam implementasi tata kelola bagi perusahaan-
perusahaan Jepang. Toshiba bukan satu-satunya skandal keuangan yang terjadi di Jepang.
Sebelum boom Toshiba, Olympus, termasuk perusahaan besar di Jepang sudah terlebih
dahulu runtuh. Apa yang terjadi dengan perusahaan Jepang? Apa yang terjadi dengan
Toshiba?
Melakukan studi kasus runtuhnya perusahaan Toshiba akan membantu mahasiswa
untuk melihat lebih jauh penyebab yang terjadi di dalamya. Ini menjadi pelajaran bagi
mahasiswa, calon akuntan masa depan, untuk berhati-hati terlibat dalam kasus yang sama.
1
Dalam kaitannya dengan mata kuliah etika bisnis, studi kasus akan membantu mahasiswa
untuk melihat isu-isu etis dan kaitan nya dengan teori yang dipelajari. Lebih lanjut,
mahasiswa diharapkan dapat mempelajari kasus dan bijaksana mengambil keputusan yang
beretika.
Ringkasan Kasus:
Sumber: https://akuntansiterapan.com/2015/07/22/toshiba-accounting-scandal-runtuhnya-
etika-bangsa-jepang-yang-sangat-diagungkan-itu/
Skandal akuntansi yang sering terjadi selama ini, sebagaimana yang kita pelajari
dalam teks book business/accounting ethic atau kita ketahui dalam jurnal bisnis, biasanya
selalu didominasi oleh perusahaan-perusahaan barat, seperti Enron, Xeroc, Worlddotcom,
Triton, dll. Makanya ketika saya mengetahui bahwa telah terjadi skandal akuntansi di
Toshiba, seakan tak percaya bahwa bangsa yang selama ini dikenal sangat menjunjung
tinggi moralitas dan etika ini, dan tentunya rasa malu, juga bisa jatuh di jurang yang sama.
Meskipun sebelumnya ada kasus Olympus di Jepang, namun tidak segempar Toshiba yang
lebih dikenal masyarakat dunia ini.
Toshiba telah berkiprah dalam industry teknologi di seluruh dunia sejak tahun
1875, itu artinya selama 140 tahun Toshiba telah mampu mencuri hati masyarkat di
seluruh dunia dengan produk yang berkualitas, brand image yang tangguh, dan layanan
pelanggan yang excellent. Reputasi yang bagus itu kini hancur berantakan hanya karena
pressure yang sangat tinggi untuk memenuhi target performance unit.
Kasus ini bermula atas inisiatif Pemerintahan Perdana Menteri Abe yang
mendorong transparansi yang lebih besar di perusahaan-perusahaan Jepang untuk menarik
lebih banyak investasi asing. Atas saran pemerintah tersebut, Toshiba menyewa panel
independen yang terdiri dari para akuntan dan pengacara untuk menyelidiki masalah
transparansi di Perusahaannya. Betapa mengejutkannya bahwa dalam laporan 300 halaman
yang diterbitkan panel independen tersebut mengatakan bahwa tiga direksi telah berperan
2
aktif dalam menggelembungkan laba usaha Toshiba sebesar ¥151,8 miliar (setara dengan
Rp 15,85 triliun) sejak tahun 2008.
Panel yang dipimpin oleh mantan jaksa top di Jepang itu, mengatakan bahwa
eksekutif perusahaan telah menekan unit bisnis perusahaan, mulai dari unit personal
computer sampai ke unit semikonduktor dan reaktor nuklir untuk mencapai target laba
yang tidak realistis. Manajemen biasanya mengeluarkan tantangan target yang besar itu
sebelum akhir kuartal/tahun fiskal. Hal ini mendorong kepala unit bisnis untuk
menggoreng catatan akuntansinya. Laporan itu juga mengatakan bahwa penyalahgunaan
prosedur akuntansi secara terus-menerus dilakukan sebagai kebijakan resmi dari
manajemen, dan tidak mungkin bagi siapa pun untuk melawannya, sesuai dengan budaya
perusahaan Toshiba.
Akibat laporan ini CEO Toshiba, Hisao Tanaka, mengundurkan diri, disusul
keesokan harinya pengunduran diri wakil CEO Toshiba, Norio Sasaki. Selain itu Atsutoshi
Nishida, chief executive dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 yang sekarang
menjadi penasihat Toshiba juga mengundurkan diri. Panel tersebut mengatakan bahwa
Tanaka dan Sasaki tidak mungkin tidak tahu atas praktik penggorengan laporan keuangan
ini. Penggorengan ini pasti dilakukan secara sistematis dan disengaja.
Saham Toshiba turun sekitar 20% sejak awal April ketika isu akuntansi ini
terungkap. Nilai pasar perusahaan ini hilang sekitar ¥ 1,67 triliun (setara dengan RP174
triliun). Badan Pengawas Pasar Modal Jepang kemungkinan akan memberikan hukuman
pada Toshiba atas penyimpangan akuntansi tersebut dalam waktu dekat ini.
3
Tidak hanya di Jepang, Amerika atau negara barat lainnya, di Indonesiapun praktik
manajemen berbasis kinerja ini sering banyak disalahgunakan. Praktik sederhananya
adalah manajemen puncak memberikan target yang luar biasa tinggi kepada unit bisnis
dibawahnya, sebenarnya manajemen puncak mengetahui bahwa target itu sangat tidak
realistis, namun sengaja ia berikan agar memacu unit bisnis menghasilkan yang lebih
banyak lagi melebihi target normal, agar target yang dibebankan kepadanya bisa dicapai.
Atau contoh sederhananya begini: dewan komisaris (BOC) memberikan target
pertumbuhan 10% kepada dewan direksi (BOD) perusahaan, selanjutnya BOD
memberikan target 12% kepada setiap unit bisnis dibawahnya, untuk mengamankan agar
pencapaiannya yang 10% itu dapat dengan mudah dipenuhi, selanjutnya kepala unit bisnis
memberikan target yang lebih tinggi lagi misal sebesar 15% kepada manajer divisi
dibawahnya lagi, demikian seterusnya.
Praktik ini sebenarnya normal terjadi, namun tekanan dan punishment dari atasan
agar target tercapai itulah yang membuat unit bisnis mengakali laporannya. Cara
gampangnya adalah dengan memberikan laporan yang salah alias laporan ABS (Asal
Bapak Senang) seperti pada kasus Toshiba ini.
Cara Baru Pengawasan
Kasus akuntansi Toshiba ini tidak akan mungkin muncul ke permukaan, jika
komisaris (Chairman) Toshiba tidak melakukan inistiatif membentuk panel independen
ini, artinya jika dengan pengawasan biasa saja (internal audit atau komite audit), hal ini
pasti tidak terdeteksi.
Demikian juga peran OJK nya Jepang yang tidak mampu mendeteksi kasus ini,
dengan beranekaragam regulasi yang dikeluarkan OJK ternyata masih belum mampu
mencegah terjadinya praktik kecurangan akuntansi pada perusahaan terdaftar di bursa, ini
juga patut dipertanyakan.
Hal yang sama terjadi juga pada eksternal auditor Toshiba yang juga tidak mampu
menemukan kecurangan akuntansi ini. Audit independen saja tidak mampu
menemukannya bagaimana dengan internal audit atau OJK?
Perlu dipikirkan cara baru pengawasan untuk mencegah hal ini terulang lagi,
mungkin semacam inspeksi dari komisaris perusahaan atau dari regulator (jika perusahaan
terbuka). Inpeksi atau pemeriksaan khusus bisa dilakukan kapan saja dengan waktu yang
tidak tentu. Pemeriksaan khusus (inpeksi) ini harus dituangkan dalam peraturan resmi
(peraturan OJK atau peraturan pemerintah) agar semua perusahaan melakukannya secara
bersama, termasuk didalamnya siapa yang menanggung biaya inspeksi ini. Dengan
4
penerapan pengawasan berlapis ini tentunya akan tercipta laporan keuangan yang lebih
accountable, good corporate governance, dan tentunya kepercayaan para stake holder
(termasuk didalamnya investor) akan semakin tinggi.
Petunjuk :
1. Carilah tambahan informasi mengenai kasus Toshiba ini di internet ataupun buku.
Tambahan informasi akan membantu mahasiswa untuk memahami kasus ini lebih
komprehensif.
2. Cantumkan sumber informasi dalam tugas Saudara.
3. Kerjakan tugas studi kasus ini secara mandiri. Ide maupun tulisan yang sama
dengan teman dianggap plagiat (tidak diberi nilai).
4. Tugas dapat dibuat dengan tulisan tangan ataupun diketik komputer.
Soal Pertanyaan:
1. Uraikanlah latar belakang kasus ini dengan informasi tambahan yang Saudara
dapatkan?
2. Bahaslah kasus skandal Toshiba ini dalam berbagai perspektif:
a. Permasalahan akuntansi
b. Permasalahan audit eksternal
c. Permasalahan audit internal
d. Permasalahan tata kelola perusahaan
e. Permasalahan budaya perusahaan
3. Bagaimana peran whistle-blower dalam mengungkap kasus ini
4. Bagaimana perspektif teori-teori etika mengenai kasus ini?
5. Menurut Saudara, siapa yang paling dapat disalahkan dalam kasus ini?
6. Bagaimana peran budaya Jepang dalam kasus ini?
TERIMA KASIH
5
JAWABAN
Presiden dan CEO Toshiba Corporation Hisao Tanaka dan pendahulunya, yang kini
menjadi Wakil Komisaris Utama Toshiba Corporation, Norio Sasaki, diharapkan
untuk mengundurkan diri setelah tim peneliti menemukan penyimpangan
pencatatan keuntungan perusahaan dari tahun 2008.
Tim independen yang dipimpin oleh mantan jaksa Tokyo mengungkapkan, dalam
budaya perusahaan, bawahan tidak bisa menantang bos yang kuat yang berniat
meningkatkan keuntungan pada hampir semua biaya. "Akuntansi secara sistematis
dilakukan sebagai akibat dari keputusan manajemen ... mengkhianati kepercayaan
dari banyak pihak," menurut ringkasan laporan yang dirilis oleh perusahaan.
Skandal akuntansi Toshiba, salah satu yang paling merusak melanda Jepang dalam
beberapa tahun terakhir, dimulai ketika regulator sekuritas menemukan
kejanggalan setelah menyelidiki neraca perusahaan awal tahun ini. Dengan temuan
yang dirilis Senin (20/7/2015), Toshiba harus menyatakan kembali keuntungan
sebesar 151,8 miliar yen untuk periode antara April 2008 hingga Maret 2014.
Tidak jelas apakah itu akan mempengaruhi tahun fiskal yang berakhir Maret 2015
atau tidak. "Dalam beberapa kasus pemimpin manajemen dan divisi atas
tampaknya telah berbagi tujuan yang sama untuk mengembangkan keuntungan,"
kata tim independen.
Toshiba dikenal untuk televisi dan elektronik, termasuk komputer dan pemutar
DVD pribadi laptop pertama di dunia. Toshiba memiliki lebih dari 200.000
karyawan di seluruh dunia. Toshiba juga memproduksi transmisi listrik dan
6
peralatan medis. Di antara divisi dipengaruhi oleh keuntungan yang meningkat
yaitu bisnis infrastruktur, audio-visual, dan semikonduktor.
Uraian Kasus:
Kasus ini bermula atas inisiatif Pemerintahan Perdana Menteri Jepang yaitu
Shinzo Abe yang mendorong transparansi yang lebih besar di perusahaan-
perusahaan Jepang untuk menarik lebih banyak investasi asing. Atas saran
pemerintah tersebut, Toshiba menyewa panelis independen yang terdiri dari
para akuntan dan pengacara untuk menyelidiki masalah transparansi di
Perusahaannya.
Besarnya angka, rentang waktu yang tidak sebentar, juga keterlibatan Top
Management memberi gambaran kepada kita betapa kronis dan
kompleksnya penyakit dalam tubuh Toshiba. Penyelewengan dilakukan
secara berjamaah, sistematis dan cerdas. Sekian lapis sistem kontrol dari
mulai divisi akuntansi, keuangan, internal audit, tidak berfungsi sama
sekali. Bagaimana akan berfungsi, bahkan oknumnya dari staff senior
mereka yang sudah hafal seluk beluk perusahaan.
Seiya Shimaoka, seorang internal auditor, mencurigai kecurangan dan
berusaha melaporkan tapi malah dianggap angin lalu oleh atasannya sendiri
seperti yang dilansir jurnalis Financial Times. Sedemikian rapi dan
cerdasnya hingga tim auditor eksternal sekelas Ernst & Young (EY) tak
mampu mencium aroma busuk dari laporan keuangan Toshiba. Belum ada
dugaan kantor akuntan itu terlibat dalam skandal.
Reputasi yang bagus itu kini hancur berantakan hanya karena pressure yang
sangat tinggi untuk memenuhi target performance unit. Kasus ini terjadi
baru-baru ini yaitu tahun 2015. Toshiba terbukti melakukan pembohongan
publik dan investor dengan cara menggelembungkan keuntungan di laporan
keuangan hingga overstated profit 1,2 Miliar US Dollar sejak tahun fiskal
2008. Dan yang lebih memprihatinkan skandal tersebut melibat top
management dari Toshiba Corporation.
Guna mempercantik kinerja keuangannya, Toshiba melakukan berbagai
cara baik mengakui pendapatan lebih awal atau menunda pengakuan biaya
pada periode tertentu namun dengan metode yang menurut investigator
tidak sesuai prinsip akuntansi,. Seperti kesalahan penggunaan percentage-
7
of-completion untuk pengakuan pendapatan proyek, cash-based ketika
pengakuan provisi yang seharusnya dengan metode akrual, memaksa
supplier menunda penerbitan tagihan meski pekerjaan sudah selesai, dan
lain semisalnya
Akibat laporan ini CEO Toshiba, Hisao Tanaka, mengundurkan diri, disusul
keesokan harinya pengunduran diri wakil CEO Toshiba, Norio Sasaki.
Selain itu Atsutoshi Nishida, chief executive dari tahun 2005 sampai
dengan tahun 2009 yang sekarang menjadi penasihat Toshiba juga
mengundurkan diri. Panel tersebut mengatakan bahwa Tanaka dan Sasaki
tidak mungkin tidak tahu atas praktik penggorengan laporan keuangan ini.
Penggorengan ini pasti dilakukan secara sistematis dan disengaja.
Saham Toshiba turun sekitar 20% sejak awal April ketika isu akuntansi ini
terungkap. Nilai pasar perusahaan ini hilang sekitar ¥ 1,67 triliun (setara
dengan RP174 triliun). Badan Pengawas Pasar Modal Jepang kemungkinan
akan memberikan hukuman pada Toshiba atas penyimpangan akuntansi
tersebut. Target yang terlalu tinggi, dan tekanan atas pencapaian target
tersebutlah yang menyebabkan skandal ini terjadi.
2. a. Permasalahan akuntansi
Income statement atau laporan laba-rugi merupakan salah satu laporan
keuangan yang memberikan gambaran kinerja perusahaan. Angka akuntansi pada
laporan laba rugi juga bisa menjadi proxy terhadap cash flow atau dengan kata lain
laporan laba rugi yang baik juga didukung dengan cash flow yang baik pula.
Ketidakselaraasan antara cash flow dan income statement bisa menjadi indikasi
adanya ketidakberesan dengan laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan.
Hal ini kemudian ditemukan pada laporan keuangan Toshiba sepanjang tahun 2008
sampai 2014.
Pada kasus ini laporan keuangan yang dihasil pihak manajemen tidak sesuai
dengan pernyataan hal ini terbukti saat investigasi independen sebenarnya
menemukan bahwa pihak manajemen berbohong mengenai jumlah keuntungan
yang mereka dapatkan selama lebih dari 6 tahun dikarenakan ingin memenuhi
target internal perusahaan setelah terjadi krisis finansial tujuh tahun lalu. Namun
8
adanya kelihaian pihak manajemen dalam memanipulasi laporan keuangan
membuat pihak auditor sulit menemukan adanya kecurangan pada laporan
keuangan tersebut sehingga butuh waktu cukup lama untuk mengindentifikasi
kasus ini dikarenakan ketidaktelitian auditornya.
Adanya audit pada laporan keuangan sangatlah perlu dilakukan untuk
meningkatkan kredibilitas perusahaan agar mendapatkan laporan keuangan yang
dapat dipercaya. Pelanggaran kode etik yang dilakukan hisao tanaka dan
perusahaan tosibha terlambat untuk menangani laporan keuangan sangatlah tidak
baik bagi perusahaan. Pelanggaran selanjutnya adalah pihak akuntan Toshiba
tidak melakukan profesinya sesuai standar teknis dan standar professional yang
berlaku dalam akuntan. Sebaliknya akuntan menciptakan angka-angka yang tidak
relevan dan bersikap tidak professional dalam hal ini.
9
Auditor eksternal kurang jeli dan teliti dalam menganalisis, mendeteksi,
menelaah, dan menemukan banyak manipulasi dalam pelaporan keuangan yang
disusun oleh entitas yang diauditnya dalam hal ini yaitu Toshiba. Dikarenakan
kompaknya pihak manajemen perusahaan dalam menyembunyikan dan
memanipulasi rugi dalam pelaporan keuangan yang disusun oleh perusahaan.
Auditor internal tidak melaksanakan tugas dan fungsi audit internal dengan
semestinya, dikarenakan auditor internal bekerjasama dengan pihak manajemen
Toshiba dalam melakukan kecurangan – kecurangan di banyak hal seperti dalam
penyusunan laporan keuangan dan pembayaran utang pemegang saham dengan
menggunakan provisi yang seharusnya provisi tersebut di peruntukkan untuk kegiatan
operasional perusahaan.
Auditor internal Toshiba pun enggan melaksanakan tugas dan fungsi auditnya
dikarenakan hal – hal yang mendukung fraud (kecurangan) yaitu tekanan, pembenaran,
dan kesempatan yang ada pada perusahaan tersebut bahkan adanyanya bonus yang
akan dididapatkan karyawan.
e. permasalahan budaya
10
Karena adanya tekanan yang sangat tinggi dalam memenuhi target yang telah
ditetepkan oleh Toshiba menyebabkan rasa bersalah dalam diri para manajer divisi
apabila target yang telah ditetapkan tersebut tidak dapat dicapai. Bangsa Jepang dikenal
sebagai bangsa yang menjunjung tinggi kehormatan diri, sehingga apabila target yang
telah ditetapkan oleh manajemen tidak dapat dicapai, maka mereka merasa rendah diri
dan merasa telah gagal. Sehingga karena itulah mereka menghalal kan berbagai cara
dalam memenuhi tuntutan perusahaan.
Begitupula budaya warga Jepang yang dikenal dengan loyalitas dan integritas
tinggi baik terhadap pekerjaan maupun terhadap pimpinan yang membuat karyawan
harus bekerja secara bersama sama dalam memenuhi tuntutan target yang ditentukan
oleh pimpinan dalam meningkatkan laba perusahaan.
11
menaikan laba operasional demi terciptanya kenyamanan para investor dan calon
investor.
a. Teori utilitarianisme
Teori ini membahas tentang optimalisasi pengambilan keputusan individu
untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalkan dampak negative. Suatu
tindakan dikatakan etis apabila memberikan manfaat yang banyak pada masyarakat
dan dikatakan tidak etis apabila akibatnya lebih banyak merugikan masyarakat.
Dalam kasus ini perusahaan mengambil keputusan hanya memaksimalkan
manfaat untuk perusahaan, dengan menekan karyawan agar memenuhi target yang
diberikan. Sehingga dalam memenuhi target tersebut karyawan akan memperindah
laporan keuangan dengan berbagai cara apapun hingga auditor pun tidak mampu
menemukan kecurangan yang mereka lakukan. Menuntut laba yang tinggi sehingga
kinerja perusahaan baik dimata masyarakat. Namun hal ini tidak etis karena
akibatnya sangat merugikan masyarakat, karena merupakan pembohongan public
dengan menyajikan laporan keuangan yang tidak sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya. Dalam teori ini tindakan yang dilakukan Toshiba tidak baik.
b. Teori deontology
Teori ini membahas tentang kewajiban individu untuk memberikan hak
kepada orang lain, sehingga dasar untuk menilai baik atau buruk suatu hal harus
didasarkan pada kewajiban, bukan konsekuensi perbuatan. Dalam kasus ini pada
teori ini perusahaan sudah melakukan hal yang tidak sesuai dengan aturan atau
memiliki tujuan yang salah. Dengan menekan karyawan dengan target yang tinggi.
Norio Sasaki dan Hisao Tanaka, mendorong kepala divisi terlalu keras dengan
target yang tidak realistis, mendorong divisi beralih ke taktik akuntansi yang patut
dipertanyakan selama tujuh tahun ini, sehingga ditemukannya masalah akuntansi di
beberapa bisnis, termasuk proyek-proyek infrastruktur, semikonduktor, dan TV.
Tapi divisi PC adalah yang paling bermasalah, terhitung lebih dari sepertiga dari
total keuntungan membengkak. Sehingga dalam hal ini merugikan pihak eksternal
perusahaan dengan adanya laporan keuangan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
c. Teori kebajikan
Teori ini membahas watak seseorang yang memungkinkannya untuk
bertingkah laku baik secara moral sehingga dapat dinilai baik. Dalam teori ini
12
karyawan sudah melakukan apa yang diperintahkan oleh atasan yaitu memenuhi
target yang diminta oleh atasan dan menuruti semua perintah atasan, dan semua
dilakukan untuk kepentingan perusahaan. Dalam hal ini karyawan terlalu loyal
terhadap perusahaan dan membuat laporan keuangan berdasarkan “asal bapak
senang” sehingga mendorong karyawan melakukan tindakan-tindakan yang tidak
sesuai dan mengabaikan dampak apa yang akan terjadi kedepannya.
15
REFERENSI
www.kompas.com
https://zmauritiana.wordpress.com/2015/07/28/ada-apa-dengan-toshiba/
https://minarahayu.wordpress.com/2016/05/08/toshiba-corporation-accounting-scandal/
16